Tanggung Jawab Hukum Perdata Media Cetak dalam Menyelesaikan Sengketa Akibat Memuat Berita yang Salah (Riset Pada PT. Harian Waspada Medan)

(1)

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERDATA MEDIA CETAK DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA AKIBAT MEMUAT BERITA YANG

SALAH

(RISET PADA PT. HARIAN WASPADA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh: INKA TIARA NIM: 100200334

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERDATA MEDIA CETAK DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA AKIBAT MEMUAT BERITA YANG

SALAH

(RISET PADA PT. HARIAN WASPADA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Oleh:

INKA TIARA NIM : 100200334

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. HASIM PURBA. SH, M. HUM NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. H. Hasim Purba. SH, M. Hum) (Zulkifli Sembiring, SH, M. H)

NIP. 1966033185081001 NIP. 196101181988031001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

1. Bahwa ini Skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari Skripsi atau Karya Ilmiah orang lain.

SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini Nama : Inka Tiara

NIM : 100200334

Departemen : Hukum Keperdataan BW

Judul skripsi : Tanggung Jawab Hukum Perdata Media Cetak dalam Menyelesaikan Sengketa Akibat Memuat Berita yang Salah (Riset pada PT. Harian Waspada Medan)

Dengan ini menyatakan :

2. Apabila terbukti di kemudian hari Skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Juli 2014


(4)

ABSTRAK

Inka Tiara* Hasim Purba** Zulkifli Sembiring***

Media massa adalah penyampaian informasi maupun komunikasi yang disampaikan melalui perantara (media) kepada masyarakat umum. Media massa yang kini digunakan oleh masyarakat bentuknya semakin beragam, salah satunya adalah media cetak. Dalam peradaban umat manusia, surat kabar merupakan media massa cetak yang paling tua. Surat kabar adalah media cetak yang berisi berita yang terbit setiap hari. Dalam menjalankan tugasnya. wartawan bisa saja tersandung kasus mengenai pemberitaan yang kemudian akan menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Oleh karena itu perlu dituntut adanya tanggung jawab dari pihak media tempat wartawan itu bekerja. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana konsep pertanggungjawaban dalam hukum perdata, kualifikasi suatu berita yang dapat dikategorikan sebagai berita yang salah, pihak-pihak yang bertanggungjawab akibat adanya pemuatan berita yang salah, tanggung jawab hukum perdata media cetak akibat memuat berita yang salah, dan bentuk penyelesaian sengketa gugatan atas berita yang salah.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan memperoleh bahan dari kepustakaan berupa buku-buku, karya ilmiah para sarjana, peraturan perundang-undangan, dan lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Penelitian juga dilakukan dengan cara penelitian lapangan (field research) yaitu dengan mengadakan penelitian langsung ke lapangan dan mengadakan interview dengan mengajukan daftar pertanyaan serta mengambil bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi.

Dari hasil penelitian kemudian didapat bahwa tanggung jawab hukum perdata mengatur bahwa jika akibat perbuatan seseorang menimbulkan kerugian kepada pihak lain maka orang tersebut harus bertanggungjawab, sedangkan kualifikasi suatu berita yang baik adalah yang berdasarkan ketentuan dalam Kode Etik Jurnalistik. Sedangkan mengenai siapa pihak yang bertanggungjawab jika terjadi sengketa maka yang harus bertanggungjawab adalah pimpinan redaksi. Hal ini sesuai dengan prinsip gerant responsible dalam UU No. 4 Tahun 1999 tentang Pers. Dan mekanisme penyelesaian sengketa nya adalah melalui empat alternatif, yaitu melalui penggunaan hak jawab, melalui dewan pers, melalui pengadilan, dan memboikot perusahaan pers.

Kata kunci: Media Cetak, Tanggung Jawab, Menyelesaikan Sengketa

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkat, nikmat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itulah maka penulis menyusun suatu skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Hukum Perdata

Media Cetak dalam Menyelesaikan Sengketa Akibat Memuat Berita yang Salah (Riset Pada PT. Harian Waspada Medan)”.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M. Hum, selaku Pembantu Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, M.H. D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Ok Saidin, SH, M. Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH, M. Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan sekaligus juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan motivasi kepada penulis dan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan pengetahuan dan arahan kepada penulis. 6. Bapak Zulkifli Sembiring, SH, M. H selaku Dosen Pembimbing II

yang telah banyak membimbing dan memberikan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu dalam proses perkuliahan.

8. Bapak/Ibu para dosen beserta seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pengetahuan yang berguna dalam penulisan skripsi ini semasa kuliah. 9. Bapak Erwan Effendi dan Bapak Zultamsir selaku bagian Humas di

PT. Harian Waspada beserta seluruh staf yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan. 10. Kepada orangtua tercinta Freddy Arianto dan Mutiara yang telah

memberikan kasih sayang serta mendidik dan mendoakan penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini dengan baik.

11. Kepada kakak sepupu Meifani Juwita yang telah banyak memberikan bantuan dikala penulis mengalami kesusahan.


(7)

12. Kepada teman-teman tersayang yang telah bersama-sama dengan saya selama kurang lebih 4 tahun, Darryl Hannah Utami, Tengku

Syahnuzha Kemala, Dwi Desy Jayanti, dan Dila Khairani Lubis.

13. Kepada anak geng Kaca Besar Apep, Doni, Bang Vinno, Ruzeiq,

Alwi, Dandi, Akbar, Zaki, Alda, Tiffany, Indri, Dara, Hani, Mutia, Agatha, Annisa, dan Depi.

14. Kepada Kurnia Ramadhana sebagai seseorang yang paling banyak membantu dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih telah mendoakan, membantu dalam situasi tersulit sekalipun, serta menjadi pendengar yang baik.

15. Dan terakhir terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Seperti kata pepatah Tiada Gading yang Tidak Retak, demikian pula skripsi ini pasti banyak kekurangan serta kesalahannya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima koreksi serta saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK . . . i

KATA PENGANTAR . . . ii

DAFTAR ISI . . . iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . . . 1

B. Rumusan Masalah . . . 5

C. Tujuan Penulisan . . . 5

D. Manfaat Penulisan . . . 6

E. Metode Penelitian . . . 6

F. Keaslian Penulisan . . . 11

G. Sistematika Penulisan . . . 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MEDIA MASSA A. Sejarah Perkembangan Media Massa . . . 13

B. Pengertian dan Pengaturan Hukum Media Massa . . . 17

C. Bentuk-Bentuk Media Massa . . . 24

D. Fungsi dan Peranan Media Massa dalam Masyarakat . . . 27

BAB III PEMUATAN BERITA DALAM MEDIA CETAK A. Kebebasan Pers di Indonesia Menurut Undang- Undang Pers . . . 32


(9)

C. Struktur Organisasi Media Cetak . . . 34

BAB IV TANGGUNG JAWAB HUKUM PERDATA MEDIA CETAK

DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA AKIBAT MEMUAT BERITA YANG SALAH

A. Pertanggungjawaban dalam Hukum Perdata . . . 50 B. Kualifikasi Suatu Berita yang Dapat Dikategorikan

Sebagai Berita yang Salah . . . 52 C. Pihak-Pihak yang Bertanggungjawab Akibat Adanya

Pemuatan Berita yang Salah . . . 59 D. Tanggung Jawab Hukum Perdata Media Cetak Akibat

Memuat Berita yang Salah . . . 61 E. Penyelesaian Sengketa Gugatan Atas Berita yang Salah 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan . . . 81 B. Saran . . . 85


(10)

ABSTRAK

Inka Tiara* Hasim Purba** Zulkifli Sembiring***

Media massa adalah penyampaian informasi maupun komunikasi yang disampaikan melalui perantara (media) kepada masyarakat umum. Media massa yang kini digunakan oleh masyarakat bentuknya semakin beragam, salah satunya adalah media cetak. Dalam peradaban umat manusia, surat kabar merupakan media massa cetak yang paling tua. Surat kabar adalah media cetak yang berisi berita yang terbit setiap hari. Dalam menjalankan tugasnya. wartawan bisa saja tersandung kasus mengenai pemberitaan yang kemudian akan menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Oleh karena itu perlu dituntut adanya tanggung jawab dari pihak media tempat wartawan itu bekerja. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana konsep pertanggungjawaban dalam hukum perdata, kualifikasi suatu berita yang dapat dikategorikan sebagai berita yang salah, pihak-pihak yang bertanggungjawab akibat adanya pemuatan berita yang salah, tanggung jawab hukum perdata media cetak akibat memuat berita yang salah, dan bentuk penyelesaian sengketa gugatan atas berita yang salah.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan memperoleh bahan dari kepustakaan berupa buku-buku, karya ilmiah para sarjana, peraturan perundang-undangan, dan lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Penelitian juga dilakukan dengan cara penelitian lapangan (field research) yaitu dengan mengadakan penelitian langsung ke lapangan dan mengadakan interview dengan mengajukan daftar pertanyaan serta mengambil bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi.

