Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEHUTANAN DENGAN
PRAKTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI DESA
LEUWIBATU KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR

NADYA SUSETYA NINGTYAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pengetahuan
Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu
Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Nadya Susetya Ningtyas
NIM E14090071

ABSTRAK
NADYA SUSETYA NINGTYAS. Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan
Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YULIUS HERO.
Pengetahuan petani dalam pengelolaan hutan rakyat sangat penting untuk
menciptakan hutan rakyat yang lestari. Penelitian ini bertujuan membuktikan
hubungan antara pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat di Desa
Leuwibatu Kecamatan Rumpin serta memberikan solusi yang tepat untuk
permasalahan yang ada di desa tersebut. Penentuan responden dilakukan dengan
metode Purpossive sampling terhadap 30 orang. Pengelolaan hutan rakyat yang
diamati mulai dari pengadaan benih, penyiapan lahan, penanaman, dan
pemeliharaan. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pengujian validasi,
reliabilitas, dan dianalisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hanya ada dua kegiatan yang berkorelasi dengan

tingkat pengetahuan, yaitu penentuan jarak tanam dan kegiatan penyulaman
dengan nilai korelasi berturut-turut 0.616 dan 0.611 sedangkan kegiatan lainnya
tidak berkorelasi dengan tingkat pengetahuan. Oleh sebab itu, kegiatan
penyuluhan dan pendampingan perlu ditingkatkan sebagai salah satu solusi
implementasi pengetahuan kehutanan dalam praktik pengelolaan hutan rakyat.
Kata kunci: pengelolaan hutan rakyat, pengetahuan, petani

ABSTRACT
NADYA SUSETYA NINGTYAS. The Relationship between Forestry
Knowledge and Practice of Community Forest Management in the Leuwibatu
Village, Rumpin Subdistrict, Bogor District. Supervised by YULIUS HERO.
Farmer’s knowledge in the management of community forests is very
important to create a sustainability of community forest. This study aims to prove
the relationship between knowledge and practice of community forest
management in the Leuwibatu Village Rumpin Subdistrict and to provide the
appropriate solution to the problems in that location. Determination of the
respondents was conducted with purposive sampling method consisting 30 people.
Community forests management observed was started from the seed procurement,
land preparation, cultivation, and maintenance. Data processing was done by
testing validation, reliability, and analysis by using the Spearman rank correlation

test. The results showed that there are only two activities that correlate with the
level of knowledge, those are the determination of plant spacing and replanting
activities with correlation values of 0.616 and 0.611 respectively, while other
activities are not correlated with the level of knowledge. Therefore, extension
activities and assistance is needed to be increased as a solution to the
implementation of forestry knowledge in community forest management.
Keywords: community forest management, farmer, knowledge

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEHUTANAN DENGAN
PRAKTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI DESA
LEUWIBATU KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR

NADYA SUSETYA NINGTYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan
Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten
Bogor
: Nadya Susetya Ningtyas
Nama
: £14090071
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Yulius Hero, MSc
Pcmbimbing

Tanggal Lulus:


イセ@

6 DEC 2013

Judul Skripsi : Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan
Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten
Bogor
Nama
: Nadya Susetya Ningtyas
NIM
: E14090071

Disetujui oleh

Dr Ir Yulius Hero, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan
judul Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan
Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor yang
dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juni 2013 di Desa Leuwibatu Kecamatan
Rumpin Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Melalui skripsi ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Yulius
Hero, MSc selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan
tulisan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk Dr Erianto Indra
Putra, MSi sebagai penguji ujian komprehensif dan Dra Sri Rahaju, MSi sebagai
ketua sidang yang telah banyak memberikan saran selama ujian komprehensif. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Demus Silaen (BP3K
Wilayah Leuwiliang), Bapak Odjim, Bapak Nurjen dan seluruh anggota
Kelompok Tani Barokah Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor,

yang telah membantu dalam pengumpulan data. Penulis juga menyampaikan
terima kasih untuk Mama, Papa serta seluruh Keluarga, seluruh Staf Departemen
Manajemen Hutan dan Rekan-Rekan Mahasiswa Departemen Manajemen Hutan
46 Fakultas Kehutanan IPB serta pihak-pihak lain atas dukungan dan doa yang
diberikan.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi praktisi, akademisi, dan masyarakat luas.

Bogor, Desember 2013
Nadya Susetya Ningtyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Kerangka Pemikiran

3

Waktu dan Tempat Penelitian

3


Alat dan Bahan

3

Metode Pengumpulan Data

4

Pengolahan dan Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Wilyah Penelitian

8


Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu

9

Karakteristik Petani Hutan Rakyat

11

Uji Validitas dan Reliabilitas

13

Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat

14

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach
Interval koefisien dan hubungan korelasi
Validasi pertanyaan
Korelasi antara kegiatan penyiapan lahan dengan tingkat pengetahuan
Korelasi antara kegiatan penanaman dengan tingkat pengetahuan
Korelasi antara kegiatan pemeliharaan dengan tingkat pengetahuan
Penerapan kegiatan pengelolaan hutan rakyat

6
7
14
16
18
19
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kerangka pikir penelitian
Peta Desa Leuwibatu
Sebaran responden berdasarkan umur
Karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikan
Karakteristik berdasarkan pekerjaan
Karakteristik petani berdasarkan pengalaman usaha tani
Karakteristik petani berdasarkan luasan lahan
Persemaian sengon
Pengaturan jarak tanam
Kegiatan penyiraman
Sengon terserang hama

