Tujuan Sistem Pertanian Terpadu Tanaman dan Ternak

Dalam rangka menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka secara Nasional dan Internasional di Era saat ini, dimana konsumen mengharapkan adanya produk pertanian yang kandungan residu bahan kimianya rendah bahkan nol, maka petani dituntut untuk merubah pola pertaniannya.

1.2 Tujuan

Memahami lebih lanjut terkait hubungan antara pertanian terpadu dengan pertanian berlanjut mencakup aspek lingkungan, social dan ekonomi. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pertanian Terpadu Tanaman dan Ternak

Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya. Menurut Saputra, 2000 sebagai contoh sederhana pertanian terpadu adalah apabila dalam suatu kawasan ditanam jagung, maka ketika jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman merupakan limbah yang harus dibuang oleh petani. Tidak demikian halnya apabila di kawasaan tersebut tersedia ternak ruminansia, limbah tersebut akan menjadi makanan bagi hewan ruminansia tersebut. Hubungan timbal balik akan terjadi ketika ternak mengeluarkan kotoran yang digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang ditanam di kawasan tersebut. Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep pertanian yang dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma. Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan. Melaiui sistem yang terintegrasi ini akan bermanfaat 3 untuk efisiensi penggunaan lahan, optimalisasi produksi, pemanfaatan limbah, subsidi silang untuk antisipasi fluktuasi harga pasar dan kesinambungan produksi PT.RAPP dan Universitas Lancang Kuning, 2001. Reijntjes 1999 mengatakan, hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit, hewan memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai hadiah atau pinjaman yang memperkuat ikatan sosial. Dalam kondisi input luar rendah, integrasi ternak ke dalam sistem pertanian penting, khususnya untuk : 1. Meningkatkan jaminan subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk menghasilkan pangan bagi keluarga petani 2. Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui pupuk kandang dan pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan penarik. Konsep pertanian terpadu ini perlu digalakkan, mengingat sistem ini disamping menunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga di harapkan mampu mencapai kecukupan daging nasional. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan. Beragamnya pemeliharaan ternak memperluas strategi penurunan risiko budidaya tanaman ganda hingga akan meningkatkan stabilitas ekonomi sistem usaha tani. Sistem produksi ternak herbivora yang dikombinasikan dengan lahan-lahan pertanian dapat disesuaikan dengan keadaan tanaman pangan. Ternak tidak berkompetisi pada lahan yang sama. Tanaman pangan dengan komponen utama dan ternak menjadi komponen kedua. Ternak dapat digembalakan dipinggir atau pada 4 lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan fecesnya. Tuntutan sistem usaha tani terpadu menjadi rasional seiring dengan tuntutan efisiensi dan efektifitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal, faktor produksi lain yang amat terbatas. Sejalan dengan amanat Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan RPPK yang dicanangkan oleh Presiden tanggal 11 Juni 2005, bangsa ini perlu membangun ketahanan pangan yang mantap. Merespon sasaran dalam RPPK tersebut, Departemen Pertanian dalam Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005-2010 telah membuat arah kebijakan dan program pembangunan pertanian. Ada tiga komponen teknologi utama dalam SIPT yaitu: a teknologi budidaya ternak, b teknologi budidaya padi, dan c teknologi pengolahan jerami dan kompos Haryanto, et.al, 2002. Sedangkan tujuan pokok dari sistem SIPT adalah bagaimana petani mengoptimalkan usahanya untuk menghasilkan kompos yang mampu meningkatkan efisiensi usaha taninya. Agar ketiga komponen tersebut dapat diintegrasikan secara sinergis, maka pengembangan Sistem Integrasi Padi-Ternak, dilakukan dengan pendekatan kelembagaan. Sejalan dengan konsep terebut, program integrasi ternak dalam usaha tani tanaman ini diharapkan dapat: a Meningkatkan produktifitas usaha tani tanaman perkebunan, tanaman pangan atau hortikultura melalui pemanfaatan ternak. b Meningkatkan pemanfaatan sisa hasil pertanian tanaman perkebunan, tanaman pangan atau hortikultura untuk pakan ternak. c Meningkatkan pemanfaatan tenaga ternak dan pupuk kandang dalam usaha tani tanaman. d Mengembalikan kesuburan tanah melalui pemanfaatan pupuk kandang. 5 e Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis keluarga petani dalam pengelolaan secara optimum ternak yang diintegrasikan dalam usaha tani tanaman. f Meningkatkan pendapatan keluarga petani pelaksana program integrasi ternak dalam usaha tani tanaman. 