Introduksi dan ekspresi gen hormon pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada ikan lele (Clarias sp)

(1)

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN

HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA

(

Oreochromis niloticus

)

PADA IKAN LELE (

Clarias

sp)

GUSRINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

“Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp)”

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan oleh para komisi pembimbing, terkecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2011

Gusrina C161060121


(3)

ABSTRACT

GUSRINA. Introduction and expression of tilapia (Oreochromis niloticus) growth hormone gene in catfish (Clarias sp). Under direction of KOMAR SUMANTADINATA, ALIMUDDIN, and UTUT WIDYASTUTI.

The gene transfer technology applied in commercially important aquatic animals is to enhance genetic quality of aquaculture broodstock. This study was conducted to introduce gene encoding growth hormone (GH) in catfish embryos to improve its growth rate. In fish, microinjection was the earliest technique developed to introduce foreign DNA into fertilized eggs. However, the opaquness, stickiness and buoyancy of the embryos, the invisibility of the pronuclei, the togness of the chorion, and the higher mortality of injected eggs make this technique time consuming and requires sophisticated skills. Electropration method is able to produce mass fish transgenic. In this study, we transferred a plasmid containing GH gene of Nile tilapia (tiGH), driven by medaka

β-actin promoter (mBP) into catfish using microinjection and electroporation methods, to obtain growth enhanced transgenic fish. The DNA solution (mBP-tiGH) used was 50 µg/ml in sterile distillated water. The parameter observed was survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of individual carrying mBP-tiGH. Transgenic individual carrying tiGH was identified by PCR ( Polymerase Chain Reaction) method with specific primer for tiGH gene. The analysis of gene expression was conducted by RT-PCR. The results of research from 100 catfish embryos showed that control uninjected treatment was higher SRe and HR of eggs fertilized while the Sre and HR in electroporated-sperm was similar with control (SRe 98.5%; HR 91.2%). Percentage of catfish carrying tiGH gene by microinjection methods was 42.86% (12/28) while by electroporation methods was 87% and 93%. Germ line transmission of the transgene at first generation was 4.0 % - 8.33%. The growth of catfish in founder generation was not different between transgenic and nontransgenic. The growth of transgenic catfish at first generation were up to 7 fold higher compared with nontransgenic fish.


(4)

RINGKASAN

GUSRINA. Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp). Dibimbing oleh KOMAR SUMANTADINATA, ALIMUDDIN dan UTUT WIDYASTUTI.

Kementerian Kelautan Perikanan menargetkan peningkatan produksi ikan lele 50% pertahun. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah dengan memelihara ikan yang tumbuh cepat. Saat ini sedang dicoba suatu metode yang dapat menunjang program tersebut yaitu teknologi transgenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter (sebagai sekuens pengatur ekspresi gen atau on/off switches), diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid .

Aplikasi teknologi transgenik pada ikan lele di Indonesia belum dilakukan. Pada penelitian ini untuk menghasilkan ikan lele transgenik dilakukan beberapa tahapan penelitian. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian terhadap aktivitas promoter. Promoter yang digunakan dalam pengujian ini adalah ß-aktin yang berasal dari ikan medaka yang disambungkan dengan gen penyandi protein berpendar hijau dalam konstruksi ß-aktin-GFP (mBP-GFP). Aktivitas promoter tersebut dianalisis dengan mengamati ekspresi gen penanda GFP (Green fluorescent protein) pada embrio ikan lele. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengintroduksikan gen mBP-tiGH pada embrio ikan lele menggunakan metode mikroinjeksi. Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah menganalisis ekspresi gen mBP-tiGH pada generasi founder dan generasi pertama pada ikan lele. Pada tahap terakhir dilakukan juga transfer gen menggunakan metode elektroporasi untuk menghasilkan ikan transgenik dalam jumlah banyak. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi acuan dalam rangka memproduksi ikan lele transgenik yang mempunyai pertumbuhan yang lebih baik.

Pada tahap pertama digunakan konstruksi gen dalam bentuk plasmid mBA-GFP dengan konsentrasi 50 µg/ml . Konstruksi gen tersebut diinjeksikan ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase 1 sel. Jumlah telur yang diinjeksi untuk konstruksi gen adalah sebanyak 30 embrio dan dilakukan 2 pengulangan. Telur diinkubasi pada akuarium dengan suhu air sekitar 28o

C. Ekspresi gen GFP diamati menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) dimulai pada jam ke-4 setelah fertilisasi dan dilanjutkan setiap 2 jam sekali hingga ekspresi GFP tidak terdeteksi. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) dianalisis sebagai data pendukung. DKH-e dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung ketika semua telur telah menetas. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKH-e (63,33±3,34%) dan DP (63,63± 10,03%) kontrol tidak diinjDKH-eksi lDKH-ebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan injeksi. DKH-e yang diinjeksi dengan mBA-GFP adalah 25,00±1,67%. Nilai DP untuk mBA-GFP adalah 18,34±1,65%. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP adalah 3,3 ±0,0%. Puncak ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter β-aktin adalah pada jam ke-10. Ekspresi gen GFP tidak tampak lagi pada saat telur menetas. Kesimpulannya adalah bahwa promoter β-aktin dari ikan medaka dapat aktif mengendalikan ekspresi gen asing pada ikan lele, sehingga promoter tersebut dapat digunakan dalam pembuatan ikan lele transgenik.


(5)

Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) pada embrio ikan lele sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuhnya. Gen GH dari ikan nila (tiGH) yang dikontrol oleh promoter beta-aktin (mBP) dari ikan medaka ditransfer menggunakan metode mikroinjeksi ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase satu sel. Konsentrasi konstruksi gen mBP-tiGH yang ditransfer adalah 50 µg/ml akuabides. Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase individu ikan lele yang membawa tiGH. Identifikasi ikan yang membawa mB-tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dengan menggunakan metode mikroinjeksi dari 100 embrio yang diinjeksi menunjukkan bahwa nilai DKHe (97%) dan DP (94%) pada kontrol (tidak dimikroinjeksi) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan mikroinjeksi (30% untuk DKHe, dan 28% DP). Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode mikroinjeksi adalah 42,86% (12/28).

Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk menganalisis ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila (tiGH) pada ikan lele (Clarias sp) pada generasi pertama. Ikan lele transgenik founder yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya dilakukan pemeliharaan sampai siap untuk dipijahkan. Setelah 12 bulan pemeliharaan dilakukan pengamatan tingkat kematangan gonad dan diperoleh 4 ekor induk ikan lele yang matang kelamin dengan jumlah jantan 3 ekor dan betina 1 ekor. Ikan lele jantan transgenik founder disilangkan dengan ikan lele betina nontransgenik, sedangkan ikan lele betina transgenik founder disilangkan dengan ikan lele jantan nontransgenik. Proses pemijahan dilakukan secara semi-buatan. Penetasan telur dan pemeliharaan larva dilakukan sesuai dengan prosedur SNI (2004). Parameter yang diamati adalah ekspresi gen secara fenotipe dan genotipe. Ekspresi gen secara fenotipe diketahui dengan mengamati pertumbuhan ikan lele, sedangkan secara genotipe adalah dengan analisa RT-PCR. Berdasarkan hasil analisis RT-PCR, terdapat 1 ekor memperlihatkan ekspresi transgen dari 9 ekor pada generasi founder, sedangkan pada generasi pertama memperlihatkan ekspresi transgen terdapat 5 ekor dari 7 ekor yang dianalisis. Hal ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi, walaupun tidak semua mengekspresikan transgen. Identifikasi ikan yang membawa gen mBP-tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Hasil penelitian dari 4 ekor induk lele transgenik founder hanya 2 ekor yang memijah dan diperoleh hasil pada ikan lele transgenik generasi pertama yang membawa gen mBP-tiGH adalah 8,33% (15 dari 180) dan 4,0% (6 dari 150). Pertumbuhan ikan lele pada generasi founder tidak berbeda antara transgenik dan nontransgenik. Pertumbuhan ikan lele generasi pertama (rata-rata bobot) antara transgenik dan nontransgenik berbeda nyata dengan peningkatan sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan nontransgenik. Kesimpulan adalah bahwa gen mBP-tiGH dapat ditransmisikan pada generasi pertama dan memberikan peningkatan pertumbuhan pada benih ikan lele.

Transfer gen menggunakan elektroporasi menunjukkan bahwa nilai DKHe dan DP antara kontrol dengan perlakuan elektroporasi relatif sama 98,5% untuk DKHe, dan 91,2% DP. Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode elektroporasi yaitu 90% lebih tinggi dibandingkan dengan mikroinjeksi. Dengan demikian metode elektroporasi dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah ikan lele tarnsgenik yang dihasilkan.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011.

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN

HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA

(

Oreochromis niloticus

)

PADA IKAN LELE (

Clarias

sp)

GUSRINA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

Penguji Ujian Tertutup : Dr. Ir. Widanarni, MSi Dr. Ir. Suharsono, DEA

Penguji Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.S.c Dr. Ir. Rudhy Gustiano, MSc


(9)

Judul Disertasi : Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp)

Nama : Gusrina

NIM : C 161060121

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof.Dr.Ir. Komar Sumantadinata,M.Sc

Dr. Alimuddin, S.Pi, MSc

Anggota Anggota

Dr.Ir. Utut Widyastuti, M.Si

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perairan

Prof.Dr.Ir. Enang Harris, M.S Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 6 Juni 2011 Tanggal Lulus : ...


(10)

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Alloh SWT atas segala karunia dan petunjuk-NYA, sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Solawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya dan petunjuk bagi kehidupan umat manusia hingga akhir zaman.

Disertasi dengan judul ”Introduksi dan Ekspresi Gen Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Ikan Lele (Clarias sp)”

disusun berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan di lapangan yaitu di Balai Besar Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar Sukabumi, Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, Cianjur serta Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Perikanan Budidaya Air Tawar Sukamandi.

Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini tidak semata didapatkan sendiri, melainkan atas kerjasama dan bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir Komar Sumantadinata, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Alimuddin SPi, MSc dan Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan studi di IPB mulai dari awal penelitian hingga akhir penyusunan disertasi ini.

2. Dr. Ir. Widanarni, MSi dan Dr. Ir. Suharsono, DEA, selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran pada saat sidang tertutup. 3. Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.S.c dan Dr. Ir. Rudhy Gustiano, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran pada saat sidang terbuka.

4. Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, Cianjur yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan dan kesempatan tugas belajar S3 kepada penulis .

5. Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar di Sukabumi dan staf atas perijinan dan segala bantuannya.

6. Kepala Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Perikanan Budidaya Air Tawar di Sukamandi dan staf atas perijinan dan segala bantuannya.

