Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Padang Sebagai Pusat Pendaratan Ikan Tuna Di Perairan Sumatera Bagian Barat

PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA
BUNGUS PADANG SEBAGAI PUSAT PENDARATAN IKAN
TUNA DI PERAIRAN SUMATERA BAGIAN BARAT

SUCI ASRINA IKHSAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Padang sebagai Pusat Pendaratan Ikan
Tuna di Perairan Sumatera Bagian Barat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2017

Suci Asrina Ikhsan
NIM C451150241

RINGKASAN

SUCI ASRINA IKHSAN. Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera
Bungus Padang sebagai Pusat Pendaratan Ikan Tuna di Perairan Sumatera Bagian
Barat. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN dan TRI WIJI NURANI.
Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus ditetapkan sebagai “Sentra Tuna
Indonesia Bagian Barat” telah memiliki fasilitas pendaratan tuna yang lengkap.
Keberhasilan pembangunan pelabuhan perikanan tidak hanya ditentukan oleh
keberhasilan dalam proses pembangunan fisik saja, namun hal yang paling
penting adalah pemanfaatannya yang memberikan dampak positif terhadap
pembangunan daerah atau wilayah. Dampak positif tersebut akan meningkatkan
pendapatan masyarakat khususnya nelayan.
Pengoptimalan pemanfaatan pelabuhan perikanan masih menimbulkan
permasalahan pada aspek sumberdaya manusia dan kelembagaan, aspek

pelayanan, dan aspek fasilitas. Permasalahan dalam aspek sumberdaya manusia
dan kelembagaan di PPS Bungus masih lemahnya hubungan kerjasama antara
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat sehingga investasi untuk perikanan
tuna masih sangat kurang di Sumatera Barat. Rendahnya frekuensi kedatangan
kapal tuna juga di akibatkan karena dampak dari kebijakan pangkalan pendaratan
ikan. Fasilitas pelabuhan yang belum optimal dimanfaatkaan yaitu ketersediaan
lahan pelabuhan yang masih kosong untuk industri perikanan. Pelabuhan
perikanan pada dasarnya digunakan untuk tambat labuh kapal perikanan yang
membongkar hasil tangkapannya selama melaut. Pembangunan pelabuhan
perikanan merupakan salah satu unsur penting dalam peningkatan infrastruktur
perikanan dan bagian dari sistem perikanan tangkap.
Keberadaan pelabuhan perikanan akan mendorong aktivitas perikanan
tangkap lebih teratur dan terarah. Pelabuhan perikanan bukan hanya sebatas
menyediakan fasilitas untuk aktivitas pendaratan, pengolahan dan pendistribusian
hasil tangkapan tetapi juga memberikan pelayanan yang optimal terhadap nelayan
sebagai pengguna fasilitas yang tersedia sesuai dengan fungsinya. Menurut
Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2012 tentang kepelabuhanan perikanan,
pengertian pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan
perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai

tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan.
Pengembangan pelabuhan perikanan mencakup banyak aspek, dugunakan
metode pendekatan sistem soft systems methodology (SSM) based action research
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan merumuskan
alternatif pengembangan PPS Bungus sebagai pusat pendaratan ikan tuna di
perairan Sumatera bagian barat. Pendekatan SSM melalui tujuan khusus yaitu 1)
merumuskan permasalahan utama yang terjadi 2) menyusun model konseptual
terhadap aspek kajian penelitian. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengevaluasi
kinerja operasional PPS Bungus sebagai pusat pendaratan ikan tuna di perairan
Sumatera Bagian Barat; 2) memformulasikan permasalahan dalam pengembangan

PPS Bungus; dan 3) membuat model konseptual berdasarkan root definitions yang
telah dihasilkan.
Kinerja operasional di PPS Bungus mengalami penurunan produksi tuna
pada tahun 2015, pemasaran tuna untuk tujuan Jepang dan Amerika. Kedatangan
kapal tuna mengalami penurunan dikarenakan dampak kebijakan pangkalan
pendaratan ikan. Penyediaan perbekalan melaut untuk es, bbm dan air tawar yang
dibutuhkan mengalami peningkatan untuk kebutuhan es. Pemasaran es tidak

hanya untuk kebutuhan kapal di PPS Bungus saja tetapi dipasarkan untuk tempat
pangkalan pendaratan ikan lainnya.
Permasalahan setiap aspek sumberdaya manusia dan kelembagaan, aspek
pelayanan dan aspek fasilitas dengan menggunakan analisis intervensi, analisis
sosial dan analisis politik yang digambarkan dengan rich picture dan akan
diturunkan dengan bentuk root definitions sehingga setiap permasalahan dari
setiap actors seperti pemerintah pusat (PPS Bungus) dan pemerintah daerah serta
pelaku usaha/nelayan. Keberadaan PPS Bungus diharapkan dapat menjadi kunci
penggerak untuk usaha industri perikanan yang bisa memanfaatkan lahan kosong
PPS Bungus dalam meningkatkan ekonomi masyarakat perikanan. Kompleksnya
permasalahan dalam pengembangan pelabuhan perikanan di PPS Bungus
memerlukan penyelesaian dengan memperhatikan aspek yang terkait.
Penyelesaian tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan model konseptual
yang telah ditetapkan.
Model konseptual yang telah ditetapkan berdasarkan root definitions yaitu
model konseptual terdiri dari 4 root definitions yang telah dihasilkan. Root
definitions 1 menghasilkan model konseptual peningkatan sumberdaya manusia
dimana peningkatan kapasitas dan kapabilitas pengelola pelabuhan yang terdiri
dari tenaga kerja. Hal yang utama dalam pengelolaan adalah manusia dalam
meningkatkan pelayanan operasional pelabuhan. Root definitions 2 menghasilkan

model konseptual kelembagaan di PPS Bungus, menggambarkan sub sistem yang
saling mempengaruhi untuk peningkatan daya guna dan manfaat pelabuhan bagi
seluruh pengguna pelabuhan sehingga akan menciptakan kesejahateraan bagi
masyarakat. Root definitions 3 dengan model konseptual kegiatan menarik kapal
masuk ke pelabuhan, arti dari keberadaan pelabuhan yaitu berapa banyaknya
pelabuhan dikunjungi oleh kapal yang masuk untuk membongkar ikan. Root
definitions 4 model konseptual optimalisasi pemanfaatan lahan di PPS Bungus
agar banyaknya investor memanfaatkan lahan kosong.

