2.5 Jaringan Syaraf Learning Vector Quantization LVQ
Learning Vector Quantization LVQ adalah suatu metode untuk melakukanpembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. LVQ merupakan
single-layer netpada lapisan masukan yang terkoneksi secaralangsung dengan setiap neuron pada lapisan keluaran. Koneksi antar neuron tersebutdihubungkan dengan
bobot weight. Neuron-neuron keluaran pada LVQ menyatakan suatukelas atau kategori tertentu Kusumadewi, 2004.
Proses pembelajaran pada LVQ dilakukan melalui beberapa epoh jangkauan waktu sampai batas epoh maksimal terlewati.LVQ melakukan pembelajaran pada
lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisankompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vektor-vektor input.Kelas-kelas yang didapatkan
sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung padajarak antara vektor- vektor input. Jika 2 vektor input mendekati sama, maka lapisankompetitif akan
meletakkan kedua vektor input tersebut ke dalam kelas yang sama. Menurut Pujara 2013, LVQ merupakan metode klasifikasi data adaptif
berdasarkan pada data pelatihan dengan informasi kelas yang diinginkan. Walaupun merupakan suatu metoda pelatihan supervisedtetapi LVQ menggunakan teknik data
clustering unsuperviseduntuk pra proses set data dan penentuan clustercenter-nya. Arsitektur jaringan LVQ hampir menyerupai suatu jaringan pelatihan kompetitif
kecuali pada masing-masing unit output-nya yang dihubungkan dengan suatu kelas tertentu. Kusumadewi, S. Hartati, S. 2004menyatakan LVQ merupakan metoda
untuk melakukan pelatihan terhadap lapisan-lapisan kompetitif supervised. Lapisan kompetitif akan belajar secara otomatis untuk melakukan klasifikasi terhadap vektor
inputyang diberikan. Apabila beberapa vektor inputmemiliki jarak yang sangat berdekatan, maka vektor-vektor inputtersebut akan dikelompokkan dalam kelas yang
sama. Pemrosesan yang terjadi pada setiap neuron adalah mencari jarak antarasuatu
vektor input ke bobot yang bersangkutan w1 dan w2. Dimana w1 adalah vektor bobot yangmenghubungkan setiap neuron pada lapisan input ke neuron pertama pada
lapisan output,sedangkan w2 adalah vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron pada lapisan input keneuron yang kedua pada lapisan output. Fungsi aktivasi F1 akan
memetakan y_in1 ke y1 = 1 apabila: |X – w1| |X – w2|, dan y1 = 0 jika sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula dengan yang terjadi pada fungsi aktivasiF2, akan memetakan y_in1 ke y1 = 1 apabila |X – w2| |X – w1|, dan y1 = 0 jika sebaliknya.
Gambar 2.11 menunjukan jaringan LVQ dengan unit pada lapisan input, dan 2 unit neuronpada lapisan output.
Gambar 2.11 Arsitektur Jaringan Learning Vector Quantization Kusumadewi,2004
Algoritma untuk LVQ adalah sebagai berikut: Notasi x
: training vector X1, X2, ..., Xn T
: kategori dari training vector yang benar Wj
: Vektor bobot untuk kategori j Cj
: Kategori j hasil training ||X – Wj|| : jarak Euclidian.
Step 0 Inisialisasi Step 1 Jika kondisi stop salah, lakukan step 2 s.d. step 6
Step 2 Untuk setiap vector training, lakukan step 3 s.d. step 4 Step 3 dapatkan j sehingga ||X – Wj|| minimum
Step 4 Update Wj Wjbaru = Wjlama + α X – Wjlama ; Jika T = Ci
Wjbaru = Wjlama – α X – Wjlama ; Jika T ≠ Ci
Step 5 Update Learning rate Step 6 Uji kondisi stop
Universitas Sumatera Utara
Setelah dilakukan pelatihan, akan diperoleh bobot akhir W. Bobot-bobot ini nantinyaakan digunakan untuk melakukan simulasi atau pengujian data yang lain.
2.6
Jaringan Syaraf Backpropagation
Backpropagation adalah metode penurunan gradien untuk meminimalkan kuadrat error keluaran. Ada tiga tahap yang harus dilakukan dalam pelatihan jaringan,
yaitu tahap perambatan maju forward propagation, tahap perambatan balik, dan tahap perubahan bobot dan bias. Arsitektur jaringan ini terdiri dari input layer, hidden
layer, dan output layer Andrijasa, 2010.
Y
1
Y
k
Y
m
w
01
w
11
w
j1
w
p1
w
0k
w
1k
w
jk
w
pk
w
0m
w
1m
w
jm
w
pm
Z
1
Z
j
Z
p
X
1
X
i
X
n
v
01
v
11
v
i1
v
n1
v
0j
v
1j
v
ij
v
nj
v
0p
v
1p
v
ip
v
np
1
1
Gambar 2.12 Arsitektur jaringan Backpropagation Andrijasa, 2010. Keterangan :
X = Masukan input V = Bobot lapisan tersembunyi
W = Bobot lapisan keluaran n = Jumlah unit pengolah lapisan tersembunyi
Z = Lapisan tersembunyi hidden layer
Y = Keluaran output
Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Gambar 2.12 adalah arsitektur backpropagation dengan n buah masukan
ditambah sebuah bias, sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit ditambah sebuah bias, serta m buah unit keluaran.
