Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

(1)

ANALISIS DAN SIMULASI KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR

KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN PADA

FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

David Oktavianus NIM : 110401100

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

i

ABSTRAK

Pemanfaatan alat penukar kalor sekarang ini semakin luas dan dapat dilihat sebagai cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas produk dengan cara memanfaatkan panas. Alat penukar kalor tabung sepusat merupakan salah satu jenis alat penukar kalor (APK) yang dimanfaatkan untuk memanaskan metanol sebagai salah satu bahan baku dalam industri pembuatan formaldehid yang nantinya akan diolah lagi menjadi berbagai macam produk seperti plastik, cat, peledak dan tekstil. Pemanfaatan alat penukar kalor tabung sepusat ini mendorong untuk dilakukannya berbagai perancangan dan penelitian alat penukar kalor yang lebih efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas tertinggi dan faktor yang mempengaruhi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat. Penelitian yang telah dilakukan dari hasil perancangan alat penukar kalor tabung sepusat dengan menggunakan variasi kapasitas fluida panas (air) yaitu 180 L/jam, 240 L/jam, 300 L/ jam dan 360 L/jam pada temperatur masuk fluida panas 40°C, 45°C, 50°C dan 55°C dengan kapasitas aliran fluida dingin (metanol) yaitu 180 L/jam, 240 L/jam dan 360 L/jam. Efektifitas tertinggi alat penukar kalor tabung sepusat untuk aliran berlawanan dari hasil perancangan yang dilakukan diperoleh 20,787 % dengan ketidakpastian pengukuran flowmeter sebesar ±2,99%. .

Kata kunci : Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat, Efektifitas, Metanol, Aliran


(15)

ABSTRACT

Today, the utilization of heat exchanger increasing widespread and it can be see as a way to increase the effectiveness and product quality with using thermal. Concentric tube heat exchanger is one of type heat exchanger that can be used to heat methanol as a substance in industry formaldehyde to produce formaldehyde and processing into any product like plastic, water paint, detonator and textiles. These utilization of concentric tube heat exchanger push many researcher to make a design and research about heat exchanger that more effectiveness. The aim of this research is to know the highest effectiveness and the factor that can affect in effectiveness of concentric tube heat exchanger. The research that have be done from the result of designed concentric tube heat exchanger with using variation of capacity hot fluid (water) is 180 L/hour, 240 L/hour, 300 L/hour and 360 L/hour with the inlet temperature hot fluid is 40°C, 45°C, 50°C and 55°C and the capacity of cold fluid (methanol) are 180 L/hour, 240 L/hour and 360 L/hour. The highest effectiveness with counter flow from the result of designed concentric tube heat exchanger is 20,787 % with the the doubtly measurement from flowmeter is about ±2,99%..

Kata kunci : Concentric Tube, Heat Exchanger, Effectiveness, Methanol,


(16)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan tingkat Strata Satu di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol) ”. Dalam penulisan skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, baik secara teknis maupun non teknis. Penulis telah berupaya keras dengan segala kemampuan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibunda Tiurlan Yuniwati yang melahirkan penulis ke dunia ini serta tidak henti memberikan kasih tanpa mengharap balas melalui doa, keringat, dan restu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini .

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, D.E.A. selaku dosen pembimbing yang sudah membimbing dan memberikan solusi dalam berbagai permasalahan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Ir. Syahrul Abda, M.Sc dan Bapak Ir. Syahril Gultom, MT selaku

dosen penguji dan pembanding yang turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

5. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU. 6. Saudara - saudara penulis, Albertus Freddyanto, Antonius, Andreas dan

Lindawati atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis


(17)

7. Hady Gunawan selaku rekan skripsi dalam menghadapi setiap masalah yang ada.

8. Keluarga Besar Teknik Mesin USU Stambuk 2011, juga rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberi bantuan dan doa.

9. Daniel C Aritonang atas bantuan dan dukungan selama kuliah dan pengerjaan skripsi.

10. Christina Turnip atas dukungan, doa, dan semangat yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Juni 2015 Penulis

David Oktavianus NIM. 110401100


(18)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latarbelakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Metodologi Penulisan ... 2

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor ... 5

2.2 Jenis Alat Penukar Kalor ... 5

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor ... 9

2.3.1 Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe) ... 11

2.3.2 Shell And Tube Heat Exchanger ... 15

2.3.3 Plate Type Heat Exchanger ... 17

2.3.4 Jacketed Vessel with coil and Stirrer ... 17

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas ... 18

2.4.1 Konduksi ... 18

2.4.2 Konveksi ... 19

2.4.3 Radiasi ... 20

2.5 Internal Flow (Aliran Dalam) ... 22

2.5.1 Aliran Di Dalam Pipa ... 22


(19)

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 25

2.7 Faktor Kotoran ... 27

2.8 Metanol ... 28

2.9 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Log Mean Temperature Difference (LMTD) ... 30

2.9.1 Aliran Paralel (Sejajar) ... 31

2.9.2 Aliran Berlawanan ... 34

2.10 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Metode keefektifan-NTU ... 37

2.11 Program Ansys 12.0 ... 43

2.11.1 Persamaan-persamaan konservasi ... 47

2.12 Visual Basic 6.0 ... 52

2.13 Persamaan yang digunakan dalam perhitungan ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...58

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 58

3.1.1 Tempat Penelitan ... 58

3.1.2 Waktu Penelitian ... 58

3.2 Metode Penelitian ... 58

3.3 Populasi dan Sampel ... 59

3.3.1 Populasi Penelitian ... 59

3.3.2 Sampel Penelitian ... 59

3.3.3 Teknik Sampling ... 61

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.5 Instrumen Penelitian ... 62

3.5.1 Bahan Penelitian ... 63

3.5.2 Alat Peneitian ... 63

3.5.3 Skema Uji Penelitian ... 68

3.5.4 Diagram Alir Penelitian ... 69

3.5.5 Proses Percobaan ... 70

3.6 Instrumen Simulasi ... 70


(20)

vii

3.6.2 Alat Simulasi ... 70

3.6.3 Diagram alir perhitungan efektifitas menggunakan visual basic 6.0 ... 71

3.6.4 Diagram alir simulasi ... 74

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN...75

4.1 Perhitungan Teoritis ... 75

4.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian ... 79

4.3 Perhitungan Dengan Simulasi ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...104

5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... xv


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Chiller ... .…6

Gambar 2.2 Kondensor ... ....6

Gambar 2.3 Cooler ... .…7

Gambar 2.4 Evaporator ... ....7

Gambar 2.5 Thermosiphon Reboiler ... …8

Gambar 2.6 Konstruksi Heat Exchanger ... …8

Gambar 2.7 Aliran double pipe heat exchanger ... …11

Gambar 2.8 Hairpin heat exchanger ... …12

Gambar 2.9 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current ... …13

Gambar 2.10 Double-pipe heat exchangers in series ... …14

Gambar 2.11 Double-pipe heat exchangers in series–parallel ... …14

Gambar 2.12 Bentuk susunan tabung ... …15

Gambar 2.13 shell and tube heat exchanger ... …16

Gambar 2.14 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent ... …17

Gambar 2.15 Jacketed Vessel With Coil And Stirrer ... …18

Gambar 2.16 Perpindahan Panas secara Konduksi ... …19

Gambar 2.17 Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa ... …20

Gambar 2.18 Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas ... …21

Gambar 2.19 Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa sepusat ... …24