Kata kunci: ikan tuna, pelabuhan perikanan samudera, pengembangan, pusat
pendaratan, soft system methodology

SUMMARY
SUCI ASRINA IKHSAN. Development of Ocean Fishing Port Bungus Padang as
The Landing Center of Tuna in the waters Western Sumatera. Supervised by IIN
SOLIHIN and TRI WIJI NURANI.
Bungus ocean fishing port was designated as a "Center of Tuna for the
Indonesia western" had facilities to landing tuna fish. The success of the
development of fishing port was not only determined by it was success in the
process of physical development, but the most important thing was give a positive

impact against the construction of the area or region. The positive impact will
increase the income of fishermen in particular communities.
Optimized utilization of fishing port still poses problems in human
resources and institutional aspects, aspects of Ministry, and aspects of the facility.
Problems in human resources and institutional aspects in the PPS Bungus still
weak relationship of cooperation between the local governments with the central
government so that the tuna fishery for investment was still very lacking in West
Sumatera. The low frequency of arrival ship tuna also in because the impact of the
policy of fishing base the landing. Port facilities were not optimal be used, the
availability of land for the port which it was still empty for the fishing industry.
Fishing port were basically used the docking of the vessel fishery, disassemble of
catch from sea. The construction of a fishing port was one important element in
the improvement of fisheries infrastructure and part of the system of fisheries
catch.
The existence of the port capture fisheries activities will encourage more
regular and purposeful. Fishery port was not just limited toprovide facilities for
landing activities, processing and distributing the catch but also give optimal
service against the fishermen as a user facility that is available in accordance with
their functions. According to the Ministerial Regulation No. 8 in 2012 about the
port fishery, fishing port was the mainland and it was surrounding waters with a

certain boundaries as the place of the activities of the government and the
activities of fisheries business system that is used as a fishing boat leaned,
anchored, and/or unloading fish were equipped with safety facilities supporting
fishing activities and cruise.
The development of fishing port covers many aspects, soft systems
methodology (SSM) based action research to address these problems. This
research were aims at formulating alternative development of PPS Bungus as the
central landing of tuna fish in the waters of the western part of Sumatera. SSM
approach through special purpose where 1) formulates the main problems that
occur 2) devise a conceptual model against aspects of the study research. The
purpose of this research were to evaluate the operational performance) PPS
Bungus as the central landing of tuna fish in the waters of the western part of
Sumatera; 2) formulate problems in development of PPS Bungus; and 3) create a
conceptual model based on the root definitions that have been produced.
Operational performance in PPS Bungus tuna production decline by 2015,
the marketing of tuna for the purpose of Japan and America. The arrival of the
ship tuna decline due to the impact of the policy of fish landing base. The

provision of supplies to sea for ice, fuel and fresh water was needed has increased
the need for ice. Ice marketing not only to the needs of the ship on the PPS

Bungus but marketed to other fish landing place.
The problems of every aspects of human and institutional resources, the
services and aspects of facilities using the analysis of the interventions, social
analysis and political analysis is illustrated with rich picture and will be deployed
with the root definitions so that any problems of any of the actors as the Central
Government (PPS Bungus) and local government as well as
businessmen/fisherman. The existence of the PPS Bungus expected to become a
key driving force for the fishing industry that could make use of empty land PPS
Bungus in increasingeconomic community fisheries. Complexity of the problems
in the development of fishing port in PPS Bungus require completion with
attention to aspects that are related. The settlement can be done by implementing a
conceptual model has been set.
The conceptual models have been established, based on the root definitions
are conceptual models consists of four root definitions that have been generated.
Root definitions 1, to produce a conceptual model of improving human resources
with increased capacity and capability of port management that consists of labor.
The main thing is the human in the management of port operations to improve
services. Root definitions 2, to produce a conceptual model in PPS Bungus
institutional, sub-systems illustrate the interplay for increased efficiency and
benefits for all users of the port so that the port will create welfare for society.

Root definitions 3, with exciting activities conceptual model ship into the harbor,
the meaning of the existence of the port that is how much the port visited by the
incoming ships to unload fish. Root definitions 4, conceptual model of the
optimization of land use in PPS Bungus so that the large number of investors
utilizing empty lands.

Keywords: development, landing center, ocean fishing port, soft system
methodology, tuna

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA

BUNGUS PADANG SEBAGAI PUSAT PENDARATAN IKAN
TUNA DI PERAIRAN SUMATERA BAGIAN BARAT

SUCI ASRINA IKHSAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Sugeng Hadi Wisudo, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-September 2016 ini ialah
pelabuhan perikanan, dengan judul ”Pengembangan Pelabuhan Perikanan
Samudera Bungus Padang sebagai Pusat Pendaratan Ikan Tuna di Perairan
Sumatera Bagian Barat.”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Iin Solihin, SPi, MSi; Dr Ir
Tri Wiji Nurani, MSi; selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan
motivasi. Dr Ir Sugeng Hadi Wisudo, MSi selaku penguji diluar komisi
pembimbing. Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc selaku ketua program studi
Teknologi Perikanan Laut. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknologi
Perikanan Laut Institut Pertanian Bogor.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Joko
Supratomo, AMd, MM beserta staf Unit Pengelola PPS Bungus, Bapak Ir
Yosmeri selaku kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat
beserta pegawai yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih yang tidak akan pernah terbalas oleh apapun atas jasa kedua orang
tua papa Asril, SH dan mama Dona Eliza, AMKG atas segala do’a dan
semangatnya buat kakak, teruntuk adek-adek Seperinaldo Ikhsan dan Faiza
Falisha semoga bisa melebihi dari pencapaian kakaknya, jangan pernah merasa
puas dengan apa yang sudah kita dapatkan selalu menunduk ke bumi karna kita
bukan siapa-siapa di muka bumi ini. Terima kasih untuk seluruh keluarga besar
atas doa dan semangatnya serta teruntuk Dhimaz Seta Anggoro, SPi beserta papa
H. Suprapto, ST dan mama Hj. Maryanti.
Teman-teman seperjuangan Pascasarjana (Magister) Teknologi Perikanan
Laut 2015 atas kebersamaan dan semangatnya. IKA UNDIP chapter IPB,
IMPACS Sumatera Barat dan sahabat Dormitory Mutiara atas doa serta dukungan
yang diberikan. Sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Beasiswa Tesis LPDP yang telah membantu penulis di
dalam penyelesaian penelitian sampai selesai.
Tidak lupa penulis sampaikan permohonan maaf bila dalam proses
penulisan tesis terdapat kesalahan, kekurangan dan kekhilafan. Kritik dan saran
yang positif penulis harapkan demi sempurnanya tesis ini. Terimakasih atas
perhatiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,

