I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang
Produksi akuakultur setiap tahun meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 220 juta jiwa dan membutuhkan ikan sebanyak 6,3 juta ton jika konsumsi perkapita 28,7 kgorangtahun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk
Indonesia meningkat menjadi 235 juta jiwa dan membutuhkan ikan sebanyak 7,0 juta ton jika konsumsi perkapita naik menjadi 30,0 kgorangtahun Dahuri 2006.
Dalam program revitalisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014 ada beberapa komoditas yang ditargetkan meningkat produksinya. Ikan lele
merupakan salah satu komoditas akuakultur yang selalu meningkat permintaannya setiap tahun. Peningkatan produktivitas akuakultur dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan terkini yang diharapkan dapat meningkatkan produksi adalah teknologi trangenesis.
Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan tertentu untuk mendapatkan keunikan
yang memiliki nilai tambah. Teknologi transgenesis ini telah diaplikasikan pada bidang akuakultur sejak tahun 1985 di Cina dengan mengintroduksi gen
pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari manusia pada ikan maskoki Zhu et al. 1985. Sejak itu, teknologi transfer gen mulai dikembangkan di
beberapa negara dengan fokus penelitian pada transfer gen hormon pertumbuhan. Pada penelitian selanjutnya di gunakan gen hormon pertumbuhan
Growth Hormone GH dari ikan, gen anti beku, gen pengatur sintesa DHA, gen anti penyakit dan gen pengatur warna Dunham 2004.
Introduksi gen GH pada ikan umum dilakukan oleh beberapa peneliti. Pada beberapa jenis ikan yang diintroduksi gen GH mengalami pertumbuhan yang luar
biasa dimana telah terjadi pertumbuhan 10 kali lipat pada ikan Salmon Devlin et al. 1994, pertumbuhan 35 kali lipat pada ikan mud loach Nam et al. 2001, dan
pertumbuhan 7 kali lipat pada ikan nila Kobayashi et al. 2007. Peningkatan pertumbuhan pada ikan ini dapat memberikan keuntungan pada akuakultur
karena waktu produksi menjadi lebih singkat dan meningkatkan efisiensi pakan Devlin et al. 2004. Penelitian tentang transfer gen GH pada berbagai jenis ikan
telah dilakukan oleh para peneliti Tabel 1.
Tabel 1. Teknologi transfer gen GH pada berbagai jenis ikan Jenis Ikan
Konstruksi Gen Referensi
Goldfish Rainbow Trout
Channel Catfish Common Carp
Common Carp Pike
Common Carp Channel catfish
Common Carp Common Carp
Nile Tilapia Atlantik Salmon
Common Carp Rainbow Trout
Sockeye Salmon Common Carp
Nile Tilapia Rainbow Trout
Mudloach Zebra Fish
Ayu Fish Common Carp
Coho Salmon Nile Tilapia
Ikan Patin mMT-hGH
SV40-hGH mMT-hGH
RSV-csGH pCa
β-csGHcDNA RSV-bGH
pCa β-csGH
RSVLTR-csGHcDNA RSV-rtGH
mMT-hGH mMT-rGH
AFP-csGHcDNA pCa
β-rtGH prtMtb-gbs-GHcDNA
OnMT-GH1 pCa
β-csGHcDNA CMV-tiGH
OnMTGH Pml
βact-mlGH c
βp-chrtiGH ccBA-rtGH1cDNA
CA-gcGH OnMT-GH1
mBP-tiGH pccBA-phGH
Zhu et al. 1985 Chourrout et al. 1986
Dunham et al. 1987 Zhang et al. 1990
Liu et al. 1990 Guise et al. 1992
MaClean et al. 1992 Dunham et al, 1992
Power et al. 1992 Zhu 1992
Rahman Maclean 1992 Du et al. 1992
Chen et al. 1993 Cavari et al. 1993
Devlin et al 1994 Moav et al. 1995
Martinez et al. 1996 Devlin et al. 2001
Nam et al. 2001 Morales et al. 2001
Cheng et al. 2002 Gang et al. 2003
Devlin et al. 2004 Kobayashi et al. 2007
Dewi 2010
Ket : mMT=mouse metallothionein, hGH= human growth hormone, SV40=Simian Virus 40, pCaß=plasmid carp ßactin, csGHcDNA=chinook salmon growth hormone complementary
DNA, RSVLTR= Rous Sarcoma Virus Long Terminal Repeat, RSV=Rous Sarcoma Virus, bGH=bovine growth hormone, csGH=chinook salmon growth hormone, AFP= Anti Freeze
Protein, rGH= rat growth hormone, rtGH= rainbow trout growth hormone, onMT= Onchorhynchus metallothionein, CMV=Cytomegalovirus, pmlßact= plasmid promoter ß actin