3
8
11
12
12
13
13
15
17
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Validitas kuesoner
Reliabilitas kuesioner
Korelasi pengelolaan hutan dengan tingkat pengetahuan
Foto dokumentasi

26
28
28
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui dan diperoleh dari
persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya
merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir yang
menjadi dasar manusia dalam bersikap dan bertindak. Pengetahuan juga
mempunyai arti segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan sesuatu hal dan
merupakan kumpulan pengalaman dalam kurun waktu yang lama (Depdikbud
1999).
Pada bidang kehutanan, pengetahuan tentang budidaya pohon juga
mempunyai peranan penting dalam pembangunan kehutanan. Pengetahuan
budidaya pohon ini diperoleh dari keluarga (turun temurun) dan tetangga sekitar
(Hardjanto et al. 2011). Pengetahuan petani dalam pengelolaan hutan rakyat
sangatlah penting karena dengan adanya pengetahuan, petani dapat melakukan
cara-cara terbaik dalam mengelola hutan rakyat. Selain itu petani juga dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada, seperti terserangnya hama
penyakit hutan yang kini sedang mewabah. Dengan diterapkannya pengetahuan
dalam mengelola hutan rakyat diharapkan tercipta hutan rakyat yang lestari
sehingga dapat menghasilkan produksi kayu yang meningkat dan
menyejahterakan masyarakat sekitar hutan. Seperti pada tahun 2011, produktivitas
kayu sengon di Kecamatan Rumpin dapat mencapai 20 m3/ha (Distanhut 2011).
Sedangkan pada tahun 2012 berproduksi sebesar 587.92 m3 dari luasan 305.69 ha
(Distanhut 2012).
Pengelolaan hutan rakyat saat ini masih bersifat tabungan yang dapat
dimanfaatkan pada saat ada kebutuhan atau biasa disebut “tebang butuh”
(Suharjito 2000). Sesuai dengan sifat usaha hutan rakyat tersebut, maka belum
dapat diketahui usaha tani hutan rakyat dilakukan dengan menggunakan budidaya
tanaman kehutanan atau tidak. Sedangkan penerapan pengetahuan kehutanan
sangatlah penting dalam praktik pengelolaan hutan rakyat karena jangka waktu
usaha hutan rakyat yang relatif lama. Jangka waktu panen hutan rakyat yang
sudah laku dijual paling cepat adalah tiga tahun. Selain itu, penerapan
pengetahuan budidaya tanaman kehutanan dapat pula meningkatkan produksi
hasil hutan. Oleh karena itu, perlu penelitian hubungan antara pengetahuan
kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat.
Saat ini telah banyak penelitian mengenai pengetahuan petani dalam
pengelolaan hutan rakyat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Asiah (2009),
Apriyanto (2011), dan Wiharja (2011). Namun penelitian-penelitian tersebut
hanya menjelaskan tentang pengetahuan yang diterapkan pada pengelolaan hutan
rakyat, belum ada penelitian yang menjelaskan mengenai hubungan antara
pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. Oleh karena itu, penelitian
ini akan membuktikan ada tidaknya hubungan antara pengetahuan kehutanan
dengan praktik pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu serta memberikan
solusi implementasi yang berguna untuk pembangunan kehutanan.

2
Perumusan Masalah
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hutan rakyat
masih bersifat tabungan yang dapat dimanfaatkan pada saat ada kebutuhan.
Seperti yang diungkapkan Suharjito (2000) kayu sebagai hasil hutan rakyat masih
menempati posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga
petani. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi
prioritas usaha karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman
pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruangruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah,
lahan-lahan marjinal dan sebagian dengan budidaya monokultur (Suharjito 2000).
Oleh karena itu, perlu diketahui usahatani pengelolaan hutan rakyat dilakukan
dengan menggunakan pengetahuan budidaya tanaman kehutanan atau tidak.
Penerapan pengetahuan kehutanan sangat penting dalam praktik
pengelolaan hutan rakyat karena jangka waktu usaha hutan rakyat relatif lama.
Jangka waktu pengelolaan hutan rakyat mulai dari pengadaan benih, pengolahan
lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan membutuhkan pengelolaan
yang intensif. Sehingga petani dituntut memiliki keterampilan dan pengetahuan
didalam mengelola hutan. Oleh karena itu perlu penelitian tentang hubungan
antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik
pengelolaan hutan rakyat.
2. Memberikan solusi implementasi pengetahuan kehutanan dalam praktik
pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat.
Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran
yang bermanfaat yang bersifat membangun bagi:
1.
Pemerintah (policy maker), diharapkan dapat menjadi salah satu solusi
implementasi pengetahuan kehutanan dalam praktik pengelolaan hutan
rakyat.
2.
Pembaca (reader), diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bisa
menjadi referensi, pedoman, literatur, dan inspirasi untuk melakukan
penelitian berikutnya yang lebih lengkap.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah hanya dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat
oleh petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.

