Pengawetan Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq) dengan Bahan Pengawet Diffusol-CB

i

PENGAWETAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq)
DENGAN BAHAN PENGAWET DIFFUSOL-CB

Dima Meiyandi
E24070083

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengawetan
Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq) dengan Bahan Pengawet

Diffusol-CB” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013

Dima Meiyandi
E24070083

iv

RINGKASAN
DIMA MEIYANDI. Pengawetan Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.
Miq) dengan Bahan Pengawet Diffusol-CB. Dibawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. I
Wayan Darmawan, MSc.
Dalam beberapa dekade terakhir ini, pemanfaatan kayu-kayu rakyat
cenderung terus meningkat. Kayu rakyat bahkan sudah mampu berperan sebagai

intake (bahan baku) industri perkayuan di Indonesia. Dibandingkan dengan kayu
hutan alam, kayu rakyat cenderung kurang kuat dan kurang awet. Oleh sebab itu
salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kayu khususnya keawetan adalah
dengan cara mengawetkan kayu rakyat. Bahan baku utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kayu jabon dengan umur yang berbeda yaitu 5, 6 dan 7 tahun
dan dari masing-masing umur tersebut dibagi menjadi tiga bagian pangkal, tengah
dan ujung yang diperoleh dari hutan rakyat sekitar Ujung Genteng, Sukabumi.
Bahan lainnya yaitu bahan pengawet Diffusol-CB. Metode pengawetan yang
digunakan adalah proses rendaman dingin selama 2 hari (48 jam) dengan
konsentrasi bahan pengawet 5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh bahan pengawet Diffusol-CB pada kayu jabon. Selanjutnya pengujian
keawetan dilakukan selama 3 bulan menggunakan prosedur American Standard
for Testing and Material (ASTM) D 1756 2008.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa proses pengawetan secara
rendaman dingin menggunakan Diffusol-CB konsentrasi 5% menghasilkan nilai
retensi tertinggi (7,30 kg/m3) pada kayu jabon umur 6 tahun pada bagian pangkal
yang paling dekat kulit, sedangkan kayu jabon umur 7 tahun pada bagian ujung
yang paling dekat empulur memiliki retensi terendah (2,61 kg/m3). Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa nilai kehilangan berat kayu jabon yang tidak
diawetkan mencapai 87,74% terdapat pada kayu jabon umur 5 tahun pada bagian

tengah dekat kulit, sedangkan terendah (14,77%) terjadi pada kayu jabon umur 7
tahun bagian pangkal yang mendekati kulit. Kayu jabon yang diawetkan memiliki
kehilangan berat maksimum hanya sampai 3,52% terjadi pada kayu jabon umur 6
tahun pada bagian tengah yang dekat dengan kulit. Pemberian bahan pengawet
Diffusol-CB dengan konsentrasi 5% dapat meningkatkan keawetan kayu jabon
terhadap serangan rayap tanah. Hasil penilaian derajat proteksi kayu menunjukkan
bahwa kenampakan kerusakan pada kayu jabon yang tidak diawetkan sangat
besar, sedangkan pada kayu jabon yang diawetkan tidak nampak adanya
kerusakan yang berarti, namun tetap mengalami kehilangan berat.
Kata Kunci: Jabon, Diffusol-CB, Uji Lapang, Rendaman Dingin, Keawetan

v

ABSTRAK
DIMA MEIYANDI. Pengawetan Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.
Miq) dengan Bahan Pengawet Diffusol-CB. Dibawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. I
Wayan Darmawan, M.Sc.
Kayu jabon merupakan jenis kayu yang cepat tumbuh (fast growing
species), memiliki sifat fisis mekanis dan keawetan yang rendah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan pengawet Diffusol-CB terhadap

