Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza

ABSTRAK

Albertus Aditya Sandy. Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat
Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus
Avian Influenza. Dibawah bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan
Mawar Subangkit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proteksi formula empat
tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus
niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma
aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan
virus Avian Influenza. Ayam broiler sebanyak 60 ekor dibagi kedalam 4
kelompok perlakuan pemberian formulasi (F1, kombinasi temulawak, meniran,
sambiloto, dan temuireng; F2 kombinasi temulawak, meniran dan temuireng; F3,
kombinasi temulawak dan temuireng; F4, kombinasi meniran dan sambiloto;
kontrol negatif, ayam tidak diberi perlakuan apapun/spf dan kontrol positif ayam
hanya divaksinasi Avian Influenza komersial. Uji tantang dilakukan di fasilitas
kandang Biosafety Level 3 menggunakan virus Avian Influenza lapang H5N1
strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50 selama 10 hari. Hasil uji tantang terhadap virus
Avian Influenza menunjukan bahwa F3 dan F1 mempunyai proteksi sebesar 10%
yaitu dengan 1 ekor ayam hidup pada hari terakhir. Berdasarkan hasil di atas
dapat disimpulkan bahwa F3 dan F1 dapat dikembangkan menjadi antiviral virus

Avian Influenza dan disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan.
Kata kunci : Ayam broiler, Temulawak, Meniran, Sambiloto, Temuireng, Uji
Tantang

KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT
TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG
DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA

ALBERTUS ADITYA SANDY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Kajian
Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam
Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza adalah karya Saya

dengan arahan dari Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2012

Albertus Aditya Sandy
B04070019

ABSTRACT

Albertus Aditya Sandy. Protection study of four herbal medicine formula on
lifespan of Avian Influenza infected-broiler. Under direction of Bambang Pontjo
Priosoeryanto and Mawar Subangkit
The objective of this research was to study the protection of combination
between temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L),
sambiloto (Andrographis paniculata), and temuireng (Curcuma aeruginosa) on
mortality of Avian Influenza (AI) infected-broiler (challenge test). Sixty broilers
were randomly divided into six treatment groups (F1, received combination of

temulawak, meniran, sambiloto and temuireng; F2, received temulawak, meniran
and temuireng; F3, received temulawak and temuireng; F4, received meniran and
sambiloto; negative control was specific pathogen free/SPF (chicken without
vaccination and herbal extract), and positive control group that received only AI
vaccine. Challenged test was done at Biosafety Level 3 facility. The challenge AI
virus used was H5N1 Nagrak strain 0,1 ml 105 EID50. The length of the challenge
was 10 days. The result showed that F3 and F1 groups give 10% protection
within one broiler live at the last days of test. The result mention above concluded
that this two combination could be developed as an anti AI virus substance and
further study is needed.
Keywords: Broiler, Temulawak, Meniran, Sambiloto, Temuireng, ,Challenged
Test

ABSTRAK

Albertus Aditya Sandy. Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat
Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus
Avian Influenza. Dibawah bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan
Mawar Subangkit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proteksi formula empat

tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus
niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma
aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan
virus Avian Influenza. Ayam broiler sebanyak 60 ekor dibagi kedalam 4
kelompok perlakuan pemberian formulasi (F1, kombinasi temulawak, meniran,
sambiloto, dan temuireng; F2 kombinasi temulawak, meniran dan temuireng; F3,
kombinasi temulawak dan temuireng; F4, kombinasi meniran dan sambiloto;
kontrol negatif, ayam tidak diberi perlakuan apapun/spf dan kontrol positif ayam
hanya divaksinasi Avian Influenza komersial. Uji tantang dilakukan di fasilitas
kandang Biosafety Level 3 menggunakan virus Avian Influenza lapang H5N1
strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50 selama 10 hari. Hasil uji tantang terhadap virus
Avian Influenza menunjukan bahwa F3 dan F1 mempunyai proteksi sebesar 10%
yaitu dengan 1 ekor ayam hidup pada hari terakhir. Berdasarkan hasil di atas
dapat disimpulkan bahwa F3 dan F1 dapat dikembangkan menjadi antiviral virus
Avian Influenza dan disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan.
Kata kunci : Ayam broiler, Temulawak, Meniran, Sambiloto, Temuireng, Uji
Tantang

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
 

KAJIAN PROTEKSI FORMULA EMPAT TANAMAN OBAT
TERHADAP KETAHANAN HIDUP AYAM BROILER YANG
DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA

ALBERTUS ADITYA SANDY

Skripsi
Disusun sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

HALAMAN PENGESAHAN

Judul

: Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap
Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang
Dengan Virus Avian Influenza

Nama Mahasiswa

: Albertus Aditya Sandy

NIM

: B04070019


Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet
Pembimbing I

Drh. Mawar Subangkit
Pembimbing II

Diketahui,

Drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD. APVet
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Proteksi

Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang
Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza” telah diselesaikan. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya, penulis
ucapkan kepada
1

Keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Cinta, Embah, dan Mbak Sucik atas
kesabaran dan hati yang benar – benar sabar untuk menunggu penulis
menyelesaikan skripsinya.

2

Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet dan Drh.
Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah
banyak memberikan ilmunya dan menyediakan waktunya untuk
membimbing penulis.

3


Drh. Risa Tiura, MS., PhD. dan Ibu Siti Sa’diah MSi., Apt., Ssi. selaku
dosen penguji luar komisi.

4

Drh. Andriyanto. M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas semua
nasehat dan petuah yang membangun penulis.

5

Andre Manik, Olif, Greg, dan Cha – cha selaku teman sepenelitian.

6

Megasari Septyaningrum yang selalu menjadi inspirasi utama penulis.

7

Anggota Suzuran, Pondok Para Gakgik: Rio, Antok, Daud, Olil, Madu,

Rizzar, Opay (Istri Madu), plus Danang dan Fahri serta teman – teman
Baskom ISTANA CERIA: Tue, Soki, Rendra, Echo, Guntur, Tampan,
Dion, Loris, Nci dan Ika selaku teman seperjuangan penulis yang selalu
merusuhi hari – hari penulis.

