Uji kinerja walking type cultivator pada penyiangan gulma tanaman kacang tanah varietas gajah

UJI KINERJA WALKING TYPE CULTIVATOR PADA
PENYIANGAN GULMA TANAMAN KACANG TANAH
VARIETAS GAJAH

ARIF RAHMAT

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Kinerja Walking
Type Cultivator pada Penyiangan Gulma Tanaman Kacang Tanah Varietas Gajah
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Arif Rahmat
NIM F14070076

ABSTRAK
ARIF RAHMAT. Uji Kinerja Walking Type Cultivator pada Penyiangan Gulma
Tanaman Kacang Tanah Varietas Gajah. Dibimbing oleh GATOT PRAMUHADI.
Penyiangan gulma kacang tanah umumnya dilakukan secara manual
menggunakan cangkul, koret dan tangan. Penelitian bertujuan untuk menguji
kinerja walking type cultivator meliputi penutupan gulma, efisiensi penyiangan
gulma, efisiensi lapang penyiangan, produktivitas kacang tanah, biaya penyiangan
serta membandingkan hasil uji kinerja penyiangan manual dengan mekanis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penutupan gulma hasil penyiangan manual I dan II
sebesar 0% dan 2.36%, sedangkan penyiangan mekanis I dan II menggunakan
walking type cultivator sebesar (0.35-3.31)% dan (3.52-18.40)%. Efisiensi
penyiangan gulma pada penyiangan I dan II secara manual sebesar 100% dan
89.41%, sedangkan pada penyiangan mekanis sebesar (72.79-96.70)% dan (56.3878.89)%. Efisiensi lapang penyiangan secara mekanis pada penyiangan I dan II
sebesar (49.33-73.49)% dan (37.85-56.86)%. Produktivitas polong basah kacang
tanah secara manual dan mekanis sebesar 3.18 ton/ha dan (1.28-1.71) ton/ha.

Biaya penyiangan secara manual dan mekanis sebesar Rp 1,214,286/ha dan (Rp
570,877/ha – Rp 904,387/ha).
.
Kata kunci: penyiangan, gulma, mesin penyiang, efisiensi, hasil panen, biaya

ABSTRACT
ARIF RAHMAT. Performance Test of Walking Type Cultivator for Weeding on
Peanut Gajah Variety. Supervised by GATOT PRAMUHADI.
Peanut plant weeding was commonly done manually utilize sickle, hoe, and
by hand. Objective of the research was to test walking type cultivator
performances included of weed cover, weeding efficiency, weeding field efficiency,
plant productivity, weeding cost, and compare weeding results manually and
mechanically. Results of the research showed that weed cover after first and
second manual weeding were 0% and 2.36% , while it was done mechanically
were (0.35-3.31)% and (3.52-18.40)%. First and second manual weeding
efficiencies were 100% and 89.41%, while it was done mechanically were (72.7996.70)% dan (56.38-78.89)%. First and second mechanical weeding field
efficiencies were (49.33-73.49)% and (37.85-56.86)%. Peanut wet pods
productivity manually and mechanically were 3.18 ton/ha and (1.28-1.71) ton/ha.
Weeding cost manually and mechanically were Rp 1,214,286/ha and (Rp
570,877/ha – Rp 904,387/ha).

Keywords: weeding, weeds, cultivator, efficiency yields, cost

UJI KINERJA WALKING TYPE CULTIVATOR PADA
PENYIANGAN GULMA TANAMAN KACANG TANAH
VARIETAS GAJAH

ARIF RAHMAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Uji Kinerja Walking Type Cultivator pada Penyiangan Gulma

Tanaman Kacang Tanah Varietas Gajah
Nama
: Arif Rahmat
NIM
: F14070076

Disetujui oleh

Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh:

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

udul Skripsi: Uji Kinerja Walking Type Cultivator pada Penyiangan Gulma
Tanaman Kacang Tanah Varietas Gajah

::n a
: ArifRahmat

1

: F14070076

Disetujui oleh

Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi
Pembimbing

Tanggallulus:

2 1 -JAN 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah uji

kinerja penyiang mekanis, dengan judul Uji Kinerja Walking Type Cultivator pada
Penyiangan Gulma Tanaman Kacang Tanah Varietas Gajah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan motivasi
selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, serta kepada Bapak Dr Ir Radite
Praeko Agus Setiawan, MAgr dan Bapak Dr Ir I Wayan Astika, MSi selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Terima kasih kepada Bapak
Wana, Bapak Darma, Bapak Saprudin, Bapak Firman dan seluruh jajaran
Laboratorium Lapangan Siswadhi Seopardjo di Leuwikopo yang telah
menyediakan mesin penyiang tipe dorong dan membantu pelaksanaan penelitian
ini, di samping itu ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Bapak
Rahmat, Bapak Iwan, Bapak Anen dan Bapak Edi dan seluruh jajaran
Laboratorium Benih AGH yang telah membantu dalam pengumpulan data yang
dibutuhkan selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan,
dan motivasinya serta seluruh teman-teman ENSEMBLE 44 dan teman-teman
sebimbingan (Almarhum David, Trya, Moro, Yogi, Ghulam, Nisa, Rouf, Rina,
Nurul, Ledita, dan Arnol) yang banyak memberikan semangat dan membantu
dalam pelaksanaan penelitian ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terhadap

perkembangan teknologi dibidang pertanian.

Bogor, Januari 2014
Arif Rahmat

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan

2

METODOLOGI PENELITIAN

3

Waktu dan Tempat


3

Bahan

3

Alat

3

Prosedur Penelitan

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Kondisi Lahan


9

Penutupan Gulma

9

Uji Kinerja Alat

10

Produktivitas Tanaman Kacang Tanah

17

Biaya Penyiangan

19

SIMPULAN DAN SARAN


20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1. Nilai kadar air tanah, dry bulk density, dan porositas tanah sebelum
penanaman

9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Diagram skematik pengambilan data tanah
Diagram skematik pengambilan data uji kinerja penyiangan
Penutupan gulma selama budidaya
Penutupan gulma pada 24 HST
Penutupan gulma pada 57 HST
Jenis penyiangan (a) penyiangan manual (b) penyiangan mekanis
Perlakuan penyiangan mekanis (a) perlakuan P2 (b) perlakuan P3 (c)
perlakuan P4
Efisiensi penyiangan dengan berbagai perlakuan pada 24 HST
Hasil penyiangan ke I perlakuan (a) P1 (b) P2 (c) P3 (d) P4 (e) P5
Efisiensi penyiangan dengan berbagai perlakuan pada 57 HST
Hasil penyiangan ke II perlakuan (a) P1 (b) P2 (c) P3 (d) P4
Kecepatan kerja penyiangan berbagai perlakuan pada penyiangan I
dan II
Kondisi tanaman budidaya dan gulma pada (a) penyiangan I (b)
penyiangan II
Nilai efisiensi lapang penyiangan I dengan menggunakan mesin
penyiang tipe dorong dengan berbagai perlakuan
Nilai efisiensi lapang penyiangan II dengan menggunakan mesin
penyiang tipe dorong dengan berbagai perlakuan
Proses pemanenan tanaman kacang tanah
Produktivitas polong basah tanaman kacang tanah
Produktivitas biomassa tanaman kacang tanah
Tanaman kacang tanah yang ikut tersiangi oleh mesin penyiang tipe
dorong pada saat penyiangan
Pengaruh perlakuan penyiangan terhadap biaya penyiangan