Gambar 2.20 Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat ... …26

Gambar 2.21 Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Di ≈Do dan Ai ≈Ao ... …26

Gambar 2.22 Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin pada sebuah alat penukar kalor ... …31


(22)

ix Gambar 2.24 Distribusi temperatur aliran berlawanan... ... …35 Gambar 2.25 Grafik efektifitas untuk aliran sejajar ... …42 Gambar 2.26 Grafik efektifitas untuk aliran berlawanan ... …43 Gambar 2.27 Gambaran umum proses CFD ... …46 Gambar 2.28 Persamaan Konversi Momentum ... …48 Gambar 2.29 Penerapan Boundary Condition ... …50 Gambar 2.30 Flowchart simulasi CFD... …51 Gambar 3.1 Methanol... …63 Gambar 3.2 Alat penukar kalor tabung sepusat ... …63 Gambar 3.3 Agilent ... …64 Gambar 3.4 Flowmeter... …65 Gambar 3.5 Alat pengatur suhu fluida panas ... …65 Gambar 3.6 Pompa fluida panas ... …66 Gambar 3.7 Tabung sepusat ... …67 Gambar 3.8 Skema Uji Penelitian ... …68 Gambar 3.9 Diagram Alir Penelitian ... …69 Gambar 3.10 Laptop... …71 Gambar 3.11 Diagram Alir menggunakan Visual Basic 6.0 ... …72 Gambar 3.12 Program perhitungan efektifitas dengan Visual Basic 6.0 ... …73 Gambar 3.13 Diagram Alir Simulasi ... …74 Gambar 4.1 Dimensi APK tabung sepusat ... …76 Gambar 4.2 Distribusi suhu pada alat penukar kalor ... …76 Gambar 4.3 Membuka Ansys dan memilih project schematic ... …82 Gambar 4.4 Mengatur geometry ... …83 Gambar 4.5 Membuat create named selection ... 83 Gambar 4.6 Mengatur mesh ... …84 Gambar 4.7 Mengecek quality mesh dan size ... …84 Gambar 4.8 Mengatur energy pada posisi on... …85 Gambar 4.9 Mengatur viscous ... …85 Gambar 4.10 Mengatur heat exchanger ... …86 Gambar 4.11 Mengatur material yang digunakan ... …86 Gambar 4.12 Mengatur cell zone condition ... …87


(23)

Gambar 4.13 Mengatur boundary condition ... ...87 Gambar 4.14 Mengatur solution method ... …88 Gambar 4.15 Mengatur solution initialization ... …88 Gambar 4.16 Melakukan run calculation ... …89 Gambar 4.17 Melihat hasil pada report ... …89 Gambar 4.18 Melihat distribusi temperatur awal masuk fluida ... …90 Gambar 4.19 Melihat distribusi temperatur sepanjang pipa ... …90 Gambar 4.20 Melihat distribusi temperatur keluaran fluida ... …91 Gambar 4.21 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 40 °C dan 34 °C dengan kapasitas fluida dingin

180 l/jam ... … 94 Gambar 4.22 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 45 °C dan 35 °C kapasitas fluida dingin

180 l/jam ... 94 Gambar 4.23 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 50 °C dan 35 °C dengan kapasitas fluida dingin 180 l/jam………95 Gambar 4.24 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 55 °C dan 34 °C dengan kapasitas fluida dingin

180 l/jam………96 Gambar 4.25 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 40 °C dan 34 °C dengan kapasitas fluida dingin

240 l/jam……….………..96 Gambar 4.26 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 45 °C dan 34 °C dengan kapasitas fluida dingin

240 l/jam……….………..97 Gambar 4.27 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 50°C dan 36°C dengan kapasitas fluida dingin

240 l/jam……….………..97 Gambar 4.28 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 55 °C dan 32 °C dengan kapasitas fluida dingin


(24)

xi Gambar 4.29 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 40 °C dan 35 °C dengan kapasitas fluida dingin

360 l/jam………….………..98 Gambar 4.30 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 45 °C dan 34 °C dengan kapasitas fluida dingin

360 l/jam……….………..99 Gambar 4.31 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 50 °C dan 37 °C dengan kapasitas fluida dingin

360 l/jam.………..99 Gambar 4.32 Grafik efektifitas perhitungan teori, eksperimen dan simulasi

pada suhu 55 °C dan 35 °C dengan kapasitas fluida dingin

360l/jam……….………..100


(25)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Double Pipe Exchanger fittings ... 12 Tabel 2.2 Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh

didalam annulus dengan salah satu permukaan pipa isotermal

dan permukaan lainnya adiabatik ... 25 Tabel 2.3 Faktor kotoran untuk berbagai fluida ... 28 Tabel 2.4 Hubungan efektifitas dengan NTU dan c ... 42 Tabel 3.1 Variasi Parameter Sampel Penelitian keadaan I ... 59 Tabel 3.2 Variasi Parameter Sampel Penelitian keadaan II ... 60 Tabel 3.3 Variasi Parameter Sampel Peneletiain keadaan III ... 60 Tabel 4.1 Efektifitas APK Secara Teori (Metode NTU) 87 Tabel 4.2 Efektifitas APK di Lapangan ... 96 Tabel 4.3 Efektifitas APK dengan menggunakan Ansys Fluent 112 Tabel 4.4 Efektifitas APK dengan metode NTU, perhitungan di lapangan,


(26)

xiii

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN

k Konduktifitas thermal W/m.K

SATUAN

A luas penampang tegak lurus bidang m2

ΔT Perbedaan Temperatur oC

q”x Fluks Panas W/m2

μ Viskositas Dinamis N.s/m2

ρ Massa Jenis kg/m3

cp Panas Jenis Fluida J/kg.K

V Kecepatan Fluida m/s

h Koefisien Perpindahan Panas Konveksi W/m2K As Area permukaan perpindahan panas m2

Ts Temperatur Permukaan Benda oC

T∞ Temperatur lingkungan sekitar benda oC

ε Efektifitas

σ konstanta Stefan-Boltzmann W/m2.K4

Laju aliran massa fluida kg/s

Re Bilangan Reynold

� Diameter Pipa m

Dh Diameter hidrolik m

p Keliling penempang pipa m

Nu Bilangan Nusselt Pr Bilangan Prandtl

Do Diameter Luar Tabung m

Di Diameter Dalam Tabung m

Nui Bilangan Nusselt tabung Bagian Dalam Nuo Bilangan Nusselt tabung Bagian Luar

L Panjang tabung m

� Tahanan Termal m2. °C/W


(27)

Ao Luas area permukaan luar APK m2 U Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh W/m2°C