Maret 2017

Suci Asrina Ikhsan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH

vii
vii
viii
ix

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

2

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Responden Penelitian
Analisis Data
Analisis situasi permasalahan
Analisis rich picture
Analisis root definitions
Penyusunan model konseptual

8
8
8
10
12
12
12
13
14
14

3

GAMBARAN SITUASI PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA BUNGUS PADANG
Sejarah Pelaabuhan Perikanan Samudera Bungus
Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan
Keadaan Umum Perairan
Struktur Organisasi
Aspek Kajian Penelitian di Pelabuhan Perikanan
Samudera Bungus
Aspek sumberdaya manusia dan kelembagaan
Aspek pelayanan
Aspek fasilitas

15

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA BUNGUS
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan

34

4

1
1
5
5
6
6

15
15
18
18
20
20
22
32

34
34
35
40
41

DAFTAR ISI (lanjutan)
5

FORMULASI MASALAH PADA PENGEMBANGAN
PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS
Pendahuluan
Metode
Hasil
Analisis intervensi
Analisis sosial
Analisis politik
Penggambaran Masalah dengan Rich Picture
Pembahasan
Kesimpulan

42

ROOT DEFINITIONS DAN MODEL KONSEPTUAL
PADA PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA BUNGUS
Pendahuluan
Metode
Hasil
Root definitions (RDs)
Model konseptual
Pembahasan
Kesimpulan

56

7

PEMBAHASAN UMUM

70

8

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

72
72
72

6

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

42
43
44
45
45
46
48
53
55

56
57
58
58
60
66
69

73
76
86

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Luas wilayah Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus
Perbandingan frekuensi kunjungan kapal
Komposisi pegawai PPS Bungus
Produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan
Produksi dan nilai produksi yang di ekspor
Kegiatan bengkel
Kegiatan docking kapal
Kegiatan tambat labuh
Volume dan nilai penyaluran air tawar
Volume penyaluran BBM
Penyaluran es
Kondisi PPS Bungus saat ini
Penyediaan perbekalan melaut
Aktivitas kapal perikanan PPS Bungus
Kunjungan kapal perikanan dan non perikanan menurut ukuran
Produksi dan nilai produksi ekspor ikan tuna
Pendapat aktor tentang permasalahan
Permasalahan pengembangan PPS Bungus
Hasil analisis dengan CATWOE dan 3E

2
3
20
24
25
27
28
29
30
31
32
35
36
38
39
39
50
51
59

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kerangka pemikiran penelitian
Langkah-langkah soft system methodology (SSM)
Bagan struktur organisasi PPS Bungus
Proses kegiatan ikan tuna di PPS Bungus
Diagram nilai produksi tahuan 2007-2015
Jumlah kunjungan kapal tahun 2014-2015
Sarana pelayanan perbengkelan
Sarana pelayanan docking kapal
Sarana air tawar untuk kebutuhan melaut
Sarana BBM dan tangki BBM
Estimasi kebutuhan es, bbm dan air
Rich picture
Model konseptual peningkatan sumberdaya manusia
Model konseptual kelembagaan di PPS Bungus
Model konseptual kegiatan menarik kapal masuk ke PPS Bungus
Model konseptual optimalisasi pemanfaatan fasilitas

7
9
19
23
25
26
27
28
30
31
38
52
61
63
64
66

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Peta lokasi penelitian
Peta lay out Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus
Data fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus
Perhitungan kapasitas kapal di kolam pelabuhan
Dokumentasi sarana dan prasarana

77
78
79
83
84

DAFTAR ISTILAH
Efektif

:

Sesuatu yang dilakukan dapat membawa hasil
pada tujuan pencapaian.

Efisiensi

:

Ketepatan cara (usaha dan kerja) dalam
menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang
waktu,
tenaga,
biaya);
kedayagunaan;
ketepatgunaan

Industri pengolahan ikan

:

Kegiatan ekonomi yang menggunakan unit
pengolahan ikan sebagai tempat untuk mengolah
ikan dari bahan mentah atau bahan baku atau
produk setengah jadi atau produk jadi dengan
menggunakan peralatan penanganan dan
pengolahan ikan, sehingga menjadi produk
dengan nilai yang lebih tinggi, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan.

IUU Fishing (illegal,
unreported, and
unregulated fishing)

:

Suatu tindakan pelanggaran perikanan tangkap
dimana tdaak tercantum dalam daftar kapal yang
melakukan penangkapan ikan secara tidak sah,
tidak dilaporkan, dan tidak diatur.

Kapal perikanan

:

Kapal, perahu atau alat apung lain
digunakan untuk melakukan penangkapan
mendukung
operasi
penangkapan
pembudidayaan ikan, pengangkutan
pengolahan ikan, pelatihan perikanan
penelitian/eksplorasi perikanan.

Kapasitas

:

Daya tampung tenaga kerja di pelabuhan untuk
menigkatkan sumberdaya manusia.

Kebijakan

:

Sebuah konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan,
organisasi dan kelompok sektor swasta, serta
individu.

Kelembagaan

:

Suatu aturan yang dikenal atau diikuti secara
baik oleh anggota masyarakat, yang memberi
naungan (liberty) dan meminimalkan hambatan
(constraints) bagi individu atau anggota
masyarakat.

yang
ikan,
ikan,
ikan,
dan

Kesyahbandaran

:

Pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan di
pelabuhan perikanan untuk menjamin keamanan
keselamatan operasional kapal perikanan.

Kolam pelabuhan

:

Perairan di depan dermaga yang digunakan
untuk kepentingan operasional sandar dan olah
gerak kapal perikanan.