mudloach, mlGH= mud loach growth hormone, cßp= carp ß actin promoter, chrtiGH= gen kromosom tilapia growth hormone, tiGH=tilapia growth hormone, OnMTGH= Onchorhynchus
Metallothionein Growth Hormone, CA= promoter beta aktin ikan mas, gcGH= grass carp growth hormone, ccBA= cyprinus carpio beta aktin, mBP= medaka beta aktin, pccBA=
plasmid Cyprinus carpio beta aktin, phGH= Pangasionodon hypophthalmus growth hormone
Aplikasi teknologi transgenesis pada ikan budidaya di Indonesia baru diperkenalkan pada tahun 2009. Ikan lele merupakan ikan air tawar yang sangat
digemari oleh masyarakat karena dagingnya empuk dan tidak terdapat banyak duri dalam tubuhnya. Kebutuhan ikan lele saat ini belum terpenuhi, untuk
memenuhi kebutuhan benih tersebut harus dilakukan program pembenihan ikan lele yang intensif. Menurut Rustidja 1999 dan Dunham 2004, perbaikan mutu
ikan dapat dilakukan dengan beberapa strategi, antara lain dengan cara seleksi, hibridisasi, silang balik, ginogenesis maupun transgenik. Perbaikan mutu ikan
lele secara konvensional dapat dilakukan dengan selective breeding dan hibridisasi. Sedangkan perbaikan mutu ikan lele secara bioteknologi dapat
dilakukan dengan cara menerapkan teknologi transgenesis yang akan meningkatkan pertumbuhan. Teknologi transgenesis adalah suatu proses
mengintroduksikan satu atau lebih DNA asing ke hewan uji dengan tujuan untuk memanipulasi genotipenya kearah yang lebih baik dan selanjutnya dapat
ditransmisikan ke keturunannya Beamont Hoare 2003. Menurut Hackettt 1993, ada tiga tahapan utama untuk menghasilkan ikan
transgenik yaitu 1 mempersiapkan konstruksi gen yang tersusun atas gen penyandi protein tertentu dan elemen regulator yang mengontrolmengendalikan
ekspresi gen, 2 mengintroduksi konstruksi gen ke dalam inti sel embrio yang sedang berkembang supaya bisa didistribusikan ke semua jaringan tubuh ikan,
3 mengidentifikasi individu ikan yang mengekspresikan gen asing atau transgen karena tidak semua transgen yang ditransfer akan efektif dan tidak semua
konstruksi gen akan bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan penelitian untuk memperoleh
ikan transgenik. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian terhadap
aktivitas promoter. Promoter yang digunakan dalam pengujian ini adalah ß-aktin yang berasal dari ikan medaka yang disambungkan dengan gen penyandi protein
berpendar hijau dalam konstruksi ß-aktin-GFP mBP-GFP. Aktivitas promoter tersebut dianalisis dengan mengamati ekspresi gen penanda GFP Green
fluorescent protein pada embrio ikan lele. Penelitian ini dilakukan karena konstruksi gen yang di introduksikan pada embrio ikan lele pada tahap
selanjutnya menggunakan kontruksi gen mBP-tiGH dimana gen GH yang digunakan berasal dari ikan nila dan elemen regulatornya yaitu promoter berasal
dari ikan medaka. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengintroduksikan gen mBP-tiGH pada embrio ikan lele. Metode transfer gen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu mikroinjeksi dan elektroporasi. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah menganalisis ekspresi gen mBP-tiGH pada generasi
pertama hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele. Dalam penelitian ini dengan perlakuan transfer gen GH diharapkan akan
meningkatkan kecepatan tumbuh ikan lele sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi ikan lele ukuran konsumsi menjadi lebih cepat. Konstruksi
gen yang ditransfer kedalam embrio ikan lele yang telah dibuahi pada fase satu
sel adalah mBP-tiGH. Konstruksi gen mBP-tiGH merupakan konstruksi gen yang dibuat oleh Kobayashi et al. 2007. Penelitian ini merupakan tahap awal
dari produksi ikan lele transgenik dan diharapkan akan memberikan efek yang sama atau lebih tinggi seperti yang telah dilakukan pada ikan nila oleh Kobayashi
et al. 2007.
