Hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat beberapa varietas kedelai

(1)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN ANTOSIANIN

DENGAN KETAHANAN BENIH

TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT

BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

HENY AGUSTIN A24061070

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(2)

RINGKASAN

HENY AGUSTIN. Hubungan Antara Kandungan Antosianin dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat Beberapa Varietas Kedelai.

(Dibimbing oleh MARYATI SARI dan MOHAMAD RAHMAD

SUHARTANTO)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat enam varietas kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Biofisika, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2009-Mei 2010.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap I dilakukan untuk memilih pengusangan cepat secara kimia yang paling efektif sehingga diketahui variasi vigor ketahanan benih terhadap pengusangan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan. Tahap II dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan.

Pelaksanaan tahap I menggunakan metode Rancangan Petak Terbagi. Petak utama adalah 12 lot benih yang merupakan kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 dengan dua tingkat kemasakan. Anak petak adalah konsentrasi etanol yang terdiri atas 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 240 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah model aditif linier. Pengamatan dilakukan terhadap tolok ukur: daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh ( KCT).

Pelaksanaan tahap II disusun dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas 12 taraf yakni: Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2, dengan dua tingkat kemasakan. Percobaan diulang empat kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap kandungan antosianin kulit benih, ukuran benih yaitu bobot 100 butir, bobot kering benih dan berat jenis benih, serta permeabilitas benih yaitu daya hantar listrik. Hasil pengujian antosianin dikorelasikan dengan mutu benih setelah dilakukan


(3)

pengusangan cepat dengan salah satu metode terpilih yang dinilai paling efektif pada tahap I.

Hasil pelaksanaan tahap I menunjukkan pengaruh sangat nyata pada pengujian pengusangan cepat baik pada faktor tunggal yaitu lot (kombinasi varietas dan tingkat kemasakan) dan konsentrasi etanol maupun pada interaksi keduanya pada tolok ukur DB, IV, dan KCT. Penggunaan konsentrasi etanol 20%

dinilai paling efektif digunakan untuk membedakan tingkat vigor ketahanan benih terhadap pengusangan cepat karena tidak menyebabkan kematian total pada lot benih yang diuji dan menunjukkan nilai ragam yang besar pada tolok ukur DB, IV dan KCT sehingga dapat menunjukkan bahwa lot yang satu mempunyai ketahanan

lebih tinggi dibandingkan lot yang lain.

Hasil pelaksanaan tahap II menunjukkan terdapat pengaruh sangat nyata pada lot benih yang diuji dengan tolok ukur antosianin, bobot 100 butir, bobot kering benih dan pengaruh yang nyata pada tolok ukur daya hantar listrik, namun tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur berat jenis. Kandungan antosianin pada benih bervariasi dengan kisaran kandungan tertinggi pada Varietas Detam 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 hingga terendah pada Varietas Anjasmoro yaitu 0.011 nmol cm-2.

Tidak terdapat korelasi nyata antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat baik pada tolok ukur DB, IV, maupun KCT. Korelasi nyata hanya terjadi antara kandungan antosianin dengan

daya hantar listrik yang menunjukkan korelasi negatif dan erat (r = -0.65) artinya semakin besar kandungan antosianinnya maka semakin rendah daya hantar listriknya atau sebaliknya.


(4)

HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN ANTOSIANIN

DENGAN KETAHANAN BENIH

TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT

BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

HENY AGUSTIN A24061070

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(5)

JUDUL :0HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN ANTOSIANIN

0DENGAN KETAHANAN BENIH TERHADAP

0PENGUSANGAN CEPAT BEBERAPA VARIETAS

0KEDELAI

NAMA : HENY AGUSTIN

NIM : A24061070

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Maryati Sari, SP, MSi.) (Dr. Ir. M.R. Suhartanto, MS.) NIP 19700918 200003 2 001 NIP 19630923 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB

(Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr.) NIP 19611101 198703 1 003


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kandungan Antosianin dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat Beberapa Varietas Kedelai”, disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih melalui pengusangan cepat terhadap enam varietas kedelai yang diujikan. Penulis menyadari apa yang telah penulis peroleh tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Maryati Sari, SP MSi dan Dr Ir M.R.Suhartanto, MS. selaku dosen

0000pembimbing yang memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal

0000penelitian hingga proses penyusunan skripsi.

2. Dr Ir Iskandar Lubis, MS selaku dosen penguji yang telah bersedia

000000menguji pada ujian skripsi dan telah memberi banyak masukan yang

000000bersifat membangun atas perbaikan skripsi ini.

3. Ayahanda, Ibunda, Mas Eko, Indah, Mba Yani, dan Haga atas doa,

000000perhatian, dukungan, kasih sayang dan kesempatan yang tak terhingga. 4. Dr Ir Sobir, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah

000000memberikan bantuan, masukan dan saran atas kemajuan akademik penulis. 5. Seluruh dosen dan staf pegawai Departemen Agronomi dan Hortikultura

000000atas ilmu dan bimbingannya selama penulis kuliah di IPB.

6. Dr Akhirudin, selaku dosen di Departemen Fisika yang telah membantu

000000dan memberikan ijin untuk penggunaan alat spektrofotometer yang sangat

0000 membantu dalam penelitian penulis.

7. Ari Wahyuni dan Ayip Ridwan atas semangat, motivasi, perhatian dan

0000 kekompakannya.

8. Bapak Baharudin, mahasiswa program Doktor Mayor Ilmu dan Teknologi

0000 Benih atas kesediaannya berbagi ilmu yang sangat mendukung penelitian


(7)

9. Eka, Febri, Desi, Tsani, Nisa, Cici, Mba Wery, Mba Siti, Mba Wani, Yuni

0000 dan seluruh rekan-rekan AGH 43 atas dukungan moril dan materil selama

0000 proses penelitian.

Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini. Penulis berharap hasil penelitian ini berguna dan memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2010


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Makhtori dan Ibu Sri Parsinah. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN Ciputat VII, selanjutnya penulis menyelesaikan studi di SLTPN I Pamulang pada tahun 2003 dan SMAN 87 Jakarta pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2007.

Penulis juga aktif di berbagai organsasi mahasiswa. Tahun 2006 sebagai sekertaris departemen politik dan organisasi BEM TPB (Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama), tahun 2007 sebagai kepala divisi training FOSMA (Forum Silaturahmi Mahasiswa) IPB ESQ 165, tahun 2009 sebagai kepala divisi eksternal HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pengendalian Gulma tahun 2009, asisten praktikum Teknik Budidaya Tanaman tahun 2010, asisten Dasar Teknologi Benih tahun 2010 serta menjadi staf administrasi dan pengajar di Indo Flower Nursery, Bogor.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... Hipotesis ... 1 1 2 2

TINJAUAN PUSTAKA ... Pengaruh Tingkat Kemasakan terhadap Viabilitas Benih ... Kemunduran dan Daya Simpan Benih ... Pengusangan Benih Secara Kimia ... Antosianin ... 3 3 4 7 8

BAHAN DAN METODE ... Tempat dan Waktu ... Bahan dan Alat ... Metode Penelitian ... Pelaksanaan Percobaan ... Pengamatan ... 10 10 10 10 12 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat ... Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih, dan

000000Permeabilitas pada Beberapa Varietas Benih Kedelai ... Korelasi Antara Antosianin dengan Tolok Ukur Pengusangan

000000Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih ...

17 18 23 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ...

29 29 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam ... 11 2. Rata-rata Daya Berkecambah Benih Kedelai setelah Pengusangan

Cepat dengan Konsentrasi Etanol 25% Selama 1 Jam dan 2 Jam ... 17 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai dan

Konsentrasi Etanol pada Pengusangan Cepat serta Interaksinya

terhadap DB, IV, dan KCT... 18

4. Perbedaan DB, IV, dan KCT setelah Pengusangan Cepat pada

Berbagai Lot BenihKedelai dengan Beberapa Tingkat Konsentrasi

Larutan Etanol ... 19 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai

terhadap Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas

Benih ... 24 6. Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas

Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai ... 25 7. Nilai Korelasi Antosianin dengan Beberapa Tolok Ukur pada


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi Varietas Kedelai ... 34 2. Kadar Air Benih Kedelai ... 37 3. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

terhadap Daya Berkecambah pada Pengusangan Cepat Benih

Kedelai ... 37 4. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

terhadap Indeks Vigor pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai ...

37 5. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

terhadap Kecepatan Tumbuh pada Pengusangan Cepat Benih

Kedelai ... 38 6. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Kandungan

Antosianin pada seed coat Benih Kedelai ...

38 7. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot 100

Butir pada Benih Kedelai ...

38 8. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot Kering

Benih pada Benih Kedelai ... 38 9. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Daya Hantar


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan penting bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan kedelai merupakan sumber protein nabati yang harganya lebih terjangkau dibandingkan protein hewani. Kedudukan kedelai menyentuh sejumlah aspek penting di Indonesia. Posisinya yang begitu khusus dalam tatanan sosial-ekonomi menyebabkan adanya upaya peningkatan produktivitas yang didukung oleh semua pihak yang terkait.

Menurut catatan Deptan (2008) kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2 juta ton tahun-1 sedangkan produksinya hanya mencapai 650 000 ton tahun-1. Hal ini menunjukkan hanya sekitar 35% dari kebutuhan kedelai dapat terpenuhi. Terbatasnya pemenuhan kedelai salah satunya dikarenakan cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Menurut Copeland dan McDonald (2001) kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologi yang disebabkan oleh faktor internal. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologi ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. Peningkatan daya simpan benih dapat dilakukan melalui perbaikan secara genetik (innate factor), perbaikan teknik produksi dan pengolahan (induced factor), serta perbaikan lingkungan simpan (enforced factor).

Menurut Purwanti (2004) benih kedelai hitam mempunyai daya simpan lebih lama dibandingkan kedelai kuning. Futura et al. (2002) mengemukakan bahwa kedelai hitam diketahui mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Antosianin tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang besar. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa antosianin dapat menjadi salah satu faktor penghambat deteriorasi dari jenis antioksidan yang banyak terdapat pada benih kedelai hitam.