Q Laju Perpindahan Panas W

ṁc Laju aliran massa fluida dingin kg/s

ṁh Laju aliran massa fluida panas kg/s

cp,c Panas Jenis fluida dingin J/kg.K

cp,h Panas Jenis fluida panas J/kg.K

Th Suhu fluida panas °C

Tc Suhu fluida dingin °C

Th,i Temperatur fluida panas masuk °C Th,o Temperatur fluida panas keluar °C

Tc,i Temperatur fluida dingin masuk °C

Tc,o Temperatur fluida dingin keluar °C

ΔTRL Beda Suhu rata-rata logaritma °C

Cc Kapasitas Fluida Dingin W/K


(28)

i

ABSTRAK

Pemanfaatan alat penukar kalor sekarang ini semakin luas dan dapat dilihat sebagai cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas produk dengan cara memanfaatkan panas. Alat penukar kalor tabung sepusat merupakan salah satu jenis alat penukar kalor (APK) yang dimanfaatkan untuk memanaskan metanol sebagai salah satu bahan baku dalam industri pembuatan formaldehid yang nantinya akan diolah lagi menjadi berbagai macam produk seperti plastik, cat, peledak dan tekstil. Pemanfaatan alat penukar kalor tabung sepusat ini mendorong untuk dilakukannya berbagai perancangan dan penelitian alat penukar kalor yang lebih efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas tertinggi dan faktor yang mempengaruhi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat. Penelitian yang telah dilakukan dari hasil perancangan alat penukar kalor tabung sepusat dengan menggunakan variasi kapasitas fluida panas (air) yaitu 180 L/jam, 240 L/jam, 300 L/ jam dan 360 L/jam pada temperatur masuk fluida panas 40°C, 45°C, 50°C dan 55°C dengan kapasitas aliran fluida dingin (metanol) yaitu 180 L/jam, 240 L/jam dan 360 L/jam. Efektifitas tertinggi alat penukar kalor tabung sepusat untuk aliran berlawanan dari hasil perancangan yang dilakukan diperoleh 20,787 % dengan ketidakpastian pengukuran flowmeter sebesar ±2,99%. .

Kata kunci : Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat, Efektifitas, Metanol, Aliran


(29)

ABSTRACT

Today, the utilization of heat exchanger increasing widespread and it can be see as a way to increase the effectiveness and product quality with using thermal. Concentric tube heat exchanger is one of type heat exchanger that can be used to heat methanol as a substance in industry formaldehyde to produce formaldehyde and processing into any product like plastic, water paint, detonator and textiles. These utilization of concentric tube heat exchanger push many researcher to make a design and research about heat exchanger that more effectiveness. The aim of this research is to know the highest effectiveness and the factor that can affect in effectiveness of concentric tube heat exchanger. The research that have be done from the result of designed concentric tube heat exchanger with using variation of capacity hot fluid (water) is 180 L/hour, 240 L/hour, 300 L/hour and 360 L/hour with the inlet temperature hot fluid is 40°C, 45°C, 50°C and 55°C and the capacity of cold fluid (methanol) are 180 L/hour, 240 L/hour and 360 L/hour. The highest effectiveness with counter flow from the result of designed concentric tube heat exchanger is 20,787 % with the the doubtly measurement from flowmeter is about ±2,99%..

Kata kunci : Concentric Tube, Heat Exchanger, Effectiveness, Methanol,


(30)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Perkembangan teknologi yang diciptakan pada masa kini merupakan upaya dalam mempermudah manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Teknologi diciptakan tidak hanya untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi untuk meningkatkan nilai ekonomis juga yang berdampak kepada tingkat kesejahteraan manusia itu juga. Misalnya alat penukar kalor yang merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memindahkan kalor dari suatu fluida ke fluida yang lain atau dengan kata lain panas yang dipindahkan dari fluida panas akan sama dengan panas yang diterima oleh fluida dingin

Dalam dunia industri alat penukar kalor ini sangat banyak digunakan. Berbagai jenis alat penukar kalor digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, seperti untuk memanaskan produk ataupun untuk mendinginkan produk. Misalkan pada industri zat kimia yang menginginkan suhu tertentu untuk mencegah produk mereka membeku pada saat dialirkan, pada industri penghasil listrik seperti PT. PLN dalam mengkondensasikan kembali uap panas menjadi air agar dapat dipakai lagi untuk proses berikutnya ataupun untuk memanaskan produk kimia.

Pada Laboratorium Instalasi Uap di Departemen Teknik Mesin, USU (Universitas Sumatera Utara) terdapat alat penukar kalor tabung sepusat yang dirancang bangun oleh “Hendrico” rekan skripsi penulis. Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini belum diketahui keefektifan dari benda tersebut dengan fluida yang berbeda.

Dalam industri pembuatan formalin salah satu bahan bakunya adalah metanol sehingga pada penelitian ini digunakan metanol sebagai salah satu fluida dalam percobaan dengan melewatkan air panas untuk memanaskan metanol tersebut dan untuk mengetahui efektifitas dari alat penukar kalor tersebut.

Demikianlah perlu dilakukan suatu percobaan yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana keefektifan dari alat penukar kalor tersebut. Sehingga dengan mengetahui keefektifan alat tersebut diketahui banyak manfaat yang akan


(31)

diaplikasikan nantinya untuk skala yang lebih besar seperti kondensor yang ada di pembangkit listrik yang ada maupun alat penukar kalor lainnya.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui temperatur fluida panas dan fluida dingin yang keluar dari alat penukar kalor tabung sepusat dengan aliran berlawanan, yakni yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi.

2. Untuk mengetahui keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan, yakni yang terjadi di lapangan, perhitungan teori dan hasil simulasi.

3. Untuk memperbandingkan keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan yang diperoleh, yakni yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi.

1.3 Batasan Masalah Penelitian

1. Alat penukar kalor yang diteliti memiliki tebal yang tipis sehingga tebalnya dapat diabaikan.

2. Tidak ada kehilangan panas yang terjadi pada APK karena permukaan luarnya telah diisolasi.

3. Kapasitas aliran yang terjadi di lapangan dianggap konstan. 4. Perhitungan dilakukan pada tekanan yang konstan.

5. Metode perhitungan keefektifan dilakukan dengan metode NTU.

1.4 Manfaat Penelitian

1.Diperoleh efektifitas alat penukar kalor yang tertinggi dari pengaturan yang diberikan di lapangan.

2. Diperoleh bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya agar dapat lebih menganalisa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat


(32)

3

1.5 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.

c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari laboratorium foundry Departemen Teknik Mesin Sumatera Utara

d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai neraca energi, jenis-jenis alat penukar kalor, metode LMTD, metode NTU.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengambilan data, alat-alat yang digunakan, dan cara melakukan penelitian.

Bab IV : Hasil dan Analisa Penelitian

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan dan dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis dengan menggunakan metode NTU.

Bab V : Kesimpulan dan Saran


(33)

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

Lampiran

Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam bentuk tabel dan gambar


(34)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifan-NTU.

2.2 Jenis Alat Penukar Kalor

Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya yakni :

a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan


(35)

di dalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.

Gambar 2.1 Chiller

Sumber: b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau

campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.

Gambar 2.2 Kondensor

Sumbe


(36)

7 c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.3 Cooler

Sumber: d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.

Gambar 2.4 Evaporator

Sumber


(37)

e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

Gambar 2.5 Thermosiphon Reboiler

Sumber f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas

suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: • Memanaskan fluida

• Mendinginkan fluida yang panas

Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah kerosene yang semuanya berada didalam shell.

Gambar 2.6 Konstruksi Heat Exchanger


(38)

9

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung

• Tipe dari satu fase • Tipe dari banyak fase

• Tipe yang ditimbun (storage type) • Tipe fluidized bed

b. Tipe kontak langsung • Immiscible fluidsGas liquidLiquid vapor

2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida

b. Tiga jenis fluida

c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)

3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan

a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m 4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas

a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya

b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran

c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran masingmasing

d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi

a. Konstruksi tubular (shell and tube) • Tube ganda (double tube)

• Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle)

• Konstruksi tube spiral b. Konstruksi tipe pelat


(39)

• Tipe pelat • Tipe lamella • Tipe spiral • Tipe pelat koil

c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) • Sirip pelat (plate fin)

• Sirip tube (tube fin) • Heat pipe wall

Ordinary separating wall d. Regenerative

• Tipe rotary

• Tipe disk (piringan) • Tipe drum

• Tipe matrik tetap

6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass

• Aliran Berlawanan • Aliran Paralel • Aliran Melintang • Aliran Split

• Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass

a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) • Aliran counter menyilang

• Aliran paralel menyilang • Aliran compound

b. Multipass plat

Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan


(40)

11 untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi.

