2.4. Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR
Selain mekanisme otoregulasi intrinsik yang dirancang untuk menjaga agar GFR konstan ketika terjadi fluktuasi tekanan darah arteri, GFR dapat diubah secara sengaja bahkan
saat tekanan darah arteri rata-rata berada dalam rentang otoregulasi oleh mekanisme kontrol ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Kontrol ekstrinsik atas GFR, yang
diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri. Sistem saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada
ginjal.
5
Jika volume plasma menurun, sebagai contoh, akibat perdarahan, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotikus,
yang mengawali refleks saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat normal. Respon refleks dikoordinasikan oleh pusat kontrol kardiovaskular di batang otak dan terutama
diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Walaupun peningkatan curah jantung dan resisten perifer total membantu meningkatkan tekanan darah
ke arah normal, volume plasma tetap berkurang. Dalam jangka panjang, volume plasma harus dipulihkan ke normal. Salah satu kompensasi untuk penurunan volume plasma adalah reduksi
pengeluaran urin, sehingga lebih banyak cairan tertahan di dalam tubuh. Penurunan pengeluaran urin ini sebagian dilakukan melalui penurunan GFR; jika cairan yang difiltrasi
sedikit, cairan yang tersedia untuk dieksresikan juga berkurang.
5
Tidak ada mekanisme baru yang diperlukan untuk menurunkan GFR. GFR berkurang akibat respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama refleks ini,
terjadi vasokonstriksi yang diinduksi oleh sistem simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Di antara arteriol
yang berkontraksi sebagai respons terhadap refleks baroreseptor ini adalah arteriol aferen
Universitas Sumatera Utara
yang menyalurkan darah ke glomerulus. Arteriol aferen dipersarafi oleh serat vasokonstiktor simpatis jauh lebih banyak daripada persarafan untuk arteriol eferen. Sewaktu arteriol aferen
berkontraksi sebagai akibat dari peningkatan aktivitas simpatis, lebih sedikit darah yang mengalir ke glomerulus dibandingkan normal, sehingga tekanan darah kapiler menurun.
Terjadi penurunan GFR yang kemudian meyebabkan pengurangan volume urin. Dengan cara ini, sebagian H
2
O dan garam yang seterusnya keluar dalam urin ditahan di dalam tubuh, membantu memulihkan volume plasma ke normal, sehingga penyesuaian-penyesuaian
kardiovaskular jangka pendek tidak lagi diperlukan. Sebaliknya, apabila tekanan darah meningkat sebagai contoh, akibat ekspansi volume plasma setelah ingesti cairan dalam
jumlah berlebihan, terjadi respons-respons yang sebaliknya. Jika baroreseptor mendeteksi peningkatan tekanan darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol, termasuk
arteriol arferen ginjal, secara refleks berkurang, sehingga tejadi vasodilatasi arteriol. Karena darah yang masuk ke glomerulus melalui arteriol aferen yang berdilatasi lebih banyak,
tekanan darah glomerulus meningkat dan GFR juga meningkat. Karena cairan yang difiltrasi lebih banyak, cairan yang terjadi untuk dieliminasi dalam urin juga meningkat. Yang ikut
membantu peningkatan volume urin adalah penurunan reabsorpsi H
2
O dan garam oleh tubulus yang diatur secara hormonal. Melalui kedua mekanisme ini, ginjal meningkatkan
filtrasi glomerulus dan penurunan reabsorpsi H
2
O dan garam oleh tubulus, volume urin ditingkatkan dan kelebihan cairan dapat dieliminasi dari tubuh. Hilangnya rasa haus dan
berkurangnya pemasukan cairan juga membantu memulihkan tekanan darah yang meningkat ke normal.
5
Universitas Sumatera Utara
2.5. Koefisien filtrasi Kf