4
9
11
12
12
12
13
13
14
14
14
16
17
17
18
19
19
20
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Tabel spesifikasi mesin penyiang tipe dorong (walking type
cultivator) Yanmar Te550n
Tabel penutupan gulma selama masa budidaya tanaman kacang tanah
Tabel efisiensi penyiangan gulma dengan berbagai perlakuan di lahan
kacang tanah umur 24 HST
Tabel efisiensi penyiangan gulma dengan berbagai perlakuan di lahan
kacang tanah umur 57 HST
Tabel putaran poros roda tanpa beban pada berbagai perlakuan

24
24
25
25
25

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Tabel pengaruh perlakuan penyiangan terhadap kecepatan kerja, lebar
kerja dan kedalaman kerja pada umur 24 HST
Tabel pengaruh perlakuan penyiangan terhadap KLE, KLT, dan
efisiensi lapang penyiangan pada umur 24 HST
Tabel pengaruh perlakuan penyiangan terhadap kecepatan kerja, lebar
kerja dan kedalaman kerja pada umur 57 HST
Tabel pengaruh perlakuan penyiangan terhadap KLE, KLT, dan
efisiensi lapang penyiangan pada umur 57 HST
Tabel persentase jumlah tanaman yang mati akibat penyiangan pada
umur 24 HST
Tabel persentase jumlah tanaman yang mati akibat penyiangan pada
umur 57 HST
Tabel pengaruh perlakuan penyiangan terhadap hasil panen kacang
tanah pada luasan panen 50 m2
Tabel pengaruh perlakuan penyiangan terhadap produktivitas kacang
tanah
Tabel rincian biaya penyiangan menggunakan mesin penyiang tipe
dorong (walking type cultivator) pada penyiangan I
Tabel rincian biaya penyiangan menggunakan mesin penyiang tipe
dorong (walking type cultivator) pada penyiangan II
Tabel rincian biaya penyiangan secara manual
Tabel total biaya penyiangan pada berbagai metode penyiangan
Foto hasil penyiangan I menggunakan perlakuan P1
Foto hasil penyiangan I menggunakan perlakuan P2
Foto hasil penyiangan I menggunakan perlakuan P3
Foto hasil penyiangan I menggunakan perlakuan P4
Foto hasil penyiangan I menggunakan perlakuan P5
Foto hexagon rotor yang tertutupi oleh tanaman kacang yang ikut
tersiangi pada penyiangan II
Foto pekerja yang sedang membersihkan gulma serta tanaman
budidaya yang menempel pada hexagon rotor
Foto tanaman kacang hasil pembersihan pekerja yang menempel pada
hexagon rotor saat penyiangan
Foto penimbangan bobot polong basah menggunakan timbangan
digital saat panen
Foto penimbangan bobot biomassa menggunakan timbangan analog
saat panen
Foto pengukuran putaran poros roda dengan menggunakan
tachometer analog

25
26
26
26
27
27
27
28
28
29
29
30
30
30
30
31
31
31
32
32
32
33
33

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogeae L) merupakan komoditas kacang-kacangan
yang penting setelah kedelai di Indonesia, produksi kacang tanah memiliki
peranan besar dalam mencukupi kebutuhan bahan pangan jenis kacang-kacangan.
Tanaman ini memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu primadona di antara
tanaman pangan lainnya. Kacang tanah merupakan bahan pangan yang sehat
karena mengandung protein, niacin, magnesium, vitamin C, mangan, krom,
kolesterol yang rendah nilainya, asam lemak tidak jenuh hingga 80%, dan juga
mengandung asam linoleat sebanyak 40-50% (Kasno 2005). Selain untuk
memenuhi kebutuhan pangan, tanaman ini banyak pula digunakan untuk pakan
dan bahan baku industri.
Pertambahan penduduk Indonesia yang mengalami peningkatan tiap
tahunnya mengakibatkan kebutuhan akan bahan pangan seperti kacang tanah terus
mengalami peningkatan. Menurut data BPS (2013) produksi kacang tanah
Indonesia pada tahun 2011 adalah 691,289 ton biji kering, dengan luasan panen
seluas 539,459 hektar dan menghasilkan 1.3 ton/ha. Jumlah produksi panen yang
normal dalam satuan luas, misalnya untuk lahan seluas satu hektar produksi
normal, berkisar antara 1.5–2.5 ton polong kering. Harsono et al. (2003)
menyatakan bahwa rata-rata hasil kacang tanah di Indonesia sendiri adalah sebesar
1.1 ton/ha.
Produksi dalam negeri Indonesia masih belum bisa mencukupi besarnya
kebutuhan Indonesia terhadap kacang tanah, untuk itu impor terhadap komoditas
ini menjadi solusi utama. Volume impor kacang tanah segar pada tahun 2011
untuk kacang tanah segar adalah 251,004 ton dan untuk kacang tanah olahan
adalah 2,099 ton (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2012).
Salah satu cara untuk menekan volume impor adalah dengan peningkatan
produktivitas dalam budidaya kacang tanah. Banyak faktor dalam proses budidaya
kacang tanah yang dapat mempengaruhi produktivitasnya. Menurut Suprapto
(2004) kendala dalam peningkatan produksi kacang tanah ialah: 1) pengolahan
tanah yang kurang optimal sehingga drainasenya buruk dan strukturnya padat, 2)
pemeliharaan tanaman yang kurang optimal, 3) serangan hama dan penyakit
(bercak daun, karat, virus, dan layu bakteri), 4) penanaman varietas yang
berproduksi rendah, 5) mutu benih yang rendah, dan 6) kekeringan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kacang tanah adalah
pemeliharaan tanaman yang kurang optimal. Pemeliharaan tanaman dinilai
penting karena hasil yang ditimbulkan akibat kurang optimalnya pemeliharaan
tanaman akan berdampak langsung pada penurunan hasil. Salah satu pemeliharaan
tanaman adalah pengendalian tanaman pengganggu yang sering disebut gulma.
Gulma sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT) termasuk kendala penting
yang harus diatasi dalam peningkatan produksi tanaman kedelai di Indonesia.
Dikarenakan dengan adanya gulma di lahan budidaya tanaman kacang tanah maka
akan terjadi persaingan antara tanaman kacang tanah dengan gulma terhadap
unsur-unsur hara yang terdapat pada lahan tersebut, sehingga hal ini bisa
menimbulkan tanaman kacang tanah tersebut kekurangan unsur-unsur hara yang

2

dibutuhkan bagi perkembangannya atau bahkan bisa menyebabkan tanaman mati
akibat tidak tersuplainya unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman.
Pengendalian gulma selama budidaya perlu dilakukan untuk mengurangi atau
mengatasi masalah gulma yang dapat menurunkan produktivitas atau sampai
menyebabkan kematian pada tanaman budidaya. Salah satu metode pengendalian
gulma yang dipakai dalam budidaya kacang tanah adalah pengendalian secara
mekanis atau fisik yaitu berupa penyiangan. Dahulu penyiangan dilakukan hanya
menggunakan alat-alat sederhana seperti cangkul, koret atau bahkan dengan
tangan.
Seiring dengan semakin berkurangnya tenaga kerja pertanian dan tingginya
kebutuhan kacang tanah, kegiatan budidaya yang dilakukan secara manual dengan
menggunakan alat-alat sederhana dinilai kurang tepat. Peningkatan kerja dengan
tenaga kerja minimal perlu dilakukan. Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi
dirasa sangat perlu untuk mengatasi hal tersebut. Penggunaan mesin dalam
berbagai kegiatan budidaya untuk meningkatkan kerja dan hasil produksi menjadi
sebuah solusi utama.
Mesin penyiang sudah banyak tapi penggunaan mesin dalam kegiatan
budidaya masih dinilai kurang. Perlu dilakukan uji unjuk kerja pada mesin
penyiang agar bisa diketahui bagaimana kinerja dari mesin tersebut pada kondisi
nyata di lahan. Pengujian tersebut akan menjadikan acuan tersendiri apakah mesin
penyiang tepat untuk digunakan pada penyiangan tanaman kacang tanah atau
tidak.