Komitmen

:

Perjanjian
sesuatu.

Model konseptual

:

Suatu gagasan berdasarkan hasil penelitian yang
diciptakan pada saat kondisi itu terjadi dengan
meruntutkan masalah-masalah sehingga dapat
diselesaikan dengan suatu model oleh peneliti.

Nelayan lokal

:

Nelayan yang berasal dari daerah sekitar PPS
Bungus. Sebagian besar jenis nelayan ini
menetap di wilayah perairan Padang.

Pelabuhan bongkar

:

Pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum
sebagai tempat kapal perikanan dalam usaha
perikanan tangkap terpadu melakukan bongkar
ikan.

Pelabuhan pangkalan

:

Pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum
sebagai tempat kapal perikanan bersandar,
berlabuh, bongkar, muat ikan, dan/atau mengisi
perbekalan yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan.

Pelabuhan perikanan

:

Tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan kegiatan sistem
bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh,
dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang perikanan.

Perusahaan perikanan

:

Perusahaan yang melakukan usaha di bidang
perikanan baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.

(keterikatan)

untuk

melakukan

Pelabuhan singgah

:

Pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum
sebagai tempat kapal perikanan singgah untuk
mengisi perbekalan atau keperluan operasional
lainnya.

Responden kunci

:

Responden yang mengetahui secara detail objek
yang diteliti.

Rich picture

:

Suatu bentuk cara pengungkapan (expressed)
situasi dunia nyata yang dianggap problemati.

Sistem

:

Gugus atau kumpulan dari komponen yang
saling berinteraksi dan terorganisasi dalam
rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan
tertentu.

SOP (Standard
Operational Procedure)

:

Pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas
pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian
kinerja
berdasarkan
indikator
teknis,
administrasif dan prosedural sesuai dengan tata
kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit
kerja yang bersangkutan.

Sertifikat Hasil
Tangkapan (Catch
Certificate)

:

Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala
Pelabuhan Perikanan yang ditunjuk oleh Otoritas
Kompeten yang menyatakan bahwa hasil
tangkapan ikan bukan dari kegiatan Illegal,
Unreported and Unregulated Fishing (IUU
Fishing).

Surat Izin Penangkapan
Ikan

:

Izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan penangkapan ikan
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
SIUP.

Surat Izin Kapal
Pengangkut Ikan

:

Izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
SIUP.

Surat Izin Usaha
Perikanan

:

Izin tertulis yang harus dimiliki untuk
melakukan
usaha
perikanan
dengan
menggunakan sarana produksi yang tercantum
dalam izin tersebut.

SSM (Soft System
Methodology)

:

Kerangka kerja pemecahan masalah sesuai
Checkland dan Poulter (2006) yaitu dengan tujuh
prinsip proses dasar dalam penggunaan SSM.

Syahbandar

:

Syahbandar yang ditempatkan secara khusus di
pelabuhan
perikanan
untuk
pengurusan
administratif dan menjalankan fungsi menjaga
keselamatan pelayaran.

Usaha perikanan

:

Kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem
bisnis perikanan yang meliputi praproduksi,
produksi, pengolahan, dan pemasaran.

Usaha perikanan tangkap

:

Usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan
penangkapan
ikan
dan/atau
kegiatan
pengangkutan ikan.

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan perikanan didukung oleh keberadaan sebuah pelabuhan
perikanan. Menurut Pasal 41A Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan
mengatakan bahwa peran pelabuhan perikanan berperan penting dalam
mendukung peningkatan produksi, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan,
mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan, pelaksanaan dan
pengendalian sumberdaya ikan, serta mempercepat pelayanan terhadap kegiatan di
bidang usaha perikanan. Hal tersebut juga tercantum dalam PERMEN Nomor 8
Tahun 2012 tentang kepelabuhanan perikanan, pengertian pelabuhan perikanan
adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan disekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis
perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh,
dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Salah satu program pembangunan perikanan tangkap adalah pengembangan,
pembangunan, serta pengelolaan pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan
memegang peranan yang strategis dalam pengembangan usaha perikanan maupun
pengembangan masyarakat nelayan. Pelabuhan perikanan merupakan pusat
aktivitas masyarakat perikanan yang di dalamnya terdapat interaksi antar
kelompok masyarakat perikanan seperti adanya nelayan, pengusaha penangkapan
ikan, stakeholder dan lainnya (Solihin 2003). Ketersediaan pelabuhan perikanan
di sentra-sentra usaha perikanan tangkap sangat vital untuk mendukung
kelancaran usaha penangkapan ikan dan usaha pendukungnya (Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap 2014). Pelabuhan Perikanan yang telah beroperasi dan telah
memiliki lembaga pengelola pelabuhan perikanan dapat ditetapkan kelasnya
berdasarkan kriteria teknis dan kriteria operasional (Menteri Perikanan dan
Kelautan 2008).
Pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Setiap pelabuhan perikanan
memiliki struktur organisasi sesuai dengan kelasnya masing-masing, dimana
setiap bidang/seksi mempunyai tugas yang berbeda. Berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor KEP.09/DJ-PT/2014 tentang
Rencana Strategis Direktorat Sumberdaya Ikan Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014 Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap, sampai dengan akhir tahun 2011 jumlah pelabuhan perikanan
diseluruh Indonesia adalah 816 unit. Pelabuhan perikanan tersebut terdiri dari 22
Pelabuhan Perikanan UPT Pusat, 792 Pelabuhan Perikanan/PPI UPT Daerah
(Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan 2 Pelabuhan Perikanan swasta.