(13)

Hubungan kandungan antosianin dengan daya simpan benih akan dipelajari melalui pendekatan hubungannya dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat. Kandungan antosianin akan diuji dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm dan 625 nm (Agati et al., 2005). Metode non destruktif dipilih karena tidak merusak benih sehingga diharapkan tidak hanya menjadi metode pendugaan daya simpan benih tetapi juga menjadi alat untuk menapis benih-benih yang memiliki sifat daya simpan benih tinggi pada varietas yang dikehendaki.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada enam varietas kedelai.

Hipotesis

1. Terdapat variasi ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada lot benih

000 kedelai yang diuji.

2. Terdapat variasi kandungan antosianin pada lot benih kedelai yang diuji.

3. Kandungan antosianin berkorelasi positif dengan ketahanan benih terhadap


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas Benih

Menurut Sadjad (1994) viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom, atau garis viabilitas. Viabilitas benih inilah yang menjadi fokus dalam ilmu benih. Benih merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji atau ovulum yang selanjutnya akan mengalami pemasakan.

Menurut Delouche dalam Prasetyaningsih (2006) proses pemasakan benih dimulai saat anthesis sampai benih mencapai masak fisiologi, sedangkan pematangan benih dimulai dari saat masak fisiologi sampai masak panen. Waktu antara tingkat masak fisiologi dan tingkat matang (panen) merupakan periode kritis yang sangat menentukan kualitas benih terutama bila kondisi cuaca saat panen tidak menunjang.

Menurut Copeland dan McDonald (2001) benih yang telah mencapai masak fisiologis mempunyai perkembangan maksimum karena embrio telah terbentuk sempurna dan berat kering cadangan makanan sudah maksimum. Benih yang dipanen pada umur yang berbeda akan menghasilkan viabilitas benih yang berbeda pula. Benih yang dipanen sebelum masak fisiologis akan mempunyai daya berkecambah yang rendah dan tegakan yang tidak kuat karena cadangan makanan belum terbentuk sempurna, sedangkan benih yang dipanen setelah masak fisiologis viabilitasnya menurun karena mengalami deraan cuaca selama di lapang.

Berbagai penelitian mengenai tingkat kemasakan pada beberapa komoditi telah dilakukan, seperti: masak fisiologis benih buncis Varietas Lokal Bandung yaitu 30 hari setelah berbunga dan dapat ditentukan dengan tolok ukur kadar air yang terus menurun sampai dengan 30 hari setelah berbunga, bobot kering benih dan vigor kekuatan tumbuh maksimum (48.44% per etmal) pada saat 30 hari setelah berbunga (Waemata dan Ilyas, 1986), buah tomat Varietas Intan mencapai masak fisiologi pada saat buah berumur 36 hari setelah berbunga dengan nilai daya berkecambah 80% (Pratiwi, 1990), masak fisiologis benih jagung manis Varietas Lokal Manise tercapai pada saat total karotenoid benih maksimum yaitu


(15)

84-88 hari setelah tanam dan berkorelasi positif dengan daya berkecambah (Prasetyatiningsih, 2006).

Tingkat kemasakan benih dapat pula dilihat dari ciri morfologi. Penelitian oleh Togatorop (1999) menjelaskan bahwa tingkat kemasakan pada buah markisa dengan kombinasi warna hijau 25% dan ungu 75% yang diekstraksi dengan air memberikan nilai daya berkecambah (DB) 40% lebih tinggi dibandingkan buah dengan tingkat masak 100% hijau yang hanya menghasilkan DB 19%, sementara tingkat kemasakan kedelai menurut Muji et al. (2009) pemanenan benih kedelai dapat dilakukan apabila biji telah mencapai masak fisiologis yang ditandai dengan 95% polong telah berwarna coklat atau kehitaman dan sebagian besar daun pada tanaman sudah rontok.

Kemunduran dan Daya Simpan Benih Kemunduran Benih

Kemunduran benih merupakan mundurnya viabilitas benih yang menimbulkan perubahan menyeluruh dalam benih, baik secara fisik, fisiologi, maupun kimia sehingga mengakibatkan berkurangnya viabilitas benih. Menurut Copeland dan McDonald (2001) gejala kemunduran pada benih dapat dicirikan sebagai berikut: terjadinya perubahan morfologi seperti perubahan warna kulit benih menjadi lebih gelap dan terjadinya nekrosis kotiledon, perubahan ultrastruktural seperti: penggabungan tubuh lemak (lipid bodies) dan plasmalemma, ketidakmampuan benih untuk menahan metabolit seluler yang bocor ketika terjadi imbibisi, kehilangan aktivitas enzim, dan respirasi yang menurun. Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya kemunduran benih adalah: (a) peroksidasi lipid yang menghasilkan radikal bebas yang apabila bergabung dengan radikal bebas dari gugus karboksil (ROOH) dapat merusak membran dengan cara merusak fosfolipid dan merubah struktur fisik dan properti katalitik sitokrom sehingga menurunkan bahkan menghilangkan integritas membran, (b) degradasi struktur fungsional seperti degradasi membran yang terjadi akibat hidrolisis fosfolipid oleh fosfolipase dan autooksidasi fosfolipid yang menyebabkan membran kehilangan permeabilitas selektifnya sehingga


(16)

menyebabkan metabolit sitoplasma bocor keluar sel, (c) ketidakmampuan ribosom untuk melakukan pemisahan diri yang seharusnya terjadi sebelum pelengkapan pra pembentukan mRNA terjadi, (d) terjadinya penurunan secara umum dalam aktivitas enzim terutama dalam potensial respirasi sehingga menyebabkan sumbangan ATP dan penyediaan makanan menjadi lebih rendah untuk perkecambahannya, (e) pembentukan dan aktivasi enzim-enzim hidrolitik, (f) kegagalan dalam menyeimbangkan hormon pertumbuhan yang ada di dalam benih, (g) degradasi genetik yang merupakan peningkatan aberasi kromosom pada benih yang mengalami mutasi somatik, (h) terjadinya kelaparan pada sel-sel meristematik yang disebabkan oleh rusaknya jaringan yang terlibat dalam transfer nutrisi dari daerah cadangan makanan ke embrio, (i) akumulasi zat-zat beracun hasil penurunan aktivitas enzim dan respirasi.

Daya Simpan Benih Kedelai

Menurut Kartono (2004) penyimpanan benih kedelai mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan mutu dan daya berkecambah benih. Berdasarkan hasil penelitiannya kedelai Varietas Wilis dengan kadar air >12% yang disimpan secara konvensional pada suhu > 25oC dengan daya kecambah tinggi dalam waktu 3 bulan akan mengalami penurunan hingga 60%. Benih kedelai dengan kadar air 12% yang disimpan dengan kemasan kedap udara pada suhu ruang penyimpanan 20oC daya kecambahnya tetap 93% dalam waktu 1 tahun dan pada suhu ruangan 15oC daya berkecambahnya dapat dipertahankan hingga 85% selama 2 tahun. Benih kedelai yang disimpan dengan kemasan kedap udara pada suhu ruang 10oC dengan kadar air 10% daya kecambahnya dapat dipertahankan >85% hingga 3 tahun dan benih kedelai dengan kadar air 8% yang disimpan dengan kemasan kedap udara pada suhu 5oC mampu mempertahankan daya berkecambah (98%) benih hingga 5 tahun.

Copeland dan McDonald (2001) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal sedangkan faktor eksternal mencakup kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan.


(17)

Menurut Mugnisyah (1991) sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih yang berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Penelitian terdahulu menemukan bahwa varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah, dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi penyimpanan yang kurang optimal dan tahan terhadap deraan cuaca lapang dibanding varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang. Sukarman dan Rahardjo (2000) melaporkan hal serupa bahwa varietas kedelai berbiji kecil dan berkulit gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 420C dan RH 100%) dibanding varietas berbiji besar dan berkulit terang. Tolok ukur lain yang diujikan diantaranya termasuk daya tumbuh dan vigor.

Menurut Purwanti (2004) pada tolok ukur daya tumbuh dan vigor memiliki hubungan dengan kulit benih kedelai yakni kedelai hitam lebih baik daya tumbuh dan vigornya dibanding kedelai kuning. Marwanto (2004) menyatakan bahwa kulit benih kedelai ternyata berpengaruh terhadap mutu benihnya. Kedelai berkulit hitam lebih tahan terhadap deraan cuaca daripada kedelai berkulit kuning bahkan berkorelasi positif juga terhadap daya tahan penyimpanan dengan tolok ukur daya berkecambah dan daya hantar listrik.

Marwanto (2004) mengemukakan pula bahwa benih kedelai yang resisten terhadap deraan cuaca umumnya memiliki permeabilitas yang rendah. Secara genetik permeabilitas kulit benih kedelai hitam mempunyai permeabilitas lebih rendah dibandingkan dengan kedelai kuning karena kandungan lignin kedelai hitam varietas Merapi lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning varietas Lampo-Batang. McDougall dalam Marwanto (2007) menyatakan bahwa kapasitas dan penyerapan air maupun banyaknya rembesan isi sel (electrolyte leakage) melalui kulit benih merupakan cerminan besar kecilnya permeabilitas kulit benih yang dikendalikan oleh senyawa lignin yang ada di dalam kulit benih. Kandungan lignin ini merupakan polimer alami yang dapat ditemukan di setiap sel kulit benih dengan fungsi sebagai penyusun dinding sel. Menurut Priestly dalam Purwanti (2004) permeabilitas kulit benih yang tinggi akan mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme benih, salah satunya adalah enzim respirasi


(18)

yang menggunakan substrat dari cadangan makanan dalam benih sehingga persediaan untuk pertumbuhan embrio akan berkurang.

Tolok ukur daya hantar listrik banyak dikaitkan dengan kandungan lignin. Hal tersebut dijelaskan oleh penelitian Panobianco et al. (1999) yang telah mengukur daya hantar listrik pada beberapa kultivar kedelai yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif dan sangat erat antara daya hantar listrik dengan kandungan lignin. Kandungan lignin yang tinggi pada benih kedelai diketahui dapat menguntungkan untuk meningkatkan mutu benih. Oleh karena itu pengujian daya hantar listrik dapat digunakan untuk menapis kualitas genetik benih kedelai. Uji daya hantar listrik (DHL) merupakan pengujian secara fisik untuk melihat tingkat kebocoran membran sel. Struktur membran yang jelek menyebabkan kebocoran sel yang erat hubungannya dengan benih yang rendah vigornya. Menurut AOSA (1983) nilai konduktivitas yang tinggi menunjukkan vigor yang rendah.

