Peningkatan Kualitas Pasta Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) Varietas Ayamurasaki melalui Proses Hidrolisis Enzimatis

PENINGKATAN KUALITAS PASTA UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas L.) VARIETAS AYAMURASAKI MELALUI
PROSES HIDROLISIS ENZIMATIS

VIERA THEODORA ASMARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Kualitas
Pasta Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) Varietas Ayamurasaki melalui Proses
Hidrolisis Enzimatis” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Viera Theodora
NIM F351100121

RINGKASAN
VIERA THEODORA ASMARA. Peningkatan Kualitas Pasta Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L.) Varietas Ayamurasaki melalui Proses Hidrolisis Enzimatis.
Dibimbing oleh TITI CANDRA SUNARTI dan ERLIZA NOOR.
Ubi jalar ungu merupakan salah satu komoditas sumber utama prebiotik
oligosakarida dan antosianin, serta memiliki potensi besar sebagai bahan industri
pangan dalam negeri. Dalam rangka meningkatkan nilai tambah ubi jalar ungu,
produk pasta ubi jalar ungu yang diproses dari hidrolisis enzimatis, dikembangkan.
Penelitian ini bertujuan mencari kondisi pengolahan terbaik untuk
mempertahankan atau meningkatkan komponen prebiotik dan antosianin tersebut
pada produk akhir pasta yang dihasilkan. Ubi jalar ungu dari kultivar
Ayamurasaki dipanaskan dengan pengukusan atau microwave, dihaluskan,
ditambahkan air hingga konsentrasi 80% (w/v), dan dihidrolisis oleh enzim
xilanase (1U atau 2U), selulase (1U atau 2U), dan α-amilase (1U) secara
konsorsium pada suhu 50oC dan 60oC.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pemasakan berpengaruh
signifikan terhadap karakteristik pasta hidrolisat ubi ungu yang dihasilkan. Pasta
dari ubi yang dikukus memiliki nilai antosianin, derajat polimerisasi (DP), dan
tingkat prebiotik terhadap Lactobacillus acidophilus yang signifikan lebih tinggi
dari proses microwave. Pengukusan meningkatkan daya prebiotik pasta sebanyak
8,44–10,43% dibandingkan kontrol MRSB, sedangkan microwave sebanyak 5,09–
7,32%. Kombinasi perlakuan terbaik ditemukan pada perlakuan pengukusan, suhu
hidrolisis 50oC, dan rasio dosis enzim xilanase dan selulase 2U:1U. Karakteristik
pasta yang dihasilkan dari proses tersebut meliputi : kadar antosianin 217,80
mg/100g, DP 15,41, dan jumlah bakteri Lactobacillus acidophilus secara in-vitro
sebanyak 10 log CFU/ml. Terdapat hubungan antara Derajat Polimerisasi (DP)
dengan jumlah bakteri di mana semakin tinggi nilai DP mengakibatkan semakin
tingginya jumlah bakteri. Namun pada DP 18 – 20, jumlah bakteri menunjukkan
jumlah konstan dan pada DP > 20 terdapat penurunan jumlah bakteri.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa pengukusan menghasilkan
pasta hidrolisat ubi ungu dengan karakteristik fungsional prebiotik dan antosianin
lebih baik dari microwave, dan adanya penambahan enzim konsorsium dapat
meningkatkan kualitas prebiotik pasta ubi jalar ungu.
Kata kunci: pasta ubi jalar ungu, hidrolisis enzim konsorsium, prebiotik,
..antosianin


SUMMARY
VIERA THEODORA ASMARA. Quality Improvement of Purple Sweet Potato
Paste (Ipomoea batatas L.) Ayamurasaki through Enzymatic Hydrolysis.
Supervised by TITI CANDRA SUNARTI and ERLIZA NOOR.
Purple sweet potato is a vast source of oligosaccharide prebiotic and healthpromoting anthocyanin pigment. This research attempts to explore the potential of
purple sweet potato as a functional food material by utilizing these two
components. The product being developed in this research was purple sweet
potato paste, produced through enzymatic hydrolysis. Purple sweet potato of
Ayamurasaki cultivar was heated by either steaming or microwave, grinded,
added with water to 80% (w/v) concentration, and hydrolyzed with enzymes of αamylase (1U), xylanase (1U or 2U), and cellulase (1U or 2U) in a simultaneous
consortium at temperature 50oC or 60oC.
The result demonstrated that heating method had significant effect toward
hydrolysate paste characteristics. The paste made of steamed sweet potato had
significantly higher anthocyanin content, degree of polymerization (DP), and
prebiotic level than the paste made of microwave-heated sweet potato. The
highest anthocyanin content was found in steaming and hydrolysis temperature
50oC. Steaming and microwave heating increased the prebiotic level of paste up
to 8.44–10.43% and 5.09–7.35% compared to MRSB control, respectively.
Combination of treatment producing the best characteristics of hydrolysate paste

was from steaming and enzyme dosage of xylanase-cellulase 2U:1U. The paste
properties produced were as follows : anthocyanin 217.80 mg/100g, DP 15.41,
and total in-vitro amount of Lactobacillus acidophilus 10 log CFU/ml.There was a
significant relationship between DP value and bacteria amount where the latter
increased as DP increased. On DP 18 – 20, the bacteria amount was showing a
constant number which then decreased subsequently in DP higher than 20.
Overall, it could be concluded that the steaming process produces a
hydrolysate paste of purple-fleshed sweet potato with a better anthocyanin and
prebiotic properties than microwave. Addition of consortium enzymes are able to
enhance the prebiotic properties of purple-fleshed sweet potato paste.
Keywords: purple fleshed sweet potato, hydrolysate paste, enzyme consortium,
prebiotic, anthocyanin

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

PENINGKATAN KUALITAS PASTA UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas, L. cv Ayamurasaki) MELALUI PROSES
HIDROLISIS ENZIMATIS

VIERA THEODORA ASMARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

ii

Penguji pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS.

iii
Judul Tesis : Peningkatan Kualitas Pasta Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.)
Varietas Ayamurasaki melalui Proses Hidrolisis Enzimatis
Nama
: Viera Theodora Asmara
NIM
: F351100121
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Titi Candra Sunarti, MSi
Ketua


Prof Dr Erliza Noor, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
19 Agustus 2014
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Titi Candra Sunarti dan Ibu
Prof Dr Erliza Noor selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Liesbetini Hartoto selaku
dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para
asisten laboraturium Teknologi Industri Pertanian seperti Ibu Rini, Ibu Ega, Ibu
Sri, Ibu Diah, dan Pak Dwi yang telah membantu selama proses penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Viera Theodora Asmara


v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
M

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

4

3 METODOLOGI PENELITIAN
Bahan Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Tahapan dan Metode Penelitian
Rancangan Percobaan