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :

2.3.1 Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)

Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang ditunjukkan pada gambar 2.7c di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 2.7 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.

Gambar 2.7 : Aliran double pipe heat exchanger

Sumbe

A

A’ B

B’

Hot fluit out

Cold fluit in


(41)

Gambar 2.8 Hairpin heat exchanger

Sumber : http://suryamanikam.com/products/peerless-mfg-co/heat-exchangers-alco-and-bos-hatten/ Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam :

- Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),

- Bare tubes, finned tube, U-Tubes, - Straight tubes,

- Fixed tube sheets

Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Double Pipe Exchanger fittings Outer Pipe, IPS Inner Pipe, IPS 3

2½ 3 4

1¼ 1¼ 2 3


(42)

13 Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-ft, 15-ft atau 20-ft panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the exchanger section.

Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana aliran fluida panas ada pada inner pipe dan fluida dingin pada annulus pipe.

Gambar 2.9 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current [2] Sumber : Cengel Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran counter current, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 2.10 dan gambar 2.11.


(43)

Gambar 2.10 Double-pipe heat exchangers in series

Sumber

Gambar 2.11 Double-pipe heat exchangers in series–parallel

Sumber

Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger: a)Keuntungan

1. Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient.


(44)

15 2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature cross.

3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U.

4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan. b) Kerugian

1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.

2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger.

3. Desain penutup memerlukan gasket khusus. 2.3.2 Shell And Tube Heat Exchanger

Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (Pola segitiga) dan square pitch (Pola segiempat).

Gambar 2.12 Bentuk susunan tabung [6]


(45)

Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)

Gambar 2.13 shell and tube heat exchanger

Sumber: www.google.com/cheresources.com Keuntungan dari shell and tube:

1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil.

2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan.

3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished). 4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis

material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. 5. Mudah membersihkannya.

6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished). 7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.

8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).

9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang

Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya


(46)

17 2.3.3 Plate Type Heat Exchanger

Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah

Gambar 2.14 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent Sumbe

2.3.4 Jacketed Vessel With Coil and Stirrer

Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel.


(47)

Gambar 2.15 Jacketed Vessel With Coil And Stirrer

Sumber : http://www.mutiaranata.com/product/detail/wl-110-04-jacketed-vessel-with-stirrer-coil2.5 Jenis-Jenis Perpindahan Panas

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas 2.4.1. Konduksi

Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1 > T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan panas secara konduksi pada arah x positif. Kita dapat mengukur laju perpindahan panas qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut : ΔT,

yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.

Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika

ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qx berbanding terbalik dengan

Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus

dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa qx A

Δ�

Δx (2.1)

Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.


(48)

19 Gambar 2.16 Perpindahan Panas secara Konduksi [2]

Sumber : Cengel Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A, Δx,dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

qx = kA Δ�

Δx (2.2)

k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material

yang penting. Dengan menggunakan limit Δx 0 kita mendapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas,

qx = -kA

��

dx (2.3)

atau persamaan flux panas menjadi, q”x = qx

A = -k

��

dx (2.4)

2.4.2. Konveksi

Mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas.


(49)

Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.

Gambar 2.17 Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa [2] Sumber : Cengel Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.

Qkonveksi = hAs(Ts - T∞) (2.5) h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞ merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

2.4.3. Radiasi

Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah.


(50)

21 Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody. Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar berikut

Gambar 2.18 Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas Sumber : Cengel Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan

Eb (T)= σT 4 (w/m2) (2.6)

σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara


(51)

teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas blackbody. [2]

2.5 Internal Flow (Aliran Dalam) 2.5.1 Aliran Di Dalam Pipa

Cairan atau gas yang melewati pipa atau duct biasanya digunakan dalam proses pemanasan ataupun pendinginan. Fluida yang digunakan dalam banyak aplikasi tersebut dipaksa untuk mengalir dengan menggunakan kipas ataupun pompa melalui sebuah pipa yang panjang yang diharapkan terjadi perpindahan panas. Pada aliran dalam dibatasi oleh luas permukaan bagian dalam pipa, dan terdapat batasan seberapa besar lapisan batas dapat berkembang. Aliran dalam adalah bukan aliran yang bebas sehingga kita membutuhkan suatu alternatif. Kecepatan fluida didalam pipa berubah dari nol pada permukaan karena tidak ada slip yang terjadi, sampai kecepatan maksimum pada pusat pipa. Disisi lain, sangat nyaman untuk menghitung dengan menggunakan kecepatan rata-rata u dengan asumsi bahwa aliran adalah inkompresibel pada saat luas permukaan pipa konstan.

Kecepatan rata-rata aktual pada saat kondisi pemanasan dan pendinginan dapat berubah karena perubahan massa jenis dengan temperatur. Secara praktis, kita menghitung sifat-sifat fluida pada temperatur rata-rata dan menganggapnya konstan. Persamaan untuk menghitung kecepatan rata-rata berasal dari hukum kekekalan massa, yakni

ṁ = ρuAc = ∫ ρA u(r,x)dAc

c (2.7)

adalah laju aliran massa, ρ adalah rapat massa, Ac adalah luas permukaan, dan u(r,x) adalah profil kecepatan. Sehingga kecepatan rata-rata untuk aliran inkompresibel pada sebuah pipa dengan radius R adalah

u =∫Ac ρu(r,x)dAc

ρAc

= ∫ ρu(r,x)2rdr

0

ρR2 =

2

R2 ∫ u(r,x)rdr

0 (2.8)

Aliran didalam pipa dapat berupa aliran laminar ataupun turbulen, bergantung pada kondisi aliran. Aliran fluida digambarkan dengan menggunakan garis arus dan pada kecepatan yang rendah terjadi aliran laminar, tetapi berubah menjadi aliran turbulen ketika kecepatannya meningkat melalui nilai kritis.


(52)

23 Transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen tidak terjadi dalam waktu yang singkat, namun itu terjadi melalui rentang kecepatan yang fluktuatif diantara laminar dan turbulen sebelum aliran tersebut menjadi aliran yang turbulen. Kebanyakan aliran yang masuk kedalam pipa adalah turbulen. Aliran laminar terjadi ketika fluida yang mengalir memiliki viskositas yang tinggi seperti minyak yang mengalir didalam pipa yang memiliki diameter yang kecil, ataupun pada jarak yang dekat. Untuk aliran didalam pipa yang memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold didefenisikan sebagai

Re = ���

µ =

��

v (2.9)

u adalah kecepatan rata-rata fluida, D adalah diameter pipa, dan v adalah viskositas kinematik fluida.

Untuk aliran yang mengalir pada pipa yang tidak memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold bergantung pada diameter hidraulik Dh yang didefenisikan sebagai

Dh = 4Ac

p (2.10)

p adalah keliling penampang pipa. Dengan menghitung bilangan Reynold, dapat ditentukan jenis aliran yang terjadi

Re < 2300 aliran laminar 2300 ≤ Re ≤ 10000 aliran transisi

Re > 10000 aliran turbulen

Ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran dapat ditentukan dengan persamaan Sieder dan Tate (1936) yakni

Nu = 1,86

Re Pr D

L

1/3

µb

µs

0,14

(2.11) Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali μs dihitung pada temperatur permukaan pipa.


