Keragaan Beberapa Varietas Pak Choi (Brassicarapa L. ssp. chinensis (L.)) pada Konsentrasi Larutan Hara yang Berbeda dengan Metode Hidroponik Terapung

(1)

KERAGAAN BEBERAPA VARIETASPAK CHOI

(Brassica rapa L.

ssp.

chinensis(L.))PADA DUA JENIS LARUTAN

HARA YANGBERBEDA DENGAN METODE

HIDROPONIK TERAPUNG

SKRIPSI

Oleh :

WENDY YODITYA UTOMO 090301155/PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(2)

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS PAK CHOI

(Brassica rapa L.

ssp.

chinensis (L.)) PADA DUA JENIS LARUTAN

HARA YANG BERBEDA DENGAN METODE

HIDROPONIK TERAPUNG

SKRIPSI

Oleh :

WENDY YODITYA UTOMO 090301155/PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(3)

Judul Proposal : KeragaanBeberapa Varietas Pak Choi (Brassicarapa

L.ssp.Chinensis (L.)) pada Konsentrasi Larutan Hara Yang Berbeda dengan Metode Hidroponik Terapung

Nama : Wendy Yoditya Utomo

NIM : 090301155

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ir. Eva Sartini Bayu, MP Ir. Isman Nuriadi

Ketua Anggota

Mengetahui,

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc.) Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

WENDY YODITYA UTOMO: Keragaan beberapa varietas pak choi (Brassicarapa

L.ssp.chinensis (L.)) pada konsentrasi larutan hara yang berbeda dengan metode hidroponik terapung, dibimbing oleh Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP dan Bapak Ir. Isman Nuriadi.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaan beberapa varietas pak choi padakonsentrasi larutan hara yang berbeda dengan teknologi hidroponik terapung. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan(+ 25 m dpl) dariJuni – September 2013dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi. Faktor pertama adalah larutan hara dengan 4 taraf yaitu Peckenpaugh (N1) dan Resh (N2) dan faktor kedua adalahvarietasterdiri dari 3 taraf yaitu White Tropical (V1) ,Green (V2), dan Green Tropica Corrina (V3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan larutan hara berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman pada 4 MST (13,35 cm) dan 6 MST (17,62 cm), jumlah daun 3 MST (6,40 helai) dan 5 MST (6,83 helai), diameter batang (0,147 cm), panjang akar pak choi (45,11 cm), bobot segar per sampel (11,97 g), bobot tajuk per sampel (11,41 g), bobot akar per sampel (0,56 g), dan bobot segar per plot (71,83 g), dengan larutan hara terbaikadalah N1 (Peckenpaugh). Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap panjang akar (46,99 cm) dan kandungan klorofil daun (19,88). Sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter. Nilai duga heritabilitas sedang berkisar antara 0,33 - 0,96. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan terhadap optimasi konsentrasi pada larutan hara Peckenpaugh dan rancangan kolam penanaman untuk mendapatkan hasil produksi pak choi yang lebih baik.


(5)

ABSTRACT

WENDY YODITYA UTOMO:Performance of Some Varieties of Pak Choi (Brassica rapaL. ssp. chinensis (L.)) in Different Concentrations of NutrientSolution with Floating Hydroponic Method, supervised by Ms. Ir. Eva Sartini Bayu, MP and Mr. Ir. Isman Nuriadi.

This study aimed to look at some the varieties of pak choi performance in different concentrations of nutrient solution with floating hydroponic technology. Research was conducted at Faculty of Agriculture University of North Sumatera, Medan(+ 25 m asl) from JuneuntilSeptember 2013by usingsplit plot design with two factors. The first factor wasnutrient solution with 2 levels i.e.Peckenpaugh (N1) and Resh (N2) and the second factor was variety with 3 levels i.e.White Tropical (V1), Green (V2), and Green Tropica Corrina (V3).

The results showed that radiation significantly effected onplant length at 4 WAP (13,35 cm) and 6 WAP (17,62 cm), number of leaves at 3 WAP (6,40 strands) and 5 WAP (6,83 strands), stem diameter (0,147 cm), root length (45,11 cm), fresh weight per sample (11,97 g), canopy weight per sample (11,41 g), root weight per sample( 0,56 g), and fresh weight per plot (71,83 g). Varieties significantly effected onroot length (46,99 cm) and chlorophyll content (19,88). Whereasthe interaction between two factors didn’t significantly effected on the entire parameters.Research recommend be continued on the optimization of Peckenpaugh nutrient solution and design of the planting pool to get betterproduction.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Wendy Yoditya Utomo, dilahirkan di Medan pada tanggal 14 Agustus 1991 dari ayahanda Teguh Budi Utomo dan ibunda Alvi Syahrina. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SD Swasta Ikal Medan, tahun 2006 lulus dari SMP Negeri 7 Medan, dan tahun 2009 lulus dari SMA Harapan 1 Medan.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2009 melalui jalur SNMPTN, pada Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi intra kampus Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan Nusantara II (Persero) Batang Serangan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dari tanggal 09Juli sampai 06Agustus 2012.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keragaan Beberapa Varietas Pak Choi (Brassicarapa L. ssp. chinensis (L.)) pada Konsentrasi Larutan Hara yang Berbeda dengan Metode Hidroponik Terapung”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Teguh Budi Utomo dan ibunda Alvi Syahrina yang telah membesarkan dan

mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Isman Nuriadi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi.

Terimakasih kepada adik-adik saya Andaru Yudo Utomo dan Rizki Yadisha Utomo yang telah memberikan motivasi serta semangat kepada saya. Terima kasih kepada teman-teman AET 2009 dan para anggota UKM Himadita Nursery yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukan.

Medan, April 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Varietas ... 6

Hidroponik ... 7

Metode Terapung ... 8

Larutan Hara ... 9

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 13

Heritabilitas ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Persiapan alat dan bahan... 15

penyemaian benih ... 15

persiapan kolam penanaman ... 16

pembuatan dan pemberian larutan hara ... 16

penanaman ... 16

pemeliharaan ... 17

pemanenan ... 17

Pengamatan Parameter ... 17

Suhu (oC) dan RH (%) ... 17

pH dan EC larutan lara (mS.cm-1) ... 18

Panjang tanaman (cm) ... 18

Jumlah daun(helai) ... 18

Diameter batang (cm) ... 18

Panjang akar (cm) ... 18

Bobot segar per sampel (g) ... 18

Bobot tajuk per sampel (g) ... 18

Bobot akar per sampel (g) ... 19

Bobot segar per plot (g) ... 19


(9)

Heritabilitas ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Hasil ... 20

Suhu (oC) dan RH (%) ... 20

pH dan EC larutan lara (mS.cm-1) ... 23

Panjang tanaman (cm) ... 24

Jumlah daun (helai) ... 26

Diameter batang (cm) ... 28

Panjang akar (cm) ... 29

Bobot segar per sampel (g) ... 29

Bobot tajuk per sampel (g) ... 30

Bobot akar per sampel (g) ... 30

Bobot segar per plot (g) ... 31

Kandungan klorofil daun ... 31

Heritabilitas ... 33

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Kandungan gizi per 100 gram pak choi segar ... 6

2. Konsentrasi hara hidroponik pak choi ... 12

3. Kisaran suhu dan RH kolam penanaman N1 selama 6 MST ... 20

4. Kisaran suhu dan RH kolam penanaman N2 selama 6 MST ... 22

5. Kisaran pH dan EC larutan hara selama 6 MST ... 23

6. Rataan panjang tanaman pak choi selama 6 MST (cm) ... 25

7. Rataan jumlah daun pak choi selama 6 MST (helai) ... 27

8. Rataan diameter batang pak choi pada 6 MST (cm) ... 28

9. Rataan panjang akar pak choi per sampel (cm) ... 29

10. Rataan bobot segar pak choi per sampel (g) ... 29

11. Rataan bobot tajuk pak choi per sampel (g) ... 30

12. Rataan bobot akar pak choi per sampel (g) ... 30

13. Rataan bobot segar pak choi per plot (g) ... 31

14. Rataan kandungan klorofil daun pak choi ... 31


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Grafik kisaran suhu kolam penanaman N1 selama 6 MST ... 21

2. Grafikkisaran RH kolam penanaman N1 selama 6 MST ... 21

3. Grafik kisaran suhu kolam penanaman N2 selama 6 MST ... 22

4. Grafik kisaran RH kolam penanaman N2 selama 6 MST ... 22

5. Grafik kisaran EC kolam penanaman N1 dan N2 selama 6 MST ... 23

6. Grafik kisaran pH kolam penanaman N1 dan N2 selama 6 MST ... 24

7. Grafik pertumbuhan panjang tanaman selama 6 MST pada perlakuan larutan hara ... 25

8. Grafik pertumbuhan panjang tanaman selama 6 MST pada perlakuan varietas ... 26

9. Grafik pertumbuhan jumlah daun selama 6 MST pada perlakuan larutan hara ... 27

10. Grafik pertumbuhan jumlah daun selama 6 MST pada perlakuan varietas ... 28


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi Pak Choi Varietas White Tropical ... 43

2. Deskripsi Pak Choi Varietas Green ... 44

3. Deskripsi Pak Choi Varietas Green Tropica Corrina ... 45

4. Bagan Penelitian ... 46

5. Bagan Plot Penenelitian ... 47

6. Sketsa Kolam Penanaman ... 48

7. Data Pengamatan Panjang Tanaman 1 MST (cm) ... 49

8. Daftar Sidik Ragam Panjang Tanaman 1 MST ... 49

9. Data Pengamatan Panjang Tanaman 2 MST (cm) ... 49

10. Daftar Sidik Ragam Panjang Tanaman 2 MST ... 50

11. Data Pengamatan Panjang Tanaman 3 MST (cm) ... 50

12. Daftar Sidik Ragam Panjang Tanaman 3 MST ... 50

13. Data Pengamatan Panjang Tanaman 4 MST (cm) ... 51

14. Daftar Sidik Ragam Panjang Tanaman 4 MST ... 51

15. Data Pengamatan Panjang Tanaman 5 MST (cm) ... 51

16. Daftar Sidik Ragam Panjang Tanaman 5 MST ... 52

17. Data Pengamatan Panjang Tanaman 6 MST (cm) ... 52

18. Daftar Sidik Ragam Panjang Tanaman 6 MST ... 52

19. Data Pengamatan Jumlah Daun 1 MST (helai) ... 53

20. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 1 MST ... 53

21. Data Pengamatan Jumlah Daun 2 MST (helai) ... 53


(13)

23. Data Pengamatan Jumlah Daun 3 MST (helai) ... 54

24. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST ... 54

25. Data Pengamatan Jumlah Daun 4 MST (helai) ... 55

26. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ... 55

27. Data Pengamatan Jumlah Daun 5 MST (helai) ... 55

28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST ... 56

29. Data Pengamatan Jumlah Daun 6 MST (helai) ... 56

30. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST ... 56

31. Data Pengamatan Diameter Batang (cm) ... 57

32. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang ... 57

33. Data Pengamatan Panjang Akar (cm) ... 57

34. Daftar Sidik Ragam Panjang Akar ... 58

35. Data Pengamatan Bobot Segar per Sampel (gram) ... 58

36. Daftar Sidik Ragam Bobot Segar per Sampel ... 58

37. Data Pengamatan Bobot Tajuk per Sampel (gram) ... 59

38. Daftar Sidik Ragam Bobot Tajuk per Sampel ... 59

39. Data Pengamatan Bobot Akar per Sampel (gram) ... 59

40. Daftar Sidik Ragam Bobot Akar per Sampel ... 60

41. Data Pengamatan Bobot Segar per Plot (gram) ... 60

42. Daftar Sidik Ragam Bobot Segar per Plot ... 60

43. Data Pengamatan Kandungan Klorofil ... 61

44. Daftar Sidik Ragam Kandungan Klorofil ... 61

45. Data Transformasi Pengamatan Panjang Tanaman 1 MST (cm) ... 61


(14)