8

Keluarga Om Albert, Bulik Dwi, Mbak Fel, Mbak Ita, Sam dan Rio yang
telah menjaga dan menggantikan peran orang tua penulis di Bogor.

9

Teman – teman Komunitas Seni Steril, HIMPRO Ruminansia dan
GIANUZZI 44. Terima Kasih buat semua pengalaman mengesankan.

10 Ibu Lely selaku staf AJMP, terima kasih karena tidak pernah bosan dan
sabar membantu urusan surat menyurat penulis.
11 Semua anggota fotokopian Wawan Ngopi Center atas banyaknya kertas
yang telah dibuang percuma karena banyak kesalahan dalam penulisan.
12 Semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini. Semoga Tuhan

membalas semua kebaikan yang telah dilakukan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2012

Albertus Aditya Sandy

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 10 Maret 1989 dari ayah
Yosep Herminto dan Catharina Kristiyani. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara.

Penulis dibesarkan di kota Probolinggo dan menempuh pendidikan
sekolah taman kanak – kanak di TKK Mater Dei Probolinggo, kemudian
melanjutkan pendidikan di SDK Mater Dei Probolinggo hingga lulus pada tahun
2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Mater Dei Probolinggo dan lulus
pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
SMAK Santo Albertus di kota Malang. Penulis lulus pada tahun 2007.dan
diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih program studi Kedokteran
Hewan sebagai pilihan pertama di perguruan tinggi IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan seperti Komunitas Seni Steril sebagai anggota divisi Event
Organizer pada tahun 2008 dan menjabat sebagai Kepala Divisi Komunitas Seni
Steril pada tahun 2009 - 2010, anggota divisi eksternal Himpunan Minat dan
Profesi Ruminansia pada tahun 2008-2010. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan
acara seperti Introvet, Seminar Nasional Ruminansia, AFC dan VUH. Penulis
juga pernah mengikuti pelatihan HACCP selama 3 hari yang diadakan oleh
mahasiswa FKH IPB angkatan 44 pada tahun 2011.

iii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ...........................................................................................

iii

DAFTAR TABEL....................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

v

PENDAHULUAN
Latar belakang .................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
Manfaat ...........................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Avian Influenza ................................................................................
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) ...................................
Meniran (Phyllanthus niruri L)........................................................
Sambiloto (Andrographis paniculata Nes).....................................
Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb)…………………………..
Ayam broiler……………………………………………………….

4
5
6
8
9
10

BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian ..........................................................
Alat dan bahan ................................................................................
Metode penelitian .............................................................................
Persiapan kandang penelitian ...........................................
Penyediaan ekstrak ............................................................
Pencekokan ekstrak ..........................................................
Perlakuan penelitian ..........................................................
Uji Ketahanan Hidup…………………………………….
Analisis Data……………………………………………..

12
12
12
12
12
13
13
14
14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji tantang ayam broiler terhadap AI .............................................

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ..........................................................................................
Saran ................................................................................................

21
21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

22

LAMPIRAN.............................................................................................

26

iv

DAFTAR TABEL
No

Teks

Halaman

Tabel 1 Kelompok perlakuan ....................................................................

13

Tabel 2 Jumlah sisa ayam hidup selama 10 hari uji tantang .....................

15

v

DAFTAR GAMBAR
No

Teks

Halaman

Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza ..............................................

4

Gambar 2 Rimpang temulawak.................................................................

6

Gambar 3 Tanaman meniran .....................................................................

8

Gambar 4 Tanaman sambiloto ..................................................................

9

Gambar 5 Tanaman temuireng ..................................................................

10

Gambar 6 Ayam Broiler ............................................................................

11

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan melaksanakan
pembangunan di segala bidang, baik bidang ekonomi, politik, sosial budaya,
maupun bidang–bidang lainnya. Pertumbuhan pada bidang ekonomi khususnya
telah memacu peningkatan pendapatan masyarakat baik di kota maupun di
pedesaan yang akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk meningkatkan
asupan gizinya, terutama yang bersumber dari protein hewani yang relatif mudah
didapat.
Kesadaran akan pentingnya kebutuhan protein harus dibarengi dengan
pemahaman akan kelayakan dan kesehatan sumber protein hewani tersebut.
Pemenuhan kebutuhan protein hewani tidak dapat dilepaskan dari penanganan
masalah kesehatan hewan. Kesehatan hewan menjadi sangat penting karena tidak
sedikit hewan yang dapat menjadi perantara penyakit berbahaya bagi kesehatan
manusia, bahkan beberapa penyakit hewan dapat menular ke manusia (bersifat
zoonosis).
Ayam merupakan salah satu penghasil protein hewani dengan tingkat
populasi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan konsumsi hasil
olahan asal ayam dapat dinikmati oleh semua jenis religi dan kepercayaan. Di
samping itu, ayam merupakan ternak yang masa panennya cepat dan
pemeliharaannya relatif lebih mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998).
Masalah kesehatan utama yang paling sering dihadapi oleh peternakan ayam
khususnya di Indonesia adalah Avian Influenza. Virus Avian Influenza yang secara
pandemik terjadi di seluruh dunia telah menyebabkan kematian, kerugian serta
kehancuran yang besar bagi kesehatan hewan dan manusia. Kematian massal pada
populasi ternak khususnya ayam berdampak nyata menyebabkan goyahnya
ekonomi global (Cannell et al. 2008).
Adanya kejadian wabah serta ancaman penyakit Avian Influenza sudah tentu
secara ekonomis sangat merugikan peternak. Di lain pihak, kejadian penyakit
Avian Influenza dapat menyebabkan manifestasi klinis bagi kesehatan bahkan
dapat menimbulkan kematian hewan dan manusia. Untuk menghindari terjadinya
kerugian yang sangat besar akibat serangan wabah penyakit Avian Influenza,