(53)

Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh yakni

Nu = 0,023 Re0,8 Pr1/3 (2.12)

dengan syarat bahwa : 0,7 ≤ Pr ≤ 160 Re > 10000

Persamaan diatas disebut Persamaan Colburn. Keakurasian persamaan diatas dapat ditingkatkan dengan memodifikasinya menjadi

Nu = 0,023 Re0,8 Pr n (2.13)

Untuk proses pemanasan digunakan n = 0,4 dan untuk proses pendinginan digunakan n = 0,3. Persamaan ini disebut Persamaan Dittus-Boelter (1930) dan persamaan ini lebih baik daripada persamaan Colburn.

Selain persamaan di atas untuk aliran turbulen dapat juga digunakan persamaan yang diajukan oleh Gnielinski yaitu :

�� = �

8�(��−1000)��

1+(12,7��8�0

,5 (��

2 3−1)

(2.14)

Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut

�= (0,79 ln(��)−1,64)−2 (2.15)

Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300 < Re < 5x106 dan bilangan prandalt 0,5 ≤ Pr ≤ 2000.

Adapun koreksi yang diajukan oleh Petukhov dan Roizen (1964) adalah sebagai berikut,

�� = 0,86 � �

8�(��−1000)��

1+(12,7��8�0

,5 (��

2 3−1)� �

��

�0�

−0,16

(2.16)

2.5.2 Aliran Di Dalam Annulus Pipa

Beberapa peralatan pemindah panas terdiri dari dua pipa sepusat, yang biasanya disebut alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut, salah satu


(54)

25 fluida mengalir didalam pipa sedangkan fluida yang lainnya mengalir didalam ruang annulus. Persamaan pembentuk untuk kedua aliran adalah identik.

Gambar 2.19 Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa sepusat [2]

Sumber : Cengel Dengan menganggap diameter dalam Di dan diameter luar Do, diameter hidraulik annulus adalah

Dh =

4Ac

p =

4(Do2 – Di2) (Do + Di)

= Do - Di (2.17)

Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini terdapat dua bilangan Nusselt, yakni pada permukaan dalam pipa Nui dan pada permukaan dalam pipa Nuo. Bilangan Nusselt untuk aliran laminar yang berkembang penuh dengan permukaan yang temperaturnya konstan dan permukaan luarnya diisolasi, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 : Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh didalam annulus dengan salah satu permukaan pipa isotermal dan permukaan lainnya adiabatik

Di/Do Nui Nuo

0 - 3,66

0,05 17,46 4,06

0,10 11,56 4,11

0,25 7,37 4,23

0,50 5,74 4,43

1,00 4,86 4,86


(55)

Jika bilangan Nusselt diketahui, koefisien perpindahan panas untuk permukaan pipa bagian dalam dan bagian luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

Nui= hi Dh

k

(2.18)

Nuo= ho Dh

k (2.19)

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 2.20 Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat


(56)

27 Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan termal dinding tabung adalah

Rdinding = ln(Do/Di)

2kL

(2.20)

Gambar 2.21 Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Di ≈Do dan Ai ≈Ao

Sumber : Cengel k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga tahanan termal total menjadi

R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro = 1 hi Ai

+ ln(Do/Di) 2kL +

1 ho Ao

(2.21) Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah

Q = ΔT

R = UA ΔT = UiAiΔT = UoAo ΔT (2.22)

U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C). Rumus diatas menjadi :

1 UAs

=

1 Ui Ai

=

1 Uo Ao

=

R = 1 hi Ai

+ Rdinding + 1 ho Ao

(2.23) Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao

2.7 Faktor Kotoran

Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan


(57)

hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam tahanan termal.

Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

1 UAs

=

1 Ui Ai

=

1 Uo Ao

=

R = 1 hi Ai

+

Rf,i Ai

+ ln(Do/Di) 2kL +

Rf,o Ao

+ 1

ho Ao

(2.24)

Ai = DiL dan Ao = DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.

Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor. [6] Tabel 2.3 Faktor kotoran untuk berbagai fluida

Fluid Rf, m2.

°C/W Distiled water, sea water, river water, boiled

feedwater : Below 50 °C Above 50 °C

0.0001 0.0002

Fuel oil 0.0009

Steam (oil-free) 0.0001

Refrigerants (liquid) 0.0002

Refrigerants (vapor) 0.0004


(58)

29

Air 0.0004

Sumber : Incropera

2.8 Metanol

Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,

adalah Ia merupakan

bent yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.

Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan sinar

Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:

2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O

Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat.

Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri. Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari tahap. Secara singkat, membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan


(59)

menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah sintesisnya adalah

Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam, dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol juga digunakan sebagai campuran utama untuk bahan bakar model radio kontrol, jalur kontrol, dan pesawat model.

Salah satu kelemahan metanol jika digunakan dalam konsentrasi tinggi adalah sifat korosif terhadap beberapa logam, termasuk aluminium. Metanol, meskipun merupakan asam lemah, menyerang lapisan oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi:

6 CH3OH + Al2O3 → 2 Al(OCH3)3 + 3 H2O

Ketika diproduksi dari kayu atau bahan oganik lainnya, metanol organik tersebut merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan hidrokarbon. Namun mobil modern pun masih tidak bisa menggunakan BA100 (100% bioalkohol) sebagai bahan bakar tanpa modifikasi. Metanol juga digunakan sebagai pelarut dan sebagai antibeku, dan fluida pencuci kaca depan mobil.

Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia lainnya. Sekitar 40% metanol yang ada diubah menjadi formaldehid, dan dari sana akan dihasilkan berbagai macam produk seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil. Senyawa kimia lainnya yang merupakan turunan dari metanol adalah dimetil eter, yang telah menggantikan klorofluorokarbon sebagai bahan campuran pada aerosol, dan asam asetat. Dimetil eter juga dapat dicampur dengan gas alam terkompresi (LPG) untuk memanaskan masakan, dan juga bisa digunakan sebagai bahan bakar pengganti diesel. Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol digunakan ke air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri, yang mengubah nitrat menjadi nitrogen.

Bahan bakar direct-metanol unik karena suhunya yang rendah, operasi pada tekanan atmofser, mengijinkan mereka dibuat kecil. Ditambah lagi dengan penyimpanan dan penanganan yang mudah dan aman membuat metanol dapat digunakan dalam perlengkapan elektronik.