47. Data Transformasi Pengamatan Panjang Tanaman 2 MST (cm) ... 62

48. Sidik Ragam Transformasi Panjang Tanaman 2 MST ... 62

49. Data Transformasi Pengamatan Panjang Tanaman 3 MST (cm) ... 63

50. Sidik Ragam Transformasi Panjang Tanaman 3 MST ... 63

51. Data Transformasi Pengamatan Panjang Tanaman 4 MST (cm) ... 63

52. Sidik Ragam Transformasi Panjang Tanaman 4 MST ... 64

53. Data Transformasi Pengamatan Panjang Tanaman 5 MST (cm) ... 64

54. Sidik Ragam Transformasi Panjang Tanaman 5 MST ... 64

55. Data Transformasi Pengamatan Panjang Tanaman 6 MST (cm) ... 65

56. Sidik Ragam Transformasi Panjang Tanaman 6 MST ... 65

57. Data Transformasi Pengamatan Diameter Batang (cm) ... 65

58. Sidik Ragam Transformasi Diameter Batang ... 66

59. Data Transformasi Pengamatan Panjang Akar (cm) ... 66

60. Sidik Ragam Transformasi Panjang Akar ... 66

61. Data Transformasi Pengamatan Bobot Segar per Sampel (g) ... 67

62. Sidik Ragam Transformasi Bobot Segar per Sampel ... 67

63. Data Transformasi Pengamatan Bobot Tajuk per Sampel (g) ... 67

64. Sidik Ragam Transformasi Bobot Tajuk per Sampel (g) ... 68

65. Data Transformasi Pengamatan Bobot Akar per Sampel (g) ... 68

66. Sidik Ragam Transformasi Bobot Akar per Sampel (g) ... 68

67. Data Transformasi Pengamatan Bobot Segar per Plot (g) ... 69

68. Sidik Ragam Transformasi Bobot Segar per Plot (g) ... 69

69. Foto Kolam Penelitian ... 70


(15)

ABSTRAK

WENDY YODITYA UTOMO: Keragaan beberapa varietas pak choi (Brassicarapa

L.ssp.chinensis (L.)) pada konsentrasi larutan hara yang berbeda dengan metode hidroponik terapung, dibimbing oleh Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP dan Bapak Ir. Isman Nuriadi.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaan beberapa varietas pak choi padakonsentrasi larutan hara yang berbeda dengan teknologi hidroponik terapung. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan(+ 25 m dpl) dariJuni – September 2013dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi. Faktor pertama adalah larutan hara dengan 4 taraf yaitu Peckenpaugh (N1) dan Resh (N2) dan faktor kedua adalahvarietasterdiri dari 3 taraf yaitu White Tropical (V1) ,Green (V2), dan Green Tropica Corrina (V3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan larutan hara berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman pada 4 MST (13,35 cm) dan 6 MST (17,62 cm), jumlah daun 3 MST (6,40 helai) dan 5 MST (6,83 helai), diameter batang (0,147 cm), panjang akar pak choi (45,11 cm), bobot segar per sampel (11,97 g), bobot tajuk per sampel (11,41 g), bobot akar per sampel (0,56 g), dan bobot segar per plot (71,83 g), dengan larutan hara terbaikadalah N1 (Peckenpaugh). Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap panjang akar (46,99 cm) dan kandungan klorofil daun (19,88). Sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter. Nilai duga heritabilitas sedang berkisar antara 0,33 - 0,96. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan terhadap optimasi konsentrasi pada larutan hara Peckenpaugh dan rancangan kolam penanaman untuk mendapatkan hasil produksi pak choi yang lebih baik.


(16)

ABSTRACT

WENDY YODITYA UTOMO:Performance of Some Varieties of Pak Choi (Brassica rapaL. ssp. chinensis (L.)) in Different Concentrations of NutrientSolution with Floating Hydroponic Method, supervised by Ms. Ir. Eva Sartini Bayu, MP and Mr. Ir. Isman Nuriadi.

This study aimed to look at some the varieties of pak choi performance in different concentrations of nutrient solution with floating hydroponic technology. Research was conducted at Faculty of Agriculture University of North Sumatera, Medan(+ 25 m asl) from JuneuntilSeptember 2013by usingsplit plot design with two factors. The first factor wasnutrient solution with 2 levels i.e.Peckenpaugh (N1) and Resh (N2) and the second factor was variety with 3 levels i.e.White Tropical (V1), Green (V2), and Green Tropica Corrina (V3).

The results showed that radiation significantly effected onplant length at 4 WAP (13,35 cm) and 6 WAP (17,62 cm), number of leaves at 3 WAP (6,40 strands) and 5 WAP (6,83 strands), stem diameter (0,147 cm), root length (45,11 cm), fresh weight per sample (11,97 g), canopy weight per sample (11,41 g), root weight per sample( 0,56 g), and fresh weight per plot (71,83 g). Varieties significantly effected onroot length (46,99 cm) and chlorophyll content (19,88). Whereasthe interaction between two factors didn’t significantly effected on the entire parameters.Research recommend be continued on the optimization of Peckenpaugh nutrient solution and design of the planting pool to get betterproduction.


(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pak choi merupakan tanaman sayuran daun yang termasuk ke dalam famili

Brassicaceae dan berasal dari Cina. Pak choi memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman ini berkembang pesat di daerah subtropis maupun tropis (Rukmana, 1994). Menurut Rubatzky and Yamaguchi (1998) sayuran ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan famili sawi-sawian yang lain diantaranya, waktu panen singkat, daya adaptasi luas (tidak peka terhadap perubahan suhu), dan kualitas produknya tahan lama karena dapat disimpan hingga 10 hari setelah panen pada suhu 0-5oC dengan kelembaban 95 %.

Di Asia pak choi dipanen pada berbagai umur, mulai umur pembibitan (2 minggu setelah pindah tanam), masa vegetatif awal, hingga saat baru muncul bunga. Tanaman ini mengandung 93 % air, 3 % karbohidrat, 1,7 % protein, 0,7 % serat, dan 0,8 % abu. Dan merupakan sumber dari vitamin dan mineral seperti ß-karoten, vitamin C, Ca, P, dan Fe (Elzebroek and Wind, 2008).

Siemonsma and Piluek (1994) mengatakan di Asia Tenggara pak choi dapat tumbuh sepanjang tahun di dataran rendah, suhu optimum untuk pertumbuhan pak choi adalah 20–25oC. Suhu rata-rata di kota Medan saat ini cukup tinggi, pada kondisi berawan suhu udara dapat mencapai 34oC dengan kelembaban 60-80 % (BMKG, 2013). Suhu yang cukup tinggi ini dikhawatirkan dapat mengurangi produksi pak choi, sementara permintaan akan sayuran ini terus meningkat.

Selain itu, keterbatasan lahan juga menjadi salah satu kendala dalam kegiatan pengembangan pertanian. Alih fungsi lahan-lahan pertanian yang produktif terus meningkat dari tahun ke tahun, akibat pesatnya laju pembangunan. Upaya yang dapat


(18)

dilakukan untuk mengimbangi permintaan pasar akan pak choi ini adalah dengan pengujian varietas pak choi yang toleran terhadap suhu tinggi serta penerapan teknologi budidaya yang dapat dilakukan pada kondisi lahan yang terbatas.

Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui metode budidaya hidroponik. Ada beberapa alasan untuk bertanam secara hidroponik, yaitu kebersihan tanaman terjamin, dapat memelihara tanaman lebih banyak dalam ruangan yang lebih sempit daripada bercocok tanam tradisional, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, tidak ada resiko kebanjiran, erosi, kekeringan, ataupun ketergantungan lainnya terhadap kondisi alam setempat, tanaman akan memberikan hasil yang kontinu, metode kerja yang sudah distandarisasi, lebih memudahkan pekerjaan, dan tidak memerlukan tenaga kasar, bahan-bahan yang dibutuhkan pun tersedia atau mudah diperoleh (Lingga, 1999). Hasil penelitian Halim (2002) terhadap pembelian sayuran hidroponik di PT Hero Supermarket menunjukkan bahwa 53,12 % konsumen lebih memilih sayuran hidroponik karena lebih bersih, segar, dan terjamin kualitasnya.

Seperti halnya tanaman yang ditanam secara konvensional, tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik pun dapat tumbuh dengan baik apabila kebutuhan air, sirkulasi udara dan hara tanaman terjamin. Dalam budidaya tanaman secara hidroponik media tanam yang digunakan bersifat inert, yaitu tidak menyediakan unsur hara bagi tanaman sehingga kebutuhan hara ini diberikan dalam bentuk pupuk dengan kandungan hara lengkap makro dan mikro yang dilarutkan dalam air.

Berdasarkan hasil penelitian Agustina (2009) mengenai efisiensi penggunaan air pada tiga teknik hidroponik untuk budidaya bayam hijau, yaitu Nutrient Film Technique (NFT), Deep Flow Technique (DFT), dan aeroponik. DFT menunjukkan


(19)

produksi bayam yang tertinggi dibandingkan dengan dua teknik lainnya dengan data tinggi tanaman sebesar 15,42 cm, luas daun 351,49 cm2, diameter batang 6,11 mm, panjang akar 25,09 cm, bobot segar 1105,72 g, bobot kering 67,49 g, dan total klorofil 3,83 mg/g. Selain itu efisiensi penggunaan air pada DFT lebih tinggi dibandingkan teknik aeroponik, yaitu sebesar 12,31%.

Volume air yang digunakan pada DFT hampir sama dengan metode terapung, pada kedua metode ini akar tanaman terendam dalam air serta larutan hara sepanjang waktu sehingga cukup untuk menjaga tanaman dari kelayuan. Namun kelebihan dari metode terapung adalah pengerjaannya lebih sederhana dan lebih mudah dibandingkan DFT. Metode terapung tidak memerlukan listrik secara terus menerus untuk mengalirkan larutan hara seperti DFT. Sehingga jika listrik mati pun, larutan hara tetap tersedia bagi tanaman.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan produksi beberapa varietas pak choi (Brassica rapa L. ssp. chinensis (L.)) pada larutan hara yang berbeda dengan metode hidroponik terapung.

Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaan beberapa varietas pak choi pada konsentrasi larutan hara yang berbeda dengan teknologi hidroponik terapung.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh beberapa varietas dan perbedaan konsentrasi larutan hara, serta ada interaksi keduanya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pak choi.


