Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Filtrasi Glomerulus
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
LAJU FILTRASI GLOMERULUS
EKA ROINA MEGAWATI
NIP :132 303 381
DEPARTEMEN FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
BAB
1.
PENDAHULUAN
1
BAB 2.
2
2.1.
Membran
filtrasi
glomerulus 2
2.2. Tekanan cairan yang berperan dalam filtrasi glomerulus
5
2.3.
Otoregulasi
GFR
8
2.3.1.
Mekanisme
miogenik
9
2.3.2. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus dan
Keseimbangan
glomerulotubular 10
2.4.
Kontrol
simpatis
ekstrinsik
GFR
11
2.5.
Koefisien
filtrasi
(Kf) 13
BAB 3. KESIMPULAN
15
(3)
BAB 1 PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat berperan dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh.(1) Untuk menjaga homeostasis cairan tubuh tersebut, ginjal menjalankan fungsi ekskresinya yaitu menghasilkan urin. Adapun bagian ginjal yang berperan dalam proses pembentukan urin tersebut adalah nefron yang merupakan unit fungsional dari ginjal. Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus pengumpul serta kapiler peritubuler yaitu kapiler yang berada di sekitar tubulus ginjal. Adapun satu ginjal terdiri atas 1,3 juta nefron, yang berarti terdapat sekitar 2,6 juta nefron dalam tubuh seseorang.(2)Ginjal tidak dapat meregenerasi nefron yang baru, sehingga ketika terjadi kerusakan ginjal, atau proses penuaan, terjadi penurunan jumlah nefron. Pada usia 40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi berkurang sekitar 10% setiap 10 tahun dan pada usia 80 tahun hanya 40% nefron yang berfungsi. Keadaan ini tidak mengancam jiwa karena terjadi adaptasi pada nefron yang sisa dalam mengekskresikan air, elektrolit dan sisa-sisa metabolisme.(3)
Dalam menghasilkan urin, terdapat tiga proses dasar pembentukan urin, yaitu : filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Filtrasi berarti ginjal dalam hal ini glomerulus menyaring darah yang masuk ke kapiler glomerulus untuk melewati saringannya yaitu membran filtrasi glomerulus. Reabsorpsi adalah penyerapan kembali zat-zat hasil filtrasi tersebut (filtrat) yang masih dibutuhkan oleh tubuh dari tubulus renalis ke kapiler peritubuler. Sekresi adalah pengeluaran zat-zat yang berlebihan dari tubuh (kapiler peritubuler) ke tubulus renalis.(4)
Seperti kapiler pada umumnya, kapiler glomerulus relatif tidak permeabel terhadap protein, sehingga hasil filtrasi (filtrat glomerulus) merupakan cairan bebas protein dan tanpa
(4)
elemen-elemen sel termasuk sel darah merah. Konsentrasi filtrat glomerulus mirip dengan konsentrasi plasma darah. Kecuali beberapa zat seperti kalsium dan asam lemak tidak difiltrasi secara bebas karena hampir setengah bagiannya masing-masing berikatan dengan protein plasma, maka ikatan tersebut tidak dijumpai dalam filtrat glomerulus.(3)
Kecepatan glomerulus menghasilkan filtrat dalam satu satuan waktu disebut dengan laju filtrasi glomerulus. Dalam keadaan normal, laju filtrasi glomerulus tersebut dipertahankan konstan, dan terdapat beberapa hal yang berperan dalam mempertahankan laju filtrasi glomerulus tersebut. Tetapi pada keadaan patologis, misalnya dehidrasi nilai GFR dapat berkurang di bawah normal.(2)
(5)
BAB 2
2.1 Membran filtrasi glomerulus
Glomerulus merupakan invaginasi berkas kapiler dengan diameter 200 µm yang mengalami dilatasi dan dikelilingi oleh kapsula Bowman. Kapiler glomerulus memperoleh suplai darah dari arteriol afferen dan dialirkan ke arteriol efferent yang ukurannya lebih kecil.(2)
Darah yang memasuki kapiler glomerulus akan mengalami filtrasi sebelum memasuki kapsula Bowman dengan cara melewati tiga lapisan membran filtrasi glomerulus, yaitu : (1) dinding kapiler glomerolus (sel endotel), (2) lapisan gelatinosa aseluler disebut membran basal (basement membrane/lamina basalis), dan (3) lapisan dalam kapsul Bowman. Ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewati H2O dan zat terlarut lain yang ukuran molekulnya cukup