(60)

31

2.9 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Log Mean

Temperature Difference (LMTD)

Dalam merancang ataupun memprediksi performansi alat penukar kalor, sangatlah perlu untuk menghubungkan antara laju perpindahan panas total terhadap temperatur fluida yang masuk dan keluar, koefisien perpindahan panas menyeluruh, dan luas permukaan total untuk laju perpindahan panas. Persamaan perpindahan panas antara fluida panas dan fluida dingin adalah setimbang. Jika Q adalah laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor dengan lingkungan, mengabaikan perubahan energi potensial dan energi kinetik, dan dengan mengaplikasikan persamaan energi steady, diperoleh persamaan

Gambar 2.22 Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin pada sebuah alat penukar kalor

Sumber : Incropera q = ṁc(ic,o – ic,i) = ṁh(ih,i – ih,o) (2.25) i adalah entalpi fluida. Subscript h dan c adalah menandakan fluida hot (panas) dan fluida cold (dingin), sedangkan subscript i dan o adalah kondisi inlet (masuk) dan outlet (keluar) fluida. Jika fluida tidak mengalami perubahan fasa dan diasumsikan pada kondisi panas jenis yang konstan, maka persamaan menjadi Q = ṁhcp,h(Th,i – Th,o) = ṁccp,c(Tc,o – Tc,i) (2.26)


(61)

Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen dA dari permukaan alat penukar kalor. Maka laju perpindahan panas yang terjadi diantara kedua fluida melaui elemen dA dapat dituliskan sebagai berikut

dQ = U dA (Th – Tc) (2.27)

2.9.1 Aliran Paralel (Sejajar)

Laju perpindahan panas = Laju perpindahan panas pada fluida panas pada fluida dingin

Gambar 2.23 Distribusi temperatur aliran sejajar

Sumber : Incropera dQ = ṁhcp,h (-dTh) = ṁccp,c (dTc) (2.28) atau


(62)

33

ṁh = Laju aliran massa fluida panas (kg/s)

ṁc = Laju aliran massa fluida dingin (kg/s) cp,h = Panas jenis fluida panas (J/kg.K) cp,c = Panas jenis fluida dingin (J/kg.K) Th,i = Temperatur fluida panas masuk (K) Th,o = Temperatur fluida panas keluar (K) Tc,i = Temperatur fluida dingin masuk (K) Tc,o = Temperatur fluida dingin keluar (K)

Panas yang dilepas = Panas yang dilepas oleh fluida panas oleh fluida dingin

(dTh < 0) (dTc >0)

dTh = -

dQ h cp,h

(2.30) dTc =

dQ c cp,c

(2.31)

dTh – dTc = d (Th – Tc) (2.32)

= - dQ

h cp,h

dQ

c cp,c

(2.33)

= -dQ

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

(2.34)

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc)

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

(2.35)

d (Th – Tc) Th – Tc

=

-U dA

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

(2.36) dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

d (Th – Tc) Th – Tc Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i

=

-U

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

� ∫

dA A

0

(2.37)

ln

(

Th-Tc

)

T

h,i , Tc,i

Th,o , Tc,o

= -U A

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

(2.38) ln(Th,o , Tc,o) – ln(Th,i , Tc,i) = -U A

1

h cp,h

+ 1

c cp,c


(63)

ln

Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i

= -U A

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

(2.40) berdasarkan neraca entalpi bahwa laju perpindahan panas Q :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c(Tc,o – Tc,i) diperoleh persamaan :

ṁh cp,h =

Q

Th,i -Th,o

(2.41)

ṁc cp,c =

Q

Tc,o -Tc,i

(2.42)

ln

Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i

= -U A

Th,i - Th,o

Q +

Tc,o -Tc,i

Q

(2.43)

= -

U A

Q

[Th,i – Th,o+ Tc,o – Tc,i]

=U A

Q [(Th,o –Tc,o) – (Th,i – Tc,i)] Q = U A [(Th,o –Tc,o) – (Th,i – Tc,i)]

ln�Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i�

(2.44) bila :

ΔT2 = Th,o –Tc,o (2.45)

ΔT1 = Th,i – Tc,I (2.46)

maka persamaan Q menjadi : Q = U A ΔT2 - ΔT1

lnΔΔT2

T1

(2.47)

atau

Q = U A ΔTRL = U A (LMTD) (2.48)

2.9.2 Aliran Berlawanan

Laju perpindahan panas = Laju perpindahan panas pada fluida panas pada fluida dingin


(64)

35 Gambar 2.24 Distribusi temperatur aliran berlawanan

Sumber:Incropera dQ = ṁhcp,h (-dTh) = ṁccp,c (-dTc)

atau

dQ = -ṁhcp,h (dTh) = -ṁccp,c(dTc)

Panas yang dilepas = Panas yang dilepas oleh fluida panas oleh fluida dingin

(dTh < 0) (dTc < 0)

dTh = -

dQ h cp,h

dTc = - dQ

c cp,c

dTh – dTc = d (Th – Tc)

= - dQ

h cp,h

+

dQ

c cp,c = -dQ

1

h cp,h

- 1

c cp,c

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc)

1

h cp,h

- 1


(65)

d (Th – Tc) Th – Tc

=

-U dA

1

h cp,h

- 1

c cp,c

dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

d (Th – Tc)

Th – Tc Th,o , Tc,i

Th,i , Tc,o

=

-U

1

h cp,h

- 1

c cp,c

� ∫

dA A 0

ln

(

Th-Tc

)

T

h,i , Tc,o

Th,o , Tc,i

= -U A

1

h cp,h

- 1

c cp,c

ln(Th,o , Tc,i) – ln(Th,i , Tc,o) = -U A

1

h cp,h

- 1

c cp,c

ln

Th,o , Tc,i

Th,i , Tc,o

= -U A

1

h cp,h

- 1

c cp,c

(2.49) berdasarkan neraca entalpi bahwa laju perpindahan panas Q :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c(Tc,o – Tc,i) diperoleh persamaan :

ṁh cp,h =

Q Th,i -Th,o

ṁc cp,c =

Q Tc,o -Tc,i

ln

Th,o , Tc,i

Th,i , Tc,o

= -U A

Th,i - Th,o Q -

Tc,o -Tc,i

Q

= -

U A

Q

[Th,i – Th,o- Tc,o + Tc,i]

=U A

Q [(Th,o –Tc,i) – (Th,i – Tc,o)] Q = U A [(Th,o –Tc,i) – (Th,i – Tc,o)]

ln�Th,o , Tc,i

Th,i , Tc,o�

(2.50) bila :

ΔT2 = Th,o –Tc,I (2.51)

ΔT1 = Th,i – Tc,o (2.52)


(66)

37 Q = U A ΔT2 - ΔT1

lnΔT2

ΔT1

(2.53)

atau

Q = U A ΔTRL = U A (LMTD) (2.54)

2.10 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Metode

Keefektifan-NTU

Metode log mean temperature difference dapat digunakan dalam menganalisis alat penukar kalor jika temperatur fluida masuk diketahui dan temperatur fluida keluar adalah spesifik atau dapat diperoleh dari persamaan kesetimbangan energi. Namun, jika hanya temperatur fluida masuk diketahui, metode LMTD tidak dapat digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan alternatif yang lain yakni dengan menggunakan metode keefektifan-NTU (atau NTU).

Untuk menentukan keefektifan alat penukar kalor, pertama sekali kita harus menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada alat penukar kalor tersebut. Secara prinsip, laju perpindahan maksimum ini dapat dicapai pada alat penukar kalor dengan aliran yang berlawanan dengan panjang yang tidak terhingga.

