Perubahan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa Barat

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DEBIT SUNGAI
DI DAS CIASEM KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

DEFRI SATIYA ZUMA

MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Penggunaan
Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa Barat adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Defri Satiya Zuma
NIM E14080046

ABSTRAK
DEFRI SATIYA ZUMA. Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Sungai di
DAS Ciasem Subang Jawa Barat. Dibimbing oleh HENDRAYANTO
Perubahan limpasan dan debit aliran sungai akibat perubahan penggunaan
lahan dapat diduga dengan menggunakan model-model hidrologi DAS. Salah satu
model yang baik dan sedang populer digunakan dan dikembangkan adalah model
SWAT (Soil and Water Assessment Tool). Model SWAT dikembangkan juga
untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap sedimen, muatan
pestisida, dan kimia hasil pertanian. Hasil penelitian sebelumnya yang mengkaji
penggunaan model SWAT di Sub DAS Ciasem (5 659.6 Ha) menggunakan data
global dan lokal yang tersedia menunjukkan bahwa model SWAT menghasilkan
dugaan debit rata-rata bulanan yang baik dengan nilai R² dan NS antara debit ratarata bulanan dengan debit rata-rata pengukuran masing-masing sebesar > 0.51 dan
> 0.74. Penelitian ini merupakan penerapan model SWAT dalam menduga
perubahan debit sungai akibat perubahan penggunaan lahan di seluruh DAS
Ciasem (67 794.8 ha). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga perubahan

debit akibat perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem menggunakan model
SWAT.. Perubahan pengunaan lahan pada tahun 2006–2011 terutama terjadi pada
hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran, yaitu seluas 696.5 ha
dan hutan tanaman menjadi perkebunan seluas 131.8 ha. Hasil simulasi limpasan
dan debit pada penggunaan lahan 2006 dan 2011, dan input iklim 2006
menunjukkan bahwa perubahan hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering
campuran seluas 696.5 ha dan hutan tanaman menjadi perkebunan seluas 131.8 ha
meningkatkan limpasan sebesar 0.4 mm/bln (4.8 mm/th) dan debit sebesar 0.05
mm/bln (0.6 mm/th). Simulasi penggunaan lahan, yaitu perubahan penggunaan
lahan pertanian lahan kering campuran dan pertanian lahan kering menjadi hutan
tanaman dapat menurunkan limpasan sebesar 1.3 mm/bln (15.6 mm/th) dan debit
sebesar 0.7 mm/bln (8.4 mm/th) terutama pada bulan-bulan basah dan
meningkatkan debit pada bulan-bulan kering.
Kata kunci: debit, model SWAT, limpasan, penggunaan lahan

ABSTRACT
DEFRI SATIYA ZUMA. Changes of Landuse and River Discharge at Ciasem
Watershed Subang West Java. Supervised by HENDRAYANTO
The changes of surface run off and river discharge caused by landuse
changes, could be estimated by watershed hydrology models. Soil and Water

Assessment Tool (SWAT) model is a hydrology model that developed to predict
effect of land use not only to water yield, but also sediment, pesticide contents,
and chemical result of agriculture. Previous research of SWAT model application
in Ciasem sub-watershed (5 659.6 Ha) by using global and local data show that
the prediction average monthly discharge was appropriately match with measured
average with the values of R2 and NS were > 0.51 and > 0.74 respectively. This
research applied SWAT model to predict river discharge changes due to landuse
change in the entire Ciasem watershed (67 794.8 ha). The purpose of this research
is to predict changes in discharge due to changes in land use in the Ciasem
watershed using SWAT model. Landuse changes in 2006-2011 occurred at forest
plants being mixture of dryland farming, were 696.5 ha and forest plants being
farms, were 131.8 ha. Simulation result of run off and discharge in landuse 2006
and 2011 and input climate 2006 showed it increase the runoff by 0.4 mm/month
(4.8 mm/year) and discharge by 0.05 mm/month (0.6 mm/year). Land use
simulation which changes mixture of dryland and dryland farming become forest
plants reduce run off by 1.3 mm/month (15.6 mm/year) and discharge by 0.7
mm/month (8.4 mm/year) especially during wet months and increased discharge
in dry months.
Keyword : discharge, landuse, run off, SWAT model.


PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DEBIT SUNGAI
DI DAS CIASEM KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

DEFRI SATIYA ZUMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Departemen Manajemen Hutan

MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Perubahan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa
Barat
Nama
: Defri Satiya Zuma

NIM
: E14080046

Disetujui oleh

Dr Ir Hendrayanto, M Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, Msc Ftrop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Perubahan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa
Barat
Nama
: Defii Satiya Zuma
NIM

: E14080046

Disetujui oleh

Tanggal Lulus:

2 6 MAR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya
ilmiah ini adalah Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem
Subang Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hendrayanto, M Agr
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Defri Satiya Zuma

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat penelitian

2

Prosedur Penelitian

3


Pengumpulan Data

3

HASIL dan PEMBAHASAN

6

Jaringan Sungai

6

Topografi

7

Jenis Tanah

8


Iklim

8

Perubahan Penggunaan Lahan

9

Debit Dugaan Model SWAT

10

Simulasi Dampak Perubahan Lahan terhadap Debit

11

SIMPULAN DAN SARAN

16


Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Luas dan perubahan penggunaan lahan 2006-2011 di DAS Ciasem
Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem
Limpasan dugaan Model SWAT dan Model SCS-CN
Koefisen limpasan (C) Model SWAT dan Model SCS-CN
Curah hujan dan limpasan simulasi
Curah hujan dan debit simulasi
Curah hujan dan limpasan simulasi
Curah hujan dan debit simulasi

10
10
11
11
13
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9

10
11
12
13

Peta lokasi penelitian
Diagram alir pelaksanaan penelitian
Peta jaringan sungai
Peta topografi
Peta jenis tanah
Peta hujan rata–rata bulanan
Diagram batang curah hujan rata–rata tahunan 2006 – 2011
Hyetograph dan Hidrograph limpasan dugaan model SWAT, model
SCS-CN dan curah hujan tahun 2006-2011
CH,
HT SWAT ,
HT SCS-CN
LT SWAT ,
LT SCS-CN
Hyetograph dan Hidrograph koefisien limpasan model SWAT, model
SCS-CN dan curah hujan tahun 2006-2011
CH,
HT SWAT ,
HT SCS-CN LT SWAT ,
LT SCS-CN
Hyetograf dan Hidrograf limpasan Simulasi model SWAT.
Curah
hujan, limpasan 2006, limpasan 2011
Hyetograph dan Hidrograf debit simulasi model SWAT. Curah hujan,
debit 2006,
debit 2011
Hyetograph dan Hidrograph limpasan simulasi rekomendasi model
SWAT. Curah hujan, limpasan awal,
limpasan simulasi.
Hyetograph dan Hidrograph debit simulasi rekomendasi model SWAT.
Curah hujan,
debit awal,
debit simulasi

2
3
7
7
8
9
9

11

12
13
13
15
16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan
(Kemenhut 2011). Pulau Jawa terbagi kedalam 1208 DAS. Dari 1208 DAS di
Jawa 123 DAS dalam kondisi kritis, sehingga 61 kabupaten di Jawa Timur, Jawa
Barat dan Jawa Tengah terancam oleh resiko bencana ekologis seperti banjir,
longsor, dan kekeringan serta hilangnya hasil-hasil pembangunan seperti
infrastruktur publik, transportasi, perdagangan, dan industri akan mencapai
trilyunan rupiah (Kemenhut 2011). Salah satu faktor penyebab kekritisan DAS
adalah faktor penggunaan lahan (Kemen PU 2009). Penggunaan lahan di Pulau
Jawa pada tahun 1927 masih didominasi hutan alam berupa hutan hujan tropis
namun sekarang luas hutan di Jawa tinggal 301 300 ha atau 22.8 % dari luas pulau
Jawa (Smiet 1990)
Selama periode 2012 di Jawa Barat telah terjadi 37 kejadian banjir, yang
mengakibatkan kerusakan lahan sebesar 650 ha (BNPB 2013). Di DAS Ciasem
Kabupaten Subang Jawa Barat pada tahun 2011 terjadi banjir di pemukiman
warga mencapai ketinggian satu meter. Banjir ini diduga akibat dari perubahan
penggunaan lahan di DAS Ciasem yang menyebabkan meningkatnya laju aliran
permukaan, erosi, dan tingkat sedimentasi meningkat yang pada akhirnya
mengakibatkan pendangkalan sungai (Pemkab Subang 2011).
Perubahan limpasan dan erosi permukaan serta sedimentasi di sungai akibat
perubahan penggunaan lahan dapat diduga dengan menggunakan model-model
hidrologi DAS. Salah satu model yang sedang populer digunakan adalah model
SWAT. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang
dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air,
sedimen, muatan pestisida, dan kimia hasil pertanian (Hamdan 2010). Model
SWAT dikembangkan oleh United State Departement of AgriculturalAgricultural Research Services (USDA-ARS). Pemodelan dalam model SWAT
dilakukan disetiap Hydrological Respons Unit (HRU). Antarmuka pengguna
grafis model SWAT sebagai fungsi tambahan (plug in) dalam aplikasi GIS yang
ada. Dalam ArcView 3.X, model SWAT dikenal sebagai AVSWAT2000 (Luzio
et al. 2001). Dalam ArcMap 9.X model SWAT dikenal sebagai ArcSWAT dan
dalam MapWindows dikenal sebagai MWSWAT
Hasil kajian penggunaan model SWAT di Sub DAS Ciasem (5 659.6 Ha)
menggunakan data global dan lokal yang tersedia menunjukkan bahwa model
SWAT menghasilkan dugaan debit rata-rata bulanan yang baik dengan nilai R²
dan NS antara debit rata-rata bulanan dengan debit rata-rata pengukuran masingmasing sebesar > 0.51 dan > 0.74 (Endrawati 2013).

2
Penelitian ini merupakan penerapan model SWAT dalam menduga
perubahan debit sungai akibat perubahan penggunaan lahan di seluruh DAS
Ciasem (67 794.8 ha).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menduga perubahan debit akibat perubahan
penggunaan lahan di DAS Ciasem menggunakan model SWAT.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menerapkan model SWAT dalam menduga debit di DAS
Ciasem dengan titik patusan (outlet) di Ciasem Kecamatan Ciasem Subang.
Pendugaan debit menggunakan data yang telah tersedia baik data yang telah
dikumpulkan dari DAS Ciasem dan data global. Proses kalibrasi dan validasi tidak
dilakukan dalam penelitian ini karena data debit hasil pengukuran tidak tersedia.

METODE
Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di DAS Ciasem. Secara geografis DAS Ciasem
terletak diantara koordinat 107º41’ – 107º46’ BT dan 6º13’ – 6º38’ LS dengan
luas 74 172.6 Ha. DAS Ciasem secara administratif terletak Kabupaten Subang,
Propinsi Jawa Barat yang mencakup 21 wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan
Blanakan, Sukasari, Tambakdahan, Pamanukan, Binong, Ciasem, Patok Beusi,
Cikaum, Dawuan, Subang, Pagaden, Pagaden Barat, Purwadadi, Pabuaran,
Cipeundeuy, Kalijati, Serangpanjang, Sagalaherang, Cijambe, Ciater, dan Jalan
Cagak.
Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS,
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan November 2013 – Januari 2014.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

3
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu pengumpulan data,
pembentukan Hydrological Respone Unit (HRU), pendugaan debit, dan
perhitungan koefisien run off serta analisis perubahan penggunaan lahan terhadap
perubahan debit. Tahapan penelitian secara diagramatik disajikan dalam Gambar
2.

Gambar 2 Diagram alir pelaksanaan penelitian
Pengumpulan Data
Data yang digunakan mencakup data Digital Elevation Model (DEM)
dengan resolusi 90 m x 90 m yang bersumber dari SRTM (shuttle radar
thopography mission), peta tutupan lahan, peta jenis tanah Jawa dan peta jaringan
sungai Jawa Bali dalam bentuk shapefile masing-masing dengan skala 1:50000.
Data lainnya adalah data iklim di DAS Ciasem.
Data iklim yang digunakan adalah data hasil pengukuran di stasiun hujan
Sindanglaya dan Sukamandi dari tahun 2006 sampai dengan 2010 meliputi data
curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum Ciliwung, Perum Jasa Tirta II
Subang, BMKG Darmaga Bogor dan Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Pemerintah Kabupaten Subang.
Analisis debit menggunakan Model SWAT
Analisis debit sungai di DAS Ciasem menggunakan model SWAT
dilakukan dengan input data berupa iklim, karakteristik tanah, penggunaan lahan
dan hidrologi berdasarkan format data input file.

4
Tahapan kegiatan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1
Delineasi daerah observasi
Proses delineasi menggunakan data DEM dengan resolusi 90 x 90 meter.
Selanjutnya data diolah menggunakan ArcGIS dan ArcSWAT. Metode yang
digunakan dalam proses delineasi adalah metode threshold, dimana besar kecilnya
nilai threshold yang digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang
terbentuk.
2
Pembentukan HRU (Hydrologycal Respone Unit)
HRU merupakan satuan analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan jenis tanah,
tutupan lahan dan kelerengan. Pada tahapan pembentukan HRU dilakukan input data
berupa:
a Input interval slope
b Peta raster landuse dan peta raster jenis tanah dalam format sistem koordinat
proyeksi UTM
c Threshold dari persentase total luasan landuse (5%), jenis tanah (5%) dan slope
(5%). Landuse, jenis tanah, dan slope yang memiliki persentase luasan lebih
kecil dari threshold yang ditentukan akan diabaikan
3
Pendugaan debit
Pada tahap ini data iklim yang telah disediakan sebelumnya dihubungkan dengan
HRU yang telah terbentuk. Pada tahap ini ditentukan periode simulasi terlebih dahulu
untuk kemudian dilakukan input data iklim. Persamaan neraca air yang digunakan
dalam model SWAT disajikan pada persamaan (1).
��� = ��0 + ∑��=�(Rday − Qsurf − Ea − Wseep − Qgw) ............(1)
SW t
SW 0
R day
Q surf
Ea
W seep

: kandungan akhir air tanah (mm)
: kandungan air tanah awal pada hari ke- i (mm)
: jumlah presipitasi pada hari ke- i (mm)
: jumlah limpasan permukaan pada hari ke- i (mm)
: jumlah evapotranspirasi pada hari ke –i
: jumlah air yang memasuki zona tak jenuh pada profil tanah hari kei(mm)
Qgw : Jumlah aliran dasar ( base flow) pada hari ke- i (mm)

SWAT menggunakan metode SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve
Number) dalam menduga limpasan permukaan (Q surf). Metode ini dikembangkan
untuk menghitung run off tutupan lahan dan jenis tanah yang bervariasi. Persamaan
SCS-CN disajikan pada persamaan (2) dan (3) ( Neitsch et al. 2004).
����� =

(� ���−0,2�)²
(Rday+0,8S)

� = 25,4 (

Keterangan:
R day : curah hujan per hari (mm)
Q surf : limpasan permukaan (mm)
S
: parameter retensi (mm)
CN : SCS Curve Number

1000
��

....................(2)

− 10)…...(3)

5
Limpasan permukaan maksimum dihitung dengan memodifikasi metode
rasional dengan persamaan (4) ( Neitsch et al. 2004).
����� =

�.�. ����
3.6

..................(4)

Keterangan:
q peak : laju limpasan permukaan maksimum (m3/s)
Area : luas wilayah DAS (km2)
C
: koefisien limpasan permukaan
I
: intensitas curah hujan (mm/jam)
Waktu konsentrasi (t conc ) adalah jumlah waktu aliran (t ov ) dan waktu aliran
di sungai (t ch ) ( Neitsch et al. 2004).
��ℎ =

�0,6

���. �0,6
18.���0,8

dan ��ℎ =

�,62.�.�0,75

�,375
����0,125 .����ℎ

............(5)

Keterangan:
t ov : waktu konsentrasi umtuk aliran di lahan (jam)
t ch : waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)
L slp : panjang lereng DAS ( m)
L
: rata- rata panjang aliran sungai di DAS (km)
Slp : rata-rata lereng di lahan (m m-1)
Slp ch : rata rata lereng di sungai (m m-1)
N
: koefisien kekasaran Manning

Model SWAT menghitung perkolasi disetiap lapisan tanah. Perkolasi terjadi
jika kandungan air tanah (Swly) pada lapisan tersebut melebihi kapasitas
lapangnya (Fcly). Kelebihan air pada lapisan tanah dihitung dengan persamaan (6)
����,������ = ���� − ���� ���� ���� > ����
..............(6)
����,������ = 0 ���� ���� < ����
Keterangan :
Sw ly : kandungan air tanah (mm)
Fc ly : kapasitas lapang (mm)
Aliran bawah tanah atau base flow (Q gw ) dihitung pada persamaaan (7)
��� =

8000.����
�2 ��

� ℎ���� .............(7)

Keterangan :
K sat : konduktivitas hidrolika jenuh (saturated hydraulic conductivity) (mm/hari)
L2 gw : jarak sub DAS dari sistem air tanah ke saluran utama (m)
h wtbl : tinggi muka air tanah (m)
Perhitungan evapotranspirasi potensial (ETP) dapat dilakukan dengan 3
metode yaitu Penman–Monteith, Priestley–Taylor dan Hargreaves. Dalam kajian
ini metode perhitungan ETP yang digunakan adalah Penman–Monteith
Persamaan Penman-Monteith disajikan pada persamaan (8).
�� =

Δ(���� −�)+���� �� ��� ��0 �/��

Δ+�(1+ � )
��

.......(8)

6
Keterangan:
E
: laju evaporasi (m/s)
λE : fluk panas laten penguapan (MJ m-2 d-1)
Δ
: slope dari kurva tekanan uap jenuh dan suhu udara (de/dT)(kPa0C-1)
H net : radiasi netto (W m-2)
G
: fluk panas laten permukaan tanah (MJ m-2 d-1)
Cp : panas spesifik pada tekanan tetap (MJkg-1 K-1)
ρ air : massa jenis udara (kg m-3)
��0 : tekanan uap air jenuh pada ketinggian z (kPa)
e z : tekanan uap air pada ketinggian z (kPa)
rc
: resistensi pada kanopi (s m-1)
ra
: tahanan difusi pada lapisan udara (resistensi aerodinamis) (s m-1)
γ
: konstanta Psychrometri (kPa oC -1)
4

Pendugaan koefisien aliran permukaan
Koefisien aliran permukaan (DRO) dihitung menggunakan persamaan
berikut:
��� =
�� =

(Q.86400.1000)
(L.10000)

���
CH

.............................(9)

……………....................... (10)

Keterangan:
CR
: Koefisien limpasan
DRO
: Aliran langsung (mm)
Q
: Debit aliran langsung (m3/s)
Q didapat dari pengurangan debit hasil pendugaan dengan aliran dasar
(baseflow).
5

Simulasi perubahan penggunaan lahan
Proses simulasi dilakukan setelah proses penggabungan HRU dengan data
iklim. Persamaan dalam simulasi SWAT digunakan untuk mengetahui respon
debit terhadap perubahan lahan yang terjadi.

HASIL dan PEMBAHASAN
Jaringan Sungai
DAS Ciasem terdiri dari 13 sub DAS, 3 ordo sungai dengan panjang sungai
total 111.09 km, dan kerapatan jaringan sungai mencapai 0.16 km/km². Keliling
DAS sepanjang 694.85 km. Jaringan sungai DAS Ciasem disajikan dalam Gambar
3.

7

Gambar 3 Peta jaringan sungai

Topografi
DAS Ciasem didominasi oleh daerah bertopografi datar yang mencakup
77.3% dari luas DAS. Selain itu terdapat juga lahan bertopografi landai yang
mencakup 13.4%, agak curam 6.4%, curam 2.5% dan sangat curam 0.4% dari luas
DAS. Distribusi ruang kelas kemiringan lahan di DAS Ciasem disajikan pada
Gambar 4.

Gambar 4 Peta topografi

8
Jenis Tanah
Jenis tanah di DAS Ciasem terdiri atas 12 jenis tanah, yaitu kompleks
regosol kelabu dan litosol (JT 1), asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
andosol coklat (JT 2), litosol coklat (JT 3), asosiasi podsolik kuning dan
hidromorf kelabu (JT 4), kompleks podsolik kuning dan regosol (JT 5), asosiasi
aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan (JT 6), asosiasi glei humus rendah
dan aluvial kelabu (JT 7), kompeks grumosol regosol dan mediteran (JT 8),
kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat kemerahan litosol (JT 9),
regosol coklat (JT 10), andosol coklat (JT 11), dan latosol coklat kemerahan (JT
12). Jenis tanah asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan (JT 6)
mendominasi DAS Ciasem, yang mencakup 43.65% dari luas DAS. Distribusi
jenis tanah di DAS Ciasem disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Peta jenis tanah
Iklim
Tipe iklim DAS Ciasem menurut Sistem Klasifikasi Schmidt dan Ferguson
(1951) termasuk tipe B dengan nilai Q (persentase bulan basah terhadap bulan kering)
sebesar 0.222. Rata-rata hujan tahunan sebesar 3442 mm/tahun. Suhu udara rata-rata
harian berkisar 23°-31°C dan kelembaban udara rata-rata harian sebesar 65%-87%.
(Kemenhut 2012). Distribusi hujan rata-rata dengan metode poligon thiessen dan
hidrograf curah hujan rata-rata dari tahun 2006 sampai 2011 di DAS Ciasem
disajikan dalam Gambar 6 dan 7.

9

Gambar 6 Peta hujan rata–rata bulanan

CH rata-rata (mm/bln)

300
250
200
150
100
50
0
2006

2007

2008

2009

2010

2011

Tahun
Gambar 7 Hyetograph curah hujan rata–rata tahunan 2006 – 2011
Perubahan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di DAS Ciasem pada tahun 2006 sebagian besar berupa
pertanian lahan kering campuran (63%) dan meningkat luasnya pada tahun 2011
seluas 696.55 ha. Luas perkebunan juga meningkat sedangkan luas hutan tanaman
menurun (Tabel 1). Hutan tanaman sebagian besar berubah menjadi pertanian
lahan kering campuran, dan sebagian kecil menjadi kebun karet. Kebun karet juga
ada yang berubah menjadi hutan tanaman (Tabel 2)
Jenis tanaman yang diusahakan dalam pertanian lahan kering campuran
yaitu jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, dan kedelai. Di samping itu petani
juga banyak mengusahakan pola pertanian campuran dengan mengkombinasikan

10
tanaman hortikultura sayuran dengan tanaman buah-buahan seperti durian,
rambutan dan mangga. Jenis tanaman di perkebunan didominasi oleh tanaman
karet, teh, dan tebu. (Kemenhut 2012).
Tabel 1 Luas dan perubahan penggunaan lahan 2006-2011 di DAS Ciasem
Jenis penggunaan lahan
1 Hutan tanaman
2 Perkebunan
3 Pertanian lahan
kering campuran
4 Pertanian lahan
kering
5 Tubuh air
6 Sawah
7 Lahan terbuka
8 Pemukiman
Total
a

Luas tahun
2006
(ha)
4 053.9
8 367.3
42 731.5

Luas tahun
2011
(ha)
3 225.6
8 499.1
43 428.0

Perubahan
2006-2011 (ha)

9 368.9

9 368.9

-

4.5
165.1
116.3
2 987.3
67 794.8

4.5
165.1
116.3
2 987.3
67 794.8

-

-828.3
131.8
696.5

Sumber: Kemenhut (2012)

Tabel 2 Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem
2006/2011
FRST
AGRC
AGRR
WAT
RICE
RUBB
URMD
PAST

Luas Perubahan Penggunaan Lahan (Ha)
FRST AGRC AGRR WAT RICE RUBB URMD PAST
- 696.5
- 178.1
46.3
-

Perbandingan Limpasan Dugaan Model SWAT dengan Model SCS-CN
Pendugaan limpasan Model SWAT pada dasarnya menggunakan model
SCS-CN yang dikombinasikan dengan model penelusuran aliran sungai untuk
sampai di titik outlet. Berhubung data debit hasil pengukuran tidak tersedia,
validasi dan kalibrasi model menggunakan data hasil pengukuran tidak dilakukan,
namun dilakukan pengujian konsisitensi dengan membandingkan hasil pendugaan
limpasan menggunakan model SWAT dengan hasil model SCS-CN rata-rata DAS
(persamaan 2 dan 3). Penggunaan lahan digunakan penggunaaan lahan yang
memiliki pengaruh nyata terhadap limpasan yaitu Hutan (HT) dan Lahan Terbuka
(LT). Input hujan menggunakan curah hujan tahun 2006-2011. Hasil pendugaan
limpasan dan koefisien limpasan (C) menggunakan dua pendekatan dan dua
penggunaan lahan disajikan masing-masing dalam Tabel 3 dan Tabel 4.

11
Tabel 3 Limpasan dugaan Model SWAT dan Model SCS-CN
Tahun

CH (mm/bln)

2006
2007
2008
2009
2010
2011

144.8
175.9
141.8
118.2
249.3
118.1

Limpasan model SWAT
(mm/bln)
LT
HT
94.4
38.2
131.6
69.3
98.4
46.2
85.6
41.3
172.7
75.1
75.3
29.1

Limpasan metode SCSCN (mm/bln)
LT
HT
115.7
65.3
146.1
90.3
112.8
62.9
90.0
45.3
218.4
153.9
89.9
45.2

Tabel 4 Koefisen limpasan (C) Model SWAT dan Model SCS-CN
Tahun

CH (mm/bln)

2006
2007
2008
2009
2010
2011

144.8
175.9
141.8
118.2
249.3
118.1

C
HT
0.3
0.4
0.3
0.4
0.3
0.3

C metode SCS-CN
LT
HT
0.5
0.8
0.5
0.8
0.4
0.8
0.4
0.8
0.6
0.9
0.4
0.8

model SWAT

LT
0.7
0.8
0.7
0.7
0.7
0.6

Limpasan (mm/bln)

Hidrograf limpasan dugaan menggunakan model SWAT dan model SCS-CN
ddisajikan dalam Gambar 8 sedangkan grafik perubahan koefisien limpasan
disajikan dalam Gambar 9.
250

0

200

50
100

150
150
100

CH
(mm/bln)

200
50

250

0

300
2006

2007

2008

2009

2010

2011

Gambar 8 Hyetograph dan Hidrograph limpasan dugaan model SWAT,
model SCS-CN dan curah hujan tahun 2006-2011
CH,
HT SWAT ,
HT SCS-CN
LT SWAT ,
LT SCS-CN

Koefisien Limpasan

12
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0

0
50
100

CH
150 (mm/bln)
200
250
300
2006

Gambar 9

2007

2008

2009

2010

2011

Hyetograph dan Hidrograph koefisien limpasan model
SWAT, model SCS-CN dan curah hujan tahun 20062011
CH,
HT SWAT ,
HT SCS-CN
LT SWAT ,
LT SCS-CN

Berdasarkan hasil dugaan limpasan dan koefisein limpasan menggunakan
model SWAT dan model SCS-CN menunjukkan konsistensi hasil pendugaan
walaupun hasil dugaan menggunakan model SWAT lebih rendah dibandingkan
dengan hasil model SCS-CN. Model SWAT menunjukkan hasil limpasan dugaan
yang lebih rendah mengingat dalam model SWAT memperhitungkan jarak dan
kekasaran permukaan saluran sedangkan model SCS-CN tidak memperhitungkan
kedua hal tersebut.
Berdasarkan pada hasil penelitian (Endrawati 2013) dan uji konsistensi
tersebut, model SWAT dapat dikatakan memadai dalam menduga limpasan dan
debit di DAS Ciasem.
Simulasi Dampak Perubahan Lahan terhadap Debit
Simulasi dampak perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan
menjalankan model SWAT dengan input kondisi iklim tahun 2006 dan
penggunaan lahan tahun 2006 dan 2011. Dalam simulasi digunakan perubahan
lahan dari tahun 2006 sampai 2011 yaitu perubahan hutan tanaman menjadi
perkebunan dan hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran.
Hasil prediksi limpasan dan debit rata-rata bulanan pada penggunaan lahan
tahun 2006 dan 2011 disajikan dalam Gambar 10 dan 11. Berdasarkan Tabel 5
dan 6 limpasan dan debit rata-rata dari tahun 2006 ke 2011 mengalami
peningkatan. Limpasan mengalami peningkatan sebesar 0.4 mm/bln sedangkan
debit mengalami peningkatan sebesar 0.05 mm/bln. Perubahan data limpasan dan
debit dari tahun 2006 ke 2011 disajikan pada Tabel 5 dan 6. Debit puncak terjadi
pada bulan Januari baik pada tahun 2006 maupun 2011.

Limpasan (mm)

13
300

0

250

100

200
200
150
300

CH 2006
(mm)

100
400

50
0

500
1

Gambar 10

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12

Hyetograf dan Hidrograf limpasan Simulasi model
SWAT. Curah hujan,
limpasan 2006,
limpasan
2011

Tabel 5 Curah hujan dan limpasan simulasi
Bulan

CH 2006 (mm)

Debit (mm)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

2006

441.5
256.5
174.0
178.5
159.3
6.0
58.3
0.0
0.0
44.3
91.1
329.0

Limpasan (mm)
2011
250.0
251.1
94.5
95.2
96.7
96.9
66.7
67.5
71.6
72.3
0.2
0.2
34.7
34.7
0.0
0.0
0.0
0.0
21.0
21.0
29.7
29.9
161.0
162.0

600

0

500

100

400
200
300

CH
2006(mm)

300
200
400

100
0

500
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12

Gambar 11 Hyetograph dan Hidrograf debit simulasi model SWAT.
Curah hujan,
debit 2006,
debit 2011

14
Tabel 6 Curah hujan dan debit simulasi
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

CH 2006 (mm)
441.5
256.5
174.0
178.5
159.3
6.0
58.3
0.0
0.0
44.3
91.1
329.0

Debit (mm)
2006
2011
564.0
565.4
369.6
369.8
317.0
315.9
271.0
271.6
291.3
291.2
205.7
204.6
223.9
223.4
178.0
177.6
163.4
163.3
182.9
182.9
196.0
196.5
399.3
400.6

Tabel 5 menunjukkan bahwa limpasan pada tahun 2011 lebih besar
dibandingkan dengan limpasan tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien
limpasan penggunaan lahan tahun 2011 lebih besar dibandingkan tahun 2006,
namun perbedaannya tidak besar. Hutan tanaman memiliki nilai CN lebih kecil
dibandingkan dengan pertanian lahan kering campuran dan perkebunan. Nilai CN
hutan tanaman sebesar 73 sedangkan pertanian lahan kering campuran sebesar 81
dan perkebunan sebesar 77. Berdasarkan persamaan (3), semakin besar nilai CN,
nilai retensi air hujan semakin kecil, dan berdasarkan persamaan (2) semakin kecil
nilai retensi air hujan, maka koefisien limpasan semakin besar, atau limpasan
semakin besar.
Pada tahun 2011 di DAS Ciasem masih terjadi banjir, hal ini menunjukkan
bahwa kualitas DAS Ciasem masih kurang baik, sehingga masih diperlukan
perbaikan. Untuk mengetahui penggunaan lahan yang lebih baik dilakukan
simulasi penggunaan lahan yang mampu mereduksi limpasan dan debit sungai di
DAS Ciasem guna meningkatkan kualitas DAS Ciasem. Simulasi dilakukan
dengan mengubah semua pertanian lahan kering campuran dan pertanian lahan
kering menjadi hutan tanaman yang memiliki nilai CN lebih kecil yaitu 73.
Semakin kecil nilai CN nilai koefisien limpasan akan semakin kecil sehingga
limpasan akan semakin kecil. Dari hasil simulasi diperoleh nilai limpasan dan
debit yang disajikan pada Tabel 7 dan 8.

15

Tabel 7 Curah hujan dan limpasan simulasi
Bulan

Limpasan (mm)
Awal
Simulasi
105.4
103.1
43.4
40.8
54.1
53.9
113.7
112.8
1.8
1.0
0.0
0.0
0.1
0.1
0.0
0.0
0.0
0.0
30.3
29.0
84.3
81.1
180.2
175.5

CH 2011 (mm)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

215.4
151.4
106.1
219.0
8.1
0.0
4.8
0.0
0.0
95.5
243.9
374.2

0
50
100
150
CH
200
2011
(mm)
250
300
350
400

Limpasan (mm)

200
150
100
50
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Gambar 12 Hyetograph dan Hidrograph limpasan simulasi rekomendasi
model SWAT. Curah hujan,
limpasan awal,
limpasan
simulasi.

16

Tabel 8 Curah hujan dan debit simulasi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Debit (mm)

Debit (mm)
Awal
Simulasi
358.1
358.7
251.7
251.2
197.9
201.1
192.0
191.0
140.4
140.4
146.1
147.7
159.6
160.0
164.4
164.6
160.6
160.6
192.1
189.5
245.0
239.9
372.4
366.8

Curah hujan 2011
(mm)
215.4
151.4
106.1
219.0
8.1
0.0
4.8
0.0
0.0
95.5
243.9
374.2

Bulan

0
50
100
CH
150
2011(mm)
200
250
300
350
400

400
350
300
250
200
150
100
50
0
1

Gambar 13

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12

Hyetograph dan Hidrograph debit simulasi rekomendasi
model SWAT. Curah hujan,
debit awal,
debit
simulasi

Tabel 7 menunjukkan bahwa limpasan bulanan simulasi mengalami
penurunan kecuali pada saat tidak ada hujan, dengan rata-rata penurunan limpasan
sebesar 1.3 mm/bln (15.6 mm/th), sedangkan Tabel 8 menunjukan bahwa debit
bulanan simulasi tidak selalu turun. Debit cenderung menurun pada saat bulan
basah dan meningkat pada saat bulan kering. Rata-rata debit bulanan simulasi
mengalami penurunan dibandingkan debit awal, yaitu sebesar 0.7 mm/bln (8.4
mm/th). Hal ini menunjukkan bahwa hutan tanaman yang baik (CN=73)
mengurangi limpasan dan debit rata-rata bulanan, namun pada saat bulan kering
meningkatkan debit. Tanah hutan memiliki lapisan seresah yang tebal, kandungan
bahan organik tanah, dan jumlah makroporositas yang cukup tinggi sehingga laju
infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian (Hairiah et al.