kecil. Dinding kapiler glomerolus, yang terdiri dari selapis tipis sel endotel gepeng, mempunyai pori-pori atau fenestra, yang membuatnya 50-100 kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain (otot rangka). Membran basal terdiri
dari glikoprotein dan kolagen dan berada di antara glomerulus dan kapsul Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktur, sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. (2, 5)
Sebenarnya pori-pori kapiler glomerulus cukup besar untuk melewatkan albumin, protein protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein bermuatan sangat negatif sehingga akan menolak albumin dan protein plasma lain, yang juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat difiltrasi, dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsul Bowman. Sebagian penyakit ginjal yang ditandai
(6)
oleh adanya albumin berlebihan dalam urin (albuminuria) diperkirakan disebabkan oleh gangguan muatan negatif di dalam membran glomerulus, yang menyebabkan membran lebih permeabel terhadap albumin walaupun ukuran pori-pori tidak berubah.(2, 5)
Terdapat sel mesangial antara membran basal dan endotel yang mirip dengan sel perisit yang umumnya terdapat pada kapiler lain. Sel mesangial umumnya berada antara dua kapiler yang berdekatan, bersifat kontraktil dan berperan dalam mengatur filtrasi glomerulus.(2)
Lapisan terakhir pada membran glomerulus, yaitu sel-sel epitel lapisan dalam kapsul Bowman, terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi permukaan luar glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di dekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan, membentuk celah yang disebut sebagai celah filtrasi (filtration slit), membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsul Bowman. Sel epitel ini juga bermuatan negatif, sehingga ikut serta dalam menghambat filtrasi protein plasma. Dengan demikian, rute yang diambil oleh bahan yang terfiltrasi untuk melintasi membran filtrasi glomerulus pertama melalui pori-pori kapiler glomerulus, kemudian lamina basalis, dan terakhir melalui celah filtrasi kapsula Bowman.(3, 5)
(7)
2.2. Tekanan cairan yang berperan dalam filtrasi glomerulus
Agar filtrasi glomerulus dapat terjadi, harus ada gaya yang mendorong agar terjadi perpindahan cairan dari plasma dalam kapiler glomerulus menembus membrannya menuju kapsul Bowman. Keistimewaan kapiler glomerulus dibandingkan kapiler lain adalah (1) kapiler glomerulus jauh lebih permeabel dibandingkan dengan kapiler di tempat lain, sehingga dengan tekanan filtrasi yang sama, lebih banyak cairan yang difiltrasi, dan (2) keseimbangan gaya-gaya di kedua sisi membran glomerulus yang sedemikian rupa menyebabkan filtrasi berlangsung di keseluruhan panjang.(2, 5)
Adapun tekanan (gaya fisik) yang terlibat dalam filtrasi glomerulus: (1) tekanan darah kapiler glomerulus, (2) tekanan osmotik koloid plasma, dan (3) tekanan hidrostatik kapsul Bowman. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan ini bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah.(5) Tekanan darah kapiler glomerulus, yang diperkirakan bernilai rata-rata 60 mm Hg, lebih tinggi dari pada tekanan darah kapiler di tempat lain disebabkan garis tengah arteriol aferen lebih besar dari pada garis tengah arteriol eferen. Karena darah lebih mudah ke kapiler glomerulus melalui arteriol aferen yang lebih lebar dan lebih sulit keluar melalui arteriol eferen yang lebih sempit, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat akibat terbendungnya darah di kapiler glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi arteriol eferen, tekanan darah tidak mengalami kecenderungan menurun di samping kapiler glomerulus. Tekanan darah glomerulus yang meningkat dan tidak menurun ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul Bowman di keseluruhan panjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.(2, 5)