Metode NTU adalah bergantung pada parameter yang tidak berdimensi yang disebut keefektifan laju perpindahan panas, ε yang didefenisikan sebagai berikut

ε = Q

Qmaksimum

= Laju perpindahan panas aktual

Laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi

(2.55)

Laju perpindahan panas aktual yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor dapat ditentukan dari persamaan kesetimbangan energi yang terjadi pada fluida panas dan fluida dingin yang dituliskan pada persamaan berikut

Q = Cc(Tc,o – Tc,i) = Ch(Th,i – Th,o) dimana Cc = ṁccp,cdan Ch = ṁhcp,h

Cc dan Ch adalah kapasitas panas fluida dingin dan kapasitas panas fluida panas. Untuk menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada sebuah alat penukar kalor, pertama sekali kita menganggap bahwa


(67)

perbedaan temperatur maksimum yang berada pada sebuah alat penukar kalor adalah perbedaan antara temperatur masuk pada fluida panas dan pada fluida dingin, yakni

ΔTmaks = Th,i – Tc,i

Perpindahan panas pada sebuah alat penukar kalor akan mendapatkan nilai maksimum pada saat

1. Fluida dingin dipanaskan hingga mencapai temperatur masuk fluida panas, atau 2. Fluida panas didinginkan hingga mencapai temperatur masuk fluida dingin Kondisi pembatas diatas tidak akan dicapai kecuali kapasitas panas fluida panas dan fluida dingin adalah sama (Cc = Ch). Pada saat Cc ≠ Ch, yang adalah merupakan kasus yang biasanya terjadi, fluida yang memiliki kapasitas panas yang lebih kecil akan memiliki perubahan temperatur yang lebih besar, sehingga berdasarkan pengalaman akan mencapai temperatur maksimum, dimana pada kondisi tersebut perpindahan panas akan berhenti. Sehingga laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi adalah

Qmaksimum = Cmin(Th,i – Tc,i) (2.56) Cmin diperoleh dari perhitungan Ccdan Ch yang lebih kecil.

ε = Q

Qmaksimum

= Ch(Th,i – Th,o) Cmin(Th,i – Tc,i)

= Cc(Tc,o – Tc,i) Cmin(Th,i – Tc,i)

(2.57)

Bila Ch = Cmin maka keefektifan ε

ε = (Th,i – Th,o) (Th,i – Tc,i)

(2.58) Bila Cc = Cminmaka keefektifan ε

ε = (Tc,o – Tc,i) (Th,i – Tc,i)

(2.59) Keefektifan sebuah alat penukar kalor bergantung pada bentuk dan ukuran alat penukar kalor dan arah aliran yang terjadi. Oleh karena itu, perbedaan tipe pada alat penukar kalor akan menghasilkan persamaan keefektifan yang berbeda. Berikut ini akan dijabarkan persamaan keefektifan ε alat penukar kalor tipe double-pipe dengan aliran sejajar. {7]

ln

Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i

= -U A

1

h cp,h

+ 1


(68)

39 ln

Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i

= -U A

1 Ch

+ 1

Cc

Th,o , Tc,o Th,i , Tc,i

= exp � -U A �C1

h +

1

Cc�� (2.60)

sebelumnya diketahui bahwa dQ = U dA (Th – Tc)

Berdasarkan neraca entalpi bahwa dQ adalah : dQ = ṁhcp,h (-dTh) = ṁccp,c (dTc)

atau

dQ = -ṁhcp,h

(

dTh) = ṁccp,c(dTc) dTh = -

dQ h cp,h

dTc =

dQ c cp,c

dTh – dTc = d (Th – Tc)

= - dQ

h cp,h

dQ

c cp,c = -dQ

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc)

1

h cp,h +

1

c cp,c

d (Th – Tc)

Th – Tc

=

-U dA

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

d (Th – Tc)

Th – Tc Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i

=

-U

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

� ∫

dA A 0

ln

(

Th-Tc

)

T

h,i , Tc,i

Th,o , Tc,o

= -U A

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

ln(Th,o , Tc,o) – ln(Th,i , Tc,i) = -U A

1

h cp,h

+ 1

c cp,c

ln

Th,o , Tc,o

Th,i , Tc,i

= -U A

1

h cp,h

+ 1


(69)

Th,o , Tc,o Th,i , Tc,i

= exp � -U A �C1

h +

1 Cc��

= exp �– U AC

h �

1

+

Ch Cc��

= exp �– U AC

c �

1

+

Cc

Ch�� (2.60)

Berdasarkan neraca entalpi :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c(Tc,o – Tc,i) Ch(Th,i – Th,o) = Cc (Tc,o – Tc,i) Ch

Cc

(Th,i – Th,o) = (Tc,o – Tc,i) Tc,o

= Tc,i+

Ch Cc

(Th,i – Th,o) (2.61) Tc,o + Th,o – Th,o = Tc,i +Th,i – Th,i +

Ch Cc

(Th,i – Th,o) -(Th,o –Tc,o) + Th,o = -(Th,i – Tc,i) + Th,i +

Ch Cc

(Th,i – Th,o) -(Th,o –Tc,o) = - (Th,i – Tc,i) + (Th,i –Th,o) +

Ch Cc

(Th,i – Th,o) (Th,o – Tc,o)

(Th,i – Tc,i)

= 1 - (Th,i – Th,o) (Th,i – Tc,i)

-

Ch

Cc

(Th,i – Th,o) (Th,i – Tc,i)

exp �- U AC

h �

1

+

Ch

Cc��= 1 - ε -

Ch Cc

ε

= 1 - ε

1 +

Ch

Cc

ε =

1 - exp - U AC h �1+

Ch

Cc�� 1 + Ch

Cc

(Bila Ch = Cmin& Cc = Cmaks) (2.62)

Th,o , Tc,o Th,i , Tc,i

= exp �– U AC

c �

1

+

Cc


(70)

41 Berdasarkan neraca entalpi :

Ch(Th,i – Th,o) = Cc (Tc,o – Tc,i) (Th,i – Th,o) = (Tc,o – Tc,i)

Cc Ch

= Th,i – Th,o + Tc,i + Tc,o - Tc,i - Tc,o

= - (Th,o – Tc,o) + (Th,i – Tc,i) – (Tc,o – Tc,i) Cc

Ch

(Tc,o – Tc,i) (Th,i – Tc,i)

= 1 - (Th,o – Tc,o) (Th,i – Tc,i)

-

(Tc,o – Tc,i)

(Th,i – Tc,i)

(Th,o – Tc,o) (Th,i – Tc,i)

= 1 - ε

1 +

Cc Ch

exp �- U AC

h �

1

+

Ch

Cc��=1 - ε

1 +

Cc Ch

ε =

1 - exp - U A Cc �1+

Cc

Ch�� 1 + Cc

Ch

(Bila Cc = Cmin& Ch = Cmaks) (2.64) Dapat disimpulkan bahwa rumus keefektifan alat penukar kalor tipe double-pipe dengan aliran sejajar adalah

ε =

1 - exp - NTU(1+C)�

1 + C

(2.65)

Sedangkan untuk aliran berlawanan rumus keefektifannya menjadi

ε =

1 - exp - NTU�1 - C��

1 - C �exp - NTU�1 - C��� (2.66)

dimana : NTU = U A

Cmin

(2.67) C = Cmin

Cmaks

(2.68)

Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan fungsi NTU dan C dapat dilihat pada table berikut.


(71)

Tabel 2.4 Hubungan efektifitas dengan NTU dan c

Sumber : cengel Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut. Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.

Gambar 2.25 grafik efektifitas untuk aliran sejajar


(72)

43 Gambar 2.26 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan

Sumber :cengel

2.11 Program Ansys 14.0

ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais, 1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.