3

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Pengetahuan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha
karena pengetahuan merupakan dasar dari suatu ilmu yang dapat diterapkan
secara langsung. Dalam suatu kegiatan kehutanan, penerapan pengetahuan sangat
diperlukan dalam praktik pengelolaan hutan agar usaha tersebut dapat berhasil.
Namun pengelolaan hutan rakyat saat ini masih bersifat tabungan yang dapat
dimanfaatkan pada saat ada kebutuhan. Sesuai dengan sifat usaha hutan rakyat
seperti ini, maka belum dapat diketahui usahatani pengelolaan hutan rakyat
dilakukan dengan menggunakan pengetahuan budidaya tanaman kehutanan atau
tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian hubungan pengetahuan
kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. Alur kerangka pemikiran
disajikan pada Gambar 1.
Tingkat pengetahuan petani dalam melakukan pengelolaan hutan rakyat

Kognitif

Psikomotor

Afektif

Analisis hubungan pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat

Solusi implementasi pengetahuan dalam praktik pengelolaan hutan rakyat

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin
Kabupaten Bogor Barat Provinsi Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian ini
berlangsung selama satu bulan mulai bulan Mei sampai Juni 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang akan digunakan adalah kuesioner sebagai interview guide disertai
alat tulis, kamera untuk dokumentasi, alat rekam untuk wawancara di lapangan,
dan laptop. Bahan yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Pengolahan
data menggunakan software Miscrosoft Office, Microsoft Excel, dan software
SPSS (Statistical Program for Social Science) 17.0.

4
Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah petani hutan rakyat yang mengelola usahatani
hutan rakyat di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat,
dengan jumlah 30 petani hutan rakyat yang terdiri dari 15 responden dengan
kemampuan pengetahuan tinggi dan 15 responden dengan kemampuan
pengetahuan rendah.
Metode Pengumpulan Data
Teknik Pengambilan Responden
Penentuan sampel responden dilakukan secara Purpossive Sampling artinya
pengambilan sampel responden ditetapkan secara sengaja sesuai kebutuhan
penelitian dengan berdasarkan atas informasi atau keterangan yang mendahului
yang telah diperoleh sebelumnya dengan melakukan survei kepada kepala Desa
atau ketua Kelompok Tani untuk identifikasi tingkat kemampuan responden.
Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang
berprofesi sebagai petani hutan rakyat. Responden yang dipilih berdasarkan
kemampuan dalam pengetahuan, yaitu kemampuan pengetahuan tinggi dan
kemampuan pengetahuan rendah. Jumlah Responden sebanyak 30 orang terdiri
atas 15 responden kemampuan pengetahuan tinggi dan 15 responden kemampuan
pengetahuan rendah. Jumlah responden telah mencukupi karena telah memenuhi
syarat, terutama mengacu pada literatur yang menyatakan bahwa syarat minimal
data menyebar normal adalah 30 responden (Singarimbun 1989).
Kemampuan pengetahuan dilihat dari kemampuan terhadap ranah
pendidikan kognitif, psikomotor, dan afektif.
1. Pengetahuan Kognitif yaitu tingkat pengetahuan petani dalam budidaya
tanaman berkayu (pohon). Hal ini dinilai dari tingkat lulusan pendidikan,
kedudukan dalam masyarakat, wawasan dalam budidaya pohon, dan lama
pengalaman budidaya pohon.
2. Pengetahuan Psikomotor yaitu tingkat kecepatan bergerak atau keterampilan
petani dalam budidaya pohon. Hal ini dinilai dari tingkat kecepatan dalam
pekerjaan budidaya pohon, tingkat kerajinan dan keterampilan budidaya pohon,
serta lama pengalaman budidaya pohon.
3. Pengetahuan Afektif yaitu tingkat keteladanan dan kemudahan dalam
menerima inovasi budidaya pohon. Hal ini dinilai dari kedudukan dalam
masyarakat, keteladanan masyarakat, dan kecepatan dalam menerima inovasi
budidaya pohon.
Pembagian ranah dalam kemampuan pengetahuan ini juga mengacu pada
taksonomi Bloom yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain
tersebut dibagi kembali kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hirarkinya, yaitu Cognitive Domain (Ranah Kognitif), Affective Domain (Ranah
Afektif), dan Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor).

5
Pengumpulan data
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik yang
disesuaikan dengan data yang diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang
dilakukan yaitu teknik wawancara dan teknik observasi. Sedangkan data yang
dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil wawancara dengan alat bantu kuesioner terstruktur
serta pengamatan langsung terhadap pengelolaan hutan rakyat sedangkan data
sekunder merupakan data yang berkaitan dengan penelitian dari instansi terkait.
Pilihan pertanyaan dalam kuisioner menggunakan opsi jawaban model Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi, seseorang
atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial lainnya, dan bertujuan
untuk mengetahui tanggapan dari responden (Sarwono 2009).
Data primer terdiri dari karakteristik responden (nama, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani, pekerjaan
pokok, pekerjaan sampingan, dan luas kepemilikan lahan) dan kegiatan
pengelolaan hutan (pengadaan benih, penyiapan lahan, penanaman, dan
pemeliharaan). Sedangkan data sekunder terdiri dari kondisi umum lokasi
penelitian (luas areal, letak dan keadaan fisik lingkungan) dan data umum
masyarakat di lokasi penelitian (monografi desa, jumlah penduduk, struktur umur,
tingkat pendidikan masyarakat dan mata pencaharian). Data sekunder
dikumpulkan dari Pemerintah Daerah Kecamatan Rumpin, Balai Penyuluhan
Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Leuwiliang, serta Kelompok
Tani Barokah Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.
Pengolahan dan Analisis Data
Kualitas data dalam penelitian yang menggunakan metode kuantitatif
diukur dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Dalam
penelitian kuantitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid,
reliabel, dan obyektif. Instrumen dikatakan berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan pemakaiannya bila sudah diuji validitasnya dan
reliabilitasnya.
Uji Validitas
Uji validitas kuesioner dilakukan setelah pengumpulan data dengan
kuesioner selesai dilakukan. Pengujian validitas ini dimaksudkan untuk
menentukan keabsahan dari pertanyaan yang digunakan dalam penelitian apakah
sudah sesuai dengan yang akan diukur nantinya. Validasi menunjukkan sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
(Suliyanto 2005).
Uji validitas dilakukan dengan cara mengukur korelasi antara skor setiap
butir pertanyaan dengan skor nilai total. Pengujian menggunakan bantuan alat
pengolah data SPSS versi 17. Indeks validitas statistik yang diperoleh akan diuji
dengan tingkat korelasinya. Apabila diperoleh hasil r hitung lebih besar dari r tabel
product moment dengan α=0.05 maka butir pertanyaan yang telah dibuat yang
mewakili kuesioner memiliki konsistensi antara variabel satu dengan variabel
yang lain. Instrumen valid apabila nilai korelasi adalah positif dan nilai
probabilitas korelasi < taraf signifikan (α) sebesar 0.05 (selang kepercayaan 95%).