11
11
11
11
12

m

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

14

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

28
28
28

m

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

29
36
91

vi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Kandungan proksimat berbagai jenis ubi jalar per 100g bahan
Beberapa metode produksi prebiotik
Rancangan kombinasi perlakuan yang diujikan dalam penelitian
Karakteristik fisikokimia ubi ungu Ayamurasaki
Pengaruh metode pemasakan terhadap komposisi kimia ubi ungu
Aktivitas enzim α-amilase, xilanase, dan selulase

4
10
13
14
16
17

vii

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Bagan alir kerangka perumusan masalah penelitian
Struktur antosianin yang paling banyak ditemui di alam
Diagram alir pembuatan pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Langkah dan susunan perlakuan yang diujikan dalam penelitian
Grafik pengaruh metode pemasakan terhadap viskositas pasta
hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik pengaruh metode pemasakan terhadap kadar gula total pasta
hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik pengaruh metode pemasakan terhadap kadar gula pereduksi
pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik pengaruh metode pemasakan terhadap derajat polimerisasi
pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik pengaruh metode pemasakan terhadap kadar antosianin pasta
hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik pengaruh suhu hidrolisis terhadap kadar viskositas pasta
hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik pengaruh suhu hidrolisis terhadap kadar antosianin pasta
hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik pengaruh dosis enzim terhadap kadar gula total pasta hidrolisat
ubi jalar ungu
Grafik pengaruh dosis enzim terhadap kadar antosianin pasta
hidrolisat ubi jalar ungu
Grafik perbandingan jumlah bakteri Lactobacillus acidophilus pada
semua perlakuan hidrolisis
Grafik hubungan antara derajat polimerisasi pasta dengan jumlah
bakteri ..Lactobacillus acidophilus

2
9
12
13
19
20
20
21
22
23
24
25
25
26
27

viii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Prosedur pelaksanaan analisis
Data viskositas pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Data gula total pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Data gula pereduksi pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Data derajat polimerisasi pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Data kadar antosianin pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Data jumlah BAL pasta hidrolisat ubi jalar ungu

37
44
47
50
53
54
57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi jalar adalah salah satu komoditas utama Indonesia yang memiliki
banyak potensi untuk dikembangkan, baik dalam industri pangan maupun
nonpangan. Dalam segi produktivitas, ubi jalar memiliki berbagai kelebihan
seperti cocok untuk semua jenis tanah, kebutuhan pupuk rendah, masa panen
pendek yakni 3-4 bulan (Departemen Pertanian, 2005), serta memiliki
produktivitas tinggi yaitu sebesar 2,05 juta ton di seluruh Indonesia pada tahun
2010, dan jumlah tersebut diprediksikan meningkat menjadi 2,6 juta ton pada
tahun 2013 – 2014 (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013).
Pemanfaatan ubi jalar di dalam negeri masih terbatas sebagai makanan kecil.
Di Indonesia, 89% produksi ubi jalar digunakan sebagai bahan pangan dengan
tingkat konsumsi 7,9 kg/kapita/tahun, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk
bahan industri terutama saus dan pakan ternak (Jusuf et al., 2008).
Salah satu varian ubi jalar adalah ubi ungu. Warna ungu pada ubi ini
disebabkan oleh kandungan antosianin, dan merupakan daya tarik visual tersendiri
bagi konsumen. Antosianin memiliki berbagai manfaat kesehatan seperti
antioksidan, anti-mutagenik, anti-karsinogen, dan anti-hipertensi (Ahmed et al.,
2010).
Secara umum, ubi jalar merupakan sumber oligosakarida. Nuraida (2004)
menyatakan bahwa oligosakarida ubi jalar memiliki sifat prebiotik yang mampu
mendukung pertumbuhan bakteri probiotik Lactobacillus dan Bifidobacterium
dalam pencernaan. Prebiotik oligosakarida memiliki berbagai fungsi kesehatan
seperti mencegah kanker usus, menghambat pertumbuhan patogen dalam tubuh,
mengikat kolesterol, dan meningkatkan imunitas tubuh (FAO, 2007).
Penelitian terdahulu telah mengungkapkan pemanfaatan nilai fungsional
prebiotik dalam ubi jalar, termasuk ubi jalar ungu. Khoiriyah (2012)
mengemukakan pembuatan produk sinbiotik berupa es krim dan minuman
berbasis ubi ungu Ayamurasaki yang digabungkan dengan bakteri probiotik
Lactobacillus casei. Sayuti et al. (2013) mengemukakan penambahan ekstrak ubi
jalar ungu Ayamurasaki dan susu skim untuk produk sinbiotik yoghurt jagung
manis dengan kultur L.acidophilus dan Bifidobacterium sp. Semua penelitian ini
mengkonfirmasi adanya sifat prebiotik dalam ubi jalar ungu.
Dalam penelitian ini akan dikembangkan proses pengolahan ubi jalar ungu
sebagai pasta dengan menggali kedua sifat fungsional tersebut, yakni prebiotik
dan antosianin. Pasta ini diproduksi melalui proses hidrolisis ubi dengan
penambahan enzim α-amilase, selulase, dan xilanase secara konsorsium. Tujuan
penambahan enzim-enzim ini adalah untuk memanfaatkan komponen karbohidrat
dalam ubi jalar seperti pati, selulosa, dan hemiselulosa dengan mengkonversinya
menjadi sakarida-sakarida dengan rantai lebih pendek, dengan demikian
menambah nilai prebiotik pada pasta yang akan dibuat, di samping oligosakarida
yang telah dimiliki oleh ubi jalar itu sendiri. Hidrolisis selulosa dan hemiselulosa
dikatalis oleh enzim selulase dan xilanase, sedangkan hidrolisis pati dikatalis oleh
enzim α-amilase (Sunarti et al., 2012).

2
Penelitian hampir serupa mengenai pemanfaatan ubi jalar sebagai pasta
hidrolisat telah dibahas oleh Truong dan Avula (2010). Dalam penelitian tersebut,
ubi jalar diberi perlakuan pengecilan ukuran dan pemanasan pada suhu 65–75oC
selama 10–60 menit hingga tergelatinisasi. Pada suhu tersebut, enzim α-amilase
dan β-amilase endogenik menjadi aktif dan mampu menghidrolisis pati ubi jalar
menjadi maltosa. Ubi tersebut kemudian dihaluskan, dikemas dalam kaleng, dan
disterilisasi. Penelitian lain oleh Bridgers et al. (2010) memanfaatkan ubi jalar
ungu sebagai sumber isolat antosianin dengan ekstraksi oleh pelarut metanol asam
70%, sedangkan residu padatan ubi yang tersisa dari proses tersebut dihidrolisis
lanjut menjadi gula-gula sederhana oleh enzim α-amilase dan glukoamilase.
Penelitian ini juga dimaksudkan untuk menentukan kondisi pengolahan dan
hidrolisis terbaik untuk menghasilkan pasta dengan karakteristik terbaik namun
tanpa mengorbankan nilai nutrisi dari ubi jalar ungu tersebut, terutama antosianin.
Permasalahan utama antosianin adalah sifatnya yang labil terhadap proses
pengolahan seperti pemanasan, esktraksi, dan penyimpanan. Penguraian
antosianin berakibat pada hilangnya warna ungu serta sifat fungsional yang
terkandung dalam pigmen tersebut (Wrostald et al., 2005).
Dengan memandang keadaan di atas, perlu dilakukan langkah untuk
mendongkrak pengolahan dan nilai produk ubi jalar ungu di mata masyarakat,
khususnya Indonesia. Dalam rangka memenuhi tujuan itu, langkah yang akan
ditempuh pada penelitian ini adalah mengolah ubi jalar ungu menjadi pasta
prebiotik. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat mendukung
pengembangan agroindustri ubi jalar, khususnya ubi jalar ungu, sebagai produk
pangan fungsional berbasis komoditas lokal.
Perumusan Masalah
Pengolahan ubi jalar ungu sebagai pasta melalui proses hidrolisis enzimatis
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah komoditas ini
sebagai bahan industri pangan lokal, dengan antosianin dan prebiotik sebagai
parameter kunci dari kualitas produk. Dengan demikian, perlu dicari metode
pengolahan yang tepat untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan kedua
kualitas tersebut. Bagan alir perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir kerangka perumusan masalah penelitian