Dari hasil penelitian kemudian didapat bahwa tanggung jawab hukum perdata mengatur bahwa jika akibat perbuatan seseorang menimbulkan kerugian kepada pihak lain maka orang tersebut harus bertanggungjawab, sedangkan kualifikasi suatu berita yang baik adalah yang berdasarkan ketentuan dalam Kode Etik Jurnalistik. Sedangkan mengenai siapa pihak yang bertanggungjawab jika terjadi sengketa maka yang harus bertanggungjawab adalah pimpinan redaksi. Hal ini sesuai dengan prinsip gerant responsible dalam UU No. 4 Tahun 1999 tentang Pers. Dan mekanisme penyelesaian sengketa nya adalah melalui empat alternatif, yaitu melalui penggunaan hak jawab, melalui dewan pers, melalui pengadilan, dan memboikot perusahaan pers.

Kata kunci: Media Cetak, Tanggung Jawab, Menyelesaikan Sengketa

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia harus berkomunikasi dengan manusia lainnya agar ia dapat tetap mempertahankan hidupnya. Ia harus mendapat informasi dari orang lain dan ia memberikan informasi kepada orang lain. Ia perlu mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya, di kotanya, di negaranya, dan semakin lama semakin ingin tahu apa yang terjadi di dunia.1

Komunikasi merupakan bentuk saling hubungan antar manusia yang paling dasar sangat diperlukan untuk melanggengkan hubungan manusia untuk tingkat orang seorang, kelompok, maupun tingkat dunia. Kelompok, lembaga, organisasi, dan negara terbentuk karena jasa komunikasi. Keberadaannya akan sirna manakala komunikasi terhenti.2 Sekarang ini pertumbuhan media massa amat menggembirakan, baik media massa yang berbentuk surat kabar, majalah maupun tabloid, baik media massa yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional.3 Bisa dikatakan pula, media massa mampu membentuk masa depan umat manusia. Ini berarti, media massa telah mempengaruhi atau bahkan membentuk perilaku manusia itu sendiri.4

1

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktek, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2005, hal 27

2

Andi Baso Mappatoto, Siaran Pers, Suatu Kiat Penulisan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal 5

3

Paryati Sudarman, Menulis di Media Massa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal 1

4


(12)

Pada zaman di mana informasi menjadi unsur dominan perkembangan kehidupan saat ini, peran industri pers cetak maupun elektronik sangatlah vital. Melalui sarana pers lah, semua informasi bisa disebarkan secara efektif dan efisien menjangkau ke seluruh pelosok wilayah dunia, bahkan tanpa batas geografis, kepada ratusan juta umat manusia yang menjadi audience pada saat yang sama.5 Dari media massa mengalir 1001 macam informasi yang diperlukan warga tentang berbagai masalah, mulai dari masalah politik, ekonomi, keamanan, sampai masalah tetek bengek.6 Inilah yang dicita-citakan pers di seluruh dunia, yakni memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada khalayak ramai, membantu khalayak mendapatkan haknya untuk mendapatkan informasi yang benar dan lengkap atau disebut juga “people’s right to know”.7 Namun, satu hal yang patut dicatat dari perkembangan jurnalistik dan media massa di Indonesia adalah adanya kesadaran yang besar akan pentingnya informasi, di samping sebagai bentuk pengakuan peran dan eksistensi jurnalistik atau media massa di mata masyarakat.8 Kedewasaan dan kematangan dalam menyikapi jurnalistik dan media massa sesungguhnya terletak pada diri pembaca atau pemirsa, pada masyarakat itu sendiri.9

Etos dan etika profesional yang bermutu tinggi merupakan syarat utama yang harus dihayati oleh pers dan wartawan Indonesia. Kebebasan pers akan kehilangan maknanya tanpa tanggungjawab dan profesionalisme.10

5

Prija Djatmika, Strategi Sukses Berhubungan dengan Pers dan Aspek-Aspek Hukumnya, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hal 1

6

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Op. Cit., hal 41

7

Ibid.,

8

Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 9

9

Ibid.,

10

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Op. Cit., hal 5

Ketentuan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menetapkan bahwa berita pertama-tama harus cermat


(13)

dan tepat, atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat, berita juga harus lengkap (complete), adil (fair), dan berimbang (balanced). Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis disebut objektif. Dan, yang merupakan syarat praktis berita, tentu saja berita itu harus ringkas (concise), jelas (clear), dan hangat (current).11 Sifat-sifat istimewa berita ini sudah terbentuk sedemikian kuatnya sehingga Sifat-sifat-Sifat-sifat ini bukan saja menentukan bentuk-bentuk khas praktik pemberitaan, tetapi juga berlaku sebagai pedoman dalam menyajikan dan menilai layaknya tidaknya suatu berita untuk dimuat.12 Meski demikian, pers tetap saja bisa berbuat salah. Kesalahan itu tidak hanya menimpa pers kecil, tetapi juga pers besar yang sudah terkenal profesional seperti The Newyork Times.13 Interaksi antara pers dengan masyarakat tidak senantiasa berakhir dengan baik. Dari pihak pers, kendatipun informasi yang disajikan telah memenuhi etika dan standar profesional, namun belum tentu materi yang disajikan itu memperoleh tanggapan positif dari khalayak pembaca khususnya pihak yang menjadi sumber informasi dan atau menjadi sasaran dari sajian tersebut.14

Pemberitaan media massa adakalanya kurang akurat, bahkan tidak benar sama sekali. Itu bisa disebabkan oleh berbagai hal, bisa karena salah mengutip atau salah interpretasi seorang wartawan, atau bisa pula berita tadi sumbernya dari pihak lain. Akibatnya, objek berita menjadi dirugikan karena berita tadi tidak benar

11

Ibid., hal 47

12

Ibid.,

13

Hinca IP Pandjaitan, Gunakan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan Kewajiban Koreksi Anda,

Ombudsman Memfasilitasinya, Temprina Media Grafika, Surabaya, 2004, hal xiii

14


(14)

dan secara moral kita sangat dirugikan.15 Di samping itu, belum diakuinya secara penuh paham people’s right to know menjadi salah satu kendala bagi para wartawan dalam menghimpun berita.16

Pemberitaan yang kurang akurat akan menimbulkan tuduhan kepada pers telah melakukan pencemaran nama naik atau penyerangan terhadap kehormatan secara tertulis (Pasal 310 ayat 2 KUHP) dan fitnah (Pasal 311 KUHP) serta perbuatan melawan hukum (1365 KUHPerdata dan 1372 KUHPerdata).17 Segala sesuatu yang menimbulkan kerugian kepada masyarakat tentu harus diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan pers tentu harus bertanggungjawab atas pemberitaan yang salah tersebut. Tanggung jawab pers dalam pengertian disini adalah tugas atau kewajiban moral dalam melakukan fungsinya sebagai media informasi.18

15

Aceng Abdullah, Press Relation, Kiat Berhubungan dengan Media Massa, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal 113

16

Hikmat Kusumaningrat, dan Purnama Kusumaningrat, Op. Cit., hal 5

17

Prija Djatmika, Op. Cit., hal 83

18

Wishnu Basuki, Pers dan Penguasa: Pembocoran Pentagon Papers dan Pengungkapan

Oleh New York Time, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal 123

Berdasarkan latar belakang di atas, kemudian penulis tertarik untuk membahas permasalahan tersebut ke dalam sebuah skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Hukum Perdata Media Cetak dalam Menyelesaikan Sengketa Akibat Memuat Berita yang Salah”


(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas uraian tersebut diatas, maka penulis akan membatasi mengenai pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

1. Bagaimana konsep pertanggungjawaban dalam hukum perdata? 2. Bagaimana kualifikasi suatu berita yang dapat dikategorikan

sebagai berita yang salah?

3. Siapa sajakah pihak-pihak yang bertanggungjawab akibat adanya pemuatan berita yang salah dan merugikan pihak lain?

4. Bagaimana bentuk tanggung jawab hukum perdata media cetak akibat memuat berita yang salah?

5. Bagaimana penyelesaian sengketa gugatan atas berita yang salah?

C. Tujuan Penulisan

Penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pada dasarnya memiliki tujuan penelitian, dalam maksud untuk memberikan arahan terhadap penelitian itu sendiri. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pertanggungjawaban di dalam hukum perdata.

2. Untuk mengetahui bagaimana kualifikasi suatu berita yang dapat dikategorikan sebagai berita yang salah.

3. Untuk mengetahui siapa sajakah pihak-pihak yang akan bertanggungjawab jika terjadi sengketa akibat adanya pemuatan


(16)

berita yang salah dalam sebuah media cetak yang berakibat merugikan pihak lain.

4. Untuk mengetahui bagaimana bentuk tanggung jawab hukum perdata yang akan dilakukan oleh pihak media cetak jika memuat berita yang salah.

5. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian sengketa gugatan atas berita yang salah.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan merupakan hal yang diharapkan dari hasil penulisan yang dilakukan. Manfaat penulisan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya mengenai media cetak, serta dapat dijadikan sebagai bahan informasi yang memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi perusahaan media massa, khusunya perusahaan media cetak yang ada di Indonesia, bagi para wartawan, dan juga masyarakat pada umumnya mengenai sengketa yang terjadi apabila ada pemuatan berita yang salah dan bagaimana masyarakat dapat menuntut


(17)

apabila hal tersebut terjadi, sehingga masyarakat dapat memperoleh suatu informasi dan berita yang aktual serta dapat dipercaya kebenarannya.

E. Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala yang satu dengan gejala yang lainnya.19

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.20

19

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 2009, hal 37

20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hal 42

Penelitian hukum pada umumnya bertujuan untuk:

1. Mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum, sehingga dapat merumuskan masalah dan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu gejala hukum, sehingga dapat merumuskan hipotesa.


(18)

2. Untuk menggambarkan secara lengkap aspek-aspek hukum dari suatu keadaan, perilaku pribadi, dan perilaku kelompok tanpa didahului hipotesa (akan tetapi harus ada masalah).

3. Mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa hukum dan memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala hukum dengan gejala lain (yang biasanya berlandaskan hipotesa).

4. Menguji hipotesa yang berisikan hubungan-hubungan sebab-akibat (harus didasarkan pada hipotesa).21

Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.

Untuk menemukan kebenaran secara ilmiah dan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan skripsi, metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Jenis Penelitian

22

Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum positif yang berlaku.23 Penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tertulis.24

21

Ibid., hal 49

22

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 24

23

Ibid., hal 25

24

Ibid.,

Penulisan skripsi ini adalah mengacu pada ketentuan mengenai pers yang terdapat dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.


(19)

b. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi data sekunder yaitu data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.25

1). Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas, yang biasanya terdiri atas peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim.

Data sekunder terdiri atas:

26

2). Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil penelitian hukum, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, dan sebagainya.27

3). Bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.28

25

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal 12

26

Zainuddin Ali, Op. Cit., hal 47

27

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 114

28

Zainuddin Ali, Op. Cit., hal 106

Untuk melengkapi skripsi ini maka penulis menggunakan data primer yaitu wawancara dengan pihak yang terkait dengan penelitian ini guna mendapatkan informasi.


(20)

c. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan penyusunan bahan skripsi, maka jenis penulisan yang diterapkan adalah untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui: 1). Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka untuk mengumpulkan dan kemudian menyusun data yang diperlukan. Data kepustakaan yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.29

Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian.30

Penelitian lapangan merupakan studi terhadap realitas kehidupan sosial masyarakat secara langsung dimana penelitian lapangan dapat

Metode pengumpulan bahan yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi baik yang berupa buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

2). Penelitian Lapangan (Field Research)

29

Zainuddin Ali., Op. Cit., hal 107

30


(21)

bersifat terbuka, tidak terstruktur, dan fleksibel.31 Penelitian lapangan dalam penulisan ini dilakukan melalui wawancara. Yang dimaksud dengan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu.32

Dari defenisi tersebut berarti bahwa wawancara merupakan percakapan antara dua orang di mana salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.33

Setelah dilakukan penelitian di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada terdapat tulisan yang mengangkat mengenai judul skripsi ini yaitu “Tanggung Jawab Hukum Perdata Media Cetak Dalam

Adapun informan yang diwawancarai oleh penulis adalah Kepala Bagian Humas PT. Harian Waspada Medan. Oleh karena itu, penulis menyusun daftar pertanyaan wawancara sebagai pedoman wawancara sehingga objek permasalahan dapat terungkap melalui jawaban informan secara terbuka, dan kemudian hasil wawancara dapat langsung ditulis oleh peneliti.

F. Keaslian Penulisan

31

Basrowi Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal 52

32

Ibid., hal 127

33

Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen


(22)

Menyelesaikan Sengketa Akibat Memuat Berita Yang Salah (Studi Pada PT. Harian Waspada Medan)”

G. Sistematika Penulisan

Guna memahami lebih jelas laporan skripsi ini, penulis akan mengelompokkan materi menjadi beberapa sub bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I (pertama): Yaitu merupakan bab pendahuluan dimana bab ini menjelaskan tentang informasi umum yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II (kedua) : Dalam bab ini akan dibahas mengenai tinjauan terhadap media massa secara umum, seperti sejarah perkembangan media massa, pengertian dan pengaturan hukum terhadap media massa dan kemudian akan dipaparkan bentuk-bentuk dari media massa, serta fungsi dan peranan media massa bagi masyarakat.

BAB III (ketiga) : Pada bab ketiga ini akan dibahas tentang bagaimana pengaturan tentang kebebasan pers di Indonesia menurut Undang-Undang Pers serta batasan-batasan maupun kode etik yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan media massa. Selanjutnya juga dibahas tentang bagaimana pengaturan dan standar pemuatan berita dalam media cetak hingga pada akhirnya dapat disajikan kepada masyarakat, serta struktur organisasi dalam media cetak.


(23)

BAB IV (keempat) : Pada bab ini akan dibahas bagaimana konsep pertanggungjawaban di dalam hukum perdata, kualifikasi suatu berita yang dapat dikategorikan sebagai berita yang salah, dan pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban akibat adanya pemuatan berita yang salah yang akan berakibat merugikan pihak lain, tanggung jawab hukum perdata media cetak akibat memuat berita yang salah, dan cara penyelesaian sengketa gugatan atas berita yang salah.


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP MEDIA MASSA

A. Sejarah Perkembangan Media Massa

Media massa yang pertama lahir adalah media cetak.34 Dari segi perkembangannya para pakar sejarah mencatat bahwa kegiatan jurnalistik tampak dimulai pada zaman jayanya kerajaan Romawi Kuno saat di bawah kekuasaan Raja Julius Caisar.35 Sejak abad pertengahan di Eropa dikenal praktik pemberitaan berupa kirim-mengirim surat, antar biara, istana, dan antar para pangeran melalui perantaraan kurir.36 Setelah tumbuh perkembangan surat-menyurat antara kaum politisi, para cendekiawan, dan para pedagang, baik dengan rekan-rekannya di dalam negeri maupun di luar negeri, mulai timbul perbaikan terhadap ritme (keteraturan dan kepastian), kecepatan, dan keaktualan berita-beritanya.37 Selanjutnya surat-surat berita pedagang semacam itu menjadi surat perkabaran sekalipun masih dalam bentuk sederhana.38 Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg di Jerman.39

34

Hari Wiryawan, Dasar-Dasar Hukum Media, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hal 84

35

Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, Penerbit Nuansa, Bandung, 2010, hal 19

36

Ibid., hal 28

37

Ibid., hal 29

38

Ibid.,

39

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2004, hal 99

Pada tahun 1440, Johan Gutenberg seorang bangsa Jerman menemukan alat mesin cetak (metal). Meskipun pada saat itu mesin cetak


(25)

tersebut juga bisa digunakan untuk mencetak surat kabar, namun surat kabar yang sederhana baru ditemukan di London tahun 1960.40

Era jurnalisme cetak berlangsung lama, dimulai dengan ditemukannya mesin cetak. Sebelumnya, peredaran naskah tertulis sangat terbatas sehingga penemuan mesin cetak benar-benar mengakhiri monopoli pengetahuan oleh kalangan tertentu saja.41 Selama berabad-abad media cetak menjadi satu-satunya alat pertukaran dan penyebaran informasi, gagasan dan hiburan, yang sekarang ini dilayani oleh aneka media komunikasi.42 Lalu terjadilah revolusi komunikasi di abad 19 dan 20 yang mendatangkan gambar bergerak (film) , radio dan televisi, yang bersama dengan media cetak menyebarkan informasi, gagasan, dan hiburan.43

Sebelum ditemukannya teknologi telekomunikasi, surat kabar adalah satu-satunya media yang disebut sebagai pers (press). Teknologi telekomunikasi pertama lahir tahun 1844 ketika Samuel Morse mengirimkan pesan melalui alat telegraph yang pertama dari Washington DC ke Baltimore, 24 Maret 1844.44 Penemuan ini kemudian disusul oleh Alexander Graham Bell, yang pada tahun 1876 untuk pertama kalinya mengirim pesan melalui pesawat telepon dengan kabel.45 Tidak lama kemudian ahli fisika Jerman Heinrich Rudolp Hertz menemukan bahwa energi dapat dikirim tanpa melalui kabel. Nama Hertz kemudian diabadikan dalam satuan gelombang radio.46

40

Hari Wiryawan, Op. Cit., hal 84

41

William L. Rivers, Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson, Media Massa dan

Masyarakat Modern, Edisi Kedua, Kencana, Jakarta, 2003, hal 17

42

Ibid.,

43

Ibid.,

44

Hari Wiryawan, Op. Cit., hal 85

45

Ibid., hal 86

46

Ibid.,

Pada saat yang bersamaan, di Italia seorang anak muda yang masih berumur 21 tahun bernama Guglielmo


(26)

Marconi menemukan pula teknologi radio.47 Sedangkan sejarah pers di nusantara dimulai sejak abad ke-8 ketika Gubernur Jenderal Van Imhoff mendirikan Bataviasche Nouvells tahun 1744, tiga abad setelah mesin cetak ditemukan oleh Gutenberg.48 Sekitar 90 tahun pertama, pers di nusantara disebut pers putih, karena pers yang ada diterbitkan dan dikelola oleh orang Belanda.49 Menginjak abad 19, terbit berbagai surat kabar lainnya yang kesemuanya masih dikelola oleh orang-orang Belanda untuk para pembaca orang-orang Belanda atau bangsa pribumi yang mengerti bahasa Belanda, yang pada umumnya merupakan kelompok kecil saja.50 Sekitar dua tahun kemudian, gubernur jenderal terpaksa membredelnya atas perintah para direktur VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie, Perserikatan Dagang Hindia Timur) dari Nederland yang menganggapnya “merugikan dan membayakan”.51 Surat kabar kedua setelah Bataviasche Nouvelles yaitu Het Vendu-Nieuws (Berita Lelang), yang pernah hidup pada 1776-1809 disensor ketat dan tidak boleh memuat “keterangan dalam negeri’.52