(8)
Sementara tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi, kedua gaya lain yang bekerja melintasi membran glomerulus (tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh tekanan hidrostatik kapsul Bowman) bersifat melawan filtrasi. Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi protein-protein plasma yang tidak seimbang di kedua sisi membran glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi, protein–protein plasma terdapat di kapiler glomerulus tetapi tidak ditemukan di kapsul Bowman. Dengan demikian, kosentrasi H2O di
kapsul Bowman lebih tinggi dari pada konsentrasinya di kapiler glomerulus. Akibatnya ada kencenderungan H2O untuk berpindah secara osmosis mengikuti penurunan gradien
kosentrasinya dari kapsul Bowman ke kapiler glomerulus melawan filtrasi glomerulus. Tekanan osmotik yang melawan filtrasi ini rata-rata besarnya 32 mmHg sedikit lebih tinggi dari pada kapiler lain di tubuh.(3, 5)
Cairan di dalam kapsul Bowman menimbulkan tekanan hidrostatik (cairan) yang diperkirakan besarnya sekitar 18 mmHg. Tekanan ini, cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul Bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah sebesar 60 mmHg dan disebabkan oleh tekanan darah kapiler glomerulus. Jumlah total kedua gaya yang melawan filtrasi adalah 50 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (tekanan 10 mmHg) disebut sebagai tekanan filtrasi netto. Tekanan ringan ini merupakan penyebab berpindahnya sejumlah besar cairan dari darah menembus membran glomerulus yang sangat permeabel.(3, 5)
(9)
Laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR), bergantung tidak saja pada tekanan filtrasi netto, tetapi juga pada seberapa luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk penetrasi dan permeabilitas membran glomerulus. Sifat-sifat membran glomerulus ini secara kolektif disebut sebagai koefesien filtrasi (Kf ). Hubungan antara GFR, Kf dan tekanan
filtrasi : GFR=Kf x tekanan filtrasi netto (5)
Pada orang dewasa dalam keadaan istirahat, ginjal memperoleh suplai darah 1,2-1,3 liter per menit, atau kurang dari 25% dari curah jantung. Berdasarkan pengukuran bersihan dari PAH (p-amino hippuric acid) diketahui bahwa perkiraan aliran plasma ginjal (Estimated Renal Plasma Flow) sebesar 630 ml/menit. Oleh karena ratio ekstraksi PAH rata-rata 0,9, maka diketahui bahwa aliran plasma ginjal sebesar 700 ml/menit.(2) Dalam keadaan normal, sekitar 20 % plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi netto 10 mmHg, menghasilkan 180 liter filtrasi glomerulus setiap hari untuk GFR rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrasi per hari GFR 115ml/menit pada wanita.(5)
Tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman tidak berada di bawah kontrol dan pada keadaan normal tidak berubah-ubah. Namun, keduanya dapat berubah secara patologis dan dengan demikian, mempengaruhi GFR. Karena tekanan osmotik koloid plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, yang mengurangi tekanan osmotik tersebut, menyebabkan peningkatan GFR. Penurunan tidak terkontrol konsentrasi protein plasma dapat terjadi, misalnya pada pasien luka bakar luas yang kehilangan sejumlah besar cairan plasma protein melalui kulit yang terbakar. Sebaliknya, pada situasi tekanan osmotik koloid plasma yang meningkat, misalnya pada dehidrasi karena diare, GFR menurun. Tekanan hidrostatik kapsul bowman dapat meningkat secara tidak terkontrol dan filtrasi dapat berkurang pada keadaan obstruksi saluran kemih, misalnya akibat