2

diperlukan adanya kemampuan untuk mengidentifikasi dan diagnosa secara cepat
dan tepat serta melakukan penanggulangan dan atau pengobatan. Salah satu upaya
untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini di suatu kawasan peternakan
ayam adalah dengan vaksinasi dan pengobatan dengan antivirus.
Vaksinasi merupakan garda terdepan dalam menghadapi serangan virus
ataupun agen infeksius. Vaksinasi harus dilakukan secara rutin selama masa
wabah virus tersebut berdasarkan dari wabah virus pada musim sebelumnya, akan
tetapi wabah epidemik virus Avian Influenza dapat beradaptasi pada keadaan
lingkungan yang berbeda maka tidak dapat dipastikan bahwa setiap pemberian
vaksin dapat sukses mencegah terjadinya serangan Avian Influenza (Hudson
2009).
Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium dan lapangan, Swayne
(2005) menyebutkan bahwa syarat-syarat vaksin Avian Influenza yang baik adalah
mampu melindungi terhadap gejala klinis dan kematian secara massal, mampu
mengurangi penyebaran virus di lapangan apabila unggas yang divaksin terserang
Avian Influenza, mencegah penularan kontak dengan virus yang ada di lapangan,
memberikan proteksi minimal selama 20 minggu, melindungi unggas terhadap
tantangan virus baik dosis tinggi maupun dosis rendah serta meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi virus
Senyawa sintetis yang paling banyak digunakan sebagai antivirus Avian
Influenza adalah inhibitor neuroamidase oseltamivir (Tamiflu®) dan zanavir
(Relenza®). Penggunaannya sebagai antivirus Avian Influenza telah dilaporkan
dapat menciptakan resistensi terhadap virus selama proses aplikasinya, setara
analoginya dengan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Jefferson et al.
2006).
Masyarakat sekarang sudah mulai beralih kepada pengobatan herbal
tradisional sebagai solusi untuk mengobati masalah-masalah kesehatan baik pada
manusia maupun pada ternak. Pemanfaatan pengobatan dengan menggunakan
tanaman ini telah berkembang sejak lama pada masyarakat khususnya masyarakat
Indonesia. Hal ini diketahui dari kemampuan masyarakat untuk meracik obat dan
tradisi minum jamu yang mengakar kuat. Tradisi ini didukung dengan kekayaan
flora Indonesia yang sangat berlimpah. (Kardinan dan Kusuma 2004).

3

Indonesia dikenal sebagai mega diversity country, yaitu bangsa yang
memiliki keanekaragaman hayati. Terdapat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup
pada hutan tropis di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan
tumbuhan yang hidup di hutan tropis di Amerika Selatan dan Afrika Barat.
Sejumlah 9600 spesies tanaman diduga memiliki khasiat sebagai obat dan 200
spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat yang penting bagi industri farmasi
dan obat tradisional. Beberapa tumbuhan bahkan sedang dalam penelittian sebagai
kontrol dan pencegahan penyakit viral khususnya penyakit Avian Influenza
(Kardinan dan Kusuma 2004).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formula 4 tanaman obat
yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L),
sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa)
terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian

Influenza. dan mengetahui formula herbal yang tepat dalam menghambat
kematian akibat Avian Influenza.

Manfaat
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah mengenai formula empat tanaman obat asal Indonesia untuk menghambat
kematian akibat flu burung dan sebagai kontrol pencegahan terhadap penyakit
Avian Influenza pada unggas.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Avian Influenza
Avian Influenza atau biasa disebut flu burung merupakan agen infeksius
yang berupa virus. Virus influenza ini merupakan virus RNA yang termasuk
dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleatnya berantai tunggal, terdiri dari
8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza memiliki
selubung yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Untuk proses
penempelannya pada reseptor yang spesifik, virus ini mempunyai tonjolan
(spikes) yang berfungsi menginfeksi sel – sel inangnya (host) pada saat virus ini
menginfeksi. Terdapat 2 jenis penonjolan yaitu hemaglutinin (HA) dan
neuroamidase (NA), yang terletak di bagian terluar dari virion. (Horimoto dan
Kawaoka 2001).

Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza (Anonim 2011)

Virus influenza mempunyai empat jenis antigen yang terdiri dari protein
nukleokapsid (NP), hemaglutinin (HA), neuramidase (NA), dan protein matriks
(MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam
virus influenza A, B, dan C (Horimoto dan Kawaoka 2001). Virus influenza A
sangat patogen pada manusia dan binatang, menyebabkan angka kematian dan
kerugian yang tinggi, serta dapat menyebabkan pandemik di seluruh dunia.
Penyebab virus Avian Influenza tipe A ini sangat patogen adalah karena mereka
mudah bermutasi, baik berupa antigenik drift ataupun antigenik shift sehingga
membentuk varian–varian baru yang lebih patogen. Dari berbagai penelitan
seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus

5

influenza A telah menyebabkan wabah pandemik antara lain H7N7 (1977), H3N2
(1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889) (Yuen dan
Wong 2005).
Tipe virus influenza B adalah jenis yang hanya menyerang manusia,
sedangkan virus influenza C adalah jenis yang paling jarang ditemukan walaupun
dapat juga menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Virus influenza B
dan C jarang sekali atau bahkan tidak meyebabkan wabah pandemik (Horimoto
dan Kawaoka 2001).
Penyakit Avian Influenza di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di
peternakan ayam layer di Kecamatan Legok Tangerang pada tahun 2003. Dari sini
penyakit meluas ke 9 provinsi di Indonesia, yang meliputi 51 kota atau kabupaten
dan menyebabkan kematian pada ternak unggas yang diperkirakan mencapai
4,13 juta ekor. Sampai dengan bulan Desember 2004, jumlah kumulatif kematian
ternak unggas akibat Avian Influenza mencapai 6,27 juta ekor yang berasal dari
16 provinsi yang mencakup 100 kota atau kabupaten. Angka kematian tertinggi
pada unggas terutama ditemukan di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat dan Lampung dimana jumlah kematian lebih dari 1 juta ekor tiap provinsi
(Ditkeswan RI 2004).
Sekitar bulan Februari 2005 terjadi perluasan kasus Avian Influenza ke
daerah baru yang meliputi Sulawesi Selatan lalu menyebar ke Sulawesi Tenggara
dan Sulawesi Barat dan pada akhir 2005, kasus Avian Influenza dilaporkan sudah
mencapai Nangroe Aceh Darusalam. Pada akhir tahun 2006, kasus Avian
Influenza dilaporkan terjadi di Manokwari, Irian Jaya Barat (Naipospos 2005)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB)
Di antara tanaman obat yang termasuk suku jahe–jahean (Zingiberaceae),
temulawak merupakan bahan yang terbanyak dipakai di dalam negeri untuk
pabrik jamu atau obat tradisional (Syukur dan Hernani 2002). Rimpang
temulawak adalah bagian yang sering dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif
dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja ginjal dan bersifat antiinflamasi.
Manfaat lain temulawak secara medis, diantaranya sebagai hepatoprotektor,