47

Ibid., hal 90

48

Ibid.,

49

Ibid.,

50

Haris AS Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan

Praktis Jurnalis Profesional, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2006, hal 19

51

Atmakusumah, Tuntutan Zaman Kebebasan Pers dan Ekspresi, Spasi & VHR Book, Jakarta, 2009, hal 6

52


(27)

B. Pengertian dan Pengaturan Hukum Media Massa

Media massa merupakan tempat untuk mempublikasikan berita.53 Media massa dapat diartikan sebagai segala bentuk media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan mempublikasikan berita kepada publik atau masyarakat.54 Kata media massa terdiri dari dua kata yaitu “media” dan “massa”. Kata media dekat dengan pengertian “medium” yang berarti penengah atau penghubung. Sedangkan kata massa berarti sesuatu yang berhubungan dengan orang banyak.55 Sehingga dapat diartikan media massa adalah suatu lembaga netral yang berhubungan dengan orang banyak atau lembaga yang netral bagi semua kalangan atau masyarakat banyak.56 Dalam ilmu jurnalistik, media massa yang menyiarkan berita atau informasi disebut juga dengan istilah pers.57 Istilah pers, atau press berasal dari istilah latin pressus yang artinya adalah tekanan, tertekan, terhimpit, atau padat. Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai arti sama dengan bahasa Inggris “press” sebagai sebutan untuk alat cetak. Keberadaan pers dari terjemahan istilah ini pada umumnya adalah sebagai media penghimpit atau penekan dalam masyarakat.58 Jadi secara harafiah, kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan.59

1. Usaha percetakan dan penerbitan;

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pers diartikan sebagai:

53

Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 26

54

Ibid., hal 27

55

Hari Wiryawan, Op. Cit., hal 56

56

Ibid.,

57

Paryati Sudarman, Op. Cit., hal 6

58

Samsul Wahidin, Op. Cit., hal 35

59


(28)

2. Usaha pengumpulan dan penyiaran berita;

3. Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, dan radio; 4. Orang yang bergerak dalam penyiaran berita;

5. Medium penyiaran berita seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film.60

Sedangkan dalam UU Pers Pasal 1 Angka 1 dinyatakan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.61 Berdasarkan uraian di atas, ada dua pengertian mengenai pers yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik, seperti radio, televisi, maupun internet.62

Pers tidak dapat dihindarkan dengan jurnalistik. Jurnalistik atau journalisme berasal dari kata journal, yang artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari. Journal berasal dari bahasa Latin diurnalis, yang artinya harian atau setiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalist, yaitu

60

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hal 675

61

Paryati Sudarman, Loc. Cit.,

62


(29)

orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.63 Dengan kata lain, pers sangat erat hubungannya dengan jurnalistik. Pers sebagai media komunikasi massa tidak akan berguna apabila semua sajiannya jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik.64 Secara sempit pers merupakan suatu wadah atau baki penyajian karya jurnalistik yang berupa informasi, hiburan, ataupun keterangan dan penerangan. Sedangkan jurnalistiknya adalah merupakan kejuruan atau keahlian dalam mewujudkan informasi, hiburan, keterangan, atau penerangan itu dalam bentuk berita, tajuk, kritik, ulasan, ataupun artikel lainnya.65

Perbedaan antara jurnalistik dengan pers dapat dibedakan berdasarkan substansi aktivitasnya, yaitu jurnalistik lebih mengacu pada bentuk komunikasi yang mengarah pada aktivitas pencarian dan penulisan berita, sedangkan pers adalah media atau tempat berita dipublikasikan.66 Dengan demikian, jurnalistik pers berarti proses kegiatan mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah, memuat, dan menyebarkan berita melalui media berskala pers yakni surat kabar, tabloid, atau majalah kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. 67

Mengenai media massa maka dirasakan sangat perlu untuk dibuat peraturan hukum ataupun perangkat undang-undang agar media massa dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Hukum media adalah hukum yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan media massa, sebagai alat komunikasi massa.68

63

Ibid., hal 15

64

Kustadi Suhandang, Op. Cit., hal 40

65

Ibid.,

66

Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 17

67

Haris AS Sumadiria, Op. Cit., hal 1

68

Hari Wiryawan, hal 132

Hukum media harus memberi jaminan bahwa hak pribadi harus mendapatkan perlindungan, sebab


(30)

manakala hak pribadi seseorang dirugikan maka terdapat mekanisme yang mengatur secara hukum untuk memulihkannya.69 Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai media massa adalah hukum penyiaran, hukum internet, dan hukum pers.70

Hukum penyiaran adalah hukum yang membahas aspek hukum yang berkaitan dengan media penyiaran yang meliputi radio, televisi, dan film.71

Kemudian mengenai internet sebagai salah satu bentuk media massa maka peraturannya dapat dilihat dalam hukum internet. Hukum internet adalah hukum yang berkaitan dengan ketentuan media internet, dan di beberapa negara hukum cyber telah masuk ke dalam bagian hukum penyiaran.

Hukum penyiaran diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran (yang untuk selanjutnya akan disebut dengan UU Penyiaran) dimana UU ini mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan penyiaran, baik fungsi dan tujuan penyiaran, lembaga penyiaran, peran masyarakat, serta sanksi-sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan yang diatur dalam UU tersebut.

72

Sedangkan mengenai hukum pers maka diasumsikan sebagai hukum pers cetak.73

Sumber-sumber hukum media agak berbeda jika dibandingkan dengan beberapa lapangan hukum lainnya yang keseluruhan pengaturannya terangkum dalam satu peraturan perundang-undangan tertentu. Dalam peraturan hukum bidang media tidak semuanya terkumpul dalam suatu undang-undang tertentu.74

69

Ibid., hal 152

70

Ibid., hal 131

71

Ibid.,

72

Ibid., hal 133

73

Ibid., hal 132

74


(31)

Karena lingkup hukum media yang luas maka dipandang perlu diklasifikasikan sumber hukum media dalam beberapa kelompok berdasarkan isi atau substansi permasalahan yang diatur yaitu sebagai berikut:

a. Sumber hukum media fundamental

Yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang memuat suatu materi tentang aspek-aspek mendasar dari suatu media yang bermuatan ideologis-politis. Dalam hal ini sumber hukum fundamental adalah: 1). Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan)

2). TAP MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia

3). Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

4). Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

5). Deklarasi Umum tentang Hak Asasi Manusia (General Declaration on Human Rights)

b. Hukum media fungsional

Yaitu sumber-sumber hukum media yang berisi peraturan perundang-undangan yang mengatur atau menjabarkan penggunaan atau fungsi dari hukum media fundamental. Sumber hukum fungsional di Indonesia adalah sebagai berikut:

1). Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers 2). Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran


(32)

3). Undang-Undang No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman

4). Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit 5). Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2005 tentang

Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik 6). Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2005 tentang Lembaga

Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia

7). Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia

8). Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 15 tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frekuensi Modulation) jo Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 15 tahun 2004

9). Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 27 tahun 2004 tentang Penetapan dan Tata Cara Pengalihan Kanal Frekuensi Radio bagi Penyelenggara Radio Siaran FM (Frekuensi Modulation)

10). Keputusan Menteri No. KM. 76 tahun 2003 tentang Master Plan Televisi Siaran Analog pada Pita Ultra High Frekuensi 11). Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi No.


(33)

Pengalihan Kanal Frekuensi Radio bagi Penyelenggara Radio Siaran FM (Frekuensi Modulation).