Perumusan Masalah
Kemampuan mesin penyiang tipe dorong (walking type cultivator) untuk
melakukan penyiangan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: sifat fisik tanah,
kondisi tanaman, kondisi gulma, dan penggunaan implemen. Pengujian mesin
perlu dilakukan agar diketahui pada kondisi seperti apa mesin tersebut bisa
bekerja optimal.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji kinerja mesin penyiang tipe dorong
(walking type cultivator) yang meliputi: (1) penutupan gulma, (2) efisiensi
penyiangan gulma, (3) efisiensi lapang penyiangan, (4) produktivitas kacang tanah,
(5) biaya penyiangan serta membandingkan hasil uji kinerja penyiangan secara
mekanis menggunakan mesin penyiang tipe dorong (walking type cultivator)
dengan metode manual menggunakan cangkul, koret, dan tangan.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2013 hingga Juli 2013 di
Laboratorium Lapangan Siswadhi Seopardjo, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Leuwikopo Dermaga, Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih kacang tanah
varietas gajah, pupuk (urea, KCl, dan TSP), kapur, dan gasoline.

Alat
Peralatan yang digunakan untuk penelitian adalah traktor roda empat
Kubota L3608 dengan impelemen bajak rotari dan bajak piring, mesin penyiang
tipe dorong (walking type cultivator Te550n) dengan hexagon rotor L-R, bar
resistance-h dan ridger, ring sample, penggaris/meteran, pita ukur, bingkai
pengamatan (30x30) cm, stopwatch, oven pengering, tachometer, gelas ukur,
patok bambu, timbangan digital, dan timbangan analog.

Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup beberapa
tahapan yaitu identifikasi masalah, pengkondisian lahan, uji kinerja alat, dan
analisis hasil penelitian.
1. Identifikasi masalah
Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap permasalahan
yang terjadi di lapangan. Permasalahan yang ditemukan adalah masih
banyaknya penyiangan tanaman kacang tanah yang dilakukan secara manual
dengan menggunakan cangkul, koret dan tangan. Penyiangan manual sekarang
ini dinilai kurang tepat jika dibandingkan dengan penyiangan mekanis jika
dilihat dari waktu kerja dan juga semakin berkurangnya tenaga kerja yang
mengakibatkan upah tenaga kerja semakin mahal tapi tidak diimbangi dengan
kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dilakukan. Mesin penyiang sudah banyak
tetapi masih kurang populer dimasyarakat karenanya perlu suatu uji kinerja
mesin penyiang jika digunakan dalam budidaya tanaman kacang tanah.
2. Pengkondisian lahan
Proses pengkodisian lahan dilakukan dengan mempersiapkan lahan yang
akan digunakan dengan menentukan kondisi tanah dan jarak tanaman yang
akan digunakan untuk uji kinerja alat. Kondisi tanah diketahui dengan
melakukan pengukuran sifat fisika tanah.

4

Sifat fisika tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan
bentuk atau kondisi tanah asli, termasuk di antaranya: tekstur tanah,
struktur, porositas, stabilitas, kadar air, densitas, suhu, dan konsistensi.
Pada penelitian ini sifat-sifat fisika tanah yang diukur adalah kadar air, dry
bulk density, dan porositas tanah. Pengambilan sampel dilakukan dengan
beberapa tahapan (Gambar 1), yakni:

Gambar 1 Diagram skematik pengambilan data tanah
1. Contoh tanah diambil dari 5 titik yang telah ditentukan
sebelumnya menggunakan ring sampel.
2. Mengukur massa tanah basah dan ring sample (ma).
3. Contoh tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama
24 jam.

5

4. Contoh tanah setelah dikeringkan dalam oven dimasukkan ke
dalam desikator hingga suhunya mencapai suhu ruang agar tidak
mempengaruhi massanya.
5. Mengukur masa tanah kering oven dan ring sampel (mb) untuk
mengetahui kadar air tanah dengan menggunakan persamaan 1.

w=

ma  mb

x 100%
mb  mc
Keterangan :
w
: Kadar air (%)
ma : Massa tanah basah dan wadah (g)
mb : Massa tanah kering oven dan wadah (g)
mc : Massa wadah (g)

(1)

6. Mengukur dry bulk density dengan menggunakan persamaan 2.

Db =

mk
Vt

=

mt  mw

Vt

(2)

Keterangan :
Db : Dry bulk density (g/cm3)
Mk : Massa kering tanah (g)
Vt : Volume tanah (cm3)
Mw : Massa wadah (g)
Mt : Massa wadah + massa tanah kering (g)
7. Menghitung porositas tanah dengan mengetahui nilai densitas
partikel tanah mineral sebesar 2.65 g/cm3 menggunakan
persamaan 3.
Pt = 100% -

Db
2.65

x 100

(3)

Keterangan :
Pt : Porositas tanah (%)
Db : Dry bulk density (g/cm3)
Dp : Densitas partikel (g/cm3)

3. Uji kinerja alat
Pengujian dilakukan di lahan penelitian Laboratorium Lapangan
Siswadhi Seopardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian IPB, Leuwikopo Dermaga, Bogor. Pengukuran uji
kinerja dilakukan sebanyak 2 kali yakni pada penyiangan I saat umur
tanaman kacang tanah 24 HST dan penyiangan II saat umur tanaman
kacang tanah 57 HST. Jarak tanam yang digunakan (40x25) cm. Penelitian
ini menggunakan 6 perlakuan yaitu:

6

1. P1 = Penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiang tipe dorong
(walking type cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor
ditambah implemen bar resistance-h pada kecepatan maju 4
2. P2 = Penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiangan tipe dorong
(walking type cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor
ditambah implemen bar resistance-h pada kecepatan maju 2
3. P3 = Penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiangan tipe dorong
(walking type cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor
ditambah implemen ridger bersayap pada kecepatan maju 2
4. P4 = Penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiangan tipe dorong
(walking type cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor
ditambah implemen ridger tanpa sayap pada kecepatan maju 2
5. P5 = Penyiangan manual
6. P6 = Tanpa penyiangan
Pengukuran uji kinerja penyiangan yang dilakukan dapat dilihat pada
diagram skematik penyiangan (Gambar 2):
a. Efisiensi penyiangan gulma
Perhitungan efisiensi penyiangan dilakukan dengan menghitung
jumlah awal gulma yang tumbuh menggunakan bingkai pengamatan
sebelum dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan, jumlah
gulma akhir yang masih tersisa di lahan dihitung kembali. Sampel yang
diambil berjumlah 3 buah untuk masing–masing perlakuan. Efisiensi
penyiangan dihitung dengan persamaan:
Eff =

n awal-n akhir
n awal

x 100

(4)