(10)
batu ginjal atau hipertrofi prostat. Pembendungan cairan di belakang obtruksi meningkatkan tekanan hidrostatik kapsul Bowman.(5)
Tidak seperti tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman, yang mungkin berubah secara tidak terkontrol akibat berbagai penyakit, sehingga secara tidak sengaja mengubah GFR, tekanan darah kapiler glomerulus dapat dikontrol untuk menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika dianggap bahwa semua faktor lain konstan, besar tekanan darah kapiler glomerulus bergantung pada laju pada aliran darah di setiap glomerulus, yang pada gilirannya ditentukan terutama oleh besar tekanan darah arteri sistemik dan resistensi arteriol aferen. (2, 5)
2.3. Otoregulasi GFR
GFR dikontrol oleh dua mekanisme, keduanya ditujukan untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus dengan mengatur kaliber dan, dengan demikian, resistensi arteriol aferen. Keduanya adalah (1) otoregulasi, yang ditujukan untuk mencegah perubahan spontan GFR, dan (2) kontrol simpatis esktrinsik, yang ditujukan untuk pengaturan jangka-panjang tekanan darah arteri.(2, 5)
Karena tekanan darah arteri adalah gaya yang mendorong darah ke dalam glomerulus, tekanan darah kapiler glomerulus dan, dengan demikian, GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal-hal lain konstan. Demikian juga, penurunan tekanan darah arteri akan disertai dengan penurunan GFR. GFR spontan semacam itu sebagian besar dicegah oleh mekanisme pengaturan intrinsik yang dicetuskan oleh ginjal itu sendiri, suatu proses dikenal sebagai otoregulasi. Ginjal dalam batas-batas tertentu dapat mempertahankan aliran darah kapiler glomerulus yang konstan (sehingga tekanan darah kapiler glomerulus konstan dan GFR stabil) walaupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakukannya
(11)
dengan mengubah-ubah kaliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Sebagai contoh, jika GFR meningkat akibat adanya peningkatan tekanan arteri, tekanan filtrasi netto dan GFR dapat dikurangi menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen, yang menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus. Penyesuaian lokal ini menurunkan tekanan darah glomerulus dan GFR ketingkat normal. Sebaliknya, apabila GFR turun akibat penurunan tekanan arteri, tekanan glomerulus dapat ditingkatkan ke normal melalui vasodilatasi arteriol aferen, yang memungkinkan lebih banyak darah masuk walau gaya yang mendorongnya berkurang. Peningkatan volume darah glomerulus ini akan meningkatkan tekanan darah glomerulus, yang kemudian memulihkan GFR kembali ke tingkat normal.(5)
Mekanisme pasti yang bertangung jawab melaksanakan respons otoregulasi ini masih belum sepenuhnya dipahami. Saat ini, diperkirakan terdapat dua mekanisme intrarenal yang berperan dalam otoregulasi: (1) mekanisme miogenik, yang berespons terhadap perubahan tekanan di dalam komponen vaskuler nefron, dan (2) mekanisme umpan-balik tubulo-glomerulus dan kesimbangan glomerulotubular.(2, 5)
2.3.1. Mekanisme miogenik
Adalah sifat umum otot polos vaskular. Otot polos vaskular arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respons terhadap peregangan yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian, arteriol aferen secara otomatis berkonstriksi sendiri jika teregang karena tekanan arteri meningkat. Respons ini membantu membatasi aliran darah kedalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya, arteriol aferen yang tidak teregang (karena tekanan di pembuluh menurun) akan secara
(12)
inheren melemas, sehingga aliran darah kedalam glomerulus meningkat walaupun terjadi penurunan tekanan arteri.(5)
2.3.2. Mekanisme umpan-balik tubulo-glomerulus dan keseimbangan Glomerulotubular