(20)

Kegunaan Penelitian

Penelitian berguna untuk memperoleh data sebagai bahan penyusun skripsi untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Pak Choi

Menurut USDA (2013), klasifikasi tanaman pak choi, sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Subdivisi: Spermatophyta; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Dicotyledonae; Subkelas: Dilleniidae; Ordo: Capparales; Famili: Brassicaceae; Genus: Brassica; Spesies: Brassica rapa L. ssp. chinensis (L.)

Daun tanaman pak choi bertangkai, berbentuk agak oval, berwarna hijau tua dan mengkilap, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral yang rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daunnya, berwarna putih atau hijau tua, gemuk dan berdaging, tanaman ini tingginya 15-30 cm. Bunganya berwarna kuning pucat. Tanaman ini ditanam dengan benih langsung atau dipindah-tanam dengan kerapatan tinggi, umumnya sekitar 20-25 tanaman/m2, dan kultivar kerdil ditanam dua kali lebih rapat (Rubatzky and Yamaguchi, 1998).

Menurut Thompson and Kelly (1957), ciri-ciri tanaman pak choi adalah daunnya lebih pendek daripada daun petsai dengan permukaan daun halus dan tangkai berdaging tebal pada pangkalnya. Helai daun membulat seperti sendok sehingga sering disebut sawi sendok, bentuk daun oval, berwarna hijau cerah atau hijau keputihan pada pak choi putih.


(22)

Tabel 1. Kandungan gizi per 100 gram pak choi segar

Zat gizi %AKG

Energi 13 kal -

Lemak 2 kal -

Total Lemak 0 g 0 %

Lemak Jenuh 0 g 0 %

Lemak Trans -

Kolesterol 0 g 0 %

Sodium 65 g 3 %

Total Karbohidrat 2 g 1 %

Serat Pangan 1 g 4 %

Gula 1 g -

Vitamin A 89 %

Vitamin C 75 %

Kalsium 11 %

Zat Besi 4 %

Sumber: Nutrition Data (2013)

Dari mulai pembibitan, pak choi membutuhkan waktu 40-80 hari hingga matang panen. Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik menggunakan tangan atau memotong bagian tajuk tepat di atas permukaan tanah. Daun-daun dan akar yang rusak dibuang, dan hasil panen dikemas (Dimson, 2001).

Syarat Tumbuh

Kebanyakan dari varietas pak choi menghendaki suhu yang dingin untuk pertumbuhannya, dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 15-20oC. Tetapi ada beberapa varietas yang dapat beradaptasi pada suhu yang lebih tinggi (Elzebroek and Wind, 2008). Tanaman pak choi umumnya dibudidayakan di dataran tinggi dengan ketinggian 1000 m dpl, beriklim sejuk dan lembab. Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 6 - 7 (Rukmana 1994).

Varietas

Menurut Rubatzky and Yamaguchi (1998) keragaman morfologis dan periode kematangan cukup besar pada berbagai varietas pak choi, hal itu terlihat dari bentuk


(23)

warna daun mulai dari hijau pudar hingga hijau tua. Perbedaan ini juga terlihat pada umur panen dan daya adaptasi dari tiap varietas.

Hasil penelitian Dimson (2001) menyebutkan di Arizona varietas pak choi yang banyak ditanam adalah ‘Joi Choy’. Varietas ini dipilih karena memiliki karakteristik warna daun hijau tua dan batang putih bersih yang digemari oleh masyarakat dan memiliki daya adaptasi yang luas.

Di Indonesia, pak choi yang tersedia di pasaran umumnya memiliki daya adaptasi yang luas (dapat ditanam di dataran rendah sampai tinggi) dan memiliki umur panen yang cukup singkat, yaitu ± 30 hari setelah tanam.

Hidroponik

Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus

yang berarti daya. Dengan demikian, hidroponik memiliki arti memberdayakan air. Hidroponik juga didefinisikan sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa media tanah. Metode bercocok tanam secara hidroponik ini berbeda dengan metode bercocok tanam didalam rumah kaca (greenhouse), meskipun banyak budidaya hidroponik dilakukan didalam rumah kaca. Penggunaan rumah kaca dalam sistem hidroponik lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor tertentu seperti ekosistem yang lebih mudah dikendalikan dan keterbatasan lahan. Adapun teknik hidroponik terdiri dari: NFT (Nutrient Film Technic), Ebb and Flow, Floating hydroponic,

Aeroponic, DFT (Deep Flow Technic), dan DFT plus Aerator (Buyung and Silalahi, 2012).

Hidroponik awalnya ditujukan untuk pertumbuhan tanaman dalam sistem air, tetapi sekarang mencakup semua sistem yang menggunakan larutan hara dengan atau tanpa penambahan media inert (pasir, kerikil, rockwool, vermikulit) untuk dukungan


(24)

mekanis. Terdapat empat sistem yang berbeda dalam hidroponik, yaitu kultur pasir, sistem terbuka agregat, teknik selaput hara dan sistem hidroponik mengapung. Pada sistem terbuka agregat, bibit dipindah tanamkan ke bak-bak atau kantung-kantung plastik yang diisi dengan substrat yang relatif inert dan diairi secara individu dengan larutan hara, menggunakan sistem tetes. Media dapat disterilkan kembali dengan uap (Harjadi, 1989).

Menurut Nelson (1978), pemilihan media tanam yang baik didasarkan pada empat kriteria sebagai berikut : (1) dapat menjadi tempat penyimpanan hara untuk tanaman, (2) mempunyai kemampuan menyimpan air untuk tanaman, (3) tidak menghalangi terjadinya pertukaran udara antara akar dengan atmosfer di atas media dan (4) mempunyai kemampuan daya dukung mekanis untuk tanaman.

Sayuran daun hidroponik biasanya dipanen bersama dengan akarnya. Untuk pengemasan akar yang terlalu panjang dirapikan atau dililit pada akar yang lebih pendek. Pemanenan tanaman dengan akar yang masih melekat dapat menjaga daya simpan lebih lama, tanaman tetap segar hingga 2 sampai 4 minggu jika disimpan pada suhu yang sangat rendah dan kelembaban yang tinggi. Dengan teknologi budidaya tanpa tanah ini, tanaman lebih bersih dan tidak perlu dicuci lagi (KCES, 2012).

Metode Terapung

Sistem hidroponik terapung merupakan yang paling populer, sistem hidroponik lainnya bahkan belum dilaporkan hingga tahun 1991. Sistem terapung ini menggunakan styrofoam yang mengapung di atas larutan hara dengan terdapat lubang pada styrofoam sebagai tempat peletakan tanaman. Sistem hidroponik ini dapat bekerja dengan baik untuk tanaman berhari pendek dan berakar dangkal seperti


(25)

selada dan sawi, dimana tanaman-tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik pada

kondisi kelembaban yang tinggi pada zona perakarannya (Tyson, et al. 2010).

Pada hidroponik terapung akar tanaman direndam dalam air yang telah mengandung larutan hara yang dibutuhkan tanaman. Pergantian larutah hara untuk sayuran daun dilakukan hanya pada tiap pergantian tanaman, umumnya 30-35 hari (Resh, 2004).

Kendala utama dalam metode hidroponik terapung ini adalah terendamnya akar tanaman dalam larutan hara sehingga ketersediaan oksigen di sekitar rhizosfer berkurang. Untuk mengatasi ketersediaan oksigen ini dapat dilakukan dengan cara penggunaan aerator.

Menurut Hanum (2008) keuntungan dari metode hidroponik terapung ini adalah:

1. Jika aliran listrik mati selama seharipun, pertumbuhan tanaman tidak

terpengaruh

2. Pemakaian listrik sangat sedikit hanya untuk menjalankan pompa pada saat mengisi air ke kolam dan menjalankan aerator

3. Perawatan instalasinya relatif mudah dan murah karena tidak memerlukan pompa air khusus, timer, selang polyethylene, dan lain-lain.

Sedangkan kekurangannya adalah membutuhkan biaya awal yang cukup tinggi untuk membuat kolam penanaman, dan kemungkinan kebocoran yang juga besar.

Larutan Hara

Tanaman membutuhkan elemen-elemen penting untuk menyokong pertumbuhan dan perkembangannya. Elemen-elemen tersebut antara lain: hara makro


(26)

nitrogen (N), fosfor (P), potasium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), sulfur (S), dan hara mikro besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo), dan klorin (Cl). Sebagai tambahan, hidrogen (H), oksigen (O2), dan karbon (C) yang merupakan hara esensial yang terdapat di udara dan air. Hara makro dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan hara mikro (Resh, 2004). Dalam sistem hidroponik, unsur-unsur hara tersebut ditambahkan dalam bentuk pupuk bersamaan dengan air.

Menurut Sutiyoso (2003), bahan kimia untuk pupuk tanaman hidroponik harus memenuhi kualitas tertentu, antara lain:

1. Kemurnian dan daya larut tinggi dan tidak ada endapan yang akan menyumbat sistem irigasi

2. Memiliki proporsi tertentu sesuai kebutuhan jenis tanaman, fase pertumbuhan dan sasaran produksi.

Larutan hara memiliki tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu komposisi, pH dan EC. Kualitas larutan hara sangat ditentukan oleh suhu larutan, pH larutan dan konduktivitas listrik (EC). Pada saat suhu larutan tinggi, jumlah oksigen yang terkandung dalam larutan akan menurun cepat (Morgan, 2000). Soepardi (1983) menambahkan pH merupakan hal yang harus diperhatikan karena berhubungan dengan mudah tidaknya Ca dan Mg dipertukarkan, kelarutan alumunium dan unsur-unsur mikro, ketersediaan fosfor dan kegiatan jasad mikro.

Selain pH, faktor lain yang mempengaruhi kualitas larutan hara, yaitu kepekatan larutan yang dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan untuk menghantarkan listrik yang terkandung di dalam larutan ke akar tanaman. Konduktivitas listrik (electrical conductivity) merupakan alat pengukur kadar garam


(27)

dalam larutan hara. Konduktivitas listrik memberi indikasi mengenai larutan hara yang terkandung pada larutan dan yang diserap oleh suatu tanaman. EC meter hanya dapat mengukur jumlah total garam terlarut, tetapi tidak dapat membedakan antara garam-garam yang berada di dalam larutan. Perubahan nilai konduktivitas listrik dipengaruhi oleh evaporasi dari larutan hara, transpirasi tanaman dan laju absorbsi ion hara mineral oleh akar (Kristianti, 1997).


(28)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, dimulai pada bulan Juni 2013 sampai dengan September 2013.

Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pak choi varietas White Tropical, varietas Green, dan varietas Green Tropica Corrina, air, larutan hara Resh dan larutan hara Peckenpaugh, styrofoam putih (tebal 1 cm), dan rockwool.

Tabel 2. Konsentrasi Hara Hidroponik Pak Choi

Ion

Konsentrasi (ppm) Peckenpaugh

(EC = 1,5 mS.cm-1)

Resh (EC = 2,0 mS.cm-1)

Kalium (K) 98 200

Kalsium (Ca) 216 175

Nitrogen (N) 190 160

Magnesium (Mg) 25 50

Fosfor (P) 25 45

Besi (Fe) 4,9 5

Mangan (Mn) 1,97 0,8

Boron (B) 0,7 0,3

Seng (Zn) 0,25 0,1

Kopper (Cu) 0,07 0,07

Molibdenum (Mo) 0,05 0,03

Sulfur (S) 37,09 69,27

Natrium (Na) 0,024 0,014

Sumber: Peckenpaugh dimodifikasi (2004); Resh dimodifikasi (2004)

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah kolam penanaman hidroponik, pH meter, EC (electrical conductivity) meter, thermohygrometer, timbangan analitik, magnetic stirer, tabung erlenmeyer, gelas ukur, aerator, jangka sorong, penggaris, timbangan, kamera, dan alat tulis.


