Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(1)

Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan

Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Claudia Pricilia Natama Manik

080100100

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan

Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

Claudia Pricilia Natama Manik

080100100

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Nama : Claudia Pricilia Natama Manik

NIM : 080100100

Pembimbing Penguji I

(dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed) (dr. Selvi Nafianti, Sp.A) NIP: 19730911 200102 2 001 NIP: 400048403

Penguji II

(dr. Mutiara Indah Sari, M.Kes) NIP: 19731015 200112 2 002

Medan, Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD – KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah swt karena atas rahmatNya maka karya tulis ilmiah dengan judul “Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara” ini rampung tepat pada waktunya.

Adapun penulisan ini dibuat adalah untuk memenuhi syarat memperoleh kelulusan sebagai sarjana kedokteran dan juga untuk menambah literature penelitian yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Dalam proses penyelesaian tulisan ini, banyak pihak yang turut serta membantu saya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD – KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

2. dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed selaku dosen pembimbing saya, yang dengan sangat sabar membimbing dan tak lelah memberi saran guna menghasilkan hasil penelitian yang baik,

3. Kepada dr. Mutiara Indah Sari, M.Kes dan dr. Selvi Nafianti, Sp.A selaku dosen penguji saya yang banyak memberikan masukan untuk penelitian ini,

4. Kepada dr. Mustafa M. Amin, Sp.KJ selaku dosen pembimbing akademik saya,

5. Kepada kedua orang tua saya, Hulman Manik S.E. dan Betty Utami, terima kasih untuk doa yang tak pernah putus dan dukungan materi yang telah kalian beri,

6. Kepada teman-teman seperjuangan saya, Hendrik, Taya dan Evi,

7. Kepada para dosen FK USU yang membantu saya secara tak langsung sehingga dapat menjadi saran untuk penelitian saya. Serta kepada para staf pegawai FK USU yang telah membantu untuk segala urusan administrasi.


(5)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu yang juga berperan serta dalam membantu penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Demikianlah karya tulis ilmiah ini diselesaikan sedemikian rupa. Tak ada gading yang tak retak. Penulis dengan terbuka menerima kritik maupun saran guna menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Medan, 12 Desember 2011 Hormat Saya, Penulis

Claudia Pricilia Natama Manik 080100100


(6)

ABSTRAK

Latar Belakang: Berat badan berlebih dan obesitas menimbulkan berbagai masalah kesehatan kronik. Resiko tersebut meningkat seiring dengan peningkatan indeks massa tubuh. Akhir-akhir ini sedang banyak diteliti mengenai keterkaitan indeks massa tubuh dengan jumlah jam tidur. Kebanyakan hasil penelitian tersebut menunjukkan penurunan jumlah jam tidur meningkatan resiko peningkatan pada indeks massa tubuh.

Metode: Dilakukan penelitian cross sectional pada 96 mahasiswa Fakultas Kedokteran USU berusia 17 – 23 tahun, 47 orang laki-laki dan 49 orang perempuan. Pengambilan sampel dilakukan dari bulan September – Oktober 2011. Dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan pengisian kuesionar untuk menanyakan jumlah jam tidur dan menyingkirkan kriteria eksklusi pada sampel.

Hasil: Sampel yang memiliki indeks massa tubuh berlebih (overweight dan obesitas) sebanyak 27 orang (28.1%) memiliki jumlah jam tidur kurang dari 7-8 jam. Meskipun demikian, didapati pula sampel yang memiliki indeks massa tubuh berlebih memiliki jumlah jam tidur di atas 7-8 jam, yakni sebanyak 5 orang (5.1%). Untuk sampel dengan klasifikasi normoweight memiliki jumlah di kisaran 6-7 jam (18 orang) diikuti 7-8 jam (15 orang). Didapati hubungan yang lemah antara penurunan jumlah jam tidur dengan peningkatan indeks massa tubuh ( r = -0.131 ) namun hubungan ini tidak memiliki signifikansi dikarenakan nilai p > 0.05 ( p = 0.205 ).

Diskusi: Terdapat korelasi yang sangat lemah mengenai hubungan penurunan jumlah jam tidur dengan peningkatan indeks massa tubuh, namun tidak ditemukan kemaknaan pada penelitian ini.


(7)

ABSTRACT

Introduction: Overweight and obesity arouse some chronic medical problems. The risk increases according to increasing body mass index. Nowadays, there are many researches find that there are a correlation between body mass index and duration of sleep. Most of researchers show that decreasing duration of sleep are correlated with the risk of increasing body mass index.

Method: Has been researched cross sectional study to 96 students of University of Sumatera Utara Faculty of Medicine, which age among 17-23 years old, 47 of them are men and 49 are women. Research were done from September until October 2011. Data of body weight, body height were taken and samples were asked duration of sleep and any exclusion criteria.

Result: Samples which categorized to overweight and obesity are 27 persons (28.1%) have sleep duration less than 7-8 hours. Even though, there are 5 persons (5.1%) who classified both overweight and obesity in sleep duration more than 7-8 hours. Most criteria for normoweight are in the range duration of sleep 6-7 hours (18 persons) followed 7-8 hours (15 persons). In this research, there is very weak correlation between duration of sleep and body mass index (r = -0.131) and no significance because p value > 0.05 (p = 0.205).

Discussion: there is very weak correlation between sleep duration and body mass index, and does not significance to implemented in population.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Kata Pengantar ... ii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Singkatan ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 3

1.2. Rumusan masalah... 3

1.3. Tujuan umum dan khusus ... 3

1.4. Manfaat ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Indeks Massa Tubuh ... 5

2.1.1 Definisi indeks massa tubuh ... 5

2.1.2 Klasifikasi indeks massa tubuh... 5

2.1.3 Cara mengukur indeks massa tubuh ... 6

2.1.4 Indeks massa tubuh dan obesitas ... 6

2.2. Obesitas ... 6

2.2.1. Definisi obesitas ... 6

2.2.2. Etiologi obesitas ... 7

2.2.3. Patogenesis obesitas ... 8

2.3. Tidur ... 13

2.3.1. Definisi tidur ... 13

2.3.2. Fisiologis tidur ... 13

2.3.3. Regulasi siklus bangun-tidur ... 15

2.4. Bentuk-bentuk gangguan pola tidur ... 16

2.5. Hubungan indeks massa tubuh dengan jumlah jam tidur ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL PENELITIAN ... 21

3.1. Kerangka Konsep ... 21

3.2. Variabel dan definisi operasional ... 21


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Jenis Penelitian ... 23

4.2. Waktu dan tempat penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel ... 23

4.4. Teknik pengambilan data ... 24

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.2. Hasil Analisis Statistik ... 30

5.3. Pembahasan ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik ... 5

Tabel 2.2. Beberapa Gen Lain yang Terlibat dalam Obesitas ... 7

Tabel 2.3. Polipeptida dan Protein Utama yang Mungkin Berperan dalam Pengendalian Nafsu Makan ... 10

Tabel 2.4. Perbedaan Tidur Non Rapid Eyes Movement dengan Rapid Eyes Movement ... 14

Tabel 4.1. Klasifikasi IMT menurut Asia Pasifik ... 26

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur ... 28

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Klasifikasi IMT ... 28

Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jumlah Jam Tidur ... 29

Tabel 5.4. Tabulasi Silang Jumlah Jam Tidur dengan IMT ... 30


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Skema Multifaktor yang Menyebabkan Obesitas ... 12

Gambar 2.2. Peranan Neurotransmitter pada Siklus Bangun-Tidur ... 15

Gambar 2.3. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh ... 20

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21


(12)

DAFTAR ISTILAH

5-HT : 5-Hydroxy Tryptamine AgRP : Agouti related protein BMI : Body mass index

CAMP : Cyclic adenosine mono phosphate

CART : Cocaine- and amphetamine related transcript CCK : Cholecystokinin

CGRP : Calcitonin gene-related peptide CRH : Corticotropin releasing hormone

DSM 1V : Diagnostic and Statistical Mental Disorders 4th ed EMG : Electromyography

EOG : Electrooculography

GABA : Gamma Amino Butyric Acid

GHRH : Growth hormone releasing hormone GLP1,2 : Glukagon related protein 1,2

GRP : Gastrin related peptide IMT : Indeks massa tubuh LHA : Lateral hypothalamus area MCH : Melanin concentrating hormone MCR-4 : Melanocortin receptor 4