Pengukuran daya hantar listrik untuk taraf integritas membran juga dapat dijadikan indikasi vigor benih. Pengukuran tersebut didasarkan pada jumlah senyawa anorganik yang keluar ke dalam air rendaman benih yang diimbibisikan selama waktu tertentu. Semakin tinggi nilai daya hantar listriknya maka viabilitas benih semakin menurun (Saenong, 1986). Daya hantar listrik yang bertambah besar menunjukkan benih semakin mundur akibat elektrolit yang bocor juga semakin besar (Sadjad, 1993).

Pengusangan Benih Secara Kimia

Metode uji pengusangan cepat merupakan salah satu metode pengujian vigor benih. Metode uji pengusangan cepat telah diusulkan oleh Delouche dan Baskin (Asiedu et al., 2000) untuk mengevaluasi daya simpan benih. Pengusangan cepat benih bisa dilakukan dengan penderaan secara fisik maupun kimia. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan etanol, uap etanol jenuh maupun larutan metanol.

Ocran dalam Addai dan Kantanka (2006) melakukan perendaman benih kedelai dalam 20% cairan etanol dan 20% cairan metanol selama dua jam, dalam penelitiannya ia menyimpulkan bahwa perendaman dalam cairan etanol


(19)

memberikan indikasi yang lebih baik pada vigor daya simpan beberapa varietas kedelai dibandingkan dalam cairan metanol.

Delouche dan Baskin dalam Addai dan Kantanka (2006) mengemukakan bahwa etanol umumnya merupakan metode skrining yang lebih efektif dibandingkan dengan metode lainnya. Cairan etanol dinyatakan efektif karena telah menyebabkan perubahan pada sekuens yang sama pada proses deteriorasi yang mengkarakterisasi penderaan benih dalam penyimpanan. Proses degradasi membran dan hilangnya permeabilitas kontrol terjadi saat benih mengalami penderaan khususnya selama penyimpanan. Proses produksi energi dan biosintesis dirusak dengan menghasilkan penurunan rata-rata respirasi dan pemindahan bahan kering dari jaringan pendukung ke aksis embrionik, sehingga benih memperlihatkan kehilangan resistensi yang besar pada cekaman lingkungan.

Etanol adalah senyawa organik yang bersifat nonpolar yang dapat mendenaturasi protein pada konsentrasi tertentu (Baum dan Scaif dalam Saenong dan Sadjad, 1984). Selain itu etanol juga bersifat dehidrasi, karena itu dapat menyerap air yang meliputi koloid protein dan selanjutnya terjadi denaturasi (Harrow dan Muzur dalam Saenong dan Sadjad, 1984). Etanol juga dapat menghilangkan integritas membran, meningkatkan permeabilitasnya kemudian meningkatkan kebocoran hasil metabolisme (Ching dan Schoolcraft dalam Ilyas, 1986).

Antosianin

Sumber Antosianin merupakan kelompok pigmen alami yang termasuk flavanoid yang menghasilkan warna biru-merah pada tanaman. Antosianin terdapat pada tanaman tingkat tinggi, kebanyakan terdapat pada bunga dan buah, namun terkadang terdapat pula pada daun, batang, akar. Antosianin dapat digunakan sebagai pewarna alami yang tersebar luas dalam tumbuhan (bunga, buah-buahan, dan sayuran).

Futura et al. (2002) mengemukakan bahwa kedelai berkulit hitam banyak mengandung antosianin. Antosianin tinggi mempunyai aktivitas antioksidan besar, juga mempunyai kandungan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dan O2.


(20)

(t-BuOO) yang tinggi dan mencegah kuat generasi dari thiobarbituric acid-reactive substance (TBARS) yang menyebabkan gangguan pada hati. Pigmen antosianin ini mempunyai antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan tocoferol. Menurut Beninger (2008) kedelai hitam menempati daftar teratas dengan aktivitas antioksidan tertinggi, gram demi gram dibandingkan jenis kedelai lainnya (kedelai merah, cokelat, kuning, dan putih). Warna yang lebih gelap yang melapisi kulit kedelai dikaitkan dengan kandungan flavonoid yang lebih tinggi, begitu juga aktivitas antioksidan yang lebih baik. Antosianin merupakan bagian senyawa antioksidan yang paling aktif pada kedelai bahkan kandungan antosianin per 100 gram kedelai hitam lebih tinggi 10 kali lipat dibandingkan keseluruhan antioksidan yang ditemukan pada 100 gram jeruk, apel, anggur atau kranberi.


(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura serta Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2009-Mei 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kedelai kuning varietas Tanggamus, Wilis dan Anjasmoro, serta kedelai hitam varietas Detam 1, Detam 2, dan Cikuray, etanol, air bebas ion, kertas merang, plastik, dan label.

Alat yang digunakan antara lain: spektrofotometer visibel, glassjar, oven, cawan porselen, timbangan digital, desikator, pinset, pengepres kertas tipe IPB 75-1, germinator tipe IPB 72-1, dan electric conductivity meter.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap I dilakukan untuk memilih pengusangan cepat secara kimia yang paling efektif sehingga diketahui variasi vigor ketahanan benih terhadap pengusangan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan. Tahap II dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan.

Pelaksanaan tahap I menggunakan metode Rancangan Petak Terbagi. Petak utama adalah 12 lot benih yang merupakan kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 masing-masing dengan dua tingkat kemasakan. Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan kriteria kemasakan dapat dilihat pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam

Tingkat kemasakan 1 Tingkat kemasakan 2 Kedelai

kuning

 warna0kulit brangkasan0hijau kekuningan

 warna0batang0pada tanaman0hijau kekuningan

 terdapat0siluet0hijau pada warna kulit benih

 warna0kulit0brangkasan kuning penuh

 warna0batang0pada tanaman kuning keemasan  warna kulit benih kuning

Kedelai hitam

 warna0kulit

brangkasan0kuning kecoklatan

 warna0batang0pada tanaman kuning

 warna0kulit0brangkasan cokelat gelap

 warna0batang0pada

tanaman kuning kecoklatan

Anak petak adalah konsentrasi etanol yang terdiri atas 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 240 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah model aditif linier. Model umum rancangan percobaan ini adalah:

Yijk = μ + ρi+ + άj+ (ρ-ά)ij+ βk+ (ά*β)jk + εijk Keterangan:

Yijk : respon ulangan ke-i perlakuan petak utama ke j dan perlakuan anak

000petak ke k μ : rataan umum

ρi : pengaruh ulangan ke i

άj : pengaruh perlakuan petak utama ke j

(ρ-ά)ij : galat interaksi antar ulangan ke i dengan perlakuan petak utama ke j βk : pengaruh perlakuan anak petak ke k

(ά*β)jk : pengaruh interaksi petak utama ke j dan perlakuan anak petak ke k εijk : galat percobaan

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tolok ukur yang diamati yaitu: Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), dan Kecepatan Tumbuh (KCT). Apabila dalam analisis ragam terdapat perbedaan nyata


(23)

Pelaksanaan tahap II disusun dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas 12 taraf yakni: Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2, masing-masing dengan dua tingkat kemasakan. Percobaan diulang empat kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Pengujian dilakukan terhadap kandungan antosianin, ukuran benih yaitu bobot 100 butir, bobot kering benih dan berat jenis benih, serta permeabilitas benih yaitu daya hantar listrik.

Model umum rancangan percobaan ini adalah: Yij = μ + άi +βj + εij

keterangan: Yij : pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ : rataan umum

άi : pengaruh perlakuan ke-i βj : pengaruh kelompok ke-j

εij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Kandungan antosianin ini dikorelasikan dengan mutu benih setelah dilakukan pengusangan cepat dengan salah satu metode terpilih yang dinilai paling efektif pada percobaan tahap I, ukuran benih dan permeabilitas benih.

Pelaksanaan Percobaan Produksi Benih

Benih kedelai varietas Tanggamus, Wilis, Anjasmoro dan Cikuray yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB.Biogen), Bogor dan benih kedelai varietas Detam 1 dan Detam 2 yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Malang diperbanyak di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Bogor. Benih ditanam pada lahan seluas 500 m2 yang terbagi menjadi

enam petak dengan masing-masing satu varietas. Setiap petak berukuran 10 m x 5 m dengan jarak antar petak 2 m dan dibatasi plastik sebagai isolasi

(barier) antar varietas. Lahan yang digunakan telah diberakan selama tiga bulan dan dilakukan pengolahan dengan cara dicangkul, dibersihkan dari gulma, kemudian diratakan dan dibuat parit di sekeliling lahan. Pada saat pengolahan, lahan diberikan pupuk kandang berupa kotoran ayam 1 ton ha-1, kompos


(24)

0.5 ton ha-1, dan arang sekam 0.5 ton ha-1 untuk memperbaiki struktur tanah. Lahan yang digunakan terletak pada ketinggian 250 mdpl, lahan yang digunakan termasuk jenis tanah latosol, cukup tersedia air, bebas dari gangguan gulma, hama, maupun penyakit. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 20 cm dengan dua benih per-lubangnya dan diberikan furadan 3G sebagai insektisida untuk penanganan lalat bibit. Pemupukan dilakukan sesuai dosis rekomendasi yang dilakukan bersamaan pada saat tanam secara larikan dengan jarak 5-7 cm dari benih. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan setiap minggu. Roguing dilakukan sebanyak tiga kali pada saat berumur dua minggu, pada awal berbunga, dan pada saat menjelang panen.

Pemanenan dilakukan dengan dua kriteria kemasakan. Kriteria untuk tingkat kemasakan 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 1. Kriteria tersebut penting karena pemanenan berdasarkan rekomendasi umur panen sulit dilakukan akibat kondisi lingkungan pada saat tanam yang berubah-ubah pada setiap musim dan lokasi. Benih diolah secara manual untuk mengurangi kerusakan mekanik dan dikeringkan hingga kadar air ±10% (Lampiran 2).

Pengusangan Cepat

Metode pengusangan cepat secara kimia dilakukan dengan menggunakan larutan etanol pada lima konsentrasi yakni 0%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Benih terlebih dahulu dilembabkan pada kertas merang lembab selama 12 jam. Benih yang telah dilembabkan selanjutnya direndam di dalam glassjar yang berisi larutan etanol selama 1 jam dengan perbandingan 50 butir kedelai dimasukkan ke dalam 100 ml larutan etanol. Benih yang telah direndam kemudian ditiriskan dan dibilas dengan air mengalir selama 5 menit kemudian dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKD-dp) pada germinator tipe IPB-72-1 dan diamati viabilitasnya dengan tolok ukur Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV) dan Kecepatan Tumbuh (KCT).


(25)

Proses Pengujian Kandungan Antosianin

Proses pengujian kandungan antosianin dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi absorbansi visibel pada bagian seed coat. Pengujian dengan

spektrofotometer dilakukan dengan panjang gelombang 550 nm dan 625 nm (Agati et al., 2005). Langkah pengujian diawali dengan mengambil sampel 10

butir benih secara acak untuk setiap satuan percobaan, selanjutnya benih pada bagian seed coat ditembak dengan spektrofotometer dan hasil pengukuran dapat dilihat pada personal computer.

Pengamatan

Pengamatan viabilitas benih dilakukan pada beberapa tolok ukur yang meliputi daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh.

1.0Daya Berkecambah (DB) diukur berdasarkan persentase kecambah normal

000pada hitungan pertama dan kedua pengamatan viabilitas. DB = ∑ KN I + ∑ KN II x 100% ∑ benih yang ditanam

Keterangan:

∑ KN I : jumlah kecambah normal pengamatan pertama (3 HST) ∑ KN II: jumlah kecambah normal pengamatan kedua (5 HST)

2. Indeks Vigor (IV), diukur berdasarkan persentase kecambah normal pada

000hitungan pertama pengamatan viabilitas.

IV= ∑ KN I x 100% ∑ benih yang ditanam

Keterangan:


(26)

3. Kecepatan Tumbuh (KCT), pengamatan dilakukan setiap hari dan dihitung

0dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun

0waktu perkecambahan dalam kondisi optimum.

KCT=

t d 0 Keterangan:

t : kurun waktu perkecambahan (etmal)

d : tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (1 etmal =24 jam)

Pengamatan Kandungan Antosianin

Kandungan antosianin diukur dengan spektrofotometer pada absorbansi dengan = 550 nm dan = 625nm (Agati et al., 2005).

Log

) 550 ( 740

) 625 ( 740

A Chl

A Chl

= -0.475 +(0.677 (C. Antosianin))0.149

Pengamatan Ukuran Benih

Pengamatan ukuran benih dilakukan pada beberapa tolok ukur yang meliputi bobot 100 butir, bobot kering benih, dan berat jenis.

1.0Bobot 100 butir (g), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel 100

0butir per satuan percobaan dan menimbang bobot sampel tersebut.

2. Bobot kering benih (g), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel

0secara acak sebanyak 10 butir benih setiap satuan percobaan. Benih tersebut

0kemudian dioven dengan suhu 60oC selama 3 hari dan ditimbang.

3. Berat jenis (g cm-3) pengamatan dilakukan dengan membagi antara bobot 100

0butir dengan selisih volume aquades sebelum dan sesudah benih dimasukkan


(27)

Pengamatan Permeabilitas Benih

Pengujian permeabilitas benih dilakukan dengan tolok ukur daya hantar listrik. Uji Daya Hantar Listrik (μmhos cm-1 g-1), dilakukan dengan merendam 25 butir benih yang telah ditimbang pada 50 ml air bebas ion selama 24 jam kemudian air rendamannya diukur dengan alat electric conductivity meter.


(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengusangan cepat secara kimia yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu umumnya menggunakan uap etanol dengan konsentrasi tinggi yakni 96% dengan menggunakan alat pengusangan cepat, namun pada penelitian ini seperti yang dilakukan oleh Addai dan Kantanka (2006) dilakukan dengan metode perendaman etanol dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Perendaman etanol yang dilakukan pada enam varietas kedelai dengan dua tingkat kemasakan ini dilakukan dalam waktu satu jam, berbeda dengan yang dilakukan Addai dan Kantanka yang merendam selama dua jam. Perlakuan penderaan selama satu jam dinilai lebih efektif pada penelitian ini karena berdasarkan percobaan pendahuluan perendaman selama dua jam dengan konsentrasi etanol 25% menyebabkan benih kedelai banyak mengalami kematian selain itu variasi kecambah normal yang dihasilkan pun sangat kecil sementara perendaman selama satu jam menunjukkan variasi kecambah normal yang lebih beragam (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata Daya Berkecambah Benih Kedelai setelah Pengusangan Cepat

0000000dengan Konsentrasi Etanol 25% Selama 1 jam dan 2 jam Lot

Daya berkecambah (%) Daya berkecambah (%) setelah benih diusangkan

etanol 25% selama 1 jam

setelah benih diusangkan etanol 25% selama 2 jam Tingkat

kemasakan I T 52 20

W 40 12

A 30 0

C 56 16

D1 16 0

D2 12 0

Tingkat

kemasakan II T 90 28

W 24 4

A 10 0

C 72 32

D1 4 0

D2 68 8


(29)

Variasi kecambah normal yang tinggi tersebut dinilai bisa mewakili perlakuan yang bertujuan untuk melihat ketahanan vigor benih melalui pengusangan cepat.

Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat

Penggunaan etanol untuk tujuan pengusangan cepat dinilai efektif karena menurut Ocran dalam Addai dan Kantanka (2006) perbandingan perendaman benih kedelai dalam 20% cairan etanol yang direndam selama 2 jam memberikan indikasi yang lebih baik pada daya simpan beberapa varietas kedelai dibandingkan dalam cairan metanol 20% selama 2 jam dan air panas 75oC selama 70 detik.

Seluruh perlakuan baik faktor tunggal maupun interaksinya menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap seluruh tolok ukur yang diamati yaitu: Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), dan Kecepatan Tumbuh (KCT). Hasil sidik

ragam disajikan pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 5 sedangkan rekapitulasi pengaruh lot benih dan konsentrasi etanol pada pengusangan cepat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai dan

0000000Konsentrasi Etanol pada Pengusangan Cepat serta Interaksinya terhadap

0000000DB, IV, dan KCT

Tolok ukur Perlakuan

L K LxK KK (%)

DB (%) ** ** ** 13.69

IV (%) ** ** ** 23.74

KCT (% etmal-1) ** ** ** 14.55

Keterangan: ** : Berpengaruh nyata pada taraf 1%

L : Lot Benih (kombinasi varietas dan tingkat kemasakan benih) K : Konsentrasi Etanol

KK : Koefisien Keragaman

Pengujian lebih lanjut dilakukan dengan DMRT 5% (Tabel 4). Semua lot benih tanpa pengusangan (konsentrasi etanol 0%) memiliki viabilitas potensial yang sama tinggi yaitu ≥ 95%, kecuali Anjasmoro pada tingkat kemasakan 1 (85%), Detam 1 pada tingkat kemasakan 1 dan 2 (79% dan 88%).


(30)

Tabel 4. Perbedaan DB, IV, dan KCT setelah Pengusangan Cepat pada Berbagai

000000 Lot Benih Kedelai dengan Beberapa Tingkat Konsentrasi Larutan Etanol

Lot Konsentrasi Etanol (%)

0 10 15 20 25

DB (%)

Tingkat Kemasakan I T 95Aa 89Aa 92Aa 71Bb-d 52Cbc W 95Aa 93Aa 89Aa 73Aa-d 36Bcd A 85Ab 92Aa 89Aa 67Bcd 23Cde C 97Aa 82Bab 83Aab 71Cb-d 56Db D1 79Ac 71Ab 68Ac 24Bf 9Cef D2 97Aa 95Aa 90Aa 54Bde 54Bbc Tingkat Kemasakan II T 100Aa 93Ba 92Ba 92Bab 87Ca

W 98Aa 96Aa 88Aa 59Bde 20Cde A 96Aa 81Aab 89Aa 73Aa-d 10Bef C 97Aa 89Aba 82Bab 95Aa 67Cb D1 88Ab 71Ab 71Abc 40Bef 0Cf D2 95Aa 92Aab 82Cab 85Ba-c 13Def

Ragam (%) 38.64 77.09 62.27 422.55 744.99 IV (%)

Tingkat Kemasakan I T 76Abc 61Ba-c 66Ab 61Bab 18Cb-d W 76Abc 59Aa-c 58Abc 57Aab 15Bcd

A 51Bd 65Aab 57ABbc 31Cc-e 16Dcd C 54Ad 54Abc 57Abc 47Abc 30Bab D1 30ABe 42Ac 28Abd 18Bce 7Cde D2 76Abc 69Aab 62Abc 24Bde 28Ba-c Tingkat Kemasakan II T 95Aa 80Ca 88Ba 76Ca 32Da

W 76Abc 66Aab 61Abc 49Abc 8Bde A 80Ab 62Aba-c 68ABab 52Bbc 5Cde C 75Abc 64Aab 60Abc 66Aab 18Bb-d D1 58Ad 56Abc 42Acd 14Be 0Be D2 64Acd 66Aab 65Abc 45Bb-d 4Cde Ragam (%) 292.81 84.36 207.15 381.63 114.63

KCT (% etmal -1)

Tingkat Kemasakan I T 35Abc 34Aa 32Aab 24Bbc 15Cb W 32Acd 30Aba-c 28ABbc 23Bbc 10Cc A 27Af 30Aab 28Abc 20Bcd 7Ccd C 29Aef 25BCcd 26ABbc 22CDbc 19Db D1 24Ag 23Ad 20Ae 9Be 3Cde D2 34Abc 33Aab 30Abc 14Bde 16Bb Tingkat Kemasakan II T 39Aa 34Ca 36Ba 33Da 26Ea W 37Aab 34Aab 30ABa-c 22Bbc 6Ccd

A 37Aab 29ABa-c 32Aab 24Ba-c 3Cde C 34Abc 28Bbc 25Bcd 29Bab 18Cb D1 31Ade 22Bd 21Bde 10Ce 0De D2 36Ab 31Bab 30BCbc 27Ca-c 3Dde Ragam (% etmal-1) 20.08 17.90 21.24 52.81 66.45

Keterangan: Angka-angka sebaris yang diikuti huruf kapital yang sama dan angka-angka sekolom 0000000000yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap tolok ukur tidak berbeda nyata dengan 0000000000DMRT pada taraf 5%.


(31)

Viabilitas antar lot benih relatif sama ketika didera dengan etanol pada konsentrasi 10% dan 15%, dengan nilai daya berkecambah >80% kecuali untuk Detam 1 tingkat kemasakan 1 pada penderaan etanol 10% mempunyai DB 71% dan pada penderaan etanol 15% mempunyai DB 68% serta Detam 1 tingkat kemasakan 2 yang didera dengan etanol 10% dan 15% mempunyai DB 71%. Kedua lot tersebut memang memiliki viabilitas awal yang lebih rendah dibanding lot yang lain. Penurunan viabilitas cukup signifikan telah terjadi pada sebagian besar lot benih ketika didera dengan konsentrasi etanol 20% dibandingkan kontrol (etanol 0%), kecuali pada Wilis tingkat kemasakan 1, Anjasmoro tingkat kemasakan 2 dan Cikuray tingkat kemasakan 2. Pada ketiga lot tersebut konsentrasi etanol 20% tidak menyebabkan penurunan daya berkecambah secara nyata dibanding viabilitas awal (konsentrasi etanol 0%).

Benih yang bervigor tinggi akan tetap memiliki performansi yang baik dibandingkan benih yang bervigor rendah. Performansi benih pada pengujian pengusangan cepat dapat ditunjukkan melalui persentase kecambah normal setelah didera. Variasi nilai daya berkecambah yang terjadi setelah penderaan etanol 20% adalah 24% - 95% artinya pada penderaan konsentrasi ini ada lot benih yang masih tahan terhadap deraan dan ada lot yang sudah tidak mampu menahan deraan. Lot benih dengan viabilitas tertinggi setelah pengusangan dengan etanol 20% yakni dengan nilai daya berkecambah 95% ditunjukkan pada lot benih Cikuray dengan tingkat kemasakan 2. Viabilitas terendah ditunjukkan pada lot benih Detam 1 tingkat kemasakan 1 dengan nilai daya berkecambah sebesar 24%. Kedua lot tersebut memang memiliki viabilitas potensial yang berbeda, nilai daya berkecambah pada kondisi tanpa pengusangan pada varietas Cikuray tingkat kemasakan 2 dan Detam 1 tingkat kemasakan 1 berturut-turut adalah 97% dan 79%. Diantara lot benih yang memiliki viabilitas potensial sama, terlihat variasi daya berkecambah setelah pengusangan etanol 20% berkisar antara 95% pada Cikuray tingkat kemasakan 2 hingga 54% pada Detam 2 tingkat kemasakan 1. Keduanya mempunyai viabilitas potensial yang sama dengan nilai daya berkecambah tanpa pengusangan sebesar 97%. Tingkat kemasakan benih terlihat mempunyai peran penting, karena meskipun Detam 2 tingkat kemasakan 1 dan tingkat kemasakan 2 mempunyai viabilitas potensial yang sama (DB tanpa


(32)

pengusangan berturut-turut 97% dan 95%), Varietas Detam2 yang dipanen pada tingkat kemasakan 2 memiliki daya berkecambah setelah pengusangan etanol 20% sebesar 85% tidak berbeda dengan Cikuray tingkat kemasakan 2 yang memiliki vigor dengan nilai tertinggi berdasarkan tolok ukur tersebut (Tabel 4).

Indeks vigor merupakan nilai yang ditunjukkan oleh banyaknya jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dalam pengujian viabilitas. Nilai indeks vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih tinggi. Hasil analisis statistik pada benih yang telah didera dengan etanol 20% menunjukkan variasi indeks vigor berkisar antara 14% - 76%. Indeks vigor tertinggi ditunjukkan oleh lot benih Tanggamus tingkat kemasakan 2 dengan nilai IV 76% dan indeks vigor terendah ditunjukkan oleh lot benih Detam 1 tingkat kemasakan 2 dengan nilai IV 14%. Nilai IV yang semakin tinggi menunjukkan benih tersebut semakin mampu mengatasi segala kondisi suboptimum yang terjadi di lingkungan tumbuhnya.

Tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT) mengindikasikan vigor kekuatan

tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa variasi kecepatan tumbuh yang terjadi pada benih kedelai setelah didera etanol 20% berkisar antara 9% etmal-1 - 33% etmal-1. Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan salah satu dari

tolok ukur yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih di lapang atau yang disebut dengan vigor kekuatan tumbuh. Kecepatan tumbuh tertinggi

ditunjukkan oleh lot benih Tanggamus tingkat kemasakan 2 dengan KCT

33% etmal-1, sementara kecepatan tumbuh terendah ditunjukkan oleh lot benih Detam 1 dengan tingkat kemasakan 1 dengan nilai KCT 9% etmal-1.

Variasi ketahanan terhadap pengusangan cepat juga terlihat pada perlakuan konsentrasi etanol 25%. Perlakuan ini menunjukkan penurunan viabilitas terhadap seluruh lot benih yang diuji bila dibandingkan dengan kontrol, penurunan yang terjadi sangat signifikan bahkan sampai menyebabkan kematian total pada lot benih Detam 1 tingkat kemasakan 2. Kematian total ini terjadi diduga karena benih yang telah didera dengan etanol mengalami kerusakan pada protein yang merupakan kandungan nutrisi utama pada benih kedelai. Kematian total tersebut menyebabkan sulitnya membandingkan vigor benih, terlebih bila


(33)

lebih dari satu lot yang mengalaminya sehingga perlakuan ini menjadi tidak efektif untuk dapat menilai vigor ketahanan benih.

Berdasarkan tolok ukur nilai DB, IV, dan KCT maka penderaan etanol 20%

dapat dijadikan perlakuan yang efektif yang dapat membedakan tingkat vigor ketahanan benih kedelai terhadap pengusangan cepat dengan nilai variasi pada tolok ukur DB, IV, dan KCT yang keragamannya tinggi (Tabel 4).

Menurut Addai dan Kantanka (2006) etanol merupakan penduga terbaik untuk daya simpan benih. Proses perendaman dengan etanol akan lebih efektif bila dilakukan pelembaban benih selama 12 jam terlebih dahulu sebelum perlakuan. Pelembaban ini dinilai penting agar perlakuan etanol berkerja lebih sempurna. Menurut Sibarani (1994) etanol memiliki kemampuan merusak yang berbeda pada benih bila kadar air berubah. Deraan etanol lebih efektif pada benih yang lembab dibandingkan pada benih kering. Air menstimulasi reaksi metabolisme yang melibatkan enzim tetapi dengan masuknya uap etanol ke dalam benih maka aktivitas enzim tersebut menjadi menurun.

Penelitian ini menggunakan tingkat kemasakan sebagai faktor yang diduga dapat membedakan vigor antar lot dalam satu varietas yang sama meskipun memiliki viabilitas potensial yang berbeda. Varietas Anjasmoro dan Varietas Detam 1 disarankan pada tingkat kemasakan 2 karena pada tingkat kemasakan 1 benih belum mencapai vigor maksimum, bahkan viabilitas potensial pun belum mencapai maksimum. Nilai daya berkecambah tanpa penderaan (etanol 0%) pada Varietas Anjasmoro tingkat kemasakan 1 sebesar 85% dan meningkat pada tingkat kemasakan 2 sebesar 96%, demikian pula Varietas Detam 1, nilai daya berkecambah pada tingkat kemasakan 1 sebesar 79% dan masih meningkat pada tingkat kemasakan 2 menjadi 88% (Tabel 4).

Empat varietas yang lain yaitu: Tanggamus, Wilis, Cikuray dan Detam 2 mempunyai viabilitas potensial yang sama yang ditunjukkan dengan nilai daya berkecambah pada pengujian dengan etanol 0% yang tidak berbeda nyata antara tingkat kemasakan 1 dan 2. Pada kondisi viabilitas potensial yang menunjukkan nilai yang sama maka pengujian vigor menjadi penting karena perbedaan vigor baru terlihat bila benih menghadapi kondisi sub optimum atau pada kondisi setelah benih melewati periode penyimpanan.


(34)

Menurut Saenong (1986) pengusangan cepat pada benih kedelai yang mendapat deraan etanol dengan intensitas makin tinggi maka viabilitasnya pun makin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ketahanan suatu benih yang didera dengan intensitas yang tinggi maka viabilitasnya akan menunjukkan dalam keadaan yang baik dan semakin baik pula daya simpannya.

Menurut Pramono (2009) metode pengusangan cepat kimiawi ini dapat mengukur daya simpan dugaan benih pada tanaman pangan, hal tersebut ditunjukkan pada penelitian yang menunjukkan adanya kemiripan respon antara kemunduran benih akibat perlakuan periode simpan alamiah dengan perlakuan intensitas pengusangan cepat kimiawi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk mendapatkan daya simpan dugaan 90% pada benih kacang tanah dilakukan pengusangan cepat secara kimiawi selama 11.3 menit atau setara dengan 1.9 bulan pada periode simpan alamiah.

Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih, dan Permeabilitas pada Beberapa Varietas Benih Kedelai

Pengujian pada percobaan tahap dua ini dilakukan pada benih yang tidak diusangkan pada beberapa tolok ukur, seperti: antosianin yang diduga menjadi indikator biokimiawi yang dapat menghambat proses deteriorasi, ukuran benih dan permeabilitas benih yang diduga mampu mendeteksi vigor benih secara fisik.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat nyata pada berbagai lot benih dengan kandungan antosianin, bobot 100 butir, bobot kering benih dan pengaruh yang nyata pada tolok ukur daya hantar listrik, namun tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur berat jenis. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai dengan 9, sedangkan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 5. Data yang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur yang diamati selanjutnya diuji dengan DMRT 5% (Tabel 6).


(35)

Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih Kedelai

0000000terhadap Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas Benih

Tolok ukur Perlakuan

L KK (%)

Kandungan Antosianin (nmol cm-2) ** 18.80

Ukuran Benih

Bobot 100 Butir (g) ** 3.95

Bobot Kering Benih (g) ** 5.33

Berat Jenis (g cm-3) tn 7.46

Permeabilitas Benih

DHL (μmhos cm-1 g-1 ) * 27.01

Keterangan: * : berpengaruh nyata pada taraf 5 % ** : berpengaruh nyata pada taraf 1 % tn : tidak berpengaruh nyata

L : Lot Benih (kombinasi varietas dan tingkat kemasakan benih) KK: Koefisien Keragaman

Pengaruh yang sangat nyata dari faktor tunggal yang merupakan kombinasi varietas dan tingkat kemasakan terhadap nilai bobot 100 butir, bobot kering benih dan pengaruh yang nyata terhadap daya hantar listrik (Tabel 5) ternyata tidak menunjukkan perbedaan antara kemasakan 1 dan 2 pada masing-masing varietas (Tabel 6).

Perbedaan tingkat kemasakan juga diamati pada tolok ukur kandungan antosianin yang ditunjukkan pada Tabel 6 yang terlihat bahwa tingkat kemasakan tidak mempunyai pengaruh terhadap jumlah kandungan antosianin. Kandungan antosianin yang terdapat pada benih dengan tingkat kemasakan yang berbeda berdasarkan nilai viabilitas potensial (DB pada pengusangan etanol 0%) maupun berdasarkan nilai vigor (DB setelah pengusangan etanol 20%) tidak menunjukkan perbedaan secara statistik.

Perbedaan kandungan antosianin lebih terlihat antar varietas. Kandungan antosianin tertinggi terdapat pada lot Detam 1 tingkat kemasakan 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 yang merupakan jenis kedelai hitam dan kandungan antosianin terendah terdapat pada lot Anjasmoro dengan tingkat kemasakan 2 yaitu sebesar 0.011 nmol cm-2 yang merupakan jenis kedelai kuning. Benih kedelai hitam yaitu varietas Cikuray, Detam 1 serta Detam 2 secara umum memiliki kandungan antosianin lebih besar dibandingkan benih kedelai kuning yaitu Tanggamus, Wilis, serta Anjasmoro baik pada tingkat kemasakan 1 maupun 2 (Tabel 6). Hasil


(36)

ini sesuai dengan pernyataaan Futura et al. (2002) yang menyatakan bahwa kedelai hitam mengandung banyak antosianin. Perbedaan kandungan antosianin diakibatkan karena faktor genetik pada benih kedelai khususnya warna kulit benihnya.

Tabel 6. Perbedaan Kandungan Antosianin, Ukuran Benih dan Permeabilitas

00000000Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai

Lot Benih

Kandungan Antosianin (nmol cm-2)

Ukuran Benih Permeabilitas Benih Bobot 100 butir (g) Bobot Kering Benih (g) DHL (μmhos cm-1 g-1) Tingkat

Kemasakan I T 0.063def 8.31bc 0.765c 119.58abc W 0.064def 8.76bc 0.830c 118.55abc

A 0.013g 11.71a 1.087a 143.36a

C 0.094abc 9.13b 0.835c 78.24c D1 0.112a 12.23a 1.022a 92.02bc D2 0.082bcd 9.20b 0.860c 99.58abc Tingkat

Kemasakan II T 0.059ef 8.31bc 0.772c 98.39abc W 0.049f 9.05b 0.787c 110.48abc A 0.011g 12.13a 1.095a 134.43ab C 0.095abc 8.97b 0.827c 72.35c D1 0.097ab 11.74a 0.985ab 138.83ab D2 0.076bcde 9.11b 0.875bc 101.41abc

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf tidak berbeda nyata dengan DMRT pada 0000000 taraf 5 %.

T: Tanggamus; W: Wilis; A: Anjasmoro; C: Cikuray; D1: Detam 1; D2: Detam 2

Dilatarbelakangi oleh tingginya aktivitas antioksidan pada kedelai hitam (Beninger, 2008) dan hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya variasi kandungan antosianin antar varietas dan secara umum kedelai hitam memiliki kandungan antosianin lebih tinggi, maka dilakukan uji korelasi untuk melihat hubungan kandungan antosianin dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat serta ukuran dan permeabilitas benih. Hasil penelitian telah banyak menunjukkan hubungannya dengan daya simpan benih.


(37)

Korelasi Antara Antosianin dengan Tolok ukur Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih

Hasil korelasi antara antosianin dengan tolok ukur pengusangan benih terpilih (penderaan dengan etanol 20%), ukuran benih serta permeabilitas benih dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Korelasi Antosianin dengan Beberapa Tolok ukur pada

000000000Pengusangan Cepat, Ukuran Benih dan Permeabilitas Benih

Tolok ukur Koefisien Korelasi

Ketahanan Benih Setelah

Pengusangan dengan Etanol 20%

DB (%) r = -0.32tn IV (%) r = -0.27tn KCT (% etmal-1) r = -0.36tn

Ukuran Benih

Bobot 100 butir (g) r = -0.16tn Bobot Kering Benih Maksimum (g) r = -0.32tn Permeabilitas Benih

DHL (μmhos cm-1 g-1 ) r = -0.65*

Keterangan: r : koefisien korelasi tn: tidak berpengaruh nyata *: berpengaruh nyata

Aktivitas antioksidan yang dimiliki antosianin diharapkan mampu meningkatkan vigor benih dalam menghadapi berbagai deraan, namun hasil pengujian menunjukkan tidak adanya korelasi antara kandungan antosianin dengan DB (r = -0.32), IV ( r = -0.27) dan KCT (r = -0.36) setelah benih didera

dengan etanol 20%.

Ukuran benih yang menjadi data penunjang juga tidak berkorelasi dengan kandungan antosianin, padahal menurut hasil penelitian Tekrony et al. (1987) menunjukkan bahwa ukuran benih dapat mengindikasikan vigor. Benih yang berukuran lebih besar mempunyai tingkat vigor lebih tinggi daripada benih yang berukuran kecil, namun kandungan antosianin pada penelitian tidak menunjukkan adanya korelasi dengan bobot 100 butir (r = -0.16) (Tabel 7). Pada tolok ukur ukuran benih khususnya bobot 100 butir (Tabel 6), terlihat bahwa Varietas Anjasmoro serta Varietas Detam 1 menunjukkan ukuran benih terbesar dibandingkan dengan ukuran benih lainnya namun pada varietas Detam 1


(38)

memiliki kandungan antosianin tertinggi sebaliknya varietas Anjasmoro memiliki kandungan antosianin terendah. Oleh karena itu, kandungan antosianin cenderung lebih banyak berkaitan dengan warna benih dibandingkan dengan ukuran benih.

Bobot kering benih yang merupakan salah satu tolok ukur masak fisiologis selain vigor maksimum dan penurunan kadar air benih ternyata juga tidak berkorelasi dengan kandungan antosianin (r0=0-0.32) padahal tolok ukur ini merupakan salah satu indikator masak fisiologis yang diharapkan dengan ketepatan panen saat masak fisiologis mampu meningkatkan kandungan antosianin yang diduga dapat menghambat deteriorasi pada benih. Berdasarkan hasil pengujian bobot kering benih diduga seluruh varietas telah mencapai masak fisiologis. Bobot kering benih merupakan penduga tingkat kemasakan, sedangkan kandungan antosianin perlu dipelajari lebih lanjut secara terpisah pengaruhnya terhadap tingkat kemasakan (vigor fisiologis) dan pengaruhnya antar varietas (vigor genetik).

Menurut Sadjad (1993) tolok ukur daya hantar listrik merupakan salah satu indikasi viabilitas dan vigor benih yang didasarkan pada sifat fisik (anatomis) benih. Pada tolok ukur daya hantar listrik (DHL), nilai DHL tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro pada tingkat kemasakan 1 (143.36 μmhos cm-1 g-1)

berbeda nyata dengan nilai terendah pada varietas Cikuray tingkat kemasakan 2 (72.35 μmhos cm-1 g-1) dan tingkat kemasakan 1 (78.24 μmhos cm-1 g-1). Nilai

DHL tertinggi ditunjukkan pada benih Anjasmoro tingkat kemasakan 1 dan terendah pada benih Cikuray tingkat kemasakan 2. Perbedaan ini mungkin disebabkan faktor genetik sebagaimana pernyataan Panobianco et al. (1999) yang mengatakan bahwa pada berbagai kultivar kedelai yang diujikan memiliki perbedaan daya hantar listrik dan dimungkinkan perbedaan tersebut dikarenakan keberagaman genetik. Taliroso (2008) menambahkan bahwa keragaman nilai DHL yang terjadi antar varietas kedelai diduga karena adanya perbedaan ketebalan kulit biji yang dimiliki oleh masing-masing varietas.

Berdasarkan Tabel 7 terdapat adanya korelasi antara kandungan antosianin dengan daya hantar listrik dengan nilai koefisien r = -0.65. Korelasi antara kandungan antosianin dengan nilai DHL bersifat negatif artinya penambahan nilai DHL pada benih kedelai berbanding terbalik dengan jumlah kandungan antosianin


(39)

yang terdapat dalam kulit benih. Semakin rendah nilai DHL maka semakin tinggi kandungan antosianin atau sebaliknya. Nilai koefisien korelasi yang mendekati

satu menunjukkan hubungan yang sangat erat antar tolok ukur (Gomez dan Gomez, 1995). Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan keeratan

hubungan antara tolok ukur x dan y.

Korelasi yang erat antara kandungan antosianin dengan nilai DHL dapat dipelajari lebih lanjut untuk mengetahui pendugaan antosianin melalui DHL. Menurut AOSA (1983) uji DHL merupakan pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Uji ini mampu mendeteksi tingkat kebocoran membran sel. Struktur membran yang jelek menyebabkan kebocoran sel yang erat hubungannya dengan benih yang rendah vigornya. Semakin banyak elektrolit seperti asam amino, asam organik lainnya yang dikeluarkan benih ke air rendaman akan semakin tinggi nilai pengukuran konduktivitasnya. Nilai konduktivitas tinggi menunjukkan vigor rendah.

Kandungan antosianin benih sebagai tolok ukur baru yang dapat mendeteksi vigor benih melalui daya hantar listrik memang memerlukan penelitian lebih lanjut. Antosianin diharapkan dapat menambah satu lagi tolok ukur vigor benih yang sudah dilakukan sebelumnya seperti kadar arginin (Young dan Mason, 1972), akumulasi Phospat (P) (Dewi, 1994), akumulasi karotenoid (Prasetyaningsih, 2006), kandungan klorofil (Suhartanto, 2003) dan kandungan lignin (Marwanto, 2007). Oleh karena itu, masih diperlukan pengujian lebih lanjut tentang hubungan antosianin dengan nilai daya hantar listrik pada benih kedelai.


(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Metode pengusangan cepat secara kimia dengan penggunaan etanol 20% dinilai efektif untuk membedakan tingkat vigor ketahanan benih terhadap pengusangan cepat, karena tidak menyebabkan kematian total pada lot benih yang diuji dan menunjukkan nilai ragam yang besar pada tolok ukur daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT).

Kandungan antosianin pada benih bervariasi dengan kisaran kandungan tertinggi pada Varietas Detam 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 hingga terendah pada Varietas Anjasmoro yaitu 0.011 nmol cm-2.

Kandungan antosianin tidak berkorelasi terhadap semua tolok ukur pada pengusangan cepat dan ukuran benih, tetapi berkorelasi negatif dan erat terhadap tolok ukur daya hantar listrik (DHL) (r = -0.65).

SARAN

Pengusangan cepat yang efektif untuk tujuan membedakan vigor benih kedelai dapat dilakukan dengan etanol 20% dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antosianin dengan daya hantar listrik (DHL) pada benih kedelai.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Addai, L.K. and O.S. Kantanka. 2006. Evaluation of screening methods for improved storability of soybean seed international. Journal of Botany 2(2):152-155.

Agati, G., P. Pinelli, S.C. Ebner, A. Romani, A. Cartelat, and Z.G. Cerovic. 2005. Nondestructive evaluation of anthocyanins in olive (Olea europaea) fruits by in situ chlorophyll fluorescence spectroscopy. Journal Agricultural and Food Chemistry 53:1354-1363.

Asiedu, E.A., A.A. Powell, and T. Stuchbury. 2000. Cowpea seed coat chemical analysis in relation to storage seed quality. African Crop Science Journal 8(3): 283-294

Association of Official Seed Analyst [AOSA]. 1983. Seed Vigor Testing Handbook. The seed vigor test committee of the association of official seed analyst. Contribution No. 32.

Beninger, C.W. 2008. Kedelai hitam yang menyehatkan. http://nsanat.com. [6 April 2009].

Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 p.

Departemen Pertanian. 2008. Nilai dan volume ekspor dan impor.

http://deptan.go.id. [4 April 2009].

Dewi, R. 1994. Studi Akumulasi Fosfat untuk Mendeteksi Viabilitas Benih Jagung (Zea Mays L.) pada Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal. Futura, M., Yano, Y. Gabazza, E. C., and Araki-Sasaki, R. 2002. The potential of

anthocyanin from black soybean seed coat. http://onlinelibrary.wiley.com. [4 April 2009].

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Procedurs for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

Ilyas, S. 1986. Pengaruh Faktor “Induced” dan “Enforced” terhadap Vigor Benih Kedelai (Glycine max L.) dan Hubungannya dengan Produksi per Hektar. Tesis. Bogor. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 81 hal.


(42)

Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda. Buletin Teknik Pertanian 9(2): 79-82.

Marwanto. 2004. Soybean seed coat characteristics and its quality losses during incubator aging and storage. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 6(2): 57-65.

Marwanto. 2007. Hubungan antara kandungan lignin kulit benih dengan sifat khusus kulit benih kacang hijau. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 9(1): 6-11.

Mugnisyah, W.Q. 1991. Strategi Teknologi Produksi Benih Kedelai untuk Mengatasi Deraan Cuaca Lapang. Makalah Penunjang Seminar Nasional Teknologi Benih III. Univ. Padjajaran Bandung. 10 hal.

Mugnisjah, W.Q. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 263 hal.

Muji, R., Sudarto., K. Puspadi., dan I. Mardian. 2009. Paket Teknologi Produksi Benih Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Nusa Tenggara Barat. 48 hal.

Panobianco, D., R.D. Vieira, F.C. Krzyzanowski, and J.B. Franca Netto. 1999. Electrical conductivity of soybean seed and correlation with seed coat lignin content. Seed Scince and Technology 27: 945-949.

Pramono, E. 2009. Daya simpan dugaan 90% (DSD-90) dari intensitas pengusangan cepat kimiawi dengan uap etanol (IPCKU) pada benih kacang tanah. http://blog.unila.ac.id. [4 Juli 2010).

Prasetyaningsih, G.W. 2006. Kemungkinan Karotenoid Sebagai Indikator Tingkat Masak Fisiologis Benih Jagung Manis. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 37 hal.

Pratiwi, L. 1990. Pengaruh Tingkat Kemasakan, Periode Konservasi dan Perlakuan Ekstraksi Buah terhadap Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Var.Intan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 38 hal.

Prihatiningsih. 2001. Pengaruh Waktu Panen terhadap Produksi dan Mutu Fisik Gabah dan Beras pada Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 42 hal. Purwanti, S. 2004. Study of storage temperature on the quality of black and

yellow soybean seed. Jurnal Ilmu Pertanian 11(1): 22-31. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal.


(43)

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta. 144 hal.

Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal.

Saenong, S. 1986. Kontribusi Vigor Awal terhadap Daya Simpan Benih Jagung (Zea mays L.) dan Kedelai (Glycine max L. Merr). Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 200 hal.

Saenong, S. dan S. Sadjad. 1984. Alat IPB 77-1 untuk Pendeteksian Vigor Benih Jagung (Zea Mays L.) oleh Keragaman Faktor Indus. Jurusan Agronomi, Faperta, IPB. Bogor.

Suhartanto, M.R. 2003. Fluoresen klorofil benih: parameter baru dalam penentuan mutu benih. Bul. Agron. 31(1)26-30.

Sukarman dan M. Rahardjo. 2000. Karakteristik fisik, kimia, dan fisiologis benih beberapa varietas kedelai. Bul. Plasma Nutfah 6 (2) : 31-36.

Taliroso, D. 2008. Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) Melalui Metoda Uji Daya Hantar Listrik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. 84 hal.

Tekrony, D.M, Egli, D.B.and White, G.M. 1987. Seed production and technology. dalam: Wilcox JR. (Ed). Soybeans: Improvement, Production and Uses, Ed ke 2. American Society of American Society of Agronomy. Inc. Soil Science of America. Inc. 295-346.

Togatorop, S. 1999. Pengaruh Tingkat Kemasakan, Metode Ekstraksi dan Penundaan Penanaman terhadap Viabilitas Benih Markisa (Passiflora edulis Sims). Skripsi. Jurusan Budidya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 48 hal.

Waemata, S. Dan S. Ilyas. 1986. Pengaruh tingkat kemasakan, kelembaban relatif ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.) Bul. Agron. 17(2): 27-34.

Wirawan, B. dan S. Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal

Young, C.T. and M.E. Mason. 1972. Free arginine content of peanut (Arachis hypogaea L.) as a measure of seed maturity. J. Food Sci. 37(5):722-725.


(44)

(45)

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai

Varietas Cikuray

Cikuray merupakan hasil seleksi keturunan persilangan kedelai no 630 dan no 1343 orba

Warna hipokotil : ungu Warna daun : hijau muda

Warna biji : hitam

Warna bulu : coklat

Warna kulit polong masak : coklat tua

Tipe tumbuh : semi determinate Tinggi tanaman : 60-65 cm

Umur berbunga : 35 hari Umur polong masak : 82-85 hari Kandungan protein : 35% Bobot 100 biji : 10 gram

Kandungan lemak : 17%

Produktivitas : 1.7 ton/ha

Varietas Detam 2

Nomor galur : 9837/W-D-5-211

Asal : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan

0000000000000000000000000wilis Tipe Tumbuh : determinit Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : hijau

Warna bunga : ungu

Warna bulu : coklat tua

Warna kulit polong : coklat muda Warna kulit biji : hitam

Warna hilum : coklat

Warna kotiledon : kuning

Bentuk daun : lonjong

Bentuk biji : lonjong

Kecerahan kulit biji : kusam

Umur bunga : 34 hari

Umur masak : 82 hari

Tinggi tanaman : 57 cm

Berat 100 biji : 13.54 gram Potensi hasil : 2.96 ton/ha

Hasil biji : 2.46 ton/ha

Protein : 45.58 % bk

Lemak : 14.83% bk


(46)

Varietas Detam 1

Nomor galur : 9837/K-D-8-185

Asal : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi

Tipe tumbuh : determinit Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : hijau

Warna bunga : ungu

Warna daun : hijau tua

Warna bulu : coklat muda

Warna kulit polong : coklat tua Warna kulit biji : hitam

Warna hilum : putih

Warna kotiledon : kuning Bentuk daun : agak bulat

Bentuk biji : agak bulat

Kecerahan kulit biji : mengkilap

Umur bunga : 35 hari

Umur masak : 82 hari

Tinggi tanaman : 58 cm

Berat 100 biji : 14.84 gram Potensi hasil : 3.45 ton/ha

Hasil biji : 2.51 ton/ha

Protein : 45.36 % bk

Lemak : 33.06 % bk

Varietas Wilis

Wilis merupakan hasil seleksi keturunan persilangan orba dengan no 1682 Warna hipokotil : ungu

Warna epikotil : ungu

Warna daun : hijau

Warna biji : kuning

Bentuk biji : oval, agak pipih

Warna bulu : coklat tua

Warna kulit polong masak : coklat tua

Tipe tumbuh : semi determinate

Tinggi tanaman : 60cm

Umur berbunga : 39 hari Umur polong masak : 88 hari Kandungan protein : 37% Bobot 100 biji : 10 gram

Kandungan lemak : 18%


(47)

Varietas Anjasmoro

Anjasmoro merupakan hasil seleksi massa dari populasi galur murni MANSURIA

Galur : Mansuria 395-49-4

Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : ungu

Warna daun : hijau

Warna biji : kuning

Warna bulu : putih

Warna bunga : ungu

Warna kulit polong masak : coklat muda Warna kulit biji : kuning

Warna hilum : kuning kecoklatan Tipe tumbuh : semi determinate

Bentuk daun : oval

Ukuran daun : lebar

Perkecambahan : 76-78%

Tinggi tanaman : 64-68 cm Jumlah cabang : 2.9-5.6 Jumlah buku batang utama : 12.9-14.8 Umur berbunga : 35.7 – 39.4 hari Umur polong masak : 82.5 – 92.5 hari Kandungan protein : 41.78% - 42.05% Bobot 100 biji : 14.8 gram – 15.3 gram Kandungan lemak : 17.12%- 18.6%

Produktivitas : 2.03-2.25 ton/ha

Varietas Tanggamus

Tangamus merupakan persilangan tunggal antara kerinci dengan no 3911 Warna hipokotil : ungu

Warna epikotil : hijau

Warna daun : hijau

Warna biji : kuning

Warna bulu : coklat

Warna bunga : ungu

Warna kulit polong masak : coklat Warna kulit biji : kuning Tipe tumbuh : determinate

Tinggi tanaman : 67 cm

Umur berbunga : 35 hari Umur polong masak : 88 hari Kandungan protein : 44% Bobot 100 biji : 11 gram Kandungan lemak : 12.9% Produktivitas : 1.7 ton/ha


(48)

Lampiran 2.Kadar Air Benih Kedelai

Genotipe dan Tingkat Kemasakan KA(%)

Tanggamus1 9.0

Tanggamus2 10.2

Wilis1 9.85

Wilis2 10.94

Anjasmoro1 9.5

Anjasmoro2 10.0

Cikuray1 9.8

Cikuray2 11.02

Detam1-1 10.2

Detam1-2 9.94

Detam2-1 10.96

Detam2-2 10.1

Lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

00000000000terhadap Daya Berkecambah pada Pengusangan Cepat Benih

00000000000Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 31332.8000 2848.3464 28.37 0.00001**

Kelompok 3 222.9333 74.3111 0.74 0.5298tn

Galat a 33 4530.1333 137.2767 1.35

Konsentrasi (K) 4 107264.4000 26816.1000 267.09 0.00001**

L x K 44 27737.2000 6303909.0000 6.28 0.00001**

Galat b 144 14457.6000 100.400

Total 239 185814.4000

KK=13.577

Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

00000000000terhadap Indeks Vigor pada Pengusangan Cepat Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 32369.7458 2942.7041 21.07 0.0001**

Kelompok 3 714.6971 238.2264 1.71 0.1685tn

Galat a 33 7535.7708 228.3567 1.63

Konsentrasi (K) 4 85588.9750 21397.2437 153.18 0.0001**

L x K 44 15125.0250 343.7505 2.46 0.0001**

Galat b 144 20114.8000 139.6861

Total 239 161448.9958


(49)

Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih dan Konsentrasi Etanol

00000000000terhadap Kecepatan Tumbuh pada Pengusangan Cepat Benih

00000000000Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 4932.2209 448.3837 35.38 0.0001**

Kelompok 3 265701.0000 8.8567 0.70 0.5543tn

Galat a 33 629.9481 19.0893 1.51

Konsentrasi (K) 4 15097.7113 3774.4278 297.79 0.0001**

L x K 44 2844.5131 64.6480 5.10 0.0001**

Galat b 144 1825.1791 12.6748

Total 239 25356.1429

KK=14.55

Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Kandungan

00000000000Antosianin pada seed coat BenihKedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 0.0448 0.00407 24.98 0.0001**

Ulangan 3 0.0001 0.00003 0.16 0.9193tn

Galat 33 0.0054 0.00016

Total 47 0.0503

KK=18.80

Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot 100 Butir

0000000000 pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 106.0183 9.63800 63.05 0.0001**

Ulangan 3 1.0247 0.34160 2.23 0.1032tn

Galat 33 4.8915 0.15280

Total 47 111.9346

KK=3.39

Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Bobot Kering

0000000000 Benih pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 0.6355 0.0577 25.38 0.0001**

Ulangan 3 0.0073 0.0024 1.08 0.3772tn

Galat 33 0.0751 0.0022

Total 47 0.7179


(50)

Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Lot Benih terhadap Daya Hantar

00000000000 Listrik pada Benih Kedelai

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Pr>F

Lot (L) 11 23036.8306 2094.2573 2.42 0.0247*

Ulangan 3 1601.3270 533.7756 0.62 0.6093tn

Galat 33 28574.2393 865.8860

Total 47 53212.3969


(51)

POLA PELEPASAN NITROGEN DARI

PUPUK TERSEDIA LAMBAT

(SLOW RELEASE FERTILIZER)

UREA-ZEOLIT-ASAM HUMAT

Oleh :

GANDA DARMONO NAINGGOLAN A14052121

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(1)

(2)

Lampiran 1. Metode Analisis Tanah yang Digunakan dalam Penelitian.

Sifat Tanah (Satuan) Metode

pH H2O (1:1) Elektrometri

C-Organik (%) Walkey dan Black

N-Total (%) Kjeldhal

Amonium-Nitrat (ppm) Destilasi

P-tersedia Bray 1

Kandungan basa-basa

Ca (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

Mg (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

K (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

Na (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

KTK (me/100g) N NH4OAc pH 7.0


(3)

Lampiran 2 : Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983)

Sifat Kimia Tanah Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi N-Total (%) < 0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 > 0.75

C-Organik (%) < 1.0 1-2 2.01-3.0 3.1-5.0 > 5

C/N < 5 5-10 11-15 16-25 > 25

P-tersedia (Bray 1.ppm)

< 4 5-7 8-10 11-15 > 16

KTK (Me/100g) < 5 5-16 17-24 25-40 > 40

K (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 > 1

Ca (me/100g) < 2 2-5 6-10 11-20 > 20

Mg (me/100g) < 0.3 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8 > 8

Na (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1 > 1

KB (%) < 20 20-40 41-60 61-80 > 80

Kejenuhan Al (%) < 5 5-10 11-20 21-40 > 40

Reaksi Tanah

Sangat Masam

Rendah Agak

Masam

Netral Agak alkalis

alkalis


(4)

Lampiran 3 : Hasil Analisis Kandungan Nitrogen (%) Pupuk Urea dan Pupuk UZA

No Jenis Pupuk Kandungan Nitrogen (%) Rata-Rata (%)

1 UZA Humat 0% 25,85

27,035

2 UZA Humat 0% 28,22

3 UZA Humat 1 % 27,31

29,09

4 UZA Humat 1% 30,87

5 UZA Humat 2% 30,58

30,04

6 UZA Humat 2% 29,50

7 UZA Humat 3% 28,79

29,02

8 UZA Humat 3% 29,25

9 UZA Humat 4% 30,54

31

10 UZA Humat 4% 31,46

11 UZA Humat 5% 28,33

28,63

12 UZA Humat 5% 28,93

13 Urea Pril A 40,50

41,735


(5)

Lampiran 4 : Hasil Analisis pH Selama 14 minggu Inkubasi

Perlakuan

MINGGU

1 2 3 4 6 8 10 14

UZA H0 5.44 5.32 5,31 5.30 5.28 5.32 5.31 5.20

UZA H1 5.42 5.38 5.35 5.33 5.31 5.28 5.31 5.26

UZA H2 5.19 5.45 5.33 5.30 5.30 5.21 5.21 5.14

UZA H3 5.37 5.39 5.39 5.29 5.29 5.25 5.22 5.13

UZA H4 5.33 5.26 5.26 5.20 5.24 5.20 5.21 5.11

UZA H5 5.45 5.25 5.18 5.21 5.25 5.03 5.17 5,10

Urea pril 5.32 5.44 5.25 5.22 5.21 5.08 5.03 4.97

Kontrol 5.62 5.60 5.42 5.40 5.38 5.35 5.30 5.29

Lampiran 5 : Hasil Analisis DHL (µS/cm) Selama 14 minggu Inkubasi Perlakuan

MINGGU

1 2 3 4 6 8 10 14

UZA H0 172.33 206.67 208.33 228.33 186.00 190.00 167.67 178.33 UZA H1 171.00 190.33 178.33 181.67 191.67 193.33 183.33 168.33 UZA H2 296.67 185.67 210.00 218.33 203.33 195.00 191.67 193.33 UZA H3 200.00 168.67 172.66 188.33 181.67 188.33 188.33 181.67 UZA H4 301.67 267.33 230.00 260.00 198.33 213.33 221.67 198.33 UZA H5 201.67 197.67 193.33 205.00 183.33 236.67 230.00 206.67 Urea pril 185.00 220.00 203.33 188.33 209.67 261.67 226.67 186.67 Kontrol 108.00 110.00 130.00 138.00 143.00 145.00 150.00 160.00


(6)

Tabel Lampiran 7. Data Analisis Tanah Akhir Tanah & Black 1 25%

Tanah sawah dari daerah

Situ Gede Bogor

C-Org N-Total P Ca Mg K Na KTK Al H Fe Cu Zn Mn pasir Debu Liat

(%) (%) …(ppm)…. ……..(me/100g)…… % .(me/100g)... ……(ppm)…… ………(%)……..

1,20 0,13 6,7 55,6 11,66 2,75 0,09 0,37 19,00 78,26 tr 0,04 20,64 4,52 5,72 76,80 11,01 43,72 45,27

Perlakuan

Walkley & Black Kjeldhal Bray 1 N NH40Ac pH 7.0

C-Org N-Total P Ca Mg K Na KTK KB

(%) (%) …(ppm)…. ……..(me/100g)…… %

Humat 0 % 1,301 0,155 10,877 7,460 4,143 0,127 4,765 22,283 74,025 Humat 1 % 1,377 0,165 12,825 6,805 4,110 0,127 4,492 23,292 66,692 Humat 2 % 1,301 0,135 12,825 7,869 3,817 0,130 4,438 20,174 80,569 Humat 3 % 1,468 0,158 14,773 7,230 3,658 0,127 4,329 22,283 68,855 Humat 4 % 1,317 0,157 15,747 7,265 4,252 0,127 4,656 21,274 76,615 Humat 5 % 1,407 0,152 15,584 8,039 4,185 0,143 4,710 20,908 81,681 Urea Pril 1,286 0,149 16,071 8,219 4,227 0,140 4,547 18,707 91,586