6

antikanker, antidiabetes, antimikroba, antilipidemia, antijamur, obat jerawat,
penambah nafsu makan, dan antioksidan (Nurcholis 2008).
Menurut Sugiharto (2004), rimpang temulawak mengandung senyawa
metabolit aktif, seperti kurkumin, xanthorrizol, minyak atsiri, zat pati, flavonoid,
kamfer, turmerol, phellandrene, myrcene, isofuranogermacen, p-tolymetilkarbitol,
kation Fe, Ca, Na, dan K. Sedangkan menurut Hwang et al. (2000), kandungan
pati dalam temulawak dapat berkhasiat sebagai senyawa imunomodulator.
Taksonomi temulawak menurut Supriadi (2008) adalah:
kingdom

: Plantae

divisi

: Magnoliophyta

kelas

: Monocotyledonae

ordo

: Zingiberales

famili

: Zingiberaceae

genus

: Curcuma

spesies

: Curcuma xanthorrhiza ROXB

Gambar 2 Rimpang temulawak (Supriadi 2008)

Meniran (Phyllanthus niruri L)
Meniran merupakan tanaman yang telah dipergunakan turun temurun
sebagai obat tradisional karena memiliki banyak khasiat. Khasiat tanaman
meniran karena adanya kandungan berbagai senyawa kimia berkhasiat, di
antaranya

adalah

alkaloid

(sekurinin),

flavonoid

(kuersetin,

kuersitrin,

isokuersitrin, astragalin, nirurin, niruside, rutin, leukodelfinidin, dan galokatekin),
dan lignan (filantin dan hipofilantin) (Kardinan dan Kusuma 2004).

7

Bagian–bagian tanaman meniran telah dimanfaatkan untuk mengobati
berbagai penyakit. Daun dan batang meniran dipakai sebagai obat penyakit
kelamin. Ekstrak air dari meniran dipakai sebagai pelarut batu ginjal dan batu di
saluran kencing oleh masyarakat di Brazil dan Peru (Freitas et al. 2002).
Taksonomi meniran menurut Tjandrawinata (2005)adalah:
Kingdom

: Plantae

divisi

: Magnoliophyta

kelas

: Magnoliopsida

ordo

: Euphorbiales

famili

: Euphorbiaceae

genus

: Phyllanthus

spesies

: Phyllanthus niruri L

Kandungan flavonoid dari meniran dipakai sebagai pemacu aktivitas sistem
imun (imunomodulator). Sebagai imunomodulator, kandungan flavonoid pada
meniran tidak semata-mata berefek meningkatkan sistem imun, namun juga
menekan sistem imun apabila aktivitasnya berlebihan. Jika aktivitas sistem imun
berkurang, maka kandungan flavonoid dalam meniran akan mengirimkan sinyal
intraseluler pada reseptor sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya jika
sistem imun kerjanya berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi
kerja sistem imun tersebut. Jadi meniran berfungsi sebagai penyeimbang sistem
imun (Suhirman dan Winarti 2010).
Tjandrawinata et al. (2005), telah melakukan uji pra-klinis untuk menguji
aktivitas ekstrak daun meniran. Uji pra-klinis dilakukan terhadap tikus dan
mencit, untuk menentukan keamanan dan karakteristik imunomodulasi dari
ekstrak daun meniran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak P.niruri dapat
memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T & B, sekresi
sitokin spesifik (gamainterferon, interleukin, tumor nekrosis, dan faktor alfa),
aktivasi sistem komplemen, dan aktivasi sel fagosit (makrofag dan monosit).
Selain itu, juga terjadi peningkatan sel sitotoksik, seperti Natural Killer cell (NK
sel).

8

Gambar 3 Tanaman meniran (Tjandrawinata et al.2005)
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Sambiloto merupakan tanaman liar yang banyak tersebar di Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Sambiloto juga dikenal dengan nama yang berbeda pada tiap
daerah, yaitu sambilata (Sumatra), Ki Oray (Sunda), sambiloto (Jawa), papaitan
(Maluku), dan ampadu tanah (Minang). Sambiloto mengandung metabolit
sekunder turunan lakton, yang terdiri dari andrografolid, deoksiandrografolid,
saponin,

tannin,

flavonoid,

homoanografolid,

14-deoksi-11,

12-

didehidroandrografolid (Aji 2009).
Taksonomi sambiloto menurut Aji (2009) adalah:
kingdom

: Plantae

divisi

: Magnoliophyta

kelas

: Magnoliopsida

ordo

: Scrophulariales

famili

: Acanthaceae

genus

: Andrographis

spesies

: Andrographis paniculata

Komponen aktif dari sambiloto yang diisolasi dari ekstrak metanol
mempunyai efek imunomodulator dan dapat menghambat induksi sel penyebab
HIV. Komponen komponen tersebut, dapat meningkatkan proliferasi dan induksi
IL-2 limfosit perifer darah manusia (Elfahmi 2006). Menurut Puri et al. (1993),
sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh, baik berupa respon antigen
spesifik, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel
fagosit.

Respon

antigen

spesifik

yang

dihasilkan

akan

menyebabkan

9

diproduksinya limfosit dalam jumlah besar, terutama limfosit B. Limfosit B akan
menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan mengikat
antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000).