7. Rasa terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Hamdan Nasution, ananda Salma Afifah, Haristian Afif Nasution, Muhammad Farhan Nasution dan Muthiia Naziifah yang telah melengkapi dan memberikan kebahagiaan bagi kehidupan penulis serta dengan segala pengertian, pengorbanan, kesabaran dan doa yang tidak pernah terlupakan selama penulis menyelesaikan studi S3 ini.

8. Ayahanda dan Ibunda (almarhum dan almarhumah), kakak, dan adik-adikku serta Ibunda Mariah yang telah mencurahkan segala doa restu, kasih sayang, baik dukungan moril maupun materil.

9. Serta kepada semua orang yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu atas segala bantuan dan dukungannya.

Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat bagi kepentingan penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2011 Gusrina


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1965 dari pasangan ayah Agus Syam (Almarhum) dan ibu Musripah (Almarhumah). Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1988. Pada tahun 2002 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Perairan. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian Cianjur, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional.

Penulis mulai bekerja di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, Cianjur sebagai staf pada departemen Agribisnis Perikanan sejak tahun 1990 sampai sekarang. Jabatan fungsional Widyaiswara Muda diperoleh pada tahun 2000 dan pada tahun 2006 menjadi Widyaiswara Madya. Selama menjadi Widyaiswara pada tahun 2006 menjadi widyaiswara teladan sebagai juara pertama penulisan karya ilmiah Tingkat Nasional.

Satu buah karya ilmiah berjudul Transfer gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila (tiGH) pada ikan lele (Clarias sp) dengan metode mikroinjeksi telah dibuat dan diterima sebagai makalah dan dipresentasikan pada Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) I yang diselenggarakan oleh Badan Riset Kelautan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan di Surabaya pada tanggal 24 Juni 2009 dan diterbitkan pada Jurnal Riset Akuakultur Volume 4 No.3 Desember 2009.


(12)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xii xiv xvi I. PENDAHULUAN UMUM...

Latar belakang... Perumusan masalah ... Tujuan dan manfaat ... Kebaruan Penelitian ... II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE

(Clarias sp) ... Abstrak... Abstract ... Pendahuluan ... Bahan dan metode ... Hasil dan Pembahasan... Kesimpulan ... III. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA

(tiGH) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE MIKROINJEKSI ... Abstrak... Abstract ... Pendahuluan ... Bahan dan metode ... Hasil dan Pembahasan... Kesimpulan ... IV. EKSPRESI GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN

NILA PADA IKAN LELE (Clarias sp)... Abstrak... Abstract ... Pendahuluan ... Bahan dan metode ... Hasil dan Pembahasan... Kesimpulan ... V. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA

(tiGH) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ... Abstrak... Abstract ... Pendahuluan ... Bahan dan metode ... Hasil dan Pembahasan... Kesimpulan ... 1 1 4 7 7 8 8 9 9 12 16 21 22 22 22 23 24 30 35 36 36 37 37 40 44 49 50 50 50 51 53 58 65


(13)

VI. PEMBAHASAN UMUM ...

VII. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN... .

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN ...

66 73 74 82


(14)

DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Teknologi transfer gen GH pada berbagai jenis ikan ... Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP menggunakan konstruksi gen mBA-GFP pada ikan lele (Clarias sp) .. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH (PIMG) dengan menggunakan mikroinjeksi... ... Transmisi gen mBP-tiGH pada generasi pertama dari induk ikan lele jantan yang berbeda... Kriteria penilaian motilitas spermatozoa... Motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa ikan lele setelah elektroporasi pada kondisi kuat medan listrik yang berbeda ... Motilitas spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan... Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kuat medan listrik dengan jumlah kejutan 3... Motilitas spermatozoa ikan lele yang dielektroporasi pada tingkat kuat medan listrik 125 dengan beberapa jumlah kejutan... Derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase ikan lele yang membawa gen mBP-tiGH (PIMG) dengan metode elektroporasi ... SMGT pada berbagai jenis ikan... Perbandingan derajat kelangsungan hidup embrio, derajat penetasan dan persentase individu yang membawa gen pada ikan lele dengan metode transfer gen berbeda...

2 16 31 44 55 58 58 59 59 61 68 69


(15)

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Peta konstruksi gen mBP-GFP ... Cekungan agarosa ... Injeksi pada blastodisk embrio ikan lele fase satu sel... Ekspresi gen GFP pada embrio ikan lele (Clarias sp) yang diinjeksi dengan mBA-GFP pada jam ke : 6,8,10,12,14,16,18 dan 20 setelah di injeksi... Peta konstruksi gen mBP-tiGH... Deteksi insersi gen mBP-tiGH menggunakan metode PCR pada benih ikan lele umur 30 hari hasil transfer menggunakan metode mikroinjeksi... Sebaran bobot dan jumlah benih ikan lele nontransgenik dan transgenik founder pada umur 30 hari... Deteksi ekspresi dari transgenik founder menggunakan RT-PCR menggunakan cetakan cDNA... Deteksi ekspresi dari transgen pada ikan transgenik generasi pertama

(F1) menggunakan metode One Step

RT-PCR...

Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik generasi pertama umur 2 bulan... Sebaran distribusi bobot benih ikan lele transgenik generasi pertama umur 3 bulan... Laju pertumbuhan harian antara ikan transgenik generasi pertama dan nontransgenik...

Pertumbuhan rata-rata ikan lele transgenik dan nontransgenik generasi pertama... Ikan transgenik generasi pertama dan nontransgenik umur 3 bulan... Spermatozoa ikan lele yang diamati dengan pembesaran 10X40... Derajat pembuahan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik ... Derajat penetasan telur ikan lele yang dibuahi oleh spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik... 11 13 14 18 26 32 34 35 45 47 47 48 48 48 55 60 60


(16)

18.

19.

20.

Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada larva ikan lele yang baru menetas dengan metode elektroporasi... Deteksi insersi gen mBP-tiGH pada benih ikan lele umur 90 hari dengan metode elektroporasi... Distribusi berat individu benih ikan lele umur 30 hari hasil introduksi gen mBP-tiGH dengan konsentrasi yang berbeda...

62

63


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1

2

3 4 5

Metode kultur cair perbanyakan bakteri dan isolasi plasmid DNA : mBA-tiGH dan mBA-GFP... Seperangkat alat pengamatan ekspresi gen Green Fluorescent Protein ...

Hasil analisis data bobot ikan lele ... Sekuens gen GH Oreochromis niloticus... Alignment gen ikan nila dan ikan lele ...

82

83 84 88 90


(18)

I. PENDAHULUAN UMUM

Latar belakang

Produksi akuakultur setiap tahun meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta jiwa dan membutuhkan ikan sebanyak 6,3 juta ton jika konsumsi perkapita 28,7 kg/orang/tahun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 235 juta jiwa dan membutuhkan ikan sebanyak 7,0 juta ton jika konsumsi perkapita naik menjadi 30,0 kg/orang/tahun (Dahuri 2006). Dalam program revitalisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014 ada beberapa komoditas yang ditargetkan meningkat produksinya. Ikan lele merupakan salah satu komoditas akuakultur yang selalu meningkat permintaannya setiap tahun. Peningkatan produktivitas akuakultur dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan terkini yang diharapkan dapat meningkatkan produksi adalah teknologi trangenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan tertentu untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transgenesis ini telah diaplikasikan pada bidang akuakultur sejak tahun 1985 di Cina dengan mengintroduksi gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari manusia pada ikan maskoki (Zhu et al. 1985). Sejak itu, teknologi transfer gen mulai dikembangkan di beberapa negara dengan fokus penelitian pada transfer gen hormon pertumbuhan. Pada penelitian selanjutnya di gunakan gen hormon pertumbuhan (Growth Hormone /GH) dari ikan, gen anti beku, gen pengatur sintesa DHA, gen anti penyakit dan gen pengatur warna (Dunham 2004).

Introduksi gen GH pada ikan umum dilakukan oleh beberapa peneliti. Pada beberapa jenis ikan yang diintroduksi gen GH mengalami pertumbuhan yang luar biasa dimana telah terjadi pertumbuhan 10 kali lipat pada ikan Salmon (Devlin et al. 1994), pertumbuhan 35 kali lipat pada ikan mud loach (Nam et al. 2001), dan pertumbuhan 7 kali lipat pada ikan nila (Kobayashi et al. 2007). Peningkatan pertumbuhan pada ikan ini dapat memberikan keuntungan pada akuakultur karena waktu produksi menjadi lebih singkat dan meningkatkan efisiensi pakan (Devlin et al. 2004). Penelitian tentang transfer gen GH pada berbagai jenis ikan telah dilakukan oleh para peneliti (Tabel 1).


(19)

Tabel 1. Teknologi transfer gen GH pada berbagai jenis ikan

Jenis Ikan Konstruksi Gen Referensi Goldfish Rainbow Trout Channel Catfish Common Carp Common Carp Pike Common Carp Channel catfish Common Carp Common Carp Nile Tilapia Atlantik Salmon Common Carp Rainbow Trout Sockeye Salmon Common Carp Nile Tilapia Rainbow Trout Mudloach Zebra Fish Ayu Fish Common Carp Coho Salmon Nile Tilapia Ikan Patin mMT-hGH SV40-hGH mMT-hGH RSV-csGH pCaβ-csGHcDNA RSV-bGH

pCaβ-csGH

RSVLTR-csGHcDNA RSV-rtGH

mMT-hGH mMT-rGH AFP-csGHcDNA pCaβ-rtGH

prtMtb-gbs-GHcDNA OnMT-GH1

pCaβ-csGHcDNA CMV-tiGH

OnMTGH Pmlβact-mlGH cβp-chrtiGH ccBA-rtGH1cDNA CA-gcGH

OnMT-GH1 mBP-tiGH pccBA-phGH

Zhu et al. (1985) Chourrout et al. (1986) Dunham et al. (1987) Zhang et al. (1990) Liu et al. (1990) Guise et al. (1992) MaClean et al. (1992) Dunham et al, (1992) Power et al. (1992) Zhu (1992)

Rahman & Maclean (1992) Du et al. (1992)

Chen et al. (1993) Cavari et al. (1993) Devlin et al (1994) Moav et al. (1995) Martinez et al. (1996) Devlin et al. (2001) Nam et al. (2001) Morales et al. (2001) Cheng et al. (2002) Gang et al. (2003) Devlin et al. (2004) Kobayashi et al. (2007) Dewi (2010)

Ket : mMT=mouse metallothionein, hGH= human growth hormone, SV40=Simian Virus 40, pCaß=plasmid carp ßactin, csGHcDNA=chinook salmon growth hormone complementary DNA, RSVLTR= Rous Sarcoma Virus Long Terminal Repeat, RSV=Rous Sarcoma Virus, bGH=bovine growth hormone, csGH=chinook salmon growth hormone, AFP= Anti Freeze Protein, rGH= rat growth hormone, rtGH= rainbow trout growth hormone, onMT= Onchorhynchus metallothionein, CMV=Cytomegalovirus, pmlßact= plasmid promoter ß actin mudloach, mlGH= mud loach growth hormone, cßp= carp ß actin promoter, chrtiGH= gen kromosom tilapia growth hormone, tiGH=tilapia growth hormone, OnMTGH= Onchorhynchus Metallothionein Growth Hormone, CA= promoter beta aktin ikan mas, gcGH= grass carp growth hormone, ccBA= cyprinus carpio beta aktin, mBP= medaka beta aktin, pccBA= plasmid Cyprinus carpio beta aktin, phGH= Pangasionodon hypophthalmus growth hormone