2
Menurut PERMEN Nomor 08 Tahun 2012 tentang kepelabuhanan
perikanan yang terdapat pada Pasal 6, PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf a ditetapkan berdasarkan kriteria teknis dan operasional, yang meliputi:
a. Kriteria teknis terdiri dari:
1) mampu melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di
perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan laut
lepas;
2) memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurangkurangnya 60 GT;
3) panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m;
4) mampu menampung kapal perikanan sekurang-kurangnya 100 unit atau
jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT; dan
5) memanfaatkan dan mengelola lahan sekurang-kurangnya 20 ha.
b. Kriteria operasional terdiri dari:
1) ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;
2) terdapat aktivitas bongkar muat ikan dan pemasaran hasil perikanan ratarata 50 ton per hari; dan
3) terdapat industri pengolahan ikan dan industri penunjang lainnya.
Berdasarkan kriteria di atas, salah satu pelabuhan perikanan samudera di
Indonesia adalah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus di Padang. PPS
Bungus masih belum sesuai dengan kriteria secara teknis dan operasional. PPS
Bungus berada dalam wilayah administrasi kecamatan Teluk Kabung (Bungus)
Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Posisi 01º 02’ 15’’ LS dan 100º 23’ 34’’
BT pada ketinggian 1-6 m dengan luas wilayah daratan dan perairan yang tersaji
pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas wilayah daratan dan perairan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
Bungus
No.
Wilayah
Satuan
Luas
Keterangan
1. Daratan :
- Status HPL
Ha
14
- Status Hak Pakai Ha
2,6
Luas daratan
Ha
16,6
2. Perairan Laut :
Kolam Pelabuhan
Ha
7,5
Kedalaman Perairan 7 Luas Perairan
Ha
7,5
15 m
Total Luas Wilayah
Ha
24,1
Daratan dan Perairan
Sumber: Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus (2016)
Produksi ikan yang didaratkan di PPS Bungus pada tahun 2014 sebesar
2.396.510 kg. Keseluruhan ikan yang didaratkan di PPS Bungus pada tahun 2015
sebesar 991.180 kg. Nilai produksi tahun 2014 sebesar Rp. 79.951.368.000 dan
tahun 2015 sebesar Rp. 37.382.876.800 (PPS Bungus 2016). Produk ikan yang
dominan didaratkan di PPS Bungus adalah tuna. Jenis ikan tuna yang didaratkan
termasuk dalam mutu baik, dalam bentuk segar dan olahan, ikan tuna tersebut
sudah menjadi komoditi utama untuk ekspor. Pendaratan ikan tuna pada periode
Januari sampai dengan Desember 2014 sebanyak 871.854 kg, dengan nilai

3
produksi sebesar Rp. 52.643.343.519, sedangkan produksi ikan periode Januari
sampai dengan Desember 2015 sebanyak 508.223 kg dengan nilai produksi
sebesar Rp. 30.524.822.000. Dibandingkan dengan tahun 2014 terjadi penurunan
produksi dan penurunan nilai produksi sebesar Rp. 22.118.521.519 (PPS Bungus
2016).
PPS Bungus dikembangkan sebagai pusat pendaratan ikan tuna karena
merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan yang memiliki komoditas utama
ikan tuna (TTC) di Pulau Sumatera yang memiliki fasilitas untuk pendaratan ikan
tuna seperti gedung prosesing tuna. Letak PPS Bungus sangat strategis dimana
berhadapan langsung dengan Samudera Hindia Bagian Barat. Akan tetapi
permasalahan pada PPS Bungus sangat kompleks. Salah satunya penurunan
jumlah armada kapal yang berlabuh di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
Bungus sehingga menurunkan produksi ikan tuna. Penurunan nilai produksi tuna
dikarenakan didominasi ikan tuna mutu olahan sehingga harganya jauh lebih
rendah dibandingkan dengan ekspor tuna segar. Hal yang berkaitan dengan
sebuah aktivitas pelabuhan perikanan yaitu adanya kedatangan kapal untuk
bongkar muat dan sarana prasarana yang mendukung. Terkait dengan sarana dan
prasarana di PPS Bungus yang tergolong lengkap tetapi belum dimanfaatkan dan
dioperasionalkan secara optimal, serta frekuensi jumlah kedatangan kapal yang
masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada bulan Maret 2016 jika dibandingkan
dengan PPS Belawan, Sumatera Utara yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan frekuensi kunjungan kapal di Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS) Bungus dengan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
PPS Belawan tahun 2016
No.

Kategori Kapal

Frekuensi Kunjungan Kapal
(kali)
PPS Bungus

PPS Belawan

1.
< 5GT
7
0
2.
> 5 – 10 GT
20
0
3.
> 10 – 20 GT
2
6
4.
> 20 – 30 GT
12
62
5.
> 30 – 50 GT
3
14
6.
> 50 – 100 GT
0
31
Sumber : Pusat informasi pelabuhan perikanan (2016)

Mendaratkan Hasil
Tangkapan (kali)
PPS
PPS Bungus
Belawan
5
0
6
0
0
6
3
62
2
14
0
31

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus telah menetapkan visinya yaitu
menjadi “Pusat Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Perikanan
Indonesia Bagian Barat” dengan menetapkan tujuan sebagai “Sentra Tuna
Indonesia Bagian Barat” (PPS Bungus 2015). Selanjutnya, untuk mencapai
tujuan tersebut PPS Bungus telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, namun
apakah PPS Bungus telah berfungsi secara optimal? Hal ini menjadi latar
belakang untuk dilakukannya evaluasi terhadap kinerja PPS Bungus.