Sinyal yang berasal dari tubulus renalis memberi umpan balik untuk member efek terhadap filtrasi glomerulus. Ketika terjadi peningkatan laju aliran filtrat di bagian ascending ansa henle dan bagian awal tubulus distal, maka fitrasi di glomerulus akan berkurang, dan sebaliknya, penurunan laju filtrat akan meningkatkan GFR. Mekanisme ini disebut sebagai mekanisme umpan balik tubulo-glomerulus, yang bertujuan untuk mempertahankan aliran ke tubulus distal konstan. Yang berfungsi sebagai sensor perubahan aliran filtrat tersebut adalah macula densa, dan GFR dipertahankan dengan konstriksi atau dilatasi arteriole afferent. Konstriksi diperantarai oleh thromboxane A2.(2)
Sebaliknya, peningkatan GFR menyebabkan peningkatan reabsorbsi zat-zat terlarut, dan diikuti air, terutama di tubulus proksimal, tetapi persentase zat-zat terlarut yang direabsorbsi konstan. Proses ini disebut sebagai keseimbangan glomerulotubular, ini khususnya untuk Na+. Perubahan reabsopsi Na+ berlangsung dalam beberapa detik setelah perubahan filtrasi, sehingga tidak tampak adanya keterlibatan faktor humoral ekstrarenal. Satu yang teribat adalah tekanan onkotik di dalam kapiler peritubular. Ketika GFR meningkat, terjadi peningkatan tekanan onkotik plasma yang relatif besar sewaktu mencapai arteriole efferent dan cabang-cabang kapilernya, yang hal ini akan meningkatkan reabsorpsi Na+ dari tubulus.(2)
(13)
2.4. Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR
Selain mekanisme otoregulasi intrinsik yang dirancang untuk menjaga agar GFR konstan ketika terjadi fluktuasi tekanan darah arteri, GFR dapat diubah secara sengaja bahkan saat tekanan darah arteri rata-rata berada dalam rentang otoregulasi oleh mekanisme kontrol ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Kontrol ekstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri. Sistem saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal.(5)
Jika volume plasma menurun, sebagai contoh, akibat perdarahan, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotikus, yang mengawali refleks saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat normal. Respon refleks dikoordinasikan oleh pusat kontrol kardiovaskular di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Walaupun peningkatan curah jantung dan resisten perifer total membantu meningkatkan tekanan darah ke arah normal, volume plasma tetap berkurang. Dalam jangka panjang, volume plasma harus dipulihkan ke normal. Salah satu kompensasi untuk penurunan volume plasma adalah reduksi pengeluaran urin, sehingga lebih banyak cairan tertahan di dalam tubuh. Penurunan pengeluaran urin ini sebagian dilakukan melalui penurunan GFR; jika cairan yang difiltrasi sedikit, cairan yang tersedia untuk dieksresikan juga berkurang.(5)
Tidak ada mekanisme baru yang diperlukan untuk menurunkan GFR. GFR berkurang akibat respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama refleks ini, terjadi vasokonstriksi yang diinduksi oleh sistem simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Di antara arteriol yang berkontraksi sebagai respons terhadap refleks baroreseptor ini adalah arteriol aferen
(14)
yang menyalurkan darah ke glomerulus. Arteriol aferen dipersarafi oleh serat vasokonstiktor simpatis jauh lebih banyak daripada persarafan untuk arteriol eferen. Sewaktu arteriol aferen berkontraksi sebagai akibat dari peningkatan aktivitas simpatis, lebih sedikit darah yang mengalir ke glomerulus dibandingkan normal, sehingga tekanan darah kapiler menurun. Terjadi penurunan GFR yang kemudian meyebabkan pengurangan volume urin. Dengan cara ini, sebagian H2O dan garam yang seterusnya keluar dalam urin ditahan di dalam tubuh,