Aplikasi teknologi transgenesis pada ikan budidaya di Indonesia baru diperkenalkan pada tahun 2009. Ikan lele merupakan ikan air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat karena dagingnya empuk dan tidak terdapat banyak duri dalam tubuhnya. Kebutuhan ikan lele saat ini belum terpenuhi, untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut harus dilakukan program pembenihan ikan lele yang intensif. Menurut Rustidja (1999) dan Dunham (2004), perbaikan mutu ikan dapat dilakukan dengan beberapa strategi, antara lain dengan cara seleksi, hibridisasi, silang balik, ginogenesis maupun transgenik. Perbaikan mutu ikan


(20)

lele secara konvensional dapat dilakukan dengan selective breeding dan hibridisasi. Sedangkan perbaikan mutu ikan lele secara bioteknologi dapat dilakukan dengan cara menerapkan teknologi transgenesis yang akan meningkatkan pertumbuhan. Teknologi transgenesis adalah suatu proses mengintroduksikan satu atau lebih DNA asing ke hewan uji dengan tujuan untuk memanipulasi genotipenya kearah yang lebih baik dan selanjutnya dapat ditransmisikan ke keturunannya (Beamont & Hoare 2003).

Menurut Hackettt (1993), ada tiga tahapan utama untuk menghasilkan ikan transgenik yaitu (1) mempersiapkan konstruksi gen yang tersusun atas gen penyandi protein tertentu dan elemen regulator yang mengontrol/mengendalikan ekspresi gen, (2) mengintroduksi konstruksi gen ke dalam inti sel embrio yang sedang berkembang supaya bisa didistribusikan ke semua jaringan tubuh ikan, (3) mengidentifikasi individu ikan yang mengekspresikan gen asing atau transgen karena tidak semua transgen yang ditransfer akan efektif dan tidak semua konstruksi gen akan bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan penelitian untuk memperoleh ikan transgenik.

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian terhadap aktivitas promoter. Promoter yang digunakan dalam pengujian ini adalah ß-aktin yang berasal dari ikan medaka yang disambungkan dengan gen penyandi protein berpendar hijau dalam konstruksi ß-aktin-GFP (mBP-GFP). Aktivitas promoter tersebut dianalisis dengan mengamati ekspresi gen penanda GFP (Green fluorescent protein) pada embrio ikan lele. Penelitian ini dilakukan karena konstruksi gen yang di introduksikan pada embrio ikan lele pada tahap selanjutnya menggunakan kontruksi gen mBP-tiGH dimana gen GH yang digunakan berasal dari ikan nila dan elemen regulatornya yaitu promoter berasal dari ikan medaka. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengintroduksikan gen mBP-tiGH pada embrio ikan lele. Metode transfer gen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mikroinjeksi dan elektroporasi. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah menganalisis ekspresi gen mBP-tiGH pada generasi pertama hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele.

Dalam penelitian ini dengan perlakuan transfer gen GH diharapkan akan meningkatkan kecepatan tumbuh ikan lele sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi ikan lele ukuran konsumsi menjadi lebih cepat. Konstruksi gen yang ditransfer kedalam embrio ikan lele yang telah dibuahi pada fase satu


(21)

sel adalah mBP-tiGH. Konstruksi gen mBP-tiGH merupakan konstruksi gen yang dibuat oleh Kobayashi et al. (2007). Penelitian ini merupakan tahap awal dari produksi ikan lele transgenik dan diharapkan akan memberikan efek yang sama atau lebih tinggi seperti yang telah dilakukan pada ikan nila oleh Kobayashi

et al. (2007).

Perumusan masalah

Kebutuhan manusia akan ikan lele setiap waktu semakin meningkat seiring kesadaran manusia untuk mengkonsumsi bahan pangan bergizi. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang harganya relatif murah sehingga mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada program kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Dirjen Perikanan Budidaya pada tahun 2010 – 2014 ditargetkan terjadi peningkatan produksi 353% dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton dengan jenis komoditas adalah rumput laut, lele, patin, bandeng, nila dan kerapu. Ikan lele termasuk salah satu komoditas yang ditargetkan meningkat. Selama kurun waktu 2009-2014 ditargetkan kenaikan produksi ikan lele sebesar 450% yaitu 200 ton pada tahun 2009 dan 900 ton pada tahun 2014 (Warta Pasar Ikan, 2010). Saat ini, permasalahan utama dalam budidaya ikan lele adalah benih sebar yang bermutu sangat rendah. Hal ini dikarenakan induk ikan lele yang bermutu baik relatif sulit didapat. Induk ikan lele yang unggul sesuai kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI) harus mempunyai berat badan lebih dari 500 gram. Untuk mencapai berat badan 500 gram saat ini dibutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 9 – 12 bulan, jika ketersediaan induk tidak mencukupi maka ketersediaan benih tidak tercukupi.

Menurut Nurhidayat (2000), lele dumbo yang berasal dari Sleman, Tulung Agung dan Bogor mempunyai stabilitas perkembangan yang rendah akibat telah mengalami tekanan silang-dalam yang ditunjukkan dengan tingginya nilai fluktuasi asimetri dan adanya individu yang tidak tumbuh sirip dada dan sirip perut pada kedua sisinya (abnormal). Ikan lele yang telah mengalami tekanan silang dalam akan mengalami pertumbuhan yang lambat. Oleh karena itu, untuk memperbaiki karakter-karakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan laju pertumbuhan perlu dilakukan suatu upaya agar ikan lele mempunyai kecepatan tumbuh yang lebih baik.


(22)

Untuk memperbaiki kecepatan tumbuh pada ikan budidaya dapat di lakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan secara genetis melalui seleksi, perbaikan teknik budidaya dan nutrisi telah banyak dilakukan (Fjalested

et al. 2003). Pendekatan sistem endokrin untuk mengontrol pertumbuhan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (McLean & Devlin 2000), dan juga pendekatan dengan pemberian hormon pertumbuhan dalam bentuk pelet implantasi telah diaplikasikan. Dari beberapa pendekatan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara lain: pendekatan genetis melalui seleksi membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang banyak. Pendekatan dengan pemberian hormon melalui implantasi membutuhkan dosis yang tepat, dalam waktu yang lama dan harus dilakukan pada setiap siklus produksi. Saat ini suatu metode baru telah dikembangkan yang dapat mengatasi masalah tersebut yaitu teknologi transgenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan tertentu untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter (sebagai sekuens pengatur DNA atau on/off switches), diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid (Dunham 2004).

Teknik transfer gen yang dapat diaplikasikan pada ikan ada beberapa metode antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi, infeksi retroviral, ballistic bombardment dan transfeksi, inkubasi sperma dengan DNA (Alimuddin et al.

2003; Dunham 2004). Dari beberapa metode tersebut yang sering diaplikasikan adalah metode mikroinjeksi. Metode mikroinjeksi ini dikembangkan dari teknik produksi tikus transgenik. Gen yang akan diintroduksi disuntikkan ke sel menggunakan gelas pipet yang sangat kecil (diameter ujung jarum sekitar 0,05 – 0,15 mm). Pekerjaan ini dilakukan menggunakan mikroskop dengan bantuan sebuah mikromanipulator pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA yang akan disuntikkan. Mikroinjeksi harus dilakukan pada fase 1 sel untuk mendistribusikan gen ke setiap sel yang membelah. Jika penyuntikan dilakukan ke dalam salah satu blastomer setelah pembelahan sel, gen hanya bisa terdistribusikan dari sel yang disuntik tadi. Tingkat kelangsungan hidup dan persentase ikan yang membawa gen yang telah disuntikkan bervariasi bergantung pada ketrampilan dan spesies ikan (Alimuddin et al.2003). Metode mikroinjeksi telah sukses dilakukan untuk memproduksi ikan transgenik dan


(23)

umumnya teknik ini yang digunakan. Tetapi teknik mikroinjeksi akan sangat sulit jika diterapkan untuk memproduksi ikan transgenik secara massal dalam jumlah yang besar. Metode ini tidak hanya membutuhkan waktu pengerjaan yang relatif lama dan biaya laboratorium yang tinggi tetapi juga sangat dibatasi oleh jumlah telur dan fisiologi telur ikan. Nukleus dari telur ikan sangat kecil dan sukar untuk dilihat tanpa bantuan alat, membran telur atau korion akan mengeras segera setelah pembuahan, mudah pecah, buram dan sebagainya (Lanes et al. 2009). Berdasarkan hasil penelitian dengan metode mikroinjeksi memberikan hasil introduksi gen yang relatif sedikit. Oleh karena itu dibutuhkan metode lain sebagai alternatif dari berbagai macam problem dengan metode mikroinjeksi yaitu elektroporasi. Metode elektroporasi sebagai solusi untuk memproduksi transgenik secara massal, karena metode ini tidak membutuhkan waktu dan biaya laboratorium yang mahal serta tidak membatasi fisiologis telur ikan (Hostetler et al. 2003).

Metode elektroporasi dapat diaplikasikan pada transfer gen ikan dengan dua cara yaitu elektroporasi pada embrio yang telah dibuahi ( Inoue et al. 1990; Sheela et al.1999) dan elektroporasi pada sperma ( Symonds et al.1994; Tsai 2000). Menurut Tsai (2000) aplikasi elektroporasi dengan perantara sperma pada ikan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu : (1) Teknik ini merupakan teknik transfer gen secara masal, (2) Teknik ini mampu mengatasi beberapa kekurangan sistem transfer gen konvensional yang disebabkan karakter telur seperti warna yang kabur/buram, menempel, melayang, pronuklei yang tidak tampak, dan korion yang keras, (3) DNA asing harus ditransfer ke dalam nukleus, jika telur hasil fertilisasi dielektroporasi dengan DNA asing, fragmen DNA memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditransfer ke dalam beberapa tempat selain blatodisk karena volumenya sangat kecil dalam telur hasil fertilisasi, (4) Sperma ikan mudah ditangani karena penambahan air secara sederhana mampu untuk mengaktifkan sperma, (5) Sperma dari hewan akuatik dapat dikriopreservasi sehingga sperma dapat selalu tersedia untuk digunakan. Oleh karena itu, sperma ikan dapat digunakan sebagai vektor dalam mengintroduksi DNA asing untuk memproduksi ikan transgenik.

