PENGGUNAAN MEDIA KOMIK TANPA KATA UNTUK MENINGKATKAN KEBERAN

(1)

PENGGUNAAN MEDIA KOMIK TANPA KATA

UNTUK MENINGKATKAN KEBERANIAN MENGEMUKAKAN

PENDAPAT PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

1

Oleh: Drs. Ahmad Yani, M.Si.

A. Pendahuluan

Keberanian anak dalam mengemukakan pendapat adalah potensi yang masih terpendam dan belum digali secara serius oleh guru. Kurikulum yang berlaku sebelum kurikulum 2004 (berbasis kompetensi)

masih “mentolelir” adanya anak yang kurang terbiasa mengemukakan

pendapat. Karena yang dipentingkan adalah anak menguasai bahan ajar dan tidak mementingkan kemampuannya untuk mengemukakan pendapat. Sejak Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mulai

disosialisasikan dan di beberapa sekolah mulai “mengadopsinya”,

keterampilan siswa dalam mengemukakan pendapat menjadi syarat penting yang harus dibina. Kedudukan mengemukakan pendapat sama pentingnya dengan penerapan penilaian secara portofolio, karena tanpa adanya kemampuan mengemukakan pendapat baik lisan maupun tulisan maka kegiatan portofolio tidak akan berjalan.

Karakteristik pembelajaran KBK, dalam pedoman pelaksanaan atau implementasi KBK antara lain diterangkan bahwa:

1. Berpusat pada siswa, artinya siswa yang memiliki perbedaan dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajarnya harus diperhatikan guru. Siswa tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, sementara siswa lainnya barangkali lebih mudah dengan melihat (visual), atau dengan cara kinestetika (gerak). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi

1


(2)

pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai dengan karakteristik siswa.

2. Belajar dalam KBK diupayakan dengan cara melakukan. Kegiatan belajar mengajar perlu memberikan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia kerja yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip disiplin ilmu yang dipelajari. 3. Kegiatan belajar dalam KBK harus mengembangkan kemampuan

sosial. Siswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasan kepada siswa lain atau guru. Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau guru.

4. Dalam KBK juga berusaha mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan. Dua yang pertama merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif, yang ketiga untuk bertaqwa kepada tuhan. Kegiatan Belajar Mengajar perlu memperhatikan rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah bertuhan agar bermakna bagi siswa.

5. Mengembangkan Keterampilan Pemecahan Masalah. Siswa memerlukan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil dalam kehidupannya. Untuk itu kegiatan belajar mengajar hendaknya dipilih dan dirancang agar mampu mendorong dan melatih siswa untuk mampu mengidentifikasi masalah dan memecahkannya dengan menggunakan kemampuan kognitif dan meta kognitif. Selain itu kegiatan belajar mengajar hendaknya merangsang siswa untuk secara aktif mencari jawaban atas permasalahannya dengan menggunakan prosedur ilmiah.

6. Mengembangkan Kreativitas Siswa. Dalam hal ini KBM perlu dipilih dan dirancang agar memberikan kesempatan dan kebebasan berkreasi


(3)

secara berkesinambungan, yaitu untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kreativitas siswa.

7. Mengembangkan Kemampuan Menggunakan Ilmu dan Teknologi. Siswa perlu mengenal penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar perlu memberikan peluang agar siswa memperoleh informasi dari multi media setidaknya dalam penyajian materi dan penggunaan media pembelajaran.

8. Menumbuhkan Kesadaran sebagai Warganegara yang Baik. Siswa perlu memperoleh wawasan dan kesadaran untuk menjadi warganegara yang produktif dan bertanggung jawab. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar perlu memberikan wawasan nilai-nilai moral dan sosial yang dapat membekali siswa agar menjadi warga masyarakat dan warganegara yang bertanggung jawab. Dengan demikian menimbulkan kesadaran siswa akan kemajemukan bangsa, akibat keragaman latar geografis, budaya, sosial, adat istiadat, agama, sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemudian kegiatan belajar mengajar hendaknya mampu menggugah kesadaran siswa akan hak dan kewajibannya sebagai warganegara.