membantu memulihkan volume plasma ke normal, sehingga penyesuaian-penyesuaian kardiovaskular jangka pendek tidak lagi diperlukan. Sebaliknya, apabila tekanan darah meningkat (sebagai contoh, akibat ekspansi volume plasma setelah ingesti cairan dalam jumlah berlebihan), terjadi respons-respons yang sebaliknya. Jika baroreseptor mendeteksi peningkatan tekanan darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol, termasuk arteriol arferen ginjal, secara refleks berkurang, sehingga tejadi vasodilatasi arteriol. Karena darah yang masuk ke glomerulus melalui arteriol aferen yang berdilatasi lebih banyak, tekanan darah glomerulus meningkat dan GFR juga meningkat. Karena cairan yang difiltrasi lebih banyak, cairan yang terjadi untuk dieliminasi dalam urin juga meningkat. Yang ikut membantu peningkatan volume urin adalah penurunan reabsorpsi H2O dan garam oleh
tubulus yang diatur secara hormonal. Melalui kedua mekanisme ini, ginjal meningkatkan filtrasi glomerulus dan penurunan reabsorpsi H2O dan garam oleh tubulus, volume urin
ditingkatkan dan kelebihan cairan dapat dieliminasi dari tubuh. Hilangnya rasa haus dan berkurangnya pemasukan cairan juga membantu memulihkan tekanan darah yang meningkat ke normal.(5)
(15)
2.5. Koefisien filtrasi (Kf)
Koefisien filtrasi (Kf) merupakan nilai konduktivitas hidrolik dan area permukaan kapiler glomerulus. Kf tidak dapat diukur nilainya secara langsung, tapi dapat diperkirakan nilainya dengan membandingkan laju filtrasi glomerulus dengan tekanan filtrasi netto (Kf =
GFR/Net filtration pressure). Karena laju filtrasi glomerulus adalah 125 ml/menit dan tekanan
filtrasi netto adalah 10 mmHg, maka nilai Kf normalnya adalah 12,5 ml/menit/mmHg.(3)
Selama bertahun-tahun Kf diangap konstan, kecuali pada keadaan-keadaan penyakit
dengan membran glomerulus menjadi bocor dibandingkan normal. Riset-riset baru menunjukkan hal yang sebaliknya, yaitu bahwa Kf dapat berubah-ubah di bawah kontrol fisio
dan permeabilitas kapiler glomerulus dapat dimodifikasi oleh aktivitas kontraktil di dalam membran.(5)
Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam golerulus dicerminkan oleh permukaan dalam kapiler glomerulus yang berkontak langsung dengan darah. Setiap berkas glomerulus disatukan oleh sel-sel mesangium. Sel-sel ini juga berfungsi sebagai fagosit dan mengandung elemen-elemen kontraktil (yaitu, filamen mirip-aktin). Kontraksi sel-sel mesangium ini menutup sebagian dari kapiler filtrasi, sehingga luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam berkas glomerulus berkurang. Apabila tekanan filtrasi netto tidak berubah, penurunan Kf ini akan menyebabkan penurunan GFR. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa stimulus simpatis menyebabkan sel-sel mesangium berkontraksi, sehingga hal ini menjadi mekanisme kedua (selain mendorong vasokonstriksi arteriol aferen) sistem simpatis untuk menurunkan GFR. Selain itu, beberapa hormon dam zat perantara kimiawi lokal yang diperkirakan atau diketahui berperan dalam kontrol mekanisme lain di ginjal, misalnya reabsorpsi tubulus dan umpan balik tubulo-glomerulus, telah dibuktikan juga mempengaruhi aktifitas kontraktil sel mesangium.(5)
(16)
Podosit juga memiliki filamen kontraktil mirip-aktin yang kontraksi atau meningkatkan jumlah celah filtrasi yang tersedia di bagian dalam kapsul Bowman dengan mengubah bentuk dan kedekatan tonjolan-tonjolan podosit. Jumlah celah merupakan penentu permeabilitas; semakin banyak celah yang tersedia, semakin besar permeabilitas. Aktivitas kontraktil podosit, yang pada gilirannya mempengaruhi permeabilitas dan Kf tampaknya
(17)
BAB 3 KESIMPULAN
Laju filtrasi glomerulus dipengaruhi oleh sifat membran filtrasi glomerulus, tekanan filtrasi netto dan koefisien filtrasi, laju filtrasi glomerulus dipertahankan tetap konstan oleh mekanisme otoregulasi baik mekanisme miogenik maupun mekanisme umpan balik tubuloglomerular serta kontrol simpatis ekstrinsik.