Gambar 4 Tanaman sambiloto (Decker 2000)

Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb)
Tanaman temuireng berupa semak, berbatang semu. Daun tungal, berwarna
hijau kecoklatan, memiliki bunga majemuk dan rimpang induk yang besar,
berdaging dan mengerucut. Rimpang temuireng adalah bagian yang paling umum
digunakan sebagai obat herbal.
Taksonomi temuireng menurut Sastroamidjojo (2001) adalah:
kingdom

: Plantae

divisi

: Magnoliophyta

kelas

: Liliopsida

ordo

: Zingiberales

famili

: Zingiberaceae

genus

: Curcuma

spesies

: Curcuma aeruginosa Roxb

.

Rimpang temuireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan,

menyembuhkan cacingan, obat perut kembung, obat luka, mempercepat masa
nifas, obat batuk, asma, kudis, encok, meningkatkan kontraksi uterus dan sebagai
obat antijamur (Syukur dan Hernani 2002). Kandungan kimia ekstrak rimpang
temuireng

mengandung

minyak

atsiri,

tannin,

kurkumol,

kurkumenol,

isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene,

10

inderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin, saponin, bisdemetyoxykurkumin,
monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid (Chinami et al. 2006).

Gambar 5 Tanaman Temuireng (Planthus 2008)
Ayam Broiler
Ayam adalah vertebrata darah panas dengan tingkat metabolisme tinggi.
Anak ayam umur sehari (DOC – Day Old Chick) memiliki suhu tubuh 39°C dan
suhu tersebut meningkat secara bertahap setelah hari ke-4 sampai ayam tersebut
mencapai suhu maksimal pada hari ke-10. Suhu ayam dewasa berkisar antara
40,6°C – 40,7°C (Suprijatna et al. 2005). Ayam peliharaan yang ada di Indonesia
sekarang merupakan keturunan dari ayam hutan hasil perbaikan mutu genetis
sesuai dengan manfaat dan tujuan pemeliharaannya.
Berikut adalah taksonomi Zoologi ayam menurut Suprijatna et al. (2005):
kingdom

:Animalia

filum

:Chordata

subfilum

:Vertebrata

kelas

:Aves

ordo

:Galliformes

genus

:Gallus

spesies

:Gallus domesticus

Ayam broiler adalah sebutan untuk ayam ras pedaging, merupakan jenis ras
unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam karena mampu
tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (57 minggu). Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan,

11

maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai
wilayah Indonesia (Pramudyati dan Effendy 2009).
Kelompok ayam yang dihasilkan melalui proses pemuliabiakan oleh
breederfarm untuk tujuan ekonomis tertentu disebut dengan strain (Suprijatna et
al. 2005). Adapun jenis strain ayam broiler yang banyak beredar di pasaran
adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri,
Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Cobb, Arbor arcres, Tatum,
Indianriver,

Hybro,

Cornish,

Brahma,Langshans,

Hypeco-Broiler,

Ross,

Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707 (Pramudyati dan
Effendy 2009).

Gambar 6 Ayam broiler (Pramudyati dan Effendy 2009).

12

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2011. Kegiatan
pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan
percobaan Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Uji ketahanan
hidup ayam yang diinfeksi dengan virus Avian Influenza (uji tantang) dilakukan di
PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor.

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 ekor ayam broiler
(strain Cobb) yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan yang dapat dilihat pada
Tabel 1, vaksin Newcastle Disease aktif dan inaktif, vaksin gumboro aktif, vaksin
Avian Influenza inaktif, virus Avian Influenza lapang H5N1 strain Nagrak 0,1 ml
105 EID50, dan formula tanaman obat Indonesia yaitu F1 (temulawak, meniran,
sambiloto, dan temuireng), F2 (temulawak, meniran, dan temuireng), F3
(temulawak dan temuireng), dan F4 (meniran dan sambiloto).
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan
perlakuan ayam yang meliputi 6 petak kandang ayam, pipet atau stomach tube
untuk mencekok ramuan herbal, peralatan kebutuhan harian ayam seperti air
minum, pakan, dan sekam sebagai alas kandang.

Metode Penelitian
Persiapan Kandang Penelitian
Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (floor). Seluruh dinding dan
lantai ruangan percobaan dikapur dengan kapur tembok berwarna putih,
didesinfeksi dengan desinfektan kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan
gas formalin 10% v/v sehari sebelum ayam percobaan dimasukkan.

Penyediaan Ekstrak
Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah ekstraksi tanaman temulawak,
sambiloto, dan temuireng dengan pelarut etanol dan ekstraksi tanaman meniran

13

yang menggunakan pelarut air. Pembuatan ekstraksi dan formula dari kombinasi
tanaman obat dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.

Pencekokan Ekstrak
Setiap hari, tiap kelompok ayam dicekok dengan masing-masing formula
tanaman obat dengan menggunakan stomach tube. Ayam diangkat dan dibuka
mulutnya lalu stomach tube dimasukkan ke dalam mulut ayam dan disemprot
formula tanaman obat yang telah dilarutkan di dalam aquades. Aturan pencekokan
adalah 1 kali sehari pada pukul 16.00 WIB selama 26 hari.

Perlakuan penelitian
Penelitian ini menggunakan ayam pedaging atau broiler (strain Cobb) yang
berumur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai,
diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari
stres karena pemindahan dan transportasi. Selama masa ini diberikan vitamin dan
elektrolit lewat air minum sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat. Selain itu
juga dilakukan vaksinasi Newcastle Disease dan vaksinasi Gumboro sebagai
prosedur wajib pemeliharaan ayam untuk penelitian di lapang. Sebanyak 60 ekor
ayam pedaging dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan yaitu (Tabel 1) :

Tabel 1 Kelompok Perlakuan
Perlakuan
Kontrol – (SPF)

Keterangan
10 ekor ayam tanpa diberi perlakuan apa–apa baik divaksin maupun
diberi formula tanaman obat.

Kontrol +

10 ekor ayam divaksin Avian Influenza inaktif tanpa diberi formula
tanaman obat.

F1

10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula
temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng.

F2

10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula
temulawak, meniran dan temuireng.