NPY : Neuropeptida Y

NREM : Nonrapid eyes movement OX1R : Orexin receptor 1

OX2R : Orexin receptor 2 PaCO2 : Tekanan parsial CO2 PC-1 : Proenzyme convertase POMC : Proopiomelanocortin RBP4 : Retinal binding protein 4 REM : Rapid eyes movement


(13)

ABSTRAK

Latar Belakang: Berat badan berlebih dan obesitas menimbulkan berbagai masalah kesehatan kronik. Resiko tersebut meningkat seiring dengan peningkatan indeks massa tubuh. Akhir-akhir ini sedang banyak diteliti mengenai keterkaitan indeks massa tubuh dengan jumlah jam tidur. Kebanyakan hasil penelitian tersebut menunjukkan penurunan jumlah jam tidur meningkatan resiko peningkatan pada indeks massa tubuh.

Metode: Dilakukan penelitian cross sectional pada 96 mahasiswa Fakultas Kedokteran USU berusia 17 – 23 tahun, 47 orang laki-laki dan 49 orang perempuan. Pengambilan sampel dilakukan dari bulan September – Oktober 2011. Dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan pengisian kuesionar untuk menanyakan jumlah jam tidur dan menyingkirkan kriteria eksklusi pada sampel.

Hasil: Sampel yang memiliki indeks massa tubuh berlebih (overweight dan obesitas) sebanyak 27 orang (28.1%) memiliki jumlah jam tidur kurang dari 7-8 jam. Meskipun demikian, didapati pula sampel yang memiliki indeks massa tubuh berlebih memiliki jumlah jam tidur di atas 7-8 jam, yakni sebanyak 5 orang (5.1%). Untuk sampel dengan klasifikasi normoweight memiliki jumlah di kisaran 6-7 jam (18 orang) diikuti 7-8 jam (15 orang). Didapati hubungan yang lemah antara penurunan jumlah jam tidur dengan peningkatan indeks massa tubuh ( r = -0.131 ) namun hubungan ini tidak memiliki signifikansi dikarenakan nilai p > 0.05 ( p = 0.205 ).

Diskusi: Terdapat korelasi yang sangat lemah mengenai hubungan penurunan jumlah jam tidur dengan peningkatan indeks massa tubuh, namun tidak ditemukan kemaknaan pada penelitian ini.


(14)

ABSTRACT

Introduction: Overweight and obesity arouse some chronic medical problems. The risk increases according to increasing body mass index. Nowadays, there are many researches find that there are a correlation between body mass index and duration of sleep. Most of researchers show that decreasing duration of sleep are correlated with the risk of increasing body mass index.

Method: Has been researched cross sectional study to 96 students of University of Sumatera Utara Faculty of Medicine, which age among 17-23 years old, 47 of them are men and 49 are women. Research were done from September until October 2011. Data of body weight, body height were taken and samples were asked duration of sleep and any exclusion criteria.

Result: Samples which categorized to overweight and obesity are 27 persons (28.1%) have sleep duration less than 7-8 hours. Even though, there are 5 persons (5.1%) who classified both overweight and obesity in sleep duration more than 7-8 hours. Most criteria for normoweight are in the range duration of sleep 6-7 hours (18 persons) followed 7-8 hours (15 persons). In this research, there is very weak correlation between duration of sleep and body mass index (r = -0.131) and no significance because p value > 0.05 (p = 0.205).

Discussion: there is very weak correlation between sleep duration and body mass index, and does not significance to implemented in population.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan mengukur kadar lemak tubuh maka kita dapat menentukan apakah seseorang itu kurus (underweight), normal (normoweight), berat badan berlebih (overweight) atau gemuk (obesity) (Flier et al, 2007). Ada banyak metode untuk menentukan kadar lemak tubuh, baik secara langsung maupun tak langsung, antara lain: indeks massa tubuh (IMT), antropometri (skin-fold thickness), densitometri (underwater weighing), CT-scan, MRI, dan electrical impedance

(Flier et al, 2007). Namun indikator yang paling praktis dan paling sering digunakan pada orang dewasa adalah indeks massa tubuh (Sugondo, 2006).

Indeks massa tubuh adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2) (Dorland, 2002). Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 1.3 kg/m2 dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki IMT lebih tinggi 4.5 kg/m2 dibandingkan etnik Kaukasia (Sugondo, 2006). Sebaliknya, nilai IMT pada bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia dan Thailand adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah dibandingkan etnik Kaukasia (Sugondo, 2006). Ini memperlihatkan adanya nilai cut off IMT yang spesifik untuk populasi tertentu (Sugondo, 2006).

Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri (WHO, 2000). Untuk kriteria berat badan kurang, nilai IMT = <18.5, untuk kriteria berat badan normal, nilai IMT = 18.5 – 22.9, untuk kriteria

overweight, nilai IMT = 23 – 24.9, untuk kriteria obese I, nilai IMT = 25 – 29.9 dan untuk kriteria obese II, nilai IMT sama atau lebih dari 30.

Di antara klasifikasi indeks massa tubuh, yang dilihat sebagai masalah oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah mengenai berat badan berlebih (overweight) dan obesitas. Menurut WHO (2011), overweight dan obesitas merupakan faktor resiko penyebab kematian nomor lima. Sedikitnya, 2.8 juta penduduk meninggal per tahun akibat dari overweight dan obesitas (WHO, 2011).


(16)

Overweight dan obesitas ini lebih memiliki angka kematian yang tinggi di dunia dibandingkan dengan underweight (WHO, 2011). Sekitar 65% penduduk berdomisili di kota yang memiliki berat badan berlebih dan obesitas membunuh lebih banyak penduduk daripada underweight (WHO, 2011). Menurut data WHO tahun 2008, lebih dari sepersepuluh penduduk dewasa di dunia adalah obese dan berdasarkan catatan WHO pada tahun 2010 ada sekitar 43 juta anak usia di bawah 5 tahun memiliki berat badan berlebih (WHO, 2011).

Perkiraan terakhir secara global pada tahun 2008 terdapat hampir 1,5 milyar orang dewasa (di atas 20 tahun) memiliki berat badan berlebih, dari data tersebut terdapat lebih dari 200 juta pria dan hampir 300 juta wanita yang mengalami obese (WHO, 2011).

Diperkirakan pada tahun 2015 akan terdapat hampir 2,3 milyar orang dewasa memiliki berat badan berlebih, dari data ini diperkirakan lebih dari 700 orang dewasa yang obese (WHO, 2011).

Di Indonesia, prevalensi obesitas secara umum adalah 19,1%, dengan 8,8% di antaranya memiliki berat badan berlebih dan 10,3 % obese. Di provinsi Sumatera Utara, dari seluruh penduduk didapati prevalensi obesitas dan berat badan berlebih, yakni 10,7% yang memiliki berat badan berlebih dan 10,2% obese (Riskesdas, 2007).

Mengingat tingginya angka resiko kematian dan jumlah orang-orang yang memiliki berat badan berlebih dan obesitas maka sangatlah penting untuk mengetahui hal-hal penyebab timbulnya kejadian berat badan berlebih dan obesitas tersebut. Menurut WHO (2011), tingginya angka kejadian ini dikarenakan perubahan pola hidup yang sebelumnya bergaya pedesaan kini menjadi perkotaan. Beberapa faktor lain yang meningkatkan kejadian obesitas: gangguan emosi sehingga makan berlebihan untuk menggantikan rasa puas lainnya, pembentukan sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat pemberian makanan yang berlebihan, gangguan endokrin tertentu seperti hipotiroidisme, gangguan pusat kenyang-selera makan di hipotalamus, kecenderungan herediter, kelezatan makanan yang tersedia, dan kurang berolahraga (Sherwood, 2001).


(17)