(18)
DAFTAR PUSTAKA
1. Despopoulos A, Silbernagl S. Color atlas of physiology. 5th ed. New York: Thieme; 2003.
2. Ganong W. Review of medical physiology. 21st ed. California: Mc-Graw Hill company; 2003.
3. Guyton A. Textbook of medical physiology. Eleventh ed. Pennsylvania: Elsevier saunders; 2006.
4. Vander A, Sherman J, Luciano D. Human physiology the mechanism of body function. Eigth ed. New York: McGraw-Hill companies; 2001.
5. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. Fifth ed. California: Thomson Brooks/cole; 2004.
(1)
2.4. Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR
Selain mekanisme otoregulasi intrinsik yang dirancang untuk menjaga agar GFR konstan ketika terjadi fluktuasi tekanan darah arteri, GFR dapat diubah secara sengaja bahkan saat tekanan darah arteri rata-rata berada dalam rentang otoregulasi oleh mekanisme kontrol ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Kontrol ekstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri. Sistem saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal.(5)
Jika volume plasma menurun, sebagai contoh, akibat perdarahan, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotikus, yang mengawali refleks saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat normal. Respon refleks dikoordinasikan oleh pusat kontrol kardiovaskular di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Walaupun peningkatan curah jantung dan resisten perifer total membantu meningkatkan tekanan darah ke arah normal, volume plasma tetap berkurang. Dalam jangka panjang, volume plasma harus dipulihkan ke normal. Salah satu kompensasi untuk penurunan volume plasma adalah reduksi pengeluaran urin, sehingga lebih banyak cairan tertahan di dalam tubuh. Penurunan pengeluaran urin ini sebagian dilakukan melalui penurunan GFR; jika cairan yang difiltrasi sedikit, cairan yang tersedia untuk dieksresikan juga berkurang.(5)
Tidak ada mekanisme baru yang diperlukan untuk menurunkan GFR. GFR berkurang akibat respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama refleks ini,
(2)
yang menyalurkan darah ke glomerulus. Arteriol aferen dipersarafi oleh serat vasokonstiktor simpatis jauh lebih banyak daripada persarafan untuk arteriol eferen. Sewaktu arteriol aferen berkontraksi sebagai akibat dari peningkatan aktivitas simpatis, lebih sedikit darah yang mengalir ke glomerulus dibandingkan normal, sehingga tekanan darah kapiler menurun. Terjadi penurunan GFR yang kemudian meyebabkan pengurangan volume urin. Dengan cara ini, sebagian H2O dan garam yang seterusnya keluar dalam urin ditahan di dalam tubuh,
membantu memulihkan volume plasma ke normal, sehingga penyesuaian-penyesuaian kardiovaskular jangka pendek tidak lagi diperlukan. Sebaliknya, apabila tekanan darah meningkat (sebagai contoh, akibat ekspansi volume plasma setelah ingesti cairan dalam jumlah berlebihan), terjadi respons-respons yang sebaliknya. Jika baroreseptor mendeteksi peningkatan tekanan darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol, termasuk arteriol arferen ginjal, secara refleks berkurang, sehingga tejadi vasodilatasi arteriol. Karena darah yang masuk ke glomerulus melalui arteriol aferen yang berdilatasi lebih banyak, tekanan darah glomerulus meningkat dan GFR juga meningkat. Karena cairan yang difiltrasi lebih banyak, cairan yang terjadi untuk dieliminasi dalam urin juga meningkat. Yang ikut membantu peningkatan volume urin adalah penurunan reabsorpsi H2O dan garam oleh