3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengolahan khususnya
metode pemasakan dan hidrolisis enzimatis untuk menghasilkan pasta hidrolisat
ubi jalar dengan karakteristik terbaik.
Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan suatu produk
berbasis ubi jalar ungu terutama dengan memanfaatkan nilai komponen antosianin
dan prebiotiknya. Produk ini diharapkan dapat meningkatkan nilai komoditas ubi
jalar ungu dengan menjadikannya suatu produk intermediate yang dapat
diaplikasikan dalam industri pangan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang ilmu teknologi pangan dan
teknologi industri pertanian, khususnya kimia pangan dan teknologi proses
pengolahan dalam rangka mempertahankan kualitas fungsional ubi jalar ungu
pada produk akhir yang dihasilkan.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan tanaman tropis dan dapat tumbuh dengan baik pada
hawa panas, udara lembab, suhu optimum 27oC, dan lama penyinaran 11 – 12 jam
per hari. Ubi jalar tergolong tanaman berumur pendek. Tanaman ini hanya satu
kali berproduksi kemudian mati. Di Indonesia, ubi jalar adalah sumber
karbohidrat keempat di Indonesia setelah beras, jagung, dan ubi kayu. Sekitar
89% produksi ubi jalar di Indonesia digunakan untuk bahan pangan, sisanya untuk
pakan ternak dan bahan baku industri (Juanda dan Bambang, 2004 dalam
Wahyuni, 2008).
Secara taksonomi, ubi jalar (Ipomoea batatas, L.) termasuk pada divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotiledone, ordo Convolvulales,
dan famili Convolvulaceae.
Di samping karbohidrat yang tinggi, ubi jalar juga mengandung berbagai
nutrisi lain seperti vitamin A, vitamin C, thiamin, riboflavin, dan lain-lain.
Kandungan nutrisi ubi jalar dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan proksimat berbagai jenis ubi jalar per 100 g bahan (Direktori
miiGizi Depkes RI, 1981 dalam Jamriyanti, 2007)
Kandungan
Ubi Putih
Ubi Ungu
Ubi Kuning
Kalori (kal)
123
123
136
Protein (g)
1,8
1,8
1,1
Lemak (g)
0,7
0,7
0,4
Karbohidrat (g)
27,9
27,9
32,2
Air (g)
68,5
68,5
Serat kasar (g)
0,9
1,2
1,4
Keterangan tanda (–) : analisis tidak dilakukan

Daerah sentra produksi ubi jalar di Indonesia di antaranya meliputi Jawa
Barat, Papua, dan Sumatera Barat. Dari segi produksi, ubi jalar memiliki berbagai
kelebihan seperti kebutuhan pupuk yang rendah, tahan tumbuh di lahan kering,
sangat toleran terhadap kemarau, dan masa panen yang singkat (Departemen
Pertanian, 2006).
Di Indonesia, variasi pemanfaatan ubi jalar tidak terlalu banyak karena
komoditas ini dianggap sebagai makanan kecil di samping nasi, bahkan makanan
pokok untuk kelas ekonomi bawah. Padahal di Amerika Serikat misalnya, justru
ubi jalar menjadi bahan baku olahan penting seperti gula cair (Purnama, 2004). Di
Jepang sendiri, ubi jalar ungu telah banyak digunakan sebagai zat pewarna alami
untuk makanan, penawar racun, pencegah sembelit, membantu menyerap
kelebihan lemak dalam darah, serta baik untuk dikonsumsi oleh penderita jantung
koroner (Rozi dan Krisdiana, 2005).
Ubi jalar ungu adalah bahan yang dipilih dalam penelitian ini karena adanya
kandungan fungsional yang membentuk pigmen utama ubi jalar ungu, yakni
antosianin. Antosianin pada ubi jalar ungu memiliki berbagai manfaat bagi
kesehatan seperti mengikat radikal bebas, anti-mutagenik, anti-karsinogen, dan
anti-hipertensi (Ahmed et al., 2010). Di samping itu, kelebihan lain ubi jalar ungu

5
adalah kandungan lisin dan mineral seperti Cu, Mg, K, dan Zn yang rata-rata lebih
tinggi dari ubi jalar lain hingga 20% (Nur, 2010).
Walaupun memiliki manfaat kesehatan yang besar, pemanfaatan ubi jalar
ungu di Indonesia masih terbatas pada sejumlah kecil produk pangan saja, paling
banyak dijumpai di pasaran adalah keripik (Rozi dan Krisdiana, 2005).
Pada suatu penelitian oleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan
Umbi-Umbian dilakukan sebuah survei untuk mengetahui penerimaan umum
masyarakat dan calon konsumen terhadap ubi jalar ungu dibandingkan ubi jalar
lain, seperti ubi jalar putih dan kuning (Rozi dan Krisdiana, 2005). Survei
dilakukan terhadap 100 orang di Jawa Timur yang terdiri dari 40% konsumen
(20% pedesaan dan 20% perkotaan), 40% produsen (petani), 10% pedagang, dan
10% pengolah (industri). Hasilnya, 93% responden dari kelompok konsumen
menyatakan bahwa ubi jalar ungu tersebut memiliki karakteristik fisik (warna,
rasa, dan kandungan gizi) yang lebih disukai daripada ubi jalar yang lebih banyak
beredar di pasar, yakni ubi jalar putih dan kuning.
Walau penelitian tersebut hanya terbatas pada jumlah responden dan
cakupan wilayah yang kecil, namun dapat memberikan gambaran bahwa ubi jalar
ungu menerima respon yang cukup baik pada masyarakat, khususnya pihak
konsumen. Hal ini juga mengindikasikan adanya potensi pasar yang cukup baik
bagi ubi jalar ungu maupun produk olahannya.
Ubi jalar ungu dalam penelitian ini dijadikan produk pasta hidrolisat melalui
proses enzimatis. Pasta ini merupakan bahan fungsional dalam industri pangan
dan dapat dimanfaatkan pada berbagai produk seperti sup instan, makanan sereal,
makanan bayi, makanan sarapan, dan dessert. Di Jepang, pasta ubi jalar juga telah
dimanfaatkan sebagai campuran dalam produk roti dan es krim. Di Korea,
pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai pasta dan bahan pewarna alami telah diatur
dalam ketentuan resmi negara tersebut (Truong dan Avula, 2010).
Pati
Pati merupakan salah satu polimer karbohidrat yang paling melimpah di
alam, yang terdiri dari dua penyusun utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Keduanya merupakan polimer α-D-glukosa yang terhubung ikatan-(1→4)
glikosidik dengan rantai yang pendek atau panjang. Amilopektin, penyusun utama
kebanyakan pati, terdiri dari rantai-rantai pendek yang banyak yang terikat
bersama pada ujung pereduksinya dengan ikatan-(1→6), sehingga membuat
polisakarida ini memiliki banyak cabang. Di sisi lain, amilosa hanya terdiri dari
rantai panjang tunggal atau sedikit, sehingga molekulnya linear atau hanya sedikit
bercabang. Kebanyakan pati mengandung kadar amilosa sebesar 20 – 30%
(Bertoft, 2004). Menurut Zhu dan Wang (2014), ubi jalar mengandung pati hingga
sekitar 80% bahan kering.
Granula pati bersifat tidak larut dalam air dingin. Dalam proses pemanasan,
granula pati akan mengalami pengembangan ukuran atau swelling. Ketika
pemanasan dilakukan dengan keberadaan air, granula pati akan mengabsorbsi air
dan mengembang sementara komponen pati mengalami leaching dan
kelarutannya berubah. Proses ini disebut sebagai gelatinisasi (Zhu dan Wang,
2014). Ketika pati tersebut didinginkan, rantai amorf mengalami interaksi
molekular melalui ikatan hidrogen. Pendinginan pati secara cepat mengubah