Keterangan :
Eff
: Efisiensi penyiangan (%)
n awal
: Tingkat penutupan gulma awal (%)
n akhir
: Tingkat penutupan gulma akhir (%)
b. Kapasitas lapang penyiangan manual
Kapasitas lapang efektif penyiangan secara manual (KLEmn)
dihitung menggunkan persamaan 5.
KLEmn =

L
WK

÷ jumlah tenaga kerja

(5)

Keterangan :
KLEmn
: Kapasitas lapang efektif penyiangan manual (ha
jam-1 orang-1)
L
: Luas lahan tersiangi (ha)
WK
: Waktu efektif penyiangan manual (jam)
Waktu efektif penyiangan diukur saat tenaga kerja mulai
melakukan penyiangan hingga selesai penyiangan pada 1 petak lahan.

7

c. Kapasitas lapang penyiangan secara mekanis
Kapasitas lapang efektif penyiangan secara mekanis (KLE) dapat
dihitung menggunakan persamaan 6.
L

KLE =

WK

=

nbt x lp x plt
WK

(6)

Keterangan :
KLE
: Kapasitas lapang efektif penyiangan mekanis
(ha/jam )
L
: Luas lahan tersiangi (ha)
WK
: Waktu efektif penyiangan mekanis (jam)
nbt
: Jumlah baris tersiangi
lp
: Lebar penyiangan
plt
: Panjang lahan tersiangi
Waktu tanam total dihitung saat mesin penyiang tipe dorong mulai
menyiang hingga selesai pada satu petak lahan percobaan dan waktu tidak
dihitung adalah saat mesin melakukan belokan untuk berpindah ke baris
selanjutnya. Hasil pengurangan waktu penyiangan total dengan waktu
belok menghasilkan waktu penyiangan efektif.
d. Efisiensi lapang penyiangan
Efisiensi lapang penyiangan hanya diukur pada saat penyiangan
menggunakan mesin penyiang tipe dorong (walking type cultivator).
Perhitungan untuk mendapatkan nilai efisiensi lapang penyiangan secara
mekanis dapat dilihat pada persamaan 7, 8, dan 9.
vt =

πDn

(7)

60

KLT = 0.36 x l x vt

Eff =

KLE
KLT

x 100%

Keterangan :
vt : Kecepatan maju rata- rata (detik)
D
: Diameter hexagon rotor (m)
n
: Putaran poros roda permenit (Rpm)
l
: Lebar implemen (m)
KLT : Kapasitas lapang teoritis penyiangan (ha/jam)
KLE : Kapasitas lapang teoritis penyiangan (ha/jam)
Eff : Efisiensi penanaman mekanis (%)

(8)

(9)

8

e. Biaya penyiangan
Perhitungan biaya penyiangan dapat dilihat pada persamaan 10, 11,
12, dan 13.
P-S

D=
B=

N
BT

BP =

X

+BTT

B
K

(10)
(11)
(12)

Keterangan :
D
: Biaya penyusutan (Rp/tahun)
P
: Harga awal mesin (Rp)
S
: Harga akhir mesin (Rp)
N
: Umur ekonomis mesin (tahun)
I
: Biaya bunga modal (Rp/tahun)
i
: Tingkat bunga modal (%)
B
: Biaya total (Rp/jam)
BT : Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT : Biaya tidak tetap (Rp/jam)
X
: Jam kerja per tahun (jam/tahun)
BP : Biaya penyiangan (Rp/ha)
K
: Kapasitas kerja mesin (ha/jam)
Biaya tidak tetap dalam Rp/jam diperoleh dari penjumlahan biaya
konsumsi bahan bakar, upah operator atau tenaga kerja, dan biaya
pelumasan.

9

Gambar 2 Diagram skematik pengambilan data uji kinerja penyiangan

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lahan
Bentuk dan ukuran lahan yang digunakan baik untuk penyiangan manual
maupun mekanis adalah seragam yakni berbentuk persegi panjang dengan ukuran
(10 x 5) m pada kondisi tanah yang datar. Penggunaan kondisi lahan yang
seragam bertujuan agar perbedaan beberapa perlakuan penyiangan dapat terlihat
secara nyata. Nilai kada air yang dihasilkan dari 5 titik pengukuran sampel
berbeda–beda nilainya disebabkan kadar air merupakan bagian tanah yang tidak
stabil. Nilai kadar air secara berturut–turut dari sampel 1 – 5 adalah 33.08%,
48.92%, 51.57%, 45.54%, dan 49.61%. Nilai dry bulk density secara berturut–
turut dari sampel 1 – 5 adalah 1.19 g/cm3, 1.13 g/cm3, 1.23 g/cm3, 1.13 g/cm3, dan
0.91 g/cm3. Sedangkan untuk nilai porositas tanah yang didapat secara berturut–
turut dari sampel 1 – 5 adalah 55.28%, 57.20%, 53.43%, 57.39%, dan 65.77%.
Data–data tersebut bisa dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai kadar air tanah, dry bulk density, dan porositas tanah sebelum
penamanan
Kedalaman 0 - 10 cm
Sampel tanah Kadar air tanah Dry bulk density Porositas tanah
(%)
(g/cm3)
(%)
1
33.08
1.19
55.28
2
48.92
1.13
57.20
3
51.57
1.23
53.43
4
45.54
1.13
57.39
5
49.61
0.91
65.77
Porositas tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman optimum adalah ±
60% dengan nilai densitas tanah kering 1.00 – 1.20 g/cm3. Lahan yang akan
digunakan sebagai tempat budidaya tanaman terbilang baik karena nilai densitas
tanah kering dan porositas tanah yang didapat hampir mendekati kondisi optimum
(Kohne dan Helmut 1980).

Penutupan Gulma
Penutupan gulma selama budidaya ditunjukkan oleh Gambar 3. Penutupan
gulma selama budidaya untuk setiap perlakuan berbeda-beda terutama setelah
dilakukan penyiangan. Perlakukan P6 memiliki nilai penutupan gulma tertinggi
mencapai 80%, tingginya nilai penutupan gulma disebabkan pada perlakuan P6
tidak dilakukan penyiangan sama sekali pada petakan lahannya sehingga gulma
tumbuh tanpa ada gangguan. Sedangkan pada petakan lain yang diberikan
perlakuan penyiangan baik mekanis dan manual pertumbuhan gulma menurun.
Dari Gambar 3 dapat dilihat perlakuan P1 dan P5 merupakan perlakuan yang baik
dalam menekan pertumbuhan gulma di lahan. Hal tersebut disebabkan pada
perlakuan P1 dan P5 hasil penyiangan yang dilakukan memiliki nilai efisiensi

11

penyiangan yang tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan P2, P3, dan P4
(Lampiran 3 dan 4).
Penyiangan II

Penyiangan I

90
Penutupan gulma (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 MST

2 MST

4 MST

6 MST

8 MST

10 MST

Waktu (minggu)
P1

P2

P3

P4

P5

P6

Gambar 3 Penutupan gulma selama budidaya
Penutupan gulma awal pertanaman sampai minggu ke-4 mengalami
kenaikan walaupun tidak terlalu tinggi nilainya, pada minggu ke-4 dilakukan
penyiangan sehingga menurunkan nilai penutupan gulma. Penutupan gulma dari
minggu ke-4 sampai minggu ke-8 memiliki nilai yang tinggi jika dibandingkan
penutupan gulma dari minggu ke-0 sampai ke-4, tingginya nilai penutupan gulma
dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8 karena pada minggu ke-4 selain dilakukan
penyiangan untuk membersihkan gulma yang ada di lahan dilakukan juga
pemupukan di lahan sehingga mempercepat pertumbuhan gulma. Nilai penutupan
gulma pada minggu ke-10 mengalami penurunan, karena dilakukan kembali
penyiangan untuk membersihkan gulma.