(29)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) yang terdiri dari 2 faktor, yaitu :

Faktor I : Jenis larutan hara yang terdiri dari 2 taraf, yaitu : N1 : Larutan hara Peckenpaugh

N2 : Larutan hara Resh

Faktor II : Varietas pak choi yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : V1 : Varietas White Tropical

V2 : Varietas Green

V3 : Varietas Green Tropica Corrina

Sehingga diperoleh 6 kombinasi perlakuan, yaitu :

N1V1 N2V1

N1V2 N2V2

N1V3 N2V3

Jumlah ulangan : 4

Jumlah plot : 24

Jumlah tanaman/plot : 6

Jumlah sample/plot : 6

Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 144

Jumlah tanaman seluruhnya : 144

Jarak tanam : 15 cm x 15 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam model linier sebagai berikut :


(30)

Yij= µ + βk+αi + €ik+ ρj+ (αρ)ij+ εijk k = 1,2,3,4 i = 1,2 j = 1,2,3

dimana:

Yijk = Nilai pengamatan karena pengaruh larutan hara taraf ke-i dan varietas taraf

ke-j pada blok ke-k

µ = Rataan umum

βk = Pengaruh blok ke-k

αi = Pengaruh larutan hara pada taraf ke-i

€ik = Pengaruh galat untuk petak utama karena larutan hara taraf ke-i pada blok

ke-k

ρj = Pengaruh varietas pada taraf ke-j

(αρ)ij = Pengaruh interaksi antara jenis larutan hara pada taraf ke-i dan varietas

pada taraf ke-j

εijk = Pengaruh galat untuk anak petak karena lerutan hara taraf ke-i dan varietas

taraf ke-j pada blok ke-k

Jika perlakuan menunjukkan pengaruh dan berbeda nyata melalui analisis sidik ragam, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf 5%.

Heritabilitas

Menurut Stansfield (1991) untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan yang merupakan fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas, berdasarkan rumus:

σ2g σ2g h2 = =


(31)

dimana :

h2 = heritabilitas σ2g = varians genotip

σ2

p = varians fenotip σ2e = varians lingkungan Dengan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut: h2 < 0,2 : rendah

h2 0,2- 0,5 : sedang h2 > 0,5 : tinggi

Pelaksanaan Penelitian Persiapan alat dan bahan

Alat dan bahan yang dipersiapkan meliputi kayu/papan sebagai kerangka kolam penanaman, dengan atap plastik UV dan paranet (pengurangan cahaya 55%) berukuran p = 4,2 m, l = 1 m, t = 12 cm , dan ketinggian kolam 1 m dari permukaan tanah untuk menghindari penyebaran patogen dari tanah, perakitan desain percobaan, pemasangan saklar sebagai penyambung listrik untuk aerator.

Penyemaian benih

Benih pak choi disemai satu per satu pada rockwool yang telah dipotong-potong dengan ukuran 3 cm x 3 cm untuk memudahkan pemindahan bibit ke kolam penanaman masing-masing tiap varietas, lalu diletakkan pada wadah plastik. Penyemaian ditempatkan pada tempat ternaungi. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali. Bibit pak choi yang telah memiliki 3-5 helai daun dipindahkan ke kolam penanaman beserta dengan media semai rockwool yang juga berfungsi sebagai penjepit tanaman pada lubang panel styrofoam.


(32)

Persiapan kolam penanaman

Selama penyemaian dilakukan persiapan penanaman yang meliputi, persiapan penyangga tanaman dengan melubang-lubangi panel styrofoam berukuran 100 cm (panjang) x 35 cm (lebar) x 1 cm (tebal), dengan diameter lubang tanam 2,5 cm dan jarak 15 cm x 15 cm.

Pemasangan plastik pelapis atau terpal pada kolam penanaman agar larutan hara dan air tidak bocor, pembersihan kolam penanaman dengan cara disiram dengan air bersih, dan pemasangan aerator pada dasar kolam.

Pembuatan dan pemberian larutan hara

Pembuatan larutan Peckenpaugh dengan mencampurkan 110 g (KH2PO4), 172 g (KNO3), 1.400 g (Ca(NO3)2.4H2O), 256 g (MgSO4.7H2O), 24,3 g (FeSO4.7H2O), 6 g (MnSO4.H2O), 4 g (H3BO3), 0,3 g (CuSO4.5H2O), 0,13 g (Na2MoO4.7H2O), dan 1,1 gr (ZnSO4.7H2O) kemudian diencerkan dalam 1000 L air.

Pembuatan larutan Resh dilakukan dengan mencampurkan 197 g (KH2PO4), 372 g (KNO3), 910 g (Ca(NO3)2.4H2O), 513 g (MgSO4.7H2O), 25 g (FeSO4.7H2O), 2,5 g (MnSO4.H2O), 1,7 g (H3BO3), 0,3 g (CuSO4.5H2O), 0,08 g (Na2MoO4.7H2O), dan 0,44 gr (ZnSO4.7H2O) kemudian diencerkan dalam 1000 L air.

Larutan hara diberikan sesuai dengan masing-masing perlakuan hingga ketinggian air mencapai 10 cm dari dasar kolam.

Penanaman

Bibit pak choi yang telah memiliki daun 3-5 helai beserta media semai

rockwool-nya kemudian dipindahkan ke kolam penanaman dengan cara disematkan pada lubang panel styrofoam dengan jarak 15 cm x 15 cm, setiap lubang ditanami


(33)

satu bibit. Kemudian bibit-bibit tanaman tersebut ditempatkan pada kolam penanaman sesuai dengan perlakuan hara dan varietas yang ditentukan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama dan penyakit secara

manual dan pembersihan lumut yang terdapat pada permukaan styrofoam

menggunakan sikat. Memasang plastik UV hingga menutupi seluruh atap kolam penanaman mulai pukul 17.00-09.00 WIB atau jika terjadi hujan, membuka plastik UV pada bagian samping kanan dan kiri atap kolam penanaman mulai pukul 09.00 – 17.00 WIB siang hari.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panen, yaitu batang masih renyah dan jumlah daun 7-8 helai per tanaman. Cara panen dilakukan dengan mencabut seluruh bagian tanaman beserta akarnya. Perhitungan meliputi jumlah tanaman yang berproduksi, bobot segar tanaman per plot, bobot tajuk tanaman per sampel, bobot akar tanaman per sampel, panjang akar tanaman per sampel, dan kandungan klorofil daun per sampel.

Pengamatan Parameter Suhu (oC) dan RH (%)

Pengukuran suhu dan kelembaban udara relatif (RH) dalam rumah plastik dilakukan setiap hari pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari (12.00-13.00

WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB) menggunakan thermohygrometer.


(34)

pH dan EC larutan hara (mS.cm-1)

Pengukuran nilai pH dan EC larutan dilakukan di Laboratorium Central Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan seminggu dua kali, yaitu pada hari Rabu dan Sabtu.

Panjang tanaman (cm)

Pengukuran dimulai dari leher akar sampai daun terpanjang. Pengamatan dilakukan dengan interval seminggu sekali dengan menggunakan penggaris.

Jumlah daun (helai)

Dihitung pada daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan dengan interval seminggu sekali .

Diameter batang (cm)

Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan pada bagian batang dekat permukaan media. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum panen dengan menggunakan jangka sorong.

Panjang akar (cm)

Pengukuran panjang akar tanaman sampel dilakukan mulai dari leher akar sampai ujung akar terpanjang menggunakan penggaris.

Bobot segar per sampel (g)

Ditimbang tajuk beserta akar tanaman sampel yang telah dipanen menggunakan timbangan skala 500 gram.

Bobot tajuk per sampel (g)

Tajuk tanaman sampel ditimbang tanpa mengikutsertakan bagian akar tanaman menggunakan timbangan analitik.


(35)

Bobot akar per sampel (g)

Akar tanaman sampel ditimbang setelah dipisahkan dari tajuk tanaman menggunakan timbangan analitik.

Bobot segar per plot (g)

Ditimbang seluruh tanaman dalam setiap plot dengan mengikutsertakan bagian tajuk dan akar.

Kandungan klorofil daun

Diukur dengan menggunakan klorofil meter. Pengukuran dilakukan dengan cara menyisipkan sehelai daun dari tiap sampel dan dijepit pada bagian sensor dari alat tersebut. Daun yang diukur adalah daun dewasa keempat atau kelima dari pucuk, pengukuran dilakukan pada bagian tengah dan ujung daun secara acak dengan menghindari bagian tulang daun. Pengukuran indeks klorofil daun ini dilakukan satu hari sebelum panen.

Heritabilitas

Heritabilitas dihitung untuk tiap parameter. Dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus yang terdapat pada metode penelitian.


(36)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Pak Choi

Menurut USDA (2013), klasifikasi tanaman pak choi, sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Subdivisi: Spermatophyta; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Dicotyledonae; Subkelas: Dilleniidae; Ordo: Capparales; Famili: Brassicaceae; Genus: Brassica; Spesies: Brassica rapa L. ssp. chinensis (L.)

Daun tanaman pak choi bertangkai, berbentuk agak oval, berwarna hijau tua dan mengkilap, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral yang rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daunnya, berwarna putih atau hijau tua, gemuk dan berdaging, tanaman ini tingginya 15-30 cm. Bunganya berwarna kuning pucat. Tanaman ini ditanam dengan benih langsung atau dipindah-tanam dengan kerapatan tinggi, umumnya sekitar 20-25 tanaman/m2, dan kultivar kerdil ditanam dua kali lebih rapat (Rubatzky and Yamaguchi, 1998).

Menurut Thompson and Kelly (1957), ciri-ciri tanaman pak choi adalah daunnya lebih pendek daripada daun petsai dengan permukaan daun halus dan tangkai berdaging tebal pada pangkalnya. Helai daun membulat seperti sendok sehingga sering disebut sawi sendok, bentuk daun oval, berwarna hijau cerah atau hijau keputihan pada pak choi putih.


(37)

Tabel 1. Kandungan gizi per 100 gram pak choi segar

Zat gizi %AKG

Energi 13 kal -

Lemak 2 kal -

Total Lemak 0 g 0 %

Lemak Jenuh 0 g 0 %

Lemak Trans -

Kolesterol 0 g 0 %

Sodium 65 g 3 %

Total Karbohidrat 2 g 1 %

Serat Pangan 1 g 4 %

Gula 1 g -

Vitamin A 89 %

Vitamin C 75 %

Kalsium 11 %

Zat Besi 4 %

Sumber: Nutrition Data (2013)

Dari mulai pembibitan, pak choi membutuhkan waktu 40-80 hari hingga matang panen. Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik menggunakan tangan atau memotong bagian tajuk tepat di atas permukaan tanah. Daun-daun dan akar yang rusak dibuang, dan hasil panen dikemas (Dimson, 2001).

Syarat Tumbuh

Kebanyakan dari varietas pak choi menghendaki suhu yang dingin untuk pertumbuhannya, dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 15-20oC. Tetapi ada beberapa varietas yang dapat beradaptasi pada suhu yang lebih tinggi (Elzebroek and Wind, 2008). Tanaman pak choi umumnya dibudidayakan di dataran tinggi dengan ketinggian 1000 m dpl, beriklim sejuk dan lembab. Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 6 - 7 (Rukmana 1994).

Varietas

Menurut Rubatzky and Yamaguchi (1998) keragaman morfologis dan periode kematangan cukup besar pada berbagai varietas pak choi, hal itu terlihat dari bentuk


(38)

warna daun mulai dari hijau pudar hingga hijau tua. Perbedaan ini juga terlihat pada umur panen dan daya adaptasi dari tiap varietas.

Hasil penelitian Dimson (2001) menyebutkan di Arizona varietas pak choi yang banyak ditanam adalah ‘Joi Choy’. Varietas ini dipilih karena memiliki karakteristik warna daun hijau tua dan batang putih bersih yang digemari oleh masyarakat dan memiliki daya adaptasi yang luas.

Di Indonesia, pak choi yang tersedia di pasaran umumnya memiliki daya adaptasi yang luas (dapat ditanam di dataran rendah sampai tinggi) dan memiliki umur panen yang cukup singkat, yaitu ± 30 hari setelah tanam.

Hidroponik

Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus

yang berarti daya. Dengan demikian, hidroponik memiliki arti memberdayakan air. Hidroponik juga didefinisikan sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa media tanah. Metode bercocok tanam secara hidroponik ini berbeda dengan metode bercocok tanam didalam rumah kaca (greenhouse), meskipun banyak budidaya hidroponik dilakukan didalam rumah kaca. Penggunaan rumah kaca dalam sistem hidroponik lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor tertentu seperti ekosistem yang lebih mudah dikendalikan dan keterbatasan lahan. Adapun teknik hidroponik terdiri dari: NFT (Nutrient Film Technic), Ebb and Flow, Floating hydroponic,

Aeroponic, DFT (Deep Flow Technic), dan DFT plus Aerator (Buyung and Silalahi, 2012).

Hidroponik awalnya ditujukan untuk pertumbuhan tanaman dalam sistem air, tetapi sekarang mencakup semua sistem yang menggunakan larutan hara dengan atau tanpa penambahan media inert (pasir, kerikil, rockwool, vermikulit) untuk dukungan


(39)

mekanis. Terdapat empat sistem yang berbeda dalam hidroponik, yaitu kultur pasir, sistem terbuka agregat, teknik selaput hara dan sistem hidroponik mengapung. Pada sistem terbuka agregat, bibit dipindah tanamkan ke bak-bak atau kantung-kantung plastik yang diisi dengan substrat yang relatif inert dan diairi secara individu dengan larutan hara, menggunakan sistem tetes. Media dapat disterilkan kembali dengan uap (Harjadi, 1989).

Menurut Nelson (1978), pemilihan media tanam yang baik didasarkan pada empat kriteria sebagai berikut : (1) dapat menjadi tempat penyimpanan hara untuk tanaman, (2) mempunyai kemampuan menyimpan air untuk tanaman, (3) tidak menghalangi terjadinya pertukaran udara antara akar dengan atmosfer di atas media dan (4) mempunyai kemampuan daya dukung mekanis untuk tanaman.

Sayuran daun hidroponik biasanya dipanen bersama dengan akarnya. Untuk pengemasan akar yang terlalu panjang dirapikan atau dililit pada akar yang lebih pendek. Pemanenan tanaman dengan akar yang masih melekat dapat menjaga daya simpan lebih lama, tanaman tetap segar hingga 2 sampai 4 minggu jika disimpan pada suhu yang sangat rendah dan kelembaban yang tinggi. Dengan teknologi budidaya tanpa tanah ini, tanaman lebih bersih dan tidak perlu dicuci lagi (KCES, 2012).

Metode Terapung

Sistem hidroponik terapung merupakan yang paling populer, sistem hidroponik lainnya bahkan belum dilaporkan hingga tahun 1991. Sistem terapung ini menggunakan styrofoam yang mengapung di atas larutan hara dengan terdapat lubang pada styrofoam sebagai tempat peletakan tanaman. Sistem hidroponik ini dapat bekerja dengan baik untuk tanaman berhari pendek dan berakar dangkal seperti


(40)

selada dan sawi, dimana tanaman-tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik pada

kondisi kelembaban yang tinggi pada zona perakarannya (Tyson, et al. 2010).

Pada hidroponik terapung akar tanaman direndam dalam air yang telah mengandung larutan hara yang dibutuhkan tanaman. Pergantian larutah hara untuk sayuran daun dilakukan hanya pada tiap pergantian tanaman, umumnya 30-35 hari (Resh, 2004).

Kendala utama dalam metode hidroponik terapung ini adalah terendamnya akar tanaman dalam larutan hara sehingga ketersediaan oksigen di sekitar rhizosfer berkurang. Untuk mengatasi ketersediaan oksigen ini dapat dilakukan dengan cara penggunaan aerator.

Menurut Hanum (2008) keuntungan dari metode hidroponik terapung ini adalah:

1. Jika aliran listrik mati selama seharipun, pertumbuhan tanaman tidak

terpengaruh

2. Pemakaian listrik sangat sedikit hanya untuk menjalankan pompa pada saat mengisi air ke kolam dan menjalankan aerator

3. Perawatan instalasinya relatif mudah dan murah karena tidak memerlukan pompa air khusus, timer, selang polyethylene, dan lain-lain.

Sedangkan kekurangannya adalah membutuhkan biaya awal yang cukup tinggi untuk membuat kolam penanaman, dan kemungkinan kebocoran yang juga besar.

Larutan Hara

Tanaman membutuhkan elemen-elemen penting untuk menyokong pertumbuhan dan perkembangannya. Elemen-elemen tersebut antara lain: hara makro


(41)

nitrogen (N), fosfor (P), potasium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), sulfur (S), dan hara mikro besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo), dan klorin (Cl). Sebagai tambahan, hidrogen (H), oksigen (O2), dan karbon (C) yang merupakan hara esensial yang terdapat di udara dan air. Hara makro dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan hara mikro (Resh, 2004). Dalam sistem hidroponik, unsur-unsur hara tersebut ditambahkan dalam bentuk pupuk bersamaan dengan air.

Menurut Sutiyoso (2003), bahan kimia untuk pupuk tanaman hidroponik harus memenuhi kualitas tertentu, antara lain:

1. Kemurnian dan daya larut tinggi dan tidak ada endapan yang akan menyumbat sistem irigasi

2. Memiliki proporsi tertentu sesuai kebutuhan jenis tanaman, fase pertumbuhan dan sasaran produksi.

Larutan hara memiliki tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu komposisi, pH dan EC. Kualitas larutan hara sangat ditentukan oleh suhu larutan, pH larutan dan konduktivitas listrik (EC). Pada saat suhu larutan tinggi, jumlah oksigen yang terkandung dalam larutan akan menurun cepat (Morgan, 2000). Soepardi (1983) menambahkan pH merupakan hal yang harus diperhatikan karena berhubungan dengan mudah tidaknya Ca dan Mg dipertukarkan, kelarutan alumunium dan unsur-unsur mikro, ketersediaan fosfor dan kegiatan jasad mikro.

Selain pH, faktor lain yang mempengaruhi kualitas larutan hara, yaitu kepekatan larutan yang dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan untuk menghantarkan listrik yang terkandung di dalam larutan ke akar tanaman. Konduktivitas listrik (electrical conductivity) merupakan alat pengukur kadar garam


(42)

dalam larutan hara. Konduktivitas listrik memberi indikasi mengenai larutan hara yang terkandung pada larutan dan yang diserap oleh suatu tanaman. EC meter hanya dapat mengukur jumlah total garam terlarut, tetapi tidak dapat membedakan antara garam-garam yang berada di dalam larutan. Perubahan nilai konduktivitas listrik dipengaruhi oleh evaporasi dari larutan hara, transpirasi tanaman dan laju absorbsi ion hara mineral oleh akar (Kristianti, 1997).


(43)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, dimulai pada bulan Juni 2013 sampai dengan September 2013.

Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pak choi varietas White Tropical, varietas Green, dan varietas Green Tropica Corrina, air, larutan hara Resh dan larutan hara Peckenpaugh, styrofoam putih (tebal 1 cm), dan rockwool.

Tabel 2. Konsentrasi Hara Hidroponik Pak Choi

Ion

Konsentrasi (ppm) Peckenpaugh

(EC = 1,5 mS.cm-1)

Resh (EC = 2,0 mS.cm-1)

Kalium (K) 98 200

Kalsium (Ca) 216 175

Nitrogen (N) 190 160

Magnesium (Mg) 25 50

Fosfor (P) 25 45

Besi (Fe) 4,9 5

Mangan (Mn) 1,97 0,8

Boron (B) 0,7 0,3

Seng (Zn) 0,25 0,1

Kopper (Cu) 0,07 0,07

Molibdenum (Mo) 0,05 0,03

Sulfur (S) 37,09 69,27

Natrium (Na) 0,024 0,014

Sumber: Peckenpaugh dimodifikasi (2004); Resh dimodifikasi (2004)

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah kolam penanaman hidroponik, pH meter, EC (electrical conductivity) meter, thermohygrometer, timbangan analitik, magnetic stirer, tabung erlenmeyer, gelas ukur, aerator, jangka sorong, penggaris, timbangan, kamera, dan alat tulis.


(44)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) yang terdiri dari 2 faktor, yaitu :

Faktor I : Jenis larutan hara yang terdiri dari 2 taraf, yaitu : N1 : Larutan hara Peckenpaugh

N2 : Larutan hara Resh

Faktor II : Varietas pak choi yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : V1 : Varietas White Tropical

V2 : Varietas Green

V3 : Varietas Green Tropica Corrina

Sehingga diperoleh 6 kombinasi perlakuan, yaitu :

N1V1 N2V1

N1V2 N2V2

N1V3 N2V3

Jumlah ulangan : 4

Jumlah plot : 24

Jumlah tanaman/plot : 6

Jumlah sample/plot : 6

Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 144

Jumlah tanaman seluruhnya : 144

Jarak tanam : 15 cm x 15 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam model linier sebagai berikut :


(45)

Yij= µ + βk+αi + €ik+ ρj+ (αρ)ij+ εijk k = 1,2,3,4 i = 1,2 j = 1,2,3

dimana:

Yijk = Nilai pengamatan karena pengaruh larutan hara taraf ke-i dan varietas taraf

ke-j pada blok ke-k

µ = Rataan umum

βk = Pengaruh blok ke-k

αi = Pengaruh larutan hara pada taraf ke-i

€ik = Pengaruh galat untuk petak utama karena larutan hara taraf ke-i pada blok

ke-k

ρj = Pengaruh varietas pada taraf ke-j

(αρ)ij = Pengaruh interaksi antara jenis larutan hara pada taraf ke-i dan varietas

pada taraf ke-j

εijk = Pengaruh galat untuk anak petak karena lerutan hara taraf ke-i dan varietas

taraf ke-j pada blok ke-k

Jika perlakuan menunjukkan pengaruh dan berbeda nyata melalui analisis sidik ragam, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf 5%.

Heritabilitas

Menurut Stansfield (1991) untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan yang merupakan fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas, berdasarkan rumus:

σ2g σ2g h2 = =


(46)

dimana :

h2 = heritabilitas σ2g = varians genotip

σ2

p = varians fenotip σ2e = varians lingkungan Dengan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut: h2 < 0,2 : rendah

h2 0,2- 0,5 : sedang h2 > 0,5 : tinggi

Pelaksanaan Penelitian Persiapan alat dan bahan

Alat dan bahan yang dipersiapkan meliputi kayu/papan sebagai kerangka kolam penanaman, dengan atap plastik UV dan paranet (pengurangan cahaya 55%) berukuran p = 4,2 m, l = 1 m, t = 12 cm , dan ketinggian kolam 1 m dari permukaan tanah untuk menghindari penyebaran patogen dari tanah, perakitan desain percobaan, pemasangan saklar sebagai penyambung listrik untuk aerator.

Penyemaian benih

Benih pak choi disemai satu per satu pada rockwool yang telah dipotong-potong dengan ukuran 3 cm x 3 cm untuk memudahkan pemindahan bibit ke kolam penanaman masing-masing tiap varietas, lalu diletakkan pada wadah plastik. Penyemaian ditempatkan pada tempat ternaungi. Penyiraman dilakukan 2 hari sekali. Bibit pak choi yang telah memiliki 3-5 helai daun dipindahkan ke kolam penanaman beserta dengan media semai rockwool yang juga berfungsi sebagai penjepit tanaman pada lubang panel styrofoam.


(47)

Persiapan kolam penanaman

Selama penyemaian dilakukan persiapan penanaman yang meliputi, persiapan penyangga tanaman dengan melubang-lubangi panel styrofoam berukuran 100 cm (panjang) x 35 cm (lebar) x 1 cm (tebal), dengan diameter lubang tanam 2,5 cm dan jarak 15 cm x 15 cm.

Pemasangan plastik pelapis atau terpal pada kolam penanaman agar larutan hara dan air tidak bocor, pembersihan kolam penanaman dengan cara disiram dengan air bersih, dan pemasangan aerator pada dasar kolam.

Pembuatan dan pemberian larutan hara

Pembuatan larutan Peckenpaugh dengan mencampurkan 110 g (KH2PO4), 172 g (KNO3), 1.400 g (Ca(NO3)2.4H2O), 256 g (MgSO4.7H2O), 24,3 g (FeSO4.7H2O), 6 g (MnSO4.H2O), 4 g (H3BO3), 0,3 g (CuSO4.5H2O), 0,13 g (Na2MoO4.7H2O), dan 1,1 gr (ZnSO4.7H2O) kemudian diencerkan dalam 1000 L air.

Pembuatan larutan Resh dilakukan dengan mencampurkan 197 g (KH2PO4), 372 g (KNO3), 910 g (Ca(NO3)2.4H2O), 513 g (MgSO4.7H2O), 25 g (FeSO4.7H2O), 2,5 g (MnSO4.H2O), 1,7 g (H3BO3), 0,3 g (CuSO4.5H2O), 0,08 g (Na2MoO4.7H2O), dan 0,44 gr (ZnSO4.7H2O) kemudian diencerkan dalam 1000 L air.

Larutan hara diberikan sesuai dengan masing-masing perlakuan hingga ketinggian air mencapai 10 cm dari dasar kolam.

Penanaman

Bibit pak choi yang telah memiliki daun 3-5 helai beserta media semai

rockwool-nya kemudian dipindahkan ke kolam penanaman dengan cara disematkan pada lubang panel styrofoam dengan jarak 15 cm x 15 cm, setiap lubang ditanami


(48)

satu bibit. Kemudian bibit-bibit tanaman tersebut ditempatkan pada kolam penanaman sesuai dengan perlakuan hara dan varietas yang ditentukan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama dan penyakit secara

manual dan pembersihan lumut yang terdapat pada permukaan styrofoam

menggunakan sikat. Memasang plastik UV hingga menutupi seluruh atap kolam penanaman mulai pukul 17.00-09.00 WIB atau jika terjadi hujan, membuka plastik UV pada bagian samping kanan dan kiri atap kolam penanaman mulai pukul 09.00 – 17.00 WIB siang hari.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panen, yaitu batang masih renyah dan jumlah daun 7-8 helai per tanaman. Cara panen dilakukan dengan mencabut seluruh bagian tanaman beserta akarnya. Perhitungan meliputi jumlah tanaman yang berproduksi, bobot segar tanaman per plot, bobot tajuk tanaman per sampel, bobot akar tanaman per sampel, panjang akar tanaman per sampel, dan kandungan klorofil daun per sampel.

Pengamatan Parameter Suhu (oC) dan RH (%)

Pengukuran suhu dan kelembaban udara relatif (RH) dalam rumah plastik dilakukan setiap hari pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari (12.00-13.00

WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB) menggunakan thermohygrometer.


(49)

pH dan EC larutan hara (mS.cm-1)

Pengukuran nilai pH dan EC larutan dilakukan di Laboratorium Central Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan seminggu dua kali, yaitu pada hari Rabu dan Sabtu.

Panjang tanaman (cm)

Pengukuran dimulai dari leher akar sampai daun terpanjang. Pengamatan dilakukan dengan interval seminggu sekali dengan menggunakan penggaris.

Jumlah daun (helai)

Dihitung pada daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan dengan interval seminggu sekali .

Diameter batang (cm)

Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan pada bagian batang dekat permukaan media. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum panen dengan menggunakan jangka sorong.

Panjang akar (cm)

Pengukuran panjang akar tanaman sampel dilakukan mulai dari leher akar sampai ujung akar terpanjang menggunakan penggaris.

Bobot segar per sampel (g)

Ditimbang tajuk beserta akar tanaman sampel yang telah dipanen menggunakan timbangan skala 500 gram.

Bobot tajuk per sampel (g)

Tajuk tanaman sampel ditimbang tanpa mengikutsertakan bagian akar tanaman menggunakan timbangan analitik.


(50)

Bobot akar per sampel (g)

Akar tanaman sampel ditimbang setelah dipisahkan dari tajuk tanaman menggunakan timbangan analitik.

Bobot segar per plot (g)

Ditimbang seluruh tanaman dalam setiap plot dengan mengikutsertakan bagian tajuk dan akar.

Kandungan klorofil daun

Diukur dengan menggunakan klorofil meter. Pengukuran dilakukan dengan cara menyisipkan sehelai daun dari tiap sampel dan dijepit pada bagian sensor dari alat tersebut. Daun yang diukur adalah daun dewasa keempat atau kelima dari pucuk, pengukuran dilakukan pada bagian tengah dan ujung daun secara acak dengan menghindari bagian tulang daun. Pengukuran indeks klorofil daun ini dilakukan satu hari sebelum panen.

Heritabilitas

Heritabilitas dihitung untuk tiap parameter. Dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus yang terdapat pada metode penelitian.


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pertumbuhan pak choi pada kolam penanaman kurang baik, tanaman terlihat mengalami etiolasi mulai 4 HSPT. Intensitas cahaya pada kolam penanaman berkisar 8000-20.000 lux. Pada 2 MST dan 4 MST terjadi serangan hama Spodoptera litura, namun tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman pak choi.

Kondisi helaian daun tanaman yang diberi larutan hara Peckenpaugh memiliki ketegaran yang lebih baik. Helaian daun lebih lebar dan ukuran tanaman lebih besar. Sedangkan ukuran tanaman pada larutan hara Resh lebih kecil dan tanaman mulai mati pada umur 4 MST.

Suhu (oC) dan RH (%)

Suhu dan RH pada kolam penanaman mengalami fluktuasi selama penelitian (Gambar 1 dan 2). Suhu terendah pada kolam penanaman N1 terjadi pada pagi hari yaitu mencapai 24,5oC dan tertinggi pada siang hari yaitu mencapai 41,9oC. RH terendah pada kolam penanaman N1 terjadi pada siang hari yaitu mencapai 43% dan tertinggi pada pagi hari yaitu mencapai 99% (Tabel 3).

Tabel 3. Kisaran suhu dan RH kolam penanaman N1 selama 6 MST

Waktu Pengamatan Suhu (oC) RH (%)

Min Max Min Max

Pagi (07.00–08.00 WIB) 24,5 27,3 71 99

Siang (12.00-13.00 WIB) 29,4 41,9 43 77


(52)

Gambar 1. Grafik kisaran suhu kolam penanaman N1 selama 6 MST

Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat bahwa suhu kolam penanaman N1 pada siang hari mengalami fluktuasi paling tinggi, sedangkan suhu kolam penanaman pada pagi hari cenderung lebih stabil.

Gambar 2. Grafik kisaran RH kolam penanaman N1 selama 6 MST

Suhu dan RH pada kolam penanaman mengalami fluktuasi selama penelitian (Gambar 3 dan 4). Suhu terendah pada kolam penanaman N2 terjadi pada pagi hari yaitu mencapai 25oC dan tertinggi terjadi pada siang hari yaitu mencapai 39,4oC. RH terendah pada kolam penanaman N2 terjadi pada pada siang hari yaitu mencapai 43% dan tertinggi pada pagi hari yaitu mencapai 99% (Tabel 4).

0 10 20 30 40 50

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43

Suhu N

1

(

oC)

HSPT (Hari Setelah Pindah Tanam)

PAGI SIANG SORE 0 20 40 60 80 100 120

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43

RH

N1

(

%

)

HSPT (Hari Setelah Pindah Tanam)

PAGI SIANG SORE


(53)

Tabel 4. Kisaran suhu dan RH kolam penanaman N2 selama 6 MST

Waktu Pengamatan Suhu (oC) RH (%)

Min Max Min Max

Pagi (07.00–08.00 WIB) 25,0 27,3 69 99

Siang (12.00-13.00 WIB) 29,8 39,4 43 79

Sore (16.00-17.00 WIB) 25,0 32,5 56 88

Gambar 3. Grafik kisaran suhu kolam penanaman N2 selama 6 MST

Berdasarkan Gambar 3 di atas terlihat bahwa suhu kolam penanaman N2 pada siang hari mengalami fluktuasi paling tinggi, sedangkan suhu kolam penanaman pada pagi hari cenderung lebih stabil.

Gambar 4. Grafik kisaran kelembaban kolam penanaman N2 selama 6 MST 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43

Suhu N

2

(

o C)

HSPT (Hari Setelah Pindah Tanam)

PAGI SIANG SORE 0 20 40 60 80 100 120

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43

RH

N2

(

%

)

HSPT (Hari Setelah Pindah Tanam)

PAGI SIANG SORE


(54)

pH dan EC Larutan Hara (mS.cm-1)

Pada kolam penanaman N1 terjadi penurunan EC dari 1,5 mS.cm-1 menjadi 0,1 mS.cm-1 dan pada N2 dari 2,0 mS.cm-1 menjadi 0,7 mS.cm-1. Penurunan nilai EC pada larutan hara ini terjadi lebih besar saat tanaman hampir mencapai masa panen. Kisaran pH pada kolam penanaman N1 antara 5,5 – 6,5 dan kisaran pH pada N2 antara 5,7 – 6,5 (Tabel 5).

Tabel 5. Kisaran pH dan EC larutan hara selama 6 MST

Tanggal Pengamatan

N1 (Peckenpaugh) N2 (Resh) EC (mS.cm-1) pH EC (mS.cm-1) pH

04/08/2013 1,5 7,0 2,0 7,0

07/08/2013 1,4 5,7 2,0 6,5

10/08/2013 1,3 6,5 2,0 6,4

14/08/2013 1,2 6,2 1,9 6,4

17/08/2013 1,2 6,2 1,9 6,5

21/08/2013 1,1 6,1 1,7 6,2

24/08/2013 0,8 5,9 1,6 6,0

28/08/2013 0,8 6,0 1,6 5,8

31/09/2013 0,7 5,5 1,5 5,7

04/09/2013 0,5 6,3 1,3 6,3

07/09/2013 0,5 6,2 1,0 6,3

11/09/2013 0,4 5,9 0,9 6,2

14/09/2013 0,1 5,7 0,7 6,1

Ket: Pengamatan pertama merupakan pH dan EC yang ditetapkan.

Gambar 5. Grafik kisaran EC kolam penanaman N1 dan N2 selama 6 MST 0

0,5 1 1,5 2 2,5

EC (

m

S

.c

m

-1)

Tanggal Pengamatan

N2 N1


(55)

Pada Gambar 5 di atas terlihat bahwa nilai EC larutan hara pada kolam penanaman N1 dan N2 terus mengalami penurunan hingga akhir pengamatan.

Gambar 6. Grafik kisaran pH kolam penanaman N1 dan N2 selama 6 MST

Pada Gambar 6 di atas terlihat bahwa nilai pH larutan hara pada kolam penanaman N1 dan N2 mengalami fluktuasi, namun pH pada akhir pengamatan lebih rendah dari pH awalnya.

Panjang Tanaman (cm)

Panjang tanaman pada perlakuan N1 (17,62 cm) lebih tinggi daripada perlakuan N2 (14,67 cm) (Gambar 7). Pada perlakuan ketiga varietas pak choi panjang tanaman pada 6 MST mencapai 3 kali lipat dari panjang tanaman pada 1 MST (Gambar 8).

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara berbeda nyata terhadap panjang tanaman pada 4 dan 6 MST, sedangkan varietas dan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap panjang tanaman dari 1 hingga 6 MST. Pada perlakuan varietas rataan panjang tanaman tertinggi pada umur 6 MST terdapat pada

0 1 2 3 4 5 6 7 8

pH

Tanggal Pengamatan

N2 N1


(56)

perlakuan V1 dan terendah terdapat pada perlakuan V3 (Tabel 6), namun dari hasil sidik ragam panjang tanaman berbeda tidak nyata pada ketiga verietas tersebut. Tabel 6. Rataan panjang tanaman pak choi selama 6 MST (cm)

Larutan hara Panjang Tanaman Rataan

V1 ( White T.)

V2 (Green)

V3 (G. T. Corrina)

1 MST N1 (Peck.) 6,15 5,87 4,78 5,60

N2 (Resh) 6,72 5,61 4,06 5,46

Rataan 6,44 5,74 4,42

2 MST N1 (Peck.) 8,99 8,52 6,88 8,13

N2 (Resh) 9,28 7,65 5,01 7,31

Rataan 9,14 8,09 5,95

3 MST N1 (Peck.) 11,20 11,40 8,77 10,46

N2 (Resh) 11,84 9,90 6,55 9,43

Rataan 11,52 10,65 7,66

4 MST N1 (Peck.) 14,88 14,32 10,86 13,35a

N2 (Resh) 13,99 12,16 7,76 11,30b

Rataan 14,44 13,24 9,31

5 MST N1 (Peck.) 17,14 16,56 12,70 15,47

N2 (Resh) 16,77 14,18 8,59 13,18

Rataan 16,96 15,37 10,65

6 MST N1 (Peck.) 19,58 18,84 14,43 17,62a

N2 (Resh) 18,45 16,08 9,49 14,67b

Rataan 19,02 17,46 11,96

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Gambar 7. Grafik pertumbuhan panjang tanaman selama 6 MST pada perlakuan larutan hara 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 1 2 3 4 5 6

P an jan g T an am an ( c m )

Waktu Pengamatan (MST)

N1 N2


(57)

Gambar 8. Grafik pertumbuhan panjang tanaman selama 6 MST pada perlakuan varietas

Jumlah Daun (helai)

Rataan jumlah daun pada perlakuan N1 lebih tinggi daripada perlakuan N2 (Gambar 9). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara berbeda nyata terhadap jumlah daun pada 3 dan 5 MST, sedangkan varietas dan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun pada 1 hingga 6 MST (Tabel 7). Pada perlakuan varietas rataan jumlah daun tertinggi pada umur 6 MST terdapat pada perlakuan V2 dan terendah terdapat pada perlakuan V3 (Gambar 10), namun dari hasil sidik ragam jumlah daun berbeda tidak nyata pada ketiga verietas tersebut.

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00

0 1 2 3 4 5 6

P

an

jan

g T

an

am

an

(

c

m

)

Minggu Setelah Tanam (MST)

V1 V2 V3


(58)

Tabel 7. Rataan jumlah daun pak choi selama 6 MST (helai)

Larutan hara Jumlah Daun Rataan

V1 ( White T.)

V2 (Green)

V3 (G. T. Corrina)

1 MST N1 (Peck.) 4,83 5,17 4,13 4,71

N2 (Resh) 4,50 4,83 4,25 4,53

Rataan 4,67 5,00 4,19

2 MST N1 (Peck.) 5,92 6,33 5,21 5,82

N2 (Resh) 5,58 5,75 4,92 5,42

Rataan 5,75 6,04 5,07

3 MST N1 (Peck.) 6,08 6,71 6,42 6,40a

N2 (Resh) 5,67 5,29 4,88 5,28b

Rataan 5,88 6,00 5,65

4 MST N1 (Peck.) 6,04 6,54 5,96 6,18

N2 (Resh) 5,75 5,21 4,21 5,06

Rataan 5,90 5,88 5,09

5 MST N1 (Peck.) 5,79 7,38 7,33 6,83a

N2 (Resh) 5,83 6,29 4,54 5,55b

Rataan 5,81 6,84 5,94

6 MST N1 (Peck.) 6,13 7,58 7,71 7,14

N2 (Resh) 6,79 7,33 4,92 6,35

Rataan 6,46 7,46 6,32

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Gambar 9. Grafik pertumbuhan jumlah daun selama 6 MST pada perlakuan larutan hara 0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6

J u mla h D a u n (He la i)

MST (Minggu Setelah Tanam)

N1 N2


(59)

Gambar 10. Grafik pertumbuhan jumlah daun selama 6 MST pada perlakuan varietas

Diameter Batang (cm)

Rataan diameter batang tanaman pada perlakuan N1 (0,147 cm) lebih tinggi dibandingkan perlakuan N2 (0,097 cm). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara berbeda nyata terhadap diameter batang tanaman pak choi. Sedangkan varietas dan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap diameter batang tanaman. Pada perlakuan varietas rataan diameter batang tertinggi terdapat pada perlakuan V2 dan terendah terdapat pada perlakuan V3 (Tabel 8). Tabel 8. Rataan diamater batang pak choi pada 6 MST (cm)

Larutan hara Varietas Rataan V1 White T. V2 Green V3 G. T. Corrina

N1 (Peckenpaugh) 0,13 0,18 0,13 0,147a

N2 (Resh) 0,10 0,10 0,09 0,097b

Rataan 0,115 0,140 0,110

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

1 2 3 4 5 6

J u mla h D a u n (He la i)

MST (Minggu Setelah Tanam)

V1 V2 V3


(60)

Panjang Akar (cm)

Rataan panjang akar pada perlakuan N1 (45,11 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan N2 (24,48 cm). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara dan varietas berbeda nyata terhadap panjang akar tanaman pak choi. Sedangkan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap panjang akar tanaman. Pada perlakuan varietas rataan panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan V1 (46,99 cm) dan terendah terdapat pada perlakuan V3 (23,80 cm) (Tabel 9).

Tabel 9. Rataan panjang akar pak choi per sampel (cm)

Larutan hara Varietas Rataan V1 White T. V2 Green V3 G. T. Corrina

N1 (Peckenpaugh) 50,79 45,33 39,21 45,11a

N2 (Resh) 43,18 21,89 8,38 24,48b

Rataan 46,99a 33,61b 23,80c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Bobot Segar per Sampel (g)

Bobot segar per sampel pada perlakuan N1 (11,97 g) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan N2 (6,65 g). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara berbeda nyata terhadap bobot segar pak choi per sampel. Sedangkan varietas dan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap bobot segar tanaman per sampel (Tabel 10).

Tabel 10. Rataan bobot segar pak choi per sampel (g)

Larutan hara Varietas Rataan V1 White T. V2 Green V3 G. T. Corrina

N1 (Peckenpaugh) 14,88 12,51 8,52 11,97a

N2 (Resh) 11,35 6,18 2,41 6,65b

Rataan 13,12 9,35 5,47

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%


(61)

Bobot Tajuk per Sampel (g)

Rataan bobot tajuk per sampel pada perlakuan N1 (11,41 g) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan N2 (6,40 g). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara berbeda nyata terhadap bobot tajuk pak choi per sampel. Sedangkan varietas dan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap bobot tajuk tanaman per sampel (Tabel 11).

Tabel 11. Rataan bobot tajuk pak choi per sampel (g)

Larutan hara Varietas Rataan V1 White T. V2 Green V3 G. T. Corina

N1 (Peckenpaugh) 14,14 11,99 8,11 11,41a

N2 (Resh) 10,89 5,99 2,32 6,40b

Rataan 12,52 8,99 5,22

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Bobot Akar per Sampel (g)

Rataan bobot akar per sampel pada perlakuan N1 (0,56 g) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan N2 (0,25 g). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara berbeda nyata terhadap bobot akar pak choi per sampel. Sedangkan varietas dan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap bobot akar tanaman per sampel (Tabel 12).

Tabel 12. Rataan bobot akar pak choi per sampel (g)

Larutan hara Varietas Rataan V1 White T. V2 Green V3 G. T. Corina

N1 (Peckenpaugh) 0,74 0,53 0,41 0,56a

N2 (Resh) 0,47 0,19 0,09 0,25b

Rataan 0,60 0,36 0,25

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%


(62)

Bobot Segar per Plot (g)

Rataan bobot segar per plot pada perlakuan N1 (71,83 g) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan N2 (39,87 g). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa larutan hara berbeda nyata terhadap bobot segar pak choi per plot. Sedangkan varietas dan interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap bobot segar tanaman per plot (Tabel 13).

Tabel 13. Rataan bobot segar Pak Choi per plot (g)

Larutan hara Varietas Rataan V1 White T. V2 Green V3 G. T. Corina

N1 (Peckenpaugh) 89,30 75,05 51,13 71,83a

N2 (Resh) 68,08 37,05 14,48 39,87b

Rataan 78,69 56,05 32,81

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Kandungan Klorofil Daun

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap kandungan klorofil daun, sedangkan larutan hara dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan klorofil daun pak choi. Pada perlakuan varietas rataan kandungan klorofil daun tertinggi terdapat pada perlakuan V1 (19,88) yang berbeda nyata dengan varietas V2 dan V3, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V3 (18,04) (Tabel 14).

Tabel 14. Rataan kandungan klorofil daun pak choi

Larutan hara Varietas Rataan V1 White T. V2 Green V3 G. T. Corina

N1 (Peckenpaugh) 18,75 16,40 12,95 16,03

N2 (Resh) 21,02 17,40 15,72 18,04

Rataan 19,88a 16,90b 14,33c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%


(63)

a b c

Gambar 11. Warna daun pak choi tiap perlakuan

Ket: a. V1; b.V2; c. V3

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing parameter berkisar antara 0,33-0,96. Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh parameter panjang tanaman 1-6 MST, jumlah daun 1 dan 2 MST, panjang akar, bobot segar per sampel, bobot tajuk per sampel, bobot akar per sampel, bobot segar per plot, dan kandungan klorofil daun memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi. Sedangkan parameter jumlah daun 3-6 MST dan diameter batang memiliki nilai duga heritabilitas sedang (Tabel 15).

Nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada parameter kandungan klorofil daun (0,96) dan terendah pada parameter jumlah daun 5 MST (0,33).


(1)

Lampiran 58. Sidik ragam transformasi diameter batang

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Blok 3 0,0003 0,0001 0,56 9,28 tn

Larutan hara (N) 1 0,0064 0,0064 39,48 10,13 *

Galat a 3 0,0005 0,0002

Varietas (V) 2 0,0013 0,0007 1,66 6,94 tn

Interaksi (NxV) 2 0,0008 0,0004 0,96 6,94 tn

Galat (b) 4 0,0016 0,0004

Total 23 0,0108

FK = 14,89 σ2g = 0,00005 Ket : tn = nyata

KK N = 2 % σ2p =0,00011 * = tidak nyata α 5% KK V = 3 % h2 = 0,42

Lampiran 59. Data transformasi pengamatan panjang akar (cm) Larutan

Hara

Varietas Blok Total Rataan

1 2 3 4

N1 V1 6,95 6,64 6,28 6,55 26,42 6,60

V2 4,99 5,27 4,57 4,00 18,83 4,71

V3 2,29 2,58 2,52 4,16 11,54 2,89

Total 14,22 14,49 13,37 14,70 56,79

N2 V1 8,21 6,66 6,78 6,89 28,54 7,13

V2 7,02 6,97 5,15 7,68 26,82 6,70

V3 6,52 6,31 5,73 6,61 25,17 6,29

Total 21,75 19,94 17,66 21,18 80,53

Total Blok 35,97 34,43 31,03 35,88 137,32

Lampiran 60. Sidik ragam transformasi panjang akar

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Blok 3 2,66 0,89 2,76 9,28 tn

Larutan hara (N) 1 23,47 23,47 73,01 10,13 *

Galat a 3 0,96 0,32

Varietas (V) 2 20,81 10,41 7,87 6,94 *

Interaksi (NxV) 2 8,28 4,14 3,13 6,94 tn

Galat (b) 4 5,29 1,32

Total 23 61,48

FK = 785,66 σ2g = 1,04 Ket : tn = nyata

KK N = 10 % σ2p = 1,62 * = tidak nyata α 5%


(2)

Lampiran 61. Data pengamatan transformasi bobot segar per sampel (g) Larutan

Hara

Varietas Blok Total Rataan

1 2 3 4

N1 V1 3,56 3,60 2,94 3,62 13,72 3,43

V2 3,02 2,46 2,02 2,73 10,23 2,56

V3 1,69 1,13 1,66 2,18 6,66 1,67

Total 8,27 7,18 6,62 8,54 30,61

N2 V1 4,43 3,58 3,20 4,34 15,55 3,89

V2 3,84 2,45 3,63 4,26 14,17 3,54

V3 3,01 4,08 2,15 2,40 11,64 2,91

Total 11,27 10,11 8,98 11,00 41,36

Total Blok 19,55 17,29 15,59 19,54 71,97 3,00

Lampiran 62. Sidik ragam transformasi bobot segar per sampel

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Blok 3 1,85 0,62 35,85 9,28 *

Larutan hara (N) 1 4,82 4,82 280,74 10,13 *

Galat a 3 0,05 0,02

Varietas (V) 2 7,55 3,78 3,26 6,94 tn

Interaksi (NxV) 2 0,64 0,32 0,28 6,94 tn

Galat (b) 4 4,63 1,16

Total 23 19,54

FK = 215,84 σ2g = 0,58 Ket : tn = nyata

KK N = 4 % σ2p = 0,66 * = tidak nyata α 5%

KK V = 36 % h2 = 0,87

Lampiran 63. Data transformasi pengamatan bobot tajuk per sampel (g) Larutan

Hara

Varietas Blok Total Rataan

1 2 3 4

N1 V1 3,47 3,55 2,87 3,56 13,45 3,36

V2 2,96 2,43 1,99 2,71 10,09 2,52

V3 1,67 1,08 1,63 2,16 6,54 1,64

Total 8,10 7,06 6,49 8,43 30,08

N2 V1 4,34 3,48 3,11 4,23 15,17 3,79

V2 3,75 2,36 3,55 4,20 13,87 3,47

V3 2,95 3,95 2,12 2,37 11,39 2,85

Total 11,05 9,79 8,78 10,80 40,43


(3)

Lampiran 64. Sidik ragam transformasi bobot tajuk per sampel

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Blok 3 1,84 0,61 38,90 9,28 *

Larutan hara (N) 1 4,46 4,46 282,67 10,13 *

Galat a 3 0,05 0,02

Varietas (V) 2 7,16 3,58 3,21 6,94 tn

Interaksi (NxV) 2 0,63 0,32 0,28 6,94 tn

Galat (b) 4 4,46 1,12

Total 23 18,61

FK = 207,13 σ2g = 0,54 Ket : tn = nyata

KK N = 4 % σ2p = 0,63 * = tidak nyata α 5%

KK V = 36 % h2 = 0,86

Lampiran 65. Data transformasi pengamatan bobot akar per sampel (g) Larutan

Hara

Varietas Blok Total Rataan

1 2 3 4

N1 V1 1,06 0,95 0,96 0,96 3,93 0,98

V2 0,92 0,79 0,79 0,81 3,31 0,83

V3 0,76 0,77 0,76 0,77 3,07 0,77

Total 2,74 2,52 2,51 2,54 10,31

N2 V1 1,12 1,11 1,03 1,19 4,45 1,11

V2 1,06 0,96 1,01 1,01 4,05 1,01

V3 0,91 1,24 0,79 0,81 3,75 0,94

Total 3,09 3,31 2,84 3,01 12,25

Total Blok 5,83 5,83 5,35 5,55 22,56 0,94

Lampiran 66. Sidik ragam transformasi bobot akar per sampel

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Blok 3 0,0271 0,0090 1,1854 9,28 tn

Larutan hara (N) 1 0,1571 0,1571 20,5842 10,13 *

Galat a 3 0,0229 0,0076

Varietas (V) 2 0,1566 0,0783 2,7166 6,94 tn Interaksi (NxV) 2 0,0029 0,0015 0,0506 6,94 tn

Galat (b) 4 0,1153 0,0288

Total 23 0,4820

FK = 21,20 σ2g = 0,03 Ket : tn = nyata

KK N = 9 % σ2p = 0,03 * = tidak nyata α 5%


(4)

Lampiran 67. Data transformasi pengamatan bobot segar per plot (g) Larutan

Hara

Varietas Blok Total Rataan

1 2 3 4

N1 V1 8,58 8,68 7,02 8,72 33,00 8,25

V2 7,22 5,81 4,69 6,50 24,22 6,06

V3 3,83 2,26 3,74 5,11 14,94 3,74

Total 19,64 16,74 15,45 20,34 72,17

N2 V1 10,73 8,63 7,67 10,52 37,56 9,39

V2 9,26 5,78 8,74 10,32 34,11 8,53

V3 7,20 9,87 5,03 5,66 27,75 6,94

Total 27,19 24,28 21,45 26,50 99,42

Total Blok 46,83 41,02 36,90 46,83 171,59 7,15

Lampiran 68. Sidik ragam transformasi bobot segar per plot

SK db JK KT Fhit F.05 Ket

Blok 3 11,75 3,92 32,40 9,28 *

Larutan hara (N) 1 30,93 30,93 255,95 10,13 *

Galat a 3 0,36 0,12

Varietas (V) 2 48,76 24,38 3,32 6,94 tn

Interaksi (NxV) 2 4,38 2,19 0,30 6,94 tn

Galat (b) 4 29,39 7,35

Total 23 125,5718

FK = 1226,73 σ2g = 3,70 Ket : tn = nyata

KK N = 5 % σ2p = 4,28 * = tidak nyata α 5%


(5)

Lampiran 69. Foto Kolam Penelitian

a


(6)

Lampiran 70. Foto Tanaman Pak Choi Masing-masing Perlakuan

a b

c d

e f

Keterangan :

a. Perlakuan N1V1 c. Perlakuan N1V2 e. Perlakuan N1V3 b. Perlakuan N2V1 d. Perlakuan N2V2 f. Perlakuan N2V3


Dokumen yang terkait

Keragaan Beberapa Varietas Pak Choi (Brassicarapa L.ssp.Chinensis (L.)) pada Konsentrasi Larutan Hara Yang Berbeda dengan Metode Hidroponik Terapung

1 70 87

Tanggap Beberapa Varietas Cabai (Capsicum Annum L.) Terhadap Aplikasi Pupuk Dengan Metode Hidroponik

0 28 105

Pengaruh Media Tanam Dan Pupuk NPK Terhadap Produksi Tanaman Pak-Choi (Brassica Chinensis) Varietas Green Pak-Choi

0 3 70

Optimasi konsentrasi larutan hara tanaman Pak Choi (Brassica rapa L. cv. group Pak Choi) pada teknologi hidroponik sistem terapung

3 19 53

I.Pendahuluan - PERTUMBUHAN dan PRODUKSI TIGA VARIETAS TANAMAN PAK CHOY (BRASSICA CHINENSIS L.) PADA BERBAGAI NILAI ELECTRICAL CONDUCTIVITY LARUTAN HIDROPONIK.

0 0 18

Kata kunci: Varietas, Pupuk urea, Pertumbuhan, Hasil, Pak Choi PENDAHULUAN - PENGARUH VARIETAS DAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PAK CHOI (Brassica chinensis L.)

0 0 6

OPTIMASI KONSENTRASI LARUTAN HARA TANAMAN PAK CHOI (Brassica rapa L. cv. group Pak Choi) PADA TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG

0 0 10

Keragaan Beberapa Varietas Pak Choi (Brassicarapa L.ssp.Chinensis (L.)) pada Konsentrasi Larutan Hara Yang Berbeda dengan Metode Hidroponik Terapung

0 0 29

Keragaan Beberapa Varietas Pak Choi (Brassicarapa L.ssp.Chinensis (L.)) pada Konsentrasi Larutan Hara Yang Berbeda dengan Metode Hidroponik Terapung

0 0 7

Keragaan Beberapa Varietas Pak Choi (Brassicarapa L.ssp.Chinensis (L.)) pada Konsentrasi Larutan Hara Yang Berbeda dengan Metode Hidroponik Terapung

0 0 14