4
Pelabuhan perikanan harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang
mendukung operasi kegiatan penangkapan ikan dari kegiatan menangkap,
penanganan ikan di pelabuhan perikanan, dan hingga pemasaran. Fasilitas akan
mendukung hasil kualitas yang baik untuk ikan yang dapat diterima untuk pasar
ekspor, dan memiliki lingkungan yang bersih dan higienis untuk mendukung
semua kegiatan di pelabuhan (Lubis dan Pane 2012).
Penelitian ini menggunakan pendekatan action research yang saling
berhubungan satu sama lain (interconnected dan interrelated) berbasis soft system
methodology (SSM) yang melihat fakta lapangan (real world) sebagai sistem yang
terdiri dari sub sistem. Checkland (1988) dalam Ningsih (2013) menjelaskan
bahwa SSM merupakan alat untuk mengamati fakta lapangan yang tidak beraturan
(messy), rumit (complex), misterius, dan holons, kemudian menganalisa, serta
membuat kesimpulan terhadap apa yang diamati.
Holon merupakan serba sistem aktivitas manusia (human activity systems),
yang ditentukan sebagai cara yang membuat mereka menemukan karakteristik
dari keseluruhan yang dikembangkan melalui berpikir serba sistem (system
thinking). Pendekatan yang melihat fakta lapangan sebagai sistem, menjelaskan
bahwa kehadiran berbagai sistem/subsistem dalam fakta lapangan, terbentuk
karena aktor-aktor yang saling berinteraksi dalam fakta lapangan, memiliki
tentang berpikir serba sistem sendiri, yang selanjutnya pemikiran serba sistem
aktor-aktor membuat fakta lapangan yang holon(s), rumit, dan misterius tersebut
(Ningsih 2013).
Checkland (1981) dalam Ningsih (2013) menyatakan, bahwa dengan
mencoba menjelaskan fakta lapangan melalui berpikir serba sistem aktor-aktor
yang saling berinteraksi, pendekatan SSM mencoba menawarkan suatu
pendekatan yang dapat menangkap hal-hal yang bersifat tidak terstruktur (soft ill
structured). Selanjutnya, Checkland dan Poulter (2006) menyebutnya sebagai
‘pertarungan’ sudut pandang (clashes of world view). Sehubungan hal tersebut,
maka fakta lapangan tidak dapat disederhanakan dalam variabel, dimensi, maupun
indikator. Mengingat fakta lapangan yang tidak beraturan, rumit, holons,
mengandung juga hal-hal yang bersifat tidak terstruktur (ill structured).
Perencanaan konsep PPS Bungus sebagai pusat pendaratan tuna merupakan
suatu rencana yang sistematis, terinci dan terarah serta berkesinambungan yang
berisikan pernyataan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, program dan
kegiatan untuk menjawab tuntutan, tantangan dan harapan dari masyarakat
perikanan (nelayan, pengusaha dan stakeholder). Diharapkan dari pelaksanaan
rencana konsep ini, akan meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa (users),
meningkatkan produktivitas dan pendapatan nelayan/pengolah ikan serta
meningkatkan kinerja SDM aparatur yang akan berdampak pada pengembangan
dan pembangunan sektor kelautan dan perikanan di daerah secara khusus dan
nasional pada umumnya.

5
Perumusan Masalah
Provinsi Sumatera Barat secara geografis berada pada letak wilayah yang
strategis. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus sebagai salah satu
pelabuhan perikanan komoditas utama tuna di Pulau Sumatera. PPS Bungus
diproyeksikan dan diharapkan dapat menjadi sentra perikanan tangkap terutama di
pesisir barat Pulau Sumatera dengan tujuan sentra tuna Indonesia Bagian Barat.
Seiring dengan visi dan tujuan tersebut masih ada permasalahan dalam sistem
pengembangan pelabuhan, dimana perhatian yang penuh pada pengembangan dan
pengelolaan sistem pelabuhan perikanan perlu dilakukan.
PPS Bungus jika dibandingkan dengan PPS lainnya masih sangat rendah
aktivitas perikanan yang terjadi, konsep yang baik untuk pengembangan PPS
Bungus sebagai pusat pendaratan tuna, dan mengoptimalkan penggunanaan sarana
dan prasarana PPS Bungus. PPS Bungus sampai saat sekarang masih belum bisa
mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas yang telah mencukupi. Kajian penelitian
ini menelaah setiap aspek yang dibutuhkan pelabuhan agar dapat identifikasi
setiap permasalahan yang terjadi pada pengembangan pelabuhan.
Tersedianya prasarana Pelabuhan Perikanan mempunyai arti yang sangat
penting dalam usaha menunjang peningkatan produksi perikanan laut.
Tersedianya pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan mempunyai
peranan sebagai berikut: meningkatkan keterkaian fungsional antar sub sistem
dalam suatu sistem agribisnis perikanan; meningkatkan aktivitas ekonomi
pedesaan khususnya desa pantai; menunjang tumbuhnya usaha perikanan skala
besar dan kecil; dan menunjang terwujudnya sentra produksi perikanan di suatu
wilayah (Lubis 2012). Pengembangan pelabuhan perikanan dengan soft system
methodology memerlukan model konseptual untuk mengatasi permasalahan yang
ada di pelabuhan. Peran pelabuhan tersebut dalam pelaksanaannya perlu adanya
evaluasi kinerja pelabuhan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat
keberhasilan suatu pelabuhan perikanan.

Tujuan

1.
2.
3.

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
Mengevaluasi kinerja operasional PPS Bungus sebagai pusat pendaratan
ikan tuna di perairan Sumatera Bagian Barat;
Memformulasikan permasalahan dalam pengembangan PPS Bungus; dan
Membuat model konseptual berdasarkan root definitions yang telah
dihasilkan.

6
Manfaat

1.

2.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola PPS Bungus terhadap
penyusunan konsep pengembangan PPS Bungus menjadi pusat pendaratan
tuna di perairan Sumatera bagian Barat; dan
Sebagai informasi bagi akademisi untuk penelitian lanjutan terhadap
pengembangan PPS Bungus.

Kerangka Pemikiran
Permasalahan yang terjadi pada PPS Bungus telah dijelaskan pada latar
belakang yang memerlukan penyelesaian secara menyeluruh. Penyelesaian
dengan pendekatan sistem khususnya dengan menggunakan Soft System
Methodology (SSM) merupakan salah satu cara yang tepat untuk dilakukan. Hal
ini bertujuan agar seluruh permasalahan inti pada setiap aspek, yaitu aspek
sumberdaya manusia dan kelembagaan berkaitan dengan pengaruh kelembagaan
terhadap pengembangan PPS Bungus dan kinerja operasional PPS Bungus
terhadap kemajuan perikanan tangkap tuna, aspek pelayanan berkaitan dengan
perizinan dan pelayanan dari pegawai PPS Bungus, dan aspek fasilitas yang
berkaitan dengan optimalisasi pemanfaatan fasilitas dan kebutuhan fasilitas
khusus tuna di PPS Bungus. Model konseptual dapat dijadikan sebagai
rekomendasi terhadap pengembangan PPS Bungus sebagai pusat pendaratan tuna
di perairan Sumatera bagian Barat.
Kerangka pemikiran ini dijelaskan sebagaimana yang telah terdapat pada
Gambar 1. Menurut Checkland dan Poulter (2006), analisis data dalam SSM dapat
dilakukan melalui beberapa tahap yang terdiri dari tujuh tahap. Rincian dari
masing-masing tahap sebagai berikut: a) tahap satu dan dua, pemahaman situasi
masalah yang hasilnya digambarkan dengan rich picture; b) tahap tiga,
menetapkan root definitions untuk mengatasi permasalahan yang telah
dirumuskan; c) tahap empat, membuat model konseptual berdasarkan root
definitions; d) tahap lima, membandingkan model konseptual dengan keadaan di
dunia nyata; e) tahap enam, menetapkan perubahan yang layak; f) tahap tujuh,
melakukan tindakan untuk memperbaiki situasi masalah. Penelitian ini melakukan
empat tahap pendekatan soft system methodology. Pendekatan SSM juga
menghasilkan model konseptual yang dapat dijadikan salah satu acuan dalam
memperbaiki sistem yang ada (Rahmah et al. 2013).