Dalam penelitian ini dilakukan transfer gen Growth Hormone (GH) yaitu gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari ikan nila dan promoter ß-aktin yang berasal dari ikan medaka pada fase zigot dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi. Diharapkan gen GH yang ditransfer


(24)

mampu terintegrasi dan terekspresi pada ikan lele sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan.

Tujuan dan manfaat

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menghasilkan ikan lele (Clarias

sp) transgenik generasi pertama (F1

1. Menguji aktivitas promoter ß-aktin pada ikan lele

) dan menganalisis keberhasilan transformasi DNA rekombinan pada telur ikan lele yang telah dibuahi dan mengetahui ekspresi gen GH ikan nila (Oreochromis niloticus) pada ikan lele (Clarias sp) sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuh. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

2. Melakukan introduksi gen dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi

3. Menganalisis keberhasilan transfer gen mBP-tiGH generasi pertama hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah (1) Diperoleh individu ikan lele transgenik generasi pertama (F1) yang mempunyai pertumbuhan yang

cepat dibandingkan nontransgenik (2) Menghasilkan metode transfer gen pada ikan lele yang dapat diadopsi untuk membuat ikan lele transgenik dengan gen lainnya.

Kebaruan Penelitian

Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah : (1) Efektivitas metode mikroinjeksi dan metode elektroporasi pada ikan lele (2) Keberhasilan transfer gen mBP-tiGH dengan mikroinjeksi pada ikan lele dan (3) Produksi ikan lele transgenik generasi pertama (F1) tumbuh cepat.


(25)

II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp)

ABSTRAK

Promoter berperan penting dalam transgenesis sebagai pengatur ekspresi gen yang diintroduksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas promoter β-aktin dari ikan medaka (mBP) pada ikan lele (Clarias sp.) sebagai langkah awal dalam rangka produksi ikan lele transgenik dengan karakter yang berguna bagi akuakultur. Aktivitas promoter diketahui dengan cara mengamati ekspresi gen penyandi protein berpendar hijau (green fluorescent protein, GFP) pada embrio hasil mikroinjeksi. Konstruksi gen dalam bentuk plasmid mBP-GFP dengan konsentrasi 50 µg/ml . Konstruksi gen tersebut diinjeksikan secara terpisah ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase 1 sel. Jumlah telur yang diinjeksi untuk konstruksi gen adalah sebanyak 30 embrio dan dilakukan 2 pengulangan. Telur diinkubasi pada akuarium dengan suhu air sekitar 28oC. Ekspresi gen GFP diamati menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX 16) dimulai pada jam ke-4 setelah fertilisasi dan dilanjutkan setiap 2 jam sekali hingga ekspresi GFP tidak terdeteksi. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) dianalisis sebagai data pendukung. DKH-e dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung ketika semua telur telah menetas. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKH-e (63,33±3,34%) dan DP (63,63± 10,03%) kontrol tidak diinjeksi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan injeksi. DKH-e yang diinjeksi dengan β-aktin-GFPadalah 25,00±1,67%. Nilai DP untuk β-aktin-GFP adalah 18,34±1,65%. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP adalah 3,3 ±0,0%. Puncak ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter β-aktin adalah pada jam ke-10. Ekspresi gen GFP tidak tampak lagi pada saat telur menetas. Kesimpulannya adalah bahwa promoter β-aktin dari ikan medaka dapat aktif mengendalikan ekspresi gen asing pada ikan lele, sehingga promoter tersebut dapat digunakan dalam pembuatan ikan lele transgenik.


(26)

II. ACTIVITY OF MEDAKA ß-ACTIN PROMOTER IN CATFISH (Clarias sp)

ABSTRACT

Promoters play the important role in transgenesis as a gene expression regulator. This study was conducted to detect of activity ß-actin promoter from medaka fish (mBP) in catfish (Clarias sp) as beginning step in order to produce transgenic catfish with character good for aquaculture. Activity of promoter is known by analyze expression of gene encodes protein green luminescent ( Green Fluorescent Protein , GFP) in microinjected embryos. Gene construction used was in the form of plasmid mBP-GFP with concentration of 50 µg/ml and injected into blastodisk catfish embryo in 1 cell stage. Injection was performed to 30 embryos in duplicates. The injected embryos was incubated in aquaria with water temperature of 28o

Promoter merupakan sekuens DNA yang menginisiasi terjadinya proses transkripsi (Dunham 2004), pengatur waktu, tempat, dan tingkat ekspresi suatu gen sehingga promoter dapat dianalogikan sebagai switch suatu gen (Glick & Pasternak, 2003). Promoter merupakan sekuen DNA yang terletak pada bagian upstream (terminal 5’) dari kodon awal suatu gen (Hackettt 1993), yang berfungsi sebagai tempat RNA polymerase menempel dan menginisiasi transkripsi (Glick & Pasternak 2003). Dalam transgenesis, promoter berperan penting dalam menentukan apakah karakter yang dikodekan oleh gen yang ditransfer atau transgen dapat diekspresikan sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai jenis promoter yang sudah digunakan dalam pembuatan ikan transgenik antara lain adalah Cytomegalovirus (CMV), Rous Sarcoma Virus Long Terminal Repeat (RSV-LTR), β-actin, Mouse Metallothionein (MT), Rainbow

C. GFP gene expression was observed using fluorescent microscope at fourth hour after fertilization and continued every 2 hours. Survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of individual which expressing GFP were analyzed as supporting data. SRe was calculated before hatching and HR was calculated at that time of all embryos hatching. Data was analyzed descriptively. The results of research showed that DKH-e (63.33 ± 3.34%) and DP (63.63 ± 10.03%) control was higher than injected. DKH-e between ß-actin GFP is 25.00 ± 1.67% and DP ß- actin GFP is 18.34 ± 1.65% . Percentage of embryos expressing GFP gene was 3,33 ± 0,0%. Highest GFP gene expression level that controlled by promoter β-actin is at the tenth hour after fertilization. GFP gene expression will no longer appear when hatching afterwards. The conclusion that promoter ß -actin from medaka can drive foreign gene expression in catfish , so that it can be used to produce transgenic catfish.

Keywords: catfish, GFP, microinjection, promoters


(27)

Trout MT, Simian Virus tipe 40 (SV-40), CMV-tk, CMV-IE, MMTV, Polyoma Viral Promoter, Human MT, Human heat-shock protein 70 (hsp 70), carp β-actin (Dunham 2004).

Pada awal perkembangan transgenik pada ikan, peneliti umumnya menggunakan promoter yang diperoleh dari vertebrata lain atau dari virus. Namun, promoter tersebut memberikan ekspresi yang rendah atau tidak menghasilkan ekspresi gen (Chourrout et al. 1990dalamAlimuddin et al. 2003). Hasil yang negatif ini mungkin disebabkan oleh sifat sekuens promoter yang spesifik spesies dari ikan. Beberapa promoter telah berhasil diisolasi antara lain

β-aktin dari ikan medaka (Takagi et al. 1994). Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas promoter β-aktin yang berasal dari ikan medaka (Takagi et al. 1994).

Promoter β-aktin memiliki beberapa sifat yang terkait dengan aktivitas

elemen-elemennya yaitu constitutive, ubiquitous dan house keeping (Liu et al.

1990). Constitutive berarti promoter ini mampu aktif tanpa membutuhkan faktor

pemicu seperti rangsangan hormon atau rangsangan suhu. Promoter β-aktin

bersifat ubiquitous artinya dapat aktif pada semua jaringan otot. House keepingberarti promoter β-aktin dapat aktif kapan saja bila diperlukan. Promoter

β-aktin ikan medaka merupakan salah satu jenis promoter yang memiliki aktivitas tinggi pada beberapa jenis ikan, misalnya ikan medaka (Takagi et al. 1994; Hamada et al. 1998), ikan rainbow trout (Yoshizaki 2001; Boonanuntanasam et al. 2002), ikan zebra (Alimuddin et al. 2005), ikan nila (Kobayashi et al. 2007), ikan mas (Purwanti 2007) dan ikan lele (Ath-thar 2007).

Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya gen penanda (marker) yang disambungkan dengan promoter. Promoter dikatakan aktif apabila gen penanda dapat terekspresi. Gen penanda yang biasa digunakan dalam pengujian aktivitas promoter, yaitu lacZ, luciferase (luc), green fluorescent protein (GFP), dan chloramphenicol acetyl transferase (Iyengar et al. 1996). Pada penelitian ini digunakan gen GFP. Gen GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar dan dapat divisualisasikan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Chalfie et al. 1994 dalam Iyengar et al. 1996). Gen GFP diisolasi dari ubur-ubur Aequorea victoria namun ada juga yang diisolasi dari anthozoa (soft coral) jenis Renilla reniformis yaitu gen hrGFP (Humanized Renilla reniformis Green Fluorescent Protein) (Felts et al. 2001).


(28)

Promoter beta aktin ikan medaka disambungkan dengan gen GFP dalam bentuk konstruksi beta aktin-GFP (mBP-GFP) (Gambar 1). Apabila promoter ini mampu mengendalikan ekspresi gen GFP pada ikan lele, maka diduga gen lain yang mengkodekan karakter penting dalam budidaya ikan dapat diintroduksikan sebagai pengganti gen GFP dalam proses transgenesis ikan lele. Ikan lele digunakan dalam penelitian ini karena kondisi di lapangan telah terjadi penurunan pertumbuhan (Nurhidayat 2000) dan jenis ikan ini merupakan komoditas yang ditargetkan sebagai ikan konsumsi masyarakat pada program kerja 2009-2014 Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Gambar 1. Peta konstruksi gen mBP-GFP (Takagi et al. 1994)

Umumnya pengujian aktivitas promoter dilakukan dengan metode mikroinjeksi yaitu menginjeksikan konstruksi DNA ke embrio dan mengamati ekspresi sementara (transient expression) yang dihasilkan gen penanda (Takagi

et al. 1994; Higashijima et al. 1997; Hamada et al. 1998; Yazawa et al. 2005; Kato et al., 2007; Ath-thar 2007; Purwanti 2007). Oleh karena itu dalam penelitian ini konstruksi DNA mBP-GFP diinjeksikan ke blastodisk embrio ikan lele fase satu sel dengan menggunakan mikroinjektor.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas promoter ß-actin-GFP (mBP-ß-actin-GFP) pada ikan lele, dengan cara mengamati ekspresi sementara dari gen GFP sebagai penanda.


(29)

BAHAN DAN METODE

Pengadaan Embrio Ikan Lele

Embrio ikan lele fase satu sel diperoleh dengan cara pemijahan buatan. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 ml/kg bobot ikan. Sekitar 12 jam pasca injeksi, dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur, sementara induk jantan dibedah untuk diambil spermanya. Sperma diencerkan (0,5%) menggunakan larutan fisiologis NaCl 0,9%. Setelah itu, telur dan sperma dicampur dalam 1 wadah dan diberi air, diaduk dengan menggunakan bulu ayam.