(1)

xxiii • Th yang didapat 39,86955 °C mendekati Th yang dimisalkan yaitu

39,8696 °C

Tc yang didapat 34,20082 °Cmendekati Tc yang dimisalkan yaitu 34,2009 °C

Agar lebih akurat maka dilakukan Iterasi ke-3

Iterasi 3

Andaikan :

Th= 39,86955 °C ρ = 992,149571kg/m3

cp= 4178,97391 J/kg K Pr = 4,3333059

μ = 6,5474803.10-4 N.s/m2

k = 0,63079128 W/m.K

Tc = 34,20082 °C ρ = 775,109221 kg/m3

cp= 2605,145494 J/kg K Pr = 6,352307356

μ = 4,824188504.10-4 N.s/m2

k = 0,1976639344W/m.K

Aliran didalam Pipa bagian dalam

Q = 5.10-5 m3/s

V = 0,37688 m/s

Re = ρ V D μ =

992,149571 (0,37688) (0,013) 4,3333059.10-4

= 7424,375754

ṁh = ρ Q = 992,149571 (5.10-5) = 0,04960747855 kg/s

f = (0,790 ln Re – 1,64)-2

= (0,790 ln (7424,375754) – 1,64)-2 = 0,03428


(2)

Nu = (f/8) (Re – 1000) Pr 1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)

= (0,03428/8) (7424,375754 – 1000) 4,3333059 1 + 12,7 (0,03428/8)0,5 (4,33330592/3 – 1)

= 50,159231

hi = k Nu

D =

(0,63079128) 50,159231 0,013

= 2433,8466 W/m2 °C

Aliran didalam Anulus

Q = 6,667.10-5 m3/s Dh = Do – Di

= 0,032 – 0,015 = 0,017 m

Q = A.V

6,667.10-5 = /4 (0,0322- 0,0152) V

V = 0,10629 m/s

Re = ρ V �ℎ μ =

775,109221 (0,10629) (0,017) 4,824188504.10-4

= 2903,3645 (Aliran Transisi)

ṁc = ρ Q = 775,109221 (6,667.10-5) = 0,051676 kg/s

f = (0,790 ln Re – 1,64)-2

= (0,790 ln (2903,3645) – 1,64)-2 = 0,04606

Nu = (f/8) (Re – 1000) Pr 1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)

= (0,04606/8) (2903,3645 – 1000) 6,352307356 1 + 12,7 (0,04606/8)0,5 (6,3523073562/3 – 1)


(3)

xxv

= 20,8338

ho = k Nu

�ℎ =

(0,1976639344) 20,8338 0,017

= 242,24 W/m2 °C

Rf,i= 0,0002 m2 °C/W

Rf,o= 0,0001 m2 °C/W

Ai =  Di L = 3,14 (0,013) (1) = 0,04082 m2

Ao =  Do L = 3,14 (0,015) (1) = 0,0471 m2

kpipa = 237 W/m.K (Pipa Aluminium) 1

UAs

=

1 Ui Ai

=

1 Uo Ao

=

R = 1

hi Ai

+

Rf,i

Ai

+ ln (Do/Di)

2kL + Rf,o Ao

+ 1

ho Ao

R = 1

2443,8466 (0,04082) +

0,0002 0,04082 +

ln (15/13) 2(237) (1) +

0,0001

0,0471 +

1

242,24 (0,0471) = 0,01006546394 + 4,8995.10-3 + 9,6146.10-5 + 2,1231.10-3 + 0,08764622897 = 0,104830335156233 °C/W

U = 1

R As

= 1

(0,10483033515623) 0,04082 = 233,69 W/m

2

°C

Ch= ṁh cp,h= 0,04960747855 (4178,97391) = 207,3083W/K...����

Cc= ṁc cp,c= 0,051676 (2605,145494) = 134,6248 W/K... ����

Cmin Cmax

= C = 134,6248

207,3083= 0,6493 NTU = U A

Cmin

=

233,69 (0,04082)

134,6248 = 0,07085 ε =

1 - exp - NTU�1 - C�� 1 - C exp - NTU�1 - C���=

1 - exp 0,07085�1 – 0,6493�� 1 – 0,6493 �exp – 0,07085 �1 – 0,6493���

= 0,06694


(4)

ε = (Tc,o – Tc,i) (Th,i – Tc,i) 0,06694= (Tc,o–34)

(4034)

Tc,o= 34,40164 °C

Kemudian diperoleh harga Th,o dengan menggunakan kesetimbangan entalpi

Ch(Th,i – Th,o) = Cc (Tc,o – Tc,i)

207,30833 (40 – Th,o) = 134,6248 (34,4016434)

Th,o = 39,73917737 °C

Th =

40+39,73917737

2 = 39,86955 °C

Tc =

34+34,40164

2 = 34,20082 °C

Karena Th dan Tc yang dihitung telah sama dengan Th dan Tc yang dimisalkan, maka iterasi dihentikan.

Dari perhitungan diperoleh :

Th,o= 39,86955 °C

Tc,o = 34,20082 °C

Setelah diperoleh Th,o dan Tc,o dari satu titik, maka untuk titik berikutnya dihitung dengan menggunakan Visual Basic 6.0 kemudian data dimasukkan ke dalam

Microsoft Exxel 2010.

Ketidakpastian Pengukuran Flowmeter

Flowmeter digunakan untuk mengukur laju aliran maksimum air pada 1080 L/jam pada suhu 55°C. Pengukuran tekanan pada alat pengukur


(5)

xxvii biasanya memiliki ketelitian 0,25 % skala penuh. Diameter maksimum untuk flowmeter adalah 0,254 m ( 1 in ) dan diameter minimum adalah 0,0127 m ( ½ in )

Ketidakpastian pengukuran pada 360 L/jam = 0,0001 m3/s Pada suhu 55°C ρ = 985,2 kg/m3

μ = 0,000504 N.s/m2 Menghitung Reynold

ṁ = ρxQ = 985,2 x 0,0001 = 0,09852 kg/s

Re = 4ṁ π d μ=

4x0,09852 3,14x0,0127x0,000504 = 19607.42

Koefisien buang flowmeter diperoleh dari tabel buku metode pengukuran teknik karya J.Holman untuk ukuran ini adalah 0,96. Ketidakpastian dalam koefisien ini dianggap ±0,002 karena dari gambar merupakan perangkat perangkat kurva – kurva. Diferensial tekanan maksimum dapat dihitung pada Q maksimum 1080 L/jam :

Qnyata = ���2�2����� 0,0003 = 0,96�3,14�0,2542

4�144�0,2542−0,01272�

2�1

985,2���

Misalkan pengukur tekanan diferensial dengan jangkau maksimum 30 Pa. Sesuai dengan keadaan di atas, ketidakpastian dalam bacaan tekanan adalah

��� = ± 0,166 ��

Ə

Ə�= ��2� 2��

� ���

Ə

Ə��=

���2

2����

2��


(6)

Jadi,

��

� = ��

��

��

2

+1

4� ���

���

2

�1/2

Untuk Q=360 L/jam maka diferensial tekanan menjadi 2,78 ��

� = ��

��

��

2

+1

4� ���

���

2

�1/2

��

� = ��

0,002

0,96�

2

+1

4� 0,166

2,78�

2

�1/2 = 0,0299 ���� 2,99%


Dokumen yang terkait

Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

2 84 112

Analisis dan simulasi keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat dengan variasi kapasitas aliran fluida panas, kapasitas aliran fluida dingin, dan suhu masukan fluida panas dengan aliran sejajar

0 35 126

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

5 28 150

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 27

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 2

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 4

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 53

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 1

Analisis Dan Simulasi Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan Dengan Variasi Temperatur, Kapasitas Aliran Pada Fluida Panas (Air) dan Fluida Dingin (Metanol)

0 0 13

Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

0 0 13