Universitas Sumatera Utara
V
ji
merupakan bobot garis dari unit masukan X
i
ke unit layar tersembunyi Z
j
V
jo
merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit layar tersembunyi Z
j
. W
kj
merupakan bobot dari unit layar tersembunyi Z
j
ke unit keluaran Y
k
W
k0
merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran Z
k
.
2.6.1
Pelatihan Standar Backpropagation
Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola masukkan dihitung maju mulai dari layar masukkan hingga layar keluaran
menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur dimana selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan
yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot
untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Fase I : Propagasi maju
Fase II : Propagasi mundur Fase III : Perubahan bobot
Ketiga fase tersebut diulang – ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah
maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan Andrijasa, 2010.
Algoritma pelatihan untuk jaringan backpropagation a
Inisialisasi bobot set bilangan acak kecil b
Step 1 Selama kondisi salah, lakukan steps 2 – 9
c Step 2 Untuk setiap pasangan data training lakukan step 3 – 8
Fase Feedforward
c Step 3
Setiap neuron input X
i
menerima inputsignal X
i
dan meneruskannya ke semua neuron hidden pada layer diatasnya.
d Step 4
Universitas Sumatera Utara
Setiap neuron hidden Zj menjumlahkan semua signal inputnya. Menjalankan fungsi aktifasinya untuk menghitung signal output-nya
Z
j
= fz_in dan meneruskan signal ini kesemua neuron output pada layer diatasnya.
e Step 5
Setiap neuron output Y
k
menjumlah signal input berbobotnya.
Menjalankan fungsi aktifasinya untuk menghitung signal output- nya.
y
k
= fy_in
k
.
Backpropagation dari error
f Step 6
Setiap neuron output Y
k
menerima pola target yang terkait dengan input pola training, menghitung komponen error
dan menghitung komponen perubahan bobot untuk mengubah w
jk
nanti
Menghitung komponen bias untuk mengubah W
ok
nanti
Dan mengirim δ
k
ke neuron pada layerdi bawahnya g
Step 7 Setiap neuron hidden Z
j
menjumlahkan inputdelta-nya dari neuron di atasnya
Mengalikan dengan turunan dari fungsi aktifasi untuk menentukan komponen koreksi error-nya
Menghitung komponen koreksi errornya untuk mengubah v
ij
nanti
Menghitung komponen koreksi error-nya untuk mengubah v
0j
nanti
∑
+ =
i ij
i oj
j
v x
v in
z _
∑
+ =
j jk
j ok
k
w z
w in
y _
_
k k
k k
in y
f y
t −
= δ
j k
jk
z w
δ α
= ∆
∑
=
=
m k
jk k
j
w in
1
_ δ
δ
_ _
j j
j
in z
f in
δ δ
=
∑
+ =
j jk
j ok
k
w z
w in
y _
k k
w
δ α
= ∆
j j
v
δ α
= ∆
Universitas Sumatera Utara
h Step 8
Setiap neuron output Y
k
mengubah bobot dan biasnya: w
jk
baru = w
jk
lama + Δw
jk.
Setiap neuron hidden Z
j
mengubah bobot dan biasnya: v
jk
baru = v
jk
lama + Δv
jk
i Step 9
Test stopping condition f
1
y_in
k
dan f’z_in
j
dapat dinyatakan dalam bentuk y
k
dan z
k
tergantung fungsi aktifasi yang digunakan.
2.6.2
Inisialisasi Bobot Awal
Pemilihan bobot awal sangat mempengaruhi jaringan saraf dalam mencapai minimum global terhadap nilai error, serta cepat tidaknya proses pelatihan menuju
kekonvergenan. Apabila nilai bobot awal terlalu besar, maka input ke setiap lapisan sembunyi atau lapisan output akan jatuh pada daerah dimana turunan fungsi
sigmoidnya sangat kecil dan apabila nilai bobot awal terlalu kecil maka input ke setiap lapisan tersembunyi atau lapisan output akan sangat kecil yang akan menyebabkan
proses pelatihan akan berjalan sangat lambat Puspitaningrum, 2006. Inisialisasi bobot awal terdiri dari 2 yaitu :
1. Inisialisasi Bobot Awal Secara Random
Inisialisasi bobot awal secara random biasanya bobot awal diinisialisasi secara random dengan nilai antara -0.5 sampai 0.5 atau -1 sampai 1, atau interval
yang lainnya. 2.
Inisialisasi Bobot Awal Dengan Metode Nguyen-Widrow Metode Nguyen-Widrow akan menginisalisasi bobot-bobot lapisan dengan
nilai antara -0.5 sampai 0.5. Sedangkan bobot-bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan
lapisan tersembunyi dalam melakukan proses pembelajaran.