Penghilangan Daya Rekat Telur

Telur ikan lele yang telah dibuahi bersifat adesif, yaitu melekat pada substrat. Penghilangan daya rekat telur diperlukan untuk memudahkan proses mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur, setelah pembuahan, telur direndam dengan larutan Tannin (0,5 gram Tannin/liter akuades) (Woynarovich dan Horvath 1980) selama 3-5 detik kemudian segera dibilas dengan air bersih sebanyak 2 kali. Telur yang telah dibuahi diambil lalu disimpan pada cekungan agarosa (Gambar 2) untuk selanjutnya dilakukan perlakuan mikroinjeksi.

Gambar 2. Cekungan Agarosa

Cekungan (Tempat telur) Gel


(30)

Pembuatan Gel Agarosa Penahan Embrio

Pembuatan gel dilakukan pada cawan petri dengan cara membuat larutan agarosa 2% yaitu sebanyak 0,6 gram agarosa dicampur dengan akuades sebanyak 30 ml dan dipanaskan ke dalam microwave selama 2 menit. Setelah suhu gel sekitar 40oC, gel dituangkan ke dalam cawan petri yang di bagian tengahnya terdapat cetakan marmer. Cetakan marmer dipindahkan sehingga terbentuk cekungan. Gel penahan embrio bisa digunakan beberapa kali dan setelahnya dicuci dengan 70% etanol, kemudian dibilas dengan air destilasi. Gel penahan embrio yang telah digunakan ditutup dengan plastik dan disimpan pada kulkas (Meng et al. 1999).

Perbanyakan Konstruksi DNA

Bakteri Escherichia coli yang mengandung konstruksi plasmid DNA β

-aktin-GFP (mBA-GFP) Takagi et al. 1999 (Gambar 1) diperbanyak dengan menggunakan metode kultur cair. Bakteri dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6%, yeast extract 1%, NaCl 0,5% dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37o

Embrio ikan lele fase 1 sel dipindahkan secara perlahan pada lubang gel penahan embrio menggunakan pipet. Jarum mikroinjeksi diatur posisinya dengan C, selama 16 – 18 jam. Plasmid DNA diisolasi menggunakan kit EZ 10 Spin column Plasmid DNA sesuai dengan prosedur dalam manual (Lampiran 1). Konsentrasi DNA yang diperoleh adalah dihitung menggunakan mesin DNA/RNA (Gene Quant).

Pelaksanaan Mikroinjeksi

Larutan DNA dengan konsentrasi 50 µg/ml diambil sebanyak 4 µL menggunakan mikropipet dengan tip panjang dibagian ujungnya dan kemudian dimasukkan ke dalam jarum mikroinjeksi. Minyak mineral ditambahkan ke dalam jarum mikroinjeksi menggunakan jarum minyak mineral yang telah dipasang pada needle holder. Jarum minyak mineral dilepas dan jarum mikroinjeksi yang telah berisi larutan DNA dan minyak mineral disambungkan ke needle holder pada seperangkat alat mikroinjektor.


(31)

bantuan mikromanipulator, diposisikan pada bagian atas telur dan cairan DNA secara perlahan diinjeksikan sekitar seperlima dari volume blastodisk. Embrio yang telah diinjeksi diinkubasi pada suhu sekitar 28˚C (Gambar 3). Konstruksi gen diinjeksikan ke embrio sebanyak 30 butir dengan ulangan 2 kali.

Jarum mikroinjeksi

Blastodisk

Gambar 3. Injeksi pada blastodisk embrio ikan lele fase satu sel

Pengamatan Ekspresi Gen GFP

Pengamatan ekspresi GFP dilakukan pada jam keempat setelah pembuahan, selanjutnya setiap 2 jam sekali sampai telur menetas. Pengamatan perkembangan embrio dan ekspresi gen GFP dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus SZX16) yang dilengkapi filter GFP (Olympus SZX-GFPHQ) dan burner (Olympus U-RFL-T). Embrio dan larva difoto dengan menggunakan kamera digital High Speed Compact Color 2 megapiksel (DP 20) Olympus, kemudian ditransfer ke komputer yang memiliki software Olympus DH2-BW melalui remote controller (Olympus DP-20) (Lampiran 2).

Analisis Data

Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio mengekspresikan transgen (PEMG). DKH-e adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah awal embrio. Persentase embrio mengekspesikan GFP ini didapatkan dari perbandingan jumlah telur yang di


(32)

dalamnya terdapat ekspresi gen dibandingkan dengan jumlah total telur yang telah diinjeksi. Data dianalisis secara deskriptif.

Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan 20 jam setelah fertilisasi, dimana embrio belum menetas dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Derajat penetasan adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan jumlah embrio awal. Perhitungan dilakukan ketika larva telah menetas secara keseluruhan dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

Persentase embrio mengekspresikan gen GFP diperoleh dari perbandingan jumlah embrio yang mengekspresikan gen GFP dengan jumlah total embrio yang diinjeksi. Perhitungan dilakukan pada jam ke-12 dengan rumus perhitungan sebagai berikut :


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) pada perlakuan injeksi memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kontrol tidak diinjeksi (Tabel 2). DKH-e yang diinjeksi dengan konstruksi gen mBP-GFP mempunyai nilai 25,00±1,67%, sedangkan nilai DP adalah 18,34±1,65%.

Tabel 2. Derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PEMG) menggunakan konstruksi gen mBP-GFP pada ikan lele Clarias sp.

Perlakuan

Embrio yang Diinjeksi (butir, n=2)

DKH-e (%) DP (%)

PEMG (%)

Injeksi dengan

mBP-GFP 30 25,00 ± 1,67 18,34 ± 1,65

3,33 ± 0,0

Tidak diinjeksi 30 63,33 ± 3,34 63,63 ± 10,03 0,00 ± 0,0

Ket : mBP-GFP = medaka ß-aktin- Green Fluorescent Protein

Adanya ekspresi GFP menunjukkan bahwa promoter β-aktin ikan medaka dapat

digunakan untuk membuat ikan transgenik dengan gen yang berpengaruh terhadap akuakultur. Persentase embrio yang mengekspresikan gen GFP (PMEG) untuk mBA-GFP adalah 3,33±0,0%.

Telur ikan lele yang digunakan saat penelitian memiliki kualitas yang cukup bagus, dilihat dari nilai rata-rata derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan kontrol cukup tinggi. Nilai derajat kelangsungan hidup dan derajat penetasan dari perlakuan lebih rendah jika dibandingkan kontrol (tanpa perlakuan injeksi). Hal ini mungkin disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada sel embrio setelah diinjeksi sehingga perkembangan embrio menjadi tidak normal dan kemudian mengalami kematian. Selain itu, juga diduga akibat tingginya volume larutan DNA yang diinjeksikan.

Transfer gen dengan metode mikroinjeksi umumnya membutuhkan larutan DNA yang diinjeksikan dalam jumlah copy yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan integrasi transgen ke dalam genom inang (Zbikwoska, 2003). Namun demikian, semakin tinggi jumlah copy DNA yang diinjeksikan juga akan meningkatkan mutagenesis atau meningkatkan jumlah partikel asing yang


(34)

masuk dalam embrio, sehingga dapat mengganggu stabilitas embrio dan menyebabkan kematian (Hackettt, 1993).

Ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter mBP mulai terlihat pada jam ke-4 setelah fertilisasi (embrio fase gastrula), semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk (jam ke-6 setelah fertilisasi), mencapai puncaknya pada fase organogenesis (jam ke-14 setelah fertilisasi), dan setelah itu ekspresi gen GFP tidak terdeteksi (Gambar 4). Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat perbandingan penampakan telur yang terekspresi gen GFP (Gambar 4C) dan telur yang tidak terekspresi gen GFP (Gambar 4B). Ekspresi gen terkuat terjadi pada saat 8 dan 10 jam setelah diinjeksi. Pada 12, 14,16 dan 18 jam setelah diinjeksi penampakan ekspresi gen pada embrio terlihat menunjukkan tanda penurunan dan akhirnya hilang pada saat larva menetas.

Pada penelitian ini, ekspresi gen GFP pada telur lele dengan promoter ß- aktin sudah mulai terlihat pada fase gastrula (jam ke-4 setelah fertilisasi), semakin terang pada fase gastrula dimana perisai embrio sudah mulai terbentuk (jam ke-6 setelah fertilisasi) dan mencapai puncaknya pada fase organogenesis (jam ke-14 setelah fertilisasi), setelah itu ekspresi gen menghilang. Etkin & Balcells (1985) dalam Winkler (1991) menyatakan bahwa ekspresi DNA asing hanya dapat dilihat pada embriogenesis awal pada fase midblastula. Pada ikan medaka disebutkan bahwa ekspresi gen wtGFP (wild-type GFP) dan mtGFP (mutant GFP) dimulai pada fase midblastula dan ekspresi terkuat terjadi sampai dengan fase gastrula akhir (Hamada et al. 1998). Menurut Stuart et al. (1988) ekspresi gen terkuat pada ikan zebra terjadi pada fase gastrula awal. Untuk ikan medaka ekspresi gen terkuat terjadi pada fase gastrula (Chong & Vielkind, 1989 dalam Volckaert, 1994). Sedangkan pada ikan Loach Misgurnus sp. terjadi pada gastrula akhir (Maclean et al. 1987 dalam Volckaert, 1994). Penelitian yang dilakukan Volckaert (1994) mendapatkan hasil bahwa pada lele Afrika Clarias gariepinus ekspresi gen tertinggi terjadi pada fase gastrula awal (permulaan epiboly).


(35)

Jam ke-

( A ) ( B ) ( C )

6

8

10

12

Gambar 4. Ekspresi gen GFP pada embrio ikan lele (Clarias sp) yang diinjeksi dengan mBA-GFP pada jam ke : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 jam setelah diinjeksi. A : Telur diamati dengan mikroskop tanpa UV

B : Telur diamati dengan mikrokop UV (telur tidak terekspresi gen GFP) C : Telur diamati dengan mikrokop UV (telur terekspresi gen GFP)


(36)

Jam (A) (B) ( C)

Ke-

14

16

18

20

Gambar 4. Lanjutan

Pola ekspresi sementara seperti ini umumnya terjadi pada banyak pengujian aktivitas promoter antara lain pada ikan medaka (Winkler et al. 1991; Takagi et al. 1994), ikan lele Afrika (Volckaert et al. 1994), ikan zebra (Higashijima et al. 1997), ikan kakap merah (Kato et al. 2007), ikan lele (Ath-thar, 2007), dan ikan mas (Purwanti, 2007) dengan menggunakan promoter yang berbeda pula. Pola ekspresi gen yang terbentuk umumnya hampir sama


(37)

walaupun ada perbedaan waktu ekspresi gen antara satu promoter dengan promoter lainnya pada spesies ikan yang berbeda, yaitu pada awalnya rendah, meningkat, kemudian menurun hingga tidak terlihat lagi. Perbedaan waktu yang terjadi diduga karena tiap embrio memiliki kemampuan berkembang yang berbeda dimana dipengaruhi oleh laju transkripsi sel dalam embrio dan suhu inkubasi telur. Volckaert et al. (1994) menjelaskan bahwa pola waktu ekspresi gen asing bergantung pada pola perkembangan embrio. Woynarovich & Horvath (1980) juga menambahkan bahwa laju perkembangan embrio bergantung pada suhu inkubasi. Hal ini dikarenakan di dalam embrio terdapat sejumlah enzim yang berperan terhadap perkembangannya. Pada penelitian ini suhu air inkubasi adalah sama antara yang diberi injeksi dengan kontrol.

