Dampak Guncangan Sasaran Operasional dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter: Perbandingan Inflation Targeting dan Multiple Objectives di Indonesia

DAMPAK GUNCANGAN SASARAN OPERASIONAL DALAM
MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER:
Perbandingan Inflation Targeting dan Multiple Objectives
di Indonesia

SALSA DILLA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Dampak Guncangan
Sasaran Operasional dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter:
Perbandingan Inflation Targeting dan Multiple Objectives di Indonesia” adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Salsa Dilla
NIM H14090098

ABSTRAK
SALSA DILLA. Dampak Guncangan Sasaran Operasional dalam Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter: Perbandingan Inflation Targeting dan Multiple
Objectives di Indonesia. Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI.
Sejak ditetapkannya UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, tujuan
Bank Indonesia yang sebelumnya memiliki tujuan ganda (multiple target) dirubah
menjadi lebih fokus dalam pencapaian sasaran tunggal (single target) yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Dengan menggunakan metode
Structural VAR, penelitian ini menganalisis perbandingan efektivitas penerapan
inflation targeting dan multiple objectives di Indonesia dengan melihat pengaruh
guncangan sasaran operasional dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di

Indonesia. Penelitian ini memodelkan masing-masing kebijakan dengan
menggunakan sasaran operasional yang berbeda yaitu dengan menggunakan base
money (M0) dan suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebijakan inflation targeting lebih cocok diimplementasikan
di Indonesia dibandingkan dengan multiple objectives. Selanjutnya ditemukan
bahwa kebijakan inflation targeting dengan sasaran operasional base money (M0)
dianggap paling relevan dalam mencapai sasaran akhir target inflasi.
Kata kunci: Indonesia, inflation targeting, multiple objectives, sasaran operasional

ABSTRACT
SALSA DILLA. The Impact of Monetary Policy Instrument Shocks through
Monetary Transmission Mechanism: Comparison of Inflation Targeting and
Multiple Objectives in Indonesia. Supervised by NOER AZAM ACHSANI.
Since the establishment of Law No.3/2004 about Bank Indonesia, the
purpose of Bank Indonesia which previously was multiple target, now has became
single target which focused on price stability. By using Structural VAR, this study
analyzed the comparison between inflation targeting and multiple objectives by
looking at the response of monetary policy instrument in Indonesia’s monetary
transmission mechanism. This research modeling each case with a different
monetary policy instrument, they are base money (M0) and money market rate.

The finding of this research shows that inflation targeting is better to be
implemented in Indonesia rather than multiple objectives. Inflation targeting with
base money as monetary policy instrument is considered as the most relevant
policy in determining inflation target.
Keywords: Indonesia, inflation targeting, multiple indicator approach, monetary
policy instrument

DAMPAK GUNCANGAN SASARAN OPERASIONAL DALAM
MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER:
Perbandingan Inflation Targeting dan Multiple Objectives
di Indonesia

SALSA DILLA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi


DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Dampak Guncangan Sasaran Operasional dalam Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter: Perbandingan Inflation Targeting
dan Multiple Objectives di Indonesia
: Salsa Dilla
: H14090098

Disetujui oleh

Prof Noer Azam Achsani, Ph.D

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Dampak Guncangan Sasaran Operasional dalam Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter: Perbandingan Inflation Targeting dan Multiple Objectives di
Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian
Bogor.Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis dampak guncangan
sasaran operasional terhadap perbandingan kinerja kebijakan inflation targeting
dengan multiple objectives di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Noer Azam Achsani,

Ph.D selaku dosen pembimbing atas saran, masukan serta motivasi dalam
menyelesaikan penelitian ini, Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.ScAgr selaku dosen
penguji utama dan Ibu Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi
pendidikan atas saran dan kritikannya untuk perbaikan skripsi ini. Di samping itu,
ucapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan
sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian skripsi
ini baik berupa saran, masukan maupun dukungan kepada penulis. Ucapan
terimakasih juga diberikan kepada seluruh civitas Ilmu Ekonomi FEM IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

Salsa Dilla

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Pengujian Pra Estimasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kausalitas Granger
Hasil Penelitian
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
2
3
4
4
5
5
5
6
7
7
8
12
14
14

15
27
27
28
29
31
41

DAFTAR TABEL
1
2

Hasil Estimasi Uji Kausalitas Granger
Hasil Estimasi SVAR: Pengaruh Guncangan Sasaran Operasional

14
15

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10

Perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi di Indonesia (Periode
tahun 2000-2012)
Kerangka Pemikiran
Respon Dinamis Variabel Makroekonomi Terhadap Shock M0 dalam
Inflation Targeting
Respon Dinamis Variabel Makroekonomi Terhadap Shock MMR dalam
Inflation Targeting
Dekomposisi Varians Inflasi pada Inflation Targeting dengan Sasaran
Operasional Base Money (M0)
Dekomposisi Varians Inflasi pada Inflation Targeting dengan Sasaran

Operasional Suku Bunga PUAB
Dekomposisi Varians Output pada Inflation Targeting dengan
Sasaran Operasional Base Money (M0)
Dekomposisi Varians Output pada Inflation Targeting dengan
Sasaran Operasional Suku Bunga PUAB
Dekomposisi Varians Nilai Tukar Rupiah pada Inflation Targeting
dengan Sasaran Operasional Base Money (M0)
Dekomposisi Varians Nilai Tukar Rupiah pada Inflation Targeting
dengan Sasaran Operasional Suku Bunga PUAB

3
7
19
20
22
23
24
24
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Uji Akar Unit (Level)
Uji Akar Unit (First Difference)
Penentuan Lag Optimal pada Model Multiple Objectives dan Inflation
Targeting
Uji Stabilitas VAR untuk Kasus Multiple Objectives dan Inflation Targeting
dengan Sasaran Operasional M0
Uji Stabilitas VAR untuk Kasus Multiple Objectives dan Inflation Targeting
dengan Sasaran Operasional MMR
Uji Kausalitas Granger
Estimated Contemporaneous Restriction Matrix untuk Kasus Multiple
Objectives dengan Sasaran Operasional Base Money (M0)
Estimated Contemporaneous Restriction Matrix untuk Kasus Multiple
Objectives dengan Sasaran Operasional Money Market Rate (MMR)
Estimated Contemporaneous Restriction Matrix untuk Kasus Inflation
Targeting dengan Sasaran Operasional Base Money (M0)