F3

10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula
temulawak dan temuireng.

F4

10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza diberi formula meniran
dan sambiloto.

14

Uji Ketahanan Hidup
Setelah masa perlakuan dan pemeliharaan selama 26 hari, semua kelompok
perlakuan diinfeksi dengan virus Avian Influenza lapang strain Nagrak 0,1 ml 105
EID50 melalui rute perinhalasi yang dilakukan di dalam fasilitas kandang
Biosafety Level 3 PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor.
Pengamatan kematian ayam dilakukan sampai 10 hari pasca infeksi.

Analisis Data
Data jumlah dan hari kematian ayam dicatat hingga hari ke-10, kemudian
dianalisis secara deskriptif dan naratif disertai penyajian tabel serta dibandingkan
dengan bahan pustaka.

15

HASIL PEMBAHASAN
Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza
Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol
tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang dengan menggunakan
virus Avian Influenza. strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50 melalui rute perinhalasi
dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3. Penggunaan fasilitas kandang Biosafety
Level 3 dimaksudkan agar tidak mencemari lingkungan dan meminimalisasi
faktor luar yang dapat menyebabkan kematian ayam selain infeksi dari virus
Avian Influenza.
Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah persen proteksi, yaitu
persentase ayam yang hidup setelah uji tantang dibandingkan dengan jumlah
ayam total. Selain itu, gradasi kematian ayam setiap harinya dianalisis secara
deskriptif dan dibandingkan dengan literatur dan pustaka yang telah ada. Uji
tantang dilakukan selama 10 hari untuk mendapatkan data yang optimal karena
kematian ayam akibat infeksi virus Avian Influenza terjadi pada 3-4 hari sesudah
terjadinya infeksi. Hasil penelitian dari uji tantang ayam broiler terhadap virus
Avian Influenza didapatkan jumlah sisa ayam hidup yang berbeda-beda setiap
harinya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Mortalitas

Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari KeKelompok Perlakuan

(∑mati /

%Proteksi

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

total)

Non Vaksin AI + F1

10

10

10

6

2

1

1

1

1

1

1

9/10

10

Non Vaksin AI + F2

10

10

10

5

3

2

0

0

0

0

0

10/10

0

Non Vaksin AI + F3

10

10

9

6

3

2

2

2

2

1

1

9/10

10

Non Vaksin AI + F4

10

10

10

5

2

1

1

0

0

0

0

10/10

0

Kontrol Tervaksin

10

10

10

6

6

4

3

2

2

1

0

10/10

0

SPF (non vaksin)

10

9

8

2

1

1

0

0

0

0

0

10/10

0

Tabel 2 Jumlah sisa ayam hidup setiap harinya selama 10 hari masa uji tantang ayam
broiler terhadap virus Avian Influenza

Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diamati bahwa ayam broiler
yang dapat bertahan sampai hari terakhir adalah ayam pada kelompok perlakuan
formula 3 (F3) dan formula 1 (F1) dimana masing-masing kelompok terdapat sisa

16

1 ekor ayam. Formula 3 (F3) adalah kelompok ayam broiler tanpa pemberian
vaksin tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak dan temuireng.
Pada hari ke-2 terjadi kematian 1 ekor ayam, 3 ekor ayam pada hari ke-3, 3 ekor
ayam pada hari ke-4, 1 ekor pada hari ke-5, dan kematian 1 ekor pada hari ke-9
sehingga tersisa 1 ekor pada hari terakhir.
Kelompok formula 1 (F1) adalah kelompok ayam broiler tanpa vaksin
tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak, meniran, sambiloto,
dan temuireng. Kelompok formula 1 (F1) juga menyisakan 1 ekor ayam pada hari
ke-10, terjadi gradasi kematian ayam yang tinggi pada kelompok perlakuan 1
(F1). Pada hari ke-3, terjadi kematian 4 ekor ayam, 4 ekor ayam pada hari ke-4,
dan 1 ekor pada hari ke-5. Jadi sejak hari ke-5 pada kelompok perlakuan 1 (F1)
sudah tersisa 1 ekor ayam yang bertahan sampai hari terakhir.
Perlakuan yang diberikan pada kelompok formula 3 yaitu ayam dicekok
dengan kombinasi formula temulawak dan temuireng tetapi tidak mendapat
vaksinasi Avian Influenza. Pada hasil penelitian pada kelompok formula 3 terlihat
bahwa pemberian formula kombinasi antara temulawak dan temuireng dapat
memberikan daya tahan hidup yang lebih lama dengan adanya 1 ekor ayam yang
masih hidup pada hari terakhir perlakuan walaupun tanpa pemberian vaksinasi.
Tingkat kematian ayam yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan
menandakan adanya aktifitas yang terjadi akibat pemberian formula yang berasal
dari temulawak dan temuireng. Avian Influenza merupakan penyakit pada unggas
yang memiliki morbiditas dan mortalitasnya sangat tinggi. Persentase kematian
pada unggas dapat mencapai angka 100%. Pada gejala awal ditemukan adanya
penurunan nafsu makan, lemah, penurunan produksi telur, gangguan pernapasan
berupa batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi (leleran mata berlebih),
dan bulu kusam. Terlihat pembengkakan (edema) pada muka dan kaki, ptechiae
subkutan pada kaki sehingga kaki terlihat kemerahan, seperti bekas kerokan.
Gejala diare sering juga ditemukan. Penampakan khas adalah sianosis pada pial
dan jenggernya, eksudat cair dari rongga hidung dan kematian mendadak secara
beruntun dalam jumlah yang besar. (Damayanti et al. 2004).
Temulawak dan temuireng merupakan tanaman obat yang berasal dari
keluarga

Zingiberaceae.