6
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan setelah alat ukur dikatakan valid (sahih).
Menurut Agusyana (2011), reliabilitas menunjukkan adanya konsistensi dan
stabilitas nilai hasil skala pengukuran. Sehingga reliabilitas merupakan analisis
untuk mengetahui kekonsistensian alat ukur. Suatu kuesioner dikatakan reliabel
jika kuesioner tersebut dapat digunakan berulang-ulang kepada kelompok yang
sama dan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas menggunakan metode
koefisien Alpha Cronbach pada software SPSS 17.0 (Sarwono 2006). Jika ri
positif dan nilainya mendekati 1 (mempunyai alpha cronbach lebih dari 0.6) maka
pengukuran yang dilakukan adalah reliabel (Tabel 1).
Tabel 1 Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach
Alpha
Tingkat reliabilitas
0.00 – 0.20
Kurang reliabel
0.20 – 0.40
Agak reliabel
0.40 – 0.60
Cukup reliabel
0.60 – 0.80
Reliabel
0.80 – 1.00
Sangat reliabel
Sumber: Sarwono (2006)

Uji Korelasi
Hubungan pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan
rakyat oleh petani hutan rakyat dapat diketahui dengan melakukan uji korelasi.
Nilai tingkat pengetahuan petani hutan rakyat yang digunakan adalah nilai skor
tingkat pengetahuan yang diperoleh dari kuesioner yang sudah ditabulasikan.
Penelitian ini menggunakan korelasi Rank Spearman. Menurut Sugiyono (2009),
korelasi Rank Spearman merupakan salah satu analisis yang mengasumsikan
bahwa data objek penelitian terdiri dari pasangan-pasangan data, untuk
pengolahan data menggunakan program SPSS versi 17. Uji Rank Spearman
dilakukan untuk mengetahui nilai koefisien korelasi, sehingga dapat mengukur
kekuatan (keeratan) suatu hubungan antar variabel. Korelasi Rank Spearman
digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu
variabel bebas dan variabel terikat yang berskala ordinal (non-parametrik) dengan
rumus uji Spearman :
Rs =
Keterangan:
Rs : koefisien Rank Spearman
di : selisih peringkat X dan Y
n : jumlah sampel
Hasil uji korelasi dapat benilai positif (+) atau negatif (-). Jika korelasi
menghasilkan angka positif maka hubungan kedua variabel bersifat searah. Searah
maksudnya mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel terikat
juga besar. Jika korelasi bernilai negatif maka hubungan kedua variabel bersifat
tidak searah. Tidak searah maksudnya jika variabel bebas besar maka variabel
terikatnya menjadi kecil. Angka korelasi bernilai 0 s/d 1, dengan ketentuan jika

7
angka mendekati 1 maka hubungan kedua variabel semakin kuat dan jika angka
korelasi mendekati 0 maka hubungan kedua variabel semakin lemah.
Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan apakah asumsi dapat diterima
atau ditolak. Hal ini ditentukan dengan melihat P value.
1. Jika P value ≤ 0.05 maka tolak H0 dan terima H1 pada α = 5%
2. Jika P value > 0.05 mka terima H0 dan tolak H1 pada α = 5%
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah
H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel yang diuji.
H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel yang diuji.
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis asosiatif.
Hipotesis asosiatif merupakan dugaan adanya hubungan antara dua variabel atau
lebih dengan terlebih dahulu menghitung koefisien kemudian dilakukan uji
signifikan (Sugiyono 2009). Tingkat signifikan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebesar α (0.05) dan α (0.01) maka artinya hasil penelitian mempunyai
tingkat kepercayaan sebesar 95% dan 99% dengan tingkat kesalahan sebesar 5%
dan 1%.
Hipotesisnya :
H0 = Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik
pengelolaan hutan rakyat
H1 = Terdapat hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik
pengelolaan hutan rakyat
Hasil Uji :
1 = Jika angka signifikan hasil penelitan < 0.05 dan < 0.01 maka H0 ditolak, H1
diterima. Jadi terdapat hubungan antara pengetahuan dengan praktik
pengelolaan hutan rakyat.
2 = Jika angka signifikan hasil penelitan > 0.05 dan > 0.01 maka H0 diterima, H1
ditolak. Jadi tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan praktik
pengelolaan hutan rakyat.
Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan
antara dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif.
Kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasinya (Sugiyono
2009). Nilai koefisien berada pada selang -1 < rs ≤ 1. Besar kecilnya angka
korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan kedua variabel (Tabel 2).
Tabel 2 Interval koefisien dan hubungan korelasi
Interval koefisien
0.00 – 0.25
0.25 – 0.50
0.50 – 0.75
0.75 – 1.00
Sumber: Sarwono (2009)

