Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar

(1)

PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN APLIKASINYA

DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

SKRIPSI

SAIDATUL HUSNAH

F24062670

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PURPLE SWEET POTATO (

Ipomoea batatas

cultivar Ayamurasaki) FLOUR

PRODUCTION AND ITS APPLICATION IN BREAD MAKING

Saidatul Husnah and Sutrisno Koswara

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO. Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Purple sweet potato (Ipomoea batatas cultivar Ayamurasaki) contains high amount of anthocyanin. Purple sweet potato flour will be more available to be used in bakery products and more effective in storage condition. This study was designed to produce purple sweet potato flour that has good appearance characteristic and high anthocyanin, then its application in bread making. The result showed that flour steamed 7 minutes of fleshed (1 cm) purple sweet potato and dried with tray drying has the highest total anthocyanin (188,11 mg Cy-3-glucoside/100 g flour) and the best colour appearance (L 42.08, a 13.04, b -2.88, and hue 347.7). Substituted bread by 40% purple sweet potato flour has the highest acceptability by 70 untrained panellists. This bread has L 38.11-39.41, a 21.22-21.84, b -0.37- -0.33, hue 358.3-359.1, and contains 96.41 mg Cy-3-glucoside/100 g bread. Physical analysis showed that loaf bread technique has specific volume 2.44 cm3/g and 0.13 kgF firmness. Based on the data, loaf bread technique is more suitable method in bread making that is substituted with purple sweet potato flour.


(3)

SAIDATUL HUSNAH. F24062670. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas

varietas Ayamurasaki.) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. Di bawah bimbingan Sutrisno Koswara. 2010.

RINGKASAN

Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan bahan pangan yang mengandung antosianin tinggi dengan efek radical scavenging tinggi. Pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang telah dilakukan di lapang menunjukkan warna yang kurang optimal. Selain itu, pemanfaatannya dalam pengolahan pangan masih terbatas. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mempelajari teknik pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki, mengaplikasikannya ke dalam formulasi roti tawar, mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi roti tawar yang dapat diterima panelis, dan mengetahui karakteristik fisikokimia roti tawar ubi jalar ungu.

Tepung ubi jalar ungu dibuat dengan mengukus potongan ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki setebal 0.5; 1; dan 1.5 cm pada suhu 100 oC. Pengukusan dilakukan selama 5, 7, 10, 15, dan 20 menit. Pengeringan yang digunakan adalah oven dan matahari. Tepung ubi jalar ungu yang memiliki warna terbaik dan antosianin tinggi disubstitusikan ke dalam pembuatan roti tawar sebesar 20%, 30%, dan 40%. Roti tawar yang paling disukai panelis, diamati karaktestik fisikokimia.

Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari potongan ubi jalar 1 cm yang dikukus selama 10 menit dan dikeringkan dengan oven pengering memiliki karakteristik terbaik. Kandungan antosianinnya adalah 188.11 mg Cy-3-glikosida/100 g tepung dengan karakter warna merah (a) sebesar 13.04, warna biru (b) -2.88, hue 347.7 dan tingkat kecerahan (L) 42.08. Rendemen tepung ubi jalar ungu (ukuran 100 mesh) yaitu 11.25%-14.79%. Analisis proksimat tepung ubi jalar ungu menunjukkan kadar air 7.17% (bk), abu 1.72% (bk), protein 3.27% (bk), lemak 0.89% (bk), serat kasar 3.60% (bk), dan karbohidrat 86.66% (bk).

Berdasarkan uji rating hedonik, tingkat substitusi 40% tepung ubi jalar ungu dalam formula roti tawar memiliki nilai tertinggi (agak disukai hingga disukai). Roti tawar dengan substitusi 40% tepung ubi jalar ungu dalam bentuk loaf memiliki volume spesifik sebesar 2.44 cm3/g dan nilai firmness 0.13 kgF, sedangkan bentuk roti sobek memiliki volume spesifik 2.08 cm3/g dan nilai firmness 0.15 kgF. Berdasarkan data tersebut, bentuk yang sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan roti tawar ubi jalar ungu adalah bentuk loaf utuh. Hasil analisis warna menunjukkan bahwa roti ini berwarna ungu, dengan nilai L 38.11-39.41, a 21.22-21.84, b -0.37- -0.33, dan hue 358.3-359.1. Hasil analisis kimia roti dengan tingkat substitusi 40% tepung ubi jalar ungu berturut-turut dari kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, aw, dan antosianin adalah 28.57% (bk), 2.59% (bk), 9.61% (bk), 7.46% (bk), 3.25% (bk), 0.8668, dan 96.41 mg Cy-3-glikosida/100 g roti.


(4)

PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN APLIKASINYA

DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SAIDATUL HUSNAH

F24062670

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(5)

Judul Skripsi : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas

Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar

Nama

: Saidatul Husnah

NRP

: F24062670

Menyetujui,

Pembimbing Akademik,

(Ir.Sutrisno Koswara, M.Si.)

NIP 19640505.199103.1.003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.)

NIP 19650814.199002.1.001


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik. Skripsi ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010

Yang membuat pernyataan

Saidatul Husnah


(7)

BIODATA PENULIS

Saidatul Husnah. Lahir di Pasuruan, 10 Juni 1988 dari pasangan Moh. Hasyim dan Lilik Muassomah, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDI KHA. Wahid Hasyim Bangil tahun 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Bangil tahun 2003, dan SMA Darul Ulum 2 Jombang pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Departemen Agama RI.

Penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, diantaranya menjadi Staf HRD UKM FORCES (Forum For Scientific Studies) pada tahun 2007, pimpinan redaksi majalah peduli

pangan dan gizi “EMULSI” pada tahun 2009, anggota IKALUM (Ikatan Alumni Mahasiswa Darul Ulum), ketua divisi Informasi dan Komunikasi CSS MoRA (Community of Santri Scholar Ministry of Religious Affair) pada tahun 2009. Selain aktif di organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar (2007-2008), Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Penulis pernah menerima penghargaan sebagai juara III Lomba Penelitian Teknik Kimia di Universitas Diponegoro tahun 2009. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan

penelitian dengan judul “Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar” di bawah bimbingan Ir. Sutrisno


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST CENTER dengan judul

Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan baik moril, materil, maupun spirituil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak, Ibu, Ning Sun, Mas Anam, dan Azza atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kerja kerasnya selama ini.

2. Direktorat Jenderal Departemen Agama RI yang telah membiayai masa studi dan penelitian penulis selama di IPB.

3. Direktorat Kerja Sama IPB yang telah membimbing dan mengawasi penulis selama masa studi di IPB.

4. Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan studinya selama di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. 5. Bapak Ir. Subarna, M.Si. dan Ibu Elvira Syamsir, S.TP., M.Si. atas kesediaannya menjadi dosen

penguji pada ujian akhir dan atas masukan yang diberikan.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.

7. Saffiera Karleen sebagai teman satu bimbingan yang telah banyak membantu dari awal hingga akhir penelitian.

8. Teman, kakak, dan adikku di IKALUM (Ikatan Alumni Mahasiswa Darul Ulum) IPB, Lingga, Dina, Ratih, Akmal, Koko, Mas Beni, Mas Asif, Mas Syaiful, Sukma, Tika, Indri, Ufa, Galuh, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Teman-teman terbaikku di ITP Zatil, Arini, Neng, Wina, Ovi, serta teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Teman-teman satu laboratorium Dewi, Desi, Kak Tuti, Husna, Widi, Zaki, Nadia, Dessy, Tsani, Yogi, Victor, Mbak Alin, dan Mas Nono atas bantuan dan semangatnya.

11. Laboran yang sudah sangat membantu selama penelitian, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Rojak, Mas Edi, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Adi, Bu Rubiyah, Bu Antin, Mba Darsih, Pak Jun, Pak Deni, Pak Hendi, Pak Iyas, dan Pak Nurwanto.

12. Keluarga besar TPG/ ITP angkatan 41, 42, 43, 44, 45 atas kebersamaannya selama ini.

13. Keluarga besar CSS MoRA IPB yang telah memberi inspirasi, semangat, bantuan, dan dukungannya yang telah diberikan kepada penulis. Semoga rasa kekeluargaan kita makin erat. 14. Seluruh keluarga besar Forum for Scientific Studies (FORCES)

15. Seluruh keluarga besar Majalah EMULSI

16. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di Institut Pertanian Bogor yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Bogor, Oktober 2010 Penulis


(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN PENELITIAN... 1

C. MANFAAT PENELITIAN……... 2

II.TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki)... 3

1. Botani Ubi Jalar Ungu…... 3

2. Anatomi dan Morfologi Ubi Jalar Ungu... 4

3. Komposisi Kimia Ubi Jalar Ungu………... 5

4. Tepung Ubi Jalar Ungu….……… 6

B. ANTOSIANIN... 1. Antosianin secara Umum……….. 2. Antosianin pada Ubi Jalar Ungu………... 3. Stabiltas Antosianin……….. 8 8 9 10 C. TEKNOLOGI PEMBUATAN ROTI... 11