tubulus yang diatur secara hormonal. Melalui kedua mekanisme ini, ginjal meningkatkan filtrasi glomerulus dan penurunan reabsorpsi H2O dan garam oleh tubulus, volume urin
ditingkatkan dan kelebihan cairan dapat dieliminasi dari tubuh. Hilangnya rasa haus dan berkurangnya pemasukan cairan juga membantu memulihkan tekanan darah yang meningkat ke normal.(5)
(3)
2.5. Koefisien filtrasi (Kf)
Koefisien filtrasi (Kf) merupakan nilai konduktivitas hidrolik dan area permukaan kapiler glomerulus. Kf tidak dapat diukur nilainya secara langsung, tapi dapat diperkirakan nilainya dengan membandingkan laju filtrasi glomerulus dengan tekanan filtrasi netto (Kf =
GFR/Net filtration pressure). Karena laju filtrasi glomerulus adalah 125 ml/menit dan tekanan
filtrasi netto adalah 10 mmHg, maka nilai Kf normalnya adalah 12,5 ml/menit/mmHg.(3)
Selama bertahun-tahun Kf diangap konstan, kecuali pada keadaan-keadaan penyakit
dengan membran glomerulus menjadi bocor dibandingkan normal. Riset-riset baru menunjukkan hal yang sebaliknya, yaitu bahwa Kf dapat berubah-ubah di bawah kontrol fisio
dan permeabilitas kapiler glomerulus dapat dimodifikasi oleh aktivitas kontraktil di dalam membran.(5)
Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam golerulus dicerminkan oleh permukaan dalam kapiler glomerulus yang berkontak langsung dengan darah. Setiap berkas glomerulus disatukan oleh sel-sel mesangium. Sel-sel ini juga berfungsi sebagai fagosit dan mengandung elemen-elemen kontraktil (yaitu, filamen mirip-aktin). Kontraksi sel-sel mesangium ini menutup sebagian dari kapiler filtrasi, sehingga luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam berkas glomerulus berkurang. Apabila tekanan filtrasi netto tidak berubah, penurunan Kf ini akan menyebabkan penurunan GFR. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa stimulus simpatis menyebabkan sel-sel mesangium berkontraksi, sehingga hal ini menjadi mekanisme kedua (selain mendorong vasokonstriksi arteriol aferen) sistem simpatis untuk menurunkan GFR. Selain itu, beberapa hormon dam zat perantara kimiawi lokal yang
(4)
Podosit juga memiliki filamen kontraktil mirip-aktin yang kontraksi atau meningkatkan jumlah celah filtrasi yang tersedia di bagian dalam kapsul Bowman dengan mengubah bentuk dan kedekatan tonjolan-tonjolan podosit. Jumlah celah merupakan penentu permeabilitas; semakin banyak celah yang tersedia, semakin besar permeabilitas. Aktivitas kontraktil podosit, yang pada gilirannya mempengaruhi permeabilitas dan Kf tampaknya
(5)
BAB 3 KESIMPULAN
Laju filtrasi glomerulus dipengaruhi oleh sifat membran filtrasi glomerulus, tekanan filtrasi netto dan koefisien filtrasi, laju filtrasi glomerulus dipertahankan tetap konstan oleh mekanisme otoregulasi baik mekanisme miogenik maupun mekanisme umpan balik tubuloglomerular serta kontrol simpatis ekstrinsik.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Despopoulos A, Silbernagl S. Color atlas of physiology. 5th ed. New York: Thieme; 2003.
2. Ganong W. Review of medical physiology. 21st ed. California: Mc-Graw Hill company; 2003.
3. Guyton A. Textbook of medical physiology. Eleventh ed. Pennsylvania: Elsevier saunders; 2006.
4. Vander A, Sherman J, Luciano D. Human physiology the mechanism of body function. Eigth ed. New York: McGraw-Hill companies; 2001.
5. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. Fifth ed. California: Thomson Brooks/cole; 2004.