Tingkat hubungan
Sangat lemah
Agak lemah
Kuat
Sangat kuat

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilyah Penelitian
Keadaan Wilayah dan Topografi Lokasi Penelitian
Wilayah penelitian pada masyarakat Desa Leuwibatu secara administratif
merupakan bagian dari Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Barat, Provinsi
Jawa Barat. Kecamatan Rumpin terletak di sebelah Barat Kota Bogor sekitar 20
km dari Ibu Kota Kabupaten Bogor (Cibinong) dengan jumlah 13 desa, 35 dusun,
392 RW, dan jumlah penduduk 125718 jiwa dengan luas wilayah 11747 ha.
Keadaan topografi di wilayah Rumpin umumnya bervariasi dari datar,
bergelombang, berbukit dan pegunungan dengan ketinggian 100–350 mdpl dan
kemiringan lahan berkisar antara 5–75% (Odjim 2013).
Desa Leuwibatu (Gambar 2) merupakan salah satu Desa di Kecamatan
Rumpin yang berbatasan dengan Desa Rabak dan Gobang Kecamatan Rumpin di
sebelah Utara, Desa Karehkel Kecamatan Leuwiliang di sebelah Selatan, Desa
Gobang dan Cidokom Kecamatan Rumpin di sebelah Timur, dan Desa Cibanteng
dan Sirnaasih Kecamatan Leuwisadeng dan Cigudeg di sebelah Baratnya. Desa ini
menjadi lokasi penelitian karena merupakan salah satu wilayah potensial
penghasil tanaman pertanian dan kehutanan yang memiliki luasan hutan rakyat
545 ha (Odjim 2013).
PETA
DESA LEUWIBATU
Kecamatan Rumpin
Kabupaten Bogor

Desa Leuwibatu

2000 ft
1 Km

Legenda :
= Desa Leuwibatu

Disusu oleh :
Nadya
Susetya
Ningtyas (E14090071)

Departemen
Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Petanian
Bogor
2013

Gambar 2 Peta Desa Leuwibatu
Jenis tanah di Desa Leuwibatu adalah podsolik merah kuning 40% dan
andosol 60% dengan ketinggian tempat antara 200 mdpl sampai 700 mdpl. Curah
hujan rata-rata per tahun 1592.27 mm/tahun dengan rata-rata bulan basah 7 bulan
dan bulan kering 5 bulan. Sedangkan pH tanah rata-rata 5.5–7 sehingga cocok
sekali untuk pengembangan komoditas pertanian dan kehutanan (Silaen 2012).

9
Demografi Lokasi Penelitian
Jumlah penduduk di Desa Leuwibatu pada tahun 2011 adalah 2 236 kepala
keluarga, yang terdiri dari 4 599 orang laki-laki dan 4 296 orang perempuan.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, terdapat 290 orang belum bersekolah, 340
tamatan SD, 421 tamatan SMP, 156 tamatan SMA, dan 80 orang yang berada di
perguruan tinggi. Rata-rata penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani
sebanyak 1891 orang diikuti dengan buruh (855 orang), pedagang (125 orang),
jasa/guru (50 orang), dan PNS/TNI/POLRI (51 orang) (Odjim 2013).
Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas
minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau
tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun 1999). Menurut Suharjito
(2000), hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang
dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan
milik. Hutan rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total hutan
yang ada, karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan
masyarakat, juga penting bagi pemiliknya sebagai sumber penghasil kayu maupun
sumber pendapatan rumah tangga, disamping hasil-hasil lain seperti buah-buahan,
daun, kulit kayu, biji dan sebagainya.
Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan
menyatakan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang
dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan
negara, yaitu hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik atau
tanah negara.
Hutan rakyat di Desa Leuwibatu merupakan hutan rakyat yang telah
dikelola secara turun temurun oleh masyarakat sekitar hutan, baik berupa tanah
hak milik maupun tanah garapan. Masyarakat Desa Leuwibatu yang menanam
tanaman kayu di tanah garapan lebih memilih jenis tanaman yang cepat tumbuh
dengan daur yang cepat seperti tanaman sengon (Paraserianthes falcataria).
Selain sengon, adapula tanaman kayu seperti jabon (Anthocephalus cadamba),
gmelina (Gmelina arborea), mindi (Melia azedarach), duren (Durio Zibethinus),
nangka (Artocarpus heterophyllus), cempedak (Artocarpus integer), duku
(Lansium domesticum Corr), dan tanaman lainnya.
Sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu adalah menggunakan
sistem agroforestri karena masyarakat dapat lebih memaksimalkan produktivitas
pada lahan yang sama. Agroforestri atau wanatani adalah manajemen
pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan
kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama. Sistem
agroforestri adalah suatu teknis penanaman yang dilaksanakan dengan
menggabungkan antara tanaman berkayu/tanaman hutan dengan tanaman pangan
atau pakan ternak dengan menggunakan praktik-praktik pengelolaan yang sesuai
dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat (Mulyana dan
Asmarahman 2010). Sebagian besar responden di Desa Leuwibatu menanam
sengon (Paraserienthes falcataria) dengan tanaman sela seperti singkong, pisang,
cabai, dan lainnya.