1. Bahan………...………. 11

2. Proses Pembuatan………. 12

3. SSL (Sodium Stearoyl Lactylate)………. 12

D. ROTI SUBSTITUSI BAHAN LOKAL... 12

III.METODOLOGIPENELITIAN... 14

A. BAHAN DAN ALAT... 14

1. Bahan………... 14

2. Alat……… 14

B. METODE PENELITIAN ….………... 14

1. Penelitian Tahap I : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu………. 15

2. Penelitian Tahap II : Pembuatan Roti Tawar Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu……….. 16

C. ANALISIS………... 19

1. Uji Organoleptik…………... 19

2. Analisis Fisik…... 19

a. Volume Spesifik Adonan………….………….………. 19

b. Potensi Pengembangan Adonan……….………... 19

c. Volume Spesifik Roti…….…………..………... 20

d. Analisis Tekstur………... 20

e. Analisis Warna…...………..………... 21

3. Analisis Kimia……….. 21

a. Kadar Air Metode Oven……… 21

b. Kadar Abu……….. 21

c. Kadar Lemak Metode Soxhlet………... 22

d. Kadar Protein Metode Kjeldahl……… 22


(10)

v

f. Kadar Serat Kasar……….. 23

g. Total Antosianin……… 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

A. PENELITIAN TAHAP I : PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU………... 26

1. Kondisi Proses…………... 26

2. Analisis Antosianin Tepung Ubi Jalar Ungu... 29

3. Analisis Warna Tepung Ubi Jalar Ungu………... 30

4. Rendemen Tepung Ubi Jalar Ungu………... 31

5. Analisis Proksimat Tepung Ubi Jalar Ungu Terpilih……… 33

B. PENELITIAN TAHAP II……... 34

1. Formulasi Roti Tawar... 34

2. Pembuatan Roti Tawar Ubi Jalar Ungu...……… 35

3. Roti Tawar Ubi Jalar Ungu... 37

4. Uji Organoleptik... 40

5. Analisis Fisik Roti Substitusi Terpilih……….. 41

6. Analisis Kimia Roti Substitusi Terpilih………... 44

7. Produk Olahan Ubi Jalar Ungu varietas Ayamurasaki………. 46

V. SIMPULAN DAN SARAN……... 47

A. SIMPULAN... 47

B. SARAN... ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 49


(11)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Deskripsi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 5

Tabel 2. Kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 6

Tabel 3. Komposisi kimia tepung ubi jalar... 7

Tabel 4. Gugus pengganti pada struktur kation flavium antosianin utama ... 9

Tabel 5. Formulasi dasar roti tawar ... 17

Tabel 6. Formulasi roti tawar ubi jalar ungu ... 17

Tabel 7. Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness ... 20

Tabel 8. Karakteristik warna tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 30

Tabel 9. Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 32

Tabel 10. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 33

Tabel 11. Hasil uji rating hedonik roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu ... 40

Tabel 12. Hasil analisis fisik adonan dan roti tawar ubi jalar ungu bentuk loaf utuh dan sobek 41 Tabel 13. Hasil analisis proksimat roti ubi jalar ungu 40% ... 44


(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bentuk daun pada tanaman ubi jalar ... 3

Gambar 2. Tanaman ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan bunganya ... 4

Gambar 3. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 4

Gambar 4. Inti kation flavium ... 8

Gambar 5. Diagram alir penelitian ... 15

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu di dalam penelitian ... 16

Gambar 7. Diagram alir pembuatan roti tawar metode straight dough yang dimodifikasi ... 18

Gambar 8. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang dibuat dari penjemuran ampas dan pati secara terpisah ... 26

Gambar 9. Potongan ubi jalar ungu dengan ketebalan 1 cm ... 28

Gambar 10. Hasil pengukuran kadar antosianin tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki (mg Cy-3-glikosida/100 g tepung) ... 29

Gambar 11. Tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki berbagai perlakuan ... 31

Gambar 12. Pengupasan kulit ubi jalar ungu dengan hand-held peeler ... 32

Gambar 13. Roti tawar dari 100% tepung terigu ... 34

Gambar 14. Crumb roti tawar dari 100% tepung terigu ... 35

Gambar 15. Roti tawar 100% tepung terigu dan roti ubi jalar ungu dengan penampakan crumb dan crust ... 39

Gambar 16. Roti tawar ungu dalam bentuk sobek ... 39


(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pengukuran antosianin tepung ubi jalar ungu ... 54

Lampiran 2. Pengukuran warna tepung ubi jalar ungu ... 55

Lampiran 3. Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki batch I ... 56

Lampiran 4. Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki batch II ... 56

Lampiran 5. Analisis proksimat dan nilai kalori tepung ubi jalar 7 menit steam oven ... 57

Lampiran 6. Kuesioner uji organoleptik ... 58

Lampiran 7. Data uji organoleptik atribut pada roti tawar ubi jalar ungu ... 59

Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter warna pada roti ubi jalar ... 61

Lampiran 9. Uji Duncan parameter warna pada roti ubi jalar ungu... 61

Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada roti ubi jalar ungu ... 62

Lampiran 11. Uji Duncan parameter aroma pada roti ubi jalar ungu ... 62

Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu .... 63

Lampiran 13. Uji Duncan parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu ... 63

Lampiran 14. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter rasa pada roti ubi jalar ungu ... 64

Lampiran 15. Uji Duncan parameter rasa pada roti ubi jalar ungu ... 64

Lampiran 16. Hasil pengukuran volume spesifik roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu... 65

Lampiran 17. Potensi pengembangan adonan roti ubi jalar ungu ... 66

Lampiran 18. Hasil pengukuran warna roti ubi jalar ungu ... 67

Lampiran 19. Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ... 67

Lampiran 20. Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ... 67

Lampiran 21. Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ... 68

Lampiran 22. Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ... 68

Lampiran 23. Kadar lemak roti ubi jalar ungu 40% ... 68

Lampiran 24. Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ... 69

Lampiran 25. Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ... 69

Lampiran 26. Kadar serat roti ubi jalar ungu 40%... 69

Lampiran 27. Hasil analisis Aw roti ubi jalar ungu 40% ... 70


(14)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Produksi ubi jalar ungu di Indonesia masih sedikit karena permintaannya belum banyak seperti ubi jalar jenis lain. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan varietas yang berasal dari Jepang. Produksi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki di Indonesia sebesar 1.5-5 ton/ha, sedangkan ubi jalar secara umum produksinya lebih dari 12 ton/ha (Sulistyowati, 2010).

Kandungan air ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki sekitar 67.77% (Widjanarko 2008). Hal ini mempersulit proses penyimpanannya. Menurut Setiawati et al. (1994), penyimpanan ubi jalar pada suhu kamar selama satu bulan dapat menyebabkan kerusakan sebesar 15%. Untuk mengatasinya, ubi jalar dapat diolah menjadi tepung. Proses pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang telah dilakukan di lapang menghasilkan kualitas tepung dengan warna ungu pucat. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan optimasi pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki.

Modifikasi yang dilakukan dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu pada penelitian ini adalah metode pengukusan. Metode ini dipilih berdasarkan hasil penelitian Northern Philippines Root Crop Research and Training Center (Benguet, Filipina). Kualitas tepung yang bagus akan dihasilkan dengan memotong ubi jalar yang telah dicuci setebal 2 cm kemudian mengukusnya selama 15 menit pada suhu 100 oC (Rumbaoa et al. 2009). Metode pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeringan dengan oven dan pengeringan matahari (penjemuran). Produk akhir berupa tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan dalam pembuatan produk pangan.

Roti tawar dan produk bakery lain di Indonesia umumnya dibuat dari tepung terigu yang diimpor. Meningkatnya kebutuhan tepung terigu berbanding lurus dengan meningkatnya pemanfaatan tepung terigu dalam produk pangan. Pada Januari 2010 terjadi kenaikan impor terigu sebesar 275.9%, yaitu dari 15,968 ton menjadi 60,029 ton (BPS 2010).

Beberapa penelitian serupa di Indonesia telah menggunakan bahan lokal, seperti singkong, kacang tunggak, kacang gude, kacang kedelai, jagung, sorgum, ubi jalar, sukun, pisang, dan beras dalam substitusi pembuatan bakery. Hathorn et al. (2008) di Amerika Serikat membuat roti dengan suplementasi 65% tepung ubi jalar merah (oranye). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan aplikasinya dalam pembuatan roti tawar. Roti tawar merupakan pilihan pengembangan produk dengan substitusi tepung ubi jalar ungu karena roti tawar disukai berbagai kalangan dan tingkatan umur.

Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan jenis ubi jalar yang mulai ditanam oleh petani di Bogor akhir-akhir ini. Usaha ini seharusnya didorong oleh berkembangnya model pengolahan ubi jalar ungu yang dapat diterapkan di skala industri rumah tangga. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan masyarakat lebih tertarik untuk meningkatkan produksinya dan melakukan pengolahan pasca panen.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari teknik pembuatan tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) yang mempunyai warna ungu dengan kadar antosianin tinggi

2. Mengaplikasikan tepung ubi jalar ungu hasil optimasi ke dalam formulasi pembuatan roti tawar


(15)

2 3. Mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi pembuatan roti tawar

yang dapat diterima panelis

4. Mengetahui karakteristik fisik dan kimia roti tawar dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu yang terpilih

C.

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memberikan informasi tentang pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung ubi jalar ungu yang mempunyai warna ungu dengan kadar antosianin tinggi. Aplikasinya dalam pembuatan roti tawar dapat dijadikan salah satu model dalam pemanfaatan potensi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) bagi masyarakat.


(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

UBI JALAR UNGU (

Ipomoea batatas

varietas Ayamurasaki)

1.

Botani Ubi Jalar Ungu

Secara umum, ubi jalar digolongkan oleh ahli taksonomi ke dalam famili Convolvulaceae, genus Ipomoea, dan spesies Ipomoea batatas. Ubi jalar termasuk tanaman palawija (Sarwono 2005) yang memiliki biji berkeping dua (dikotiledon). Tanaman ubi jalar berbentuk herbaceous, yaitu tidak berkayu, berwarna hijau atau ungu. Batangnya kadang tumbuh menjalar, merambat atau setengah tegak dengan panjang 1-5 meter dengan diameter 3-10 mm. Bentuk daunnya bermacam-macam, yaitu berbentuk bulat, menyerupai jantung, dan menjari (Gambar 1). Warnanya ada yang hijau atau ungu (Gambar 1), demikian pula batangnya (Suismono, 1995). Ukuran bunganya sedang, berwarna putih atau putih keunguan pucat dan warna ungu di bagian tengahnya (Prana dan Danimiharja 1981).

(a) (b) (c)

Gambar 1. Bentuk daun pada tanaman ubi jalar :(a) bulat, (b) meyerupai jantung, dan (c) menjari

Ubi jalar secara umum berasal dari Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tengah. Ubi jalar termasuk tanaman tropis-subtropis dengan daerah persebaran 30 oLU sampai 30 oLS. Daerah ini meliputi lingkup Indonesia yang terletak pada 6 oLU sampai 11 oLS, sehingga ubi jalar cocok tumbuh di Indonesia. Selain itu, kondisi iklim di Indonesia sesuai untuk pertumbuhan ubi jalar, yaitu curah hujan tinggi (750-1,500 mm/tahun), sinar matahari 11-12 jam/hari, dan kelembaban udara (RH) 50-60% (Rukmana 1997).

Ubi jalar secara umum memiliki banyak keunggulan antara lain umur relatif pendek, daya penyesuaian tertinggi terhadap kondisi lingkungan yang buruk, dan terbukti perannya dalam musim paceklik atau bencana alam sebagai alternatif makanan. Dengan daya adaptasi yang luas, tanaman ini dapat ditanam sepanjang waktu, asalkan kebutuhan air pada awal pertumbuhannya cukup (Widodo 1989). Kebanyakan ubi jalar ditanam di sawah dan tegalan sebagai palawija. Penanaman di sawah dilakukan di musim kering setelah panen padi dan di tegalan pada penghabisan musim hujan (Suismono 1995).

Tanaman ubi jalar varietas Ayamurasaki memiliki daun menyerupai jantung dengan bagian tunasnya hampir terlihat ungu. Bagian batang dan tulang daunnya pun hampir terlihat ungu. Bunganya berwarna putih keunguan dan warna ungu di bagian tengahnya (Gambar 2).


(17)

4 (a) (b) (c)

Gambar 2. Tanaman ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan bunganya : (a) tanaman ubi jalar ungu yang sedang bertunas, (b) tanaman ubi jalar ungu yang sedang berbunga, dan (c) bunga ubi jalar ungu.

2.

Anatomi dan Morfologi Ubi Jalar Ungu

Susunan anatomi dan morfologi ubi jalar berbeda tiap varietas. Suismono (1995) menjelaskan bahwa ubi jalar memiliki sembilan macam bentuk yaitu bulat, bulat elips, elips, bulat di bawah, bulat di atas, bulat panjang ukuran kecil, bulat panjang ukuran besar, elips ukuran besar panjang, dan panjang kecil tak beraturan. Ubi jalar dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan bentuk permukaan umbi yaitu ubi jalar dengan permukaan berkerut seperti kulit, urat darah, panjang tengah menyempit dan berlekuk atau membujur.

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) biasa disebut Ipomoea batatas blackie karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki adalah jenis ubi jalar ungu yang ditanam di Jepang dan memiliki kandungan antosianin tinggi (Yamakawa et al. 1998). Kata Ayamurasaki dalam bahasa Jepang artinya adalah ungu.

Berdasarkan warna kulit dan daging umbinya, ubi jalar dapat dibedakan menjadi sembilan jenis, yaitu : putih, krem, kuning, oranye, coklat, jingga, merah, merah muda, merah gelap, dan ungu. Warna daging sering digunakan sebagai tanda membedakan jenis ubi jalar karena mewakili sifat fisikokimia sebagai bahan olahan. Perbedaan warna ubi jalar disebabkan oleh perbedaan pigmen yang terkandung (Suismono 1995). Pigmen yang menyusun warna ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki termasuk dalam jenis antosianin yang didominasi oleh sianidin dan peonidin dalam bentuk mono- atau diasilasinya (Kano et al. 2005). Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dapat dilihat pada Gambar 3, dan deskripsi lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.


(18)

5 Tabel 1. Deskripsi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki

Asal : Persilangan „Kyushu-109‟dan „Satsumahikari‟

Tipe tanaman : Semi kompak

Diameter buku ruas : Sedang Panjang buku ruas : Pendek

Warna dominan sulur : Hijau muda sampai hijau Bentuk kerangka daun : Berbentuk hati sampai cuping Kedalaman cuping daun : Tepi daun berlekuk sedang Jumlah cuping daun : Bercuping satu sampai tiga Bentuk cuping pusat : Elips

Ukuran daun dewasa : Sedang Warna daun dewasa : Hijau

Warna daun muda : Hijau

Panjang tangkai daun : Pendek

Bentuk umbi : Elips membulat

Warna kulit umbi : Ungu

Warna daging umbi : Ungu

Rasa umbi : Enak

Sumber : Sulistyowati 2010

3.

Komposisi Kimia Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu mengandung vitamin (A, B1, B2, C, dan E), mineral (kalsium, kalium, magnesium, tembaga, dan seng), serat pangan, serta karbohidrat bukan serat (Suda et al. 2003). Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Total kandungan antosianin ubi jalar varietas Ayamurasaki bervariasi pada setiap tanaman, yaitu berkisar antara 20 mg/100 g sampai 924 mg/100 g berat basah (Widjanarko 2008). Pigmennya lebih stabil bila dibandingkan antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, elderberi, bluberi, dan jagung merah (Kano et al. 2005). Kandungan nutrisi ubi jalar ungu juga lebih tinggi bila dibandingkan ubi jalar varietas lain, terutama kandungan lisin, Cu, Mg, K, Zn yang berjumlah rata-rata 20% (Widjanarko 2008). Tabel 2 menunjukkan kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu.


(19)

6 Tabel 2. Kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki

Sifat Kimia dan Fisik Jumlah

Kadar air (%bb) 67.77

Kadar abu (%bk) 3.28

Kadar pati (%bk) 55.27

Gula reduksi (%bk) 1.79

Kadar lemak (%bk) 0.43

Kadar antosianin (mg/100g) 923.65

Aktivitas antioksidan (%) 61.24

Warna (L) 37.50

Warna (a) 14.20

Warna (b) 11.50

Sumber : Widjanarko 2008

Kestabilan dan kandungan antosianin yang lebih tinggi pada ubi jalar ungu daripada sumber lain, menjadikannya sebagai pilihan alternatif pewarna alami (Kano et al. 2005). Beberapa industri pewarna dan minuman beralkohol di Jepang menggunakan ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki sebagai bahan baku penghasil antosianin. Ubi jalar ungu juga telah dikembangkan dalam bentuk produk es krim, sirup, mi, pia, dan yogurt.

Antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu juga memiliki fungsi fisiologis, seperti antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati, pencegah penyakit jantung dan stroke. Ubi jalar ungu bisa menjadi antikanker karena mengandung zat aktif berupa selenium dan iodin, serta jumlahnya dua puluh kali lebih tinggi dari jenis ubi jalar lainnya. Ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan 2.5 kali dan antibakteri 3.2 kali lebih tinggi daripada beberapa varietas bluberi. Ubi jalar ungu juga berperan dalam membantu kelancaran peredaran darah (Kano et al. 2005).

4.

Tepung Ubi Jalar Ungu

Kandungan air yang tinggi pada ubi jalar dapat dikurangi dengan mengubahnya menjadi bentuk tepung. Selain mudah dalam proses penyimpanan, bentuk tepung mempunyai umur simpan yang panjang. Tepung ubi jalar diperoleh dengan melakukan pembersihan, pengecilan ukuran, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Hal (2000) menerangkan berbagai perlakuan tambahan yang dapat diterapkan dalam pembuatan tepung ubi jalar. Ubi jalar ditimbang, disortir, dicuci, dan dibersihkan kulitnya. Umbi yang telah dikupas tersebut diiris dengan ketebalan tertentu atau disawut, lalu direndam dalam larutan pemutih (bleaching), dan dipres untuk menghilangkan kelebihan air. Perlakuan selanjutnya adalah penataan umbi pada baki dan selanjutnya dikeringkan. Umbi yang telah kering digiling dan diayak. Kandungan air ubi jalar yang tinggi menghasilkan rendemen penepungan yang kecil. Woolfe (1992) yang diacu dalam Hal (2000) menyebutkan rendemen penepungan ubi jalar di Filipina yaitu 12%-37%.

Tepung ubi jalar memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pati ubi jalar, antara lain : a) dapat disimpan dalam waktu lama sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna ubi jalar sepanjang tahun, b) dapat digunakan sebagai bahan baku industri secara langsung, c) tepung ubi memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi berbagai macam


(20)

7 produk olahan (Jiang 2001). Di banyak negara, tepung ubi jalar digunakan sebagai suplementasi tepung terigu dalam pembuatan produk bakery, pancake, puding, dan lainnya.

Manfaat yang terkandung dalam tepung ubi jalar bergantung pada komposisi kimia umbi, terutama berhubungan dengan waktu panen. Hal (2000) menyatakan kandungan protein dan serat tertinggi terdapat pada ubi jalar yang dipanen pada bulan keempat dan akan menurun pada bulan kelima, sedangkan kandungan gula akan meningkat pada bulan kelima. Secara keseluruhan, waktu pemanenan yang optimum adalah bulan keempat karena tepung yang akan dihasilkan memiliki kandungan nutrisi lebih baik dibandingkan dengan tepung singkong. Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi kimia tepung berbagai jenis ubi jalar.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung ubi jalar

Komponen Kimia Tepung Ubi Jalar

Putiha Kuningb Ungub

Air (%bb) 6.87-7.70 6.77 7.00

Abu (% bk) 2.79-2.94 4.71 5.31

Lemak (%bk) 0.71-0.81 0.91 0.81

Protein (%bk) 2.3-3.0 4.42 2.79

Serat Pangan (%bk) 2.83-3.90 5.54 4.72

Karbohidrat (%bk) 86.1-94.1 83.19 83.81

Pati (%bk) 66.7-70.7 - -

Total Gula (%bk) 10.3-15.2 - -

Gula pereduksi (%bk) 3.80-10.35 - -

Sumber : (a) Hamed et al. (1973)

(b)Susilawati dan Medikasari (2008)

Pengeringan merupakan faktor yang penting dan paling menentukan dalam pembuatan tepung. Pengeringan adalah proses termudah dan termurah untuk mengurangi kapasitas penyimpanan ubi jalar. Martin (1984) melaporkan bahwa ubi jalar dalam bentuk sawut akan lebih mudah untuk dikeringkan dan digiling, walaupun proses pengerjaannya lebih sulit, berbeda dengan ubi jalar yang digiling dalam bentuk potongan yang dikeringkan. Pengeringan yang dapat dilakukan untuk membuat tepung ubi jalar adalah pengeringan matahari dan pengering buatan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melakukan optimasi pembuatan tepung ubi jalar. Salah satunya, Northern Philippines Root Crop Research and Training Center (Benguet, Filipina) menyatakan bahwa cara untuk membuat tepung ubi jalar yang berkualitas adalah dengan memotong ubi jalar yang telah dicuci setebal 2 cm dan mengukusnya selama 15 menit pada suhu 100 oC. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pencoklatan akibat pemotongan. Proses selanjutnya adalah pendinginan, pengupasan (peeling), dan pemotongan menjadi bentuk kubus dengan ukuran 2 cm3. Pengeringan ubi jalar tersebut dilakukan menggunakan metode freeze drying. Untuk menjaga kualitas, tepung disimpan pada suhu 4 oC dalam wadah yang dapat dengan mudah dikemas kembali hingga akan digunakan (Rumbaoa et al. 2009).

Proses pemanasan awal (pre-heating) akan mengurangi tingkat kecerahan warna ungu dan meningkatkan kekuatan gel dari ubi jalar (Steed et al. 2008). Karakteristik bahan yang memiliki kekuatan gel tinggi akan menghasilkan produk dengan tekstur yang diinginkan.


(21)

8 Beberapa produk yang membutuhkan karakater kekuatan gel tinggi adalah pia, kue, dan mashed sweetpotato.

B. ANTOSIANIN

1.

Antosianin secara Umum

Kata antosianin berasal dari bahasa Yunani (anthos yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru). Pigmen ini umumnya terkandung dalam tanaman dan dideteksi oleh penglihatan manusia sebagai warna merah hingga biru keunguan. Senyawa ini mengandung komponen fenolik dan termasuk kelompok flavonoid (Kong et al. 2003). Warnanya begitu menarik sehingga dapat dimanfaatkan untuk pewarna alami makanan.

Antosianin dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu antosianidin, aglikon, dan glukosida. Glukosida merupakan bentuk antosianin yang paling sering dijumpai. Telah ditemukan dua puluh jenis glukosida, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin (Astawan dan Kasih 2008). Seluruh senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation flavium (Francis 1985). Gambar 4 menunjukkan inti kation flavium.

Gambar 4. Inti kation flavium.

Inti kation flavium memiliki tujuh cabang yang akan diisi oleh gugus pengganti. Jenis gugus yang mengganti akan menentukan jenis antosianidin. Pada setiap inti kation flavium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti. Pada Tabel 4 dapat dilihat sejumlah gugus pengganti yang paling umum ditemui pada antosianin.


(22)

9 Tabel 4. Gugus pengganti pada struktur kation flavium antosianin utama

Antosianidin R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7

Aurantinidin -H -OH -H -OH -OH -OH -OH

Sianidin -OH -OH -H -OH -OH -H -OH

Definidin -OH -OH -OH -OH -OH -H -OH

Europinidin -OCH3 -OH -OH -OH -OCH3 -H -OH

Luteolinidin -OH -OH -H -H -OH -H -OH

Pelargonidin -H -OH -H -OH -OH -H -OH

Malvidin -OCH3 -OH -OCH3 -OH -OH -H -OH

Peonidin -OCH3 -OH -H -OH -OH -H -OH

Petunidin -OH -OH -OCH3 -OH -OH -H -OH

Rosinidin -OCH3 -OH -H -OH -OH -H -OCH3

Sumber : Martin et al. (2009)

Sejak lama manusia mengonsumsi antosianin yang terkandung dalam buah atau sayuran yang dimakan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atau keracunan yang disebabkan pengonsumsian pigmen ini. Oleh karena itu, antosianin merupakan salah satu sumber pewarna untuk makanan yang dapat menggantikan bahan pewarna sintetik (Brouillard 1982). Bahkan pada abad ke-12, senyawa ini telah dipercaya memiliki khasiat seperti obat (Astawan dan Kasih 2008). Antosianin memiliki potensi biologis dan fungsi farmakologis, seperti antioksidatif (Shih et al. 2007), antiinflamatori (Karlsen et al. 2007), antitumor (Shih et al. 2005), dan kemampuan menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler (Prior dan Wu 2006).

4.

Antosianin pada Ubi Jalar Ungu

Keberadaan antosianin pada suatau tanaman tidak selalu sama jenis dan komposisinya (Philpott et al. 2004). Namun, pigmen ini umumnya terdapat pada bagian epidermis dan sel mesofil periferal suatu bahan pangan (Astawan dan Kasih 2008). Jenis antosianin pada ubi jalar ungu adalah bentuk mono- atau diasilasi dari jenis peonidin dan sianidin (Terahara et al. 2000; 2004).

Antosianin dari ubi jalar ungu lebih stabil daripada pigmen yang terkandung di dalam strawberi, kubis merah, dan perilla (Zhang et al. 2009). Bahkan efek free radical scavenging-nya lebih tinggi daripada pigmen yang terkandung dalam kubis merah, kulit anggur, elderberi, dan jagung ungu, serta asam askorbat (Kano et al. 2005; Philpott et al. 2004). Oleh karena itu, ubi jalar ungu merupakan sumber antosianian yang baik untuk diaplikasikan dan diolah lebih lanjut.

Steed dan Truong (2008) mengatakan bahwa total antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu yang ditanam di Carolina, Amerika Serikat mengandung 107.8 mg antosianin/100 g umbi basah. Berbeda halnya dengan kadar antosianin ubi jalar varietas Ayamurasaki yang diteliti oleh Widjanarko (2008) yang menunjukkan hingga 923.65 mg antosianin/100 g umbi basah.


(23)

10

5.

Stabilitas Antosianin

Antosianin merupakan senyawa yang reaktif. Sifat reaktif ini disebabkan oleh inti kation flavium pada pigmen antosianin yang kekurangan elektron. Pigmen ini ternyata memiliki kestabilan yang rendah, baik ketika berada dalam jaringan bahan pangan ataupun di dalam produk pangan. Reaksi yang terjadi umumnya menyebabkan terjadinya kehilangan warna. Beberapa faktor kimia dan fisik yang dapat mempengaruhi kestabilan antosianin adalah enzim, oksigen, asam askorbat, gula dan senyawa turunannya, pH, logam, suhu, cahaya, kondensasi, serta sulfur dioksida (Markakis 1982). Setiap faktor memberikan kontribusi terhadap diskolorisasi antosianin. Selain itu jenis antosianin juga berpengaruh terhadap kestabilannya. Namun yang paling mempengaruhi dalam proses diskolorisasi antosianin adalah suhu, cahaya, oksigen, dan pH.

Laju kehilangan warna antosianin secara enzimatik lebih tepatnya disebabkan oleh glukosidase yang menghidrolisis grup 3-glikosidik menjadi glikon yang tidak stabil.

Kerusakan antosianin juga dapat disebabkan oleh fenolase yang membutuhkan katekol atau o-dihidroksifenol lainnya untuk aktivasi (Jurd 1992). Peng dan Markakis (1963)

menyimpulkan bahwa perubahan warna fenolase-katekol-antosianin juga melibatkan enzim untuk oksidasi. Peroksidase dapat mengkatalisis terjadinya diskolorisasi antosianin. Begitu juga dengan kehadiran fenolase (fenoloksidase dan polifenoloksidase). Fenolase akan bereaksi dengan antosianin. Reaksinya akan terjadi sangat kuat ketika ada senyawa fenolik untuk menjadi substrat daripada antosianin sebagai substratnya. Pirokatekol dalam bahan pangan akan dioksidasi oleh fenolase menjadi o-benzokuinon. Sistem enzimatik yang dapat menyebabkan diskolorisasi antosianin dapat ditemukan pada kapang, akar, daun, dan buah (Markakis 1982).

Antosianin yang terkandung dalam bahan pangan akan teroksidasi oleh o-benzokuinon tersebut menjadi senyawa yang tidak berwarna. Hal inilah yang menyebabkan hilanganya warna merah keunguan yang ditampakkan oleh antosianin. Enzim yang dapat merusak antosianin dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Siegel et al. (1971) melaporkan bahwa buah ceri yang diberi perlakuan dikukus selama 45-60 detik sebelum dibekukan akan meminimalisasi terjadinya kerusakan antosianin pada proses pengolahan selanjutnya.

Panas yang terdapat dalam proses pengolahan dan penyimpanan bahan pangan, akan merusak keberadaan antosianin. Terdapat hubungan logaritmik antara kerusakan antosianin dengan temperatur, begitu pula dengan hubugan yang terjadi antara kerusakan antosianin dengan waktu pemanasan pada suhu konstan. Markakis (1982) menjelaskan bahwa terjadinya pembukaan heterosiklik dan susunan kalkon merupakan tahap pertama yang terjadi dalam proses degradasi antosianin.

Cahaya memegang peranan penting dalam pembentukan pigmen antosianin, yaitu berkaitan dengan proses fotosintesis. Hal ini terjadi dalam proses pematangan dan perubahan warna merah pada buah stroberi. Begitu pula sebaliknya, cahaya mempercepat degradasi antosianin. Jenis antosianin yang paling stabil terhadap keberadaan cahaya adalah diglikosida yang termetilasi atau terasilasi. Non-asilasi diglikosida merupakan jenis antosianin yang kurang stabil, bahkan monoglikosida paling tidak stabil (Markakis 1982).

Derajat keasaman (pH) akan mempengaruhi warna dan penampakan dari pigmen antosianin. pH juga mempengaruhi stabilitas antosianin. Antosianin akan lebih stabil pada kondisi asam (pH 2-4.5) daripada kondisi netral atau basa. Kestabilan antosianin pada pH rendah akan menurun secara perlahan dengan kehadiran oksigen dalam sistem pangan. Pada


(24)

11 kisaran pH yang sama, kehadiran oksigen dapat mempercepat terjadinya kerusakan antosianin (Markakis 1982). Nebesky et al. (1949) yang diacu dalam Markakis (1982) mengatakan bahwa oksigen dan suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan antosianin.