Uji Kinerja Alat
Penyiangan dilakukan 2 kali selama budidaya yakni pada 24 dan 57 HST.
Penyiangan pertama dilakukan pada 24 HST didasarkan atas masa kritis tanaman
yang berada pada 3–4 MST sehingga perlu dilakukan penyiangan walaupun
tingkat penutupan gulma masih berada di bawah 20% dan mendekati periode
kritis tanaman budidaya (Gambar 4). Penyiangan kedua dilakukan pada 57 HST
ketika penutupan gulma rata–rata melebihi 20% (Gambar 5). Periode kritis
merupakan saat suatu pertanaman berada pada kondisi yang peka terhadap
lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Bila gulma
tumbuh dan mengganggu tanaman pada periode kritis tersebut maka tanaman akan
kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur–unsur yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman terhambat, yang pada akhirnya menurunkan produksi
tanaman (Sukman dan Yakup 2002).

12

Gambar 4 Penutupan gulma pada 24 HST

Gambar 5 Penutupan gulma pada 57 HST
Penyiangan dilakukan dengan 2 metode, yakni penyiangan manual
(Gambar 6a) dan penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiang tipe dorong
(Gambar 6b). Penyiangan mekanis menggunakan beberapa perlakuan terhadap
mesin diantaranya pemberian perlakuan, kecepatan maju 4 dengan menggunakan
roda penggerak hexagon rotor dan implemen bar resistance-h (P1), kecepatan
maju 2 dengan menggunakan roda penggerak hexagon rotor dan implemen bar
resistance-h (P2) (Gambar 7a), kecepatan maju 2 dengan menggunakan roda
penggerak hexagon rotor dan implemen ridger bersayap (P3) (Gambar 7b), dan
kecepatan maju 2 dengan menggunakan roda penggerak hexagon rotor dan
implemen ridger tanpa sayap (P4) (Gambar 7c). dengan tujuan bisa mencari
perlakuan mana yang yang paling cocok untuk penyiangan budidaya kacang tanah.

(a)
(b)
Gambar 6 Jenis penyiangan (a) penyiangan manual (b) penyiangan mekanis

13

Bar resistance H
Ridger tanpa sayap
Hexagon rotor

Kecepatan
maju 2
Ridger bersayap

(a)
(b)
(c)
Gambar 7 Perlakuan penyiangan mekanis (a) perlakuan P2 (b) perlakuan P3
(c) perlakuan P4

Efisiensi penyiangan (%)

Efisiensi penyiangan tertinggi didapat ketika penyiangan dilakukan secara
manual baik pada penyiangan I maupun penyiangan II sedangkan untuk nilai
efisiensi terendah didapat ketika penyiangan dilakukan secara mekanis dengan
perlakuan P2 (menggunakan roda penggerak hexagon rotor dengan implemen bar
resistance-h). Nilai efisiensi penyiangan pertama pada 24 HST dari perlakuan P1
sampai P5 secara berturut–turut sebesar 96.7%, 72.79%, 89.13%, 89.53%, dan
100% (Gambar 8). Hasil penyiangan gulma dengan berbagai perlakuan pada
penyiangan 24 HST ditunjukkan pada Gambar 9.
120
100
80
60
40
20
0
P1

P2

P3

P4

P5

Perlakuan penyiangan

Gambar 8 Efisiensi penyiangan dengan berbagai perlakuan pada 24 HST

14

(a)

(b)

(d)

(c)

(e)

Gambar 9 Hasil penyiangan ke I perlakuan (a) P1 (b) P2 (c) P3 (d) P4 (e) P5

Efisiensi penyiangan (%)

Nilai efisiensi penyiangan kedua yang dilakukan pada 57 HST dari
perlakuan P1 sampai P2 secara berturut–turut sebesar 78.89%, 54.89%, 61.71%,
70.78%, 88.99%, dan 89.41% (Gambar 10). Hasil penyiangan gulma dengan
berbagai perlakuan pada penyiangan 57 HST ditunjukkan pada Gambar 11.
100
80
60
40
20
0
P1

P2

P3

P4

P5

Perlakuan penyiangan

Gambar 10 Efisiensi penyiangan dengan berbagai perlakuan pada 57 HST

(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 11 Hasil penyiangan ke II perlakuan (a) P1 (b) P2 (c) P3 (d) P4

15

Dapat dilihat dari Gambar 8 dan 10, pada penyiangan mekanis perlakuan
P1 nilai efisiensi penyiangannya paling tinggi dibandingkan perlakuan penyiangan
mekanis lainnya baik pada penyiangan I maupun II. Hal ini karena pada
penyiangan mekanis dengan perlakuan P1 putaran hexagon rotor yang berfungsi
mencabut dan mencacah gulma yang tumbuh memiliki putaran per menit dua
setengah kali lebih banyak daripada perlakuan lainnya pada keadaan tanpa beban
(Lampiran 5). Tingginya putaran hexagon rotor tersebut menyebabkan hexagon
rotor memiliki kekuatan yang cukup untuk memotong dan mencacah gulma yang
terdapat dilahan.
Setelah dilakukan penyiangan dengan kecepatan maju 4, penyiangan
dilakukan dengan kecepatan maju yang lebih rendah tapi tanpa mengubah
implemen yang digunakan. Penurunan kecepatan tersebut ternyata menurunkan
nilai efisiensi penyiangan menjadi sebesar 23.91% pada penyiangan I dan 24%
pada penyiangan II. Penurunan efisiensi terjadi disebabkan mesin penyiang yang
bekerja pada kecepatan maju 2 menghasilkan lebih sedikit putaran hexagon rotor
sehingga gulma tidak tersiangi sepenuhnya atau terdapat gulma yang bertahan dari
penyiangan yang dilakukan mesin penyiang.
Penggantian implemen bar resistance-h menjadi ridger bersayap dengan
kecepatan maju yang sama dengan perlakuan P2 ternyata bisa menaikkan nilai
efisiensi penyiangan sebesar 13.34% pada penyiangan I dan 6.82% pada
penyiangan II. Meningkatnya nilai efisiensi pada perlakuan P3 karena lebar kerja
dan alat yang berfungsi sebagai alat penyiang bertambah. Perlakuan P2 lebar kerja
penyiangannya sebesar 0.28 m dan yang berfungsi sebagai alat penyiang hanya
hexagon rotor, sedangkan pada perlakuan P3 lebar penyiangannya menjadi
sebesar 34 cm karena adanya ridger bersayap dan yang berfungsi sebagai alat
penyiang tidak hanya hexagon rotor yang memotong dan mencacah gulma tapi
juga ridger yang berfungsi menarik gulma. Penambahan lebar kerja dan fungsi
kerja pada perlakuan P3 ternyata tidak hanya menaikkan efisiensi penyiangan
tetapi juga beban kerja dari mesin dan juga operator sehingga mempercepat
konsumsi bahan bakar mesin maupun kelelahan operator. Untuk mengurangi
beban kerja baik oleh mesin dan operator pada kecepatan maju yang sama, maka
dilakukan pelepasan bagian sayap ridger untuk mengurangi lebar kerja
penyiangan (perlakuan P4).
Sayap yang terdapat pada ridger dilepas pada perlakuan P4, pelepasan
sayap ridger menjadikan nilai efisiensi penyiangan meningkat sebesar 0.4% pada
penyiangan I dan 9.07% pada penyiangan II. Peningkatan nilai efisiensi ini karena
pada perlakuan P4, pengendalian mesin oleh operator lebih mudah karena beban
kerja yang berkurang akibat lebar kerja penyiangan lebih kecil. Tenaga yang
dikeluarkan oleh operator menjadi lebih kecil dan pengendalian keseimbangan
alat lebih mudah jika dibandingkan ketika adanya sayap pada ridger.
Kecepatan kerja untuk setiap perlakuan penyiangan berbeda–beda nilainya
disebabkan pada setiap perlakuan penyiangan alat yang digunakan tidak
sepenuhnya sama, terdapat perbedaan baik dalam penggunaan implemen,
penggunaan kecepatan maju, bahkan adanya perbedaan alat penyiangan. Secara
berturut–turut nilai kecepatan kerja dari perlakuan P1 sampai P5 pada penyiangan
I adalah 0.68 m/s, 0.44 m/s, 0.37 m/s, 0.43 m/s, 0.07 m/s sedangkan pada
penyiangan II adalah 0.72 m/s, 0.35 m/s, 0.24 m/s, 0.23 m/s, 0.05 m/s (Gambar
12).

Kecepatan kerja (m/s)

16

0.8
0.6
0.4
0.2
0
P1

P2

P3

P4

P5

Perlakuan penyiangan

Penyiangan I

Penyiangan II

Gambar 12 Kecepatan kerja penyiangan berbagai perlakuan pada penyiangan I
dan penyiangan II
Gambar 12 memperlihatkan kecepatan kerja penyiangan terendah didapat
pada perlakuan P5 yang merupakan perlakuan penyiangan secara manual.
Rendahnya kecepatan kerja penyiangan secara manual karena pada penyiangan
manual tingkat akurasi penyiangan sangat tinggi dan juga lebar kerja alat
penyiang lebih kecil dibandingkan dengan penyiangan mekanis. Perlakuan P2, P3,
dan P4 menggunakan kecepatan maju yang sama tapi implemen yang berbeda
menunjukkan semakin kecil lebar kerja penyiangan (Lampiran 6 dan 8), maka
kecepatan kerja penyiangan semakin tinggi. Penggunaan kecepatan maju yang
lebih tinggi pada perlakuan penyiangan P1 selain meningkatkan kecepatan kerja
penyiangan juga meningkatkan nilai efisiensi.
Pada penyiangan I nilai efisiensi dan nilai kecepatan kerja setiap perlakuan
lebih besar dibandingkan nilai efisiensi pada penyiangan II. Besarnya nilai
efisiensi penyiangan dan kecepatan kerja pada penyiangan I disebabkan beberapa
faktor diantaranya adalah kondisi gulma pada penyiangan I (Gambar 13a) masih
sedikit dan masih kecil dibandingkan penyiangan II (Gambar 13b), kondisi
tanaman yang masih kecil pada penyiangan I memudahkan penggunaan alat saat
penyiangan dan pembedaan gulma dengan tanaman budidaya jika dibandingkan
dengan penyiangan II dimana tanaman sudah mencapai tinggi rata-rata lebih dari
20 cm dan tanaman sudah menutupi baris antar tanaman tempat gulma berada
mengakibatkan meningkatnya kesulitan penggunaan alat. Tetapi penurunan
kecepatan akibat kondisi gulma dan tanaman ternyata tidak terlihat pada perlakuan
P1 dimana nilai kecepatan kerjanya mengalami peningkatan kerja, hal ini terjadi
karena adanya kondisi perbedaan operator yang mengoperasikan mesin penyiang
yakni pada penyiangan I operator yang menggunakan alat merupakan seorang
teknisi bengkel Labarotaroium Siswadhi Seopardjo, sedangkan pada penyiangan
II operator yang menggunakan alat merupakan petani yang biasa bekerja di lahan
pertanian. Perlakuan P4 pada penyiangan II nilai kecepatan kerja penyiangannya
lebih kecil dari nilai penyiangan P3, sedangkan pada penyiangan I nilainya lebih
besar dari perlakuan P3. Kecilnya nilai kecepatan kerja perlakuan P4 saat
penyiangan II disebabkan operator mengalami kelelahan akibat penggunaan mesin
penyiang yang terus menerus sehingga terjadi penurunan dalam pengendalian
mesin pada petakan lahan perlakuan P3 yang merupakan petakan lahan terakhir
yang perlu penyiangan.

17

(a)
(b)
Gambar 13 Kondisi tanaman budidaya dan gulma pada (a) penyiangan I
(b) penyiangan II
Penggunaan mesin penyiang tipe dorong tiap perlakuan memiliki nilai
efisiensi lapang yang berbeda. Nilai efisiensi lapang pada penyiangan I dari
pelakuan P1 sampai P4 secara berturut – turut adalah 49.33%, 73,49%, 61.62%,
dan 71.20% (Gambar 14).

Efisiensi lapang
penyiangan (%)

80
60
40
20
0
P1

P2

P3

P4

Perlakuan penyiangan

Gambar 14 Nilai efisiensi lapang penyiangan I dengan menggunakan mesin
penyiang tipe dorong pada berbagai perlakuan

Efisiensi lapang
penyiangan (%)

Pada penyiangan II nilai efisiensi lapang yang didapat untuk tiap perlakuan
adalah P1 sebesar 52.87%, P2 sebesar 56.86%, P3 sebesar 39.25%, dan P4 sebesar
37.85% (Gambar 15).
60
50
40
30
20
10
0
P1

P2

P3

P4

Perlakuan penyiangan

Gambar 15 Nilai efisiensi lapang penyiangan II dengan menggunakan mesin
penyiang tipe dorong dengan berbagai perlakuan

18

Perlakuan penyiangan P1 merupakan perlakuan dengan nilai efisiensi
lapang terkecil pada penyiangan I dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Kecilnya nilai efisiensi lapang pada perlakuan P1 disebabkan dengan penggunaan
kecepatan maju yang tinggi maka slip yang terjadi saat penyiangan semakin
banyak dan menyebabkan waktu hilang di lahan selama penyiangan berlangsung
semakin banyak. Penurunan kecepatan maju dari kecepatan maju 4 menjadi 2 bisa
menaikkan nilai efisiensi lapang penyiangan sebesar 24.16% naiknya nilai
efisiensi lapang karena waktu hilang yang terjadi karena slip pada mesin penyiang
berkurang dengan penurunan kecepatan maju mesin penyiang.
Nilai efisiensi lapang penyiangan akan menurun jika implemen bar
resistance-h digantikan oleh ridger. Penggunaan ridger akan menambah beban
kerja karena lebar kerja dan kedalaman kerja bertambah. Pemberian implemen
yang semakin lebar akan semakin mengurangi nilai efisiensi lapang penyiangan
dari alat yang digunakan (mesin penyiang tipe dorong) yang bisa dilihat pada
Gambar 14 dan 15, dimana pada perlakuan P3 nilai efisiensinya lebih rendah dari
pada perlakuan P4 karena implemen ridger yang digunakan dilengkapi dengan
sayap. Penggunaan sayap pada ridger telah menambah lebar kerja penyiangan alat
dan bertambah beratnya pengaturan kedalaman saat penyiangan (Lampiran 6 dan
8).
Penyiangan ke-II terlihat bahwa nilai efisiensi lapang perlakuan P3 lebih
besar daripada perlakuan P4, dimana pada penyiangan I nilai efisiensi lapang P3
lebih kecil daripada P4. Kecilnya nilai efisiensi P4 saat penyiangan II dibanding
P3 disebabkan saat penyiangan dengan perlakuan P4 mengalami mati mesin
akibat terjatuh karena operator hilang kendali dalam menyeimbangkan alat saat
berbelok. Kejadian tersebut menambah waktu total penyiangan sehingga
menurunkan nilai efisiensi lapang penyiangan. Pada penyiangan I nilai efisiensi
lapang penyiangannya lebih besar daripada penyiangan II hal ini sama dengan
nilai efisiensi penyiangan dimana faktor–faktor yang mempengaruhi besarnya
nilai efisiensi lapang yang didapat pada penyiangan I adalah sama.

Pengaruh Penyiangan Terhadap Produktivitas Tanaman Kacang Tanah
Penggunaan beberapa perlakuan penyiangan selama masa tanam pada
budidaya tanaman kacang tanah varietas gajah memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap hasil panen yang dihasilkan. Panen dilakukan secara manual
pada 91 HST (Gambar 16).

19

Gambar 16 Proses pemanenan tanaman kacang tanah

Produktivitas polong basah
(ton/ha)

Nilai bobot polong basah berbagai perlakuan dari P1 sampai P6 secara
berturut–turut adalah 1.28 ton/ha, 1.23 ton/ha, 1.71 ton/ha, 1.45 ton/ha, 3.18
ton/ha, dan 2.53 ton/ha (Gambar 17). Sedangkan nilai biomassa tanamannya
secara berturut–turut adalah 3.40 ton/ha, 5.67 ton/ha, 4.58ton/ha, 3.08 ton/ha, 9.76
ton/ha, dan 7.02 ton/ha (Gambar 18).
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
P1

P2

P3

P4

P5

P6

Perlakuan penyiangan

Produktivitas biomassa
(ton/ha)

Gambar 17 Produktivitas polong basah tanaman kacang tanah
12
10
8
6
4
2
0
P1

P2

P3

P4

P5

P6

Perlakuan penyiangan

Gambar 18 Produktivitas biomassa tanaman kacang tanah
Penggunaan mesin penyiang tipe dorong (walking type cultivator) pada
perlakuan P1 sampai P4 telah menurunkan bobot polong basah dan biomassa yang

20

didapat saat panen. Kecilnya nilai bobot polong basah dan biomassa yang didapat
berada di bawah perlakuan P6, dimana pada perlakuan penyiangan P6 merupakan
petakan kontrol yang tidak dilakukan penyiangan. Rendahnya nilai yang didapat
ketika digunakan mesin penyiang tipe dorong dengan berbagai perlakuan
disebabkan banyaknya tanaman budidaya yang ikut tersiangi saat penyiangan
(Gambar 19). Persentase tanaman mati saat penyiangan ditunjukkan pada
Lampiran 10 dan 11, dimana persentase tanaman mati terbanyak didapat ketika
digunakan perlakuan P2 sebesar 21.67%. Tersiangnya tanaman budidaya oleh
mesin karena jarak tanam yang digunakan dinilai kurang lebar.

Tanaman kacang
yang ikut tersiangi

Gambar 19 Tanaman budidaya yang ikut tersiangi oleh mesin penyiang tipe
dorong

Biaya Penyiangan

Biaya penyiangan (Rp/ha)

Biaya penyiangan selama budidaya berbagai perlakuan ditunjukkan pada
Gambar 20. Biaya penyiangan tertinggi untuk satu kali penyiangan didapat saat
menggunakan perlakuan P5 sebesar Rp 1,214,286 per ha, kedua adalah perlakuan
P4 sebesar Rp 904,387 per ha, ketiga adalah perlakuan P3 sebesar Rp 843,142 per
ha, keempat adalah perlakuan P2 sebesar Rp 712,006 per ha, dan yang terkecil
adalah perlakuan P1 sebesar Rp 570,877 per ha.
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
P1

P2

P3

P4

P5

Perlakuan penyiangan

Gambar 20 Biaya penyiangan pada berbagai metode penyiangan

21

Biaya penyiangan tertinggi didapat dengan menggunakan metode
penyiangan manual (P5) sebesar Rp 1,214,286 per ha. Tingginya biaya
penyiangan menggunakan perlakuan P5 karena kecilnya nilai kapasitas lapang
efektif dari perlakuan P5 yakni sebesar 0.01 ha/jam pada penyiangan I dan 0.007
ha/jam pada penyiangan II. Penggunaan mesin walking type cultivator mampu
mengurangi biaya penyiangan menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan
penyiangan manual. Biaya penyiangan menggunakan mesin penyiangan dari
perlakuan P1-P4 secara berturut-turut adalah Rp 570,877 per ha, Rp 712,006 per
ha, Rp 843,142 per ha, dan Rp 904,387 per ha. Terlihat terjadi peningkatan biaya
penyiangan dari perlakuan P1-P4, hal tersebut disebabkan nilai dari kapasitas
lapang efektifnya. Nilai kapasitas lapang efektif perlakuan P1 merupakan
kapasitas lapang efektif tertinggi yakni sebesar 0.067 ha/jam pada penyiangan I
dan 0.072 ha/jam pada penyiangan II, sedangkan untuk perlakuan P2-P4 nilai
kapasitas lapang efektifnya secara berturut-turut sebesar 0.041 ha/jam, 0.041
ha/jam, dan 0.042 ha/jam pada penyiangan I dan 0.032 ha/jam, 0.026 ha/jam, dan
0.022 ha/jam pada penyiangan II. Semakin kecil nilai kapasitas lapang efektifnya
maka biaya penyiangannya akan semakin besar.
Tiap penyiangan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing–masing.
Penyiangan manual memiliki beberapa kelebihan pertama penyiangan dengan
nilai efisiensi penyiangan yang paling tinggi karena tingkat akurasi penggunaan
alat yang sangat baik saat penyiangan dimana penyiangan tidak hanya dilakukan
di antara baris tanaman tapi juga antar tanaman, kedua tingkat penggunaan alat
sangat mudah karena alat yang digunakan merupakan alat-alat sederhana (cangkul,
koret, dan tangan), dan terakhir memiliki dampak negatif kepada lingkungan
paling kecil disebabkan pada penyiangan manual tidak digunakannya engine yang
menghasilkan gas pembuangan berupa asap. Kekurangan penyiangan manual,
diantaranya: kecepatan kerja penyiangan yang paling rendah disebabkan tingkat
akurasi saat penyiangan yang tinggi, membutuhkan tenaga kerja lebih banyak jika
dibandingkan dengan penyiangan menggunakan mesin, semakin mahal dan sulit
mencari tenaga kerja yang disebabkan tenaga kerja yang semakin berkurang.
Menurut Kurstjens (2007) penyiangan secara mekanis merupakan komponen yang
paling penting dari sistem organik, karena ada beberapa cara untuk
mengendalikan gulma antar baris setelah munculnya tanaman.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Penutupan gulma terendah selama masa budidaya tanaman kacang tanah
adalah dengan penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiang tipe dorong
(walking type cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor ditambah
implemen bar resistance-h pada kecepatan maju 4, kedua dengan penyiangan
manual, ketiga dengan penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiangan
tipe dorong (walking type cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor
ditambah implemen bar resistance-h pada kecepatan maju 2, keempat dengan

22

2.

3.

4.

5.

6.

penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiangan tipe dorong (walking
type cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor ditambah implemen
ridger bersayap pada kecepatan maju 2, dan terakhir dengan penyiangan
mekanis menggunakan mesin penyiangan tipe dorong (walking type
cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor ditambah implemen ridger
tanpa sayap pada kecepatan maju 2.
Nilai efisiensi penyiangan tertinggi didapat dengan penggunaan metode
manual sebesar 100% pada penyiangan I dan 89.41% pada penyiangan ke II,
sedangkan penggunaan metode penyiangan yang lain nilai efisiensinya berada
dibawah penyiangan manual.
Penggunaan kecepatan maju yang tinggi dan implemen dapat menurunkan
nilai efisiensi lapang dari mesin penyiang, karena hal tersebut menambah
waktu hilang saat proses penyiangan.
Penggunaan mesin penyiang tipe dorong telah menurunkan nilai produktivitas
tanaman kacang tanah menjadi dibawah nilai produktivitas tanaman kacang
tanah tanpa penyiangan karena banyaknya tanaman kacang tanah yang mati
saat penyiangan.
Biaya penyiangan tertinggi untuk satu kali penyiangan didapat dengan
penyiangan manual sebesar Rp 1,214,286 per ha dan terendah dengan
penyiangan mekanis menggunakan mesin penyiang tipe dorong (walking type
cultivator) dengan roda penggerak hexagon rotor ditambah implemen bar
resistance-h pada kecepatan maju 4 sebesar Rp 570,877 per ha.
Penggunaan metode penyiangan mekanis memiliki kelebihan dan kekurangan
jika dibandingkan dengan metode penyiangan manual. Kelebihan dari
penyiangan mekanis adalah waktu penyiangan menjadi lebih cepat dan biaya
penyiangan lebih kecil sedangkan kekurangannya adalah efisiensi
penyiangannya masih di bawah efisiensi penyiangan mekanis dan
produktivitas tanaman yang berada jauh di bawah nilai produktivitas dengan
penyiangan manual.
Saran

Mesin penyiang sebaiknya dioperasikan pada jarak tanam yang lebih lebar
dari (40 x 25) cm supaya tanamanan budidaya tidak ikut tersiangi oleh mesin
penyiang dan juga melakukan pengikatan terhadap tanaman budidaya untuk
mengurangi tanaman yang mati. Perlu dilakukan modifikasi mesin penyiang untuk
memudahkan operator mengendalikan mesin penyiang. Modifikasi yang dapat
ditambahkan antara lain: dengan pemasangan penyeimbang tambahan pada kedua
sisi sehingga mesin menjadi lebih stabil dan operator menjadi tidak terlalu lelah
dalam mengendalikan mesin penyiang, penambahan poros eksternal antara poros
roda dengan roda ban karet sehingga penyiangan bisa juga dilakukan dengan roda
ban karet yang ditambahkan implemen ridger untuk meningkatkan kecepatan
kerja dan kemudahan pengendalian.

23

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Tabel Luas Panen-ProduktivitasProduksi Tanaman Kacang Tanah Provinsi Indonesia [internet]. [diunduh 2013
Agustus 7]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php
Johansyah D A. 2012. BI Rate Tetap 5,75%. Siaran Pers [Internet]. [diunduh 2013
Okt 15]. 14/24/PSHM/Humas. Tersedia dari : http://bi.go.id/web/id/
Ruang+Media/ Siaran+Pers/ sp_142412.htm
Kasno A. 2005. Profil Perkembangan Teknik Produksi Kacang Tanah di
Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Seminar rutin Puslitbang Tanaman Pangan
Kohne, Helmut. 1980. Soil Physics. New Delhi (IN): Tata Mc Grawl-Hill
Publishing Company LTD
Kurstjens D A G. 2007. Precise Tillage Systems for Enhanced Non-chemical
Weed Management. Soil and Tillage Research [Internet]. [diunduh 2013 Nov
7]; 97: 293-305. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/ science/ article/
pii/ S0167198706001528
[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik Makro
Sektor Pertanian.Volume ke-4. Jakarta (ID): PUSDATIN.
Smith HP, Wilkes LH. 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Edisi Keenam.
Purwadi Tri, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Terjemahan dari: Machinery and Farm Equipment
Srivastava AK. 1993. Engineering Principles of Agricultural Machines. Michigan
(USA): ASAE
Sukman Y, Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta (ID): PT.
RajaGrafindo Persada
Suprapto HS. 2004. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta (ID):Penebar Swadaya

24

Lampiran 1

Tabel spesifikasi mesin penyiang tipe dorong (walking type
cultivator) Yanmar Te550n

Nama

Cultivator Te 550n

Tahun pembuatan
Motor penggerak

2008
Robin EY 20b
183 cc
5 hp / 2000 rpm
3.5 hp / 1800 rpm
Udara

Penerus daya

Model
Volume silinder
Tenaga maksimum
Tenaga rata – rata
Sistem
pendinginan
Berat kosong
Kopling utama

Ukuran tali sabuk
Perlengkapan kerja Hexagon rotor

Ridger

Dimensi dengan
roda karet
Berat kosong

Bar resistance H
Panjang

Lebar
Berat
Jumlah pisau
Lebar
Berat
Berat

Lebar
Tinggi
Berat rangka
dengan roda karet

16 kg
Puli penegang tali
sabuk cogged Vbelt Rec H-P II
SB 35
70 cm
11.4 kg
18
40 cm
7 kg
1.2 kg
1418 mm
495 mm
1105 mm
61 kg

Lampiran 2 Tabel penutupan gulma selama masa budidaya tanaman kacang tanah
Perlakuan
penyiangan
P1
P2
P3
P4
P5
P6

0 MST
(%)
0
0
0
0
0
0

2 MST
(%)
1.33
1.50
1.33
2.33
0.83
2.33

4 MST
(%)
10.67
12.17
19.33
21.67
11