32
32
32
33
33
34
35
35
35

10
11
12
13
14

Estimated Contemporaneous Restriction Matrix untuk Kasus Inflation
Targeting dengan Sasaran Operasional Money Market Rate (MMR)
Hasil Estimasi SVAR untuk Kasus Multiple Objectives dengan Sasaran
Operasional Base Money (M0)
Hasil Estimasi SVAR untuk Kasus Multiple Objectives dengan Sasaran
Operasional Money Market Rate (MMR)
Hasil Estimasi SVAR untuk Kasus Inflation Targeting dengan Sasaran
Operasional Base Money (M0)
Hasil Estimasi SVAR untuk Kasus Inflation Targeting dengan Sasaran
Operasional Money Market Rate (MMR)

36
37
38
39
40

DAFTAR ISTILAH

No
1.

Istilah
Inflation Targeting

2.

Multiple Objectives

3.
4.

Monetary Policy Instrument
Money market rate atau suku
Bunga PUAB

5.

Base money atau uang primer

6.

Pegged
regimes

exchange

rate

7.

Floating
regimes

exchange

rate

8.

Fear of floating

9.

Interest rate pass-through

10.

Incomplete pass-through

11.
12.

Speed of adjustment
Impulse Response Function

13.

Forecast Error
Decomposition

Variance

Keterangan
Kerangka kebijakan moneter yang
menitikberatkan pada indikator tingkat
inflasi yang harus dicapai pada suatu
periode tertentu,
Kerangka kebijakan moneter yang
memiliki banyak target yaitu pertumbuhan
ekonomi, stabilitas harga dan perluasan
kesempatan kerja,
Sasaran Operasional,
Suku bunga pasar uang yang berjangka
waktu paling pendek yaitu satu hari atau
overnight,
Kewajiban Bank Indonesia (BI) terhadap
sektor swasta domestik dan bank umum
yang berupa uang kertas dan uang logam
yang berada di luar BI serta simpanan giro
bank umum dan masyarakat di BI,
Sistem nilai tukar dimana nilai tukar mata
uang domestik dipatok secara tetap
terhadap mata uang asing,
Nilai tukar dibiarkan bergerak bebas
sesuai dengan kekuatan permintaan dan
penawaran yang terdapat di pasar,
Kondisi dimana suatu negara terlihat
secara aktif membatasi fluktuasi kondisi
moneter internasionalnya dari pengaruh
nilai-nilai eksternal,
Proses perubahan suku bunga official bank
sentral yang ditransmisikan pada suku
bunga pasar uang dan suku bunga
perbankan, baik deposito maupun kredit,
Perubahan suku bunga perbankan tidak
sebanding dengan perubahan suku bunga
official bank sentral,
Kecepatan penyesuaian,
Respon dinamika setiap variabel apabila
terdapat inovasi (shock) tertentu sebesar
satu standar deviasi pada satu variabel
tertentu,
Kontribusi atau inovasi variabel tertentu
dalam menjelaskan variabilitas variabel
lainnya.

1

PENDAHULUAN
Inflasi merupakan aspek penting yang menjadi masalah pokok dan menjadi
perdebatan pada perekonomian di setiap negara. Inflasi identik dengan terjadinya
kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus-menerus dalam jangka
waktu yang relatif lama. Terjadinya inflasi juga menyebabkan nilai mata uang
turun sebanding dengan kenaikan harga yang terjadi. Pergerakan nilai inflasi
dapat memberikan multiplier effect kepada banyak aspek. Inflasi yang tinggi dan
tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi
masyarakat seperti kemiskinan, ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam
mengambil keputusan, penurunan pertumbuhan ekonomi dan tingkat bunga
domestik menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Selain itu,
terjadinya inflasi secara besar-besaran juga dapat menimbulkan krisis ekonomi
yang berkepanjangan. Oleh karena itu, pengendalian inflasi dijadikan sebagai hal
yang sangat dikontrol dan dikendalikan oleh suatu negara. Kajian mengenai
inflasi tidak hanya mencakup nasional ataupun regional bahkan mencakup
internasional.
Inflation targeting framework (ITF) merupakan kerangka kebijakan moneter
yang menitikberatkan pada indikator tingkat inflasi yang harus dicapai pada suatu
periode tertentu. Sejak tahun 1990-an ITF sudah menjadi kerangka kerja
kebijakan moneter yang banyak diadopsi baik di negara maju maupun negara
berkembang. Pada tahun 1980-an banyak negara-negara di dunia mengalami
masalah hyper inflation yang membuat otoritas moneter pada masing-masing
negara berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah melalui target
inflasi yang harus dicapai tanpa mengorbankan output dan kesempatan kerja. ITF
pertama kali diimplementasikan oleh negara-negara maju seperti Selandia Baru,
Kanada, Inggris, Swedia dan Australia pada awal 1990-an. Pada
perkembangannya penerapan ITF di negara maju membawa dampak yang positif
terhadap laju inflasi dan kestabilan kondisi perekonomiannya dimana tingkat
inflasi cenderung rendah dan terkendali sehingga dapat meningkatkan kinerja
perekonomian di negara tersebut.
Adanya krisis nilai tukar pada tahun 1990-an yang terjadi pada beberapa
negara berkembang membawa perubahan pada rezim nilai tukarnya yang semula
pegged exchange rate regimes menjadi floating exchange rate regimes. Perubahan
ini membawa negara-negara berkembang seperti Chili, Brazil, Afrika Selatan dan
negara-negara di Asia Timur (Korea, Indonesia, Thailand dan Filipina) untuk ikut
mengadopsi ITF sebagai alternatif kerangka kebijakan moneter yang baru. Hal ini
dilakukan dengan harapan dapat mengembalikan kondisi perekonomian pasca
krisis serta dapat mengalami kesuksesan yang sama seperti negara maju melalui
implementasi ITF.
Menurut Creel (2008), untuk kasus di negara Kanada, Swedia dan Inggris
ITF dapat membawa dampak yang positif terhadap tingkat suku bunga yang
relatif lebih rendah dibandingkan dengan sebelum menerapkan ITF. Berdasarkan
Roger (2009), implementasi ITF di negara berkembang ternyata tidak sebaik di
negara maju. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa frekuensi
penyimpangan inflasi aktual terhadap target inflasi di negara berpendapatan