Asam askorbat diduga menginduksi kerusakan antosianin yang dijembatani oleh kehadiran H2O2. Asam askorbat yang teroksidasi oleh oksigen dan ion tembaga akan membentuk H2O2. Peroksida ini akan mengubah antosianin menjadi senyawa yang tidak berwarna. Meschter (1953) yang diacu dalam Markakis (1982) melaporkan bahwa asam dehidroaskorbat juga dapat membuat antosianin menjadi tidak berwarna dengan laju reaksi yang lebih rendah daripada asam askorbat.

Gula dan senyawa turunannya juga dapat menyebabkan degradasi antosianin. Gula jenis fruktosa, arabinosa, laktosa, dan sorbosa paling berpengaruh dalam kerusakan antosianin daripada sukrosa, glukosa, dan maltosa.

Antosianin dapat mengalami kondensasi dengan sendirinya dan dengan senyawa organik lainnya. Kondensasi antosianin dengan senyawa lainnya akan menghasilkan pergeseran batokromik dan kenaikan absorptivitas. Kondisi ini dinamakan dengan kopigmentasi.

Pengolahan terhadap ubi jalar ungu menyebabkan penurunan antosianin. Kerusakan antosianin sekitar 10%-30% terjadi pada ubi ungu varietas Ayamurasaki akibat penggorengan dan pengukusan, hampir 70% warna ubi jalar ungu rusak akibat proses pembuatan selai (Widjanarko 2008).

C. TEKNOLOGI PEMBUATAN ROTI

1.

Bahan

Bahan baku standar pembuatan roti tawar adalah tepung terigu, air, yeast (khamir), gula, dan garam. Hasil roti tawar sering disebut dengan lean bread. Tepung yang sering digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah tepung terigu yang terbuat dari gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Kandungan protein dari tepung yang baik untuk pembuatan roti tawar adalah antara 12%-13%, misalnya tepung terigu dengan merk Cakra yang terdapat di pasaran (Bogasari). Tepung terigu dapat membentuk adonan dan dapat menahan gas selama fermentasi dan pemanggangan sehingga menghasilkan roti yang mengembang, ringan, dan beraerasi baik (Pyler 1973). Sifat ini dimungkinkan karena kandungan gluten dalam terigu. Gluten sebagian terdiri dari protein (75%-80%), pati yang tidak tercuci (5%-15%), lemak (5%-10%), dan sejumlah kecil mineral.

Menurut Fance (1976), paling tidak terdapat lima jenis protein gandum yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan prolamin yang larut dalam garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70%, dan glutenin yang larut dalam alkali encer. Glutenin dan gliadin bersama-sama membentuk gluten. Pada bentuk ini, glutenin berperan sebagai perekat elastis dan gliadin berperan dalam kestabilan dan keteguhan adonan (Shewry 2003).

Air berfungsi sebagai medium pencampuran bahan-bahan dan berperan terhadap terjadinya reaksi-reaksi kimia, enzimatis, dan reaksi fisika selama proses pembuatan roti tawar. Dengan adanya air, bahan-bahan seperti tepung terigu, garam, gula, dan yeast serta bahan tambahan lainnya dapat tercampur merata selama proses pengadonan (Pyler 1973). Pada proses pengadonan terjadi reaksi-reaksi kimia dengan adanya interaksi pati-sukrosa-air


(25)

12 dan juga reaksi enzimatis yang terjadi pada pati oleh yeast karena penambahan air terutama pada tahap fermentasi (Pyler 1973). Reaksi fisik terjadi pada saat pemanggangan dengan adanya proses gelatinisasi pati (Dreese et al. 1988).

Yeast adalah penghasil gas CO2 yang berperan dalam pengembangan adonan dan penghasil aroma pada saat proses fermentasi (Pyler 1973). Menurut Matz (1972), yeast yang biasa digunakan dalam pembuatan roti adalah Saccharomyces cerevisiae sehingga disebut ragi roti. Pyler (1973) mengatakan bahwa proses fermentasi yeast di dalam adonan mengakibatkan perubahan-perubahan di dalam adonan yaitu penguraian senyawa-senyawa yang dapat difermentasi, akumulasi gas CO2, alkohol, asam, dan ester, perubahan kemasan adonan, dan pelunakan struktur gluten menjadi elastis. Menurut Pyler (1973), yeast dapat ditambahkan atau dicampur langsung dengan tepung atau bahan kering lainnya ataupun dicairkan terlebih dahulu dengan air pada suhu 40-45 oC sebelum digunakan pada saat pengadonan. Yeast yang ditambahkan ke dalam adonan memerlukan waktu adaptasi selama ± 45 menit sebelum memperbanyak diri dan memecah karbohidrat (Pyler 1973).

Menurut Pyler (1973), aktivitas yeast dapat ditingkatkan dengan penambahan gula. Gula merupakan sumber makanan yang dapat dipakai secara langsung oleh yeast. Jika adonan dibuat tanpa menggunakan gula, yeast akan menggunakan gula dari tepung yang hanya ada dalam jumlah sedikit, kemudian enzim diastase atau amilase dari tepung akan memecah pati menjadi gula sederhana. Proses enzimatik ini memerlukan waktu lebih lama sehingga dapat menghambat pengembangan adonan. Berbeda dengan kasus ketika gula yang ditambahkan dalam jumlah terlalu banyak. Hal ini dapat meningkatkan efek pengawetan dari gula karena air dalam matriks adonan akan terikat dengannya. Selain itu, gula yang terlalu banyak akan menurunkan efektivitas yeast. Selain sebagai sumber makanan bagi yeast, gula menyumbangkan rasa manis pada roti, memperbaiki aroma, dan mempunyai peran dalam pembentukan warna crust saat pemanggangan (Kotschevar 1975).

Garam adalah bahan yang penting untuk mendapatkan aroma standar roti tawar, tetapi terkadang garam tidak digunakan dalam pembuatan roti. Garam berfungsi sebagai pengontrol aktivitas yeast dan berperan terhadap kekuatan gluten, terutama wild yeast (Kotschevar 1975).

2.

Proses Pembuatan

Proses pembuatan roti tawar secara garis besar meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), fermentasi (fermentation), pencetakan (rounding), dan pemanggangan (roasting) (Ahza 1980). Menurut Matz (1972), roti tawar merupakan produk makanan yang dihasilkan dari proses pengadonan fermentasi dan pemanggangan dari tepung terigu yang dicampur dengan air, yeast, gula, garam, dan shortening. Pengembangan volume roti tawar merupakan parameter yang penting dalam menentukan kualitas roti tawar. Oleh karena itu, proses pengadonan, fermentasi, dan pemanggangan merupakan proses penting yang menentukan pengembangan roti tawar.

3.

SSL (

Sodium Stearoyl Lactylate

)

SSL termasuk golongan anion surfaktan dan diketahui sebagai agen penguat adonan. Surfaktan ini bersifat larut air dan tidak larut dalam larutan garam kalsium (Stauffer 1990). Emulsifier jenis ini sangat cocok ditambahkan dalam formulasi roti dengan metode straight dough karena penambahannya akan mengecilkan ukuran gas yang terperangkap ketika mixing


(26)

13 dan yang terbentuk ketika fermentasi (Stauffer 1990). Pada suhu 80 oC ke atas, keberadaan 0.5% SSL akan membantu proses pengembangan adonan, sama halnya dengan keberadaan 3% shortening dalam adonan (Moore dan Hoseney 1986). Eliasson (1983) melaporkan bahwa SSL mampu menurunkan laju rekristalisasi pati.

D.

ROTI SUBSTITUSI BAHAN LOKAL

Tepung terigu merupakan pemegang peran penting dalam teknologi pembuatan roti tawar, terutama tepung terigu yang mengandung protein tinggi. Kandungan glutenin dan gliadin yang hampir sama komposisinya menyebabkan tekstur adonan roti yang dibentuk pun menjadi sempurna. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi tepung dari bahan lain untuk diolah menjadi produk bakery, walaupun hasilnya tidak semaksimal ketika menggunakan 100% tepung terigu. Subarna (1992) mengatakan bahwa tingkat substitusi bahan selain tepung terigu pada pembuatan roti hanya mampu mencapai angka 30%. Akan terjadi penurunan mutu yang sangat terlihat nyata ketika ditambahkan tepung lain lebih dari 30%.

Beberapa bahan lokal yang pernah diteliti dan diolah menjadi produk bakery adalah singkong, kacang tunggak, kacang gude, kacang kedelai, jagung, sorgum, ubi jalar, sukun, pisang, dan beras. Bahan lokal tersebut digunakan secara parsial menggantikan tepung terigu baik digunakan sendiri atau dicampur antara beberapa bahan lokal membentuk tepung komposit. Secara nyata akan terjadi penurunan kualitas mutu roti yang dihasilkan oleh bahan selain tepung terigu, berbanding terbalik dengan jumlah bahan lokal yang disubstitusi (Hathorn et al. 2008). Pemakaian tepung selain terigu, misalnya tepung dari kacang-kacangan, tepung dari serealia selain gandum (Rohadi 1982), dan tepung umbi-umbian (Muharam 1992) dapat dilakukan dalam pembuatan roti tawar. Penggantian sebagian tepung terigu dapat menyebabkan kualitas crumb turun, volume roti rendah, dan timbul aroma menyimpang (Rohadi 1982).

Penggunaan bahan baku selain tepung terigu dimaksudkan untuk berbagai tujuan. Tujuan tersebut adalah adanya keinginan untuk mengurangi ketergantungan akan kebutuhan gandum yang hanya diproduksi di negara tertentu dan adanya isu akan penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan karena alergi terhadap gluten (Mezaize et al. 2009).

Penambahan sejumlah bahan pembantu tertentu dilakukan agar dihasilkan produk bakery yang masih memenuhi mutu roti tawar pada umumnya. Beberapa bahan lainnya yang ditambahkan adalah (1) hidrokoloid (carboxymethylcellulose [CMC], guar gum, hydroxypropylmethylcellulose [HPMC], dan xanthan gum) (2) dough improver (Potassium bromate [KBrO3]) (3) emulsifier (sodium stearoyl lactylate [SSL] dan gliseril monostearat [GMS]) (4) enzim (malt dan α-amilase dari mikroba) (Nakai dan Wing 2000).


(27)

14

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

1.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bahan untuk membuat tepung ubi jalar ungu, bahan untuk roti tawar ubi jalar ungu, dan bahan analisis. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar ungu adalah ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang didapat dari lahan pertanian di Cibungbulang, Bogor. Bahan yang digunakan untuk membuat roti tawar ubi jalar ungu adalah tepung ubi jalar ungu hasil optimasi, tepung terigu (protein tinggi), air es, shortening, gula pasir, susu skim, garam, ragi roti, emulsifier (Sodium Stearoyl Lactylate), dan bread improver. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis adalah aquades, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, HBO3, HCl, NaOH, heksana, larutan etanol 95%, methilene blue, metanol pro analis, dan buffer Na-fosfat.

2.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu 1. Alat untuk membuat tepung, yaitu : pengukus, pisau, disc mill, ayakan, tray pengering,

baskom, penyawut (schredder), dan oven pengering.

2. Alat untuk membuat roti, yaitu : varymixer, loyang roti tawar berukuran 22, oven, proofer, bread slicer, pisau roti, timbangan, gelas ukur, baskom, dan termometer.

3. Alat untuk analisa kimia, yaitu Erlenmeyer, cawan aluminium, timbangan analitik, labu Kjeldahl, destilator, buret, corong, dan peralatan gelas.

4. Alat untuk analisa fisik, yaitu gelas ukur, gelas piala, dan loyang.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitianyang dilakukan terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pembuatan tepung ubi jalar ungu dan tahap pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu. Gambar 5 menunjukkan tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian.


(28)

15 Pemotongan (0.5; 1; 1.5 cm) Pengukusan (5, 7, 10, 15, dan 20 menit)

Penjemuran 9-12 jam Oven pengering 55-60 oC, 5-6 jam

Keterangan :

Penelitian tahap I Penelitian tahap II

Gambar 5. Diagram alir penelitian

1.

Penelitian Tahap I : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu

Penelitian tahap I dilakukan untuk menentukan proses pembuatan tepung ubi jalar ungu sehingga dihasilkan warna ungu yang terbaik. Perlakuan yang digunakan adalah tebal potongan ubi jalar (0.5; 1; 1.5 cm), waktu pengukusan (steaming) selama 5, 7, 10, 15, dan 20 menit serta metode pengeringan dengan oven pengering pada suhu 55-60 oC selama 5-6 jam dan matahari (dijemur 9-12 jam). Pembuatan tepung ubi jalar ungu yang dilakukan dalam

Ubi Jalar ungu

Perlakuan

Pengeringan

Tepung ubi Jalar ungu

Pengamatan secara visual

Pemilihan tepung ubi jalar ungu Pengukuran antosianin dan warna

Analisis Proksimat

Substitusi dalam adonan roti tawar : 20%, 30%, dan 40%

Pemilihan formula roti Formula I

dan II

Formula terpilih

Uji organoleptik (hedonik)

Roti tawar ungu terpilih

Analisis kimia dan fisik


(29)

16 penelitian ini disajikan dalam Gambar 6. Tepung ubi jalar ungu yang dibuat kemudian diukur intensitas warnanya menggunakan Chromameter Minolta dan kadar antosianinnya.

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu di dalam penelitian

2.

Penelitian Tahap II : Pembuatan Roti Tawar Substitusi Tepung Ubi Jalar

Ungu

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu hasil penelitian tahap I. Variabel yang digunakan adalah tepung ubi jalar ungu yang ditambahkan ke dalam formulasi roti tawar. Dalam tahap penentuan formulasi dilakukan uji coba formula roti tawar untuk dilakukan substitusi selanjutnya. Formula roti tawar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Penggunaan bahan lain dalam formulasi ini dihitung berdasarkan basis tepung yang digunakan (100%). Dari kedua formula dasar roti, dipilih formula yang menghasilkan roti tawar dengan ciri-ciri yaitu mempunyai warna kulit (crust) berwarna kuning kecoklatan, warna remah (crumb) putih krem, tekstur remah yang lembut, aroma harum (khas roti), dan mempunyai pengembangan paling bagus.

Pengupasan Ubi Jalar ungu

Pemotongan (0.5; 1; 1.5 cm)

Pengukusan 100 oC (5, 7, 10, 15, dan 20 menit)

Pengecilan ukuran (penyawutan)

Pengeringan (oven pengering dan matahari)

Penggilingan

Pengayakan


(30)

17 Tabel 5. Formulasi dasar roti tawar

Bahan Formula I (%) Formula II (%)

Tepung terigu protein tinggi 100 100

Shortening 5 8

Gula pasir 6 7.5

Garam 2 2

Susu skim 2 2

Ragi instan 1 1

Bread improver 0.5 0.7

Air es 60 60

Formula roti tawar terbaik dari hasil pengamatan, bagian tepung terigu (100%) diganti beberapa bagian dengan tepung ubi jalar ungu hasil penelitian tahap I. Tepung ubi jalar ungu yang digunakan adalah 20%, 30%, dan 40%. Persentase tersebut dihitung dari 100% tepung terigu yang digunakan dalam formula dasar roti tawar. Tabel 6 menunjukkan formulasi roti tawar ubi jalar ungu.

Tabel 6. Formulasi roti tawar ubi jalar ungu

Bahan Substitusi 20% Substitusi 30% Substitusi 40%

Tepung terigu protein tinggi 80 70 60

Tepung ubi jalar ungu 20 30 40

Shortening 8 8 8

Gula pasir 7.5 7.5 7.5

Garam 2 2 2

Susu skim 2 2 2

Ragi instan 1 1 1

Bread improver 0.7 0.7 0.7

Air es 60 60 60

Emulsifier (SSL) 0.4 0.4 0.4

Roti tawar dalam penelitian ini dibuat dengan metode straight dough. Jumlah air yang digunakan dalam formulasi roti tawar ubi jalar ungu, sama dengan jumlah air yang digunakan dalam formulasi roti tawar 100% tepung terigu. Roti tawar yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar ungu tersebut diuji secara organoleptik berdasarkan uji rating hedonik oleh 70 panelis tidak terlatih menurut ASTM (American Standard Testing Material). Penilaian terhadap produk akan lebih difokuskan pada warna, aroma, tekstur, dan rasa. Pemberian skor pada uji rating hedonik menggunakan sistem skala kategori yaitu sangat suka (1), suka (2), agak suka (3), netral (4), agak tidak suka (5), tidak suka (6), dan sangat tidak suka (7). Hasil uji organoleptik tersebut dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan metode Duncan apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata antar sampel. Produk terpilih akan dianalisis secara kimia dan fisik.

Roti tawar dibuat dengan mencampur bahan dengan menggunakan varimikser (untuk basis tepung minimal 500 g). Semua bahan (kecuali shortening) dicampur dan diaduk pada


(31)

18 kecepatan sedang selama 6 menit hingga terbentuk bulatan adonan utuh. Shortening disisipkan di bagian tengah bulatan adonan tersebut dan diaduk kembali pada kecepatan sedang hingga semua bahan kalis (9-14 menit). Adonan yang telah kalis berarti semua bahan telah tercampur rata, tidak menempel pada wadah, dan kering pada bagian luar. Adonan yang telah kalis dibulatkan (punch) lalu difermentasi pada suhu ruang selama 60 menit. Setelah tahap fermentasi selesai, adonan tersebut dibagi (dividing) menjadi ukuran 350 g (sesuai volume loyang yang digunakan) kemudian dibulatkan (rounding) seperti bola dan diistirahatkan selama 20 menit. Adonan yang telah mengembang, ditekan dan di-roll hingga gasnya hilang (moulding). Tahap selanjutnya adalah pembentukan loaf roti tawar. Loaf tersebut dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan shortening untuk dilakukan proofing selama 60 menit pada suhu 38 oC dan RH 75%-85%. Tahap terakhir adalah pemanggangan pada suhu 190 oC selama ± 30 menit. Gambar 7 menunjukkan tahap pembuatan roti tawar metode straight dough.

Gambar 7. Diagram alir pembuatan roti tawar metode straight dough (Subarna, 1992) yang dimodifikasi

Pencampuran dan pengadukan (6 menit)

Fermentasi awal (27-30 oC, 80-85% RH, selama 60 menit)

Pembentukan (dividing, rounding, intermediate proofing, moulding)

Pemanggangan (190 oC selama 30 menit)

Roti tawar ungu

Proofing (38 oC, 75-85% RH, selama 60 menit)

Tepung terigu, tepung ubi jalar ungu, air, gula, susu skim, garam, ragi roti, bread improver

Depanning dan Pendinginan

Shortening

Pencampuran dan pengadukan hingga kalis (9-14 menit) Bulatan adonan


(32)

19

C.

ANALISIS

1.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan pada roti tawar ubi jalar ungu adalah uji rating hedonik. Panelis diminta untuk menilai produk pada 7 skala hedonik, sangat suka (1), suka (2), agak suka (3), netral (4), agak tidak suka (5), tidak suka (6), dan sangat tidak suka (7). Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang berjumlah 70 orang. Jumlah ini merupakan batas minimal panelis yang digunakan dalam uji rating hedonik menurut ASTM (American Standard Testing Material). Parameter yang digunakan dalam uji rating hedonik terhadap roti tawar ubi jalar adalah warna, aroma, tekstur, dan rasa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of Variance / ANOVA) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara ketiga tingkat substitusi yang diberikan pada taraf (α) 0.5%. Jika terdapat perbedaan, analisis dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Test.

2.

Analisis Fisik

a. Volume Spesifik Adonan

Pengukuran volume adonan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Gelas piala yang akan digunakan dalam pengukuran volume adonan diisi dengan jewawut hingga batas skala. Biji jewawut ini lalu disisihkan.

2. Adonan sejumlah 30 g yang telah kalis dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah diketahui volumenya lalu ditambahkan biji jewawut yang digunakan pada prosedur nomor 1 hingga batas skala.

3. Sisa biji jewawut yang tidak digunakan pada prosedur nomor 2 diukur volumenya dengan gelas ukur dan dicatat sebagai volume adonan (V)

4. Volume spesifik adonan ini dinyatakan dalam satuan cm3/g Volume spesifik adonan = V

30 g keterangan :

V = Volume roti yang diukur

b.

Potensi Pengembangan Adonan

Pengukuran potensi pengembangan adonan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Adonan sejumlah 30 g yang telah kalis dimasukkan ke dalam gelas piala dan diukur volumenya.

2. Volume adonan roti tersebut dicatat tiap 5 menit hingga volumenya menurun kembali. 3. Dibuat grafik hubungan volume adonan dengan waktu.


(33)

20

c.

Volume Spesifik Roti

Pengukuran volume roti dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Wadah yang akan digunakan dalam pengukuran volume roti diisi dengan jewawut hingga batas atas. Biji jewawut ini lalu disisihkan.

2. Potongan roti yang telah ditimbang (M) dimasukkan ke dalam wadah yang digunakan pada prosedur nomor 1 lalu diisi dengan biji jewawut pada prosedur nomor 1.

3. Sisa biji jewawut pada prosedur nomor 2 diukur volumenya dengan gelas ukur dan dicatat sebagai volume roti (V).

4. Volume spesifik roti dinyatakan dalam satuan cm3/g. Volume spesifik roti = V

M

keterangan :

V = Volume roti yang diukur M = Massa roti yang diukur

d.

Analisis Tekstur

Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 36 mm dengan radius* (P/36R) menggunakan 5 kg load cell. Pengaturan TAXT–2 yang digunakan adalah untuk sampel roti. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan ketegaran (firmness) roti menggunakan metode Standar AACC (74-09). Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness dalam Tabel 7.

Tabel 7. Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness

Mode : Measure Force in Compression

Option : Return to start

Pre-test speed : 1.0 mm/s

Test speed : 1.7 mm/s

Post-test speed : 10.0 mm/s

Strain : 40%

Trigger type : Auto –5 g

Tare mode : Auto

Data acquisition rate : 250 pps

Sampel roti dipotong dengan ketebalan 25 mm atau 12.5 mm. Jika sampel roti diiris dengan ketebalan 12.5 mm harus diukur menggunakan 2 potong secara bersamaan. Sampel diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu. Kurva tersebut menunjukkan karakteristik bread firmness. Kurva tersebut mempunyai puncak (+) yang diakibatkan oleh 40% kompresi. Nilai distance pada puncak (+) dicatat dan dikonversikan menjadi 25% kompresi dan dicatat force-nya. Nilai ini merupakan nilai bread firmness.


(34)

21 Sebelum dilakukan tes, „%strain‟ pengukuran harus dikalibrasi terlebih dahulu. Jarak antara ujung probe dengan landasan yang ideal adalah sekitar 30 mm.

e.

Analisis Warna (Metode Hunter)

Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter CR 310 Minolta. Sampel roti ditempatkan pada alas putih. Untuk sampel tepung ditempatkan pada wadah sampel tepung. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan derajat Hue. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Derajat Hue menunjukkan warna yang terlihat. Nilai hue dikelompokkan sebagai berikut : oHue 342-318 : Red purple; oHue 162-198 : Green; oHue 18-54 : Red; oHue 306-342 : Purple; oHue 54-90 : Yellow red; o

Hue 270-306: Blue purple; oHue 90-126 : Yellow; oHue 198-234 : Blue green; oHue 234-270 : Blue; dan oHue 126-162 : Yellow green.

3.

Analisis Kimia

a.

Kadar Air Metode Oven (Apriyantono

et al

. 1989)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (sekitar lima gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 oC selama kurang lebih enam jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :

Keterangan : % bb = kadar air per bahan basah (%) % bk = kadar air per bahan kering (%)

W = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kosong kering (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

b.

Kadar Abu (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400–600 oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3–5 g sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400– 600 oC selama 4–6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.


(35)

22 Keterangan : % bb = kadar abu per bahan basah (%)

% bk = kadar abu per bahan kering (%)

W = bobot bahan awal sebelum diabukan (g)

W1 = bobot contoh + cawan kosong setelah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

c.

Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100–110 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel tepung ditimbang sebanyak lima gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (heksana atau dietil eter).

Refluks dilakukan selama lima jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven yang bersuhu 100 oC sampai beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus :

Keterangan : % bb = kadar lemak per bahan basah (%) % bk = kadar lemak per bahan kering (%) W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

d.

Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)

Sejumlah kecil sampel (kira–kira membutuhkan 3–10 ml HCL 0.01N atau 0.02 N) yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 0.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1–1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH–Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes


(36)

23 indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu–abu. Penetapan blanko dilakukan dengan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus :

% N =

-kadar protein (%bb) = % N x faktor konversi

Keterangan : % bb = kadar protein per bahan basah (%) % bk = kadar protein per bahan kering (%) %N = kandungan nitrogen pada contoh (%)

e.

Kadar Karbohidrat (

by difference

)

Kadar karbohidrat basis basah dan basis kering dihitung dengan menggunakan persamaan (8.1) dan (8.2).

Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A+ KA + L) Kadar karbohidrat (% bk) = 100% - (P + A + L) Keterangan : % bb = kadar karbohidrat per bahan basah (%)

% bk = kadar karbohidrat per bahan kering (%) P = kadar protein (%)

A = kadar abu (%) KA = kadar air (%) L = kadar lemak (%)

f.

Kadar Serat Kasar (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis serat kasar adalah menimbang residu setelah contoh diperlakukan dengan asam dan basa kuat. Contoh digiling sampai dapat melewati saringan berdiameter 1 mm. Sebanyak 2 gram contoh ditimbang, diekstrak lemaknya dengan soxhlet dan pelarut petroleum eter atau heksana. Contoh bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 600 ml lalu ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0.255 N. Erlenmeyer tersebut diletakkan di pendingin balik (wadah harus dalam keadaan tertutup) dan dididihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan. Larutan NaOH 0.625 N sebanyak 200 ml ditambahkan kemudian contoh dididihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali digoyangkan. Kertas saring dikeringkan di dalam oven, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Contoh yang telah selesai


(37)

24 dididihkan, didinginkan dan disaring melalui kertas yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu di kertas saring dicuci dengan air mendidih dilanjutkan dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven 100-105 oC sampai berat konstan (1-2 jam), didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar serat kasar basis basah dan basis kering didasarkan pada persamaan :

Keterangan : % bb = kadar serat kasar per bahan basah (%) % bk = kadar serat kasar per bahan kering (%) W = bobot contoh (g)

W1 = bobot residu + kertas saring kering (g) W2 = bobot kertas saring kering (g)

g.

Total Antosianin (Giusti dan Worlstad 2001)

Sebanyak 1 g sampel diekstrak menggunakan metanol (85%) dan HCl (15%) dan didiamkan selama 2 jam pada ruang gelap. Sejumlah 1 ml sampel hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 9 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 9 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan potasium klorida dan sodium asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit.

Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan persamaan: A = [(A530-A700)pH1 – (A530 – A700)pH4.5]. Total antosianin dihitung sebagai sianidin-3-glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 26,900 L cm-1 dan berat molekul sebesar 449.2 g/mol. Total antosianin dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

A x BM x FP x 1000 Total Antosianin =

ε530 nm x b Keterangan :

A = Absobansi

ε = Koefisien absortivitas (26,900) b = Diameter kuvet (1 cm)

BM = Berat molekul Sianidin-3-Gikosida (449.2 g/mol) FP = Faktor pengenceran


(38)

25 Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg Cy-3-glikosida/100 g sampel. Pada penelitian ini, kadar antosianin diukur pada roti tawar ubi jalar ungu yang merupakan produk akhir.


(39)

26

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENELITIAN TAHAP I : PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

1.

Kondisi Proses

Desain proses pembuatan tepung ubi jalar ungu ditujukan agar dapat diterapkan di industri rumah tangga dan industri kecil, khususnya koperasi Harum Jaya, Cibungbulang, Bogor. Tepung ubi jalar ungu yang dibuat di koperasi Harum Jaya memiliki warna ungu pudar dan agak berwarna coklat. Tepung ubi jalar ungu tersebut dibuat seperti pembuatan tepung ubi jalar putih. Tepung ubi jalar ungu diperoleh dari pengeringan secara terpisah antara pati dan padatan (ampas) ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu yang telah dibersihkan, diparut lalu diperas untuk memisahkan ampas dan larutan pati. Larutan pati diendapkan untuk diambil patinya, dan dibuang airnya. Pati dan ampas ubi jalar ungu dijemur hingga kering. Ampas dan pati yang dijemur secara terpisah akan lebih cepat kering daripada parutan ubi jalar karena jumlah air yang harus diuapkan lebih sedikit. Umumnya penjemuran parutan ubi jalar membutuhkan waktu 2-3 hari, sedangkan penjemuran pati dan ampas ubi jalar secara terpisah hanya membutuhkan waktu 1 hari. Meskipun lebih efisien, cara ini kurang sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu karena akan menghasilkan tepung dengan penampakan warna ungu yang tidak cerah dan menarik seperti pada umbi basahnya. Gambar 8 menunjukkan tepung ubi jalar ungu yang dibuat dengan cara penjemuran ampas dan pati secara terpisah.

Gambar 8. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang dibuat dari penjemuran ampas dan pati secara terpisah

Warna tepung ubi jalar ungu pada Gambar 8 menunjukkan warna ungu pucat dan sedikit kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh terlarutnya antosianin ketika parutan ubi jalar ungu diperas. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air (Markakis 1982). Air perasan tersebut hanya diambil patinya saja, sehingga antosianin yang terkandung di dalamnya terbuang. Selain itu, pencampuran pati dan ampas yang telah kering pada proses penggilingan menyebabkan warnanya agak sedikit pucat karena warna putih pati ubi jalar ungu yang bercampur dengan ampas. Warna sedikit kecoklatan pada tepung ubi jalar disebabkan adanya pencoklatan enzimatis ketika dilakukan pemarutan. Pencoklatan ini terjadi karena enzim yang aktif dari ubi jalar belum sempat dinon-aktifkan sesaat setelah dikupas dan bereaksi dengan udara yang mengandung oksigen sehingga menghasilkan senyawa polifenol peroksidase.

Dalam tahap pertama penelitian dilakukan optimasi proses pembuatan tepung ubi jalar dengan modifikasi pengukusan pada potongan ubi jalar sehingga dihasilkan tepung dengan warna yang stabil, seragam, dan diharapkan memiliki kandungan antosianin yang optimal.


(1)

65 Lampiran 16 Hasil pengukuran volume spesifik roti tawar dengan 40% substitusi tepung ubi jalar

ungu Sampel

Massa potongan roti (g)

Volume potongan roti (cm3)

volume spesifik roti (cm3/g)

Loaf I 20.64 49.5 2.3983

13.73 33 2.4035

Loaf II 18.97 48 2.5303

10.34 25 2.4178

rata-rata 2.4375

Sd 0.0624

log C -1.6131

RSD analisis 2.5619

RSD hitung 3.4980

Sobek I 19.97 40.5 2.0280

18.2 37 2.0330

Sobek II 17.28 37 2.1412

15.22 32 2.1025

rata-rata 2.0762

Sd 0.0551

log C -1.6827

RSD analisis 2.6535


(2)

66 Lampiran 17 Potensi pengembangan adonan roti ubi jalar ungu substitusi 40%

Waktu (menit)

Volume (cm3)

U1 U2 Rata-rata

0 25 25 25

5 25 25 25

10 25 25 25

15 25 25 25

20 25 25 25

25 26 26 26

30 26 26 26

35 30 30 30

40 35 35 35

45 35 35 35

50 38 40 39

55 39 42 40.5

60 42 42 42

65 44 43 43.5

70 44 48 46

75 48 50 49

80 50 52 51

85 54 52 53

90 58 59 58.5

95 59 60 59.5

100 60 60 60

105 64 64 64

110 65 67 66

115 68 70 69

120 68 71 69.5

125 70 71 70.5

130 78 80 79

135 78 80 79

140 78 80 79

145 77 80 78.5

150 77 80 78.5

155 77 80 78.5

160 77 80 78.5

165 77 80 78.5


(3)

67 Lampiran 18 Hasil pengukuran warna roti ubi jalar ungu

L A b Hue

Sampel 1 1a 39.56 21.39 -0.32 358.2

39.57 21.38 -0.30 358.2 39.56 21.37 -0.30 358.3

2a 39.13 21.28 -0.32 358.4

39.58 21.52 -0.35 359.2 39.59 21.54 -0.35 358.3

3a 39.12 20.58 -0.33 357.8

39.25 20.80 -0.34 358.0 39.37 21.14 -0.36 358.0 Rata-rata 39.41 21.22 -0.33 358.3

Sampel 2 1b 39.22 21.61 -0.35 359.3

39.23 21.61 -0.38 359.2 39.25 21.66 -0.36 359.2

2b 36.71 21.34 -0.29 359.3

36.64 21.34 -0.28 359.5 36.87 21.34 -0.28 358.7

3b 38.27 22.42 -0.46 358.9

38.42 22.65 -0.45 358.9 38.38 22.57 -0.45 358.9 Rata-rata 38.11 21.84 -0.37 359.1 Lampiran 19 Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf

Sampel Ulangan

Bobot sampel (g)

Bobot cawan kosong (g)

Bobot cawan dan sampel

akhir (g)

Kadar air (%bb)

Kadar air (%bk)

1 1 5.0197 3.1286 6.7242 28.3702 39.6067

2 5.0624 3.0775 6.7076 28.2929 39.4562

2 1 5.0350 3.1363 6.7147 28.9295 40.7053

2 5.0125 3.1470 6.7206 28.7062 40.2647

rata-rata 28.5747 40.0083

Sd 0.2969 0.5824

log C -0.5440 -0.3979

RSD analisis 1.0389 1.4558

RSD hitung 2.4150 2.2957

Lampiran 20 Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek

Sampel Ulangan

Bobot sampel (g)

Bobot cawan kosong (g)

Bobot cawan dan sampel

akhir (g)

Kadar air (%bb)

Kadar air (%bk)

1 1 5.0144 3.1288 6.7754 27.2774 37.5089

2 5.0195 3.1609 6.8237 27.0286 37.0400

2 1 5.0175 3.1371 6.7865 27.2666 37.4884

2 5.0124 3.1913 6.8527 26.9532 36.8985

rata-rata 27.1314 37.2339

Sd 0.1653 0.3112

log C -0.5665 -0.4291

RSD analisis 0.6091 0.8358


(4)

68 Lampiran 21 Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf

Sampel Ulangan

Bobot sampel (g)

Bobot cawan kosong (g)

Bobot cawan dan sampel akhir

(g)

kadar abu (%bb)

Kadar abu (%bk)

1 1 3.0094 25.5039 25.5593 1.8409 2.5774

2 3.0290 22.0517 22.1079 1.8554 2.5977

2 1 3.0444 35.0154 35.0708 1.8197 2.5477

2 3.0924 18.1487 18.2066 1.8723 2.6214

rata-rata 1.8471 2.5860

Sd 0.0223 0.0312

log rata-rata -1.7335 -1.5874

RSD analisis 1.2077 1.2077

RSD hitung 3.6471 3.4670

Lampiran 22 Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek

Sampel Ulangan

Bobot sampel (g)

Bobot cawan kosong (g)

Bobot cawan dan sampel akhir

(g)

kadar abu (%bb)

Kadar abu (%bk)

1 1 3.0094 25.5039 25.5593 1.8409 2.5263

2 3.0290 22.0517 22.1079 1.8554 2.5462

2 1 3.0444 35.0154 35.0708 1.8197 2.4973

2 3.0924 18.1487 18.2066 1.8723 2.5695

rata-rata 1.8471 2.5348

Sd 0.0223 0.0306

log rata-rata -1.7335 -1.5961

RSD analisis 1.2077 1.2077

RSD hitung 3.6471 3.4774

Lampiran 23 Kadar lemak roti ubi jalar ungu 40%

Sampel Ulangan

Bobot sampel kering (g)

Bobot labu kosong (g)

Bobot labu setelah disoxlet

(g)

Kadar lemak (%bk)

1 1 3.0272 56.5431 56.769 7.4623

2 3.0240 60.8768 61.101 7.4140

2 1 3.0220 57.0979 57.322 7.4156

2 3.0208 60.8769 61.1055 7.5675

rata-rata 7.4649

Sd 0.0720

log rata-rata -1.1270 RSD analisis 0.9647


(5)

69 Lampiran 24 Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf

Sampel Ulangan

Bobot sampel

(g) ml HCl N HCl % N

Kadar protein

(%bb)

Kadar protein (%bk)

1 1 0.1504 5.40 0.0217 1.0911 6.8191 9.5472

2 0.1505 5.50 0.0217 1.1105 6.9408 9.7176

2 1 0.1570 5.75 0.0217 1.1129 6.9559 9.7387

2 0.1524 5.40 0.0217 1.0767 6.7297 9.4220

Kadar air 28.5747 % rata-rata 6.8614 9.6064

Sd 0.1070 0.1499

log C -1.1636 -1.0174

RSD analisis 1.5601 1.5601 RSD hitung 2.9934 2.8456 Lampiran 25 Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek

Sampel Ulangan

Bobot sampel

(g) ml HCl N HCl % N

Kadar protein

(%bb)

Kadar protein

(%bk)

1 1 0.1504 5.40 0.0217 1.0911 6.8191 9.3581

2 0.1505 5.50 0.0217 1.1105 6.9408 9.5251

2 1 0.1570 5.75 0.0217 1.1129 6.9559 9.5458

2 0.1524 5.40 0.0217 1.0767 6.7297 9.2353

Kadar air 27.1314% rata-rata 6.8614 9.4161

Sd 0.1070 0.1469

log C -1.1636 -1.0261

RSD analisis 1.5601 1.5601 RSD hitung 2.9934 2.8542

Lampiran 26 Kadar serat roti ubi jalar ungu 40% Sampel Ulangan

Bobot sampel (g)

Bobot kertas (g)

Bobot kertas

dan sampel (g) Kadar serat (%bk)

1 1 1.0088 0.5470 0.5800 3.2712

2 1.0040 0.5408 0.5741 3.3167

2 1 1.0026 0.5693 0.6016 3.2216

2 1.0040 0.5723 0.6045 3.2072

rata-rata 3.2542

Sd 0.0499

log C -1.4876

RSD analisis 1.5337


(6)

70 Lampiran 27 Hasil analisis Aw roti ubi jalar ungu 40%

Bentuk roti

Ulangan

Rata-rata Sd

RSD

analisis log C

RSD hitung

1 2 3

Loaf I 0.8370 0.8760 0.8920 0.8683 0.0283 3.2580 -2.0613 4.0859

Loaf II 0.8360 0.8760 0.8840 0.8653 0.0257 2.9718 -2.0628 4.0880 0.8668 0.0242 2.7959 -2.0621 4.0870

Sobek I 0.8630 0.8780 0.8840 0.8750 0.0108 1.2362 -2.0580 4.0812 Sobek II 0.8610 0.8630 0.8860 0.8700 0.0139 1.5968 -2.0605 4.0847 0.8725 0.0115 1.3143 -2.0592 4.0830

Lampiran 28 Hasil analisis kadar antosianin roti ubi jalar ungu Sampel Ulangan

Total antosianin (mg Cy-3-glukosida /100g)

Rerata Total antosianin (mg Cy-3-glukosida /100g)

1 1 94.93

96.41±1.43 96.60

94.93

Rata-rata 95.52

2 96.02

94.68 95.60

Rata-rata 95.35

2 1 97.52

96.44 97.52

Rata-rata 97.19

2 95.43

100.28 96.94