Tanggung Jawab dalam Perdata

Tanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata, pertanggung jawabannya selain terletak pada pelakunya sendiri juga dapat dialihkan pada pihak lain atu kepada negara, tergantung siapa yang melakukannya. 59 Adanya kemungkinan pengalihan tanggung jawab tersebut disebabkan oleh dua hal: a. Perihal pengawasan Adakalanya seorang dalam pergaulan hidup bermasyarakat menurut hukum berada di bawah tanggung jawab dan pengawasan orang lain. Adapun orang- orang yang bertanggung jawab untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain menurut Pasal 1367 KUHPerdata adalah sebagai berikut: 1 Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya; 2 Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali; 3 Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya; 59 Ibid, hlm. 78 4 Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang –orang ini berada dibawah pengawasan mereka; 5 Tanggung jawab yang disebutkan diatas berakhir, jika orangtua-orangtua, wali-wali, guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab itu; b. Pemberian kuasa dengan risiko ekonomi Sering terjadi suatu pertimbangan tentang dirasakannya adil dan patut untuk mempertanggungjawabkan seseorang atas perbuatan orang lain, terletak pada soal perekonomian, yaitu jika pada kenyataannya orang yang melakukan perbuatan melawan hukum itu ekonominya tidak begitu kuat. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa percuma saja jika orang tersebut dipertanggungjawabkan, karena kekayaan harta bendanya tidak cukup untuk menutupi kerugian yang disebabkan olehnya dan yang diderita oleh orang lain. Sehingga dalam hal ini yang mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah orang lain yang dianggap lebih mampu untuk bertanggung jawab. 60 60 Wirjono Prodjodikoro, Dkk, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Sumur Bandung, 2002, hlm.65.

D. Kerangka Fikir

Keterangan: UU No. 40 Tahun 1999 merupakan dasar hukum media cetak. Media cetak merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan peliputan, pemerosesan, dan penerbitan berita. Berita yang diterbitkan tersebut berupa fakta dan opini dan harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan UU No. 40 Tahun 1999 Media Cetak Berita Upaya Hukum Tanggung Jawab Gugatan Perdata Mekanisme Pers Berita Fakta Berita Merugikan Berita Opini dalam UU. No 40 Tahun 1999. Jika dalam proses peliputan dan penerbitan berita tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, maka berita yang dihasilkan dapat merugikan pihak lain. Untuk itu, diperlukan upaya hukum sebagai pedoman dalam penyelesaian masalah antara pihak yang dirugikan dengan media cetak yang menerbitkan berita. Dengan adanya upaya hukum tersebut maka media cetak yang menerbitkan berita harus bertanggungjawab atas berita yang diterbitkan karena telah merugikan pihak lain. Upaya hukum tersebut ada dua, yaitu melalui mekanisme pers yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 dan melalui gugatan perdata yang diatur dalam KUHPerdata. Jika tidak menemukan penyelesaian dengan mekanisme pers, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Penelitian ini akan mengkaji dan membahas tanggung jawab media cetak dalam memuat berita yang tidak benar sebagai perbuatan melawan hukum dengan lingkup bahasan meliputi: tanggung jawab perbuatan melawan hukum media cetak dan upaya hukum yang ditempuh oleh pihak yang dirugikan. III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara tertentu dan konsisten berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu. 62 Penelitian sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat sehingga dapat menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan in abstracto serta penerapannya pada peristiwa hukum in concerto. 63 Penelitian ini akan mengkaji tanggung jawab media cetak dalam memuat berita yang tidak benar terkait dengan perbuatan melawan hukum. 62 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 2. 63 Ibid., hlm. 102.