7

INPUT

PPS Bungus sebagai Pusat Pendaratan Ikan
Tuna
Identifikasi Permasalahan

Permasalahan
Rendahnya jumlah frekuensi kedatangan armada kapal, pegoptimalan fasilitas PPS Bungus
dan rendahnya aktivitas perikanan tuna di PPS Bungus.

Penemuan dan pengungkapan masalah pada aspek kajian

PROSES
Analisis Permasalahan
Pendekatan Soft System Methodology (SSM)

Aspek SDM dan
Kelembagaan
 Pengaruh kelembagaan
terhadap pengembangan
PPS Bungus; dan
 Kinerja PPS Bungus
terhadap
kemajuan
perikanan tangkap tuna.

Aspek Pelayanan
 Perizinan; dan
 Pelayanan dari pegawai
PPS Bungus.

Aspek Fasilitas
 Optimalisasi
pemanfaatan
fasilitas
PPS Bungus; dan
 Kebutuhan
fasilitas
khusus
untuk
penanganan ikan tuna.

Formulasi masalah pada tiap aspek kajian dengan rich picture

Pengidentifikasi masalah berdasarkan elemen pembentuk dengan root definition

Pembuatan model konseptual

OUTPUT

Rekomendasi model konseptual

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

8

2 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan persiapan, pengumpulan data,
pengolahan dan analisis data. Tahapan persiapan dan pengumpulan data dilakukan
selama empat bulan, mulai Mei 2016 sampai Agustus 2016. Pengolahan dan
analisis data dilakukan selama tiga bulan, mulai September 2016 sampai dengan
November 2016.
Kegiatan persiapan, pengolahan, dan analisis data dilaksanakan di Bogor,
sedangkan pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian yaitu Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) Bungus, Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi kasus pendekatan Soft System
Methodology (SSM), dimana proses pendekatan metode SSM adalah
membandingkan antara kondisi nyata yang ada dengan kondisi model yang
seharusnya terjadi, sehingga menghasilkan pemahaman lebih baik atas kondisi
yang dijadikan objek penelitian. Implikasinya adalah dihasilkan beberapa ide
untuk menghasilkan perbaikan melalui sejumlah aksi.
Menurut Checkland dan Poulter (2006), analisis data dalam SSM dapat
dilakukan melalui beberapa tahapan hingga akhirnya tahapan tersebut dapat
divalidasi keakuratan informasinya. Analisis data yang dilakukan pada penelitian
ini yaitu membangun konsep pengembangan PPS Bungus sebagai pusat
pendaratan ikan tuna di parairan Sumatera bagian Barat yang dianalisis dengan
menggunakan pendekatan Soft System Methodology (SSM). Soft System
Methodology (SSM) merupakan alat analisis untuk suatu model, namun beberapa
tahun selanjutnya digunakan sebagai suatu alat analisis pengembangan (Wiliams
2005). Metode ini dikembangkan untuk menghadapi siatuasi normal dimana
orang-orang mempunyai persepsi sendiri mengenai dunia dan membuat
judgements dengan menggunakan nilai mereka sendiri. Metode ini merupakan
metodologi action research yang ditujukan untuk mengeksplorasi, menanyakan,
dan belajar mengenai situasi permasalahan yang tidak terstruktur agar dapat
memperbaikinya. SSM terdiri dari 7 tahap seperti yang digambarkan pada
Gambar 2, namun pada penelitian ini, analisis SSM hanya dilakukan sampai tahap
yang ke-4, yaitu membangun model konseptual berdasarkan root definition.
Adapun rincian dari masing-masing tahap sebagai berikut:
1) Tahap 1 dan 2 Find Out (menemukan), menggunakan rich picture dan
metode/teknik penstrukturan masalah dalam mencari situasi masalah;
2) Tahap 3 Formula Root Definition of Relevant System (memformulasi Root
Definition dari sistem relevan), cara pandang dan lingkungan untuk kemudian
membangun definisi sistem aktivitas manusia yang dibutuhkan untuk
memperbaiki situasi masalah;

9
3) Tahap 4 Build conceptual models (membangun model konseptual),
berdasarkan root definition untuk setiap elemen yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan ideal;
4) Tahap 5 Compare models and reality (membandingkan model dengan
realistis), mengembangkan model sistem konseptual yang dibuat dengan apa
yang terjadi di dunia nyata (real world);
5) Tahap 6 Define feasible and desirable change (menetapkan perubahan yang
layak), membuat debat publik dalam rangka mengidentifikasi perubahan yang
layak tersebut; dan
6) Tahap 7 Take action (melakukan tindakan), membangun rencana aksi untuk
memperbaiki siatuasi masalah.
Soft System Methodology yang digunakan memungkinkan sebagai
pandangan stakeholder. Tahapan dalam aplikasi Soft System Methodology
diilustrasikan termasuk dalam pengembangan model konseptual dan pekerjaan itu
dilakukan dengan menggunakan kelompok stakeholder yang termasuk nelayan
(yang disurvei oleh kuisioner) dan diskusi dengan staf yang terlibat dalam desain
dan pengembangan. Manfaat yang diperoleh dari penerapan metodologi ini
diilustrasikan bersama-sama dengan mekanisme modul pemantauan dan
pengendalian yang membantu untuk melihat perkembangan strategi (Warwick
2008). Penelitian ini untuk menggunakan Soft System Methodology dibatasi
hingga sampai menentukan model konseptual saja.