17
2004). Hutan mampu meredam tinggi debit sungai pada saat musim hujan dan
menjaga kestabilan aliran air pada saat musim kemarau (Farida dan Meine 2004).
Dengan menurunnya limpasan dan debit terutama pada bulan-bulan basah,
dan meningkatkan debit pada bulan-bulan kering maka kemungkinan terjadi banjir
dapat dikurangi dan kekurangan air pada musim kemarau dapat direduksi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perubahan pengunaan lahan pada tahun 2006–2011 terutama terjadi pada
hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran, yaitu seluas 696.5 ha
(1 % luas DAS Ciasem) dan hutan tanaman menjadi perkebunan seluas 131.8 ha
(0.2 % luas DAS Ciasem). Hasil simulasi limpasan pada penggunaan lahan 2006
dan 2011, dan input iklim 2006 menunjukkan bahwa perubahan hutan tanaman
menjadi pertanian lahan kering campuran seluas 696.5 ha dan hutan tanaman
menjadi perkebunan seluas 131.8 ha meningkatkan limpasan sebesar 0.4 mm/bln
(4.8 mm/th) dan debit sebesar 0.05 mm/bln (0.6 mm/th). Simulasi penggunaan
lahan, yaitu perubahan penggunaan lahan pertanian lahan kering campuran dan
pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman menurunkan limpasan sebesar 1.3
mm/bln (15.6 mm/th) dan debit sebesar 0.7 mm/bln (8.4 mm/th), terutama pada
bulan-bulan basah, namun meningkatkan debit pada saat bulan-bulan kering.
Saran
Model SWAT merupakan model yang dapat menduga berbagai dampak
penggunaan lahan suatu DAS, namun menggunakan banyak parameter yang
seyogyanya menggunakan nilai parameter hasil pengukuran setempat, sehingga
disarankan dilakukan pengukuran parameter setempat untuk dijadikan data dasar
untuk pengembangan model yang lebih baik. Pada saat penggunaan nilai-nilai
parameter global, model perlu dikalibrasi dan divalidasi menggunakan data debit
harian hasil pengukuran, sehingga pengukuran debit dan juga data iklim perlu
dilakukan secara kontinyu di setiap stasiun hujan di DAS Ciasem.

DAFTAR PUSTAKA
[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. Data Kejadian Bencana
2012 Subang (ID): Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Endrawati. 2013. Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Model SWAT di
SUB DAS Ciasem Kabupaten Subang Jawa Barat. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

18
Farida, Meine van Noordwijk. 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna
Lahan dan Aplikasi Model Genriver Pada DAS Wey Besai, Sumberjaya.
Bogor (ID): World Agroforestry Center ICRAF SE Asia.
Hamdan M. 2010. Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu
Menggunakan MW-SWAT. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hairiah K, Suprayogo D, Widianto, Berlian, Suhara E, Mardiastuning A, Widodo
HR, Prayogo C, S Rahayu. 2004. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan
Agroforestri Berbasis Kopi.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Direktorat Jendral Bina Pengelolaan DAS
dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung. 2012.
Laporan Utama Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciasem. Bogor
(ID) Kementerian Kehutanan.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Direktorat Jendral Planologi. 2012. Tutupan
Lahan Pulau Jawa-Bali. Jakarta (ID) Kementerian Kehutanan.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2011. Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 511 tahun 2011 tentang
Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.
[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2009. Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis
dan Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Jakarta
(ID): Kementerian Pekerjaan Umum.
Luzio, D., M., R. Srinivasan, and J. G. Arnold. 2001. ArcView Interface for
SWAT2000 User’s Guide. Texas (US): Blackland Research Center, Texas
Agricultural Experiment Station and Grassland, Soil and Water Research
Laboratory, USDA Agricultural Research Service.
Neitch, S. L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., Srinivasan, R., and William, J.R. 2004. Soil
and Water Assesment Tool Input/Output File Documentation Version 2005.
Texas (US): Agricultural Research Service US.
[Pemkab Subang] Pemerintah Kabupaten Subang. 2011. Laporan Akhir Studi
Mitigasi Bencana Banjir Pantura Kabupaten Subang Bandung (ID): PT.
Zonasi Konsultan.
Smiet A.C. 1990. Forest Ecology on Java : Conversion and Usage In a Historical
Perspective. Journal of Tropical Forest Science.2(4):286-302.

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ponorogo Jawa Timur pada tanggal 28 Juli
1989 dari ayah M Sofingi dan Ibu Sutiyah. Penulis adalah putra
kesatu dari dua bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus SMA
Negeri 3 Madiun dan pada tahun yang sama, penulis diterima di
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi
mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Hidrologi Hutan dan
Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai tahun akademik 20112012. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota Kelompok Studi Hidrologi di
Forest Management Student Club (FMSC) priode 2011 – 2012 dan anggota Divisi
Public Relation di IFSA LC IPB tahun 2009 – 2010. Penulis juga aktif
berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan kegiatan Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Gunung Papandayan, Jawa
Barat pada tahun 2010, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat
pada tahun 2011 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT AMT
(Andalas Meranti Timber), Sumatra Barat pada tahun 2012.