keawetan kayu jabon dari bagian yang dekat empulur menuju kulit. Kayu jabon
yang digunakan pada penelitian ini memiliki umur yang berbeda yaitu 5, 6 dan 7
tahun dan dibagi menjadi tiga bagian pangkal, tengah dan ujung. Kayu jabon
diperoleh dari hutan rakyat sekitar Ujung Genteng, Sukabumi. Bahan lainnya
yaitu bahan pengawet Diffusol-CB konsentrasi 5%. Metode pengawetan yang
digunakan adalah proses rendaman dingin selama 2 hari (48 jam) dan pengujian
keawetan dilakukan selama 3 bulan menggunakan prosedur American Society for
Testing and Material (ASTM) D 1756 2008. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa proses pengawetan secara rendaman dingin menggunakan Diffusol-CB
konsentrasi 5% menghasilkan nilai retensi rata-rata sebesar 5,77 kg/m3 pada
bagian yang paling dekat kulit, sedangkan nilai retensi rata-rata pada bagian yang
dekat empulur sebesar 5,19 kg/m3. Nilai retensi tertinggi sebesar 7,30 kg/m3 pada
kayu jabon umur 6 tahun pada bagian pangkal yang paling dekat kulit, sedangkan
kayu jabon umur 7 tahun pada bagian ujung yang paling dekat empulur memiliki
retensi terendah 2,61 kg/m3. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai
kehilangan berat rata-rata kayu jabon yang tidak diawetkan sebesar 52,71%. Nilai
kehilangan berat tertinggi mencapai 87,74% terdapat pada kayu jabon umur 5
tahun pada bagian tengah yang dekat kulit, sedangkan terendah sebesar 14,77%
terjadi pada kayu jabon umur 7 tahun bagian pangkal yang dekat kulit. Kayu
jabon yang diawetkan dengan Diffusol-CB 5% memiliki kehilangan berat rata-rata

sebesar 2,55%. Pemberian bahan pengawet Diffusol-CB dengan konsentrasi 5%
dapat meningkatkan keawetan kayu jabon terhadap serangan rayap tanah. Hasil
penilaian derajat proteksi kayu menunjukkan bahwa kenampakan kerusakan pada
kayu jabon yang tidak diawetkan sangat besar, sedangkan pada kayu jabon yang
diawetkan tidak nampak adanya kerusakan yang berarti.
Kata Kunci: Jabon, Diffusol-CB, Uji Lapang, Rendaman Dingin, Keawetan

vi

ABSTRACT
Preservation of Jabon Wood
(Anthocephalus cadamba Roxb. Miq) with
Preservative Diffusol-CB
1)

Dima Meiyandi

2)

By:

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.

Jabon wood is a fast growing species that has a low mechanical physical
properties and low durability. This study aims to determine the effect of DiffusolCB on the durability of jabon wood in parts of pith to bark. The jabon trees in the
age of 5, 6 and 7 years old and a parts of bottom, middle and top were used in this
study. Other material is preservative Diffusol-CB with concentration of 5%.
Preservation method used the cold bath for the period of 2 days (48 hours) and
the durability test was conducted for 3 months in the field using procedure of
American Society for Testing and Material (ASTM) D 1756 2008. The results
showed that the value of retention in the average of 5.77 kg/m3 for wood samples
near the bark and of 5.19 kg/m3 for the sample near the pith. The highest retention
was 7.30 kg/m3 for the bottom part of jabon 6 years. Meanwhile jabon wood at
the age of 7 years near the pith had the lowest retention 2.61 kg/m3. The
experimental results also showed that the weight loss of untreated jabon wood
was in the average of 52.71%. Maximum weight loss of 87.74% was found in the
middle part of jabon wood near the bark at the age of 5 years. Meanwhile the
lowest weight loss 14.77% retained by jabon wood at the bottom part near the
bark for the age of 7 years. The jabon wood treated by diffusol CB 5% suffered
weight loss in the average of 2.55%. This results give an indication that the
Diffusol-CB with a concentration of 5% can increase the durability of jabon

wood against termite attack. Degree of protection results showed that the degree
of damage for untreated jabon wood was very large. Meanwhile the treated jabon
wood didn’t show any damages on the samples.
KEYWORDS : Jabon, Diffusol-CB, Grave yard test, Cold bath, Durability

vii

PENGAWETAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq)
DENGAN BAHAN PENGAWET DIFFUSOL-CB

DIMA MEIYANDI
E24070083

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

viii

LEMBARPENGESAHAN
Judul Penelitian

Pengawetan Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.
Miq) dengan Bahan Pengawet Diffusol-CB

Nama

Dima Meiyandi

NRP

E24070083


Menyetujui:
Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.
NIP.19660212 199103 1 002

Mengetahui:
Ketua Departemen Hasil Hutan
akultas Kehutanan
__
Zoセ@

an Darmawan M.Sc.
212 199103 1 002

Tanggal: I
,
f'

7 JUL 2u13


ix

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

:

Pengawetan Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.
Miq) dengan Bahan Pengawet Diffusol-CB

Nama

:

Dima Meiyandi

NRP

:


E24070083

Menyetujui:
Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.
NIP.19660212 199103 1 002

Mengetahui:
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.
NIP.19660212 199103 1 002

Tanggal:

x

PRAKATA
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat, kasih
sayang-Nya, Hidayah-Nya serta tidak lupa shalawat serta salam selalu tercurah
untuk Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah, penulis diberikan
kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas
akhir yang berjudul ”Pengawetan Kayu jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.
Miq) dengan Bahan Pengawet Diffusol-CB” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan
Darmawan, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar
memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi selama penulis menyusun
skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Kadiman Lab. Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan segenap tenaga
kependidikan di Departemen Hasil Hutan yang telah melayani dan membantu
penulis dalam menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah dan ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Dima Meiyandi

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

ii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

1
2
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq)
2.2 Pengawetan Kayu
2.3 Bahan Pengawet

2
4
5

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Bahan dan Alat
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan contoh uji
3.3.2 Persiapan pengawetan
3.3.3 Perendaman contoh uji dalam bahan pengawet
3.3.4 Perhitungan Retensi
3.3.5 Uji kubur (Grave yard Test)
3.3.6 Derajat proteksi

6
7
7
7
7
8
8
8
9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Retensi Bahan Pengawet
4.2 Uji Kubur (Grave Yard Test)
4.2.1 Kehilangan berat
4.2.2 Derajat proteksi

10
12
12
15

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

17
18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

ii

DAFTAR TABEL
No.
1
2
3
4.
5

Dimensi serat kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)
Penggolongan Kelas Awet Kayu
Penilaian visual grave yard test
Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah
Data skoring jumlah kerusakan sampel kayu jabon pada uji kubur

Halaman
3
5
9
15
. 16

DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1 Teknik pemotongan contoh uji
7
2 Kondisi kedalaman penanaman contoh uji dilihat dari samping
9
3 Nilai retensi kayu jabon umur 5 tahun
10
4 Nilai retensi kayu jabon umur 6 tahun
10
5 Nilai retensi kayu jabon umur 7 tahun
11
6 Persentase kehilangan berat kayu jabon umur 5 tahun yang tidak diawetkan 12
7 Persentase kehilangan berat kayu jabon umur 6 tahun yang tidak diawetkan 13
8 Persentase kehilangan berat kayu jabon umur 7 tahun yang tidak diawetkan 13
9 Persentase kehilangan berat kayu jabon umur 5 tahun yang diawetkan
13
10 Persentase kehilangan berat kayu jabon umur 6 tahun yang diawetkan
14
11 Persentase kehilangan berat kayu jabon umur 7 tahun yang diawetkan
15
12 Jenis rayap tanah yang menyerang contoh uji di Arboretum
16
13 Kayu jabon yang diawetkan (a) dan tidak diawetkan (b) pada umur 5 tahun
(1), 6 tahun (2) dan 7 tahun (3)
17
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
3
1 Data Retensi (Kg/m ) Kayu Jabon Umur 5, 6 dan Tahun
21
2 Data Persentase Kehilangan Berat (%) Kayu Jabon Umur 5, 6 dan 7 Tahun 24
3 Gambar Contoh Uji Kayu Jabon Umur 5 Tahun Setelah Dikubur yang
Diawetkan (kanan) dan Tidak Diawetkan (kiri)
27
4 Gambar Contoh Uji Kayu Jabon Umur 6 Tahun Setelah Dikubur yang
Diawetkan (kanan) dan Tidak Diawetkan (kiri)
28
5 Gambar Contoh Uji Kayu Jabon Umur 7 Tahun Setelah Dikubur yang
Diawetkan (kanan) dan Tidak Diawetkan (kiri)
29

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir ini, pemanfaatan kayu-kayu rakyat oleh
masyarakat cenderung terus meningkat. Kayu rakyat bahkan sudah mampu
berperan sebagai intake (bahan baku) industri perkayuan di Indonesia terbukti dari
banyaknya industri yang menggunakan kayu rakyat meskipun tidak semua kayu
rakyat tersebut dapat menggantikan fungsi kayu konvensional yang selama ini
digunakan. Menurut Djajapertjuanda (2003) yang dikutip oleh Mindawati et al.
(2006), luas hutan rakyat di Indonesia sampai dengan tahun 2003 mencapai
1.265.000 ha yang tersebar di 24 provinsi. Lima ratus ribu ha diantaranya terdapat
di Pulau Jawa. Produksi kayu rakyat diperkirakan telah mencapai 5 juta m3 per
tahun.
Kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat memiliki karakteristik yaitu cepat
tumbuh (fast growing), rotasi pendek, berdiameter besar, memiliki sifat fisis
mekanis yang rendah dan memiliki keawetan yang rendah. Untuk mengatasi
kondisi tersebut, salah satu upaya yang dilakukan adalah peningkatan efisiensi
kayu hutan rakyat. Peningkatan efisiensi kayu tersebut dilakukan dengan cara
peningkatan terhadap kualitas kayu, peningkatan masa pakai kayu, pemanfaatan
limbah, pemanfaatan kayu berdiameter kecil dan lain sebagainya (Syafii 1999).
Kemajuan dalam bidang ilmu serta teknologi kayu memungkinkan jenis
kayu jabon yang termasuk dalam kelas awet IV-V dapat diperpanjang umur
pakainya melalui proses pengawetan kayu. Pengawetan kayu adalah pemberian
perlakuan kimia terhadap kayu untuk memperpanjang masa pakai kayu hingga
beberapa kali umur pakai alaminya. Dengan demikian kayu tersebut mempunyai
umur pakai yang lebih panjang.
Pengawetan kayu memegang peranan penting dalam menjamin
penggunaan kayu dengan umur pakai yang lama. Padlinurjaji (1980) menyatakan
bahwa secara garis besar tujuan pengawetan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
untuk mempertahankan mutu kayu sebagai bahan baku dan mempertinggi mutu
hasil produk. Bila daya tahan kayu terhadap kemungkinan kerusakan biologis
meningkat, maka kayu dapat dipakai oleh konsumen lebih lama atau bahkan dapat
memenuhi persyaratan untuk penggunaan tertentu yang lebih berarti.
Faktor yang menentukan keberhasilan proses pengawetan antara lain yaitu
jenis bahan pengawet dan metode pengawetannya. Bahan pengawet harus mampu
melindungi kayu dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor perusak biologis
seperti jamur dan serangga. Jenis bahan pengawet Diffusol-CB sering digunakan
karena mempunyai sifat antara lain efektif untuk mencegah serangan jamur dan
serangga serta cocok dipakai untuk kayu kontruksi dengan berbagai metode
pengawetan. Salah satu metode pengawetan yang mudah pelaksanaannya yaitu
metode rendaman dingin.
Ditinjau dari kecocokan tempat hidup, Bogor merupakan daerah yang
mempunyai tingkat kelembaban yang cukup tinggi dengan fluktuasi suhu udara
yang cukup tinggi pula, sehingga organisme perusak kayu seperti rayap dan
jamur dapat berkembang biak dengan baik. Dengan pertimbangan bahwa

2

organisme perusak terutama rayap dapat menyerang kayu jabon dengan mudah,
maka pada penelitian ini kayu jabon diawetkan dengan bahan pengawet DiffusolCB pada konsentrasi 5%. Keampuhan bahan pengawet Diffusol-CB untuk
menahan serangan faktor perusak rayap dan jamur pada kayu jabon, diuji dengan
menggunakan uji kubur.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan pengawet
Diffusol-CB terhadap keawetan kayu jabon dari bagian yang dekat empulur
menuju kulit.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan acuan penggunaan bahan
pengawet Diffusol-CB untuk pengawetan pada kayu jabon (Anthocephalus
cadamba Roxb. Miq) yang termasuk ke dalam kelas awet rendah bagi para
pengguna kayu jabon untuk bahan bangunan perumahan atau penggunaan lain
yang mempunyai resiko dirusak oleh jamur dan serangga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq)
Jabon (A. cadamba (Roxb) Miq.) merupakan salah satu jenis tumbuhan
yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman
maupun untuk tujuan lainnya seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang,
dan pohon peneduh. Pohon jabon memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan tanaman jenis lain, antara lain: teknik budidayanya mudah, sebarannya
luas, dan bernilai ekonomi tinggi. Pohon ini juga memiliki batang yang lurus dan
silindris sehingga sangat cocok untuk bahan baku industri kayu. Pohon ini
tergolong dalam tanaman yang cepat tumbuh dengan riap (pertumbuhan) diameter
7-10 cm per tahun dan riap tinggi 3-6 m per tahun. Jabon juga memiliki keunikan
yaitu memiliki kemampuan dalam melakukan pemangkasan secara alami. Hal ini
karena cabang-cabang yang berada di bagian bawah tidak terkena sinar matahari
sehingga akan menggugurkan daunnya secara alami (Mansur dan Tuheteru 2010).
Di alam, umumnya tinggi pohon jabon dapat mencapai 45 m dengan
diameter 100-160 cm dan tinggi bebas cabang lebih dari 25 m (Soerianegara dan
Lemmens 1994). Kayu ini memiliki batang yang lurus dan silindris sehingga
cocok untuk bahan baku industri kayu. Berat jenis rata-rata kayu jabon sebesar
0,42 dalam selang (0,29-0,56) dan termasuk kayu kelas kuat III-IV serta kelas
awet V. Kayu jabon banyak digunakan sebagai bahan pembuat korek api, peti

3

pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, pulp dan kontruksi darurat yang
ringan (Martawijaya et al. 1981).
Martawijaya et al. (1989) mengatakan bahwa pohon jabon memiliki
banyak nama daerah yang beragam, diantaranya jabun, hanja, kelampeyan,
kelampaian (Jawa), galupai, galupai bengkal, harapean, johan, kalampaian,
kelampai, kelempi, kiuna, lampaian, pelapaian, selapaian, serebunak (Sumatera),
ilan, kelampayan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak (Kalimantan), bance, pute,
loeraa, pontua, suge mania, sugi mania, pekaung, toa (Sulawesi), gumpayan,
kelapan, mugawe, sencari (NTB), aparabire, masarambi (Irian Jaya). Soerianegara
dan Lemmens (1994) mengatakan bahwa di beberapa negara jabon dikenal
dengan nama bangkal, kaatoan bangkal (Brunei), labula (Papua Nugini), thkoow
(Kamboja), koo-somz, sako (Laos), krathum (Thailand), mau-lettan-she,
maukadon, yemau (Burma), c[aa]y g[as]o, c[af] tom, g[as]o tr[aws]ng
(Vietnam). Menurut Mansur dan Tuheteru (2010) berdasarkan taksonominya,
jabon digolongkan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus
: Anthocephalus
Dalam hal tempat untuk tumbuh, jabon memiliki toleransi yang sangat
luas, yaitu pada ketinggian dengan kisaran 0-1000 m dpl, tetapi ketinggian
optimal yang menunjang produktivitasnya adalah kurang dari 500 m dpl (Mansur
dan Tuheteru 2010). Kayu jabon memiliki kayu teras berwarna putih semu-semu
kuning muda, lambat laun menjadi menjadi kuning semu-semu gading, dan kayu
gubalnya tidak dapat dibedakan dari kayu terasnya. Tekstur kayu jabon agak halus
sampai agak kasar. Arah seratnya lurus tetapi kadang-kadang agak berpadu.
Permukaan kayu licin atau agak licin dan mengkilap atau agak mengkilap
(Martawijaya et al. 1989).
Prosea (1997) menjelaskan bahwa kayu jabon memiliki pori baur yang
hampir seluruhnya berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, kadang-kadang lebih
atau bergerombol dengan diameter agak kecil. Frekuensi pori jarang hingga agak
banyak dan bidang perforasi sederhana. Parenkima bertipe apotrakea kelompok
baur berupa garis-garis tangensial pendek di antara jari-jari. Jari-jarinya sendiri
sempit dan agak lebar dengan jumlah banyak dan ukurannya agak tinggi. Dimensi
serat kayu jabon dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Dimensi serat kayu jabon (A. cadamba Miq.)
Dimensi
Panjang serat
Diameter serat
Diameter Lumen
Tebal dinding serat

Sumber : Martawijaya et al. (1989)

Nilai (µ)
1979
54
47,6
3,2

4

Soerinegara dan Lemmens (1994) menyatakan bahwa asal dan penyebaran
geografis jabon secara alami dari Sri Lanka, India, Nepal dan Bangladesh bagian
timur melewati Malesia hingga New Guinea. Dilihat dari segi ekologi, jabon
merupakan salah satu jenis tumbuhan pionir dan sering dijumpai pada secondary
forest dan beberapa juga ditemukan pada primary forest. Kondisi yang sangat
penting untuk pertumbuhan jabon adalah kebutuhan akan cahaya dan tidak toleran
terhadap naungan.
Kayu jabon bisa digunakan sebagai bahan pembuatan core pada kayu lapis
yang selama ini mengandalkan meranti dari kayu hutan alam karena kayu ini
berserat halus. Selain itu, kayu jabon juga dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan pulp. Di India kayu ini bukan hanya digunakan sebagai bahan
konstruksi tetapi juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan furnitur
dan patung (Anonim 2011).
2.2 Pengawetan Kayu
Pengawetan kayu adalah perlakuan kimia dan/atau perlakuan fisik
terhadap kayu untuk memperpanjang masa pakai kayu. Dalam kenyataan seharihari, yang dimaksud dengan pengawetan adalah proses pemasukan bahan kimia ke
dalam kayu untuk meningkatkan keawetannya. Bahan kimia yang digunakan
dalam perlakuan tersebut dinamakan bahan pengawet kayu (Nandika et al. 1996).
Hunt dan Garrat (1986) mengemukakan bahwa suatu bahan pengawet kayu
yang baik untuk penggunaan komersial umumnya harus beracun terhadap
perusak-perusak kayu, permanen, mudah meresap, aman untuk digunakan, tidak
merusak kayu dan logam, banyak tersedia dan murah. Untuk mengawetkan kayu
bangunan atau barang-barang kerajinan, atau untuk tujuan-tujuan khusus lainnya
diperlukan juga bersih, tidak berwarna, tidak berbau, dapat dicat, tidak
mengembangkan kayu, tahan api, tahan lembab, atau mempunyai kombinasikombinasi tertentu dari sifat-sifat ini.
Sebelum diawetkan, kayu harus sudah betul-betul dikerjakan agar setelah
diawetkan kayu tidak perlu dikerjakan lagi. Demikian juga kadar air kayu harus
disesuaikan dengan cara pengawetan yang akan dilakukan. Kayu harus dalam
keadaan basah apabila akan diawetkan dengan proses difusi, tetapi harus dalam
keadaan kering atau setengah kering apabila akan diawetkan dengan cara
rendaman atau dengan proses vakum/tekan (Padlinurjaji 1980).
Cara-cara mengawetkan kayu yang digunakan saat ini dapat digolongkan
sebagai proses-proses tanpa tekanan, yang dilakukan tanpa pemakaian tekanan
buatan, dan proses-proses bertekanan, dimana kayu dimasukkan dalam silinder
pengawet lalu diimpregnasi dengan bahan pengawet dibawah tekanan tinggi.
Proses-proses pengawetan tanpa tekanan dapat berupa pelaburan, penyemprotan,
pencelupan, perendaman dingin dan perendaman panas-dingin (Hunt & Garrat,
1986)
Menurut Nandika et al. (1996), proses perendaman dingin dapat dilakukan
dalam suhu kamar selama beberapa hari atau beberapa minggu. Lebih dari
separuh absorbsi bahan pengawet terjadi pada hari pertama (24 jam pertama).
Penetrasi bahan pengawet pada kayu yang tidak mengalami pengeringan lebih
dulu biasanya relatif kecil.

5

Kayu yang sudah diawetkan memiliki keuntungan dan manfaat antara lain
nilai guna jenis-jenis kayu kurang awet dapat meningkat secara nyata sejalan
dengan peningkatan umur pakainya; biaya untuk perbaikan dan penggantian kayu
dalam suatu penggunaan akan berkurang dan dalam jangka panjang kelestarian
hutan lebih terjamin karena konsumsi kayu per satuan waktu lebih rendah
(Nandika et al. 1996).
Di Indonesia penggolongan keawetan kayu dibagi menjadi lima kelas awet
yaitu kelas I (yang paling awet) sampai dengan kelas V (yang paling tidak awet).
Penggolongan keawetan kayu didasarkan pada umur pakai kayu dalam kondisi
penggunaan yang selalu berhubungan dengan tanah lembab dimana terdapat
koloni rayap (Tabel 2).
Tabel 2. Penggolongan Kelas Awet Kayu
Kelas Awet
I
II
III
IV
V

Sumber: Nandika et al. 1996

Umur Pakai (Tahun)
>8
5-8
3-5
1-3