2

rendah (low income group)1 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara
berpendapatan tinggi (high income group)2. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan pada saat terjadi ketidakstabilan harga barang pada tahun 2007,
kinerja negara high income group yang mengimplementasikan ITF relatif lebih
baik dibandingkan dengan yang tidak mengimplementasikan ITF. Sedangkan
kinerja negara low income group yang tidak mengimplementasikan ITF jutru
relatif lebih baik dibandingkan dengan yang mengimplementasikan ITF. Hal ini
menunjukan bahwa ITF lebih cocok diterapkan di negara maju dibandingkan
negara berkembang termasuk di Indonesia.
Menurut Mishra (2010), Francia dan Garcia (2005), Torres dan Saridakis
(2007) serta Yogi (2009), implementasi ITF di beberapa emerging countries
seperti India, Meksiko dan Indonesia memiliki pola fenomena moneter yang
identik dimana peran nilai tukar masih cukup besar dalam mempengaruhi tingkat
inflasi akibatnya bank sentral masih terjebak pada pengendalian nilai tukar
(exchange rate targeting) dibandingkan dengan pengendalian tingkat inflasi
(inflation targeting) atau sering disebut dengan istilah fear of floating. Hal ini
menunjukkan konsistensi penerapan ITF di beberapa emerging countries,
termasuk di Indonesia, masih dipertanyakan.

Latar Belakang
Sejak ditetapkannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang
kemudian diamandemen menjadi UU No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia
yang sebelumnya memiliki tujuan ganda (multiple target) yaitu pertumbuhan
ekonomi, stabilitas harga dan perluasan kesempatan kerja, menjadi lebih fokus
dalam pencapaian sasaran tunggal (single target) yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan rupiah. Sejak tahun 2000, Bank Indonesia sudah mulai menentukan dan
mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter hanya saja
secara eksplisit Bank Indonesia mengumumkan penerapan ITF mulai 1 Juli 2005.
Pada implementasinya, penetapan target inflasi yang ditetapkankan seharusnya
diikuti oleh inflasi akual pada masa yang akan datang. Namun pada kenyataannya
di Indonesia seringkali terjadi ketidaksinkronan antara target inflasi dengan inflasi
aktual. Hal ini tampak dari adanya deviasi atau penyimpangan yang signifikan
antara target inflasi dan inflasi aktual yang ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa dari tahun 2000 hingga tahun 2012 kinerja
implementasi ITF di Indonesia kurang memuaskan. Hanya pada tahun 2004, 2007
dan 2012 tingkat inflasi aktualnya berada pada target inflasinya sedangkan pada
tahun 2002 kinerja ITF berada pada level dimana inflasi aktual mendekati target
inflasi. Tetapi selebihnya inflasi aktual tidak sesuai dengan target inflasi yang
telah ditetapkan. Pada tahun 2000, 2001, 2005, 2008 dan 2010 inflasi aktual

1

Penelitian yang dilakukan Scott Roger (2009) mengelompokan negara yang
mengimplementasikan inflation targeting kedalam low income group dan high income group. Low
income group terdiri dari: Afrika Selatan, Brazil, Chili, Filipina, Ghana, Guatemala, Indonesia,
Kolombia, Meksiko, Peru, Polandia, Romania, Serbia, Thailand dan Turki.
2
High income group terdiri dari: Australia, Czech Republic, Finlandia, Hungary, Iceland, Inggris,
Israel, Kanada, Korea, Norwegia, Selandia Baru, Slovakia, Spanyol dan Swedia.

3

melebihi inflasi yang ditargetkan, sedangkan pada tahun 2003, 2006, 2009 dan
2011 inflasi aktual lebih rendah dibandingkan dengan inflasi yang ditargetkan.
%

Sumber: Bank Indonesia, 2012

Gambar 1 Perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi di Indonesia
(Periode tahun 2000-2012)
Hal ini menunjukan bahwa Bank Indonesia masih belum sepenuhnya
komitmen terhadap penciptaan stabilitas harga. Belum tercapainya inflasi aktual
pada range target inflasi yang telah ditetapkan Bank Indonesia selama periode
penerapan ITF di Indonesia membuat penelitian mengenai evaluasi penerapan
kerangka kebijakan moneter dengan menggunakan tingkat inflasi sebagai sasaran
tunggal penting untuk dikaji secara empiris.

Perumusan Masalah
Sejak tahun 2000 penerapan ITF mengalami banyak perubahan khususnya
perubahan pada sasaran operasional. Pada awal masa diimplementasikannya ITF,
Bank Indonesia menggunakan uang primer atau base money sebagai sasaran
operasional yang kemudian pada tahun 2002 uang primer tidak ditargetkan secara
eksplisit lagi dan sebagai gantinya digunakan target suku bunga riil. Menurut
Pohan (2009), hal ini menunjukan kerangka formal kebijakan moneter
sesungguhnya menggunakan dua kerangka berbeda pada saat yang sama, yaitu
kerangka inflation targeting dan kerangka base money targeting. Selain itu, Bank
Indonesia sering kali mengaitkan respon kebijakannya dengan tujuan lain selain
inflasi, misalnya untuk mengarahkan pada pencapaian nilai tukar atau untuk
mendukung proses pertumbuhan ekonomi sehingga Bank Indonesia dapat
dipresepsikan sebagai sesuatu yang memiliki banyak anchor.
Menurut Stone (2003), ketidakjelasan kerangka kebijakan moneter seperti
yang dipraktikan Bank Indonesia dikategorikan sebagai inflation targeting lite,
untuk membedakannya dengan full-fledged inflation targeting. Bank Indonesia
dikelompokkan ke dalam bank sentral without clear commitment, dimana
kebijakan moneter Bank Indonesia dianggap memiliki tiga anchor, yaitu inflasi,
suku bunga riil, dan pertumbuhan base money. Hal ini menguatkan masih belum