9. Perpaduan kompetisi, kerjasama, dan solidaritas. Kegiatan belajar mengajar perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat untuk memperoleh insentif, bekerjasama, dan solidaritas. Kegiatan belajar mengajar perlu menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.

Berdasarkan rambu-rambu pembelajaran KBK di atas, sangat jelas bahwa keberanian mengemukakan pendapat sangat penting. Namun masalahnya, bagaimana menumbuhkan?. Dalam rangka menemukan


(4)

berbagai model dan media pembelajaran yang formulanya dapat memotivasi siswa mengemukakan pendapat pernah dilakukan penelitian tindakan kelas yaitu dengan menggunakan media komik tanpa kata.

Dalam penggunaan media komik, perlu diterangkan bahwa istilah

“comic” dalam bahasa Inggris berarti „lucu‟. Tetapi kemudian menjadi

tidak sesuai lagi, dengan semakin berkembangnya genre-genre baru, yang selanjutnya tidak selalu harus lucu. Setelah 30 tahun kemudian dapat dijumpai tema-tema kepahlawanan, roman sampai horor. Apa

boleh buat label „comic‟ sudah terlanjur lengket kesalahkaprahan itupun

berlanjut sampai sekarang, (Guntur, 2002).

Kini banyak orang memahami komik hanya sebagai media hiburan. Membaca komik identik dengan mengisi waktu luang atau malah buang-buang waktu, bahkan ada semacam stigma bahwa komik hanya untuk anak-anak saja dan membaca komik tidak ada manfaatnya. Padahal tidak demikian kenyataannya. Dalam tradisi Manga, sejak akhir 1950-an di Jepang muncul pembagian grouping pembaca komik. Shoujo-manga untuk anak perempuan, Shounen-manga untuk anak laki-laki, Seinen untuk remaja, dan Gekiga (dalam

bahasa Inggris artinya “theatrical pictures“) untuk pembaca dewasa. Malah belakangan muncul manga untuk kalangan profesional sampai ibu rumah tangga. Di Perancis komik untuk kalangan dewasa berkembang pesat. Survey tahun 1993, empat dari sepuluh orang Perancis usia 25 - 44 tahun membaca komik. Sepertiga dari 675 judul yang dipublikasikan di Perancis 1992 ditujukan untuk kalangan dewasa. Bahkan akhir-akhir ini muncul istilah “Graphic Novel“, komik dengan tema-tema yang lebih berat, dengan penggarapan lebih baik, dan dilihat dari temanya jelas target sasarannya adalah orang dewasa (Guntur, 2002).

Adalah kurang jernih bila kita berpikir membaca komik tak ada manfaatnya. Tercatat beberapa lembaga di Amerika pernah


(5)

menggunakan komik sebagai media penerangan. Sebut saja Komisi Energi Atom Amerika Serikat (AEC), General Electric Corporation, mereka menerangkan ilmu atom, listrik dan ilmu pengetahuan lainnya dalam bentuk komik. Kemudian sebuah organisasi kemasyarakatan Anti Defamation League (Liga Anti Permusuhan) menggunakan komik untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip toleransi dan persaudaraan. Di Cina, Mao Ze Dong menggunakan komik sebagai alat propaganda kepartaiannya. Kini dijumpai komik-komik yang mencoba melatih kepekaan emosi dan sosial kita, seperti komik terbitan Mizan, atau komik ilmu pengetahuannya KPG. Tanpa kita sadari berbagai instruksi manual, brosur, dan iklan juga menggunakan bahasa rupa komik agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas. (Guntur, 2002).

Selama ini komik dianggap sebagai perusak moral. Seorang anak menjadi malas belajar, bila kecanduan komik. Pencinta komik akan menghamburkan uangnya untuk membeli puluhan seri komik bersambung karena penasaran dengan akhir cerita. Itu berbeda dengan anggapan seorang komikus yang terkenal dengan cerita Gundala-nya, Harya Sura Minata (55) atau yang sering dipanggil Hasmi. Ia menganggap komik bisa menjadi sarana yang efektif untuk proses belajar sehingga bisa mencerdaskan bangsa (Kompas, edisi 26 Mei 2003). Dengan gambar, menurut Hasmi (Kompas, edisi 26 Mei 2003), seseorang akan lebih mudah mengerti sebuah maksud. Begitu pula dengan anak sekolah yang seharusnya membutuhkan media gambar untuk belajar, terutama untuk anak-anak SD hingga SLTP. Hasmi mencontohkan, di negara Eropa dan Amerika Serikat tokoh masyarakat digambarkan lewat komik karena media gambar paling mudah dicerna dan dimengerti mereka. "Sayangnya, belum ada lembaga pendidikan yang mau memakai metode belajar dengan cerita bergambar," kata Hasmi.


(6)

Di Galeri Akademi Seni dan Desain Indonesia (ASDI) Solo saat ini berlangsung pameran komik yang bertajuk "Selamat Siang Komik Indonesia". Pameran berlangsung hingga Sabtu (31/5) mendatang dan diikuti lima kelompok komikus. Mereka datang dari Studio Kasa, Swacomsta (Yogyakarta), Papilon (Semarang), Bengkel Komik, Studio Sempit (Solo), dan Masyarakat Komik Indonesia (Jakarta). Ketua panitia pameran Ageng Padmono Dewo mengemukakan, ide awal pameran ini karena makin banyaknya penggemar komik seiring berkembangnya komik impor yang menyerbu pasar di Indonesia. (Kompas, edisi 26 Mei 2003).

Proses Belajar Mengajar Bermedia

Di dalam proses belajar-mengajar sumber pesan bisa beragam bentuk dan jenisnya, maksudnya yang bertindak sebagai sumber penyampai pesan bisa guru, buku atau sumber lain. Pesan pembelajaran yang disampaikan biasanya materi atau bahan pelajaran sedangkan saluran/perantara yang digunakan berupa metode atau teknik, strategi pembelajaran, dan alat seperti gambar, foto, diagram, komik, film, slide,

televisi, dan lain lain. Menurut Santoso S. Hamijoyo (1988:11) “Media

adalah semua bentuk yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesan, menyebarkan ide, pendapat atau gagasan sehingga yang

disampaikan itu bisa sampai ke penerima”. Kemudian pengertian media menurut Brigs (1970) yang dikutif oleh Arief S. Sadiman (1990:6) “Media

adalah segala sesuatu alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta

merangsang siswa untuk belajar”.

Penggunaan media dalam proses pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa sehingga tercapainya tujuan pembelajaran.pengggunaan media dalam proses pembelajaran digambarkan dalam pola-pola interaksi belajar-mengajar bermedia.


(7)

Salah satu pola interaksi belajar-mengajar yang dikemukakan oleh Yusuf Hadimiarso (1984 :54) seperti yang digambarkan berikut ini:

Gambar 2.2 : Pola Interaksi Belajar-Mengajar Bermedia

1. Sumber yang hanya berupa orang saja dalam hal ini hanya guru saja yang menyampaikan bahan ajaran kepada siswa

2. Sumber yang berupa orang (guru) dibantu dengan sumber lain, walaupun dalam hal ini guru masih memegang peranan yang cukup besar untuk mengendalikan pengajaran secara keseluruhan

3. Sumber orang (guru) bersama sumber lain, yang didasarkan pada pengontrolan secara bersama dan seimbang

4. Sumber lain tanpa adanya sumber berupa orang 5. Kombinasi dari keempat pola yang tercantum diatas.

Penggunaan media dalam proses pembelajaran mempunyai manfaat yang dapat menarik minatdan memotivasi belajar siswa. Menurut Arief S. Sadiman kegunaan media pembelajaran bila dilihat dari karakteristiknya sebagai perantara dalam menyampaikan pesan, diantaranya:

KURIKULUM

MEDIA

MEDIA MEDIA

GURU KELAS

ANAK DIDIK GURU


(8)

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera 3. Menimbulkan kegairahan belajar

4. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antar anak didik dengan lingkungan dan kenyataan

5. Memungkinkan terjadinya belajar secara individual menurut kemampuan dan minatnya

6. Memberikan rangsangan yang sama pada setiap siswa 7. Mempersamakan pengalaman

8. menimbulkan persepsi yang sama antara siswa yang satu dengan yang lainnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1991:2) mengenai manfaat media dalam pembelajaran adalah

“Pertama, pembelajaran akan lebih menarik siswa sehingga akan

menumbuhkan motivasi siswa. Kedua, bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik. Ketiga, siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar karena tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain”.

Kegunaan dan manfaat media dalam proses pembelajaran sangat menguntungkan bagi penyampai pesan kepada penerima pesan dengan adanya kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh setiap media pembelajaran diharapkan dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, keterbatasan indera manusia, perbedaan gaya belajar dan karakteristik penerima pesan. Penggunaan media dalam proses belajar-mengajar di sekolah berhubungan dengan tingkat perkembangan psikologis serta tarap kemampuan siswa yuang mengikuti proses pembelajaran.


(9)

Ada beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1991:3) jenis

media terbagi menjadi empat golongan yaitu “Pertama media grafis

seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mockup, diorama, dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP, dan lain-lain. Keempat, penggunaan dan pemanfaatan lingkungan sebagai

media pembelajaran”. Menurut Edgar Dale yang dikutip oleh Nana Sudjana (1989:109) bahwa “Klasifikasi media bebentuk kerucut


(10)

Gambar di atas menunjukan bahwa belajar itu dapat ditempuh melalui berbagai cara, yaitu dengan mengalaminya secara langsung, dengan mengamati orang lain, dan mendengar. Media yang penulis ungkapkan pada penelitian ini adalah media komik. Komik menurut

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1991 : 63) “Sebagai suatu bentuk kartun

yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan gambar dan dirancang untuk

memberikan hiburan kepada para pembacanya”25. menurut David

Manning White (1967 : 370) “Comics, are cartoon arranged either in a

single panel or in several boxes-in which case they are called ‟Comic

Strip‟-which are popular feature of more american newspaper”26 yang

maksudnya komik adalah rangkaian gambar kartun dalam satu panil maupun rangkaian gambar kartun dalam bingkai-bingkai yang disebut komik strip.

Komik sebagai bacaan sudah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak, sebagai bacaan komik berfungsi ganda, yaitu sebagai media pendidikan dan sebagai media hiburan. Komik dapat membantu anak-anak dalam proses belajar. Melalui komik si anak dapat mengenal lingkungannya disamping pemenuhan kebutuhan akan fantasi dan imajinasi kreatif. Komik sebagai bacaan dilihat dari segi isi dan temanya ada bermacam-macam, antara lain: cerita petualangan, detektif, sejarah, humor, fiksi ilmiah, roman, perang, horor, silat, dan lain-lain.

Menurut Suhandang dan Kusnadi (1985:27), unsur terpenting dari media komik adalah konsep cerita dan estetika:

1. Konsep cerita terdiri dari;

- jenis cerita atau titik tolak cerita (roman, humor, silat, dll)

- waktu dan tempat kejadian cerita, bisa berupa khayalan maupun nyata


(11)

2. Estetika pada komik meliputi;

- ilustrasi yang kualitasnya berkaitan erat dengan teknik menggambar, gaya gambar dan sifat gambar

- bahasa komik yang terdiri dari segi semantik dan teknik visualisasi bahasa

Penggunaan media komik dalam pembelajaran meliputi peranan yaitu kemampuan dalam menciptakan minat belajar pada siswa. Penggunaan media dalam proses pembelajaran termasuk dalam ruang lingkup teknologi pengajaran. Pengertian teknologi pengajaran menurut

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1989;41) adalah “Himpunan dari proses

terintegrasi yang melibatkan manusia, prosedur, gagasan, peralatan dan organisasi serta pengelolaan cara-cara pemecahan masalah pendidikan yang yang terdapat di dalam situasi-situasi belajar yang bertujuan dan

disengaja”.

Gambar 2.4: Contoh Komik

Teknologi pengajaran mempunyai aplikasi praktis dengan adanya sumber-sumber belajar seperti pesan, orang, material, peralatan, metode, dan lingkungan, berperannya tugas-tugas pengembangan dan pengelolaan pendidikan.


(12)

Konsep teknologi pengajaran merupakan bagian dari teknologi

pendidikan. AECT (1977;1) mendefinisikan bahwa “Teknologi pendidikan

adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola

pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia”.

Teknologi pendidikan dapat mempengaruhi struktur organisatoris pendidikan sebab mempengaruhi secara langsung pengembangan kurikulum, memberi alternatif bentuk pembelajaran yaitu menggunakan sumber manusia, sumber lain kecuali manusia, dan sumber-sumber lain yang dikombinasikan dalam sistem pembelajaran dengan media pembelajaran, dan media pembelajaran atau guru dengan media saja, memberi kemungkinan terbentuknya kelembagaan alternatif yang dapat menyediakan fasilitas belajar dan dapat melayani semua bentuk kelembagaan pendidikan (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 1989;2).

Penggunaan media dalam proses pembelajaran sebaiknya dipadu dengan strategi dan metode pembelajaran sehingga media tersebut dapat menjadi alat penyampai pesan yang efektif. Salah satu bentuk perwujudan dari teknologi pendidikan adalah pengajaran berprogama.

Penggunaan Media Komik

Penggunaan media komik yang bebentuk pengajaran berprogama tipe bercabang maksudnya adalah pengemasan materi dibuat media komik dalam sistem pengajaran berprogama, dengan kata lain komik yang berbentuk pengajaran berprogama.

Tujuan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan terlebih dahulu. Peranan tujuan sangat penting sebab menentukan arah


(13)

proses belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana (1989;57), terdapat 4 tingkatan tujuan pendidikan yaitu:

1. Tujuan umum pendidikan yaitu pembentukan manusia Pancasila (TU) 2. Tujuan Institusional yaitu tujuan lembaga pendidikan (TL)

3. Tujuan kurikuler yaitu tujuan mata pelajaran (TK)

4. Tujuan instruksional yaitu tujuan proses belajar mengajar (TI)

Gambar 2.7 Hirarki Tujuan

Dari gambar telihat dijabarkan dari tujuan yang berada di bawahnya menuju ke arah pencapaian tujuan yang di atasnya. Tujuan yang harus dicapai siswa baik berupa tujuan belajar kognitif, afektif, dan psikomotor dengan ditandai adanya perubahan tingkah laku. Dalam hal ini yang akan dilihat adalah pencapaian tujuan belajar ranah kognitif aspek pengetahuan, pemahaman, dan penerapan dalam bidang studi IPS khususnya pada mata pelajaran Geografi di SMP kelas 1.

Mata pelajaran geografi di SMP merupakan bagian dari IPS yang diberikan pada setiap catur wulan berdasarkan GBPP IPS. Dalam hal ini, penggunaan media komik dalam mata pelajaran geografi di SMP kelas 1, khusus pada pokok bahasan Bentukan Muka Bumi dengan sub pokok bahasan Tenaga Eksogen.

TU

TL

TK


(14)

Adapun diberikannya media komik dalam mata pelajaran geografi yang berbentuk pengajaran berprogama tipe bercabang dapat disesuaikan dengan karakteristik pengajaran Geografi sebagai berikut: 1. Tujuan yang diharapkan agar siswa memahami tentang gejala alam

yang ada di lingkungannya.

2. Fungsi pengajaran geografi sebagai bagian dari IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami, menganalisa, dan menerapkannya dalam kehidupan sosial.

3. Pendekatan yang digunakan dalam mata pelajaran geografi lebih kontekstual agar siswa selalu dihadapkan pada kehidupan riil/nyata. 4. Bahan-bahan yang disampaikan dalam mata pelajaran geografi

bersifat gejala yang nyata ada dalam kehidupan dan banyak yang dapat divisualisasikan seperti penggunaan media komik.

Penutup

Penggunaan media komik tanpa kata-kata sebagai alternatif pemilihan model media yang efektif untuk untuk meningkatkan keberanian siswa. Namun demikian perlu rambu-rambu yaitu:

1. Tingkat keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat dapat ditingkatkan melalui penyesuaian dan pembiasaan diri atau terus dilatihkan.

2. Media komik tanpa kata-kata dapat dijadikan salah satu alternatif bentuk media yang efektif dalam meningkatkan keberanian siswa mengemukakan pendapat. Karena melalui komik tersebut siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) dan menarik, sehingga merangsang siswa untuk mengemukakan pendapatnya.

3. Prosedur penggunaan komik tanpa kata-kata diberikan kepada siswa untuk ditanggapi dengan seksama dalam diskusi kelompok, kemudian siswa menuliskan hasil tanggapannya tersebut dalam bentuk


(15)

kata-kata yang tersedia dalam balon dialog. Apabila tindakan tersebut belum cukup meningkatkan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat, maka dicobakan tindakan lain dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi sendiri melalui pewarnaan gambar komik. Dengan demikian, akan terjadi diskusi yang lebih hangat dimana siswa lebih banyak mengemukakan pendapat bahkan berusaha mempertahankan argumen dari hasil pekerjaannya, di sisi lain siswa juga belajar mengkritisi hasil karya orang lain. Bilamana keberanian siswa masih dirasakan belum optimal, maka dapat dilakukan tindakan ketiga yaitu dengan tetap memberikan kebebasan siswa untuk berkreasi melalui penggunaan gambar sempalan pada alur cerita yang terputus. Gambar sempalan tersebut merupakan hasil karya siswa sendiri berdasarkan kesepakatan dalam kelompoknya. Karena pada tindakan ini seolah-olah siswa merupakan bagian dari isi komik tersebut, maka presentasi yang dihasilkan lebih hidup dalam bentuk dialog aktif. Siswa tidak hanya berani mengemukakan pendapatnya, lebih dari itu memiliki kepercayaan diri yang kuat.

Rekomendasi

1) Untuk menumbukan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat hendaklah dihadapkan pada sesuatu masalah atau hal yang nyata, sehingga siswa akan mudah terangsang keberaniannya dari pada siswa harus berfikir pada hal-hal yang yang abstrak atau tidak memiliki masalah.

2) Komik dapat dijadikan salah satu media pembelajaran di kelas dan tidak terbatas pada mata pelajaran geografi saja, akan tetapi juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya, untuk membantu meningkatkan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat.


(16)

3) Pada peneliti lain yang hendak menggunakan media komik pada mata pelajaran lain, hendaknya memperhitungkan alokasi waktu di kelas, sehingga penggunaan alat tersebut dapat lebih efektif sesuai tujuan atau kompetensi yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta. Departemen Pendidkan Nasional.

Dikmenum, 1996/1997. Metodologi Pembelajaran, Bahan Penataran untuk Guru SMU, Depdikbud.

Ellis, A.K. 1998. Teaching and Learning Elementary Social Studies. Sixth Edition. Allyn and Bacon. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore.

Fahmi Azmiar, 2004. Mengoptimalkan Multimedia sebagai Sarana Mencerdaskan Bangsa. Pesantren On Line

Geisert, P.G. dan Futrell, M.K. 1995. Teachers, Computers, and Curriculum. Boston, London, Toronto. Sydney, Tokyo, Singapore.Allyn and Bacon.

Guntur. 2002. Komik:Dari Kesalahkaprahan Sampai Kesalahpahaman (sebuah pleidoi buat komik ). Makalah. dkv-itb 23 Februari 2002). Nasution. 1982. Teknologi Pendidikan. Bandung. Jemmars.

Salisbury, D.F. ----. Five Technologies for Educational Change. Englewood Cliffs, New Jersey. Educational Technology Publications.

Sudjana, N. 1990. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sukmadinata, N.S. 2002. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sukmadinata, N.S. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Kesuma Karya. Bandung.

Tim Pelatihan Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom

Action Research). Jakarta. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Walgito, B. 1986. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.


(17)

PENGGUNAAN MEDIA KOMIK TANPA KATA

UNTUK MENINGKATKAN KEBERANIAN MENGEMUKAKAN

PENDAPAT PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

Oleh:

Drs. Ahmad Yani, M.Si.

DISAMPAIKAN PADA KEGIATAN SEMILOKA NASIONAL INOVASI PEMBELAJARAN IPS DALAM UPAYA PROFESIONALISME

TANGGAL 27 NOVEMBER 2007 DI AUDITORIUM JICA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(1)

Konsep teknologi pengajaran merupakan bagian dari teknologi pendidikan. AECT (1977;1) mendefinisikan bahwa “Teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia”. Teknologi pendidikan dapat mempengaruhi struktur organisatoris pendidikan sebab mempengaruhi secara langsung pengembangan kurikulum, memberi alternatif bentuk pembelajaran yaitu menggunakan sumber manusia, sumber lain kecuali manusia, dan sumber-sumber lain yang dikombinasikan dalam sistem pembelajaran dengan media pembelajaran, dan media pembelajaran atau guru dengan media saja, memberi kemungkinan terbentuknya kelembagaan alternatif yang dapat menyediakan fasilitas belajar dan dapat melayani semua bentuk kelembagaan pendidikan (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 1989;2).

Penggunaan media dalam proses pembelajaran sebaiknya dipadu dengan strategi dan metode pembelajaran sehingga media tersebut dapat menjadi alat penyampai pesan yang efektif. Salah satu bentuk perwujudan dari teknologi pendidikan adalah pengajaran berprogama.

Penggunaan Media Komik

Penggunaan media komik yang bebentuk pengajaran berprogama tipe bercabang maksudnya adalah pengemasan materi dibuat media komik dalam sistem pengajaran berprogama, dengan kata lain komik yang berbentuk pengajaran berprogama.

Tujuan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan terlebih dahulu. Peranan tujuan sangat penting sebab menentukan arah


(2)

proses belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana (1989;57), terdapat 4 tingkatan tujuan pendidikan yaitu:

1. Tujuan umum pendidikan yaitu pembentukan manusia Pancasila (TU) 2. Tujuan Institusional yaitu tujuan lembaga pendidikan (TL)

3. Tujuan kurikuler yaitu tujuan mata pelajaran (TK)

4. Tujuan instruksional yaitu tujuan proses belajar mengajar (TI)

Gambar 2.7 Hirarki Tujuan

Dari gambar telihat dijabarkan dari tujuan yang berada di bawahnya menuju ke arah pencapaian tujuan yang di atasnya. Tujuan yang harus dicapai siswa baik berupa tujuan belajar kognitif, afektif, dan psikomotor dengan ditandai adanya perubahan tingkah laku. Dalam hal ini yang akan dilihat adalah pencapaian tujuan belajar ranah kognitif aspek pengetahuan, pemahaman, dan penerapan dalam bidang studi IPS khususnya pada mata pelajaran Geografi di SMP kelas 1.

Mata pelajaran geografi di SMP merupakan bagian dari IPS yang diberikan pada setiap catur wulan berdasarkan GBPP IPS. Dalam hal ini, penggunaan media komik dalam mata pelajaran geografi di SMP kelas 1, khusus pada pokok bahasan Bentukan Muka Bumi dengan sub pokok bahasan Tenaga Eksogen.

TU

TL

TK


(3)

Adapun diberikannya media komik dalam mata pelajaran geografi yang berbentuk pengajaran berprogama tipe bercabang dapat disesuaikan dengan karakteristik pengajaran Geografi sebagai berikut: 1. Tujuan yang diharapkan agar siswa memahami tentang gejala alam

yang ada di lingkungannya.

2. Fungsi pengajaran geografi sebagai bagian dari IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami, menganalisa, dan menerapkannya dalam kehidupan sosial.

3. Pendekatan yang digunakan dalam mata pelajaran geografi lebih kontekstual agar siswa selalu dihadapkan pada kehidupan riil/nyata. 4. Bahan-bahan yang disampaikan dalam mata pelajaran geografi

bersifat gejala yang nyata ada dalam kehidupan dan banyak yang dapat divisualisasikan seperti penggunaan media komik.

Penutup

Penggunaan media komik tanpa kata-kata sebagai alternatif pemilihan model media yang efektif untuk untuk meningkatkan keberanian siswa. Namun demikian perlu rambu-rambu yaitu:

1. Tingkat keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat dapat ditingkatkan melalui penyesuaian dan pembiasaan diri atau terus dilatihkan.

2. Media komik tanpa kata-kata dapat dijadikan salah satu alternatif bentuk media yang efektif dalam meningkatkan keberanian siswa mengemukakan pendapat. Karena melalui komik tersebut siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) dan menarik, sehingga merangsang siswa untuk mengemukakan pendapatnya.

3. Prosedur penggunaan komik tanpa kata-kata diberikan kepada siswa untuk ditanggapi dengan seksama dalam diskusi kelompok, kemudian siswa menuliskan hasil tanggapannya tersebut dalam bentuk


(4)

kata-kata yang tersedia dalam balon dialog. Apabila tindakan tersebut belum cukup meningkatkan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat, maka dicobakan tindakan lain dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi sendiri melalui pewarnaan gambar komik. Dengan demikian, akan terjadi diskusi yang lebih hangat dimana siswa lebih banyak mengemukakan pendapat bahkan berusaha mempertahankan argumen dari hasil pekerjaannya, di sisi lain siswa juga belajar mengkritisi hasil karya orang lain. Bilamana keberanian siswa masih dirasakan belum optimal, maka dapat dilakukan tindakan ketiga yaitu dengan tetap memberikan kebebasan siswa untuk berkreasi melalui penggunaan gambar sempalan pada alur cerita yang terputus. Gambar sempalan tersebut merupakan hasil karya siswa sendiri berdasarkan kesepakatan dalam kelompoknya. Karena pada tindakan ini seolah-olah siswa merupakan bagian dari isi komik tersebut, maka presentasi yang dihasilkan lebih hidup dalam bentuk dialog aktif. Siswa tidak hanya berani mengemukakan pendapatnya, lebih dari itu memiliki kepercayaan diri yang kuat.

Rekomendasi

1) Untuk menumbukan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat hendaklah dihadapkan pada sesuatu masalah atau hal yang nyata, sehingga siswa akan mudah terangsang keberaniannya dari pada siswa harus berfikir pada hal-hal yang yang abstrak atau tidak memiliki masalah.

2) Komik dapat dijadikan salah satu media pembelajaran di kelas dan tidak terbatas pada mata pelajaran geografi saja, akan tetapi juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya, untuk membantu meningkatkan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat.


(5)

3) Pada peneliti lain yang hendak menggunakan media komik pada mata pelajaran lain, hendaknya memperhitungkan alokasi waktu di kelas, sehingga penggunaan alat tersebut dapat lebih efektif sesuai tujuan atau kompetensi yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta. Departemen Pendidkan Nasional.

Dikmenum, 1996/1997. Metodologi Pembelajaran, Bahan Penataran untuk Guru SMU, Depdikbud.

Ellis, A.K. 1998. Teaching and Learning Elementary Social Studies. Sixth Edition. Allyn and Bacon. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore.

Fahmi Azmiar, 2004. Mengoptimalkan Multimedia sebagai Sarana Mencerdaskan Bangsa. Pesantren On Line

Geisert, P.G. dan Futrell, M.K. 1995. Teachers, Computers, and Curriculum. Boston, London, Toronto. Sydney, Tokyo, Singapore.Allyn and Bacon.

Guntur. 2002. Komik:Dari Kesalahkaprahan Sampai Kesalahpahaman (sebuah pleidoi buat komik ). Makalah. dkv-itb 23 Februari 2002). Nasution. 1982. Teknologi Pendidikan. Bandung. Jemmars.

Salisbury, D.F. ----. Five Technologies for Educational Change. Englewood Cliffs, New Jersey. Educational Technology Publications.

Sudjana, N. 1990. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sukmadinata, N.S. 2002. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sukmadinata, N.S. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Kesuma Karya. Bandung.

Tim Pelatihan Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Walgito, B. 1986. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.


(6)

PENGGUNAAN MEDIA KOMIK TANPA KATA

UNTUK MENINGKATKAN KEBERANIAN MENGEMUKAKAN

PENDAPAT PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

Oleh:

Drs. Ahmad Yani, M.Si.

DISAMPAIKAN PADA KEGIATAN SEMILOKA NASIONAL INOVASI PEMBELAJARAN IPS DALAM UPAYA PROFESIONALISME

TANGGAL 27 NOVEMBER 2007 DI AUDITORIUM JICA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA