Pengembangan produk makaroni dari campuran jewawut (Setaria italica L.), ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan terigu

PENGEMBANGAN PRODUK MAKARONI DARI
CAMPURAN JEWAWUT (Setaria italica L.), UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN TERIGU

FITRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan Produk
Makaroni dari Campuran Jewawut (Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
batatas varietas Ayamurasaki) dan Terigu adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Pebruari 2013

Fitriani
NIM F252100055

3

ABSTRACT
FITRIANI. Development of Macaroni Products Made from Mixtures of Foxtail
Millet (Setaria italica L.) Flour, Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas var.
Ayamurasaki) and Wheat Flour. Under supervision of SUGIYONO and EKO HARI
PURNOMO.

Foxtail millet and sweet potato are local food commodities which have not
been utilized properly. Those food commodities can actually be utilized in
production of various food products. The objective of this study was to develop
macaroni products made from mixtures of foxtail millet flour, purple sweet potato
and wheat flour. Results of the study showed that the best formulation of
macaroni product was 40% foxtail millet flour, 50% purple sweet potato and 10%

wheat flour. The best product was produced through 10 minutes steaming
process. The macaroni product had 3063.13 gf hardness, 7.02% moisture, 3.26%
ash, 4.64% fat, 11.43% protein, 80.67% carbohydrate, 6,88% dietary fiber and
antioxidant activity of 661,25 mg vit C eq/kg. The organoleptic and physical
characteristics of the macaroni products did not change during five weeks storage
at room temperature.

Keywords: macaroni, millet, purple sweet potato

4

RINGKASAN
FITRIANI. Pengembangan Produk Makaroni dari Campuran Jewawut (Setaria
italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Terigu
Dibimbing oleh SUGIYONO dan EKO HARI PURNOMO.
Indonesia memiliki berbagai komoditas pangan lokal sumber karbohidrat
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya
untuk memanfaatkan komoditas pangan lokal tersebut menjadi produk yang
memiliki peluang dan daya saing tinggi. Diantara komoditas pangan lokal yang
berpotensi unggul untuk dikembangkan adalah jewawut dan ubi jalar. Jewawut

memiliki keunggulan antara lain dapat tumbuh pada tanah kurang subur dan
kering, mudah dibudidayakan, umur panen pendek dan kegunaannya beragam.
Jewawut bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung karbohidrat 74,16%,
protein 11,38%, lemak 1,63%, serat kasar 5,65%, kadar abu 3,86%, vitamin A,
vitamin C, mineral, betakaroten dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan.
Salah satu jenis ubi jalar yang sedang dikembangkan adalah ubi jalar ungu. Jenis
ini memiliki kandungan antosianin yang tinggi (923,65 mg/100 gr), warna yang
menarik dan cita rasa yang enak. Antosianin bermanfaat bagi kesehatan karena
berfungsi sebagai antioksidan, anti hipertensi dan pencegah gangguan fungsi hati.
Ubi jalar ungu mengandung zat gizi antara lain : karbohidrat 83,81%, protein
2,79%, lemak 0,43%, serat pangan 4,72% dan kadar abu 3,28%.
Salah satu produk yang dapat dibuat dari jewawut dan ubi jalar ungu
adalah makaroni. Produk makaroni banyak dimanfaatkan di restoran dan hotelhotel berbintang karena kepraktisannya, mudah disiapkan, tersedia dalam berbagai
bentuk dan ukuran, dapat digunakan dalam berbagai jenis masakan dan disukai
oleh berbagai kalangan. Makaroni relatif mudah dibuat, mudah dikemas dan awet
untuk disimpan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi makaroni dari
campuran jewawut, ubi jalar ungu dan terigu terbaik berdasarkan hasil uji
organoleptik, menentukan lama pengukusan adonan terbaik, menganalisis kadar
proksimat dan aktivitas antioksidan serta untuk mengetahui perubahan

organoleptik dan fisik makaroni yang disimpan selama 5 minggu pada suhu ruang.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah
perlakuan penentuan formulasi. Makaroni dibuat dari tepung jewawut dan ubi
jalar ungu dalam enam macam formulasi dengan perbandingan jewawut, ubi jalar
ungu dan terigu yang berbeda-beda. Keenam macam formulasi tersebut adalah F1
(30 : 60 :10), F2 (40 : 50 : 10), F3 (50 : 40 : 10), F4 (60 : 30 : 10), F5 (70 : 20 :
10) dan F6 (80 : 10 : 10). Tahapan pembuatan makaroni sebagai berikut : ubi jalar
ungu dikukus selama 15 menit dan dihaluskan kemudian dicampur dengan tepung
jewawut, tepung terigu 10%, margarin 2,5%, garam 0,5%, CMC 1% dan air,
selanjutnya adonan diuleni. Adonan dikukus selama 10 menit, dicetak, dipotongpotong berbentuk pipa dengan diameter ± 0,5 cm dan panjangnya ± 2 cm dan
dikeringkan dalam oven pada suhu ± 63ºC selama 2 – 2,5 jam.

5

Pemilihan formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu terbaik
dilakukan dengan uji hedonik menggunakan 40 panelis terhadap makaroni mentah
dan matang (direbus selama ± 3 menit). Pada makaroni mentah parameter yang
diamati adalah warna dan bentuk sedang pada makaroni matang parameter yang
diamati adalah warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa. Tingkat kesukaan
pada uji hedonik dinyatakan dengan 7 skala numerik yaitu: (1) sangat tidak suka,

(2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka dan (7)
sangat suka. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan
dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat perbedaan.
Analisis ini
menggunakan software SPSS 16. Formulasi terbaik dipilih berdasarkan nilai
hedonik tertinggi dan cara pembuatan produk yang lebih mudah dan ekonomis.
Formulasi terbaik digunakan pada penelitian tahap kedua yaitu perlakuan lama
pengukusan adonan.
Pada penelitian tahap kedua dilakukan pembuatan makaroni formula
terbaik dengan perlakuan lama pengukusan adonan. Pengukusan adonan
dilakukan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Masing-masing perlakuan
diulang dua kali sehingga jumlah sampel sebanyak enam. Pemilihan lama
pengukusan adonan terbaik dilakukan berdasarkan uji hedonik menggunakan 40
panelis terhadap makaroni mentah dan matang. Selanjutnya dilakukan uji
karakter fisik yaitu analisis warna dan kekerasan pada makaroni mentah dengan
menggunakan alat chromameter dan texture analyzer sedang pada makaroni
matang dilakukan analisis warna, tekstur (kekerasan dan kelengketan), waktu
optimum rehidrasi, daya serap air dan kehilangan padatan akibat pemasakan.
Lama pengukusan adonan terbaik dipilih pada makaroni dengan waktu
pengukusan adonan yang mempunyai rating hedonik tertinggi. Makaroni terbaik

dianalisis secara kimia (proksimat dan aktivitas antioksidan).
Makaroni terbaik digunakan pada penelitian tahap ketiga yang bertujuan
untuk melihat perubahan organoleptik dan fisik makaroni selama penyimpanan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengemas makaroni dalam plastik
polipropilen (PP) sebanyak 5 bungkus dan disimpan pada suhu ruang. Uji
hedonik dilakukan setiap minggu mulai dari hari pertama sejak produk dibuat
(minggu ke-nol) sampai minggu kelima. Uji fisik dilakukan dengan analisis
warna, tekstur dan kadar air selama 5 minggu.
Berdasarkan hasil uji hedonik pada enam formulasi, formula F1 (30:60:10)
tidak berbeda dengan formula F2 (40:50:10). Namun berdasarkan pertimbangan
teknik pembuatan dan mutu produk maka dipilih formula F2 karena
pembuatannya lebih mudah. Pada formula F2 tidak dilakukan penambahan
maupun pengurangan air pada saat pencampuran pasta ubi jalar ungu, tepung
jewawut, terigu dan bahan-bahan lain.
Hasil uji hedonik pada lama pengukusan adonan menunjukkan bahwa
pengukusan adonan selama 10 menit memiliki rating hedonik tertinggi. Formula
F2 dengan pengukusan adonan 10 menit merupakan makaroni terbaik. Makaroni
terbaik mentah memiliki skor warna 5,16 (agak suka), skor bentuk 5,48 (agak
suka), sedangkan makaroni matang memiliki skor warna 4,43 (netral), skor bentuk
5,29 (agak suka), skor kekenyalan 4,31 (netral), skor aroma 4,10 (netral) dan skor

rasa 3,96 (netral). Hasil analisis fisik makaroni terbaik adalah sebagai berikut :
warna makaroni mentah L* = 30,95, a* = 14,30, b* = 2,46 dan ºHue = 9,72,
warna makaroni matang L* = 35,31, a* = 8,92, b* = 5,15 dan ºHue= 29,95,

6

analisis kekerasan pada makaroni mentah 3063,13 gf dan matang 3378,76 gf serta
kelengketannya - 634,93 gf, waktu optimum rehidrasi 3 menit, nilai DSA
118,98% bk dan nilai KPAP 8,81% bk. Hasil analisis kimia adalah : kadar air
7,02% bb, kadar abu 3,26% bk, kadar lemak 4,64% bk, kadar protein 11,43% bk,
kadar karbohidrat 80,67% bk, kadar serat 6,88% bk dan aktivitas antioksidan
661,25 mg vitamin C eq/kg makaroni.
Berdasarkan hasil uji hedonik dan uji fisik makaroni jewawut, ubi jalar
ungu dan terigu yang dikemas dalam plastik PP dan disimpan pada suhu ruang
selama lima minggu menunjukkan bahwa makaroni tersebut masih memenuhi
standar mutu. Dengan demikian masa simpan produk tersebut bisa lebih dari lima
minggu. Untuk memperpanjang masa simpan makaroni jewawut, ubi jalar ungu
dan terigu, pengemasan dan lingkungan penyimpanan perlu diperhatikan karena
produk tersebut bersifat higroskopis.
Kata kunci : makaroni, jewawut, ubi jalar ungu,


7

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8

PENGEMBANGAN PRODUK MAKARONI DARI
CAMPURAN JEWAWUT (Setaria italica L.), UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN TERIGU

FITRIANI


Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi pada
Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

9

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr.Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si.