10
Sistem pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat di Desa
Leuwibatu dimulai dari pengadaan benih, pengolahan lahan, penanaman, sampai
pemeliharaan. Kegiatan pengadaan benih dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Misalnya dengan menyemaikan sendiri baik menggunakan benih unggul maupun
lokal dan dapat juga dengan cara membeli bibit langsung ke pedagang keliling
maupun kelompok tani. Namun adapula sebagian masyarakat yang mengambil
benih lokal dari pohon yang sudah tua, trubusan, maupun cabutan. Setelah bibit
diperoleh maka sebelum ditanam, dilakukan penyiapan lahan agar lahan siap
tanam dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Tindakan yang dilakukan dalam
penyiapan lahan dimulai dari membersihkan lahan dari rumput ilalang, membuat
lubang tanam, menetapkan jarak tanam, dan juga melakukan pemupukan pada
lubang tanam sebelum dilakukan penanaman. Kebanyakan masyarakat melakukan
pembersihan lahan dengan teknik land clearing. Pembuatan lubang tanam dan
penetapan jarak tanam yang baik juga sudah mulai diterapkan oleh petani hutan
rakyat di Desa Leuwibatu, namun kegiatan pemupukan sebelum penanaman
jarang dilakukan oleh petani Desa Leuwibatu karena tanah di wilayah ini
tergolong subur. Pengolahan tanah atau penggarapan tanah di Desa Leuwibatu ini
biasanya dilakukan oleh pemilik lahan dan adapula yang menggunakan jasa buruh
tani.
Kegiatan penanaman dilakukan setelah kegiatan penyiapan lahan selesai
dan lahan siap tanam. Kegiatan penanaman ini dimulai dari pengangkutan bibit ke
lokasi penanaman, pelepasan polibag ke lubang tanam dengan memperhatikan
kedalaman tanaman dan posisi akar. Setelah bibit dimasukkan ke lubang tanam
kemudian ditimbun kembali dengan tanah lalu dilakukan pemasangan ajir sebagai
penanda. Kegiatan penanaman juga harus memperhatikan musim dan waktu
penanaman yang baik agar tanaman dapat tumbuh baik. Kegiatan penanaman
dilakukan pagi atau sore hari pada musim penghujan. Praktik kegiatan penanaman
oleh petani Desa Leuwibatu tergolong baik.
Kegiatan pemeliharaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu hanya dilakukan
pada masa awal tanam sekitar umur 1-2 tahun pertama saja. Kegiatan
pemeliharaan ini diantaranya berupa kegiatan penyiangan, pendangiran,
pemangkasan cabang, dan penyulaman. Penyiangan atau pembersihan bibit dari
gulma dan tanaman pengganggu dilakukan agar mengurangi persaingan dalam
mengambil unsur hara dalam tanah. Bersamaan dengan penyiangan, petani
biasanya juga melakukan pendangiran atau penggemburan tanah pada lokasi
penanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Kegiatan pemangkasan cabang dan penyulaman pada tanaman yang mati
hampir selalu dilakukan oleh petani di Desa Leuwibatu karena merupakan salah
satu kegiatan pemeliharaan yang perlu dilakukan agar memperoleh hasil yang
optimal. Akan tetapi ada juga kegiatan pemeliharaan yang tidak dilakukan oleh
petani Desa Leuwibatu, yaitu kegiatan pemupukan setelah penanaman,
penyiraman, pemberantasan hama, dan penjarangan. Petani Desa Leuwibatu tidak
memberikan pupuk setelah penanaman karena bibit ditanam di daerah
pegunungan yang tanahnya subur. Begitupula dengan penyiraman, petani tidak
perlu melakukan penyiraman karena curah hujan di daerah ini tergolong tinggi
sehingga petani mengandalkan hujan untuk menyiram tanaman mereka.
Terkecuali untuk petani yang membuat persemaian sendiri, petani menyiram
benih secara rutin agar benih dapat tumbuh dengan baik hingga siap tanam.

11
Kegiatan penjarangan juga tidak dilakukan karena petani Desa Leuwibatu
beranggapan bahwa lebih banyak menanam akan lebih baik. Jika dilakukan
penjarangan maka akan mengurangi hasil panen kecuali jika ada tanaman yang
terserang hama penyakit maka perlu ditebang agar tidak menyebar ke tanaman
yang lainnya.
Pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan masyarakat Desa Leuwibatu
bergantung pada karakteristik respondennya, yaitu berdasarkan umur, pendidikan,
pekerjaan, luas kepemilikan lahan, serta lamanya pengalaman berusaha tani.
Semakin tua umur petani maka akan semakin banyak pula pengalaman dalam
berusaha tani. Semakin luas kepemilikan lahan maka petani juga akan
memperhatikan sistem pengelolaan hutan rakyat agar mendapatkan hasil produksi
yang maksimal. Masyarakat yang pekerjaan utamanya sebagai petani tentu akan
lebih fokus dalam mengelola dan memelihara hutannya.
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
Karakteristik yang dipilih dari tiap petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu
meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani hutan rakyat,
pekerjaan pokok, luas kepemilikan lahan. Total jumlah responden dalam
penelitian ini adalah sebanyak 30 responden, yang terdiri dari 15 responden
kemampuan pengetahuan tinggi dan 15 responden kemampuan pengetahuan
rendah. Berikut ini hasil rekapitulasi data karakteristik petani hutan rakyat.
Umur Responden
Sebaran umur tertinggi responden terdapat pada umur 41–50 tahun
sebanyak 14 responden dengan persentase 46.67% (Gambar 3).

Persentase

60%

46.67%

40%
16.67%

20.00%
13.33%

20%

3.33%

0%
30-40

41-50

51-60

61-70

>71

Umur (tahun)

Gambar 3 Sebaran responden berdasarkan umur
Pangihutan (2003) menyatakan bahwa kelompok usia digolongkan
menjadi tiga kelas umur, yaitu usia muda (0–17 tahun), usia produktif (18–59
tahun) dan usia non produktif (≥60 tahun). Gambar 3 menunjukkan bahwa ratarata masyarakat di Desa Leuwibatu yang bertanggung jawab mengelola hutan
rakyatnya ada pada umur produktif, yaitu sekitar 18–59 tahun. Berdasarkan hal
tersebut, maka 80% responden termasuk ke dalam usia produktif dan 20%
diantaranya termasuk dalam usia tua.

12
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden di Desa Leuwibatu masih tergolong rendah
karena sebanyak 53.33% responden adalah tamatan Sekolah Dasar (SD)
sedangkan yang dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan S1 hanya 16.67% dan
sisanya tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA), dan tidak bersekolah (Gambar 4). Rendahnya tingkat pendidikan
responden disebabkan oleh faktor biaya sekolah yang tinggi, kurangnya
penyuluhan dan juga beberapa orang masih beranggapan bahwa pendidikan belum
menjadi prioritas utama. Tinggi rendahnya pendidikan ini akan berpengaruh pada
pengelolaan hutan rakyat. Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka akan
semakin baik teknik pengelolaannya. Tingkat pengetahuan ini dapat masuk
kedalam ranah kognitif.
53.33%

Persentase

60%
40%

16.67%

20%

10.00%

10.00% 10 .00%

0%
Tidak Sekolah SD

SMP

SMA

PT

Tingkat Pendidikan

Gambar 4 Karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikan
Pekerjaan Pokok Responden
Mata pencaharian penduduk Desa Leuwibatu sebagian besar adalah petani.
Dari 30 responden yang diwawancarai dapat diketahui bahwa 80% diantaranya
mempunyai pekerjaan utama sebagai petani hutan rakyat. Sedangkan 20% lainnya
memiliki pekerjaan utama sebagai guru dan wirausahawan sedangkan usaha tani
hutan rakyatnya hanya sebagai usaha sampingan saja (Gambar 5).

Persentase

80.00%
100%
50%

20.00%

0%

Pekerjaan
Petani Hutan Non Tani
Rakyat
Hutan Rakyat

Gambar 5 Karakteristik berdasarkan pekerjaan
Pengalaman Lama Usaha Hutan Rakyat
Lama usaha tani hutan rakyat berkaitan erat dengan pengalaman petani
dalam mengelola hutan rakyatnya. Semakin lama usaha hutan rakyat itu berjalan
maka semakin banyak pula pengalaman yang didapatkan oleh petani. Gambar 6
memperlihatkan bahwa sebagian besar petani Desa Leuwibatu telah menjalankan
usaha hutan rakyatnya kurang dari 10 tahun dengan persentase 60%.

13
60.00%

Persentase

60%
50%
40%
30%

16.67%
10.00%

20%

10.00%
3.33%

10%
0%
x≤

0.05). Hal ini berarti tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara kedua variabel sehingga dapat disimpulkan
bahwa kegiatan pengadaan benih dengan tingkat pengetahuan tidak ada korelasi.
Dari 30 responden yang diwawancarai, sebanyak 56.67% petani tidak menerapkan
kegiatan pengadaan benih, artinya ilmu pengetahuan tidak diterapkan untuk
kegiatan pengadaan benih. Hal ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan belum
menjadi sesuatu yang penting dalam kegiatan pengadaan benih karena petani di
Desa Leuwibatu mendapatkan bibit dengan mudah dan tanpa usaha yang keras
seperti membeli di pedagang keliling, cabutan, dan trubusan.
Sebagian kecil petani Desa Leuwibatu ada yang melakukan kegiatan
persemaian sengon sendiri (Gambar 8). Benih yang digunakan berasal dari Pusat
Litbang (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan). Benih sengon tersebut
dimasukkan air panas selama satu menit kemudian direndam air dingin atau air
kelapa agar lebih merangsang pertumbuhan akar. Penyemaian benih sengon ini
dilakukan dengan menaburkan benih di atas loyang yang dibawahnya diberi kertas
basah dan ditutup dengan kertas basah pula. Setelah menjadi kecambah keesokan
harinya langsung dipindah ke polibag menggunakan pinset. Pembibitan juga
dilakukan dengan cara trubusan yang berasal dari bekas tebangan. Cara ini dinilai
cukup sederhana dan lebih ekonomis karena tidak memerlukan pemeliharaan yang
intensif. Umumnya bibit trubusan memiliki pertumbuhan lebih cepat
dibandingkan bibit hasil pembibitan (Soemarsono 2009).

Gambar 8 Persemaian sengon

16
Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh petani
hutan rakyat dalam rangka mempersiapkan lahan yang akan ditanami, agar lahan
tersebut terhindar dari berbagai hama dan penyakit serta terjaminnya kesuburan
tanah (Asiah 2009). Kegiatan penyiapan lahan meliputi pembersihan lahan,
pembuatan lubang tanam, pengaturan jarak tanam, dan pemupukan pada lubang
tanam sebelum dilakukan penanaman. Kegiatan-kegiatan tersebut dianalisis
dengan menggunakan pengujian korelasi Rank Spearman, maka didapatkan
hubungan antara kegiatan penyiapan lahan pada praktik pengelolaan hutan dengan
tingkat pengetahuan, seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Korelasi antara kegiatan penyiapan lahan dengan tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan
Praktik pengelolaan
Peluang (P value)
hutan rakyat
Koefisien korelasi
Penyiapan lahan
0.350
0.058
Pengaturan jarak tanam
0.616**
0.000
Pemupukan sebelum tanam
-0.166
0.382
Keterangan : ** Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.01
* Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.05

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman, pada kegiatan penyiapan lahan yang berpengaruh nyata terhadap
tingkat pengetahuan adalah pengaturan jarak tanam. Hal ini dibuktikan dengan
nilai peluang kurang dari 0.05 (terima H1), sehingga terdapat hubungan antara
variabel yang diuji.
Pengaturan jarak tanam memiliki hubungan yang searah dan sangat kuat
dengan tingkat korelasi sebesar 61.6% dan nilai peluang kurang dari nilai α (0.00
< 0.05) pada selang kepercayaan 99%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat
pengetahuannya, maka pengaturan jarak tanamnya semakin diimplementasikan
dan diperhatikan oleh petani hutan rakyat. Petani yang mempunyai pengetahuan
lebih tinggi akan lebih mengerti manfaat dalam menentukan jarak tanam untuk
tanaman kayu sehingga hal ini dapat meningkatkan kualitas pengelolaan hutan
rakyat. Pengaturan jarak tanam ini dapat berfungsi juga untuk merangsang
pertumbuhan batang pohon. Selain mendapat kualitas kayu yang bagus,
masyarakat juga dapat menanam tanaman tumpang sari pada sela-sela tanaman
pokok. Jarak tanam yang digunakan oleh petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu
yaitu berukuran (2 x 2) m; (2.5 x 3) m; (3 x 3) m; (4 x 4) m; dan (5 x 5) m.
Penentuan lebar tidaknya jarak tanam tersebut tergantung kebutuhan di lapangan.
Jika petani menerapkan sistem agroforestri maka penentuan jarak tanamnya
semakin lebar. Namun jika petani hanya menanam tanaman kayu saja maka jarak
tanamnya semakin kecil. Sementara itu, untuk penentuan jarak tanam di daerah
datar dan miring sangat berbeda. Biasanya penanaman pada daerah pegunungan
atau lahan miring lebih padat daripada daerah datar sehingga jarak tanamnya pun
semakin kecil. Hal ini dilakukan untuk mencegah erosi. Sedangkan petani yang
memiliki pengetahuan rendah tidak menerapkan jarak tanam karena petani
tersebut beranggapan bahwa pengaturan jarak tanam hanya akan mengurangi
jumlah bibit yang yang ditanam sehingga mereka meyakini jika lebih banyak bibit
yang ditanam maka akan semakin baik. Hal ini membuktikan bahwa petani yang
berpengetahuan rendah belum mementingkan kualitas kayu namun masih

17
mengutamakan kuantitatif (jumlahnya). Sedangkan petani yang memiliki
pengetahuan tinggi cenderung menerapkan pengaturan jarak tanam (Gambar 9)
karena telah mengetahui manfaatnya sehingga secara kognitif, psikomotor, dan
afektif, pengetahuan sudah diterapkan dan berpengaruh secara signifikan di Desa
Leuwibatu.

Gambar 9 Pengaturan jarak tanam
Pada kegiatan penyiapan lahan (pembersihan lahan dan pembuatan lubang
tanam) dan pemupukan sebelum tanam tidak ada yang berpengaruh dengan
tingkat pengetahuan petani. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi
kegiatan penyiapan lahan dengan pengetahuan petani yaitu sebesar 0.350 dengan
nilai peluang lebih besar dari 0.05 (terima H0) sehingga korelasi yang terjadi
bersifat searah namun agak lemah. Dilihat dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa kegiatan penyiapan lahan dengan tingkat pengetahuan tidak ada korelasi
karena masyarakat di Desa Leuwibatu selalu membersihkan lahan sebelum
dilakukan penanaman, seperti membersihkan semak belukar dan rumput yang
akan mengganggu pertumbuhan tanaman.
Metode pembersihan lahan yang dilakukan petani Desa Leuwibatu adalah
pembersihan lahan yang dilakukan pada seluruh area (Land Clearing). Kegiatan
pembersihan lahan membutuhkan waktu seminggu sampai sebulan tergantung
luas lahan dan jumlah pekerjanya. Oleh karena itu, petani melakukan
penyemprotan herbisida yang tujuannya untuk mempermudah dalam memberantas
gulma. Kegiatan penyemprotan ini dirasa lebih mudah dan efektif bagi petani
dalam kegiatan pembersihan lahan. Namun penyemprotan dengan bahan kimia ini
cukup berbahaya bagi tumbuhan non-target. Meskipun sebagian besar herbisida
tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa
angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya.
Oleh sebab itu, perlu diberikannya pengarahan dan informasi mengenai teknik
penyiapan lahan yang baik dan ramah lingkungan, misalnya dengan penggunaan
herbisida yang dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air.
Setelah kegiatan pembersihan lahan, petani membuat lubang tanam dengan
ukuran (30 x 30) cm guna mempersiapkan bibit yang akan ditanam. Dari hasil
wawancara dapat diketahui bahwa 98.33% responden telah melakukan kegiatan
penyiapan lahan. Hal ini membuktikan kegiatan penyiapan lahan sudah
diimplementasikan oleh petani Desa Leuwibatu sehingga ilmu pengetahuan sudah
diterapkan pada kegiatan penyiapan lahan.
Tabel 4 diatas juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kegiatan pemupukan dengan tingkat pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai

18
korelasi sebesar -0.166 yang artinya hubungan yang terjadi antara variabel X dan
Y adalah tidak searah dan sangat lemah karena koefisien korelasinya adalah 0.166
dan bernilai negatif (-). Sedangkan nilai peluang (P value) adalah 0.382, lebih
besar daripada batas kritis α = 0.05 (0.382 > 0.05) pada taraf nyata 95%, yang
berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel