Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana Narkotika

Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika: 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapaniniliar rupiah. 2 Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidanan denda maksimum sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika: 1 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 Lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp l .000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. 2 Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dalam bentuk tanaman beratnya melebihi I satu kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana peajara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Selanjutnya dalam ketentuan pidana Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa: 1 Setiap Penyalahguna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun; dan c. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama I satu tahun. 2 Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. 3 Dalam hal Penyalahguna sebagaimana dimaksud Ayat 1 dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara. Selain itu terhadap penyalahguna narkotika bukan pengedar, Undang-Undang Narkotika mengamanatkan untuk dilaksanakan rehabilitasi, baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial sebagai bentuk treatment terhadap pengguna tersebut. Pada perkembangannya di Indonesia telah beredar narkotika jenis baru, di antaranya tiga jenis tersebut adalah 25B-NBOMe, 25C-NBOMe, dan 251- NBOMe. Ketiganya turunan dan phenethylamme yang bersifat menimbulkan halusinasi. Obat misangat keras, karena pada kadar 250-500 pikogram telah membangkitkan efek halusinasi sekitar 12-16 jam. Satu pikogram setara dengan 11 trilyun gram. Ketigajenis obat itu benar-benar baru. Pemerintah Swedia baru melarang narkotika itu pada 1 Agustus 2013. Menyusul Amerika yang melarang pada 15 November 2013, atau Jumat dua pekan lalu. Narkoba baru itu didapat ketika Direktorat Tindak Pidana Narotika Bareskrim Poiri menggerebek satu rumah di Perumahan Mahkota Mas, Cikokol, Tangerang. Hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa barang bukti berbentuk kertas mengandung 25B-NBOMe. Tim BNNmemastikan narkotika tersebut merupakanjenis baru. 26 26 http:www.merdeka.comperistiwacc4-narkotika-jenis-baru-yang-mematikan.html BNN juga menemukan narkoba jenis baru setelah mendapat laporan masyarakat yang keluarganya pingsan akibat mengemut lembaran kertas berukuran 1 x 1 sentimeter. Di tempat kejadian perkara tim BNN menemukan lembaran 20 x 20 sentimeter yang jika diedarkan diiris menjadi 400 potongan. Pemeriksaan di laboratonium kertas itu mengandung senyawa 251-NBOMe. Bekerja sama dengan bea dan cukai, BNN juga berhasil mengungkap upaya penyelundupan narkoba baru lainnya, 25C-NBOMe. Narkotika kertas itu seolah menyerupai LSD --lysergk acid diethylamid, yang lazim dibaca baca “elsid” atau smile. Padabal, kandungan zat narkotikanya berbeda. Elsid yang telah lama beredar mengandung zat lysergide dan bersifat menimbulkan halusinasi. Penggunaannya populer pada 1960 hingga 1980-an, dan sekarang sudah tidak umum. Sedangkan pengonsumsi ketiga zat baru, secara kasat mata akan bertingkah berbeda dari orang nonnal. Melihat seorang nenek misalnya, seolah- olah melihat wanita muda, kucing disangka harimau. Pengaruh yang lain, terjadi disorientasi pada ruang dan waktu, sehingga sulit membedakan malam ataupun siang, berada di dalam atau di luar ruangan. Dan secara langsung juga berperilaku emosional yang meledak mendadak, dan tidak lagi berpikir nonnal. 27 27 http:www.merdeka.comperistiwacc4-narkotika-jenis-baru-yang-mematikan.html III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis nonnatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis nonnatif dilakukan untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pernahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus. 28

B. Sumber dan Jenis Data

Data merupakan sekumpulan infonnasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian yang berasal dari berbagai sumber. Data terdiri dari data langsung yang diperoleh dari lapangan dan data tidak langsung yang diperoleh dari studi pustaka. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. 29 Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai bahan hukum yang berhubungan dengan penelitianini, yang terdim dan bahan hukum primer dan sekunder sebagai berikut: 28 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Nneka Cipta. Jakarta. 1983. hlm. 14 29 Ibid. hlm.56 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer dalam penelitian ini bersumber dari: a. Undang-Undang Nomor I Tahun 1946 J0. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b. Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana c. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. e. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu pernahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan, seperti literatur hukum, kamus hukum dan sumber lain yang sesuai.

C. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber yang berfungsi sebagai pemberi infonnasi dan data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih = 2 orang 2. Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung = 1 orang + Jumlah 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka library research. Studi pustaka adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku- buku literatur serta melakukan pengkajian tethadap ketentuan perundang- undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan dan dilakukan pula studi dokumentasi untuk mengumpulkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data lapangan atau data empirik, sehingga data yang diperoleh dapat mempermudah permasalahan yang diteliti. Pengolahan data meliputi tahapan sebagai berikut: a. Seleksi Data Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti. b. Klasifikasi Data Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian. c. Penyusunan Data Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan penelitian.

Dokumen yang terkait

PERANAN JAKSA PENUNTUT UMUM KPK DALAM PENUNTUTAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

1 15 88

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP KINERJA JAKSA SEBAGAI PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 3 13

PENDAHULUAN PERAN KOMISI KEJAKSAAN TERHADAP KINERJA JAKSA SEBAGAI PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 3 17

NASKAH PUBLIKASI Peran Jaksa Penuntut Umum Dalam Menangani Tindak Pidana Korupsi Sebagai Tindak Pidana Khusus (Study Kasus di Kejaksaan Negeri Wonosobo).

0 1 17

SKRIPSI Peran Jaksa Penuntut Umum Dalam Menangani Tindak Pidana Korupsi Sebagai Tindak Pidana Khusus (Study Kasus di Kejaksaan Negeri Wonosobo).

0 2 14

PENDAHULUAN Peran Jaksa Penuntut Umum Dalam Menangani Tindak Pidana Korupsi Sebagai Tindak Pidana Khusus (Study Kasus di Kejaksaan Negeri Wonosobo).

0 3 17

PERAN KEJAKSAAN DALAM TAHAP PENUNTUTAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA Peran Kejaksaan Dalam Tahap Penuntutan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana (Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Boyolali dan Kejaksaan Negeri Surakarta).

0 2 19

PROSES PENUNTUTAN PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM (Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Pekanbaru ).

0 0 10

TUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BUKITTINGGI.

0 1 6

PERAN JAKSA DALAM PENANGANAN PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Yang Ditangani Oleh Kejaksaan Negeri Kota Semarang) - Unissula Repository

1 37 29