Menurut Iyengar et al. (1996) terjadinya ekspresi sementara ini berhubungan erat dengan ketahanan dari DNA yang diinjeksikan. Tingginya ekspresi yang terjadi pada fase gastrula adalah kemungkinan sebagai hasil dari akumulasi DNA yang diinjeksikan yang berlanjut pada peningkatan replikasi pada fase pembelahan (cleavage) dan akumulasi dari enzim (RNA polymerase II) yang menyebabkan dimulainya transkripsi pada saat MBT (mid-blastula transition). Degradasi dari DNA pada saat fase lanjutan pada pembelahan sel diperkirakan akan menyebabkan penurunan bertahap dari jumlah DNA sehingga ekspresi akan semakin melemah. Ekspresi gen GFP mulai terlihat pada fase blastula yaitu pada fase terbentuknya rongga yang membedakan antara kuning telur dengan sel (Woynarovich & Horvath, 1980). Lebih lanjut dijelaskan bahwa waktu ekspresi berhubungan erat dengan keberadaan DNA yang diinjeksikan. Puncak ekspresi atau ekspresi terkuat yang dihasilkan dari perlakuan diduga disebabkan oleh terjadinya replikasi DNA yang diinjeksikan di dalam embrio pada fase perkembangan awal (Winkler et al. 1991). Peningkatan ekspresi gen yang terjadi ditambahkan oleh Iyengar et al. (1996) merupakan akumulasi dari enzim produk transkripsi pada fase mid blastula transition. Ekspresi gen GFP melemah setelah 14 jam fertilisasi dan menghilang sebelum telur ikan lele tersebut menetas.

Perbedaan tingkat ekspresi dijelaskan oleh Dunham (2004) yaitu disebabkan karena promoter yang diintroduksikan bukan berasal dari ikan yang homolog. Promoter yang bukan berasal dari ikan yang homolog memiliki interaksi antara elemen cis-regulator pada promoter dan elemen trans-regulator inang yang berbeda. Hackett (1993) juga menambahkan bahwa elemen cis-regulator akan berikatan dengan trans-regulator protein lainnya yang kemudian akan


(38)

mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat transkripsi. Fletcher dan Davies (1991) dalamAth-thar (2007) menjelaskan bahwa tingkat ekspresi yang tinggi dipengaruhi oleh kesesuaian antara elemen cis-regulator dan

trans-regulator.

KESIMPULAN

Promoter β-aktin ikan medaka aktif mengendalikan ekspresi gen pada


(39)

III. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tiGH)PADA IKAN LELE (Clarias Sp) DENGAN METODE MIKROINJEKSI

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) pada embrio ikan lele sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuhnya. Gen GH dari ikan nila (tiGH) yang dikontrol oleh promoter beta-aktin (mBP) dari ikan medaka ditransfer dengan metode mikroinjeksi ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase satu sel. Konsentrasi konstruksi gen mBP-tiGH yang ditransfer adalah 50 µg/ml. Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe), derajat penetasan (DP) dan persentase individu ikan lele yang membawa mBP-tiGH. DKHe dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung pada saat semua telur menetas. Identifikasi ikan yang membawa

mBP-tiGH ditentukan menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen

tiGH. Hasil penelitian dengan menggunakan metode mikroinjeksi dari 100 embrio yang diinjeksi menunjukkan bahwa nilai DKHe (97%) dan DP (94%) pada kontrol (tidak dimikroinjeksi) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan mikroinjeksi (30% untuk DKHe, dan 28% DP). Ikan lele yang membawa mBP-tiGH dengan metode mikroinjeksi adalah 42,86% (12/28). Kesimpulan adalah bahwa tiGH

dapat ditransfer pada benih ikan lele dengan metode mikroinjeksi.

Kata kunci : transfer gen, GH, PCR, ikan lele, mikroinjeksi.

III. TRANSFER OF GENE ENCODING TILAPIA GROWTH HORMONE (tiGH) IN CATFISH (Clarias Sp) BY MICROINJECTION METHOD

ABSTRACT

This study was conducted to determine of introducing gene encoding growth hormone (GH) in catfish embryos that can improve its growth rate. GH gene of

Nile tilapia, driven by medaka βactin promoter was injected to one cell stage of

catfish embryos by microinjection method. Concentration of gene construction mBP-tiGH transfered is 50 µg/ml. The observed parameter was survival rate of embryos (SRe), hatching rate (HR), and the percentage of catfish carrier gene mBP-tiGH. SRe was counted before hatching while HR was calculated at the

time the embryos hatching. To identify fish carrier of mBP-tiGH, used PCR (Polymerase Chain Reaction) method with specific primer for tiGH gene. The

research result used microinjection method explained that from 100 injected catfish embryos, the grade of SRe (97%) and HR (94%) within non-microinjection control was higher than microinjection (at range of 30% for SRe and 28% for HR). The percentage of catfish carrying tiGH gene by microinjection methods was 42,86% (12/28). Conclusion that tiGH could be transferred in catfish by microinjection method.

Keywords : gene transfer, GH, PCR, catfish, microinjection, electroporation.

________________

*) Bab ini sebagian telah dipublikasikan dengan judul Transfer genpenyandi hormon pertumbuhan ikan nila (mBP-tiGH) pada ikan lele (Clarias sp) dengan metode mikroinjeksi , pada Jurnal Riset Akuakultur Volume 4 No.3 Desember 2009; 333 - 340


(40)

PENDAHULUAN

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang menjadi target peningkatan produksi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan 2009-2014. Produksi ikan lele dapat ditingkatkan dengan melakukan budidaya ikan secara intensif. Pertumbuhan ikan lele yang dibudidayakan oleh masyarakat telah mengalami pertumbuhan yang lambat dibandingkan pada saat pertama kali ikan lele didatangkan ke Indonesia. Untuk memperbaiki karakter-karakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan laju pertumbuhan maka perlu dilakukan suatu upaya agar ikan lele mempunyai kecepatan tumbuh yang lebih baik. Untuk memperbaiki kecepatan tumbuh pada ikan budidaya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan secara genetis melalui seleksi, perbaikan teknik budidaya dan nutrisi telah banyak dilakukan (Fjalested et al. 2003). Pendekatan sistem endokrin untuk mengontrol pertumbuhan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (McLean & Devlin 2000). Dari beberapa pendekatan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara lain: pendekatan genetis melalui seleksi membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang banyak.

Saat ini sedang dicoba suatu metode yang dapat mengatasi masalah penurunan pertumbuhan tersebut yaitu teknologi transgenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan untuk mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Sedangkan menurut Beardmore & Porter (2003) transgenik adalah organisme dimana DNA dari donor dimasukkan dan bergabung dengan menggunakan teknik in vitro. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter (sebagai sekuens pengatur DNA atau on/off switches), diklon dan diperbanyak terutama dalam plasmid (Dunham 2004).

Teknologi transfer gen pada channel catfish (Ictalurus punctatus)

berdasarkan penelitian Dunham et al. (1987) menggunakan konstruksi gen

Mouse Metallothionein-human growth hormone fusion gene (MthGHg), 20% ikan dilakukan analisis pada usia 3 minggu dan dilakukan sampling ulang pada usia 3 bulan dan hasilnya hanya sekitar 4% ikan yang mengandung MthGHg. Berdasarkan penelitian Zhu et al. (1985) dimana hGHg dimasukkan ke dalam

germinal disc

ikan koki

dan hasilnya 75% ditransformasikan dan terjadi


(41)

al. (1986) melakukan injeksi dengan gen konstruk hGHg cDNA pada sitoplasma telur ikan trout yang telah dibuahi dan 33% diintegrasikan ke dalam genom pada usia 30 hari embrio tetapi tidak menunjukkan ekspresi dan peningkatan pertumbuhan. Smitherman et al. (1996) telah melakukan transfer gen pada

Ictalurus punctatus dan Clarias gariepinus dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi, hasilnya gen asing tersebut telah diekspresikan dan diwariskan dimana pertumbuhan transgenik Ictalurus punctatus mengandung gen GH salmon 20 – 40% lebih cepat dibandingkan dengan kontrol.

Menurut Beardmore & Porter (2003), transgenik dibedakan menjadi dua tipe yaitu autotransgenik (gen asing yang diintroduksi berasal dari spesies yang sama) dan allotransgenik (gen asing yang diintroduksi berasal dari spesies yang berbeda). Pada penelitian ini dilakukan transfer gen yang berasal dari spesies yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan transfer gen pertumbuhan ikan nila (tiGH) dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele. Diharapkan gen mBP-tiGH yang ditransfer dapat terekspresi pada embrio ikan lele.

BAHAN DAN METODE

Koleksi Gamet

Induk ikan lele dipilih dari kolam pemeliharaan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk jantan dan betina yang digunakan adalah induk ikan lele yang mempunyai ukuran 500 – 1000 gram perekor. Induk diseleksi berdasarkan tingkat kematangan gonadnya. Induk ikan lele jantan dan betina dipilih yang matang gonad dan dilakukan penyuntikan ovaprim untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. Induk betina yang telah matang gonad disuntik ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot ikan, sedangkan induk jantannya menggunakan dosis 0,1 ml/kg bobot ikan. Setelah 8 jam dilakukan stripping pada induk betina untuk mendapatkan telur. Induk jantan dibedah untuk diambil spermanya. Sperma diencerkan (0,5%) menggunakan larutan fisiologis NaCl 0,9%.