2.7
Curah Hujan
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1
Universitas Sumatera Utara
satu milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu
liter. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat
berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat misalnya salju dan hujan es atau aerosol seperti embun dan
kabut. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh
melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan,
terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan
terkonsentrasi. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang
sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi,
tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit. Adapun jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan BMKG,
diantaranya yaitu hujan kecil antara 0 – 21 mm per hari, hujan sedang antara 21 – 50 mm per hari dan hujan besar atau lebat di atas 50 mm per hari.
2.8
Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan
Sebagai salah satu kawasan tropis yang unik dinamika atmosfernya dimana banyak dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim dan
pengaruh berbagai kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia diduga memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum
diketahui banyak orang. Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi
Universitas Sumatera Utara
oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat Walker Circulation dan sirkulasi Utara-
SelatanHadley Circulation serta beberapa sirkulasi karena pengaruh local BMKG, 2013.
Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun. Monsundan pergerakan ITCZ
Intertropical Convergence Zone berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan diIndonesia, sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan
dengan variasi curah hujan antartahunan di IndonesiaBMKG, 2013. Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar
wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karenaitu elemen unsur iklimnya terutama curah
hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan Suhu Permukaan Laut SPL di sekitarnya. Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL
yang kemudian mempengaruhi curah hujandi Indonesia adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole Mode DM yang tidak lain
merupakan fenomena coupleantara atmosfer dan laut yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu PermukaanLaut SPL di Samudera Hindia tropis bagian
timur perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat perairan pantai timur Benua Afrika.
Pada saat anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di bagian timurnya, maka terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di
pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagianbarat. Sedangkan di Indonesia mengalamipenurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan,
kejadian ini biasa dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif DM +. Fenomena yang berlawanan dengan kondisi ini dikenal sebagai DM -. Hasil kajian yang telah
dilakukanmenunjukkan adanya hubungan antarafenomena DM dengan curah hujan yang terjadi di atas Sumatera bagian Selatan sebesar -0,81. Selain itu adanya pengaruh
DM terhadap curah hujan di Benua Maritim Indonesia BMI yang berdampak kepada DM, angin zonal serta curah hujan di Sumatera Barat. Seperti halnya di Sumatera
Barat, analisis keterkaitan kejadian DM terhadap perilaku curah hujan yang tersebar di beberapa stasiun penakar curah hujan yang ada di Sumatera Barat dan Sumatera
Universitas Sumatera Utara
Selatan. Dengan menggunakan lebih banyak data stasiun untuk kedua kawasan tersebut, diharapkan dapat dianalisis keadaan curah hujan di kawasan tersebut yang
mewakili curah hujan sebenarnya terutama yang terjadi pada saat kejadian DM.
Untuk memprediksi kecenderungan yang akan terjadi pada periode mendatang adalah melihat tiga kemungkinan kejadian yaitu kondisi normal, ada El Nino
ataumuncul La NinaBMKG, 2013. Ada cara yang dapat dilakukan dengan melihat prediksi anomali suhu muka laut Sea Surface Temperatur Anomaly SSTA.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Curah hujan adalah merupakan ketinggian air hujan yang jatuh pada tempat yang datar dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap dantidak mengalir. Curah
hujan 1 satu mm adalah air hujan setinggi 1 satu mm yang jatuh tertampung pada tempat yang datar seluas 1m
2
dengan asumsi tidak ada yang menguap, mengalir dan meresap.
Curah hujan kumulatif 1 satu bulan adalahjumlah curah hujan yang terkumpul selama 28 atau 29 hari untuk bulan Pebruari dan 30 atau 31 hari untuk bulan-bulan
lainnya. Sifat hujan merupakan perbandingan antarajumlah curah hujan kumulatif selama satu bulan di suatu tempat dengan rata-ratanya atau normalnya pada bulan dan
tempat yangsama. Sifat hujan dibagi menjadi 3 tiga katagori, yaitu :
a. Sifat Hujan Atas Normal AN: jika nilai curah hujan lebih dari 115
terhadap rata-ratanya. b.
Sifat Hujan Normal N: jika nilai curah hujan antara 85 - 115 terhadap rata-ratanya.
c. Sifat Hujan Bawah Normal BN: jika nilai curah hujan kurang dari 85
terhadap rata-ratanya. Rata-rata curah hujan bulanan didapat dari nilai rata-rata curah hujan masing-
masing bulan dengan minimal periode 10 tahun.Sedangkan normal curah hujan bulanan didapat dari nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode
30 tahun. Intensitas hujan merupakan besarnya hujan harian yang terjadi pada suatu waktu yang umumnya memiliki satuan mmjam.
Universitas Sumatera Utara
Intensitas hujan dibagi menjadi3 tiga katagori, yaitu: a.
Enteng tipis : jika nilai curah hujan kurang dari 13 mmjam b.
Sedang : jika nilai curah hujan antara 13–38 mmjam
c. Lebat
: jika nilai curah hujan lebih dari 38 mmjam
3.1 Flow Chart Rancangan Penelitian