2.2. Sistem Pertanian Terpadu Tanaman dan Ternak Sebagai Model Pertanian Berkelanjutan Sustainable Agriculture Pengaruh jangka panjang dari perkembangan dunia pertanian dan industri dalam sistem petanian modern, ternyata menghasilkan dampak negatif yang besar terhadap ekosistim alam. Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun akibat tingginya intensitas pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida telah lama diketahui. Demikian pula dengan ketahanan resistensi hama yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat penyemprotan yang semakin tinggi serta pencemaran air tanah maupun sungai oleh senyawa nitrat akibat peggunaan pupuk yang berlebihan. Pertanian moderen juga telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya spesies tanaman tersebut. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian berkelanjutan, yang selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu meningkat dan berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut: kimia buatan pupuk, pestisida, benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru, seperti jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin menantang. Namun 6 demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang, bisa menimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan lingkungan, tetapi bahkan terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya. Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999. Pembangunan sektor pertanian tidak dapat lagi dilakukan dengan cara-cara lama, harus diubah sejalan dengan makin besarnya tantangan dan perubahan lingkungan strategis, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Perubahan lingkungan eksternal, antara lain globalisasi teknologi dan informasi, liberalisasi perdagangan, dan transformasi budaya antarbangsa sudah tidak terhindarkan. Demikian juga perubahan lingkungan internal, yaitu demokratisasi, desentralisasi, otonomi daerah, dan gejala disintegrasi Salikin, 2003. Pembangunan pertanian harus berarti pembaharuan penataan pertanian yang menyumbang pada upaya mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling kurang beruntung di pedesaan. Penerapan sistem pertanian berkelanjutan dapat digunakan sebagai momentum untuk mendorong berkembangnya ekonomi rakyat. Pada dasarnya para petani sangat siap menerima sistem pertanian berkelanjutan karena input yang digunakan telah tersedia di lingkungan alam sekitarnya. Bahkan sebelum mengenal intensifikasi pertanian dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, para petani telah menerapkan sistem pertanian berkelanjutan ramah lingkungan, misalnya dengan menggunakan pupuk kandang. Dengan pengetahuan tradisional yang dimiliki, para petani perlu diberdayakan sehingga memiliki pengetahuan yang meningkat tentang pertanian berkelanjutan, serta memahami peluang dan tuntutan pasar yang menghendaki produk berkualitas dan ramah lingkungan. Dengan demikian para petani dapat menghasilkan produk pertanian bernilai ekonomis tinggi sekaligus dapat menjaga kelestarian fungsi lingkungan Jauhari, 2002. 7 Salikin 2003 mengatakan sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan empat macam model sistem, yaitu sistem pertanian organik, sistem pertanian terpadu, sistem pertanian masukan luar rendah, dan sistem pengendalian hama terpadu sedangkan beberapa alternatif yang dapat dikemukakan dalam usaha mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui pertanian secara terpadu adalah dengan cara: sistem tanam ganda, komplementari hewan ternak dan tumbuhan, usaha terpadu peternakan dan perkebunan, agroforestry, pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya genetik dan pengelolaan hama terpadu yang sedang gencar- gencarnya dicanangkan oleh Departeman Pertanian adalah pola usaha tani terpadu dalam bentuk berbagai program seperti Sistem Integrasi Padi-Ternak SIPT, Agropolitan atau berbagai sistem keterpaduan dengan sub sektor lain. Pelaksanaan program ini merupakan upaya terobosan yang dikembangkan untuk mengatasi kendala kecendrungan menurunnya tingkat produktivitas beberapa produk pertanian antara lain pada sub sektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura sebagai akibat dari degradasi lahan pertanian dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pemakaian pupuk bahan kimia yang berlebihan. Departemen Pertanian mencoba memformulasikan dengan memberi paket bantuan ternak kepada kelompok petani dengan harapan agar petani disamping memperoleh kotoran untuk pupuk tanaman juga para petani memperoleh keuntungan dari hasil penambahan berat badan ternak sapi yang dipeliharanya sehingga diharapkan para petani tersebut mendapat penambahan pendapatan Direktorat Pengembangan Peternakan, 2003.

2.3. Pertanian Berkelanjutan sebagai Konsep Ekonomi dan Pembangunan Pedesaan