(42)

Pembuatan Gel Agarosa Penahan Embrio

Pembuatan gel dilakukan pada cawan petri dengan cara membuat larutan agarosa 2% yaitu sebanyak 0,6 gram agarosa dicampur dengan akuades sebanyak 30 ml dan dipanaskan ke dalam microwave selama 2 menit. Biarkan larutan tersebut pada suhu ruang dan jika sudah hangat dituangkan ke dalam cawan petri yang di bagian tengahnya terdapat cetakan marmer. Setelah agarosa membeku, cetakan marmer dipindahkan sehingga terbentuk cekungan. Gel penahan embrio bisa digunakan beberapa kali dan setelahnya dicuci dengan 70% etanol kemudian dibilas dengan air destilasi. Gel penahan embrio yang telah digunakan ditutup dengan plastik dan disimpan pada 4˚C (Meng et al. 1999). Gel agarose penahan embrio ini dipergunakan untuk memudahkan dalam melakukan transfer gen dengan metode mikroinjeksi. Untuk menghilangkan daya rekat telur yang dapat menganggu saat melakukan penyuntikan, larutan tannin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 ppm selama 5 detik sambil diaduk dan dibilas dengan air sebanyak 2 kali. Telur yang telah dibuahi diambil lalu disimpan pada cawan petri untuk selanjutnya dilakukan perlakuan mikroinjeksi.

Perbanyakan Konstruksi Gen

Konstruksi gen berupa plasmid mBP-tiGH berisi gen GH ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan promoter β-Aktin (mBP) dari ikan medaka (Oryzias latipes). Konstruksi gen yang digunakan berasal dari Kobayashi et al. (2007) (Gambar 5).

Perbanyakan konstruksi gen dilakukan dengan menggunakan prosedur standar (Sambrook et al. 1989). Bakteri Eschericia coli yang mengandung konstruksi plasmid mBP-tiGH diperbanyak dengan metode kultur cair . Bakteri dipanen dan dikultur dalam media cair yang mengandung Triptone 1,6%, yeast extract 1%, NaCl 0,5%, dan antibiotik kanamisin, diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37oC, selama 16-18 jam. Kemudian, bakteri hasil kultur dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang, pelet plasmid DNA yang terbentuk diisolasi dengan kit GF-1 Plasmid DNA extraction (Version 2.1) Vivantis (Lampiran 1). Konsentrasi larutan DNA awal dihitung dengan menggunakan GeneQuant, kemudian dibuat konsentrasi larutan


(43)

DNA untuk transfer gen dengan metode mikroinjeksi sebesar 50 µg/ml sedangkan dengan metode elektroporasi sebesar 65 dan 80 µg/ml.

Gambar 5. Peta konstruksi gen mBP-tiGH (Kobayashi et al. 2007)

Mikroinjeksi

Mikroinjeksi dilakukan pada embrio ikan lele fase 1 sel dengan prosedur mengikuti Kobayashi et al. (2007). Larutan DNA yang digunakan diambil dari larutan stok yang berisi konstruksi plasmid mBP-tiGH Kobayashi et al. (2007). Konsentrasi larutan yang digunakan sebanyak 50 µg/ml dalam akuabides. Embrio yang telah disuntik diinkubasi pada wadah terkontrol yang terpisah dari wadah inkubasi untuk embrio normal tanpa penyuntikan. Teknik penanganan dan pendederan benih ikan lele sesuai standar SNI (2004). Jumlah telur yang dimikroinjeksi sebanyak 100 butir.

Telur dipindahkan secara perlahan pada lubang gel penahan embrio mikroinjeksi dengan menggunakan pipet. Telur yang akan dimikroinjeksi diletakkan pada lubang gel penahan embrio ini. Jarum mikroinjeksi diatur posisinya dengan bantuan mikromanipulator. Jarum mikroinjeksi diposisikan pada bagian atas telur dan cairan DNA diinjeksikan dengan perlahan pada blastodisk. Normalnya, cairan DNA yang diinjeksikan mencapai kira-kira seperlima dari volume telur yang diinjeksi. Embrio yang telah diinjeksi dipindahkan ke cawan petri dan diinkubasi pada suhu 28˚C.


(44)

Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Telur hasil mikroinjeksi dipindahkan dalam akuarium inkubasi berukuran 80 X 60 X 40 cm yang telah diberi biru metilena, kemudian diberi aerasi sedang. Wadah dilengkapi dengan heater agar temperatur air stabil pada suhu 28o

Individu ikan transgenik founder (F0) yang membawa gen GH diidentifikasi menggunakan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang telah diekstraksi dari sirip ekor pada umur 4 minggu. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan DNA Purification Kit (Puregene, Minneapolis, USA). Prosedur yang digunakan adalah : sampel sirip ekor ikan lele dimasukkan ke dalam tabung mikro, ditambahkan 200 µl cell lysis solution, 2 µl Proteinase K (20 mg/ml) dan selanjutnya dihomogenasi menggunakan vorteks. Inkubasi dilakukan pada suhu 55

C. Telur yang tidak dibuahi dan mengalami deformasi dapat dengan mudah dikenali, kemudian dibuang pada 4-5 jam setelah mikroinjeksi. Telur-telur yang telah diinjeksi akan menetas pada jam ke-24 setelah pembuahan.

Pemeliharaan larva dilakukan dengan pemberian pakan alami berupa

Artemia secara ad libitum yang dimulai pada hari ke-2 hingga ke-4. Pada hari ke-3 larva mulai diberi pakan alami cacing rambut yang dicacah hingga halus sampai larva lele berumur 14 hari. Setelah itu larva lele mulai diberi pakan buatan secara at satiation.

Identifikasi Individu Membawa Transgen

o

C selama semalam. RNase sebanyak 2 µl (4 mg/ml) ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk dengan hati-hati dengan cara membolak-balik tabung mikro. Larutan diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit dan disimpan dalam suhu 4oC selama 5 menit. Sebanyak 200 µl protein precipitation solution

(Puregene, Minneapolis, USA) ditambahkan ke dalam larutan, diaduk perlahan, dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro berisi isopropanol, lalu tabung mikro dibolak-balik sebanyak 50x dengan hati-hati dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 – 15 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 300 µl Etanol 70% dingin. Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet DNA dikering-udarakan. DNA yang diperoleh dilakukan pengecekan dengan melihat pita band pada DNA


(45)

yang telah diekstraksi dengan elektroforesis pada gel agarose 0,8%. PCR dilakukan menggunakan 2 set primer spesifik yang bisa membedakan tiGH dengan gen GH endogenous ikan lele, yaitu tiGH-1F Forward primer (5’-AGA CAG CCA GCG TTT GTT CT-3’) dan tiGH-1R Reverse primer (5’CCA GGA CTC AAC CAG TCC AT-3’) (Lampiran 4). Program PCR yang digunakan ialah 95°C selama 5 menit, 35 siklus (95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama 20 detik), dan 72°C selama 3 menit. Setelah mesin menunjukkan suhu 4°C, maka mesin dapat dimatikan. Selanjutnya hasil PCR dapat langsung dianalisa dengan elektroforesis atau disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C.

Pembesaran ikan transgenik F0

Benih ikan lele yang positif membawa transgen di jaringan siripnya dipelihara sampai dipergunakan untuk penelitian selanjutnya. Benih dipelihara dalam wadah pemeliharaan dengan pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan tingkat pemberian pakan berkisar antara 3-5% perhari. Jenis pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran larva dan benih yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami antara lain Artemia, Daphnia dan cacing rambut, sedangkan pakan buatan dalam bentuk pelet.

Analisis ekspresi transgen

Ekspresi transgen pada benih ikan generasi founder yang telah berumur 3 bulan dianalisis menggunakan metode RT-PCR. RNA diekstraksi dari sirip ekor ikan transgenik founder. Prosedur isolasi RNA dan sintesa cDNA menggunakan prosedur Boonanuntanasarn et al. (2002). Jaringan dari sirip ekor ditimbang 50 mg dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang telah berisi 200 µL ISOGEN (on ice), kemudian digerus sampai hancur. Jika belum hancur, ditambahkan lagi 200 µL ISOGEN, digerus kembali sampai semua jaringan hancur. Jika semua jaringan telah hancur, ditambahkan 400 µL ISOGEN (volume akhir 800 µL) dan disimpan pada suhu ruang selama 5 menit (lysis). Kemudian ditambahkan 200 µL Chloroform (CHCl3), dilakukan vortex selama 15 detik pada

kecepatan sedang dan simpan di suhu ruang, selama 2 – 3 menit. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu ruang selama 5 menit,


(46)

supernatan yang terbentuk di pindah ke tube yang baru. Supernatan dipindahkan pada tube baru yang telah berisi 400 µL isopropanol. Dilakukan vortex dengan pelan-pelan sampai homogen, disimpan pada suhu ruang selama 5 – 10 menit kemudian larutan disentrifugasi pada suhu 4oC dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan dibuang dan ditambahkan 1 ml Etanol 70% dingin (tidak boleh di vortex) kemudian dilakukan sentrifugasi pada suhu 4oC dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan dibuang, lalu dikering udarakan, setelah kering tambahkan DEPC (20 – 50 µL). Pengukuran konsentrasi larutan RNA dengan alat Gene Quant.

Ekstraksi RNA diperoleh dari sampel jaringan sirip ekor sebanyak 9 sampel yang dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang berisi ISOGEN (Nippon Gene, Japan) dan dilakukan penghancuran sampai terjadi lisis. Kontaminasi DNA yang ada didegradasi menggunakan DNase RQ1 Rnase-free (Promega, USA). Setelah perlakuan phenol-chloroform dan etanol, pelet RNA akan dilarutkan dengan air yang mengandung diethylpyrocarbonate (air-DEPC). cDNA disintesa dari 2-3 µg RNA total menggunakan Ready-to-Go You-Prime First-Strand Beads (GE Healthcare, USA) dengan primer dT3’RACE-VECT (5’GTA ATA CGA ATA ACT ATA GGG CAC GCG TGG TCG ACG GCC CGG-GCT GGT TTT TTT TTT TTT TTT -3’) . PCR dilakukan dengan volume reaksi 10 µL yang mengandung 1 µL LA buffer Ex Taq, 1µL dNTPs mix, 0,05 µL

Ex Taq polymerase (Takara Bio, Shiga Japan), 1 µl cDNA dan 1 µL dari masing-masing primer forward dan reverse yang spesifik untuk transgen yaitu primer Forward adalah F1 dan primer Reverse adalah tiGH. Primer forward MBP-F1 adalah 5’-ACG TTA CCC GTC CGA GTT GA-3’ dan primer reverse tiGH Reverse adalah 5’-TGA GTC GAC CAA TGC AAC ACA TTT ATT TCA CAG AT-3’. Jumlah siklus PCR yang digunakan adalah 35 siklus. Dua mikroliter hasil PCR dielektroforesis menggunakan 0,7% gel agarose, distaining dengan etidium bromida, dan difoto dengan kamera digital dalam kondisi disinari dengan cahaya ultraviolet.

Analisis Data

Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup embrio (DKH-e), derajat penetasan (DP) dan persentase embrio mengekspresikan transgen (PEMG). Derajat kelangsungan hidup embrio adalah persentase jumlah


(1)

Note: Cell sizes are not equal.

Number of Means

2

Critical Range

7.370

Means with the same letter

are not significantly different.