12). Surat Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) No. 009/SK/KPI/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)

c. Hukum media struktural

Yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang suatu sektor tertentu yang tidak secara langsung mengatur tentang media, namun peraturan hukum itu secara materiil berdampak bagi kehidupan media massa, secara langsung atau tidak langsung. Yang termasuk dalam kelompok hukum media struktural yaitu:

1). Undang No. 1 tahun 1940 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2). Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi

3). Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

4). Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

5). Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

6). Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 7). Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan


(34)

9). Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah75

Dalam penerapannya, hukum media struktural bila dianggap perlu bisa dibuat ketentuan khusus berkaitan dengan bidang media. Ketentuan tersebut akan menjadi peraturan lex specialis dari ketentuan dalam hukum media struktural. Maka selanjutnya bila muncul peraturan lex specialis baru mengenai media, maka ketentuan tersebut akan masuk dalam penggolongan hukum media fungsional.76

Media massa kini tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari sebab media massa sudah menjadi kebutuhan hidup, baik media cetak maupun elektronik. Media massa yang kini digunakan oleh masyarakat bentuknya semakin beragam. Dalam dunia jurnalistik, media dikategorikan kedalam tiga jenis

C. Bentuk-Bentuk Media Massa

77

1. Media Cetak

, antara lain:

Jenis media cetak yang beredar di masyarakat sangat beragam. Jenis media cetak dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Surat Kabar

Surat kabar adalah media cetak yang diterbitkan secara berkala yang berupa lembaran-lembaran kertas yang relatif lebar dan tidak dijilid.78

75

Ibid.,

76

Ibid., hal 160

77

Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 27

78

Hari Wiryawan, Op. Cit., hal 62


(35)

surat kabar merupakan media massa cetak yang paling tua jika dibandingkan dengan media massa cetak lainnya, seperti majalah atau tabloid.79 Surat kabar adalah media cetak yang berisi berita, informasi, ataupun pendidikan yang terbit setiap hari, kecuali pada hari-hari tertentu seperti libur nasional. Berdasarkan daya edarnya, jenis-jenis surat kabar dapat digolongkan menjadi surat kabar internasional, nasional, dan lokal.80

b. Majalah

Majalah adalah media komunikasi yang menyajikan informasi (fakta dan peristiwa) secara lebih mendalam dan memiliki nilai aktualitas yang lebih lama.81 Majalah disebut juga bentuk lain dari media massa cetak yang memiliki segmentasi pasar tertentu.82

2. Media Elektronik Terbagi menjadi: a. Radio

Radio adalah buah perkembangan teknologi yang memungkinkan suara ditransmisikan secara serempak

79

Paryati Sudarman, Op. Cit., hal 10

80

Ibid., hal 11

81

Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 29

82


(36)

melalui gelombang radio di udara.83 Satu-satunya cara yang diandalkan radio untuk menyampaikan pesan adalah bunyi (sound).84 Radio tidak dilengkapi dengan kemampuan untuk menyampaikan pesan lewat gambar sehingga untuk membayangkan kejadian sesungguhnya, orang pada dasarnya menggunakan teater imajinasinya sendiri.85 Musik menjadi unsur yang tidak terpisahkan dari radio, bahkan untuk radio yang bersifat nonmusik.86

b. Televisi

Radio dan televisi termasuk media elektronik, sedangkan surat kabar termasuk media cetak karena menggunakan alat cetak (press).87 Radio dan televisi menggunakan media yang menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang.88

Perkembangan internet di Indonesia memang seperti tidak terduga sebelumnya. Beberapa tahun yang lalu internet hanya dikenal oleh sebagian kecil orang yang mempunyai minat di bidang komputer. 3. Media online

83

Santi Indra Astuti, Jurnalisme Radio, Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2008, hal 39

84

Ibid., hal 40

85

Ibid.,

86

Ibid., hal 46

87

Helena Olii, Berita dan Informasi, Jurnalistik Radio, Indeks, Jakarta, 2007, hal 178

88


(37)

Namun, dalam tahun-tahun terakhir ini penggunaan jasa internet meningkat secara sangat pesat, meski ada pendapat yang mengatakan bahwa kebanyakan pengguna internet di Indonesia baru sebatas untuk hiburan dan percobaan.89

Jaringan internet terdiri dari LAN (local area network atau jaringan wilayah lokal), menghubungkan dua atau lebih komputer, biasanya berada dalam suatu gedung yang sama, dan WAN (wide area network), menghubungkan beberapa LAN pada lokasi yang berbeda.90

Berbagai informasi bisa didapatkan di internet, mulai dari informasi ekonomi, bisnis, pendidikan, hiburan, dan lain-lain.91

Bagi media cetak, sebagian besar fungsi-fungsi yang dijalankan oleh media cetak dijalankan oleh pers, karena bagian terbesar media cetak adalah hasil karya pers yang disebut dengan karya jurnalistik.

D. Fungsi dan Peranan Media Massa dalam Masyarakat

92

Berdasarkan Pasal 3 UU Pers, dikatakan bahwa fungsi pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.93

89

Asril Sitompul, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di

Cyberspace), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 1

90

Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya, Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2012, hal 394

91

Asril Sitompul, Op. Cit., hal 7

92

Hari Wiryawan, Op. Cit., hal 62

93

Prija Djatmika, Op. Cit., hal 11


(38)

Dalam konteks komunikasi, pers merupakan media massa yang berfungsi menyalurkan dan memperlancar sampainya pesan komunikasi kepada komunikan atau khalayak.94

Apa yang disiarkan oleh pers merupakan bimbingan cara berpikir bagi masyarakat yang belum memiliki kemampuan cara berpikir demikian. Ini berarti pula pers merupakan pelaksanaan mendidik untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat dan bangsanya.

2. Pes sebagai media pendidikan

95

Fungsi hiburan dari komunikasi yang dilaksanakan media massa pada umumnya dapat merangkap sekaligus sebagai sarana pelajaran dalam banyak bidang.

3. Pers sebagai media hiburan dan kontrol sosial

96

Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik.97 Mereka juga menceritakan kisah yang lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak terlalu penting.98

Sedangkan fungsi kontrol pers adalah masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan. Pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan tidak berjalan baik.99

94

Kustadi Suhandang, Op. Cit., hal 96

95

Ibid., hal 98

96

Andi Baso Mappatoto, Op. Cit., hal 7

97

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Op. Cit.,, hal 28

98

Ibid., hal 28

99

Ibid., hal 27

Oleh karena salah satu fungsi pers adalah melakukan kontrol sosial, maka pers sering berperan sebagai anjing penjaga (watch


(39)

dog). Pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segala sesuatu yang menurutnya tidak beres dalam segala bidang persoalan.100

Peran media massa dalam pembangunan nasional merupakan agen pembaharu. Peran yang dapat dilakukannya berupa pembentukan pendapat masyarakat (umum) dalam mempercepat proses peralihan ke arah yang lebih baik. Utamanya, peralihan dari kebiasaan yang dapat menghambat pembangunan ke sikap baru yang tanggap pada pembaharuan.

4. Pers sebagai media yang memperjuangkan keadilan dan kebenaran

101

Dalam UU Pers dijelaskan bahwa media mempunyai peranan untuk melakukan kontrol sosial, pengawasan untuk mencegah terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan.102

100

Prija Djatmika, Op. Cit., hal 13

101

Mondry M., Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hal 84

102

Aidir Amin Daud, Membangun Optimalisasi Kebebasan Pers di Tengah Konservatisme

Penegakan Hukum, Jurnal Ilmiah Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, vol. 2 No. 2,

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2008, hal 19

Pasal 6 UU Pers dinyatakan pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut:

a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;

b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum;

c. Menegakkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;

d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;


(40)

e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.103

Karena pengaruhnya terhadap massa dalam membentuk opini publik, maka media massa disebut sebagai kekuatan keempat atau the fourth estate disamping kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolut.104 Konsep the fourth estate berpandangan bahwa media massa melakukan pelayanan dan komunikasi dengan publik secara rutin, setiap hari. Sementara politisi berkomunikasi dengan konstituennya hanya secara periodik dengan rentang waktu yang lama. Karena itu, adalah wajar bila media massa dianggap sebagai wakil dari masyarakat yang harus diakui oleh pemerintah.105

1). Institusi pencerahan masyarakat, melalui perannya sebagai media edukasi. Bagi masyarakat, pers adalah watcher, teacher, and forum (pengamat, guru, dan forum). Pers setiap hari melaporkan berita, memberikan tinjauan atau analisis atas berbagai peristiwa dan kecenderungan yang terjadi, serta ikut berperan dalam mewariskan Media massa harus bertindak sebagai institusi yang berperan sebagai agent of change yang menjadi lembaga pelopor perubahan masyarakat. Dalam menjalankan paradigma utama media massa tersebut maka media massa berperan sebagai berikut:

103

Edy Susanto, Mohammad Taufik Makarao, dan Hamid Syamsudin, Hukum Pers di

Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal 54

104

Haris AS Sumadiria, Op. Cit., hal 33

105


(41)

nilai-nilai luhur universal, nilai-nilai dasar nasional, dan kandungan budaya-budaya lokal dari satu generasi ke generasi berikutnya secara estafet.106

2). Menjadi media informasi kepada masyarakat. Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi informatif yaitu merupakan fungsi memberi informasi melalui berita secara teratur kepada khalayak. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak dan kemudian menulisnya.107

3). Media massa sebagai media hiburan. Media massa harus mampu menjadi wahana rekreasi yang menyenangkan dan menghibur bagi masyarakat dengan menyajikan hiburan serta juga berperan sebagai institusi budaya dimana dengan adanya media massa diharapkan dapat mengembangkan kebudayaan kepada masyarakat dan mencegah berkembangnya budaya dari luar yang bersifat negatif yang akan merusak moral bangsa.108

Pers sebagai lembaga masyarakat yang bekerja sebagai produsen jurnalistik, juga merupakan media komunikasi massa yang menjembatani kelancaran masyarakat dalam memahami segala peristiwa yang terjadi di alam semesta ini.109

106

Haris AS. Sumadiria, Op. Cit., hal 33

107

Mondry M, Op. Cit., hal 80

108

H.M Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hal 85

109


(42)