Rimpang

dari

kedua

tanaman

ini

sama-sama

17

memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid sebagai hasil metabolit sekunder.
Kandungan utama dari kurkuminoid tersebut adalah kurkumin berwarna kuning
yang telah lama dimanfaatkan dalam industri farmasi, parfum, dan lain-lain.
Literatur dan data penelitian selama ini menyebutkan bahwa kurkumin memiliki
aktifitas farmakologi yaitu efek antiinflamasi, antiimunodefisiensi, antivirus (virus
flu burung), antibakteri, antijamur, antioksidan, antikarsinogenik dan antiinfeksi
(Araujo dan Leon 2001). Selain mengandung zat kuning kurkumin, rimpang
temulawak juga mengandung minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan
mineral (Ketaren 1988). Rimpang kering temulawak dengan kadar air 10%
memiliki komposisi yang terdiri dari pati, lemak, kurkumin, serat kasar, protein,
mineral, dan minyak atsiri.
Kurkumin (C2H20O6) atau diferu-loyl methane pertama kali diisolasi pada
tahun 1815. Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan berbentuk kristal dan
diketahui dapat dilarutkan dalam aseton dan etanol pada tahun 1913. Kurkumin
merupakan struktur kimia yang tidak dapat larut dalam air. (Araujo dan Leon
2001).
Menurut Nidom (2005), kurkumin yang terdapat pada temulawak dan
temuireng dapat berfungsi sebagai antisitokin. Seperti diketahui, bila terjadi
infeksi virus Avian Influenza maka kadar sitokin dalam tubuh akan naik. Kenaikan
sitokin dalam tubuh ini berbahaya karena dapat menyebabkan perubahan oksigen
(O2) menjadi peroksida (H2O2) yang meracuni sel-sel paru-paru. Peningkatan
sitokin pada paru-paru dalam jumlah besar menyebabkan terjadinya reaksi badai
atau banjir sitokin (cytokine storm) yang mengakibatkan kerusakan sel yang parah
pada sel paru-paru sehingga menyebabkan pneumoni yang akut. Pneumoni akut
inilah yang sering menyebabkan kematian pada unggas atau manusia yang
terinfeksi Avian Influenza karena terjadinya kegagalan fungsi pernapasan.
Replikasi virus Avian Influenza memicu produksi besar–besaran sitokin
proinflamasi (badai sitokin) seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan
tumor necrosis factor (TNF-α). Sitokin inilah yang masuk ke sirkulasi sistemik
dan paru–paru sehingga menyebabkan pneumonia. Berdasarkan penelitian Liza
(2010), kurkumin diketahui dapat menghambat perlekatan pada replikasi virus
sehingga produksi sitokin akibat terjadinya replikasi dapat dicegah.

18

Pemanfaatan temulawak dan temuireng untuk mengatasi infeksi Avian
Influenza telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat
Indonesia. Penggunaan kurkumin dalam temu-temuan sebagai jamu untuk unggas
telah lama dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah sekitar Gunung
Kidul - Jawa Tengah. Masyarakat memberikan ramuan jamu yang terdiri dari
temulawak, kunyit putih, temuireng, laos, jahe, daun sereh, secang, daun salam,
cengkeh, arang batok kelapa dan ginseng pada unggas dan ayam yang
disekitarnya telah terserang flu burung (Nidom 2005).
Pada penelitian ini, selain digunakan temulawak dan temuireng sebagai
variabel, juga digunakan tanaman meniran dan sambiloto. Pada data hasil
penelitian terlihat bahwa pemberian meniran dan sambiloto tidak begitu
mempengaruhi ketahanan hidup ayam yang terinfeksi virus Avian Influenza.
Dapat dilihat dengan membandingkan data perlakuan kelompok F1 dan F3,
walaupun sama-sama terdapat 1 ekor ayam pada hari terakhir, tetapi pada hari ke4 telah terjadi lebih banyak jumlah kematian sebanyak 4 ekor pada kelompok
perlakuan F1.
Berdasarkan data kematian diketahui bahwa bahan aktif dalam ekstrak
meniran dan sambiloto tidak mampu menginaktifkan virus AI, tetapi hanya
mampu menghambat virus untuk menginfeksi sel. Zat aktif kemungkinan bekerja
dalam meningkatkan kekebalan tubuh sehingga virus dapat dikendalikan dan tidak
menyebar ke sel lain (Madav et al. 1995). Terlihat pada kelompok perlakuan F2
(temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran dan sambiloto), terdapat
100% kematian pada hari ke-6 untuk kelompok F2 dan hari ke-7 untuk kelompok
perlakuan F4.
Perlakuan pada kelompok F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) bila
dibandingkan dengan perlakuan F3 (temulawak, temuireng) dimana terdapat
penambahan meniran malah menghasilkan kematian 100% pada hari ke 6. Hal ini
terkait dengan potensi toksisitas kombinasi temulawak dan meniran. Berdasarkan
penelitian Hutabarat (2010), kombinasi ekstrak temulawak dan meniran memiliki
nilai LC50 (nilai toksisitas) sebesar 246,0993 ppm lebih besar daripada nilai
toksisitas temulawak yaitu 17,9456 ppm. Disebutkan bahwa penggunaan ekstrak
kombinasi temulawak dan meniran berpotensi toksik. Selain itu penggunaan

19

meniran dalam kombinasi kurang begitu efektif dalam memperkuat daya hidup
ayam dikarenakan meniran hanya berpotensi sebagai imunomodulator. Senyawa
turunan flavonoid dalam tanaman meniran dilaporkan memiliki potensi untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mampu menangkal serangan virus,
bakteri, atau mikroba lainnya, namun tidak bersifat menginaktivasi virus tersebut
(Suhirman dan Winarti 2010).
Selain itu menurut Tjandrawinata (2005), uji praklinis pada mencit dan
tikus didapatkan hasil bahwa pemberian ekstrak meniran malah akan merangsang
sekresi sitokin spesifik (interferon-gamma, tumor necrosis factor, dan interleukin)
dimana sudah diketahui bahwa penyebab kematian utama pada kasus infeksi
Avian Influenza pada ayam adalah badai sitokin.
Aktifitas pada sambiloto berbeda dengan meniran. Menurut Puri et al.
(1993), sambiloto diduga memiliki fungsi ganda baik sebagai imunostimulan
maupun sebagai imunomodulator. Sambiloto dapat merangsang sistem imun
tubuh (imunostimulan), baik berupa respon imun spesifik yang akan memproduksi
limfosit, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel
fagosit. Respon imun spesifik terutama akan menghasilkan limfosit B. Limfosit B
akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan
mengikat antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000).
Mardisiswojo dan Harsono (1975) menyatakan bahwa zat aktif pada
sambiloto yang berfungsi sebagai obat adalah andrografolid dan neoandragrafolid
yang rasanya sangat pahit. Andrografolide yang terkandung di dalam sambiloto
diantaranya laktone, flavonoid, alkane, keton, dan aldehide. Aktivitas kerja
andrografolide terletak pada kelenjar adrenal. Hal ini dikarenakan, sambiloto
dapat merangsang pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar
pitutiari anterior, yang berada di dalam otak. Selanjutnya, kelenjar adrenal bagian
korteks akan terangsang untuk memproduksi kortisol. Kortisol yang dihasilkan
inilah