MENENTUKAN SITUASI
MASALAH
L1 : Memahami situasi yang bersifat
problematik;
L2 : Menggambarkan situasi masalah

MENGAMBIL TINDAKAN
UNTUK MELAKUKAN
PERBAIKAN :
L5 : Membandingkan model (L4)
dengan dunia nyata (L2).
L6 : Melakukan perubahan yang
diinginkan dan layak secara
sistematis.
L7 : Melakukan tindakan untuk
memperbaiki situasi masalah

REAL WORLD
SYSTEM THINKING
ABOUT REAL WORLD
“ROOT DEFINITION”
L3 : Menentukan sistem aktifitas yang
relevan dengan situasi masalah.

PENGEMBANGAN MODEL L4 :
Membangun model konseptual
berdasarkan “root definition”

Gambar 2 Langkah-langkah Soft System Methodology (SSM)

10
Metode penelitian yang digunakan metode serba sistem (systems thinking)
yaitu suatu cara untuk memecahkan masalah melalui proses pembelajaran
(learning process) dari penggunaan sistem lama ke sistem baru dengan
menggunakan pendekatan berpikir serba sistem (Raharja 2009). Soft Systems
Methodology merupakan proses penelitian sistematik yang menggunakan modelmodel sistem. Pengembangan model sistem tersebut dilakukan dengan melakukan
penggalian permasalahan yang tidak terstruktur, mendiskusikan secara intensif
dengan pihak terlait, membandingkan konsep systems thinking dengan real world,
dan melakukan penyelesaian masalah secara bersama.
Menurut Jeppensen (2009) dalam Ningsih (2013), SSM dapat dibedakan
dengan beberapa metodologi yang berkembang dalam riset sosial, baik yang
secara langsung berlabel metodologi serba sistem (system methodology) maupun
yang tidak secara langsung berlabel metodologi serba sistem. Tiga ciri utama
SSM adalah 1) pemahaman dan analisis situasi masalah; 2) analisis relasi dan
peran para pihak terkait; dan 3) analisis relasi dan peran politik serta sosial para
pihak terkait.
Kerangka kerja teori atau theoretical framework (F) dan metode (M) yang
digunakan untuk memformulasikan (A) dan memandu intervensi penelitian, serta
menciptakan perasaan akumulasi pengalaman dalam intervensi penelitian tersebut
(Checkland 1991 dalam Ningsih 2013). Refleksi terhadap F, M, dan A atau tema
penelitian dilakukan agar penemuan hasil penelitian tercapai. Terkait konteks
penelitian ini, peneliti menggunakan SSM baik untuk keperluan riset (research
interest) maupun keperluan pemecahan masalah (problem solving interest). Pada
akhirnya, desain siklus riset tindakan, akan melahirkan pengetahuan baru,
memodifikasi pertanyaan yang telah ada, atau mendapatkan pertanyaan baru
untuk dihasilkan (generated) pada A dan atau F. Peneliti melakukan perbaikan
atas situasi permasalahan (problematical situation) dalam pengembangan PPS
Bungus sebagai pusat pendaratan ikan tuna di perairan Sumatera Bagian Barat.
Siklus pembelajaran ini bermula dari mencari tahu tentang situasi
problematis dalam mendefinisikan/mengambil tindakan untuk memperbaikinya.
Pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran sosial kelompok dalam melakukan
penelitian. Meskipun pembelajaran setiap individu untuk sebagian besar atau lebih
kecil karena batas personal, maka setiap orang memberikan pengalaman yang
berbeda dan pandangan dunia yang berbeda (the different worldviews) yang
membawa mereka pada penelitian (Ningsih 2013).

Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilaksanakan sesuai dengan tahap-tahap dalam metode SSM di
atas, sehingga metode pengumpulan data yang dilakukan di lapangan bersifat
formal maupun informal yaitu melalui teknik pengumpulan data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari
para responden, dan bukan berasal dari pengumpulan data yang pernah dilakukan
sebelumnya. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang
sudah ada.

11
Teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi lapangan dan
wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
dokumentasi, buku-buku, surat kabar, makalah, arsip dan dokumen-dokumen
lainnya yang berhubungan dengan pengembangan PPS Bungus sebagai pusat
pendaratan ikan tuna di perairain Sumatera Bagian Barat.
Tahapan pengumpulan data diuraikan sebagai berikut:
1)
Studi pustaka
Studi pustaka digunakan untuk menelusuri konteks penelitian, studi
terdahulu yang relevan dengan konteks penelitian, dan pengkajian hasil penelitian
sebelumnya mengenai pengembangan PPS Bungus. Studi pustaka berkaitan
dengan penggunaan SSM pada penelitian terdahulunya.
2)
Observasi lapangan
Fokus observasi dilaksanakan pada bagaimana karakteristik dynamic
capabilities anggota organisasi dalam proses perumusan suatu kebijakan. Data
penting penelitian dari pengamatan mencakup identifikasi tugas masing-masing
aktor yang terdiri dari kepala PPS Bungus, kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Sumatera Barat, perusahaan pengolahan tuna (PT. Dempo Andalas),
nelayan tuna, dan pegawai pelabuhan perikanan, identifikasi analisis intervensi,
sosial dan politik yang dilaksanakan dalam tugas tersebut, membangun interaksi
antara aktor dan sistem, menggambarkan kehidupan sehari-hari di lapangan,
membangun struktur permasalahan dari tahapan satu dan kedua SSM,
mengumpulkan analisis untuk menghasilkan informasi, dan mengobservasi
kinerja partisipan. Semasa observasi, sekaligus dikumpulkan data sekunder yang
dibutuhkan.
3)
Wawancara mendalam
Wawancara mendalam secara formal dan informal, dilakukan melalui tatap
muka dan tanya jawab langsung terhadap narasumber atau sumber data dan
melalui telepon. Teknik wawancara yang diterapkan sebagai teknik pengumpulan
data melalui wawancara tidak terstruktur atau wawancara bebas, yaitu peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan
diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin
digali dari responden.
Wawancara mendalam dilakukan untuk menangkap abstraksi pemikiran,
persepsi, dan refleksi stakeholder yang terkait dalam konteks pengembangan PPS
Bungus Padang sebagai pusat pendaratan ikan tuna di perairan Sumatera Bagian
Barat, Provinsi Sumatera Barat. Wawancara mendalam melibatkan berbagai
elemen pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah