Identifikasi Tungau Yang Berasosiasi Dengan Tanaman Jeruk Di Pulau Jawa

IDENTIFIKASI TUNGAU YANG BERASOSIASI DENGAN
TANAMAN JERUK DI PULAU JAWA

HENDRI HERMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Tungau
yang Berasosiasi dengan Tanaman Jeruk di Pulau Jawa adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, April 2015

Hendri Hermawan
NIM A351130374

RINGKASAN
HENDRI HERMAWAN. Identifikasi Tungau yang Berasosiasi dengan Tanaman
Jeruk di Pulau Jawa. Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan AUNU RAUF.
Jeruk merupakan salah satu komoditas unggulan nasional. Di antara hama
yang sering menimbulkan kerusakan pada pertanaman jeruk adalah
tungau. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai jenis tungau yang
berasosiasi dengan tanaman jeruk di Pulau Jawa. Untuk maksud tersebut
dilakukan pengambilan sampel daun muda dan tua yang memperlihatkan gejala
terserang tungau. Setiap sampel daun dimasukan ke dalam kantong plastik bening,
diberi label lalu disimpan dalam coolbox. Setiap sampel dicuci menggunakan
alkohol 70% sebanyak ± 20ml ke dalam kantong plastik, kemudian plastik
digoyang-goyangkan supaya tungau tercuci, lalu larutan alkohol dituangkan ke
dalam vial dan diberi label. Kemudian tungau dikelompokan berdasarkan
kemiripan morfologi yang diamati di bawah mikroskop stereo, lalu setiap

kelompok tungau dihitung jumlahnya.
Hasil penelitian mendapatkan sepuluh jenis tungau yang berasosiasi dengan
tanaman jeruk. Enam di antaranya bersifat fitofag yaitu Panonychus citri
McGregor (Tetranychidae), Eotetranychus sp. (Tetranychidae), Eutetranychus sp.
(Tetranychidae),
Brevipalpus phoenicis
Geijskes
(Tenuipalpidae),
Tarsonemus bilobatus Suski (Tarsonemidae), dan Phyllocoptruta oleivora
Ashmead (Eriophyidae). Dua spesies lainnya bersifat predator yaitu
Amblyseius spp. (Phytoseiidae) dan Cheletogenes ornatus Canestrini dan Fanzago
(Cheyletidae). Jenis tungau lain yang belum teridentifikasi yaitu dari famili
Tydeidae dan Winterschmidtiidae. Jenis tungau yang paling umum dijumpai pada
berbagai jenis jeruk dan lokasi pengambilan sampel adalah Ph. oleivera, diikuti
oleh P. citri.
Menurut Permentan Nomor 93 Tahun 2011, spesies
Panonychus citri dikategorikan sebagai OPTK A2, sedangkan spesies
Phyllocoptruta oleivora termasuk ke dalam kategoriA1. Selain itu ditemukan juga
spesies Tarsonemus bilobatus yang belum pernah dilaporkan di Indonesia.
Kata kunci: jeruk, tungau, OPT karantina


SUMMARY
HENDRI HERMAWAN. Identification of Mites Associated with Citrus in Java.
Supervised by SUGENG SANTOSO and AUNU RAUF.
Citrus is one of the national priority commodities. Among pests causing
damage on citrus are mites. Study was conducted with the objectives to identify
mites associated with citrus in Java. For that purpose, ten young and old leaves
showing mite infestation were collected from each tree. Each sample was put into
plastic bag, labeled and stored in a coolbox. Each sample then was washed with
20ml alcohol 70%, then was shaked. Alcohol with mites then wes put into the
vial. All mites were examined under a stereo microscope, counted, and grouped
based on morphological similarity.
Studies revealed ten species of mites that were associated with citrus. Six of
them were phytophagous mites. They were Panonychus citri McGregor
(Tetranychidae), Eotetranychus sp. (Tetranychidae), Eutetranychus sp.
(Tetranychidae),
Brevipalpus
phoenicis
Geijskes
(Tenuipalpidae),

Tarsonemus bilobatus Suski (Tarsonemidae), and Phyllocoptruta oleivora
Ashmead (Eriophyidae). Two other species, Amblyseius spp. (Phytoseiidae) and
Cheletogenes ornatus Canestrini and Fanzago (Cheyletidae), were predatory
mites. Unidentified mites were family Tydeidae and Winterschmidtiidae. The
most dominant mites found on various citrus and locations were P. oleivera,
followed by P. citri. According to Regulation No. 93 of 2011, Panonychus citri
and Phyllocoptruta oleivora are quarantine pests. During the study, we collected
Tarsonemus bilobatus which is a new species records for Indonesia.
Key words: citrus, mites, quarantine pest

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


IDENTIFIKASI TUNGAU YANG BERASOSIASI DENGAN
TANAMAN JERUK DI PULAU JAWA

HENDRI HERMAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Retno Dyah Puspitarini, MS

Judul Tesis
Nama

NIM

: Identifikasi Tungau yang Berasosiasi dengan Tanaman Jeruk di
Pulau Jawa
: Hendri Hermawan
: A351130374

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sugeng Santoso, MAgr
Ketua

Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program
Studi/Mayor Entomologi


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Pudjianto, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 16 April 2015

Tanggal Lulus:16 April 2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang
dipilih untuk penelitian yang telah berlangsung mulai bulan Oktober 2014 hingga
Maret 2015 ialah Identifikasi Tungau yang Berasosasi dengan Tanaman Jeruk di
Pulau Jawa.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Sugeng Santoso, MAgr dan
Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan, saran, motivasi serta bantuan dengan penuh keikhlasan

selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis. Selain itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Dr Ir Retno Dyah Puspitarini, MS atas masukan dan sarannya
sebagai Penguji Luar Komisi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan
ke program S2, Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Ende, Balai Besar uji Standar
Karantina Pertanian, Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, segenap
pengajar IPB, dan semua laboran DPT, IPB.
Penulis memberikan penghargaan kepada rekan-rekan seperjuangan
mahasiswa Pascasarjana Entomologi/Fitopatologi IPB program khusus karantina,
Bapak Wawan dan kawan-kawan di Laboratorium Ekologi Serangga IPB yang
telah memberikan semangat dan keceriaannya.Ucapan terima kasih kepada Ibu
Iyar, SP, Ibu Rumenda Ginting, SP MSi, WS Adisuseno SP dan Iman Mardian
yang telah membantu dalam pelaksanaan identifikasi tungau. Terima kasih yang
tak terhingga penulis sampaikan kepada semua keluarga, Istri tersayang
Isti Nurhotimah, kedua jagoanku Muhammad Hasbi Hermawan dan Hanif
Abdurrasyiid Hermawan atas segala dukungan, kesabaran, pengertian, perhatian,
doa dan kasih sayangnya yang tulus hingga studi ini selesai. Karya ini
kupersembahkan kepada Ayahanda (alm) dan Ibunda (almh) tercinta. Semoga
karya ini memberikan manfaat.


Bogor, April 2015

Hendri Hermawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian


1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk
Morfologi Tungau
Klasifikasi
Biologi
Pemencaran dan Persebaran
Tungau pada Jeruk

3
3
3
5
6
6


METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel
Penanganan Sampel
Identifikasi dan Koleksi

11
11
11
11
11
11
11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tungau Fitofag
Tungau Predator

13
13
22

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1
2

Kordinat GPS dan ketinggian lokasi pengambilan sampel
13
Jenis dan komposisi jumlah tungau pada berbagai jenis jeruk
di Pulau Jawa
16

DAFTAR GAMBAR
1

2

3

Bagian dorsal Tetranychus urticae Koch. betina: femur (fe); gena (ge);
tarsus (ta); tibia (ti); trochanter (tr); external vertical setae (v2); internal
scapulars setae (sc1); external scapulars setae (sc2); seta segmen C (c1-3);
seta segmen D (d1-2); seta segmen E (e1-2); seta segmen F (f1-2); dan seta
segmen H (h1) (Vacante 2010)
Variasi seta pada tungau : (A) simple; (B) pilose; (C) serrate; (D)
spiniform; (E) bipectinate; (F) spatulate; (G) falcate; (H) lanceolate; (I)
lanceolate-serrate; (J) cuneiform; (K) bothriduim dan sensillus pada
Oribatida (Zhang 2003)
Siklus
hidup
Eotetranychus
(Learmonth 2015)

sexmaculatus

Riley

4

5

(Tetranychidae)

Imago Phyllocoptruta oleivora: (A) bagian dorsal; (B) bagian lateral; (C)
empodium; (D) bagian internal genitalia betina; (E) lateral opisthosoma;
(F) coxa dan bagian genital; (G) tungkai I dan II (Keifer 1938)
5 Imago Eutetranychus orientalis: (A) bagian dorsal betina; (B) tarsus pada
palpus; (C) seta yang berasosiasi pada tarsus II; (D) seta yang berasosiasi
pada tarsus I; (E) receptaculum seminis jantan; (F) aedeagus
(Vacante 2010)
6 Imago Brevipalpus californicus: (A) bagian dorsal; (B) bagian ventral
(Baker 1949)
7 Imago Panonychus citri: (A) bagian dorsal betina (Zhang 2002);
(B) receptaculum seminis (Meyer 1987); (C) ujung distal peritrim pada
betina; (D) aedeagus; (E) pretarsus I pada betina (Vacante 2010)
8 Komposisi famili tungau pada pertanaman jeruk di Pulau Jawa
9 Phyllocoptruta oleivora: (A) bagian dorsal imago; (B) memiliki 31 annuli
pada bagian dorsal dan bentuk annulus melengkung ke dalam;
(C) empodium dengan featherclaw 5-rayed; (D) bentuk perisai pada
prodorsal
10 Imago Panonychus citri: (A) warna tuberkel berwarna merah, seta dorsal
memiliki warna yang sama dan menempel pada struktur tuberkel yang
kokoh; (B) bagian dorsal imago; (C) tarsus I memiliki 2 pasang seta
dupleks; (D) kuku empodia (cl) memilki 3 pasang rambut
proximoventral; (E) femur I memiliki 8 seta; (F) pada pada anal plate
terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua pasang seta para-anal (ps1-2);
(G) Hysterosoma memiliki seta clunal (h1) yang sama panjang dengan
seta outer sacral (f2); f2 mendekati sepertiga painjang seta inner sacral (f1)

6

4

8

9
10

11
15

16

18

11 Brevipalpus phoenicis: (A) bagian dorsal betina dengan 2 pori
opisthosoma (PP); (B) tarsus II memiliki 2 solenidia; (C) pola kutikula
pada prodorsum yaitu areolae; (D dan E) hysterosoma dengan 6 pasang
seta dorsolateral (c3, d3, e3, f3, h2 dan h1, f2 tidak ada); (F) kutikula pada
area e1-e1 hingga h1-h1 selalu dengan pola kerutan kuat membentuk
pola V
12 Imago Eotetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) ujung tarsus
memiliki 3 pasang rambut proximoventral; (C) pada tarsus I terdapat 2
seta dupleks; (D) bentuk aedeagus; (E) anal plate memiliki 2 pasang seta
anal (as1-2) dan 2 pasang seta para-anal (ps1-2)
13 Imago Eutetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) pada bagian
propodosoma terdapat tiga pasang seta dorsal (v2, sc1, sc2); (C) pada
hysterosoma memiliki 10 pasang seta (c1-3, d1&3, e1&3, f1, h1-2); (D) pada
anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua seta para-anal
(ps1-2); (E) tibia II memiliki 6 seta; (F) pada tarsus I terdapat 1 solenidia
dan empodium tanpa kuku
14 Imago Tarsonemus bilobatus: (A) bagian dorsal betina; (B) apodema
(ap), apodema posternal (pa), apodema sejugal melekuk di tengah;
(C) pada tungkai IV mengalami reduksi ukuran dari tungkai lainnya,
femur dan gena menyatu, panjang tegula normal yang panjang kurang
dari 1.5 kali lebar dasar tegula; (D) bagian ventral metapodosoma
memiliki 2 pasang seta (3a dan 3b), apodema 4 (ap4) tidak melampaui
dasar dari seta 3b
15 Tydeidae: (A) bagian dorsal; (B) palpaltarsus dan tarsus I tidak berujung
dengan kuku (cl); (C) pola pada bagian gnathosoma ventral yaitu striae;
(D) tarsus II-IV berujung dengan sepasang kuku
16 Amblyseius spp.: (A) bagian dorsal beserta ukuran, tungkai I sedikit lebih
panjang dari tungkai II; (B) bagian dorsal memiliki satu dorsal shields
(DS), bagian ventral terdapat empat shields (sternal shield (SS),
metasternal shield (MS), epigynal shield (ES), dan ventrianal shield
(VS)), stigmata (s) berada di antara coxa III dan IV, peritrim (p) biasanya
mengerah ke depan;(C) palpaltarsal memiliki dua apotele; (D)
metasternal shield kecil, tidak menyatu dengan epigynal shield dan seta
sternal4 (st4) terletak pada metasternal shield; (E) tarsus I berakhir pada
sepasang kuku; (F) pada bagian prodorsol shield memiliki empat pasang
seta lateral (L1-4); (G) baris basal pada deutosternal denticle (de) sempit,
dan tidak meluas keluar dari dasar seta capitular (cs); (F) ventrianal
shield memiliki tiga pasang seta pre-anal (1-3), dua pori pre-anal, satu
pasang seta para-anal (ps)
17 Cheletogenes ornatus betina: (A) memiliki tubuh yang mendekati bulat
dan pendek, perisai tubuh bagian dorsal memiliki kerutan yang kuat; (B)
tungkai I memiliki terminal seta yang panjangnya hampir sama dengan
panjang tungkai dan tibia I lebih panjang dari tarsus I; (C) tarsus I
memiliki 1 solenidion seperti pasak; (D) tarsus II-IV memiliki kuku yang
halus dan empodia; (E) pola pada rostral shield yaitu striae (seperti sidik
jari); (F) tarsus pada palpus memiliki 2 seta seperti sisir (ss) dan 2 seta
seperti sabit (sb); kuku (cl) pada palpus dengan lebih dari 3 gigi

19

20

21

22

23

24

25

18 Winterschmidtiidae: (A) bagian dorsal; (B) seta vi dekat ke tepi anterior
prodorsum; (C) bagian ventral: coxa apodema I (ap1) dan II (ap2) tidak
menyatu di bagian tengah; (D) pada bagian tarsus condylophores
berbentuk Y; (E) tarsus dengan kuku empodia
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Komposisi jenis tungau pada setiap umur daun, jenis jeruk dan lokasi
30
Data komposisi jumlah ini pada setiap umur daun, ulangan, jenis jeruk
32
dan lokasi pengambilan sampel pada pertanaman jeruk di Pulau Jawa

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu tanaman buah utama di Indonesia, karena
memiliki beberapa keunggulan kompetitif dengan beberapa kriteria. Jeruk
merupakan buah yang paling disukai konsumen karena mengandung vitamin C
tinggi, mempunyai rasa yang enak dan menyegarkan. Secara ekonomi jeruk
mempunyai kisaran harga yang cukup tinggi. Dari sisi agronomi, jeruk merupakan
tanaman yang mudah ditumbuhkan dan dapat berproduksi pada kisaran
lingkungan agroklimat yang luas (Ditjen Horti 2014).
Sebagai komoditas unggulan nasional, jeruk mempunyai peran yang penting
dalam peningkatan devisa negara. Produksi jeruk nasional pada lima tahun
terakhir (2009 – 2013) cenderung menurun, yaitu dari 2 131 768 ton pada tahun
2009, menjadi 1 411 229 ton pada tahun 2013 (BPS 2014). Daerah sentra
produksi jeruk tersebar hampir di seluruh Indonesia, meliputi Sumatera, Jawa,
Bali, Timor, Kalimantan, dan Sulawesi. Sedangkan untuk sentra produksi di Pulau
Jawa meliputi seluruh provinsi(Ditjen Horti 2014).
Proses produksi jeruk banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor
pendukung maupun penghambat produksi. Salah satu hambatan dalam produksi
jeruk adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang berpotensi
menyebabkan kerugian pada tanaman jeruk, di antaranya golongan tungau.
Tungau merupakan salah satu OPT pada tanaman jeruk yang memiliki arti penting
secara ekonomi. Beberapa jenis tungau termasuk Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina A1 yang dianggap belum ada di Indonesia, yaitu
Phyllocoptruta oleivora Ashmead (Acari: Eriophyidae), Eutetranychus orientalis
Klein (Acari: Tetranychidae), Aculops pelekassi Keifer (Eriophyidae),
Panonychus ulmi Koch (Tetranychidae), dan Brevipalpus californicus Banks
(Acari: Tenuipalpidae) (Kementan 2011).
Menurut Affandi (2007), terdapat enam spesies tungau fitofag yang
diperoleh dari hasil penelitian terhadap kelimpahan populasi tungau pada tanaman
jeruk di Solok, yaitu Brevipalpus californicus Banks (Tenuipalpidae), Brevipalpus
obovatus Donnadieu (Tenuipalpidae), Brevipalpus phoenicis Geijskes
(Tenuipalpidae), Tenuipalpus sp. (Acari: Tenuipalpidae), Eotetranychus sp.
(Tetranychidae), dan Panonychus citri McGregor (Tetranychidae). Kemudian
Endarto (2004) juga melakukan survei di sentra produksi jeruk siam, jeruk
keprok, dan jeruk manis di Jawa Timur, serta melakukan penelitian mengenai
kelimpahan populasi tungau karat jeruk (citrus rust mite) di pertanaman jeruk
manis, jeruk keprok, dan jeruk besar pamelo di Batu, Jawa Timur. Berdasarkan
survei yang dilakukan tungau karat jeruk P. oleivora menyebabkan terjadi burik
pada buah yang mencapai 30-40% dan menurunkan harga jual sekitar 20-30%.

2
Meskipun informasi mengenai jenis tungau pada tanaman jeruk di beberapa
daerah sudah ada, namun informasi secara umum belum banyak diketahui.
Pengembangan informasi tentang tungau jeruk di Indonesia ini sangat penting
untuk dijadikan dasar tindakan pencegahan dan pengendalian. Informasi yang
diperoleh dapat melengkapi basis data Badan Karantina Pertanian. Selain itu,
ketersediaan kunci identifikasi mengenai jenis tungau jeruk yang ada di Indonesia
juga sangat diperlukan sebagai acuan dalam mengidentifikasi tungau yang
berasosiasi dengan tanaman jeruk.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tungau yang
berasosiasi dengan tanaman jeruk di Pulau Jawa.

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk
Jeruk termasuk ke dalam famili Rutaceae yang dapat dikembangbiakan baik
secara generatif maupun vegetatif (Sarwono 1991; Pracaya 2002). Jeruk
merupakan komoditas buah yang paling populer di dunia setelah anggur, yang
memiliki daerah tumbuh yang membentang dari 40 derajat Lintang Utara sampai
40 derajat Lintang Selatan (Sarwono 1991). Jeruk berasal dari Asia Tenggara,
yaitu India, Cina Selatan, dan beberapa jenis dari Florida, Australia Utara, dan
Kaledonia (Sarwono 1991; Sunarjono 2005). Jenis jeruk utama yang
dikembangkan di Indonesia yaitu jeruk keprok (C. nobilis), karena memiliki rasa
yang manis dan menyegarkan (Sarwono 1991). Di Indonesia, jeruk keprok
merupakan salah satu dari 3 (tiga) jenis jeruk komersial dan menjadi unggulan
saat ini, jenis lainnya adalah jeruk siam dan jeruk besar/pamelo (C. maxima)
(Astuti 2014).
Pada umumnya jeruk dapat tumbuh pada dataran rendah hingga dataran
tinggi, namun untuk hasil yang maksimal memerlukan kondisi yang optimal. Pada
dataran rendah, kondisi yang optimal yaitu antara 1 – 700 m dpl dan pada dataran
tinggi berkisar antara 800 – 1 400 m dpl. Kondisi iklim yang optimal yaitu dengan
iklim kering antara 3 – 5 bulan pertahun atau daerah yang memiliki musim
keringnya lebih dari 5 bulan. Daerah tropis yang optimal untuk pertumbuhan
tanaman jeruk yaitu dengan kisaran suhu udara 25°C pada siang hari dan 12 –
18°C pada malam hari. Jeruk keprok sendiri dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah, baik tanah liat sampai berkerikil/berbatu, namum pertumbuhan optimal
yaitu pada tanah gembur dengan drainase yang baik dan pH 6 – 6.8 (Astuti 2014).
Daerah pengembangan jeruk di Indonesia tersebar di beberapa provinsi di Pulau
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, dan Irian Jaya (Setiawan & Trisnawati 2003).

Morfologi Tungau
Tungau memiliki ukuran yang sangat kecil, panjang tubuh tungau dewasa
berkisar antara 300 – 500 µm, kecuali famili Eriophyidae yang berukuran sekitar
100 µm. Tungau memiliki tubuh yang globular atau subglobular, fusiform atau
seperti cacing, memiliki warna yang pucat, dengan atau tanpa segmentasi pada
bagian abdomen dan secara prinsip morfologinya dibedakan menjadi dua bagian
utama, yaitu gnathosoma dan idiosoma (Gambar 1). Batas-batas antara bagian
tubuh ini tidak selalu jelas dan kadang-kadang ditandai dengan adanya sutura
(circumcapitular, disjugal, sejugal, abjugal) (Vacante 2010).

4

Gambar 1 Bagian dorsal Tetranychus urticae Koch. betina: femur (fe); gena (ge);
tarsus (ta); tibia (ti); trochanter (tr); external vertical setae (v2);
internal scapulars setae (sc1); external scapulars setae (sc2); seta
segmen C (c1-3); seta segmen D (d1-2); seta segmen E (e1-2); seta
segmen F (f1-2); dan seta segmen H (h1) (Vacante 2010)
Jumlah dan pola distribusi seta (chaetotaxy) pada permukaan idiosoma
menjadi hal penting dalam taksonomi dan telah digunakan dalam
mengklasifikasikan ke dalam banyak kelompok. Struktur seta dapat memiliki
variasi (Gambar 2) yang banyak dan berguna dalam pengklasikasian. Panjang seta
dan jarak antara dasar seta juga penting dalam membedakan spesies pada
sejumlah famili (Vacante 2010).

5

Gambar 2 Variasi seta pada tungau : (A) simple; (B) pilose; (C) serrate; (D)
spiniform; (E) bipectinate; (F) spatulate; (G) falcate; (H) lanceolate;
(I) lanceolate-serrate; (J) cuneiform; (K) bothriduim dan sensillus
pada Oribatida (Zhang 2003)

Klasifikasi
Tungau termasuk ke dalam filum arthropoda, subfilum Chelicerata, kelas
Arachnida, subkelas Acari. Beberapa klasifikasi tungau sebagian berdasarkan
lokasi pasangan lubang nafas (stigmata) pada tubuh, telah dikembangkan oleh
para ahli taksonomi tungau. Klasifikasi sub kelas Acari menurut Krantz (1970) :
Ordo Pilioacariformes
Subordo Notostigmata
Ordo Parasitiformes
Subordo Tetrastigmata
Subordo Mesostigmata
Subordo Metastigmata
Ordo Acariformes
Subordo Prostigmata
Subordo Astigmata
Subordo Cryptostigmata

6
Biologi
Tungau mengalami enam tahap perkembangan setelah menetas dari telur,
yaitu prelarva, larva, protonymph, deutonymph, tritonymph dan dewasa Krantz &
Walter (2009).

Dewasa
Betina

Jantan
Telur

Deutonimfa

Protonimfa

Gambar 3

Larva

Siklus hidup Eotetranychus sexmaculatus Riley (Tetranychidae)
(Learmonth 2015)

Pemencaran dan Persebaran
Penyebaran merupakan aspek yang penting dalam hidup beberapa tungau,
sebagian hidup pada habitat yang berbeda, seperti pada serangga, burung,
mamalia, dan juga pada serasah bahan organik. Pada tungau fitofag mekanisme
persebaran bertujuan untuk mengkolonisasi tanaman dan juga menghindar dari
musuh alami (Evans 1992). Persebaran tungau dapat terjadi dengan cara berjalan
walaupun untuk jarak yang pendek dan wilayah yang kecil. Sebagian tungau
menyebar secara phoresy yaitu dengan melibatkan serangga ataupun inang
lainnya, dan juga dapat tersebar dengan bantuan angin. Beberapa spesies tungau
laba-laba (Tetranychidae) memencar secara aerial menggunakan benang sutera.
Tungau predator (Phytoseiidae) juga dapat memencar secara aerial dengan
perilaku yang khas, tungau betina yang belum kopulasi akan berdiri di atas tungai
belakangnya sehingga akan tersebar dengan bantuan angin (Hoy 2011).

7
Tungau pada Jeruk
Beberapa spesies tungau yang menjadi hama pada tanaman jeruk adalah
Phyllocoptruta oleivora (Citrus rust mite), Eutetranychus orientalis (Citrus brown
mite), Brevipalpus californicus (citrus flat mite), dan Panonychus citri (citrus red
mite) (Vacante 2010; CABI 2014).
Phyllocoptruta oleivora (Ashmead)
P. oleivora merupakan anggota famili Eriophyidae. Tubuh P. oleivora
betina memanjang seperti kerucut (fusiform), terkadang melengkung dan rata
dengan ukuran panjang 158 µm, lebar 53 µm dan ketebalan 42 µm. Rostrum
panjangnya sekitar 26 µm. Perisai dorsal memiliki panjang 40.5 µm, lebar 47 µm.
Tubuhnya berwarna kuning. Tungkai umumnya slender, tungkai depan meliliki
panjang 26 – 27 µm; patella 5.5 µm, tibia 6.5 µm, seta patellar 26 µm; kuku
memiliki panjang 7 µm, membentuk cekung, dan kuku bercabang 5. Tungkai
belakang memiliki panjang 25 µm, patella 5 µm, tibia 6 µm, patellar seta 12 µm,
claw 8 µm. Coxa anterior berdekatan, garis sternal bercabang dua; seta II pada
coxa jelas lebih dekat dari seta I pada dasar sternum; seta III pada coxa
panjangnya 20 µm. Abdomen memiliki 31 annuli (bentuk setengah cincin) pada
bagian dorsal dan 58 annuli pada bagian ventral, annuli dorsal lebarnya 3.5 µm.
Seta pada bagian lateral yang terdapat pada cincin ventral kelima, sedikit lebih
depan dari seta pada genital, memiliki panjang 25 µm. Seta ventral pertama
memiliki panjang 35 µm yang terletak pada annulus ventral 17. Seta ventral kedua
panjangnya 8 µm yang terletak pada annulus ventral 33. Seta ventral ketiga
panjangnya sekitar 15 µm dan terletak pada annulus kelima dari belakang (Keifer
1938).
A

C

B

D

E

F

G

Gambar 4 Imago Phyllocoptruta oleivora: (A) bagian dorsal; (B) bagian lateral;
(C) empodium; (D) bagian internal genitalia betina; (E) lateral
opisthosoma; (F) coxa dan bagian genital; (G) tungkai I dan II (Keifer
1938)

8
Eutetranychus orientalis (Klein)
E. orientalis betina memiliki bentuk tubuh bulat telur dengan panjang
sekitar 400 μm, dengan warna tubuh hijau-coklat sampai hijau gelap dengan
bercak-bercak gelap. Seta pada tubuh bagian dorsal terletak pada tuberkel dan
memiliki panjang dan bentuk yang bervariasi. Striate pada opistosomal dorsal
antara seta d1 dan e1 bervariasi bentuknya, mulai dari longitudinal sampai
berbentuk V. Seta c2, d2, e2, dan f2 berukuran panjang dan lanceolate, subspatulate
atau spatulate yang melebar; seta c1, d1, e1, f1, dan h1 pendek dan berbentuk
spatulate, lanceolate atau subspatulate. Seta c1 lebih atau kurang sesuai dengan
seta c2 dan c3, seta c1 dan f1 membentuk persegi. Pada bagian tibia II memiliki
enam seta. Sedangkan E. orientalis jantan memiliki ukuran tubuh lebih kecil dari
betina, dengan panjang 360 μm dan seta pada tubuh bagian dorsal lebih pendek
jika dibandingkan dengan betina dan memiliki bentuk yang lebih lanceolate atau
subspatulate (Baker & Pritchard 1960; Vacante 2010). E. orientalis dewasa yang
baru menetas dapat dibedakan jenis kelaminnya dengan mudah. E. orientalis
jantan memiliki warna kemerah-merahan dan ditandai dengan kaki yang
memanjang. Memiliki bintik mata yang menonjol dan kemerahan, dan gerakannya
lebih aktif dibandingkan betina dewasa (Sangeetha et al. 2013).
A

C
B

D
E

F

Gambar 5 Imago Eutetranychus orientalis: (A) bagian dorsal betina; (B) tarsus
pada palpus; (C) seta yang berasosiasi pada tarsus II; (D) seta yang
berasosiasi pada tarsus I; (E) receptaculum seminis jantan; (F)
aedeagus (Vacante 2010)
Brevipalpus californicus (Banks)
B. callifornicus memiliki warna tubuh merah dengan pola gelap di bagian
tengah. Perisai rostal melampaui dasar femur I, tampilan pusat rostal yaitu
panjang dan runcing. Propodosoma memiliki tiga pasang seta marginal, termasuk
sepasang vertikal (v2) dan dua pasang scapular (sc1, sc2); sedangkan hysterosoma
memiliki tujuh pasang setae marginal (c3, d3, e3, f2, f3, h1, h2); semua seta marginal
pendek, lanceolate, serrate. Seta pada bagian hysterosoma dorsal (c1, d1, e1)

9
simpel, dan memiliki ukuran panjang seperti marginal seta. Coxa I dan II dengan
sejumlah striasi melintang. Seta posterior ventral hysterosomal hampir mencapai
suture antara propodosoma dan hysterosoma. Tarsus II dengan dua seta sensor
seperti batang. Seta dorsal pada femur I dan II lanceolate, serrate, dengan
panjangnya setengah dari lebar segmen, yang pada femur I lebih panjang dan
lebar dari pada femur II (Baker 1949; Welbourn et al. 2003). B. callifornicus
hampir mirip dengan betina, tetapi ukuran lebih kecil (Pritchard & Baker 1958).
A

B

Gambar 6 Imago Brevipalpus californicus: (A) bagian dorsal; (B) bagian ventral
(Baker 1949)
Panonychus citri (McGregor)
P. citri betina memiliki bentuk tubuh bulat dengan panjang tubuh antara 300
– 500 μm dengan warna tubuh merah pekat sampai keunguan (McCoy et al. 2009;
Vacante 2010). Semua seta pada bagian dorsal menempel kuat pada tuberkel yang
warnanya sama dengan warna tubuhnya. Seta v2 pada bagian prodorsal lebih
pendek dan seta scapular sc1 lebih panjang. P. citri jantan berwarna lebih terang
dibandingkan dengan betina, terkadang berwarna jingga. Aedeagus sigmoid. Seta
pada bagian opistosomal dorsal yaitu seta f2 dan h1 memiliki panjang yang sama,
kedua seta tersebut panjangnya sekitar sepertiga panjang seta f1. Peritrim berakhir
pada simple bulb. Tarsus I memiliki tiga seta taktil dan satu solenidia (Vacante
2010).

10

A

B
C

D

E

Gambar 7 Imago Panonychus citri: (A) bagian dorsal betina (Zhang 2002);
(B) receptaculum seminis (Meyer 1987); (C) ujung distal peritrim
pada betina; (D) aedeagus; (E) pretarsus I pada betina (Vacante 2010)

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015.
Pengambilan sampel dilakukan terhadap 24 titik di beberapa lokasi pertanaman
jeruk dan jeruk pekarangan di Pulau Jawa (Tabel 1). Identifikasi jenis tungau
dilakukan di laboratorium Ekologi Serangga IPB, Balai Besar Uji Standar
Karantina Pertanian, dan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan antara lain kantong plastik, busa, mikroskop
kompon merk Nikon eclipse 80i, mikroskop digital merk Hirox KH-8700,
mikroskop stereo merk Olympus SZ, cawan petri, bunsen, dissecting set, kaca
objek, kaca penutup, kaca pembesar, gunting, kuas halus, kotak pendingin, kotak
plastik persegi, air, spiritus, alkohol 70%, dan media polyvinyl alcohol (PVA).

Metode Penelitian
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi pertanaman jeruk dan tanaman
jeruk yang berada di pekarangan rumah yang dilakukan secara purposif. Pada
lokasi pertanaman yang luas, pengambilan sampel dilakukan terhadap 10 pohon
jeruk yang menunjukan gejala serangan tungau. Sedangkan untuk di pekarangan
rumah, pengambilan sampel tungau dilakukan pada semua pohon bergejala.
Sepuluh daun muda dan tua diambil dari empat arah mata angin pada setiap
pohon. Jenis jeruk yang dijadikan sampel pengamatan yaitu jeruk siam
(C. sinensis), jeruk lemon (C. limonia), jeruk limau (C. amblycarpa), jeruk keprok
(C. reticulata), jeruk nipis (C. aurantiifolia), jeruk purut (C. hystrix), dan jeruk
pamelo (C. maxima)
Penanganan Sampel
Setiap sampel daun dimasukan ke dalam kantung plastik bening, diberi
keterangan inang dan lokasi pengambilan sampel, kemudian setelah itu disimpan
dalam kotak pendingin. Setiap sampel dicuci menggunakan alkohol 70% dengan
memasukan ± 20 ml alkohol 70% ke dalam plastik sampel, kemudian digoyanggoyangkan supaya tungau yang berada pada daun tercuci, setelah itu larutan
dituangkan ke dalam vial dan diberi label. Kemudian tungau dikelompokkan
berdasarkan kemiripan morfologi yang diamati di bawah mikroskop stereo, lalu
setiap kelompok tungau dihitung jumlahnya.

12
Identifikasi dan Koleksi
Identifikasi tungau diawali dengan proses mounting untuk mendapatkan
spesimen yang bisa diamati di bawah mikroskop kompon. Tahapan proses
mounting yang pertama tungau diletakkan dengan posisi yang sesuai pada gelas
objek yang sudah ditetesi PVA dan secara perlahan tungau ditekan menggunakan
jarum mikro hingga mencapai dasar gelas objek, kemudian gelas penutup
diletakkan pada permukaan PVA. Selanjutnya slide preparat dipanaskan di atas
Bunsen burner untuk merelaksasi semua organ tubuh tungau serta menghilangkan
gelembung udara pada PVA, kemudian slide preparat diberi label dan posisi
tungau pada slide diberi tanda lingkaran. Setelah itu, slide preparat dipanaskan di
dalam oven pada suhu 45-50°C selama 1 – 2 minggu hingga medium PVA kering
dan tungau menjadi bersih. Identifikasi tungau berdasarkan karakteristik
morfologi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi yang sesuai, yaitu
Fan & George 2012; Gerson et al. 1999; Keifer 1938; Miller 1966; Muma 1964;
Qin 2001; Vacante 2010; Welbourn et al. 2003; Zhang et al. 2002; Zhang 2003.
Tabel 1 Kordinat GPS dan ketinggian lokasi pengambilan sampel
Lokasi (Desa/Kecamatan/Kabupaten)

GPS

Ketinggian (m dpl)

Cikabayan/Dramaga/Bogor

6°33'02.7'' S - 106°43'12.5'' E

192

Cikabayan/Dramaga/Bogor

6°33'06.7'' S - 106°42'57.0'' E

195

Situ Gede/Bogor Barat/Bogor

6°32'42.6'' S - 106°44'27.5'' E

213

Sadapaingan/Panawangan/Ciamis

7°03'22.8'' S - 108°21'45.6'' E

540

Sadapaingan/Panawangan/Ciamis

7°03'08.4'' S - 108°21'26.0'' E

550

6°52'46.4'' S - 107°06'38.8'' E

533

Cibolerang/Karang Pawitan/Garut

7°11'03.3'' S - 107°57'00.5'' E

713

Mekar Sari/Pasir Wangi/Garut

7°14'10.8'' S - 107°50'49.8'' E

895

Rancabeet/Samarang/Garut

7°12'37.5'' S - 107°49'34.3'' E

1000

6°58'24.9'' S - 108°36'40.3'' E

193

6°57'01.0'' S - 108°18'24.6'' E

724

Sukalarang/Sukalarang/Sukabumi

6°52'57.0'' S - 107°00'40.8'' E

880

Semplak/Sukalarang/Sukabumi

6°54'59.1'' S - 107°00'06.8'' E

713

6°47'47.9'' S - 108°00'27.0'' E

492

6°43'49.4'' S - 111°03'55.5'' E

30

Jawa Barat
Bogor

Ciamis

Cianjur
Cikaruya/Warung Kondang/Cianjur
Garut

Kuningan
Kalimanggis/Kalimanggis/Kuningan
Majalengka
Giri Mulya/Banyaran/Majalengka
Sukabumi

Sumedang
Paseh Kaler/Paseh/Sumedang
Jawa Tengah
Pati
Payang/Pati/Pati

13
Tabel 1 (lanjutan)
Lokasi (Desa/Kecamatan/Kabupaten)

GPS

Ketinggian (m dpl)

7°51'19.9'' S - 110°47'23.5'' E

246

Jatijejer/Trawas/Mojokerto

7°37'16.9'' S - 112°34'07.0'' E

433

Rejosari/Ngadirejo/Mojokerto

7°51'20.3'' S - 111°06'53.3'' E

316

Kedung Sari/Kemligi/Mojokerto

7°27'11.7'' S - 112°20'56.4'' E

42

7°26'39.0'' S - 112°18'56.2'' E

31

7°56'32.2'' S - 112°41'44.0'' E

513

Sumber Rejo/Jatisrono/Pacitan

7°51'26.4'' S - 111°06'50.8'' E

314

Ndolo Kidul/Punung/Pacitan

8°07'47.9'' S - 111°02'09.4'' E

448

8°05'48.6'' S - 111°59'38.9'' E

105

Wonogiri
Blimbing/Manyaran/Wonogiri
Jawa Timur
Mojokerto

Jombang
Menturus/Kudu/Jombang
Malang
Brombongan/Pakis/Malang
Pacitan

Tulung Agung
Pulosari/Punut/Tulung Agung

HASIL DAN PEMBAHASAN

Spesies tungau yang ditemukan berasosiasi dengan tanaman jeruk di Pulau
Jawa adalah Phyllocoptruta oleivora, Panonychus citri, Brevipalpus phoenicis,
Tarsonemus bilobatus, Eotetranychus sp., Eutetranychus sp., Cheletogenes
ornatus, dan Amblyseius spp. Selain itu, terdapat jenis tungau hanya bisa
diidentifikasi sampai tingkat family, famili Tydeidae dan Winterschmidtiidae
(Tabel 2). Tungau yang bersifat sebagai fitofag termasuk Famili Tetranychidae
(P. citri, Eotetranychus sp., Eutetranychus sp.), Famili Tenuipalpidae (B.
Phoenicis), Famili Tarsonemidae: (T. Bilobatus, Famili
Eriophyidae
(Ph. Oleivora) dan Tydeidae. Sedangkan tungau yang bersifat predator yaitu
Famili Phytoseiidae (Amblyseius spp.), Famili Cheyletidae (C. Ornatus)( dan dan
Famili Winterschmidtiidae. Selain dari sampel daun, dari sampel buahditemukan
P. citri pada buah jeruk keprok garut (data tidak ditampilkan).

Gambar 8 Komposisi famili tungau pada pertanaman jeruk di Pulau Jawa
Komposisi jenis tungau pada pertanaman jeruk yaitu famili Eriophyidae
sebesar 73.97%. Dua famili lain yang jumlahnya cukup banyak yaitu
Tetranychidae sebesar 18.87% dan Tenuipalpidae sebesar 6.52%. Persentase
famili lainnya adalah Phytoseiidae sebesar 0.23%, Tarsonemidae sebesar 0.19%,
Tydeidae sebesar 0.17%, Cheyletidae sebesar 0.03%, dan persentase yang paling
sedikit ditemukan pada penelitian ini yaitu Winterschmidtiidae sebesar 0.02%
(Gambar 8)

Tungau Fitofag
Jenis tungau yang paling dominan ditemukan di lokasi pengambilan sampel
adalah Ph. oleivora (6 670 individu) dan diperoleh dari hampir semua jenis jeruk
dan lokasi pengambilan sampel, kecuali di Kabupaten Garut dan Kuningan (Tabel
2). Jumlah paling tinggi tungau ini ditemukan pada jeruk limau di Kabupaten
Bogor yaitu sebanyak 3 676 individu. Hal ini diduga disebabkan karena jumlah
sampel di lokasi ini lebih banyak dari lokasi lainnya (Lampiran 1). Selain itu,
keperidian mungkin juga berpengaruh terhadap banyaknya jumlah individu yang

15
ditemukan, betina Ph. oleivora meletakan telurnya 1-2 telur per hari dengan total
telur yang dihasilkan semasa hidupnya yaitu sebanyak 20 – 30 telur (CABI 2014).
Karakter morfologi yang utama antara lain: pada bagian dorsal memiliki 31 annuli
dan bentuk annulus terlihat melengkung ke dalam; empodium dengan featherclaw
5-rayed; bentuk perisai pada prodorsal seperti bentuk jaring (Gambar 9).
Phyllocoptruta oleivora (Asmead) yang dikenal juga sebagai citrus rust mite
telah diketahui sejak tahun 1879 di Florida, dan sampai saat ini dapat ditemukan
pada pertanaman jeruk di seluruh dunia (Keifer et al. 1982). Tungau karat jeruk
ini hidup serta menyebabkan kerusakan pada permukaan daun, sel epidermis
buah, serta pada ranting yang masih hijau (Futch et al. 2001; CABI 2014). Pada
kulit jeruk, daun, dan ranting menyebabkan russeting dan bronzing serta menjadi
salah satu hama yang menyebabkan kerusakan paling banyak di Florida dan
Texas, sedangkan di California menjadi hama yang lebih serius pada lemon
(Keifer et al. 1982). Jenis jeruk yang menjadi inang dari Ph. oleivora antara lain
jeruk manis (C. sinensis), lemon (C. limonia), jeruk nipis (C. aurantiifolia), jeruk
pamelo (C. maxima), dan anggota jeruk lainnya (Citrus spp.) (Keifer 1952; CABI
2014). Menurut Pementan Nomor 93 Tahun 2011, tungau ini masih dikategorikan
OPT Karantina A1 yang keberadaannya belum dilaporkan di Indonesia. Menurut
data CABI (2014), penyebaran di negara-negara Asia tidak mencantumkan negara
Indonesia sebagai salah satu daerah penyebarannya. Tetapi Endarto (2004) telah
melakukan pengamatan terhadap populasi Ph. oleivora pada jeruk manis, keprok,
dan pamelo di Batu-Malang, Jawa Timur yang menyebabkan gejala burik pada
buah umur 1 bulan dan 3 bulan berturut-turut sebesar 38.5% dan 8.5%.
A

B

50 µm

50 µm

C

D

10 µm

10 µm

Gambar 9 Phyllocoptruta oleivora: (A) bagian dorsal imago; (B) memiliki 31
annuli pada bagian dorsal dan bentuk annulus melengkung ke dalam;
(C) empodium dengan featherclaw 5-rayed; (D) bentuk perisai pada
prodorsal
Berdasarkan hasil penelitian ini dan laporan penelitian sebelumnya,
menunjukan keberadaan Ph. oleivora yang sudah tersebar di sebagian daerah di
Pulau Jawa. Fakta ini bisa dijadikan dasar pertimbangan untuk menurunkan status

16
tungau ini menjadi OPT Karantina kategori A2 yang memiliki daerah persebaran
terbatas di dalam wilayah Indonesia. Tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk
membatasi semakin tersebarnya ke daerah lain dengan memperketat peredaran
tanaman jeruk, sebab menurut CABI (2014) tungau karat dapat bertahan pada
tunas dan daun yang menggulung.
Tabel 2

Kompoisi jenis dan jumlah individu tungau pada berbagai jenis jeruk di
Pulau Jawa

Jenis tungau

Jumlah

Jenis jeruk

Kabupaten/Kota

6 670

Jeruk lemon, limau,
nipis, pamelo, purut,
siam

1 637

Jeruk keprok (garut),
keprok (konde),
lemon, limau, nipis,
pamelo, siam

B. phoenicis

588

Jeruk lemon, limau,
pamelo, purut, siam

Eotetranychus sp.

57

Jeruk lemon, limau,
nipis, pamelo, siam

Eutetranychus sp.

7

Jeruk pamelo

Malang, Mojokerto, Bogor, Jombang,
Tulung Agung, Sukabumi, Pacitan,
Sumedang, Ciamis, Cianjur,
Majalengka, dan Pati
Garut, Malang, Mojokerto,
Kuningan, Bogor, Wonogiri, Tulung
Agung, Sukabumi, Malang, Ciamis,
Pacitan, Sumedang, Cianjur,
Majalengka, dan Pati
Malang, Mojokerto, Kuningan,
Bogor, Wonogiri, Tulung Agung,
Sukabumi, Pacitan, Sumedang, dan
Ciamis
Malang, Mojokerto, Jombang,
Pacitan, Bogor, Mojokerto, Cianjur,
dan Majalengka
Malang

17
15

Jeruk nipis
Jeruk nipis, pamelo

Ciamis
Pacitan, Ciamis, dan Mojokerto

21

Jeruk limau, nipis,
pamelo
Jeruk limau, nipis
Jeruk siam

Jombang, Tulung Agung, Sukabumi,
Malang, Bogor, dan Sumedang
Jombang dan Pacitan
Ciamis

Fitofag :
Ph. oleivora

P. citri

T. bilobatus
Tydeidae
Predator :
Amblyseius spp.
C. ornatus
Winterschmidtiidae

3
2

Selain Ph. oleivora, P. citriatau Citrus red mite juga termasuk OPT
Karantina kategori A2, artinya sudah ditemukan di Indonesia dengan penyebaran
yang terbatas. Tungau ini menyerang daun tanaman jeruk (Qin 2001), serta
merupakan hama yang serius pada tanaman jeruk di California, Afrika Selatan,
dan Jepang. Tungau ini juga ditemukan di Florida, Cina, Amerika Selatan, dan
India. Selain pada tanaman jeruk, juga ditemukan pada almon, pir, dan tanaman
hias berdaun lebar (Hoy 2011). Di Indonesia telah dilaporkan oleh Affandi (2007)
pada tanaman jeuk mandarin di Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok.
Selain pada jeruk mandarin, Puspitarini et al. (2012) juga melaporkan mengenai
kelimpahan P. citri pada pertanaman apel di Malang.
P. citri merupakan jenis tungau dengan jumlah yang cukup banyak yaitu
sebesar 1 637 individu dari total sampel, tungau ini ditemukan pada semua jenis
tanaman jeruk dan semua lokasi pengambilan sampel (Tabel 2). P. citri memiliki
karakter morfologi antara lain: memiliki warna tuberkel dan seta dorsal berwarna

17
merah, serta seta pada bagian dorsal menempel pada struktur tuberkel yang
kokoh; pada anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua pasang seta
para-anal (ps1-2); bagian tarsus I memiliki dua pasang seta dupleks; ujung tarsus
memiliki kuku empodia dan tiga pasang rambut proximoventral; pada bagian
femur I terdapat delapan seta; pada ujung opisthosoma memiliki seta clunal (h1)
yang hampir sama panjang dengan seta outer sacral (f2), sedangkan panjang f2
mendekati sepertiga panjang seta inner sacral (f1) (Gambar 10).
A

B

150 µm

C

100 µm

D

E

ph

10 µm

10 µm
F

ps2

ps1

50 µm

G
f1 (102.6µm)
(36.3µm) f2

as2

as1
h1 (35.9µm)

50 µm

50 µm

Gambar 10 Imago Panonychus citri: (A) warna tuberkel berwarna merah, seta
dorsal memiliki warna yang sama dan menempel pada struktur
tuberkel yang kokoh; (B) bagian dorsal imago; (C) tarsus I memiliki
2 pasang seta dupleks; (D) kuku empodia (cl) memilki 3 pasang
rambut proximoventral; (E) femur I memiliki 8 seta; (F) pada pada
anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua pasang seta
para-anal (ps1-2); (G) Hysterosoma memiliki seta clunal (h1) yang
sama panjang dengan seta outer sacral (f2); f2 mendekati sepertiga
painjang seta inner sacral (f1)
Jenis tungau berikutnya adalah B. Phoenicis (Tenuipalpidae). Tungau ini
ditemukan pada jeruk lemon, limau, nipis, purut dan siam pada lokasi pengamatan
yang beragam, dengan jumlah 588 individu (Tabel 2). Karakter morfologi B.
phoenicis yaitu mempunyai bentuk tubuh yang pipih; pada bagian hysterosoma
memiliki dua pori opisthosomal; tarsus II memiliki 2 solenidia; pola kutikula pada

18
prodorsum yaitu areolae; pada bagian hysterosoma terdapat 6 pasang seta
dorsolateral (c3, d3, e3, f3, h2, dan h1); pola kutikula pada area e1-e1 sampai h1-h1
selalu dengan pola kerutan kuat yang membentuk pola V, kemudian semakin
lemah ketika mengarah ke area h1-h1 (Gambar 11).
B

A

C

ω''
PP

ω'

PP

10 µm

50 µm
D

c3

IV

E

10 µm
e1

F

e1

e3
III
d3
IV

f3
h1
10 µm

f3

h2

h2
10 µm

h1

h1
10 µm

Gambar 11 Brevipalpus phoenicis: (A) bagian dorsal betina dengan 2 pori
opisthosoma (PP); (B) tarsus II memiliki 2 solenidia; (C) pola
kutikula pada prodorsum yaitu areolae; (D dan E) hysterosoma
dengan 6 pasang seta dorsolateral (c3, d3, e3, f3, h2 dan h1, f2 tidak
ada); (F) kutikula pada area e1-e1 hingga h1-h1 selalu dengan pola
kerutan kuat membentuk pola V
Brevipalpus phoenicis (Geijskes) dengan nama umumnya yaitu Reddish
black flat mite memiliki kisaran inang antara lain palem (Baker 1949), teh
(Widayat 2006; Komsiati 2008), pepaya, jeruk, dan markisa (Haramoto 1969).
Daerah sebarannya sangat luas dan menjadi hama kosmopolitan di negara dengan
iklim tropis (Haramoto 1969) dan subtropis (EFSA 2008). Tungau ini sangat
mirip dengan spesies B. californicus yang masih dinyatakan sebagai OPTK A1
dalam Permentan No 93 Tahun 2011. Sebagian karakter morfologi yang menjadi
pembeda antara lain jumlah dan bentuk seta pada bagian dorsolateral yang 7
pasang dan setiform (Baker 1949; Zhang 2003; Welbourn et al. 2003; Vacante
2010).
Gejala yang ditimbulkan B. phoenicis yaitu klorosis, blistering (seperti
melepuh), bronzing atau menimbulkan area nekrotik pada daun, buah, batang, dan
ranting (EFSA 2008). Selain itu, genus Brevipalpus juga dapat menjadi vektor
Citrus leprosis virus (CiLV) yang merupakan salah satu penyakit serius di
Argentina, Brazil, Paraguay, Venezuela, dan Panama (Childers et al. 2001). pada
jeruk dan dapat menyebabkan buah rontoh, defoliasi (gundul), dan kematian pada
ranting dan cabang (EFSA 2008).
Famili Tetranychidae lainnya adalah Eotetranychus sp., yang ditemukan
dengan jumlah 57 individu, pada beberapa lokasi pengambilan sampel dengan
kisaran jenis jeruk yang beragam, kecuali pada jeruk keprok garut, purut, dan

19
keprok konde (Tabel 2). Karakter morfologinya antara lain: pada bagian anal
plate memiliki dua pasang seta anal (as1-2) dan dua pasang seta para-anal (ps1-2);
pada tarsus I terdapat dua seta dupleks; dan penciri utama genus ini yaitu pada
ujung tarsus memiliki tiga pasang rambut proximoventral dan tidak memiliki kuku
(Gambar 12).
C

B

A

100 µm

10 µm

10 µm

D

E
ps2

as2
ps1
as1

10 µm

10 µm

Gambar 12 Imago Eotetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) ujung tarsus
memiliki 3 pasang rambut proximoventral; (C) pada tarsus I terdapat
2 seta dupleks; (D) bentuk aedeagus; (E) anal plate memiliki 2
pasang seta anal (as1-2) dan 2 pasang seta para-anal (ps1-2)
Eotetranychus sp. (Tetranychidae) bukan bukan merupakan OPT Karantina
dan penyebarannya sudah meluas di wilayah Indonesia. Zhang (2003)
menyebutkan bahwa tungau ini menyerang tanaman di dalam rumah kaca.
Beberapa spesies yang termasuk genus Eotetranychus dapat menyerang buah,
daun, dan ranting yang muda (Vacante 2010). Spesies yang diketahui hama pada
tanaman jeruk antara lain E. lewisi, E. sexmaculatus, E. yumensis, E. cendanai,
dan E. limauni (Vacante 2010; Hoy 2011). Affandi (2007) melaporkan
Eotetranychus sp. pada tanaman jeruk mandarin di Solok pada fase perkembangan
buah.
Pada penelitian ini, tungau hanya ditemukan di Kabupaten Malang pada
buah jeruk pamelo dengan jumlah hanya 7 individu (Tabel 2). Karakter morfologi
Eutetranycus sp. yaitu: pada bagian propodosoma memiliki tiga pasang seta
dorsal (v2, sc1, sc2); bagian hysterosoma memiliki 10 pasang seta (c1-3, d1&3, e1&3,
f1, h1-2,); pada anal plate terdapat dua pasang anal seta (as1-2) dan dua seta paraanal (ps1-2); tibia II memiliki enam seta; pada tarsus I terdapat satu solenidia dan
empodia tanpa kuku (Gambar 13). Pada lampiran Permentan Nomor 93 Tahun
2011, spesies dari genus Eutetranychus yang menjadi OPT Karantina kategori A1
yaitu E. orientalis dan yang menjadi inangnya antara lain jeruk, pepaya, kapas,
murbei, rambutan, dan terung.

20
A

B

v2
sc2

sc1

50 µm

100 µm
C

c1

D

c2

c3

d1
d3
as2

e1
e3

f1

as1
ps2

h2
h1
ps1cl

50 µm
F

E

25 µm

Tarsus

solenidion
3
2
6

5

4
1

empodium
Tibia
20 µm

10 µm

Gambar 13 Imago Eutetranycus sp.: (A) bagian dorsal betina; (B) pada bagian
propodosoma terdapat tiga pasang seta dorsal (v2, sc1, sc2); (C) pada
hysterosoma memiliki 10 pasang seta (c1-3, d1&3, e1&3, f1, h1-2); (D)
pada anal plate terdapat dua pasang seta anal (as1-2) dan dua seta
para-anal (ps1-2); (E) tibia II memiliki 6 seta; (F) pada tarsus I
terdapat 1 solenidia dan empodium tanpa kuku
Spesies berikutnya yang ditemukan pada penelitian ini yaitu T. bilobatus
dengan jumlah sebanyak 17 individu dan berasosiasi dengan tanaman jeruk nipis
di Kabupaten Ciamis (Tabel 2). Karakter morfologi T. bilobatus imago yaitu pada
tungkai IV mengalami reduksi yang merupakan penciri utama dari famili
Tarsonemidae, femur dan gena menyatu, kemudian panjang tegula normal dengan
panjang kurang dari 1.5 kali lebar dasar tegula; pada bagian ventral propodosoma
terdapat apodema (ap), apodema posternal (pa), dan apodema sejugal yang
melekuk di tengah; bagian ventral metapodosoma memiliki dua pasang seta (3a
dan 3b), dan apodema 4 (ap4) tidak melampaui dasar dari seta 3b (Gambar 14).

21
A

ap1

B

ap2

pa

Sejugal apodeme
25 µm

50 µm
D

C

3a

ap3

tegula
ap4
Tungkai IV

3b
20 µm
tegula

10 µm

Gambar 14 Imago Tarsonemus bilobatus: (A) bagian dorsal betina; (B)
apodema (ap), apodema posternal (pa), apodema sejugal melekuk di
tengah; (C) pada tungkai IV mengalami reduksi ukuran dari tungkai
lainnya, femur dan gena menyatu, panjang tegula normal yang
panjang kurang dari 1.5 kali lebar dasar tegula; (D) bagian ventral
metapodosoma memiliki 2 pasang seta (3a dan 3b), apodema 4 (ap4)
tidak melampaui dasar dari seta 3b
Menurut Zhang (2003), tungau ini merupakan hama minor pada tanaman
jeruk di dalam rumah kaca, serta pada sejumlah bunga hias di Polandia. Selain
sebagai fitofag, tungau ini juga dilaporkan memakan spora cendawan
(fungivorous) (Zhang 2003; CIAT 2004). Data CABI (2008) menyebutkan bahwa
yang menjadi inang antara lain bawang putih, paprika, semangga, melon,
mentimun, labu, tomat, sawi putih. Daerah penyebaran meliputi Asia: Jepang,
Korea, Cina, dan India; Afrika: Mesir; Eropa: Hungaria, Itali, Polandia, Belarus,
dan Ukraina (Zhang 2003; CABI 2008), sedangkan untuk di Indonesia belum
pernah dilaporkan. Spesies ini telah dikarakterisasi ciri-ciri morfologi dan telah
dipublikasikan namanya pada jurnal internasional, keberadaan di Indonesia belum
pernah dilaporkan. Oleh karena itu spesies ini merupakan new species record bagi
Indonesia.
Jenis tungau lainnya yang ditemukan termasuk Famili Tydeidae, dengan
jumlah 15 individu, dan lokasi temuan meliputi Pacitan, Ciamis, dan Mojokerto
pada tanaman jeruk nipis dan pamelo (Tabel 2). Karakter morfologi famili
Tydeidae yang diidentifikasi yaitu memiliki celisera berdekatan satu sama lain;
pada bagian palpaltarsus dan tarsus I tidak berujung dengan kuku; pola pada
bagian ventral gnathosoma yaitu stiate; tarsus II-IV berujung dengan sepasang
kuku (Gambar 15).

22
B

A

50 µm

C

10 µm
D

10 µm

10 µm

Gambar 15 Tydeidae. (A) bagian dorsal; (B) palpaltarsus dan tarsus I tidak
berujung dengan kuku (cl); (C) pola pada bagian gnathosoma ventral
yaitu striae; (D) tarsus II-IV berujung dengan sepasang kuku
Beberapa spesies famili Tydeidae berperan sebagai pengurai, sebagian lain
memakan fungi, polen, dan embun madu. Selain itu, kelompok tungau ini juga
ditemukan pada kulit dan daun tanaman berkayu, pada tanaman tomat, jeruk,
anggur, dan pohon berbuah lainnya (Hoy 2011). Zhang (2003) menyebutkan
bahwa kebanyakan spesies