Duncan Grouping

Mean

N jenis_ikan

A

22.760 25 A

B

9.947 57 B

Artinya Jenis ikan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot

ikan lele. Jenis ikan transgenik memberikan pengaruh peningkatan bobot

ikan lebih tinggi dibandingkan yang nontransgenik. Hal ini dapat dilihat

dari rata-rata bobot jenis ikan transgenik sebesar 22,760 sedangkan yang

nontransgenik sebesar 9.947.

The SAS System

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for bobot_ikan

Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate.

Alpha

0.05

Error Degrees of Freedom

78

Error Mean Square

238.152


(2)

Note: Cell sizes are not equal.

Number of Means

2

3

Critical Range

8.312 8.746

Means with the same letter

are not significantly different.

Duncan Grouping

Mean

N umur

A

22.607 28 3

B

12.963 27 2

B

B

5.667 27 1

Artinya umur 1 dan 2 bulan memberikan pengaruh yang sama terhadap bobot

ikan lele sedangkan umur 3 bulan memberikan pengaruh berbeda terhadap

bobot ikan lele dibandingkan umur 1 dan 2 bulan.

Dari ketiga umur yang memberikan peningkatan bobot ikan lele adalah umur 3

bulan.


(3)

Lampiran 4. Sekuen Gen GH

Oreochromis niloticus

GenBank: A07830.1

LOCUS A07830 887 bp RNA linear PAG 04-NOV-1993

DEFINITION O.niloticus TGH mRNA for growth hormone. ACCESSION A07830

VERSION A07830.1 GI:493009 KEYWORDS growth hormone.

SOURCE Oreochromis niloticus (Nile tilapia)

Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi;

Actinopterygii; Neopterygii; Teleostei; Euteleostei; Neoteleostei;

Acanthomorpha; Acanthopterygii; Percomorpha; Perciformes;

Labroidei; Cichlidae; African cichlids; Pseudocrenilabrinae;

Tilapiini; Oreochromis. REFERENCE 1 (bases 1 to 887)

AUTHORS Rentier-Delrue,F., Martial,J. and Renard,A. TITLE Recombinant fish hormone proteins

JOURNAL Patent: EP 0387457-A1 11 19-SEP-1990; EUROGENTEC S.A

FEATURES Location/Qualifiers source 1..887

/organism="Oreochromis niloticus" /mol_type="unassigned RNA" /codon_start=1 /product="growth hormone" /db_xref="GI:493010" /translation="MPAMNSVVLLLSVVCLGVSSQQITDSQRLFSIAVNRVTHLHLLA QRLFSDFESSLQTEEQRQLNKIFLQDFCNSDYIISPIDKHETQRSSVLKLLSISYGLV ESWEFPSRSLSGGSSLRNQISPRLSELKTGILLLIRANQDEAENYPDTDTLQHAPYGN YYQSLGGNESLRQTYELLACFKKDMHKVETYLTVAKCRLSPEANCTL"


(4)

ORIGIN

1 ctcgcccgca aacagagcct gaactgatgc cagccatgaa ctcagtcgtc ctcctgctgt 61 cggttgtgtg tttgggcgtc tcctctcagc agatcacaga cagccagcgt ttgttctcca 121 ttgcagtcaa cagagtcacg cacctgcacc tgctcgccca gagactcttc tcggactttg 181 agagctctct gcagacggag gagcaacgtc agctcaacaa aatcttcctg caggacttct 241 gcaactctga ttacatcatc agcccgatcg acaaacacga gacgcagcgc agctcggtcc 301 tgaagctgct gtcgatctcc tatggactgg ttgagtcctg ggagtttccc agtcgctctc 361 tgtctggagg ttcctctctg aggaaccaga tttcaccaag gctgtctgag cttaaaacgg 421 gaatcttgct gctgatcagg gccaatcagg atgaagcaga gaattatcct gacaccgaca 481 ccctccagca cgctccttac ggaaactatt atcaaagtct gggaggcaac gaatcgctga 541 gacaaactta tgaattgctg gcttgcttca agaaggacat gcacaaggtg gagacctacc 601 tgacggtagc taaatgtcga ctctctccag aagcaaactg cactctgtag ctccacctaa 661 tattgatact gatacgtgct ctgtagcccc accctcatgt tggcaaactc tgcttacatg 721 tgttagcatt agcaatagga taataatagc agtggtaatc gtgacatcag aacgtttttt 781 ctgacataac tgtgatgcaa ggtgtgaacg ggaataatgt tatctgtgaa ataaatgtgt 841 tgcattgaaa aaaaaaaaaa aaaaaaaaaa aaaaaaaaaa aaaaaaa

Primer F 5’-agc ctg aac tga tgc cag cc-3’


(5)

Lampiran 5.

Alignment

gen

GH

ikan nila dan ikan lele

ikan lele.txt 1 - - - -ATG GCTCGAGT T T TG GTGCTGCTCT 25 ikan nila.txt 1 CTCGC C CGCA A ACAGAGC CTGA ACTGATGC CAGC CATGA ACTCAGTCGTC CTC CTGCTGT 60

ATG AGT T T CTGCT T

ATG AGT T T CTGCT T

ikan lele.txt 26 CTGTG GTG GTG GCGAGTCTGT TCT T TA ATCA AG GCGCGACAT T TGAGAC C CAGCG GCTCT 85 ikan nila.txt 61 CG GT TGTGTGT T TG G GCGTCTC CTCTCAGCA- -GATC-ACA- - -GACAGC CAGCGT T TGT 114

C GT GTG G G T T CT T A CA G C ACA GA A C CAGCG T T

C GT GTG G G T T CT T A CA G C ACA GA A C CAGCG T T

ikan lele.txt 86 TCA ACA ACGCG GTCATC CGTGTGCA ACAC CT TCAC CA ACTG GCTGC CA AGATGATG GATG 145 ikan nila.txt 115 TCTC CAT TGCAGTCA ACAGAGTCACGCAC CTGCAC CTGCTCGC C CAGAGACTCT TCTCG G 174

TC CA GC GTCA C G GT CAC CT CAC C CT GC A T T G

TC CA GC GTCA C G GT CAC CT CAC C CT GC A T T G

ikan lele.txt 146 ACT T TGA AGA AGCT T TGT TAC CTGA AGA ACG-CA ACAGCTGAGCA AGATCT TC C C C CTGT 204 ikan nila.txt 175 ACT T TGAGAGCTCTCTGCAGACG GAG GAGCA ACGTCAGCTCA ACA A A ATCT TC CTGCAG G 234

ACT T TGA CT TG C GA GA C C CAGCT A CA A ATCT TC C C G

ACT T TGA CT TG C GA GA C C CAGCT A CA A ATCT TC C C G

ikan lele.txt 205 CAT TCTGCA ACTCG GACTCTATCGAG GCTC CG GCAG GCA AG GACGAGAC C CAGA A A AGCT 264 ikan nila.txt 235 ACT TCTGCA ACTCTGAT TACATCATCAGC C CGATCGACA A ACACGAGACGCAGCGCAGCT 294

T TCTGCA ACTC GA T ATC C CG G CA A ACGAGAC CAG AGCT T TCTGCA ACTC GA T ATC C CG G CA A ACGAGAC CAG AGCT

ikan lele.txt 265 C CGTGCTGA A ACTGCTGCACACATCT TATCGTCTGATCGAGTCATG G GAGT T-C C CAGCA 323 ikan nila.txt 295 CG GTC CTGA AGCTGCTGTCGATCTC CTATG GACTG GT TGAGTC CTG G GAGT T TC C CAGTC 354

C GT CTGA A CTGCTG A TC TAT G CTG T GAGTC TG G GAGT T C C CAG

C GT CTGA A CTGCTG A TC TAT G CTG T GAGTC TG G GAGT T C C CAG

ikan lele.txt 324 AGA AC CTG- - - -G GCA AC C CT- - - -A AC CATATCTCTGA A A AGCTG GCTGAC CTGA 371 ikan nila.txt 355 GCTCTCTGTCTG GAG GT TC CTCTCTGAG GA AC CAGAT T TCAC CA AG GCTGTCTGAGCT TA 414

CTG C C CT A AC CA AT TC A A GCTG CTGA CT A

CTG C C CT A AC CA AT TC A A GCTG CTGA CT A

ikan lele.txt 372 A A ATG G GCATCG GTGTGCT TAT TGAG G GATGTGTG GATG GACA A AC CAGC CTG GACGAGA 431 ikan nila.txt 415 A A ACG G GA ATCT TGCTGCTGATCAG G GC CA ATCAG GATGA AGCAGAGA AT TATC CTGACA 474

A A A G G G ATC TGCT AT G G T G GATG A A A GA A A A A G G G ATC TGCT AT G G T G GATG A A A GA A

ikan lele.txt 432 ATGACGCAT T T- -GCTC CGC C CT T-CGAG GAT T TCTAC CAGAC C CTGAGCG- -AG G G GA A 486 ikan nila.txt 475 C CGACAC C CTC CAGCACGCTC CT TACG GA A ACTAT TATCA A AGTCTG G GAG GCA ACGA AT 534

GAC C T GC C C CT T CG A T TA CA A CTG G G A G A

GAC C T GC C C CT T CG A T TA CA A CTG G G A G A

ikan lele.txt 487 CT TGAG GA AGAGCT TC CGTCT-GCTGTCT TGCT T TA AGA A AGACATGCACA A AGTG GAGA 545 ikan nila.txt 535 CGCTGAGACA A ACT TATGA AT TGCTG GCT TGCT TCA AGA AG GACATGCACA AG GTG GAGA 594

C GA A CT T G T GCTG CT TGCT T A AGA A GACATGCACA A GTG GAGA

C GA A CT T G T GCTG CT TGCT T A AGA A GACATGCACA A GTG GAGA

ikan lele.txt 546 CT TATCTCAGCGTG GC CA AGTGCAG GAG GTC C CTG GAT TC CA ACTGCACTCTGTAG- - - - 601 ikan nila.txt 595 C CTAC CTGACG GTAGCTA A ATGTCGACTCTCTC CAGA AGCA A ACTGCACTCTGTAGCTC C 654

C TA CT A GT GC A A TG G TC C GA C A ACTGCACTCTGTAG

C TA CT A GT GC A A TG G TC C GA C A ACTGCACTCTGTAG

ikan lele.txt 601 - - - 601 ikan nila.txt 655 AC CTA ATAT TGATACTGATACGTGCTCTGTAGC C C CAC C CTCATGT TG GCA A ACTCTGCT 714 ikan lele.txt 601 - - - 601 ikan nila.txt 715 TACATGTGT TAGCAT TAGCA ATAG GATA ATA ATAGCAGTG GTA ATCGTGACATCAGA ACG 774 ikan lele.txt 601 - - - 601 ikan nila.txt 775 T T T T T TCTGACATA ACTGTGATGCA AG GTGTGA ACG G GA ATA ATGT TATCTGTGA A ATA A 834

ikan lele.txt 601 - - - 601


(6)