yang

kemudian

akan

bertindak

sebagai

imunosupresan.

Efek

imunosupresan akan mengakibatkan timbulnya penurunan respon imun sebagai
mekanisme umpan balik dari adanya respon imun yang tinggi terhadap suatu
antigen.

20

Vaksin Avian Influenza yang ada di pasaran khususnya yang ada di
Indonesia selama ini dipercaya dapat memberikan efek kekebalan dan proteksi
terhadap unggas. Pada penelitian ini vaksinasi digunakan sebagai kontrol untuk
mengamati aktivitas kerja vaksin terhadap daya tahan hidup ayam broiler.
Berdasarkan grafik perbandingan hasil uji tantang terlihat bahwa mulai hari ke-3
sebenarnya tingkat mortalitas pada ayam kelompok kontrol tervaksin memiliki
tingkat mortalitas yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok F3 dan F1.
Akan tetapi pada hari terakhir kelompok tervaksin tetap mengalami mortalitas
100%. Tindakan vaksinasi seharusnya bertujuan untuk memberikan proteksi pada
unggas yang diinduksi vaksin tersebut. Proteksi vaksin dapat dilakukan dengan uji
tantang menggunakan virus yang memiliki tingkat virulensi tinggi. Vaksin yang
baik harus memberikan proteksi lebih dari 95% terhadap hewan coba atau tidak
lebih dari 5% hewan yang terinfeksi atau sakit (Kayne dan Jepson 2004).
Efektivitas vaksinasi dan tingkat kegagalannya tergantung banyak faktor,
diantaranya kualitas vaksin, program penerapan di lapangan, cara penanganan
vaksin, kondisi ayam, serta cara vaksinasinya. Vaksin Avian Influenza bukan
barang bebas sehingga penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter hewan
(Fadilah et al. 2007). Penggunaan vaksin yang memiki strain berbeda juga
menjadi penyebab tindakan vaksinasi pada penelitian ini menghasilkan mortalitas
100%, lebih tinggi daripada kelompok perlakuan F3 dan F1. Virus yang
digunakan pada uji tantang ini adalah virus strain baru yaitu virus Avian Influenza
H5N1 strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50, sedangkan vaksin Avian Influenza yang
digunakan adalah vaksin komersil dengan strain lama. Di samping itu,
pelaksanaan vaksinasi pada ayam pedaging atau ayam potong juga masih menjadi
perdebatan, karena umur ayam potong (broiler) yang relatif singkat (28 hari),
sedangkan vaksin baru merangsang titer yang protektif untuk kekebalan pada 3
minggu setelah vaksinasi dilakukan (BALIVET 2004).

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
 

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa F3

(temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, sambiloto, dan
temuireng) lebih efektif menghambat kematian ayam brolier akibat virus Avian
Influenza dibandingkan F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran
dan sambiloto). Kombinasi tanaman obat pada F3 dan F1 memiliki potensi untuk
pencegahan flu burung.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi F3
(temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, dan temuireng) dengan
parameter lain sehingga didapatkan bahan alternatif pencegahan flu burung yang
dapat dipasarkan.

22

DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2011. Avian Influenza Reported in Indonesia.[terhubung berkala]
http://imakahi.wordpress.com/2011/04/20/avian-influenza-reported-inindonesia/ [11 Januari 2012].
Aji W. 2009. Uji aktivitas antioksidan tablet effervescent kombinasi ekstrak
etanol daun dewandaru (Egenia uniflora L) dan herbal sambiloto
(Andrographis paniculata Ness) dengan metode DPPH [skripsi].
Surakarta:Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Akoso BT. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh
dan Peternak. Yogyakarta: Kanisius.
Araujo CAC dan Leon LL. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem.
Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723 - 728.
Badan POM. 2006. Meniran Phyllanthus niruri L, Jakarta: Badan POM.
Balai Penelitian Veteriner. 2004. Monitoring titer antibodi pasca vaksinasi Avian
Influenza. Bogor: Laporan APBN.BALIVET.

Baskin CR, Ohmann HB, Tumpey TM, Sabourin PJ, Long JP, Sastre AG, Tolnay
AE, Albrecht R, Pyles JA, Olson PH, Aicher LD, Rosenzweig ER, Krishna
KM, Clark EA, Kotur MS, Fornek JL, Proll S, Palermo RE, Sabourin CL
dan Katze G. 2009. Early and sustained innate immune response defines
pathology and death in nonhuman primates infected by highly pathogenic
influenza virus. PNAS. 106: 345-346.
Cannell JJ, Zasloff M, Garland CF, Scragg R, dan Giovannucci E. 2008. On the
epidemiology of influenza. Virol. J. 5:29.
Chinami K., Tetsuo N., Made SP., Andrai A, dan Kazuyoshi O. 2006.
Comparison of Curcuma sp. In Yakushima With C. aeruginosa and C.
zedoaria in Java by trnK genesequence, RAPD pattern and essentials oil
component.
http://www.Spingerlink.com/Spingerlink-Journal
Article/%2Findex%2 FKT1269M388194TXX.pdf. [5 Desember 2011].
Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Indriani R, Wiyono A, dan Darminto. 2004.
Gambaran klinis dan patologis pada ayam terserang flu burung sanga