Gambaran Umum Pendapatan Daerah

6 Variasi pendapatan daerah antartahun tidak terlalu tinggi, kecuali untuk Bondowoso dan Bengkayang. Dalam periode 2008-2011, pendapatan daerah kabupatenkota KINERJA berada dalam rentang +- 10 dari reratanya dalam empat tahun tersebut. Perbedaan yang tinggi hanya terjadi di Bondowoso dan Bengkayang. Bondowoso pada tahun 2010 pendapatan daerahnya mencapai Rp 0,96 jutakapita harga konstan 2008, 13 lebih tinggi daripada rerata 2088-2011. Sementara itu, Bengkayang pada tahun 2008 pendapatannya mencapai Rp 2,09 jutaorang, 15 lebih tinggi daripada rerata 2008-2011. Secara nominal harga berlaku pendapatan daerah di 20 daerah KINERJA terus mengalami pertumbuhan, walaupun secara riil mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2008-2009. Berdasarkan harga berlaku, rerata pertumbuhan 20 kabupatenkota KINERJA terus mengalami pertumbuhan – 6,1 2008-2009, diikuti dengan 11,9 dan 6,8 pada dua tahun berikutnya. Namun demikian, tingkat inflasi yang sangat tinggi pada tahun 2008 rerata 20 daerah 10,3, membuat pertumbuhan pendapatan riil pada tahun 2008-2009 negatif 3,8. Tingkat inflasi yang cukup tinggi pada tahun 2010 6,1 juga membuat rerata pertumbuhan riil pendapatan daerah KINERJA pada tahun 2010-2011 menjadi hanya 0,6. Grafik 2.2 Tingkat Pertumbuhan Riil Pendapatan Daerah Terendah dan Tertinggi di KabupatenKota KINERJA, 2008-2011 Sumber: ABPD-R 2008-2010 dan APBD-M 2011, diolah oleh Seknas FITRA dan The Asia Foundation. Empat kabupaten mengalami pertumbuhan pendapatan secara keseluruhan yang negatif dalam periode 2008-2011. Simeulue, Bengkayang dan Melawi mengalami pertumbuhan pendapatan daerah negatif pada dua tahun berturut-turut, 2008-2009 dan 2009-2010. Walaupun pada tahun berikutnya, terutama Simeulue dan Bengkayang, mengalami pertumbuhan pendapatan daerah positif, secara keseluruhan, rerata pertumbuhannya dalam empat tahun yang dikaji masih negatif. Sementara itu kecenderungan pertumbuhan pendapatan daerah Tulungagung berbeda dengan tiga kabupaten ini. Pendapatan daerah Tulungagung positif dalam dua tahun pertama yang dikaji, walaupun tidak cukup tinggi untuk menutupi pertumbuhan negatif pada tahun 2010-2011, sehingga secara keseluruhan masih negatif. Sebaliknya, lima kabupaten mengalami tingkat pertumbuhan pendapatan daerah yang cukup tinggi. Probolinggo, Jember dan Bulukumba mengalami pertumbuhan riil negatif pada tahun 2008- 2009, tetapi pada dua tahun berikutnya mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi minimal 5, sehingga reratanya dalam empat tahun lebih dari 3,0tahun. Walaupun mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, Aceh Singkil dan Sambas juga mengalami pertumbuhan pendapatan yang cukup tinggi, dengan rerata 2008-2011 mencapai sekitar 3,0tahun. -20 -15 -10 -5 5 10 15 2008-2009 2008-2010 2008-2011 7

2.2 Komposisi Pendapatan Daerah

Proporsi dana perimbangan terhadap keseluruhan pendapatan daerah cenderung menurun, sementara lain-lain pendapatan daerah yang sah LPDS meningkat. Dalam periode 2008-2010, dana perimbangan mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 87 keseluruhan pendapatan daerah rerata 20 daerah KINERJA menjadi 77 saja. Sebaliknya, LPDS terus mengalami peningkatan dari 8 saja menjadi 18. Sementara itu, kontribusi PAD tidak mengalami perubahan yang berarti. Pada tahun 2011, berdasarkan rencana APBD-M, 20 kabupatenkota KINERJA memperkirakan kontribusi pendapatan asli daerah PAD yang meningkat dan LPDS yang menurun. Kecuali kabupatenkota KINERJA di Jatim dan kawasan kota, pemda lainnya sangat bergantung pada dana perimbangan dan LPDS. Dalam periode 2008-2011, ketujuh daerah ini mempunyai rerata PAD yang relatif tinggi, lebih dari 5 keseluruhan pendapatan daerah. Sementara itu, daerah lainnya lebih dari 95 pendapatannya diperoleh dari transfer pemerintah pusat, baik dana perimbangan maupun LPDS. Yang terakhir cukup signifikan kontribusinya 20-21 di tiga daerah – Kota Makassar, Kota Probolinggo, dan Barru – sementara daerah lainnya kurang dari 15. Pada tahun 2010, sekitar seperempat pendapatan ketiga kabupaten ini bersumber dari LPDS. Grafik 2.4 Komposisi Pendapatan Daerah di 20 Daerah KINERJA, Rerata 2008-2011 Sumber: ABPD-R 2008-2010 dan APBD-M 2011, diolah oleh Seknas FITRA dan The Asia Foundation.

2.3 Dana Perimbangan

DAU merupakan sumber dana perimbangan yang utama yang secara riil tidak mengalami pertumbuhan yang berarti dalam periode 2008-2011. Secara keseluruhan, sekitar dua per tiga pendapatan daerah secara keseluruhan bersumber dari DAU. Hanya Kota Makassar yang kontribusi DAU-nya kurang dari setengah pendapatan daerah pada tahun 2010 dan 2011. Walaupun secara nominal DAU terus mengalami pertumbuhan, kecuali di Tulungagung, Jember dan Bengkayang 2008- 2009 serta Melawi dan Kota Makassar 2009-2010, secara riil pertumbuhan DAU tidak berarti. DAU 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 PAD Dana Perimbangan LPDS 5 5 5 7 87 84 77 81 8 11 18 12 20 40 60 80 100 2008 2009 2010 2011 Grafik 2.3 Rerata Komposisi Pendapatan Daerah di 20 Daerah KINERJA, 2008-2011 PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 8 per kapita kabupatenkota KINERJA pada tahun 2011 secara riil hanya 1,3 lebih tinggi daripada pada tahun 2008. Sebelas daerah KINERJA memperoleh DAU 2011 yang secara riil lebih rendah daripada pada tahun 2008. Aceh Singkil merupakan pengecualian karena dalam waktu tiga tahun nilai riil DAU-nya 29 lebih tinggi daripada yang diterimanya pada tahun 2008. Namun demikian, daerah lainnya praktis tidak mengalami perubahan yang berarti. Bahkan 11 kabupatenkota, terutama di Jatim kecuali Kota Probolinggo dan Kalbar kecuali Sambas, mengalami pertumbuhan DAU negatif. Grafik 2.5 DAU per Kapita di 20 KabupatenKota KINERJA, 2008 dan 2011 Harga Konstan 2008 Sumber: ABPD-R 2008-2010 dan APBD-M 2011, diolah oleh Seknas FITRA dan The Asia Foundation. Jenis DAK terus bertambah dari tahun ke tahun, dengan jumlah dana yang secara riil cenderung menurun. Pada tahun 2008 hanya ada 11 jenis DAK, yang kemudian meningkat menjadi 14 dan 15 jenis pada dua tahun berikutnya, dan berkembang pesat menjadi jenis pada tahun . Untuk sektor pekerjaan umum dan transportasi, misalnya, pada tahun 2008 hanya ada empat jenis DAK yang kemudian berkembang menjadi 11 DAK pada tahun 2011 satu di antaranya, sarana dan prasarana listrik perdesaan tidak dialokasikan untuk satupun daerah KINERJA. Demikian juga halnya dengan DAK Kesehatan yang berkembang dari satu menjadi empat jenis termasuk keluarga berencana. Semakin detilnya peruntukan DAK mengurangi diskresi pemda dalam menentukan prioritas penggunaannya dan semakin membuatnya seperti program pemerintah pusat yang dilaksanakan pemda melalui mekanisme Tugas Pembantuan TP. Hal ini tidak sesuai dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah. Tabel 2.1 Total Alokasi Dana DAK di 20 KabupatenKota KINERJA Berdasarkan Jenisnya, 2008-2011 Berdasarkan Harga Berlaku, dalam Rp Juta No. Jenis DAK 2008 2009 2010 2011 1 Jalan 185,878 168,540 105,093 160,575 2 Irigasi 56,688 51,938 36,518 48,004 3 Air Minum dan Sanitasi 57,977 51,954 Dipisah Dipisah 4 Air Minum Tidak Ada Tidak Ada 15,310 17,929 5 Sanitasi Tidak Ada Tidak Ada 14,883 19,338 6 Prasarana Pemerintahan 16,253 13,648 6,990 13,865 7 Sarana Prasarana Perdesaan Tidak Ada 11,641 13,806 11,164 8 Listrik Perdesaan Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada - 9 Transportasi Perdesaan Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 6,501 10 Perumahan Permukiman Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 4,607 11 Sarana Prasarana Kawasan Perbatasan Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 26,503 12 Keselamatan Transportasi Darat Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 4,608 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 2008 2011