6
struktur pati menjadi gel, sedangkan pendinginan lambat membuat komponen
rantai lurus membentuk struktur sferokristal. Gejala ini disebut retrogradasi (de
Man, 2007).
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi sifat fungsional pati dalam
pemanasan dan pendinginan, seperti rasio amilosa – amilopektin, keberadaan
komponen minor seperti lemak dan fosfor, dan kondisi pengolahan seperti tekanan,
suhu, dan kecepatan pendinginan (Zhu dan Wang, 2014).
Produk Hidrolisat Pati
Hidrolisis pati merupakan proses yang memecahkan ikatan yang
menghubungkan unit desktrosa pada rantai pati tersebut (Olsen, 1995). Hidrolisis
pati dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam, enzim, atau gabungan
keduanya. Produk hidrolisat pati merupakan bahan komersil yang penting baik
dalam industri pangan maupun nonpangan, seperti soft drink, confectionery, dan
bahan aditif dalam deterjen.
Metode dan tingkat hidrolisis mengubah komposisi karbohidrat dan sifat
fungsional produk akhir yang dihasilkan. Produk-produk hasil hidrolisis pati
umumnya dikarakterisasi berdasarkan derajat hidrolisisnya, yang terdiri dari
tingkat konversi pati tinggi dan rendah. Tingkat hidrolisis pati dinyatakan dengan
nilai DE (Dextrose Equivalent) yang menunjukkan persentase dari dekstrosa
murni dalam basis berat kering pada produk hidrolisis (Synowiecki, 2007). DE
juga merupakan indikasi dari reducing power, stabilitas, dan sifat fungsional.
Produk hidrolisat pati dengan nilai DE lebih dari 20 dimanfaatkan untuk berbagai
macam sirup tergantung sumber karbohidratnya, misalnya sirup jagung (Kennedy
et al., 1995).
Beberapa contoh produk hidrolisat pati yang banyak digunakan pada
berbagai industri adalah sirup glukosa, sirup maltosa, dan sirup fruktosa.
Enzim Penghidrolisis Pati
α-Amilase
Secara alami, enzim α-amilase terdapat pada semua kelas biologis mulai
dari bakteri, fungi, tumbuhan, dan hewan. Pada hewan, enzim ini ditemukan pada
berbagai organ mamalia seperti kelenjar saliva dan pankreas. Pada manusia, αamilase ini terdapat pada saliva dalam bentuk ptyalin. Semua α-amilase ini tidak
identik, memiliki spesifikasi tersendiri dan memproduksi malto-oligosakarida
berbeda-beda secara spesifik pula. Enzim α-amilase juga telah dipurifikasi dan
dikristalisasi dari berbagai mikroba, seperti Bacillus amyloliquefaciens, B. subtilis,
B. coagulans, Pseudomonas saccharophila, dan Aspergillus oryzae (Robyt, 2009).
Enzim α-amilase merupakan endo-amilase yang bekerja dengan
menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosida pada amilopektin secara acak. Enzim ini
terdiri dari dua golongan yakni enzim yang tahan dan enzim yang labil terhadap
suhu tinggi. Enzim yang tahan suhu tinggi digunakan dalam proses likuifikasi,
sedangkan yang labil digunakan dalam proses sakarifikasi (Synowiecki, 2007).
Tergantung sumbernya, enzim α-amilase dapat memiliki perbedaan
kestabilan. Enzim α-amilase yang diperoleh dari B.subtilis memiliki aktivitas
optimal pada pH 6,5 dan suhu 72OC. Enzim yang diperoleh dari B.licheniformis

7
atau bernama dagang Termamyl, lebih tahan suhu tinggi dari enzim-enzim αamilase lainnya, hingga 95 – 105oC. Sifat ini sangat bermanfaat pada proses
likuifikasi pati yang memerlukan suhu tinggi (Robyt, 2009).
Xilanase
Xilanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan
menghidrolisis hemiselulosa dalam hal ini ialah xilan atau polimer dari xilosa dan
xilo-oligosakarida. Xilanase dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat yang
dihidrolisis, yaitu β-xilosidase, eksoxilanase, dan endoxilanase (Biely et al., 1997).
β-xilosidase merupakan xilanase yang mampu menghidrolisis xilooligosakarida
rantai pendek menjadi xilosa. Aktivitas enzim akan menurun dengan
meningkatnya rantai xilooligosakarida. Xilosa selain merupakan hasil hidrolisis
juga merupakan inhibitor bagi enzim β-xilosidase. Sebagian besar enzim βxilosidase yang berhasil dimurnikan masih menunjukkan adanya aktivitas
transferase yang menyebabkan enzim ini kurang dapat digunakan industri
penghasil xilosa.
Eksoxilanase mampu memutus rantai polimer xilosa (xilan) pada ujung
reduksi, sehingga menghasilkan xilosa sebagai produk utama dan sejumlah
oligosakarida rantai pendek. Oligosakarida rantai pendek inilah yang nantinya
memiliki potensi aktivitas prebiotik yang bermanfaat bagi kesehatan (Musatto dan
Mancilha, 2007). Enzim ini dapat mengandung sedikit aktivitas transferase
sehingga potensial dalam industri penghasil xilosa. Golongan ketiga, endoxilanase
mampu memutus ikatan β 1-4 pada bagian dalam rantai xilan secara acak,
menghasilkan xylooligosakarida. Xilanase bekerja optimal pada suhu 50 – 60oC
(Pastor et al., 2007) dan pH 9 (Richana, 2010).
Mikroorganisme yang memproduksi xilanase dari golongan kapang di
antaranya adalah Aspergillus sp. , Criptococcus flavus, Neurospora crassa,
Penicillium sp., dan Trichoderma sp. Sedangkan dari golongan bakteri adalah
Aeromonas sp., Bacillus sp., Clostridium sp., Fibrobacter succinogenes,
Streptomyces sp., dan Thermoanaerobacterium.
Selulase
Selulase (1,4-(1,3;1,4)-β-D-glukan-4-glukanohidrolase) merupakan enzim
yang dapat menghidrolisis selulosa. Selulosa merupakan polisakarida linear dari
residu-residu glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4, bersifat tak larut,
memiliki ikatan hidrogen kuat, terbangun dari rantai anhidroglukosa dari 15 –
10.000 unit glukosa, dan sangat resisten terhadap hidrolisis. Di alam, selulosa
merupakan basis skeletal dinding sel tumbuhan, serta sering berhubungan dengan
polisakarida lain seperti xilan dan lignin (Worthington Enzyme Manual, 2009).
Menurut FAO (1998), enzim selulolisik terdiri dari tiga komponen mayor
yakni endo-β-glukanase, ekso-β-glukanase, dan β-glukosidase. Ekso-β-glukanase
menyebabkan disrupsi pada ikatan hidrogen selulosa, yang diikuti dengan
hidrolisis selulosa yang tersisa dengan endo-β-glukanase. Endo-β-glukanase
bertindak secara acak terhadap rantai selulosa, sedangkan ekso-β-glukanase
bertindak pada ujung non-pereduksi rantai selulosa dan menghasilkan selobiosa
dalam pemecahannya. Selobiosa dihidrolisis oleh β-glukosidase menjadi glukosa.

8
Ketiga komponen ini bekerja secara sinergis dalam menguraikan selulosa menjadi
glukosa. Menurut Pardo dan Forchiassin (1999), kondisi optimal untuk selulase
adalah 50 – 55oC dan pH 4,2 – 5,8.
Secara umum selulase terdistribusi di seluruh biosfer, namun keberadaannya
paling banyak dijumpai pada fungi dan mikroorganisme. Fungi yang
menghasilkan selulase antara lain Aspergillus niger, Aspergillus fumigates,
Aspergillus nidulans, Neurospra sitophila, dan Saccharomyces cerevisiae.
Sedangkan bakteri yang bisa menghasilkan selulase adalah Pseudomonas,
Cellulomonas, Bacillus, Micrococcus, Cellovibrio, dan Sporosphytophaga
(Sa’adah, 2009).
Antosianin
Antosianin merupakan senyawa polifenolik yang berkontribusi terhadap
warna-warna merah, biru, ungu, dan violet pada berbagai tanaman. Antosianin
terdiri dari aglikon (antosianidin), gula-gula, dan pada sebagian besar jenis,
mengandung gugus asil. Struktur dasar antosianin, aglikon, memiliki kerangka
C15 (C6-C3-C6). Antosianin merupakan polihidroksi terglikosilasi dan memiliki
muatan positif pada pH asam. Bagian utama antosianin adalah aglikon, yang
menyerap cahaya pada panjang gelombang 500 nm sehingga mengakibatkan
pigmen ini terlihat merah hingga ungu pada mata manusia (Rein, 2005).
Di alam terdapat lebih dari 30 jenis antosianidin. Walaupun demikian,
sekitar 90% dari semua antosianin memiliki bentuk dasar salah satu dari enam
bentuk yang paling umum, yakni pelargonidin, sianidin, delphinidin, peonidin,
petunidin, dan malvidin. Perbedaan keenamnya terletak pada pola hidroksilasi dan
metoksilasi pada cincin-B. Antosianin berbeda jenis satu sama lain tergantung
gugus hidroksil, sifat gugus glikosil, pola substitusi, potensial alifatik, dan asilasi
aromatik (Jordheim, 2007).

Gambar 2 Struktur antosianin yang paling banyak ditemui di alam
.(Jordheim, 2007)……………………..
Penyusun lain antosianin adalah sejumlah kecil gula dan asil. Gula
terhubung pada antosianidin melalui ikatan-O. Monosakarida adalah gula yang
paling banyak (90%) ditemui terhubung dengan antosianin, diikuti dengan
rhamnosa, galaktosa, xilosa, dan arabinosa. Sebanyak 65% antosianin ditemukan
memiliki asil, dan gugus gula pada antosianin dapat terasilasi dengan gugus
alifatik atau asil aromatik. Gugus asil aromatik meliputi berbagai asam-asam

9
hidroksisinamat seperti p-kumarat, kafeat, ferulat, sinapat, dan asam 3,5dihidroksisinamat. Bentuk asilasi ini, yang dipengaruhi ikatan ester di dalamnya,
adalah salah satu faktor yang menentukan kestabilan antosianin selama proses dan
penyimpanan (Jordheim, 2007).
Antosianin bersifat unik di antara golongan flavonoid lain karena komponen
ini memiki muatan positif yang berasal dari cincin-C dalam bentuk ion flavilium.
Pada kebanyakan jaringan tumbuhan, bentuk flavilium seringkali berada dalam
bentuk co-pigmentasi yang menyebabkan intensitas warna merah-ungu bahan
meningkat. Ketika sel-sel tanaman pecah dan antosianin dipaparkan pada pH
tinggi (mendekati netral), antosianin dapat membentuk basa karbinol, basa
quinoid, dan chalcone, yang menyebabkan kehilangan warna. Kerusakan warna
antosianin dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya, ion-ion logam, oksigen, asam
askorbat, dan enzim-enzim (Sablani, 2014).
Prebiotik
Prebiotik adalah ingredien pangan tak tercerna yang secara selektif
menstimulasi proliferasi dan aktivitas populasi mikroflora usus (Crittenden dan
Playne, 2009). Zat yang merupakan golongan prebiotik umumnya berasal dari
golongan karbohidrat, seperti oligosakarida (Musatto dan Mancilha, 2007).
Mikroflora yang berusaha ditingkatkan populasinya oleh zat prebiotik ini adalah
probiotik. Probiotik adalah sekumpulan mikroorganisme hidup yang menetap
dalam usus mamalia dan melakukan aktivitas yang menguntungkan kesehatan
inangnya, seperti meningkatkan kadar immunoglobulin dan mematikan mikrobamikroba patogen. Contoh mikroorganisme probiotik adalah Bifidobacterium sp.,
dan Lactobacillus acidophilus. Seperti halnya prebiotik, probiotik juga dapat
disuplai dari luar melalui suplementasi makanan.
Menurut FAO (2007), kualifikasi prebiotik adalah : 1) merupakan
komponen pangan yang bukan dalam bentuk organisme atau obat-obatan, 2)
memiliki keuntungan kesehatan dan tidak terserap aliran darah, 3) dapat
memodulasi dan memodifikasi aktivitas mikrobiota target, di mana mekanisme
tersebut meliputi fermentasi atau lainnya. Menurut Crittenden dan Playne (2009),
prebiotik yang ideal bersifat tak dapat dicerna atau dapat dicerna sebagian, tidak
dapat diserap dalam usus halus, tidak dapat difermentasi bakteri-bakteri mulut,
tidak dapat difermentasi oleh bakteri patogen, dan dapat difermentasi dengan baik
oleh bakteri-bakteri probiotik. Beberapa senyawa bersifat prebiotik misalnya
glukooligosakarida,
fruktooligosakarida,
laktulosa,
xilooligosakarida,
siklodekstrin, dan inulin.
Dalam penelitian ini, jenis prebiotik yang akan digunakan berasal dari
oligosakarida. Menurut Boler dan Fahey (2012), oligosakariada adalah
karbohidrat dengan berat molekul rendah dan memiliki derajat polimerisasi (DP)
rendah. Zat ini terdiri dari 2 – 20 unit monosakarida atau kurang dari 10 unit
monosakarida. Kebanyakan oligosakarida bersifat resisten dari digesti saluran
pencernaan serta absorbsi enzim mamalia, sehingga zat ini mampu mencapai usus
besar dan pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh bakteri usus yang
menguntungkan seperti Lactobacilli dan Bifidobacteria. Oligosakarida tak
tercerna ini memiliki berbagai manfaat kesehatan seperti mengurangi konstipasi,