Perumusan masalah
Kebutuhan manusia akan ikan lele setiap waktu semakin meningkat seiring kesadaran manusia untuk mengkonsumsi bahan pangan bergizi. Ikan lele
merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang harganya relatif murah sehingga mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada program kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Dirjen Perikanan Budidaya pada tahun 2010 – 2014 ditargetkan terjadi peningkatan produksi 353 dari 5,26 juta
ton menjadi 16,89 juta ton dengan jenis komoditas adalah rumput laut, lele, patin, bandeng, nila dan kerapu. Ikan lele termasuk salah satu komoditas yang
ditargetkan meningkat. Selama kurun waktu 2009-2014 ditargetkan kenaikan produksi ikan lele sebesar 450 yaitu 200 ton pada tahun 2009 dan 900 ton
pada tahun 2014 Warta Pasar Ikan, 2010. Saat ini, permasalahan utama dalam budidaya ikan lele adalah benih sebar yang bermutu sangat rendah. Hal ini
dikarenakan induk ikan lele yang bermutu baik relatif sulit didapat. Induk ikan lele yang unggul sesuai kriteria Standar Nasional Indonesia SNI harus mempunyai
berat badan lebih dari 500 gram. Untuk mencapai berat badan 500 gram saat ini dibutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 9 – 12 bulan, jika ketersediaan induk
tidak mencukupi maka ketersediaan benih tidak tercukupi. Menurut Nurhidayat 2000, lele dumbo yang berasal dari Sleman,
Tulung Agung dan Bogor mempunyai stabilitas perkembangan yang rendah akibat telah mengalami tekanan silang-dalam yang ditunjukkan dengan tingginya
nilai fluktuasi asimetri dan adanya individu yang tidak tumbuh sirip dada dan sirip perut pada kedua sisinya abnormal. Ikan lele yang telah mengalami tekanan
silang dalam akan mengalami pertumbuhan yang lambat. Oleh karena itu, untuk memperbaiki karakter-karakter yang berguna bagi akuakultur seperti peningkatan
laju pertumbuhan perlu dilakukan suatu upaya agar ikan lele mempunyai kecepatan tumbuh yang lebih baik.
Untuk memperbaiki kecepatan tumbuh pada ikan budidaya dapat di lakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan secara genetis melalui
seleksi, perbaikan teknik budidaya dan nutrisi telah banyak dilakukan Fjalested et al. 2003. Pendekatan sistem endokrin untuk mengontrol pertumbuhan telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti McLean Devlin 2000, dan juga pendekatan dengan pemberian hormon pertumbuhan dalam bentuk pelet implantasi telah
diaplikasikan. Dari beberapa pendekatan tersebut mempunyai beberapa kelemahan antara lain: pendekatan genetis melalui seleksi membutuhkan waktu,
biaya dan tenaga yang banyak. Pendekatan dengan pemberian hormon melalui implantasi membutuhkan dosis yang tepat, dalam waktu yang lama dan harus
dilakukan pada setiap siklus produksi. Saat ini suatu metode baru telah dikembangkan yang dapat mengatasi masalah tersebut yaitu teknologi
transgenesis. Teknologi transgenesis merupakan suatu teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen yang khas pada ikan tertentu untuk
mendapatkan keunikan yang memiliki nilai tambah. Teknologi transfer gen telah dikembangkan untuk memperbaiki karakter kuantitatif dan kualitatif. Gen dari
individu suatu spesies diisolasi, dihubungkan ke promoter sebagai sekuens pengatur DNA atau onoff switches, diklon dan diperbanyak terutama dalam
plasmid Dunham 2004. Teknik transfer gen yang dapat diaplikasikan pada ikan ada beberapa
metode antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi, infeksi retroviral, ballistic bombardment dan transfeksi, inkubasi sperma dengan DNA Alimuddin et al.
2003; Dunham 2004. Dari beberapa metode tersebut yang sering diaplikasikan adalah metode mikroinjeksi. Metode mikroinjeksi ini dikembangkan dari teknik
produksi tikus transgenik. Gen yang akan diintroduksi disuntikkan ke sel menggunakan gelas pipet yang sangat kecil diameter ujung jarum sekitar 0,05 –
0,15 mm. Pekerjaan ini dilakukan menggunakan mikroskop dengan bantuan sebuah mikromanipulator pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA
yang akan disuntikkan. Mikroinjeksi harus dilakukan pada fase 1 sel untuk mendistribusikan gen ke setiap sel yang membelah. Jika penyuntikan dilakukan
ke dalam salah satu blastomer setelah pembelahan sel, gen hanya bisa terdistribusikan dari sel yang disuntik tadi. Tingkat kelangsungan hidup dan
persentase ikan yang membawa gen yang telah disuntikkan bervariasi bergantung pada ketrampilan dan spesies ikan Alimuddin et al.2003. Metode
mikroinjeksi telah sukses dilakukan untuk memproduksi ikan transgenik dan
umumnya teknik ini yang digunakan. Tetapi teknik mikroinjeksi akan sangat sulit jika diterapkan untuk memproduksi ikan transgenik secara massal dalam jumlah
yang besar. Metode ini tidak hanya membutuhkan waktu pengerjaan yang relatif lama dan biaya laboratorium yang tinggi tetapi juga sangat dibatasi oleh jumlah
telur dan fisiologi telur ikan. Nukleus dari telur ikan sangat kecil dan sukar untuk dilihat tanpa bantuan alat, membran telur atau korion akan mengeras segera
setelah pembuahan, mudah pecah, buram dan sebagainya Lanes et al. 2009. Berdasarkan hasil penelitian dengan metode mikroinjeksi memberikan hasil
introduksi gen yang relatif sedikit. Oleh karena itu dibutuhkan metode lain sebagai alternatif dari berbagai macam problem dengan metode mikroinjeksi
yaitu elektroporasi. Metode elektroporasi sebagai solusi untuk memproduksi transgenik secara massal, karena metode ini tidak membutuhkan waktu dan
biaya laboratorium yang mahal serta tidak membatasi fisiologis telur ikan Hostetler et al. 2003.
Metode elektroporasi dapat diaplikasikan pada transfer gen ikan dengan dua cara yaitu elektroporasi pada embrio yang telah dibuahi Inoue et al. 1990;
Sheela et al.1999 dan elektroporasi pada sperma Symonds et al.1994; Tsai 2000. Menurut Tsai 2000 aplikasi elektroporasi dengan perantara sperma pada
ikan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu : 1 Teknik ini merupakan teknik transfer gen secara masal, 2 Teknik ini mampu mengatasi beberapa
kekurangan sistem transfer gen konvensional yang disebabkan karakter telur seperti warna yang kaburburam, menempel, melayang, pronuklei yang tidak
tampak, dan korion yang keras, 3 DNA asing harus ditransfer ke dalam nukleus, jika telur hasil fertilisasi dielektroporasi dengan DNA asing, fragmen DNA
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditransfer ke dalam beberapa tempat selain blatodisk karena volumenya sangat kecil dalam telur hasil
fertilisasi, 4 Sperma ikan mudah ditangani karena penambahan air secara sederhana mampu untuk mengaktifkan sperma, 5 Sperma dari hewan akuatik
dapat dikriopreservasi sehingga sperma dapat selalu tersedia untuk digunakan. Oleh karena itu, sperma ikan dapat digunakan sebagai vektor dalam
mengintroduksi DNA asing untuk memproduksi ikan transgenik. Dalam penelitian ini dilakukan transfer gen Growth Hormone GH yaitu
gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari ikan nila dan promoter ß- aktin yang berasal dari ikan medaka pada fase zigot dengan menggunakan
metode mikroinjeksi dan elektroporasi. Diharapkan gen GH yang ditransfer
mampu terintegrasi dan terekspresi pada ikan lele sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan. Tujuan dan manfaat
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menghasilkan ikan lele Clarias sp transgenik generasi pertama F
1
1. Menguji aktivitas promoter ß-aktin pada ikan lele dan menganalisis keberhasilan
transformasi DNA rekombinan pada telur ikan lele yang telah dibuahi dan mengetahui ekspresi gen GH ikan nila Oreochromis niloticus pada ikan lele
Clarias sp sehingga dapat memperbaiki kecepatan tumbuh. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
2. Melakukan introduksi gen dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi
3. Menganalisis keberhasilan transfer gen mBP-tiGH generasi pertama hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi pada ikan lele
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah 1 Diperoleh individu ikan lele transgenik generasi pertama F
1
yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dibandingkan nontransgenik 2 Menghasilkan metode transfer gen pada
ikan lele yang dapat diadopsi untuk membuat ikan lele transgenik dengan gen lainnya.
Kebaruan Penelitian
Kebaruan novelty dalam penelitian ini adalah : 1 Efektivitas metode mikroinjeksi dan metode elektroporasi pada ikan lele 2 Keberhasilan transfer
gen mBP-tiGH dengan mikroinjeksi pada ikan lele dan 3 Produksi ikan lele transgenik generasi pertama F
1
tumbuh cepat.
II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE Clarias sp