42 e-learning di SMA Muhammadiyah di Kota Yogyakarta berkembang menjadi
lebih baik atau tidak berkembang sehingga menjadi beban sekolah sendiri.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari adanya keterbatasandalam pelaksanaan dikarenakan sebagai berikut.
1. Ada dua SMA Muhammadiyah yang tidak memberikan izin penelitian.
Kepala sekolah dari kedua SMA Muhammadiyah tersebut tidak bersedia untuk dijadikan lokasi pengambilan data karena kesibukan dari guru dan
kepala sekolah SMA Muhammadiyah tersebut. 2.
Responden untuk setiap sekolah diharapkan lima responden, tetapi ada satu sekolah yang membatasi jumlah responden hanya dua orang. Hal ini
dikarenakan kebijakan dari sekolah tersebut.
43
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tingkat kesiapan penerapan e-learning di SMA Muhammadiyah di Kota Yogyakarta, maka dapat diambil
simpulan sebagai berikut. 1.
Model e-learning readiness ELR Aydin Tasci yang diterapkan pada kelima SMA Muhammadiyah 1, 2, 3, 5, dan 6 di Kota Yogyakarta
memberikan hasil tiga dari lima sekolah tersebut termasuk pada kategori siap dalam penerapan e-learning yaitu SMA Muhammadiyah 1, SMA
Muhammadiyah 5 dan SMA Muhammadiyah 6, sedangkan berdasarkan skor ELR
x
= 3,46 yang berarti kelima SMA Muhammadiyah di Kota Yogyakarta termasuk pada kategori siap dalam penerapan e-learning, tetapi
membutuhkan sedikit peningkatan pada beberapa faktor. 2.
Peningkatan perlu dilakukan pada faktor yang memiliki nilai skor ELR rendah. Faktor manusia dan pengembangan diri masing-masing memiliki nilai
skor ELR
x
= 2,82 dan
x
= 3,4. Hal tersebut berarti bahwa kedua faktor tersebut pada kelima SMA Muhammadiyah di Kota Yogyakarta termasuk
pada kategori tidak siap dalam penerapan e-learning. Peningkatan perlu dilakukan pada dua faktor tersebut, sehingga penerapan e-learning dapat
berjalan dengan optimal.