10
mengatur metabolisme lemak, meningkatkan sistem imun, dan mengurangi resiko
kanker.
Prebiotik dapat diekstrak dari sumber nabati, dan kebanyakan proses
industri menggunakan proses enzimatis untuk ini karena dapat menghasilkan
kemurnian prebiotik yang tinggi dan dapat dijadikan ke dalam bentuk sirup
(Critteden dan Playne, 2009). Prinsip dasar proses ini adalah substrat diberi
perlakuan hidrolisis terkontrol (untuk polisakarida) atau transglikosilasi (untuk
disakarida) secara enzimatis dalam reaktor, sehingga dihasilkan oligosakarida
prebiotik yang diinginkan. Proses ini bisa dilanjutkan dengan kromatografi untuk
meningkatkan kemurnian produk. Beberapa metode untuk memproduksi prebiotik
dengan definisinya dipaparkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa metode produksi prebiotik (Boler dan Fahey, 2012)
Metode
Definisi
Hidrolisis
Perombakan suatu molekul menjadi beberapa bagian dengan
bantuan penambahan molekul air
Ekstraksi
Separasi suatu senyawa berdasarkan kelarutannya dalam dua
cairan berbeda (biasanya air dan pelarut organik)
Isomerisasi
Transformasi sebuah molekul ke molekul lain yang strukturnya
berbeda namun dengan rumus molekul sama
Transglikosilasi Transfer residu suatu gula dari satu bentuk glikosida ke bentuk
glikosida lain
Berbagai penelitian terdahulu telah mengkonfirmasi adanya aktivitas
prebiotik dari ubi jalar. Hal ini dikarenakan adanya kandungan oligosakarida dan
resistant starch pada ubi jalar (Juliana, 2007). Penulis yang sama menyatakan
bahwa ubi jalar mengandung resistant starch tipe III dan IV yang dapat
mendukung pertumbuhan Lactobacillus plantarum lebih baik daripada kontrol
atau media tanpa resistant starch. Penelitian Dwiari (2008) menunjukkan bahwa
ekstrak ubi jalar baik dalam bentuk mentah maupun olahan cookies dapat
mendukung pertumbuhan bakteri probiotik Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Menurut peneliti yang sama, ubi jalar mengandung FOS (fruktooligosakarida),
glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa, dan maltotriosa. Sementara itu, Nuraida et al.
(2008) menggabungkan produk turunan ubi jalar seperti flakes dan es krim dengan
bakteri probiotik Lactobacillus casei subsp. Rhamnosus ditambahkan untuk
menciptakan suatu produk sinbiotik. Hasil percobaan ini menyatakan bahwa
produk sinbiotik tersebut dapat menambah jumlah bakteri asam laktat (BAL) usus
tikus putih, serta menekan pertumbuhan E. coli dan Salmonella dalam usus tikus
tersebut.
Penelitian tersebut menukilkan gambaran potensi besar ubi jalar sebagai
prebiotik. Pengembangan ubi jalar ungu sebagai hidrolisat pasta tak hanya akan
meningkatkan nilai komoditas ubi jalar itu sendiri, namun juga potensinya sebagai
alternatif pangan fungsional berbasis bahan lokal. Dengan demikian, penelitian
ubi jalar sebagai pasta prebiotik sangat perlu untuk dilakukan.

11

3 METODOLOGI PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pasta hidrolisat ubi jalar
ungu adalah ubi ungu (Ipomoea batatas L.) varietas Ayamurasaki dengan umur
panen 3 bulan yang didapatkan dari petani binaan Institut Pertanian Bogor, enzim
α-amilase (Thermamyl™ dari Novo), enzim xilanase dan selulase (Geneen™),
serta biakan murni Lactobacillus acidophilus dari SEAFAST IPB.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Desember 2013 di
laboraturium Teknik Kimia, laboraturium Teknik Lingkungan, dan laboraturium
Instrumentasi, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tahapan dan Metode Penelitian
1) Persiapan dan Karakterisasi Ubi Jalar Ungu
Karakterisasi ubi jalar ungu mentah meliputi : analisis proksimat yakni
kadar air, abu, protein, serat kasar (AOAC, 1999), lemak (Sudarmadji et al., 2003),
karbohidrat by difference (Winarno, 2002). Karakteristik lain yang dianalisis
adalah kadar komponen serat yakni selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Van Soest,
1963), kadar pati (AOAC, 1999), kadar amilosa (McGrance et al., 1998), kadar
antosianin (Lees dan Francis, 1972), kadar gula pereduksi (Miller, 1959), dan
kadar gula total (Dubois et al., 1956).
2) Pembuatan dan Karakterisasi Pasta Hidrolisat Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu dikupas, dicuci, dipotong-potong, dan dipanaskan dengan
pengukusan selama 10 menit atau microwave (Power Level = 100%) selama 3
menit. Kemudian ubi dihaluskan dan dicampurkan dengan akuades hingga
membentuk pasta dengan konsentrasi padatan ubi sebesar 80% (b/v). Campuran
tersebut kemudian diberi penambahan enzim-enzim secara konsorsium yakni αamilase (1U/g), selulase (1U/g atau 2U/g), dan xilanase (1U/g atau 2U/g) pada
suhu 50◦C dan 60◦C selama 1 jam dalam inkubator waterbath shaker. Diagram
alir pembuatan pasta hidrolisat ubi ungu disajikan dalam Gambar 3.
Penelitian ini mencoba mengeksplorasi pengaruh tiga faktor terhadap
karakteristik dan kualitas pasta, yakni :
(1) Pengaruh metode pemasakan awal ubi terhadap karakteristik pasta.
Ada dua metode yang akan diujikan, yakni pengukusan dan pemanasan
dengan microwave.
(2) Pengaruh suhu hidrolisis terhadap karakteristik pasta
Hidrolisis dilakukan dengan alat inkubator waterbath shaker dengan suhu
50◦C dan 60◦C selama 1 jam.

12
(3) Pengaruh konsentrasi enzim terhadap karakteristik pasta.
Dosis enzim divariasikan yakni α-amilase sebesar 1U/g, selulase sebesar 1U/g
dan 2U/g, dan xilanase sebesar 1U/g dan 2U/g.

Gambar 3 Diagram alir pembuatan pasta hidrolisat ubi jalar ungu
Pasta ubi hasil hidrolisat yang dihasilkan kemudian diamati karakteristiknya,
yakni meliputi : total gula, total gula pereduksi, derajat polimerisasi hidrolisat,
kadar antosianin, viskositas, dan daya prebiotik pasta terhadap pertumbuhan
bakteri Lactobacillus acidophilus secara in-vitro (Fardiaz, 1989). Prosedur
pelaksanaan analisis untuk masing-masing parameter tersebut dijabarkan pada
Lampiran 1.
Rancangan Percobaan
Penelitian dilangsungkan dengan Rancangan Acak Kelompok dengan 2
ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi 3 faktor yang terdiri dari metode
pemanasan awal, suhu hidrolisis, dan rasio dosis enzim xilanase – selulase.
Model matematis rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut :
Yijkl = μ + κi + αj + βk + γl + (αβ)jk + (αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl + εijkl

13
Keterangan :
Yijkl
= nilai pengamatan dari kelompok ke-i yang memperoleh taraf ke-j dari
faktor ke-k dari faktor B dan taraf-l dari faktor C
μ
= rata-rata populasi
κi
= pengaruh dari kelompok ke-i
αj
= pengaruh dari taraf ke-j faktor A
βk
= pengaruh dari taraf ke-k faktor B
γl
= pengaruh dari taraf ke-l faktor C
(αβ)jk
= pengaruh interaksi taraf ke-j faktor A dan taraf ke-k faktor B
(αγ)jl
= pengaruh interaksi taraf ke-j faktor A dan taraf ke-l faktor C
(βγ)kl
= pengaruh interaksi taraf ke-k faktor B dan taraf ke-l faktor C
(αβγ)jkl = pengaruh interaksi taraf ke-j faktor A, taraf ke-k faktor B, dan taraf
ke-l faktor C
εijkl
= pengaruh acak dari kelompok ke-i yang memperoleh taraf ke-j faktor
A, taraf ke-k faktor B, dan taraf-l faktor C
Data kemudian diuji lanjut dengan Uji Fisher dengan tingkat kepercayaan
95%. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS16™ dan
Minitab14™ . Langkah penyusunan percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Langkah dan susunan perlakuan yang diujikan dalam penelitian

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ubi Jalar Ungu
Secara umum, produksi ubi jalar ungu cukup melimpah di Indonesia yakni
mencapai sekitar 1,9 juta ton per tahun (Santoso dan Estiasih, 2014). Ubi jalar
ungu varietas Ayamurasaki merupakan varian ubi ungu yang pertama kali
dikembangkan di Jepang dan kini dibudidayakan di Indonesia. Varietas ini
memiliki beberapa kelebihan seperti produktivitas tinggi yakni mencapai 20-25
ton/ha, serta warna ungu yang pekat dan merata ke seluruh bagian umbinya dari
kulit hingga dagingnya (Yudiono, 2011).
Tabel 4. Karakteristik ubi ungu varietas Ayamurasaki*
Komponen
Kadar (%)
Komponen
Air
57,44
Hemiselulosa
Abu
1,07
Selulosa
Protein
3,11
Lignin
Lemak
3,34
Pati
Karbohidrat (by difference) 92,47
Amilosa
Serat Kasar
8,52
Gula Total
Gula Pereduksi
Antosianin

*) Semua perhitungan dilakukan dalam basis kering kecuali kadar air

Kadar (%)
23,38
2,27
1,66
89,27
20,72
0,88
0,19
271,74 mg/100g

Ubi ungu ini memiliki kadar air sebanyak 57,44% (Tabel 4). Jumlah ini
sedikit lebih rendah dari persyaratan SNI 1998 mengenai ubi jalar, yang
mensyaratkan kadar air sebanyak minimal 60 – 65%. Menurut Ambarsari (2009),
salah satu faktor penentu utama kadar air dalam ubi jalar adalah usia pemanenan.
Kadar air dan aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan mikroba
dalam bahan pangan yang pada akhirnya berpengaruh dalam menentukan kualitas
umur simpan bahan tersebut.
Kadar abu dalam ubi jalar ungu ini adalah 1,07%. Kadar abu menunjukkan
adanya kandungan mineral dan reaksi pencoklatan enzimatis dalam bahan pangan.
Secara umum, kalium adalah mineral yang mendominasi ubi jalar, disusul oleh
fosfor, natrium, dan kalsium. Fosfor dalam bahan pangan pati dapat berikatan
dengan amilosa dan amilopektin, di mana 80% kompleks fosfor-amilopektin pada
pati ubi jalar memiliki ikatan dengan dengan molekul glukosa C-6 (Waramboi et
al., 2011).
Ubi jalar ungu memiliki kadar protein 3,11% (b.k). Menurut Woolfe (1992),
jumlah kandungan protein ubi jalar berbeda antar varietas yang disebabkan oleh
berbagai faktor seperti variasi genetis, metode penanaman, irigasi, dan komposisi
nitrogen dalam pupuk. Penulis yang sama menyatakan bahwa kandungan protein
pada kulit ubi jalar lebih tinggi dari daging umbinya, sehingga pengupasan
berlebihan dapat mengakibatkan banyaknya protein yang terbuang. Selama proses
pemanasan, protein terdenaturasi sementara granula pati mengembang, larut, dan
membentuk jaringan gel sehingga terjadi kontak antara pati dan protein. Dalam

15
proses ini, terbentuk matriks protein-pati yang stabil melalui ikatan ion, hidrogen,
atau kovalen (Kilara, 2006).
Kadar lemak ubi ungu ditemukan sebesar 3,34% (b.k). Menurut Mitolo
(2006), lemak mampu membentuk ikatan kompleks dengan amilosa dalam bentuk
heliks sehingga menghalangi pelepasan amilosa dari granula pati. Kompleks
lemak-amilosa ini juga dapat menghambat daya swelling pati dam pembentukan
viskositasnya, yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan suhu gelatinisasi.
Kadar serat kasar dalam ubi penelitian ini adalah 8,52% (b.k). Jumlah ini
lebih tinggi dari yang disyaratkan oleh SNI 1998 yakni sebesar maksimal 2 –
2,5% (b.b) untuk ubi jalar Grade I dan II serta di atas 3% (b.b) untuk Grade III.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar serat adalah usia pemanenan. Ketika
kadar pati dalam ubi jalar telah mencapai maksimal, maka biosintesis pati dalam
ubi akan mulai menurun dan pati yang ada akan secara bertahap dikonversi
menjadi serat (Woolfe, 1992).
Dari segi komponen serat, ubi ungu mengandung 23,38% hemiselulosa,
2,27% selulosa, dan 1,66% lignin (b.k). Total serat pangan ubi dalam penelitian
ini adalah 27,32% (b.k). Sebagai perbandingan, Handoyo (2007) meneliti 21
varietas ubi jalar di Jawa Timur dan menemukan kadar serat pangan dengan
kisaran sebesar 14% - 46% (b.k). Sebanyak 15 dari 21 varietas yang diteliti
tersebut memiliki kisaran serat pangan sebesar 20 – 29% (b.k). Serat pangan
merupakan komponen dari bahan nabati yang tidak dapat dicerna saluran
pencernaan manusia sehingga memiliki efek hipoglisemik, yakni dapat membantu
menurunkan kadar gula darah. Oligosakarida termasuk dalam komponen serat
pangan. Dalam penelitian ini, kadar hemiselulosa dapat mempengaruhi
karakteristik akhir produk pasta ubi jalar yang dihasilkan, di mana mayoritas
hemiselulosa akan dikonversi menjadi oligosakarida lebih sederhana melalui
proses hidrolisis enzimatis.
Kandungan pati ubi ungu ditemukan sebanyak 89,27% (b.k). Jumlah ini
melebihi kriteria minimum kadar pati yang ditetapkan SNI 1998, yakni sebesar
30% (b.b). Salah satu komponen utama pembentuk pati adalah amilosa, yang
terukur dalam ubi ini sebesar 20,72% (b.k). Menurut Moorthy (2004), kadar
amilosa dalam ubi jalar berkisar antara 15-25%. Kadar amilosa sangat
berpengaruh terhadap sifat fungsional pati, seperti reaktivitasnya terhadap enzim,
parameter termal, sifat pasting, serta sifat swelling dan kelarutan (Zhu dan Wang,
2014).
Ubi ungu memiliki kadar gula total dan gula pereduksi sebesar 0,88% dan
0,19% (b.k). Menurut Waramboi et al. (2011), kadar gula dalam ubi jalar
tergantung pada jenis varietas, kondisi penanaman, aktivitas enzim endogen, dan
kondisi pengolahan atau penyimpanan. Adanya kelembapan dan panas juga dapat
memicu aktivitas enzim endogen yang mengkonversi pati dan sukrosa menjadi
komponen-komponen yang lebih sederhana.
Komponen penting lain dalam ubi ungu adalah antosianin. Kandungan
antosianin yang dimiliki oleh ubi ungu Ayamurasaki dalam penelitian ini adalah
271,74 mg/100g. Menurut Jusuf et al. (2008), ubi ungu Ayamurasaki dan
Yamagawamurasaki mengandung antosianin kurang dari 300 mg/100g. Ubi ungu
varietas Ayamurasaki merupakan varietas ubi tinggi antosianin, dengan aktivitas
antioksidan antosianin yang lebih tinggi dari asam askorbat, dan lebih tinggi dari
komoditas seperti kubis merah, elderberry, jagung ungu, dan kulit anggur (Kano

16
et al., 2005). Mayoritas komponen antosianin yang terdapat pada ubi ungu secara
umum adalah sianidin dan peonidin, dengan beberapa rantai karbon komponen
pigmen antosianin yang terikat dengan gula seperti glukosa (Goda et al., 1996).
Pengaruh Pemanasan terhadap Karakteristik Ubi Jalar Ungu
Pemberian pemanasan awal pada ubi jalar bertujuan untuk memodifikasi
sifat fungsional pada pati, sehingga mempermudah penerimaannya terhadap
enzim selama proses hidrolisis dibandingkan ubi jalar mentah (Shariffa et al.,
2009).
Tabel 5. Pengaruh metode pemasakan terhadap komposisi kimia ubi ungu
Parameter
Ubi
Perlakuan
Mentah
Pengukusan
Microwave
Antosianin (mg/100g)
271,74
212,97
151,95
Total gula terlarut (%)
0,886
4,133
1,255
Gula pereduksi (%)
0,19
0,21
0,27
Hasil menunjukkan bahwa proses pemanasan menurunkan kadar antosianin
ubi mentah, yakni sebesar 21,62% ketika dikukus dan 44% ketika dipanaskan
dengan microwave (Tabel 5). Sebagai perbandingan, hasil serupa pernah
dikemukakan oleh Xu et al. (2013), di mana pengukusan mengurangi kadar
antosianin ubi jalar ungu varietas P40 lebih besar dari microwave, yakni sebanyak
masing-masing 17,4% dan 27,2%.
Antosianin dalam jaringan tumbuhan berada dalam bentuk ion flavilium
yang sering membentuk struktur kopigmentasi (Sablani, 2014). Interaksi antara
pigmen dan kopigmen antosianin bersifat eksotermik dan kenaikan suhu atau
pemanasan dapat menyebabkan disosiasi kompleks pigmen-kopigmen ini
sehingga berakibat pada kehilangan warna. Dengan adanya kenaikan suhu,
kompleks tersebut juga menjadi kurang stabil dan ion-ion flavilium akan terlebih
dulu mengalami hidrasi non-kovalen, menghasilkan basa karbinol dan chalcone
yang tak berwarna (Kopjar et al., 2009).
Proses pengukusan ubi menghasilkan gula total 3,3 kali lebih banyak dari
microwave. Selama proses pengukusan, granula pati tergelatinisasi dan
terhidrolisis menjadi maltosa dan dekstrin oleh enzim amilolitik endogen yang
secara alami terdapat pada ubi jalar. Secara umum, proses pemasakan
mempengaruhi komposisi karbohidrat dalam ubi jalar dengan mengurangi jumlah
fraksi pati dan meningkatkan kadar gula (Huang et al., 2014).
Selama permulaan proses pemanasan seperti pengukusan (suhu 90 – 100oC),
suhu dapat meningkatkan aktivitas enzim β-amilase endogenik ubi, sehingga
mempercepat konversi polisakarida ubi menjadi gula. Namun ketika di atas durasi
15 menit, enzim endogen ini akhirnya menjadi non-aktif (Oke dan Workneh,
2013). Proses inaktivasi enzim endogen berlangsung sangat cepat pada proses
microwave (Sawai et al., 2009).
Menurut Palav dan Seetharaman (2007), pada proses microwave kecepatan
reaksi berlangsung lebih cepat di mana energi microwave mampu membuat air
dalam wilayah kristalin pati bervibrasi sehingga menghancurkan susunan lamella

17
kristal amilopektin, sebelum sistem pati tersebut mencapai su