4

jelasnya komitmen Bank Indonesia dalam menerapkan ITF di Indonesia membuat
kredibilitas Bank Sentral belum sepenuhnya dapat diterima oleh publik.
Dalam suatu kerangka kebijakan moneter, sasaran operasional atau indikator
kebijakan moneter sangat penting perannya sebagai pengukur sejauh mana
pencapaian hasil dari kebijakan moneter. Untuk mempengaruhi keseimbangan
pasar uang terdapat dua pilihan variabel yang dapat digunakan yaitu jumlah uang
beredar (base money) dan suku bunga. Dalam sejarahnya, selama tiga tahun
penerapan target inflasi dengan sasaran operasional base money, kinerja inflasi
tidak terlalu memuaskan walaupun faktor kebijakan pemerintah dan nilai tukar
juga berpengaruh terhadap inflasi IHK. Menurut Pohan (2008), hal ini disebabkan
sulitnya memprediksi perilaku masyarakat dalam memegang uang kartal serta
belum berjalannya intermediasi perbankan secara normal menyebabkan
pengendalian base money menjadi sulit. Berdasarkan beberapa kajian yang
dilakukan oleh Bank Indonesia, target inflasi akan lebih efektif dicapai dengan
suku bunga sebagai sasaran operasional dibandingkan base money. Suku bunga
dianggap lebih efektif dalam memberikan sinyal kebijakan moneter pada pasar
uang. Namun pada kenyataannya, perubahan sasaran operasional menjadi suku
bunga masih belum dapat menjawab permasalahan terjadinya ketidaksinkronan
antara target inflasi dengan inflasi aktual.
Oleh karena itu, berdasarkan deskripsi di atas, maka inti permasalahan yang
dapat diangkat dalam penelitian ini secara garis besar diantaranya adalah:
1. Bagaimana evaluasi perbandingan kinerja kebijakan inflation targeting
dengan multiple objectives di Indonesia?
2. Bagaimana perbandingan efektivitas kebijakan moneter melalui sasaran
operasional base money dengan kebijakan moneter melalui sasaran
operasional suku bunga?

Tujuan Penelitian
Untuk menjawab permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi perbandingan kinerja kebijakan moneter berbasis multiple
objectives dengan kebijakan inflation targeting di Indonesia
2. Mengevaluasi perbandingan efektivitas kebijakan moneter melalui
sasaran operasional base money dengan kebijakan moneter melalui
sasaran operasional suku bunga

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil kebijakan
khususnya Bank Indonesia dalam mengendalikan sasaran operasional pada
kebijakan inflation targeting di Indonesia. Penulis juga mengharapkan semoga
hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.

5

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup jawaban permasalahan yang telah
dirumuskan diatas serta memberikan rekomendasi solusi terhadap kebijakan
inflation targeting framework di Indonesia. Penelitian ini dibatasi pada analisis
perbandingan kebijakan multiple objectives dan kebijakan inflation targeting
dengan sasaran operasional base money dan suku bunga.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Dengan latar belakang yang relatif sama yaitu pentingnya evaluasi
penerapan kebijakan inflation targeting framework, beberapa penelitian terdahulu
telah dilakukan di berbagai negara. A. Mishra dan V. Mishra (2010) menganalisis
perbandingan efektivitas mekanisme transmisi moneter melalui monetary
targeting regimes dengan pure inflation targeting regimes di India. Penelitian
yang telah dilakukan oleh Francia dan Garcia (2005) serta Torres dan Saridakis
(2007) menganalisis mengenai konsistensi penerapan inflation targeting
framework di Meksiko. Analisis mengenai perbandingan efektivitas kebijakan
moneter pada inflation targeting countries & non-inflation targeting countries
juga telah dilakukan oleh Gambetti dan Pappa (2009). Sedangkan, Yogi (2005)
telah melakukan penelitian mengenai konsistensi apakah Bank Indonesia selama
ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah
lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating).
Penelitian mengenai penerapan inflation targeting di negara maju juga sudah
dilakukan oleh Creel dan Hubert (2008) yaitu menganalisis implementasi inflation
targeting di Kanada, Swedia dan Inggris. Perbandingan antara kinerja inflation
targeting di negara maju dan negara berkembang juga telah dilakukan oleh Roger
(2009) dengan mengevaluasi penerapan inflation targeting di seluruh negara di
dunia dengan mengkategorikan negara yang diestimasi menjadi low income group
dan high income group untuk dapat melihat pola perilaku dari masing-masing
kelompok negara.
Untuk menganalisis permasalahan yang ada A. Mishra dan V. Mishra (2010)
menggunakan metode SVAR (Structural VAR), Creel dan Hubert (2008)
menggunakan metode MSVAR (Markov-Switching VAR), sedangkan Francia dan
Garcia (2005), Gambetti dan Pappa (2009) dan Yogi (2009) menggunakan metode
VAR. Selain itu, digunakan metode GMM (Generalized Method of Moments) oleh
Torres dan Saridakis (2007).
Pada penelitian sebelumnya, seluruhnya menggunakan data sekunder.
Sebagian besar data yang digunakan berupa data time series. Data diperoleh dari
berbagai macam sumber publikasi seperti Bank Sentral pada masing-masing
negara, IFS (International Financial Statistic), IMF (International Monetary
Fund) dan The Federal Reserve Bank of New York.

6

Secara garis besar, penelitian terdahulu menunjukan bahwa terdapat
perbedaan kinerja kebijakan inflation targeting di negara yang berbeda. Pada
negara India penerapan inflation targeting sudah konsisten. Hal ini ditunjukan
oleh lebih responsifnya variabel makroekonomi terhadap guncangan pada
kebijakan inflation targeting dibandingkan dengan multiple objectives. Sama
halnya dengan negara Mexico yang sudah cukup berhasil dalam
mengimplementasikan inflation targeting dimana suku bunga direspon secara baik
dan dapat berpengaruh terhadap ekspektasi inflasi. Namun, berdasarkan penelitian
terdahulu permasalahan yang dihadapi oleh emerging countries termasuk di
Meksiko dan Indonesia adalah masih besarnya pengaruh nilai tukar terhadap
inflasi atau dengan kata lain melakukan pentargetan nilai tukar dengan
menggunakan instrumen utama suku bunga (fear of floating). Pada negara maju
seperti Kanada, Swedia dan Inggris penerapan inflation targeting memberikan
dampak yang positif pagi kestabilan kondisi perekonomian khususnya pencapaian
tingkat inflasi yang stabil dan rendah. Penelitian terdahulu juga menunjukan
bahwa secara umum penerapan inflation targeting cenderung lebih berhasil
diimplementasikan pada kelompok negara high income dibandingkan dengan
kelompok negara low income.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu analisis
efektivitas kebijakan inflation targeting framework di Indonesia dilakukan dengan
cara membandingkan efektivitas kebijakan multiple objectives dengan kebijakan
inflation targeting dalam mencapai target inflasi. Masing-masing kebijakan
moneter tersebut dimodelkan dengan menggunakan sasaran operasional yang
berbeda yaitu dengan menggunakan base money (M0) dan money market rate atau
suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank). Dari empat model yang dilakukan,
akan dianalisis kebijakan moneter yang paling efektif untuk diterapkan di
Indonesia.
Pada penelitian ini variabel yang digunakan yaitu harga minyak dunia, fed
fund rate, inflasi, output, nilai tukar, harga minyak dunia, base money (M0), suku
bunga PUAB, jumlah kredit bank dan broad money (M2). Jenis data yang
digunakan adalah data sekunder berupa data bulanan. Periode yang dianalisis
dalam penelitian ini yaitu dari Januari 2003 hingga Desember 2012. Selain itu,
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SVAR (Structural
Vector Autoregression).

Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berawal dari sebuah pemikiran tentang adanya penyimpangan
yang signifikan antara target inflasi dan inflasi aktual pada implementasi inflation
targeting framework di Indonesia. Penetapan target inflasi seharusnya diikuti oleh
inflasi akual pada masa yang akan datang. Hal ini menimbulkan pertanyaan
apakah Bank Indonesia sudah sepenuhnya konsisten dalam pencapaian stabilitas
rupiah melalui target inflasi atau belum. Dalam penelitian ini akan dilakukan
evaluasi penerapan inflation targeting melalui analisis perbandingan kebijakan
inflation targeting (single target) dengan kebijakan multiple objectives (multiple
target) dengan sasaran operasional yang berbeda di Indonesia. Adapun metode
estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SVAR berdasarkan

7

uji Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD). Secara garis besar, kerangka pemikiran dari penelitian
ini tersaji dalam Gambar 2.
Penerapan “Inflation
Targeting Framework” sejak
tahun 2005 di Indonesia

Uji Non-Stasioneritas

Terdapat gap antara inflasi aktual
dengan target inflasi

Perbandingan kinerja
kebijakan multiple
indicator objectives
(multiple target) dengan
inflation targeting (single
target)

SVAR

Uji Kausalitas Granger
Uji Lag Optimal
Hasil Estimasi SVAR

IRF & FEVD

Perbandingan kebijakan
inflation targeting dengan
sasaran operasional base money
(M0) atau suku bunga

Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari CEIC, International Financial Statistic (IFS) yang diakses melalui
situs International Monetary Fund (IMF), The FED, Energy Information
Administration dan Bank Indonesia (BI).
Data yang digunakan dikategorikan menjadi foreign variables yang terdiri
dari West Texas Intermediate Spot Price sebagai proksi dari oil price dan the
federal funds rate sebagai proksi dari suku bunga luar negeri serta domestic
variables yang terdiri dari Consumer Price Index (CPI) sebagai proksi dari inflasi,
Industrial Production Index (IPI) sebagai proksi dari output, Real Effective
Exchange Rate, base money (M0) dan suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar
Bank) sebagai proksi dari sasaran operasional, total kredit bank dan broad money
(M2).
Data time series yang digunakan adalah data bulanan dengan sampel waktu
Januari 2003 sampai dengan Desember 2013. Untuk memudahkan analisis dan
mendapatkan hasil analisis yang lebih valid dan konsisten, semua data
ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural kecuali data untuk suku bunga

8

serta data berbentuk indeks diubah menjadi tahun dasar 2007 untuk Consumer
Price Index (CPI) dan tahun dasar 2010 untuk Industrial Production Index (IPI).

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Dalam menganalisis perbandingan antara efektivitas kebijakan multiple
objectives (multiple target) dengan inflation targeting (single target) melalui
sasaran operasional base money (M0) dan suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar
Bank) di Indonesia akan dianalisis dengan menggunakan metode SVAR
(Structural Vector Auto Regression). Kemudian, untuk menganalisis
perbandingan efektivitas sasaran operasional yang digunakan akan dianalisis
menggunakan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian adalah
Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokkan data dan selanjutnya diolah
menggunakan program Eviews 6.
Metode Structural Vector Auto Regression (SVAR)
Pendekatan model Vector Auto Regression (VAR) yang dipopulerkan oleh
Sims (1980), sudah menjadi suatu pendekatan yang penting dalam studi
makroekonomi empiris dewasa ini. Metode VAR merupakan salah satu bentuk
model ekonometrika yang biasanya digunakan untuk peramalan dan menganalisis
suatu kebijakan. Pemodelan Vector Autoregression (VAR) adalah bentuk
pemodelan yang digunakan untuk menganalisis multivariate time series yang pada
umumnya digunakan pada data makroekonomi sebagai alternatif dari persamaan
simultan (Lütkepohl, 2005). VAR adalah suatu sistem persamaan yang
memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag
(lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam
sistem. Pemisahan variabel eksogen dan endogen dalam VAR diabaikan dan
menganggap bahwa semua variabel yang digunakan dalam analisis berpotensi
menjadi variabel endogen.
Berdasarkan Firdaus (2011), spesifikasi model VAR sesuai dengan kriteria
Sim (1980) meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang
relevan dan sesuai dengan pemilihan lag yang digunakan dalam model. Dalam
pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi
seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Infrmation Criterion (SC)
maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Model VAR dikembangkan sebagai
solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan, yaitu:
1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada
agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada
hasil hubungan yang hilang (omitted interrelation).
2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan
untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan
identifikasi dari bentuk struktural.
Menurut Mc Coy (1997), untuk mengatasi kritikan tersebut, terutama untuk
menentukan variabel endogen dan eksogen, pendekatan VAR berusaha
membiarkan data tersebut berbicara “let the data speak for themselves” dengan

9

membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen. Dalam kerangka
VAR, setiap variabel baik dalam level maupun first difference, diperlakukan
secara simetris di dalam persamaan yang mengandung regressor set yang sama.
Structural Vector Auto Regression (SVAR) merupakan pengembangan dari
analisis Vector Auto Regression (VAR). Analisis Structural Vector
Autoregression (SVAR) dianggap sebagai jembatan antara teori ekonomi dengan
multiple time series analysis, sehingga konsekuensinya, metode ini seringkali
harus berhubungan dengan suatu analisis guncangan (analysis of disturbances).
Dalam metode VAR, tidak dibuat suatu restriksi teoritis (atheoretic
restriction) tertentu berdasarkan teori ekonomi yang relevan pada variabel yang
digunakan dalam analisis, sedangkan dalam SVAR dibuat suatu restriksi
berdasarkan teori ekonomi yang relevan dimana restriksi tersebut berdasarkan
hubungan yang kuat akan skema (peta hubungan) bentuk urutan (ordering)
variabel-variabel yang digunakan dalam sistem VAR. Oleh karena itu, SVAR juga
dikenal sebagai bentuk VAR yang teoritis (theoritical VAR).
Dalam analisis VAR, interaksi dinamis antar variabel biasanya dianalisis
dengan menggunakan impulse response atau forecast error variance
decompositions. Untuk mengidentifikasi guncangan tersebut dalam suatu sistem
biasanya memerlukan asumsi dari teori yang relevan karena proses identifikasi ini
tidak dapat didiperiksa melalui alat analisis statistik. Oleh karena itu, model
SVAR dikembangkan sebagai suatu kerangka kerja untuk mengidentifikasi
restriksi bagi guncangan yang akan diselesaikan dalam analisis impulse response
(Lütkepohl, 2005).
Spesifikasi model SVAR yang digunakan dalam penelitian ini, untuk
kebijakan moneter dengan sasaran operasional base money (M0) atau suku bunga
PUAB, yaitu:

(1)

B

yt

0

Γ1

yt-1

εt

Persamaan SVAR untuk model diatas dapat diringkas menurut Zivot (2000)
adalah sebagai berikut:
Byt = 0 + Γ1 yt-1 + εt

(2)

dimana:
B = matriks n*n yang mengandung parameter struktural dari variabel
endogen,
yt = vektor variabel endogen (harga minyak dunia (OIL), fed fund rate
(FFR), inflasi (INF), output (Y), nilai tukar rupiah (REER), monetary
policy instrument (MPI): base money (M0) atau suku bunga PUAB
(MMR), total kredit bank (GBC) dan broad money (M2))
0 = intersep,

10

Γ1 = matriks polinomial (finite order matrix) dengan lag operator 1,
yt-1 = vektor auto regressive dengan lag operator 1,
εt = vektor white noise.
Persamaan (2) memiliki masalah dalam representasi. Hal tersebut
dikarenakan koefisien dari matriks adalah tidak diketahui dan setiap variabel
memiliki efek kontemporer (contemporaneous effect) sehingga tidak mungkin
untuk menentukan nilai parameter dalam model tersebut dan model tersebut tidak
dapat diidentifikasi secara penuh. Oleh karena itu, persamaan (2) memungkinkan
untuk ditransformasikan kedalam persamaan reduced-form (McCoy, 1997).
Persamaan reduced-form yang terbentuk dapat merepresentasikan sebuah bentuk
Vector Moving Average (VMA), dimana persamaan ini dapat digunakan untuk
menghilangkan korelasi antar error yang terjadi dalam model estimasi VAR.
Menurut Zivot (2000), persamaan matematis VMA dapat dilihat sebagai berikut:
yt  B 1 0  B 11 yt 1  B 1 t
(3)
 a0  A1 yt 1  ut

Sistem pada persamaan (3) disebut sebagai model standar VAR. Error term
(ut) adalah kombinasi linear dari eror struktural (εt), dimana error term tersebut
memiliki nilai rata-rata (mean) nol dan nilai kovarian yang konstan.
Pada model SVAR, Choleski Factorization (Ω) dari matriks Σ dapat
merepresentasikan perpindahan dari non-orthogonal VMA ke orthogonal VMA
(Amisano dan Gianini dalam Sitaresmi 2006). Matrix ∑ adalah varian/kovarian
dari residual (ut) dari sistem VAR standar, dimana persamaan matematis matrix ∑
menurut Zivot (2000):
E ut u 't   B 1 E  t  't B 1

 B 1 DB 1'

Model Restriksi SVAR
Model restriksi yang digunakan adalam penelitian ini diadopsi dari model A.
Mishra dan V. Mishra (2010), dengan diasumsikan bahwa model ini digunakan
untuk emerging countries yang mengadopsi kebijakan inflation targeting
framework. Pada model ini kebijakan moneter dibagi menjadi dua, yaitu: multiple
objectives (multiple target) dan inflation targeting (single target) dengan sasaran
operasional base money (M0) atau suku bunga PUAB. Kelebihan model ini yaitu
dapat melihat efek yang ditimbulkan dari shock sasaran operasional terhadap
variabel makroekonomi yang relevan pada dua kebijakan moneter yang berbeda di
Indonesia.
Model restriksi SVAR yang digunakan untuk melihat dampak guncangan
sasaran operasional pada kasus multiple objectives adalah sebagai berikut:

11

=

B

(4)

e

ε

m

Model restriksi SVAR yang digunakan untuk melihat dampak guncangan
sasaran operasional pada kasus inflation targeting adalah sebagai berikut:

=

(5)

B
e
m
ε
dimana :
bij = elemen dari B,
ej = error term dari guncangan orthogonal (dengan j= harga minyak dunia
(OIL), fed fund rate (FFR), inflasi (INF), output (Y), nilai tukar rupiah
(REER), monetary policy instrument (MPI): base money (M0) atau
suku bunga PUAB (MMR), total kredit bank (GBC) dan broad money
(M2)),
mij = cholesky restrictions,
j = vektor guncangan orthogonal.
Adapun bentuk persamaan SVAR berdasarkan lag optimal yang telah
terbentuk dari sistem persaman VAR untuk model multiple objectives yang
dipengaruhi oleh shock M0 dan suku bunga PUAB, yaitu:
1

1

1

1

1

1

i 1

i 1

i 1

i 1

1

1

1

1

i 1

i 1

i 1

i 1

mt   i OILt 1   i FFR t 1   i INFt 1   i Yt 1   i REER t -1   i GM0t -1
i 1

i 1

1

1

  i GBCt 1   i GM 2 t 1   t
i 1

i 1

1

1

mt   i OILt 1   i FFR t 1   i INFt 1   i Yt 1   i REER t -1   i MMRt -1
i 1

i 1

1

1

i 1

i 1

  i GBCt 1   i GM 2 t 1   t

12

Persamaan SVAR berdasarkan lag optimal yang telah terbentuk dari sistem
persaman VAR untuk model inflation targeting case yang dipengaruhi oleh shock
M0 dan shock suku bunga PUAB, yaitu:
1

1

1

mt   i OILt 1   i FFR t 1   i INFt 1 
i 1

i 1

i 1

1

1

1

mt   i OILt 1   i FFR t 1   i INFt 1 
i 1

i 1

i 1

1

1

1

  GM0    GBC
i

i 1

t -1

i 1

i

t 1

i 1

i

t -1

i 1

i

i 1
1

1

1

  MMR    GBC

  i GM 2 t 1   t

t 1

  i GM 2 t 1   t
i 1

dimana:
  parameter dalam bentuk matriks polinomial (finite order matrix)
dengan lag operator i
mt = variabel analisis, terdiri dari harga minyak dunia (OIL), federal funds
rate (FFR), inflasi (INF), output (Y), nilai tukar rupiah (REER), base
money (GM0), suku bunga PUAB atau money market rate (MMR),
total kredit bank (GBC) dan broad money (GM2)

Pengujian Pra Estimasi
Uji Stasioneritas Data
Hal penting yang berkaitan dengan penelitian yang menggunakan data time
series adalah stasioneritas. Menurut Gujarati (2007), data yang stasioner yaitu jika
data tersebut memiliki mean dan varians yang bernilai konstan dari waktu ke
waktu. Pengujian ini sangat penting karena data time series pada umumnya
mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah
sepanjang waktu. Selain itu jika kita meregresikan satu deret berkala nonstasioner
terhadap deret berkala nonstasioner lainnya maka akan menyebabkan fenomena
regresi palsu (spurious regression).
Salah satu cara untuk mengukur keberadaan stasioneritas adalah dengan
Augmented Dicky – Fuller (ADF) Test. Jika nilai ADF statistik lebih kecil dari
critical value maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner. Hasil series
stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar,
sementara series yang tidak stasioner harus dilanjutkan pada tahap pengujian
selanjutnya yaitu pada ordo satu dan akan berimplikasi pada penggunaan VECM.
Penetapan Lag Optimal
Penentuan lag optimal sangat penting dalam model VAR, hal ini
dikarenakan suatu variabel juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, selain
dipengaruhi oleh variabel lain. Sebelum menentukan lag optimal, perlu dilakukan
pengujian lag maksimal. Lag maksimal didapat jika roots memiliki modulus lebih
kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle, sehingga didapat
persamaan VAR yang stabil.

13

Pengujian lag optimal dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria, antara lain
Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC),
Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Pengujian
lag yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji AIC.
Impulse Response Function (IRF)
VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya
dari suatu model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya metode yang
dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara jelas. IRF
menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu
terhadap shock dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF dapat
juga mengidentifikasikan suatu shock pada satu variabel endogen sehingga dapat
menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variabel
mempengaruhi variabel lainnya sepanjang waktu.
Dengan demikian, IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari
sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel
independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF tersebut sangat sensitif
terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan.
Pengurutan variabel yang didasarkan pada faktorisasi cholesky dilakukan dengan
catatan variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap varaibel lain diletakkan di
depan berdampingan satu sama lain sedangkan variabel yang tidak memiliki nilai
prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang, kemudian variabel
lainnya diletakkan diantara kedua variabel tersebut berdasarkan nilai matriks
korelasi yang menyatakan tingkat korelasi paling besar.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam
suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh
variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur
dinamis dalam model VAR. Dimana dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan
kelemahan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam
kurun waktu yang panjang.
FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen
yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan
menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah
variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain maka akan dapat dilihat
seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya
shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui
FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi
dari variabel tertentu. Dalam analisis ini variabel tersebut yaitu inflasi, output dan
nilai tukar.

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara ringkas hasil uji pra-estimasi dapat dijelaskan sebagai berikut, uji
stasioneritas menunjukan hampir seluruh variabel yang digunakan pada penelitian
ini tidak stasioner pada level kecuali untuk variabel suku bunga PUAB (Pasar
Uang Antar Bank) yang stasioner pada level untuk tingkat kritis 5%. Oleh karena
data untuk delapan variabel lainnya tidak stasioner maka perlu dilanjutkan pada
uji stasioneritas pada first difference dimana hasil uji menunjukan seluruh variabel
stasioner pada first difference. Karena data yang digunakan dalam analisis VAR
diharuskan stasioner pada level maka penelitian ini menggunakan data first
difference yang kemudian diolah dengan menggunakan metode SVAR.
Berdasarkan hasil uji lag optimal, baik pada kasus multiple objectives
maupun inflation targeting dengan sasaran operasional base money maupun suku
bunga PUAB, jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada nilai
Akaike Information Criterion (AIC) yang terkecil atau minimum yaitu optimal
pada lag satu. Kemudian hasil uji stabilitas VAR menunjukan bahwa sistem VAR
yang digunakan adalah bersifat stabil. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 8 root
yang diuji pada model multiple objectives dan model inflation targeting yang
dipengaruhi oleh shock M0 memiliki modulus dari seluruh roots of characteristic
polynomial dengan kisaran 0.69-0.15, sementara itu pada model multiple
objectives dan model inflation targeting yang dipengaruhi shock suku bunga
PUAB dari 8 root yang diuji menghasilkan modulus dengan kisaran 0.69-0.016.
Secara lengkap hasil uji pra-estimasi disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan
Lampiran 5.
Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara
variabel yang diestimasi. Secara ringkas hasil Uji Kausalitas Granger dapat
dijelaskan pada Tabel 1 berikut:

OIL
FFR
INF
Y
REER
GBC
M2

Tabel 1 Uji Kausalitas Granger
Sasaran Operasional
Base Money (M0)
Suku Bunga PUAB










-

Keterangan:
1 Sample period 2003-2012; M0 = base money; MMR = suku bunga PUAB; OIL = harga minyak
dunia; FFR = fed fund rate; INF = inflasi; Y = output; REER = nilai tukar rupiah; GBC = total
kredit bank; M2 = broad money
2 “↔” menunjukkan bahwa ada hubungan kausalitas dua arah
“→” dan “←” menunjukkan ada hubungan kausalitas searah dari variabel makroekonomi
(variabel sasaran operasional) ke variabel sasaran operasional (variabel makroekonomi)

15

Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah
pada variabel base money sebagai sasaran operasional dengan variabel inflasi,
nilai tukar rupiah, total kredit bank dan broad money (M2). Di sisi lain, terdapat
hubungan kausalitas dua arah pada variabel suku bunga PUAB sebagai sasaran
operasional dengan variabel output. Sedangkan pada variabel suku bunga PUAB
sebagai sasaran operasional, variabel inflasi berpengaruh signifikan terhadap suku
bunga PUAB tetapi tidak berlaku sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel base money merupakan sasaran operasional yang lebih baik dalam
mempengaruhi variabel-variabel makroekonomi yang digunakan dalam estimasi
khususnya variabel inflasi dibandingkan dengan suku bunga PUAB.
Hasil Penelitian
Model SVAR (Structural Vector Autoregession) pada penelitian ini
digunakan untuk menganalisis perbandingan efektivitas kebijakan multiple
objectives dengan kebijakan inflation targeting di Indonesia. Masing-masing
kebijakan moneter tersebut dimodelkan dengan menggunakan sasaran operasional
yang berbeda yaitu dengan menggunakan base money (M0) dan money market
rate atau suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank). Merujuk pada penelitian
terdahulu (A. Mishra dan V. Mishra, 2010), kebijakan dengan multiple objectives
menetapkan target sasaran operasionalnya setelah melihat pengaruh inflasi, output
dan nilai tukar pada waktu tertentu. Berbeda halnya dengan kebijakan inflation
targeting, target sasaran operasional ditetapkan setelah hanya melihat pengaruh
inflasi pada waktu tertentu.
Perbandingan efektivitas kebijakan multiple objectives dengan kebijakan
inflation targeting di Indonesia dapat dianalisis melalui hasil estimasi SVAR yang
diringkas pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 Hasil Estimasi SVAR: Pengaruh Guncangan Sasaran Operasional
OIL
FFR
INF
Y
REER
M0
MMR
GBC
M2

(1)
-0.000189
0.102276 ***
1.361884 **
-0.156512 *
0.511110 ***
0.047235 ***
0
0

(2)
8.12E-05
0.110332***
1.993761***
0
0
0.048747***
0
0

(3)
4.804859***
-1.03666
15.77989
8.257487***
-5.043118
1.170804***
0
0

(4)
5.000278***
-1.178537
1.107515
0
0
1.232045***
0
0

Keterangan:
1. (1): Persamaan Monetary Policy Instrument (MPI) untuk Multiple Objectives: MPI=M0
(2): Persamaan Monetary Policy Instrument (MPI) untuk Inflation Targeting: MPI=M0
(3): Persamaan Monetary Policy Instrument (MPI) untuk Multiple Objectives: MPI=MMR
(4): Persamaan Monetary Policy Instrument (MPI) untuk Inflation Targeting: MPI=MMR
2. *** = signifikan pada taraf 1%; ** = signifikan pada taraf 5%; * = signifikan pada taraf in
10%

16

Hasil estimasi SVAR menunjukkan kebijakan inflation targeting baik yang
menggunakan base money ataupun suku bunga PUAB
sebagai sasaran
operasional cenderung lebih responsif terhadap perubahan variabel makroekonomi
yang digunakan pada penelitian ini dibandingkan dengan kebijakan multiple
objectives. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien pada persamaan monetary
policy instrument atau sasaran operasional (baik base money maupun suku bunga
PUAB) yang relatif lebih besar pada kebijakan inflation targeting dibandingkan
dengan kebijakan multiple objectives.
Hasil estimasi ini sesuai dengan semakin tingginya tingkat independensi
Bank Indonesia dalam merespon shock pada kebijakan inflation targeting.
Sebagaimana salah satu pra-kondisi yang harus tercapai dalam menerapkan
kebijakan inflation targeting adalah independensi atau kebebasan dalam
menentukan instrumen kebijakan moneter yang akan digunakan oleh Bank
Indonesia. Pada kebijakan inflation targeting, Bank Indonesia lebih responsif
terhadap guncangan variabel makroekonomi yang dapat mempengaruhi inflasi
aktual pada masa yang akan datang. Perubahan dari multiple target menjadi single
target juga menjadi salah satu alasan lebih fokusnya Bank Indonesia dalam
mencapai sasaran akhir kebijakan moneter. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan inflation targeting terbukti lebih baik diterapkan di Indonesia
dibandingkan dengan kebijakan multiple objectives.
Analisis selanjutnya yaitu mengenai evaluasi perbandinga