BAB III

PEMUATAN BERITA DALAM MEDIA CETAK

A. Kebebasan Pers di Indonesia Menurut Undang-Undang Pers

Hukum pers di Indonesia dalam arti, atau dalam kaitannya dengan perundang-undangan mengenai pers, maka akan dimulai dengan Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers (yang selanjutnya disebut UU KKPP). Kemudian UU ini ditambah dan menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1967 tentang Penambahan UU KKPP (yang selanjutnya disebut UU Penambahan KKPP). Perkembangan selanjutnya ialah UU Penambahan KKPP diubah menjadi Undang-Undang No. 21 tahun 1982 tentang Perubahan atas UU KKPP sebagaimana telah diubah dengan UU Penambahan KKPP. Terakhir, UU Perubahan KKPP diganti dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1999 tentang Pers yang selanjutnya disebut sebagai UU Pers.110

Kebebasan pers adalah kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi seluas-luasnya, kebebasan untuk dapat memilih media sesuai dengan minat dan aspirasi mereka, serta kebebasan untuk dapat menyalurkan pendapat, kritik, dan keluhan mereka melalui media pers.111

110

Edy Susanto, Mohammad Taufik Makarao, dan Hamid Syamsudin, Op. Cit., hal 1

111

Atmakusumah, Op. Cit., hal 13

Kebebasan atau kemerdekaan pers sesungguhnya merupakan bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi serta kebebasan memperoleh dan menyampaikan informasi bagi kepentingan khalayak itu sendiri, sebagaimana yang dijamin dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. 17 tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu pada


(43)

Pasal 19, 20, dan 21.112 Kebebasan pers, seperti juga kebebasan berekspresi, merupakan upaya manusia atau wartawan dan pengelola media dalam hal menyangkut profesi pers untuk menghimpun dan menyiarkan informasi serta pendapat seluas dan sedalam mungkin.113 Upaya pers dalam pencarian dan penyebaran informasi serta pendapat dijamin oleh UU Pers, antara lain dalam Pasal 4 ayat 3 dinyatakan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.114 Indonesia dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 menetapkan kebebasan berbicara dan berserikat diatur dengan UU, dan UU itu adalah UU KKPP (sebagaimana telah diubah menjadi UU Pers) dan UU No. 21 tahun 1982 tentang Perubahan UU KKPP, yang berarti kebebasan menyatakan pendapat berupa kontrol, kritik, dan koreksi dibolehkan di negara ini.115

Situasi kebebasan pers di Indonesia saat ini, bedanya seperti langit dan bumi jika dibandingkan dengan kebebasan pers era Orde Baru.116 Pada suatu masa tertentu media massa amat bebas melaksanakan peran dan fungsinya, namun pada masa lainnya media massa dibatasi perannya, bahkan seolah-olah “ditentukan” oleh penguasa.117

112

Ibid., hal 359

113

Ibid., hal 385

114

Ibid.,

115

Andi Baso Mappatoto, Op. Cit., hal 82

116

Tjipta Lesmana, Pencemaran Nama Baik dan Kebebasan Pers antara Indonesia dan

Amerika, Erwin Rika Press, Jakarta, 2005, hal 189

117

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Op. Cit., hal 154

Tidak dapat dipungkiri, sejak era reformasi bergulir, jurnalistik mengalami perkembangan yang pesat dalam satu dekade terakhir. Pasca reformasi yang melanda Indonesia pada tahun 1998, jurnalistik telah mencapai puncak


(44)

kebebasan.118 Tanpa mengurangi kehebatan dan kualitas media massa pada era orde baru, momentum berkembangnya jurnalistik dan media massa di Indonesia dapat dikatakan terjadi para era reformasi, setelah tahun 1998.119

Berita adalah sebuah laporan atau pemberitahuan mengenai terjadinya sebuah peristiwa atau keadaan yang bersifat umum dan baru saja terjadi yang disampaikan oleh wartawan di media massa.

B. Pengaturan dan Standar Pemuatan Berita di Media Cetak

120

Dari segi etimologis, berita sering disebut juga dengan warta. Warta berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “vrit” atau “vritta”, yang berarti kejadian atau peristiwa yang telah terjadi. Persamaan dalam bahasa Inggris dapat dimaknakan dengan “write”.121 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat tentang suatu peristiwa, fakta, atau hal yang baru, menarik dan perlu diketahui oleh masyarakat umum.122

Seorang wartawan dalam penulisan berita bukanlah sekadar mencurahkan isi hati, melainkan harus memperhatikan anatomi berita. Sebuah berita ditulis dalam bentuk piramida terbalik (inverted pyramid) yang merupakan kebalikan dari literary form (bentuk cerita).123

118

Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 6

119

Ibid., hal 7

120

Husnun N. Djuraid, Panduan Menulis Berita, UMM Press, Malang, 2009, hal 9

121

Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 46

122

Paryati Sudarman, Op. Cit., hal 76

123

Hasan Asy’ari Oramahi, Jurnalistik Radio, Kiat Menulis Berita Radio, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hal 44

Pola penulisan dalam ilmu jurnalistik teknik piramida terbalik menekankan pada cara menulis berita yang menempatkan berita yang terpenting pada bagian akhir. Urut-urutan dalam sistem piramida terbalik, informasi berita tersusun dari yang sangat penting, penting, kurang penting, dan


(45)

tidak penting (mengerucut ke bawah).124 Dalam ilmu jurnalistik dapat diringkas dengan istilah 5 W + 1 H (What, Where, Who, When, Why + How), atau Apa, Dimana, Siapa, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana.125 Pola piramida terbalik itu mengisyaratkan bahwa bagian terpenting dari peristiwa, pendapat, dan masalah langsung ditulis dalam alinea pertama dan sedapat mungkin menjawab kata tanya 5 W + 1 .126 Secara garis besar, berita sebagai sajian pers berproses melalui tahapan-tahapan tertentu. Dalam tahapan-tahapan ini pulalah, yang nantinya perlu disesuaikan dengan kondisi setempat.127

1. Kejadian atau peristiwa sampai ke reporter.

Tahapan suatu berita dari reporter sampai dengan tersaji dalam bentuk informasi tercetak adalah:

Di ruang pemberitan, pembuatan berita diawali oleh wartawan yang menyusunnya menjadi sebuah naskah berita. Berbagai redaktur mengolahnya. Pemimpin redaksi, walau tidak ikut di dalam detil-detil pembuatan berita, menjadi pengontrol dan penanggungjawab.128

2. Reporter memeriksa apakah kejadian itu benar-benar fakta. Jika bukan fakta maka akan dibuang dan jika fakta maka akan naik kepada tahap selanjutnya.

Aturan pertama yang harus tetap diingat ialah jangan pernah menerima suatu informasi atau keterangan begitu saja, alias menelan mentah-mentah (take everything for granted, tapi check and recheck).

124

Paryati Sudarman, Op. Cit., hal 89

125

Nurudin, Op. Cit., hal 64

126

Andi Baso Mappatoto, Op. Cit., hal 88

127

Samsul Wahidin, Op. Cit., hal 132

128

Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 197


(46)

Meskipun begitu, penafsiran tetap merupakan bagian penting dari laporan.129

3. Reporter kemudian menimbang apakah fakta tersebut mempunyai nilai berita. Nilai berita adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting untuk diliput. Apabila tidak ada maka dibuang, dan apabila ada maka lanjut kepada tahap empat. Dalam kaitan cara pandang reporter suatu fakta atau peristiwa yang layak menjadi berita, diperlukan beberapa indikator sebagai pijakannya, yang terdiri atas:

a. Aspek lokalitas berita yang mengacu pada jauh dekatnya lokasi dan sifat fakta/peristiwa;

b. Aspek dampak berita yang mengacu pada seberapa besar dampak fakta/peristiwa tersebut bagi masyarakat;

c. Aspek ketertarikan yang mengacu pada daya tarik yang ditimbulkan fakta/peristiwa terhadap masyarakat;

d. Aspek keterlibatan yang mengacu pada banyak tidaknya orang yang terlibat dalam fakta/peristiwa;

e. Aspek kebaruan yang mengacu pada baru atau tidaknya orang yang terlibat dalam fakta/peristiwa.130

4. Reporter menilai fakta yang memiliki nilai berita tersebut fit to print (layak untuk dicetak) atau tidak. Apabila tidak maka disimpan dahulu di arsip, dan apabila layak maka lanjut ke tahap lima.

129

Hasan Asy’ari Oramahi, Op. Cit., hal 51

130


(47)

Disini kriteria kelayakan berita diuji. Kriteria kelayakan berita merupakan tolak ukur suatu fakta atau peristiwa dinilai layak menjadi berita.131

a. Berita harus penting dan memberikan dampak langsung pada kehidupan bermasyarakat.

Untuk menentukan layak atau tidak suatu berita untuk dipublikasikan maka ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan, antara lain:

b. Berita harus aktual, dalam artian bahwa berita tersebut belum lama terjadi dan masih menjadi pembicaraan yang hangat di masyarakat.

c.Berita harus memuat hal yang bersifat unik dan khas.132

5. Pada tahap ini, fakta yang memiliki nilai berita serta fit to print disusun untuk dimuat di surat kabar ataupun disiarkan di televisi dan radio.

Disini dilakukan tahap yang dinamakan dengan penyuntingan berita atau yang sering disebut dengan editing. Dalam dunia jurnalistik, proses editing dapat dilakukan oleh jurnalis itu sendiri atau oleh seorang editor yang mempunyai tugas khusus untuk melakukan penyuntingan terhadap naskah berita sebelum naik cetak.133

131

Ibid., hal 73

132

Ibid., hal 74

133

Ibid., hal 86

Kegiatan penyuntingan atau editing berita dapat pula dilakukan dengan melakukan berbagai tahapan sebelum berita disajikan, yang terdiri atas:


(48)

a. Memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual; b. Menghindari kontradiksi dan memperbaiki berita;

c. Memperbaiki kesalahan ejaan (tanda baca dan tata bahasa); d. Menyesuaikan gaya bahasa dengan gaya bahasa surat kabar

yang bersangkutan;

e. Meringkas berita agar memiliki kejelasan makna;

f. Menghindari pemakaian bahasa yang negatif (bad taste) dan bermakna ganda;

g. Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi (subjudul); h. Menemukan judul yang menarik;

i. Membuat keterangan gambar (caption); j. Mengecek berita yang tercetak.134

Untuk menyiasati kelemahan wartawan dalam menggambarkan sebuah peristiwa melalui tulisan, diperlukan peran seorang redaktur. Redaktur tidak hanya berperan menyunting kalimat dalam berita yang dibuat wartawan, tetapi juga mempunyai peranan penting sebagai pembimbing dan pendamping dalam menuliskan berita.135

6. Setelah berita rampung dan siap untuk dicetak maka dimulailah proses pencetakan.

Percetakan merupakan unit kerja dimana naskah yang akan diterbitkan dicetak. Adapun proses pencetakannya merupakan metode pembuatan bentuk-bentu huruf dan gambar. Pencetakan merupakan

134

Ibid., hal 87

135


(49)

karya yang menampilkan pengetahuan dimana setiap orang bisa membacanya. Melalui karya tersebut disuguhkan fakta dan ide-ide dalam bentuk yang bagus dan permanen.136

Proses kerja unit percetakan dimulai dengan menerima order cetak yang sudah jadi, artinya order percetakan koran atau majalah diterima dalam bentuk sudah selesai layout.137 Itu sebabnya semua penerbitan pers baik yang memiliki percetakan sendiri maupun yang mencetakkan pada penerbitan lain harus mengelola penerbitannya itu sampai selesai proses layout.138 Semua isi dari penerbitan pers tersebut adalah tanggungjawab dari penerbitannya sendiri, yang artinya pihak percetakan tidak bertanggungjawab terhadap isi penerbitannya.139

7. Surat kabar yang telah selesai dicetak kemudian ditangani oleh bagian sirkulasi yang akan mendistribusikannya.

8. Pada akhirnya surat kabar sampai kepada tangan pembaca.140

C. Struktur Organisasi Media Cetak

Pada media lokal sampai media nasional, setiap medium pers pasti memiliki organisasi manajemen tertentu. Pengorganisasian kerja media pers tidak hanya memproduksi kerja berupa berita, melainkan juga mencakup pekerjaan administrasi perusahaan, teknis percetakan atau produksi siaran dan atau

136

Kustadi Suhandang, Op. Cit., hal 79

137

Septiawan Santana, Op. Cit., hal 190

138

Ibid.,,

139

Ibid.,

140


(50)

elektronis, serta penjualan atau pemasaran dan pencarian pemasukan uang dari iklan.141

Staf dari manajemen media pemberitaan memang memiliki kelainan dibanding perusahaan biasa. Kompleksitasnya tergantung dari keberadaan masing-masing media pers dalam menjual produk informasinya kepada masyarakat. Semakin besar jumlah eksemplar yang diproduksinya, atau jangkauan khalayak pemirsa semakin besar biasanya kerja manajerial yang berlangsung dan semakin kompleks pula organisasi manajemennya.142 Pada umumnya, secara garis besar, organisasi kerja perusahaan pers dibagi dalam dua divisi, yakni divisi perusahaan dan divisi redaksi.143

1. Pimpinan Umum

Harian Waspada adalah badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas dimana saham-saham perusahaan dimiliki oleh orang-orang yang masih memiliki hubungan kekeluargaan. Strukur organisasi di Harian Waspada menganut bentuk organisasi fungsional dimana wewenang dari pimpinan umum dilimpahkan pada satuan-satuan dibawahnya dan pimpinan satuan dengan bidang tertentu dimana ia dapat memerintah dan meminta pertanggungjawaban dari semua pimpinan satuan pelaksanaan yang ada sepanjang masih berkaitan dengan bidang kerjanya. Untuk lebih lengkapnya penulis menguraikan organisasi PT. Harian Waspada dan tugas-tugasnya sebagai berikut:

Pada struktur organisasi PT. Harian Waspada, jabatan tertinggi dipegang oleh pimpinan umum. Ia bertanggungjawab sepenuhnya terhadap isi berita,

141

Septiawan Santana, Op. Cit., hal 186

142

Ibid.,

143


(51)

menentukan kebijakan-kebijakan, serta menetapkan keputusan, memberikan peraturan-peraturan mengenai tata tertib, dan memberikan kebijakan serta bimbingan.

Pimpinan umum adalah jabatan yang mengurus segala kegiatan media, baik bidang redaksional maupun bidang usaha. Ia menjadi penghubung kebijakan para pemilik media dengan segala jajaran jabatan dan pekerja yang ada di media tersebut.144 Pimpinan umum bertanggungjawab secara penuh terhadap maju mundurnya perusahaan yang dipimpinnya. Dia memiliki kekuasaan yang luas dalam mengambil kebijakan, menentukan arah perkembangan penerbitan, dan memperhitungkan laba/rugi perusahaan.145 Dalam menjalankan dan mengembangkan perusahaan pers, pimpinan umum memegang kendali terhadap bidang redaksi, bidang usaha, dan bidang percetakan.146 Dengan adanya tiga bidang tersebut maka dibawah pimpinan terdapat dua pimpinan lagi; meliputi pimpinan redaksi yang bertanggungjawab terhadap isi yang diterbitkan media cetak, dan pimpinan perusahaan yang bertanggungjawab terhadap kegiatan usaha dari perusahaan media massa tersebut.147

Bagian redaksional merupakan bagian yang mengurus pemberitaan. Bagian yang dipimpin oleh seorang Pimpinan Redaksi ini bertanggungjawab atas pekerjaan yang terkait dengan pencarian dan

Untuk selanjutnya akan penulis jabarkan sebagai berikut:

a. Pimpinan Redaksi

144

Septiawan Santana, Op. Cit., hal 187

145

Mondry M, Op. Cit., hal 123

146

Ibid.,

147


(52)

pelaporan berita.148 Ia menjadi kepala di bagian editorial, atau ruang pemberitaan. Ia bertanggungjawab atas isi redaksional media. Ia menerima langsung hasil kerja redaksional berbagai redaktur yang dipimpinnya.149

Pimpinan redaksi memiliki tugas utama mengendalikan kegiatan keredaksian di perusahaan media cetak, meliputi penyajian berita, penentuan liputan, pencarian fokus pemberitaan, penentuan topik, pemilihan berita utama (headline) dan berita pembuka halaman (opening news), menulis sendiri atau menugaskan orang penulis tajuk rencana (editorial), dsb.150

Bertugas dalam penyelenggaraan khusus

bidang deks berita kota, yaitu berita-berita yang diperoleh di ruang lingkup Kotamadya Medan dan sekitarnya. Bagian ini bertindak sebagai koordinator reporter kota di bidang penulisan berita serta foto-fotonya dan

Dibawah pimpinan redaksi terdapat: 1). Wakil Pimpinan Redaksi I

2). Wakil Pimpinan Redaksi II Bijakstrat a). Redaktur Berita

(1). Redaktur Kota

148

Septiawan Santana, Op. Cit., hal 188

149

Ibid., hal 191

150


(53)

meneliti kemudian menilai semua tulisan yang berisi liputan para reporter kota.

(2). Redaktur Sumut

Bergerak dalam penyelenggaraan khusus di bidang Sumatera Utara yang bertindak selaku koordinator koresponden daerah yang setiap harinya menerima dan menyeleksi berita-berita maupun foto-foto yang dianggap baik dan tepat untuk diberitakan.

(3). Redaktur NAD

Bertugas dalam memasok berita-berita

tentang daerah yang jauh dari kantor media massanya namun masih berada dalam wilayah dimana surat kabar nya berada.

(4). Redaktur Nasional

Bergerak dalam penyelenggaraan khusus bidang berita bersifat nasional. Menerima surat atau berita yang dikirimkan dari Jakarta melalui press-copy atau fax.

b). Redaktur Internasional

Bergerak dalam penyelenggaraan khusus bidang internasional, yaitu berita-berita yang diperoleh dari


(54)

TELEX, UPI, Buletin Antara, Radio Foto, maupun media internasional lainnya.

c). Redaktur Ekonomi

Bergerak dalam penyelenggaraan khusus menggarap naskah berita tentang kejadian-kejadian ekonomi. d). Redaktur Olahraga

Bergerak dalam penyelenggaraan khusus di bidang olahraga dimana bagian ini akan selalu berhubungan dengan para reporter ataupun koresponden khusus bidang olahraga.

e). Redaktur Features f). Redaktur SMW

Yaitu siaran mingguan waspada dimana bagian ini bergerak di bidang redaktur khusus hari minggu. Redaktur SMW ini bekerja pada hari sabtu untuk menyiapkan berita yang akan dimuat pada hari minggu.

3). Wakil Pimpinan Redaksi III Mutu & SDM a). Tim Tajuk

Bergerak dalam penyelenggaraan khusus pengisian halaman pendapat. Tajuk rencana berisi pandangan redaksi terhadap peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan pada saat surat kabar itu diterbitkan.


(55)

Tajuk rencana biasanya dibuat tidak terlalu panjang dan hanya dibuat dalam satu kolom saja.

b). Redaktur Opini

(1). Ia adalah orang yang membidangi halaman opini.

(2). Ia biasanya mengerjakan tajuk rencana, yang mencerminkan sikap media terhadap berbagai kejadian aktual di masyarakat.

(3). Ia memilah-milah kiriman artikel para penulis lepas.

(4). Ia juga mengontak para kolumnis yang dipilihnya, atau direncanakan redaksi, untuk menuliskan sebuah soal kemasyarakatan. (5). Ia menjadi penjaga gawang perbedaan fakta

(di dalam berita yang dilaporkan wartawan) dan opini (di dalam artikel yang menyampaikan pemikiran para penulis).151

Bergerak dalam penyelenggaraan khusus di bidang agama yang bertugas untuk membuat tulisan-tulisan keagamaan dan secara rutin selalu berhubungan dengan para penulis maupun penyumbang tulisan yang bersifat keagamaan.

c). Desk Agama

151


(56)

d). Humas Litbang

Bertugas dalam bidang pembinaan hubungan dengan pihak luar/masyarakat, baik pemerintah maupun non-pemerintah termasuk penerimaan tamu pimpinan, sebagai pendamping ataupun mewakili pimpinan. Secara rutin membantu pimpinan dalam bidang penelitian dan pengembangan media cetak, meneliti serta mendata bidang pembinaan personalia redaksi, bersama dengan staff senior lainnya, melakukan penelitian terhadap semua karangan, tulisan, artikel, dan laporan khusus yang berisi pendapat/opini penulis sebelum diterbitkan, serta melakukan kontrak dengan pihak luar baik menyangkut pihak promosi maupun redaksional.

e). Sekretariat Redaksi

Secara umum bertanggungjawab sepenuhnya atas kelancaran arus kerja di lingkungan staf redaksi Harian Waspada dan berkewajiban menguasai pekerjaan di bidang sekretariatan redaksi beserta personilnya serta melayani para redaktur dan staf redaksi Harian Waspada. Secara rutin memeriksa dan memantau pelaksanaan tugas para personil sekretariat redaksi, dan apabila diperlukan dalam


(57)

situasi mendesak dapat membantu tugas salah satu personil sekretariat. Berkewajiban memeriksa dan meneliti kas-bon dan honor maupun bukti pembayaran lainnya secara cermat sehingga tidak merugikan perusahaan maupun pihak penerimanya. Berkewajiban memberi dan menerima pengarahan kepada seluruh personil sekretariat redaksi sehingga terjalin sistem kerja yang harmonis dengan tidak mengabaikan disiplin dalam kerja serta bertanggungjawab sepenuhnya dalam meneliti dan membuat setiap surat keluar dan yang akan ditandatangani oleh pimpinan, seperti tanggal dan nomor surat diterbitkan, nama/jabatan/alamat yang dituju, perihal surat berupa isi dan materi, bentuk/penutup surat serta tandatangan dan stempel, dan daftar distribusi surat sesuai dengan materinya. f). Personil Non Dept

Yaitu para pekerja diluar bagian redaksional seperti petugas kebersihan (cleaning service).

b. Pimpinan Perusahaan

Yaitu menjalankan sebuah fungsi yang menekankan pada pengaturan struktur dan mekanisme kerja organisasi untuk mempertahankan keberlangsungan perusahaan. Fungsi perusahaan ini lebih fokus


(58)

dalam menjalankan fungsi operasional keredaksian media massa dalam menjalankan bisnis media, seperti strategi perusahaan media, menghitung rugi-laba, biaya operasional perusahaan dan karyawan, dan administrasi umum perusahaan.152

Percetakan bertugas memoles produk jurnalistik dari segi grafik-estetika menjadi bentuk cerita, komentar, artikel, dan iklan dalam suratkabar, majalah, buletin, dan sebagainya, yang benar-benar diharapkan bisa diminati dan dinikmati khalayak.

Terdiri atas:

1). Kepala Bagian Perkantoran 2). Kepala Departemen Percetakan

153

152

Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 120

153


(59)

(60)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERDATA MEDIA CETAK DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA AKIBAT MEMUAT BERITA YANG

SALAH

A. Pertanggungjawaban dalam Hukum Perdata

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang-undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sebagai berikut:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.”154

a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Dalam ilmu hukum dikenal tiga kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Maka model tanggung jawab hukum nya adalah sebagai berikut:

154


(61)

b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata.

c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata.155

“Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.”

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja atau tidak disengaja karena lalai. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1366 KUHPerdata sebagai berikut:

156

155

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum diatas merupakan tanggung jawab perbuatan melawan hukum secara langsung. Selain itu dikenal juga perbuatan melawan hukum secara tidak langsung menurut Pasal 1367 KUHPerdata sebagai berikut:

1). Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya;

2). Orangtua dan wali bertanggungjawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orangtua atau wali;

3). Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya;

156


(1)

4. Bagi masyarakat agar lebih memperhatikan isi dan kemasan dari media massa agar media massa tidak berbuat semaunya dengan tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan dan peraturan yang berlaku terhadapnya.

5. Bagi pihak yang ingin menyelesaikan sengketa terkait pemberitaan pers maka sepatutnya mengikuti mekanisme yang telah disediakan oleh UU Pers dan Dewan Pers, namun sebaiknya penyelesaiannya dengan menggunakan hak jawab sebab urusan jurnalistik mestinya diselesaikan secara jurnalistik pula.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdullah, Aceng, Press Relation, Kiat Berhubungan dengan Media Massa, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004

Adji, Oemar Seno, Perkembangan Delik Pers di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1991.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009 Ardianto, Elvinaro, dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa

Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2004

Armada, Wina, Menggugat Kebebasan Pers, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993

Astuti, Santi Indra, Jurnalisme Radio, Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2008

Atmakusumah, Tuntutan Zaman Kebebasan Pers dan Ekspresi, Spasi & VHR Book, Jakarta, 2009

Baran, Stanley J, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya, Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2012

Basuki, Wishnu, Pers dan Penguasa: Pembocoran Pentagon Papers dan Pengungkapan Oleh New York Time, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995


(3)

Bungin, H.M Burhan, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006

Daud, Aidir Amin, Membangun Optimalisasi Kebebasan Pers di Tengah Konservatisme Penegakan Hukum, Jurnal Ilmiah Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, vol. 2 No. 2, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2008

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990

Djatmika, Prija, Strategi Sukses Berhubungan dengan Pers dan Aspek-Aspek Hukumnya, Bayumedia Publishing, Malang, 2004

Djuraid, Husnun N, Panduan Menulis Berita, UMM Press, Malang, 2009 Herdiansyah, Haris, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai

Instrumen Penggalian Data Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta, 2013 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 2009 Kusumaningrat, Hikmat, dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori

dan Praktek, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2005

Lesmana, Tjipta, Pencemaran Nama Baik dan Kebebasan Pers antara Indonesia dan Amerika, Erwin Rika Press, Jakarta, 2005

M, Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008

Mappatoto, Andi Baso, Siaran Pers, Suatu Kiat Penulisan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993


(4)

Muis, A, Jurnalistik, Hukum, dan Komunikasi Massa: Menjangkau Era Cybercommunication Milenium Ketiga, Dharu Anuttama, Jakarta, 1999

Nurudin, Komunikasi Massa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003

Olii, Helena, Berita dan Informasi, Jurnalistik Radio, Indeks, Jakarta, 2007 Oramahi, Hasan Asy’ari, Jurnalistik Radio, Kiat Menulis Berita Radio,

Erlangga, Jakarta, 2012

Pandjaitan, Hinca IP, Gunakan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan Kewajiban Koreksi Anda, Ombudsman Memfasilitasinya, Temprina Media Grafika, Surabaya, 2004

Rivers, William L, Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern, Edisi Kedua, Kencana, Jakarta, 2003

Sadono, Bambang, Penyelesaian Delik Pers Secara Politis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993

Santana, Septiawan, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005

Sitompul, Asril, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984

Sudarman, Paryati, Menulis di Media Massa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008


(5)

Suhandang, Kustadi, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, Penerbit Nuansa, Bandung, 2010

Sumadiria, Haris AS, Bahasa Jurnalistik, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2008

---, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2006

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Susanto, Edy, Mohammad Taufik Makarao, dan Hamid Syamsudin, Hukum Pers di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010

Suwandi, Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2008

Wahidin, Samsul, Hukum Pers, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006

Wiryawan, Hari, Dasar-Dasar Hukum Media, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007

Yunus, Syarifudin, Jurnalistik Terapan, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2010

B. Internet

2014


(6)

C. Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang No. 4 tahun 1999 tentang Pers