10

Judul Tugas Akhir

Nama

NIM

: Pengembangan Produk Makaroni dari Campuran Jewawut
(Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas
varietas Ayamurasaki) dan Terigu.
: Fitriani
: F252100055

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc.
Ketua

Dr. Eko Hari Purnomo, STP.M.Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Magister Profesi Teknologi Pangan

Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian :
28 Januari 2013

Tanggal Lulus :
15 Maret 2013

11

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai September 2012 adalah
pengembangan produk, dengan judul Pengembangan Produk Makaroni dari
Campuran Jewawut (Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas
Ayamurasaki) dan Terigu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk pengembangan jewawut
dan ubi jalar ungu sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti beras atau
pangan fungsional.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sugiyono,
M.App.Sc. dan Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP, M.Sc. selaku pembimbing, atas
masukan dan diskusi yang inspiratif sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini. Ucapan yang sama kepada Ibu Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si.
selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS. selaku ketua
program studi Magister Profesi Teknologi Pangan atas segala masukan untuk
penyempurnaan penulisan tugas akhir ini. Terima kasih pula disampaikan kepada
Mbak Tika, Pak Junaedi, Pak Gatot, Ibu Rubiah, Ibu Sri, Mbak Vera, Mbak Yana,
Mbak Fitri Tafzi, Ibu Retnani, atas segala bantuannya selama penulis dalam
belajar dan penelitian. Penghargaan kepada Pemerintah Kabupaten Polewali
Mandar yaitu kepada Bupati Andi Ali Baal Masdar, Wakil Bupati H.
Nadjamuddim Ibrahim, Sekda Natsir Rahmat yang telah memberi kepercayaan
pada penulis untuk melaksanakan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor.
Kepada Kepala BKDD, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Pak Basir), Pak
Suaib Kambo, Pak I Nengah, Pak Mukim, Ibu Senjawati, ibu Andi Nirwana, Pak
Yusuf, Pak Muhiddin dan seluruh teman sejawat yang telah membantu dalam
penyelenggaraan pendanaan pembiayaan studi dan penelitian penulis. Ucapan
terima kasih kepada almarhum ayah, almarhum ibu, kakak, tante, paman serta
seluruh keluarga yang telah membantu dan senantiasa memanjatkan doa untuk
keberhasilan studi penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2013
Fitriani

12

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kabupaten Polewali Mandar, provinsi Sulawesi Barat
pada tanggal 10 Juni 1970 sebagai anak bungsu dari lima bersaudara dari ayah
Abdul Waris dan ibu Djunainia Atjo. Tahun 1989 penulis melanjutkan
pendidikan Diploma III pada jurusan Penyuluhan Pertanian Fakultas Non Gelar
Teknologi Universitas Hasanuddin dan lulus tahun 1992. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan jenjang pendidikan Strata-I Program Studi Budidaya
Tanaman di Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 1996.
Pada tahun 2000 penulis bekerja sebagai tenaga honor pada Dinas Pertanian
dan Peternakan Kabupaten Polmas dan terangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
pada tahun 2007 pada staf bidang pelayanan usaha. Pada tahun 2009 penulis
ditempatkan pada bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Polewali Mandar. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Magister Profesi
Teknologi Pangan dan lulus pada tahun 2013.

13

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................

xix

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................

xxi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................

xxv

PENDAHULUAN .............................................................................
Latar Belakang ...........................................................................
Tujuan ........................................................................................
Manfaat ......................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
Jewawut .....................................................................................
Ubi Jalar Ungu ...........................................................................
Makaroni ....................................................................................

5
5
8
10

BAHAN DAN METODE ..................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................
Bahan dan Alat ..........................................................................
Metode Penelitian ......................................................................
Metode Analisis .........................................................................

13
13
13
14
18

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
1
Formulasi Makaroni dari Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan
Terigu ...............................................................................
1.1 Penetrasi panas pada formulasi makaroni .......................
1.2 Uji organoleptik ...............................................................
1.2.1 Makaroni mentah .................................................
1.2.2 Makaroni matang .................................................
2
Pengaruh Lama Pengukusan Adonan pada Pembuatan
Makaroni Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan Terigu ..............
2.1 Penetrasi panas pada formulasi F2 ...................................
2.2 Penentuan lama pengukusan adonan ................................
2.3 Uji fisik makaroni mentah dan matang ............................
2.4 Proksimat makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu ..
2.5 Aktivitas antioksidan ........................................................
3
Perubahan Organoleptik dan Fisik pada Penyimpanan
Makaroni Jewawut, Ubi Jalar Ungu dan Terigu ..............
3.1 Uji hedonik .......................................................................
3.2 Uji fisik ............................................................................

27

SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
Simpulan ................................................................................
Saran ..........................................................................................

61
61
61

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

63

LAMPIRAN ........................................................................................

69

27
27
28
28
31
37
37
38
42
46
51
52
53
54

14

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia jewawut ..............................................................

6

2 Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 gram ...............................

9

3 Perlakuan kombinasi jewawut, ubi jalar ungu dan terigu ..............

14

4 Spesifikasi pengukuran dengan texture analyzer ..........................

24

5 Rata-rata warna makaroni mentah dan matang pada pengukusan
adonan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit .............................

42

6 Proksimat jewawut, ubi jalar ungu, terigu protein tinggi dan
makaroni terbaik .............................................................................

47

15

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Tanaman dan biji jewawut jenis foxtail millet (Setaria italica L.)

5

2

Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ..........................................

8

3

Proses pembuatan produk pasta (makaroni dan sejenisnya)
(Midwest Research Institute 1995) .............................................

12

4

Pembuatan makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu ..........

15

5

Perambatan panas pada 6 formulasi makaroni jewawut, ubi jalar
ungu dan terigu selama proses pengukusan adonan ...................

27

Rata-rata nilai hedonik dari parameter warna mentah pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% Duncan .....................................................................

29

Warna makaroni mentah pada 6 formulasi makaroni jewawut,
ubi jalar ungu dan terigu ............................................................

30

Rata-rata nilai hedonik dari parameter bentuk mentah pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
signifikan 0,05 .............................................................................

30

Rata-rata nilai hedonik dari parameter warna matang pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (Duncan) .................................................................

31

10 Warna makaroni matang pada enam formulasi makaroni
jewawut, ubi jalar ungu dan terigu ...............................................

32

11 Rata-rata nilai hedonik dari parameter bentuk matang pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf signifikan 0,05 .....................................................................

33

12 Rata-rata nilai hedonik dari parameter kekenyalan pada 6
formulasi makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (Duncan) ..................................................................

34

13 Rata-rata nilai hedonik dari parameter aroma pada 6 formulasi
makaroni jewawut. ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (Duncan) ................................................................................

35

6

7

8

9

16

14 Rata-rata nilai hedonik dari parameter rasa pada 6 formulasi
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (Duncan) ................................................................................

36

15 Perambatan panas makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
formulasi terbaik (F2) pada pengukusan adonan selama 5 menit,
10 menit dan 15 menit .................................................................

37

16 Nilai rating hedonik dari makaroni mentah pada Tahap 2. Tanda
berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan) ....................................................................................

38

17 Warna makaroni mentah pada Tahap 2. ......................................

39

18 Nilai rating hedonik dari makaroni matang pada Tahap 2. Tanda
berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf uji 5%
(Duncan), sedang yang tidak diberi tanda berarti tidak berbeda
pada taraf signifikan 0,05 .............................................................

41

19 Kekerasan dan kelengketan makaroni mentah dan matang pada
pengukusan adonan selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit. ......

44

20 Waktu optimum rehidrasi makaroni pada pengukusan adonan
selama 5, 10 dan 15 menit ...........................................................

45

21 Daya serap air (DSA) dan kehilangan padatan akibat pemasakan
(KPAP) makaroni pada pengukusan adonan selama 5, 10 dan 15
menit ............................................................................................

46

22 Aktivitas antioksidan pada tepung jewawut, ubi jalar ungu dan
makaroni ......................................................................................

51

23 Rata-rata nilai hedonik makaroni mentah yang disimpan selama
5 minggu. .....................................................................................

53

24 Rata-rata nilai hedonik makaroni matang yang disimpan selama
5 minggu. .....................................................................................

54

25 Rata-rata nilai L*, a*, b* dan °Hue makaroni mentah yang
disimpan selama 5 minggu. .........................................................

55

26 Rata-rata nilai L*, a*, b* dan °Hue makaroni matang yang
disimpan selama 5 minggu. Grafik yang diberi huruf berbeda
menunjukkan produk berbeda nyata taraf uji 5% (Duncan),
sedang yang tidak diberi huruf berarti tidak berbeda pada taraf
signifikan 0,05. ..........................................................................

56

27 Rata-rata nilai kekerasan (hardness) pada makaroni mentah
yang disimpan selama lima minggu. ............................................

57

17

28 Rata-rata nilai kekerasan (hardness) dan kelengketan (stickiness)
pada makaroni matang yang disimpan selama lima minggu.
Tanda berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf
uji 5% (Duncan) ...........................................................................

58

29 Rata-rata kadar air makaroni yang disimpan selama lima
minggu. Tanda berbeda menunjukkan produk berbeda nyata
taraf uji 5% (Duncan) ..................................................................

59

18

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Gambar proses pembuatan makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan
terigu .............................................................................................

69

2

Cara pengamatan perambatan panas pada adonan makaroni .........

70

3

Formulir isian uji hedonik makaroni mentah .................................

71

4

Formulir isian uji hedonik makaroni matang .................................

72

5

Data penetrasi panas pada F1 selama 10 menit ..............................

74

6

Data penetrasi panas pada F2 selama 10 menit ..............................

74

7

Data penetrasi panas pada F3 selama 10 menit ..............................

75

8

Data penetrasi panas pada F4 selama 10 menit ..............................

75

9

Data penetrasi panas pada F5 selama 10 menit ..............................

76

10 Data penetrasi panas pada F6 selama 10 menit ..............................

76

11 Gambar tentang cara penyiapan makaroni matang dan penilaian
sampel ............................................................................................

77

12 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni mentah pada Tahap I

78

13 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni mentah pada Tahap I

79

14 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni matang pada Tahap I

80

15 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni matang pada Tahap I

81

16 Data hasil uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang pada
Tahap I ...........................................................................................

82

17 Data hasil uji hedonik dari aroma makaroni matang pada Tahap I

83

18 Data hasil uji hedonik dari rasa makaroni matang pada Tahap I ...

84

19 Analisis ragam uji hedonik warna makaroni mentah dari 6
formulasi .......................................................................................

85

20 Analisis ragam uji hedonik bentuk makaroni mentah dari 6
formulasi ........................................................................................

86

21 Analisis ragam uji hedonik warna makaroni matang dari 6
formulasi .......................................................................................

86

22 Analisis ragam uji hedonik bentuk makaroni matang dari 6
formulasi ........................................................................................

87

19

23 Analisis ragam uji hedonik kekenyalan makaroni matang dari 6
formulasi .......................................................................................

88

24 Analisis ragam uji hedonik aroma makaroni matang dari 6
formulasi ........................................................................................

89

25 Analisis ragam uji hedonik rasa makaroni matang dari 6 formulasi

90

26 Data penetrasi panas pada F2 selama 5 menit ................................

91

27 Data penetrasi panas pada F2 selama 10 menit ..............................

91

28 Data penetrasi panas pada F2 selama 15 menit ..............................

92

29 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni mentah ulangan 1 dan
2 pada Tahap II ...............................................................................

93

30 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni mentah ulangan 1
dan 2 pada Tahap II ........................................................................

94

31 Data hasil uji hedonik dari warna makaroni matang ulangan 1 dan
2 pada Tahap II ...............................................................................

95

32 Data hasil uji hedonik dari bentuk makaroni matang ulangan 1
dan 2 pada Tahap II ........................................................................

96

33 Data hasil uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang ulangan
1 dan 2 pada Tahap II .....................................................................

97

34 Data hasil uji hedonik dari aroma makaroni matang ulangan 1 dan
2 pada Tahap II ...............................................................................

98

35 Data hasil uji hedonik dari rasa makaroni matang ulangan 1 dan 2
pada Tahap II ..................................................................................

99

36 Analisis ragam uji hedonik dari warna makaroni mentah pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit .............................

100

37 Analisis ragam uji hedonik dari bentuk makaroni mentah pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit .............................

101

38 Analisis ragam uji hedonik dari warna makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit .............................

102

39 Analisis ragam uji hedonik dari bentuk makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit .............................

102

40 Analisis ragam uji hedonik dari kekenyalan makaroni matang
pada F2 selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit ...............

103

41 Analisis ragam uji hedonik dari aroma makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit .............................

104

20

42 Analisis ragam uji hedonik dari rasa makaroni matang pada F2
selama pengukusan adonan 5, 10 dan 15 menit .............................

105

43 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang .........

107

44 Data dan grafik hasil pengukuran kekerasan makaroni mentah .....

108

45 Data hasil pengukuran kekerasan dan kelengketan makaroni
matang ............................................................................................

109

46 Gambar rerata tekstur (kekerasan dan kelengketan) makaroni
matang ............................................................................................

110

47 Hasil analisis aktivitas antioksidan pada jewawut, ubi jalar ungu
dan makaroni ..................................................................................

111

48 Data hasil rata-rata warna makaroni mentah uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

112

49 Data hasil rata-rata bentuk makaroni mentah uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

113

50 Data hasil rata-rata warna makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

114

51 Data hasil rata-rata bentuk makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai minggu M0 sampai M5 .................................

115

52 Data hasil rata-rata kekenyalan makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

116

53 Data hasil rata-rata aroma makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

117

54 Data hasil rata-rata rasa makaroni matang uji hedonik pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

118

55 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan warna makaroni
mentah mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 ..........................

119

56 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan bentuk makaroni
mentah mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 ..........................

119

57 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan warna makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 ..........................

120

58 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan bentuk makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 ..........................

120

59 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan kekenyalan makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 ..........................

121

21

60 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan aroma makaroni
matang mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 ..........................

121

61 Analisis ragam uji hedonik penyimpanan rasa makaroni matang
mulai Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5 .......................................

122

62 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M0 ..................................................................................................

122

63 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M1 ..................................................................................................

123

64 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M2 ..................................................................................................

123

65 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M3 ..................................................................................................

124

66 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M4 ..................................................................................................

124

67 Data hasil pengukuran warna makaroni mentah dan matang pada
M5 ..................................................................................................

125

68 Analisis ragam warna makaroni mentah dan matang pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

126

69 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M0 ..................................................................................................

128

70 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M1 ..................................................................................................

128

71 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M2 ..................................................................................................

129

72 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M3 ..................................................................................................

129

73 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M4 ..................................................................................................

130

74 Data hasil pengukuran tekstur makaroni mentah dan matang pada
M5 ..................................................................................................

130

75 Analisis ragam tekstur makaroni mentah dan matang pada
penyimpanan mulai M0 sampai M5 ...............................................

131

76 Data hasil analisis kadar air makaroni mulai M0 sampai M5 ........

132

77 Analisis ragam kadar air makaroni pada penyimpanan mulai M0
sampai M5 ......................................................................................

132

22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam jenis pangan sumber karbohidrat antara lain beras,
jagung, ubi jalar, ubikayu, kentang, sagu, sorgum, jewawut dan sebagainya. Namun
pemanfaatan komoditi pangan lokal selain beras belum dilakukan secara optimal.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan
bahan pangan lokal selain beras menjadi produk yang memiliki peluang bisnis dan
daya saing tinggi.

Diantara komoditi pangan yang berpotensi unggul untuk

dikembangkan di Indonesia adalah jewawut dan ubi jalar.

Jewawut berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka memperkuat
ketahanan pangan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras.

Tanaman ini

tersebar hampir di seluruh Indonesia seperti pulau Buru, Jember, Sulawesi Selatan
seperti Enrekang, Sidrap, Maros, Sulawesi Barat yaitu Polewali Mandar, Majene
dan daerah lainnya. Jewawut memiliki keunggulan dibanding dengan tanaman
sumber karbohidrat lain, seperti dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah
termasuk tanah kurang subur, tanah kering, mudah dibudidayakan, umur panen
pendek dan kegunaannya beragam (Suherman et al. 2009). Jewawut mengandung
karbohidrat 74,16% lebih tinggi dibanding gandum yang hanya 69%.

Ini

menunjukkan bahwa jewawut berpotensi sebagai sumber pangan fungsional,
terutama sebagai sumber energi (Rauf dan Lestari 2009).
Pemanfaatan jewawut di Indonesia belum optimal, bahkan sebagian besar
hanya digunakan sebagai makanan burung. Namun di beberapa daerah jewawut
dimanfaatkan sama dengan cara pengolahan beras menjadi nasi.

Awalnya

pengolahan jewawut dijemur, disosoh hingga hanya terdapat bagian daging atau
endospermanya saja. Masyarakat Sidrap dan Polewali Mandar membuat makanan
tradisional yaitu songkolo, buras dan baje dari jewawut yang dicampur dengan
gula merah dan kelapa. Pemanfaatan ini hampir sama dengan beras ketan. Selain
itu jewawut dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Hal ini
dikarenakan jewawut mengandung vitamin B dan beta karoten. Jewawut dapat
pula dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan cukup ditambah
coklat dan susu. Pemanfaatan jewawut secara tradisional di Lombok kerap kali
dijadikan pangan seperti bubur, dodol dan bajet (Suherman et al. 2009). Di luar

23

negeri seperti Cina jewawut dianggap sebagai suatu makanan bergizi dan sering
direkomendasikan untuk ibu hamil dan orang tua. Sejak tahun 1990 jewawut di
Cina digunakan untuk membuat keripik, jewawut gulung kering dan tepung untuk
makanan bayi. Di Sinegal jewawut diolah menjadi bubur, produk ekstruder atau
makanan ringan dan pensubtitusi yogurt.

Jewawut yang digunakan sebagai

sumber pangan umumnya yang memiliki warna menarik seperti warna
kekuningan dan flavor yang tajam (Dykes dan Rooney 2006).
Berdasarkan hasil penelitian, jewawut memiliki kandungan protein yang
hampir sama dengan terigu dan bahkan mengandung protein gluten.

Gluten

adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal
dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sifat elastis gluten pada
adonan dapat memudahkan pembentukan makaroni.

Disamping itu dapat

menambah kekuatan produk akhir untuk mempertahankan bentuknya setelah
dimasak (Sari 2010).
Selain jewawut, komoditi lain yang berpotensi untuk dikembangkan adalah
ubi jalar. Produktifitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 10,8
ton/ha (Deptan 2009). Salah satu jenis ubi jalar yang sedang dikembangkan
adalah ubi jalar ungu.

Jenis ini memiliki kandungan antosianin yang tinggi,

warna yang menarik dan cita rasa yang enak.

Antosianin bermanfaat bagi

kesehatan karena berfungsi sebagai antioksidan, anti hipertensi dan pencegah
gangguan fungsi hati (Suda et al. 2003).
Pemanfaatan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk
pangan olahan tradisional, seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, ketuk, timus dan
keripik. Pengolahan lebih lanjut jewawut dan ubi jalar ungu menjadi bentuk
produk pangan yang mudah dikonsumsi, bercita rasa tinggi dan bergizi akan
meningkatkan tingkat konsumsi dan nilai tambah dari komoditi tersebut.
Salah satu produk yang dapat dibuat dari jewawut dan ubi jalar ungu adalah
makaroni. Saat ini produk makaroni banyak dimanfaatkan di restoran dan hotelhotel berbintang karena praktis, mudah disiapkan, tersedia dalam berbagai bentuk
dan ukuran serta dapat digunakan dalam berbagai jenis masakan yang disukai oleh
berbagai kalangan. Produk makaroni pembuatannya relatif sederhana, mudah
dikemas dan awet untuk disimpan.

24

Berdasarkan

uraian sebelumnya,

maka

perlu

dilakukan

penelitian

pemanfaatan tepung jewawut dan ubi jalar ungu sebagai bahan baku pembuatan
makaroni.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formulasi makaroni

jewawut dan ubi jalar ungu, serta kondisi proses yang terbaik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.

Menentukan formulasi makaroni dari campuran jewawut, ubi jalar ungu dan
terigu terbaik berdasarkan hasil uji organoleptik makaroni mentah dan
matang.

2.

Menentukan lama pengukusan adonan terbaik berdasarkan uji organoleptik
makaroni mentah dan matang, menganalisis kadar proksimat dan aktivitas
antioksidan.

3.

Mengidentifikasi perubahan fisik makaroni yang disimpan pada suhu ruang
selama lima minggu.
Manfaat
Penelitian ini dapat memberi manfaat :

1.

Memberi alternatif produk olahan jewawut dan ubi jalar ungu yang dapat
meningkatkan minat, tingkat konsumsi dan nilai tambah komoditi tersebut.

2.

Sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam pendirian usaha makaroni
jewawut, ubi jalar ungu dan terigu, terutama bagi industri kecil di pedesaan.

26

Menurut Singh et al. (2003) pear millet yang banyak dipakai sebagai
sumber pangan yang memiliki protein kasar lebih tinggi 1-2% dari sorgum, tetapi
rendah kandungan asam amino esensialnya seperti lisin, triptopan, treonin dan
asam amino yang mengandung sulfur. Leder (2004) menyatakan protein jewawut
memiliki fraksi protein albumin dan globulin sebesar 22-28%, prolamin sebesar
28-35%, glutelin 28-32%. Fraksi prolamin jewawut lebih kecil dari sorgum.
Semua jenis jewawut memiliki kandungan asam amino lisin terbatas, pear millet
memiliki kandungan lisin lebih tinggi dari jenis millet lainnya. Kandungan lemak
umumnya lebih tinggi dari sorgum (3-6%), sebanyak 75% termasuk asam lemak
tidak jenuh rantai panjang (PUFA) dengan jenis PUFA yang terbanyak adalah
asam linoleat. Kandungan vitamin jewawut umumnya vitamin C, A dan mineral
umumnya Fe, Ca, Mg, dan Zn. Kandungan mineral Fe umumnya lebih tinggi dari
sorgum. Komposisi kimia jewawut dari beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia jewawut
Komponen

Nurmala (1997)

Leder (2004)

Yanuar (2009)

Kadar air (% bb)

12,51

-

7,61

Kadar abu (%)

3,86

-

1,77

Protein kasar (%)

11,38

-

7,29

-

-

1,63

Serat kasar (%)

5,65

2,20

-

Karbohidrat (%)

-

75,00

81,52

Energi kasar (kal/g)

386,00

363,00

-

P (mg/100g)

50,00

-

-

Mg (mg/100g)

122,10

-

-

Fe (mg/100g)

7,80

3,00

-

Zn (mg/100g)

3,60

-

-

Ca (mg/100g)

19,80

-

-

Vitamin A (mg/100g)

0,023

-

-

Vitamin C (mg/100g)

26,40

25,00

-

Lemak (%)

27

Jewawut mengandung komponen fitokimia yaitu komponen fenolik dan
golongan flavonoid (termasuk tanin), tetapi kandungan taninnya lebih rendah dari
sorgum.

Warna jewawut disebabkan oleh komponen glikosilvitesin, glikosiloritin,

alkali-labil dan asam ferulat. Komponen fenolik ini memiliki sifat antioksidan
yang dapat menekan reaksi oksidasi yang merugikan bagi tubuh (Leder 2004).
Jewawut juga mengandung senyawa non gizi yaitu asam fitat dan asam
oksalat. Proso millet mengandung asam fitat lebih besar dari beras. Asam oksalat
dalam bentuk larut air dan dapat membentuk komplek dengan kalsium. Pearl
millet juga mengandung senyawa goitrogen seperti tioamid (Leder 2004). Collet
(2004) menyebutkan jewawut seperti pear millet bebas dari asam sianida (HCN)
yang bersifat toksik.
Biji jewawut dikonsumsi sebagai bahan makanan di berbagai negara Asia,
Eropa bagian Tenggara dan Afrika Utara. Jewawut biasanya diolah dengan cara
dimasak dan dimakan seperti beras, baik utuh maupun dengan dihancurkan. Di
Cina bagian Utara, tepung jewawut menjadi bagian dari bahan makanan pokok
untuk membuat adonan roti dan mie. Di Rusia dan Burma (Myanmar) jewawut
digunakan sebagai bahan untuk membuat cuka, bir dan alkohol (Dykes dan
Rooney 2006).

Di Sinegal, pear millet dapat diolah menjadi bubur, produk

ekstruder atau snack dan pensubtitusi yogurt.
Manfaat kesehatan dari mengkonsumsi pear millet dilaporkan oleh Rooney
et al. (1992) yang menyatakan bahwa dedak pearl millet memiliki kemampuan
menurunkan kadar kolesterol lebih baik dibanding jagung dan gandum. Selain
itu, peranan pearl millet dalam mencegah penyakit kardiovaskular dilaporkan oleh
Cho et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksan pearl millet dapat
menghambat pembentukan 3-hidroksi-3metilglutaril CoA (HMG-CoA) reduktase
pada sel hati tikus.
Pemanfaatan jewawut di Indonesia sebagai produk pangan tidak sebanyak di
luar negeri. Pemanfaatan sebagai sumber pangan masih terbatas pada pangan
tradisional. Jewawut yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya yang
memiliki warna menarik seperti warna kekuningan dan flavor yang tajam.

29

Ubi jalar ungu mengandung vitamin A, B1, B2, C dan E. Mineral kalsium,
kalium, magnesium, tembaga dan seng, serat pangan serta karbohidrat bukan serat
(Suda et al. 2003). Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori
yang cukup tinggi, total kandungan antosianin ubi jalar varietas Ayamurasaki
bervariari pada setiap tanaman, yaitu berkisar antara 20 mg/100 gram sampai 924
mg/100 gram berat basah (Widjanarko 2008).

Pigmennya lebih stabil bila

dibandingkan antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, eldeberi, bluberi,
dan jagung merah (Kano et al. 2005). Kandungan nutrisi ubi jalar ungu juga lebih
tinggi bila dibandingkan ubi jalar varietas lain, terutama kandungan lisin, Cu, Mg,
K, Zn yang berjumlah rata-rata 20% (Widjanarko 2008). Tabel 2 menunjukkan
komposisi kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu.
Tabel 2 Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 gram
Sifat kimia dan fisik

Jumlah

Kadar air (% bb)

67,77

Kadar abu (%)

3,28

Kadar lemak (%)

0,43

Gula reduksi (%)

1,79

Karbohidrat (% bk)

83,81*

Protein (% bk)

2,79*

Serat pangan (% bk)

4,72*

Kadar antosianin (mg/100 gr)

923,65

Aktivitas antioksidan (%)

61,24

Warna (L)

37,50

Warna (a)

14,20

Warna (b)
11,50
Sumber : Widjanarko 2008; *Susilawati dan Medikasari 2008.
Ubi jalar tidak mempunyai komponen gluten, yaitu suatu massa yang
kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis. Gluten merupakan
komponen terpenting dalam tepung terigu yang berupa protein glutenin dan
gliadin yang ketika bereaksi dengan air membentuk massa yang elastis dan
ekstensibel. Protein gliadin merupakan fraksi massa yang dapat larut dalam air
sedangkan protein gluten bersifat lengket dan tidak larut dalam air. Menurut

30

Astawan (1999) sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan makaroni tidak
mudah putus pada proses pencetakan dan gelatinisasi. Oleh karena itu dalam
penelitian ini diperlukan suatu pengikat agar pasta ubi jalar ungu tidak rapuh dan
mudah putus ketika melewati proses pencetakan. Pengikat yang digunakan disini
adalah tepung jewawut dan terigu.
Makaroni
Produk-produk pasta (makaroni dan sejenisnya) pertama kali diperkenalkan
di Italia pada abad ke-13, tetapi peralatan yang efisien dan bahan baku berkualitas
tinggi baru tersedia pada abad ke-20. Sebelum revolusi industri, sebagian besar
produk makaroni diproduksi dengan tangan (manual tanpa menggunakan mesin)
sebagai hasil industri rumah tangga yang dibuat oleh toko-toko kecil dalam
jumlah sedikit. Mekanisasi dalam industri pengolahan makaroni dimulai sekitar
tahun 1850 ketika alat pengepres mekanis pertama yang disebut “granola”
berhasil dibuat. Mesin ini terdiri atas mixer (pencampur), peralatan pengaduk
adonan/pasta dan piston mekanis serta silinder untuk memaksa adonan atau pasta
melewati die (lubang keluaran). Bentuk die mempengaruhi jenis bentuk produk
yang dihasilkan. Pada saat sekarang produk-produk makaroni dibuat dengan
menggunakan alat ekstruder yang bersifat kontinyu dan berkapasitas lebih besar.
Dengan alat ini proses pencampuran, pengadukan adonan dan pengepresan
melewati die dilakukan dalam satu kesatuan (Koswara 2011).
Bahan utama produk-produk pasta/makaroni adalah gandum jenis durum,
air dan telur (untuk produk tertentu), dapat juga ditambahkan bahan pilihan lain
untuk meningkatkan rasa atau nilai gizi produk. Ada tiga jenis gandum durum
yaitu semolina, granula durum dan tepung durum.

Semolina adalah produk

butiran hasil gilingan endosperm (bagian berpati) dari gandum durum dan
mengandung tepung kurang dari 3 persen. Semolina merupakan jenis gandum
durum yang paling banyak digunakan dalam produk-produk pasta di Amerika
Serikat karena menghasilkan produk pasta kualitas tertinggi yang memiliki warna
kuning cerah. Tepung durum umumnya digunakan hanya untuk membuat mie.
Air yang digunakan dalam membuat produk makaroni harus bersih, tidak
mempunyai bau yang menyimpang dan bekualitas air minum. Karena makaroni
dibuat di bawah suhu pasteurisasi (kurang dari 70oC), jumlah bakteri dalam air

31

sangat mempengaruhi jumlah bakteri dalam produk akhir. Karena itu, hanya air
bersih dengan jumlah mikroba sangat sedikit yang dapat digunakan untuk
membuat makaroni (Koswara 2011).
Secara komersil produk-produk makaroni diproduksi menggunakan teknik
ekstrusi. Pembuatannya terdiri atas lima tahap, yaitu penggilingan, pencampuran
(mixing), ekstrusi/penekanan dan pembentukan, pengeringan dan pengemasan
(Midwest Research Institute 1995). Pada proses pencampuran air ditambahkan
pada tepung sehingga dihasilkan adonan (pasta) dengan kadar air 31 persen.
Pengadukan dilakukan pada wadah pengadukan yang dilengkapi pengaduk yang
bekerja secara mekanis untuk menghasilkan campuran yang merata. Hal penting
yang perlu diperhatikan dalam pencampuran adalah adonan yang dihasilkan
sedapat mungkin tidak mengandung gelembung udara (yang dapat terbentuk
karena pengadukan). Jika gelembung udara ini tidak dihilangkan dari adonan atau
pasta, dalam produk akhir akan terbentuk gelembung-gelembung kecil dan warna
produk menjadi putih atau seperti kapur. Disamping itu, gelembung udara dapat
mengurangi kekuatan produk akhir untuk mempertahankan bentuknya setelah
dimasak (Koswara 2011).
Setelah pembentukan adonan, proses selanjutnya adalah ekstrusi dengan
menggunakan alat yang disebut ekstruder.

Dalam ekstrusi terjadi penekanan

adonan secara paksa melalui die, pengadukan adonan yang lebih merata serta
pengaturan kecepatan produksi dan mutu produk. Suhu terbaik dalam ekstrusi
produk-produk makaroni adalah sekitar 51oC. Jika adonan terlalu panas (di atas
74oC) pasta akan rusak. Makaroni yang sudah dicetak dikeringkan dengan tujuan
untuk menurunkan kadar air dari sekitar 31% menjadi 12 sampai 13% (Midwest
Research Institute 1995). Untuk lebih jelasnya proses pembuatan makaroni secara
umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Menurut Pomeranz (1978) dalam pembuatan produk pasta dari tepung
campuran diperlukan penyesuaian terhadap proses pengolahannya seperti dengan
meningkatkan temperatur adonan. Menurut Pagani (1986) untuk bahan baku yang
mengandung sedikit protein seperti beras, jagung, ubi jalar dan tapioka atau yang
sama sekali tidak mengandung protein, pembuatan produk pasta harus dilakukan
dengan merangsang pembentukan struktur yang khusus dari patinya.

Dari

32

penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk pembuatan pasta dari bukan
bahan konvensional diperlukan perlakuan pemanasan dengan suhu tinggi terhadap
sebagian adonan, kemudian bagian tersebut dicampurkan kembali dengan
keseluruhan bagian.
Keistimewaan produk pasta atau produk-produk makaroni antara lain : kaya
akan karbohidrat ko