Mahasiswa Program Studi Pend. Geografi. P.IPS FKIP UNTAD Penerbit: E- Journal Geo- Tadulako UNTAD-Email:Gie_jhufryyahoo.co.id
I. PENDAHULUAN
Pulau Sulawesi merupakan pulau yang sangat penting sebagai penyimpan kekayaan burung di Indonesia.Sejumlah 381 spesies burung endemik di indonesia,
115 apesies di antaranya hidup di Indonesia dan 96 spesies hanya ditemukan di Sulawesi Tengah. Jumlah ini jauh lebih banyak jika di bandingkan dengan jumlah
burung endemik di pulau-pulau lain di seluruh indonesia. Selain itu, pulau Sulawesi juga memiliki burung yang spesifik dan khas. Hal ini dapat dilihat
dengan terdapatnya 14 genus endemik yang menghuni pulau Sulawesi. Salah satu burung yang endemik dan terkenal adalah Burung Maleo Macrocephalon maleo.
Burung Maleo merupakan salah satu burung endemik Sulawesi yang sangat unik dan banyak perhatian. Penyebarannya di Sulawesi cukup luas
utamanya di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Ada beberapa kawasan konservasi yang terkenal sebagai burung habitat
Maleo di Sulawesi Tengah antara lain Suaka Margasatwa Bakirang, Cagar Alam Morowali, Suaka Margasatwa Tanjung Matop, dan Taman Nasioanal Lore Lindu
TNLL BKSDA, 2002. Burung Maleo tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, selanjutnya dilingdungi berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 421KPTSSUM81970 dan Surat Keputusan Kehutanan Nomopr 301KPTS-II1991 dan Nomor
882KPTS-II1992 serta
Surat Keputusan
Menteri Pertanian
Nomor 90KPTSUM21997 serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, tanggal
27 Januari 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Ma’dika 2001, dalam Zulfikar 2004.
Selain pemerintah Indonesia perhatian Dunia Internasional juga sangat besar keadaan populasi burung maleo yang semakin kritis sehingga IUCN
Internasional Unition Conrvatioan for Nature and Resources pada tahun 1996 mengeluarkan Rate Date Book yang isinya mencantumkan bahwa burung maleo
sebagai salah satu jenis satwa yang terancam punah Endangered Species. Kepadatan populasi burung maleo di dalam belum diketahui. Menurut O’Brien
Mahasiswa Program Studi Pend. Geografi. P.IPS FKIP UNTAD Penerbit: E- Journal Geo- Tadulako UNTAD-Email:Gie_jhufryyahoo.co.id
dan Kinnaird 1996 dipikirkan 0,2 maleoKm² di Tangkoko-Dua saudara Sulawesi Utara, tetapi populasi tersebut telah mengalami penurunan lebih dari
80 sejak akhir 1970-an akibat pengambilan telur secara intensif. Salah satu unik yang perlu di perhatikan dalam pengelolah satwa liar
adalah populasi. Kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu species yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada satu
tempat dan waktu tertentu disebut populasi Alikorda, 2002. Lenih lanjut dinyatakan bahwa populasi dapat dijumpai pada suatu wilayah yang dapat segala
kebutuhannya. Kebutuhan dasar populasi adalah berlindung, berkembang biak, makan dan air serta pergerakan. Batas wilayah dan ukuran populasi satwa liar
agak sulit untuk dikenali, karena selalu bergerak dan jumlahnya selalu berubah dari waktu ke waktu. Semakin kecil daya dukung habitatnya akan semakin luas
batas-batas wilayah pergerakannya. Jones,et.al. 1995 menyatakan bahwa burung maleo merupakan hewan
yang berjalan seperti ayam, lebih banyak di darat tidak terbang seperti kebanyakan burung lain, berwarna hitam putih dan yang paling istimewa adalah
perilaku bertelurnya. Telur diletakkan di dalam lubang oleh induk burung yang menggali lubang dengan menggunakan kakinya yang kuat pada tempat yang
memiliki panas bumi untuk daerah hutan atau daerah pantai yang memanfaatkan pasir yang di panaskan oleh sinar matahari.
Resort Saluki kawasan Taman Nasional lore Lindu merupakan salah satu habitat burung maleo yang cukup banyak populasinya, namun estimasi populasi
sampai sekarang belum jelas. Begitu pulah dengan karakteristik fisik burung maleo yang ada di daerah tersebut belum diketahui secara pasti. Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka penilitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui estimasi populasi dan karakteristik fisik burung maleo yang hidup di
habitat Resort Saluki desa Tuwa Kawasan taman Nasional Lore Lindu. Penangkaran Maleo di Desa Tuwa, Kecamatan Gumbasa adalah suatu
proses Desa ini berjarak sekitar 45 kilometer arah selatan dari Kota Palu, Ibukota Sulawesi Tengah. Selepas dari Desa Tuwa, perjalanan dilanjutkan dengan
menggunakan sepeda motor sejauh 4 kilo meter. Kawasan Saluki di Taman
Mahasiswa Program Studi Pend. Geografi. P.IPS FKIP UNTAD Penerbit: E- Journal Geo- Tadulako UNTAD-Email:Gie_jhufryyahoo.co.id
Nasional Lore Lindu ini merupakan salah satu tempat penangkaran burung Maleo, yang bisa dijadikan model bagi penyelamatan burung langka.
Desa Tuwa memang digunakan sebagai tempat penangkaran burung Maleo yang hampir punah, namun kenyataannya tempat ini dari tahun ketahun burung
maleo yang ada di Wilayah Saluki Desa Tuwa semakin berkurang karena banyaknya masyarakat yang belum sadar akan pentingnya pelestarian ini dan
penjagaan atau keamanan belum terlalu ketat atau belum terlalu banyak petugas keamanan yang bertugas di daerah ini sehingga mengakibatkan banyak
masyarakat yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan ini guna mengambil telur-telur burung maleo yang ingin ditetaskan.
II. METODE PENELITIAN