Akhir-akhir ini, beberapa studi menemukan hubungan antara jumlah jam tidur dengan indeks massa tubuh. Pada penelitian-penelitian tersebut menunjukkan jumlah jam tidur yang kurang memiliki angka indeks massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan yang memiliki jumlah jam tidur yang normal (Launderdale et al, 2009; Adamkova et al, 2009; Kohatsu et al, 2006; Sharma et al, 2010). Menurut Chaput et al (2007) dalam Adamkova et al (2009) berkurangnya durasi tidur dapat menekan kadar hormon leptin sehingga meningkatkan nilai indeks massa tubuh. Perubahan pada siklus bangun-tidur juga dapat mempengaruhi pola adipokin, seperti leptin dan adipokinase, dalam mencetuskan timbulnya obesitas meskipun mekanismenya belum diketahui pasti (Shea et al, 2005). Berbagai hasil penelitian tersebut hendaknya dapat menjadi perhatian khususnya bagi orang-orang yang memiliki jadwal kerja siang-malam silih berganti, di samping yang memiliki aktivitas yang banyak menggunakan waktu, bahkan hingga memakai jam tidur, seperti pekerja kantoran yang sering kerja lembur, mahasiswa yang mengerjakan tugas hingga larut malam, dan sebagainya. Karena hal itu barangkali menjadi salah satu penyebab tingginya angka obesitas, yakni indeks massa tubuh yang lebih tinggi daripada normal, pada saat ini.

1.2. Rumusan Masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan jumlah jam tidur dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan jumlah jam tidur dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(18)

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Menimbang berat badan mahasiswa/wi, 2. Mengukur tinggi badan mahasiswa/wi,

3. Menghitung indeks massa tubuh mahasiswa/wi, 4. Menanyakan jumlah rata-rata jam tidur mahasiswa/wi.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat umum, khususnya yang terlibat dalam bidang medis. Berikut manfaat yang diharapkan:

1. Pada bidang ilmiah: mendukung penelitian mengenai faktor resiko terjadinya obesitas,

2. Pada masyarakat umum dan bidang kesehatan: mengingatkan masyarakat khususnya orang-orang yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi mengenai kaitan gangguan pola tidur dengan perubahan nilai indeks massa tubuh, khususnya obesitas,

3. Pada peneliti: memberi pengalaman dan menambah pengetahuan serta kemampuan dalam membuat penelitian.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Indeks Massa Tubuh

2.1.1. Definisi Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2006). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2006).

IMT juga dapat diterapkan untuk anak dan remaja, dengan cara yang sama menghitung nilai IMT seperti pada orang dewasa, kemudian nilai tersebut di-

plot-kan ke grafik CDC IMT-berdasarplot-kan umur (CDC, 2011). Dalam grafik tersebut akan terlihat persentil IMT-berdasarkan umur si anak, dari nilai persentil inilah dapat ditentukan apakah anak kurus, normal atau obese (CDC, 2011).

2.1.2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika kulit hitam memiliki nilai IMT lebih tinggi dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada etnik Kaukasia, sedangkan untuk Indonesia memiliki nilai IMT berbeda 3.2 kg/m2 dibandingkan etnik Kaukasia (Sugondo, 2006).

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih Berisiko

Obes I Obes II

< 18.5 18.5-22.9

≥ 23

23 -24.9 25-29.9

≥ 30


(20)

2.1.3. Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh

Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO 2011, untuk menentukan indeks massa tubuh sampel maka dilakukan dengan cara: sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

Berat Badan (kilogram) IMT=

Tinggi Badan2 (meter2)

Kemudian interpretasikan hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi IMT menurut Asia Pasifik di atas.

2.1.4. Indeks Massa Tubuh dan Obesitas

Pada situs Badan Kesehatan Dunia, WHO, dapat dilihat persentase warga yang obese, normal, maupun kurus pada setiap negara di seluruh dunia (WHO, 2011). WHO global database on Body Mass Indeks (IMT) ini dikembangkan sebagai bagian dari komitmen WHO dalam menjalankan rekomendasi atas The WHO Expert Consultation on Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic (Geneva, 3-5 June 1997) (WHO, 2011).

Departemen Gizi untuk Kesehatan dan Perkembangan (Department of

Nutrition for Health and Development) awalnya mengembangkan the WHO

Global Database on BMI untuk memberikan data yang menyeluruh mengenai data obesitas dan berat badan berlebih yang representatif dari tiap negara. Data-data ini dilaporkan dengan mengunakan cara standar BMI cut-off points untuk menghasilkan data yang valid secara internasional (WHO, 2011).

2.2. Obesitas

2.2.1. Definisi Obesitas

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis dan spesifik.


(21)

Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2006).

2.2.2. Etiologi Obesitas

Berbagai hal yang dapat menyebabkan obesitas. Penyebab utamanya adalah gaya hidup yang tidak aktif, hal ini dikarenakan aktivitas otot adalah cara terpenting untuk mengeluarkan energi dari tubuh sehingga ini merupakan satu cara paling efektif untuk mengurangi simpanan lemak (Guyton, 2007).

Hal lain yang berperan dalam meningkatkan kejadian obesitas adalah:

1. Perilaku makan yang tidak baik

Hal yang mempengaruhi seseorang sehingga memiliki perilaku makan yang tidak baik adalah: (a) faktor lingkungan dan sosial, lingkungan yang memiliki pendapatan yang tinggi cenderung memiliki tingkat konsumsi yang tinggi dan kurang aktivitas, (b) faktor psikologis, misalnya pada orang stres yang memiliki kecenderungan untuk banyak makan guna menurunkan stres yang dialami, (c) nutrisi berlebih pada masa kanak-kanak, ini dikarenakan pada tahun-tahun pertama kehidupan kecepatan pembentukan sel lemak meningkat, sehingga makin besar jumlah lemak yang disimpan maka makin besar pula jumlah jaringan lemak yang dibentuk (Guyton, 2007).

2. Kelainan neurogenik

Lesi pada nukleus ventromedial hipotalamus pada binatang dapat menyebabkan obesitas, namun pada kebanyakan penderita obese tidak mengalami hal ini. Yang dijumpai pada penderita obese umumnya adalah abnormalitas neurotransmitter di hipotalamus yakni peningkatan oreksigenik, seperti neuropeptida Y (NPY), dan penurunan anoreksigenik, seperti leptin dan α-MSH (Flier et al, 2007).

3. Faktor genetik

Sekitar 20-25 persen kasus obesitas disebabkan faktor genetik (Guyton, 2007). Gen berperan dalam menyebabkan kelainan pada jaras yang mengatur pusat makan dan pengaturan pengeluaran dan penyimpanan lemak. Gen-gen yang


(22)

terlibat dalam obesitas tersebut antara lain: (a) mutasi MCR-4 (Guyton, 2007), (b) defisiensi leptin kongenital dan (c) mutasi reseptor leptin (Flier et al, 2007).

2.2.3. Patogenesis Obesitas

Obesitas terjadi akibat berbagai multifaktor yang saling berinteraksi satu sama lain, baik itu keterlibatan antara gen, hormonal maupun faktor lingkungan yang mempengaruhi si individu, meskipun mekanismenya masih sukar untuk dimengerti. Patofisiologi obesitas yang paling sederhana untuk dapat diterima sebagian besar peneliti maupun penderita adalah ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan jumlah energi yang dikeluarkan untuk beraktivitas (Flier et al, 2007). Namun tidak hanya hal tersebut yang dapat mencetuskan timbulnya obesitas, beberapa penyakit pun dapat menimbulkan gejala klinis obesitas (Flier et al, 2007).

Berbagai hal yang terlibat dalam mencetuskan obesitas. Berikut ini adalah paparan mengenai beberapa gen dan keterlibatannya dengan terjadinya obesitas:

1. Gen ob

Mutasi gen ini pada tikus menimbulkan gejala hiperfagia, resistensi insulin dan obesitas yang parah. Produk dari gen ob ini adalah leptin, yang disekresi oleh sel adiposa dan bekerja secara langsung ke hipotalamus. Peningkatan kadar leptin pada dasarnya akan menurunkan jumlah makanan yang dikonsumsi dan meningkatkan penggunaan energi. Pada penderita obes dijumpai penurunan kadar leptin ini, bahkan yang mengalami onset dini obesitas tidak hanya dikarenakan inaktivasi gen reseptor (db) tetapi juga gen leptin (ob) itu sendiri (Flier et al, 2007).

2. Gen proopiomelanokortin (POMC)

Mutasi pada gen ini menyebabkan gagalnya pembentukan α-MSH ( melanocyte-stimulating hormone), yang merupakan neuropeptida kunci yang menghambat

nafsu makan di hipotalamus. α-MSH akan berikatan dengan reseptor melanocortin

tipe 4, yaitu reseptor kunci hipotalamus yang menghambat makan (Flier et al, 2007).


(23)

3. Gen proenzyme convertase 1 (PC-1)

Mutasi pada gen ini akan mencegah terjadinya pembentukan α-MSH dari prekusor peptidanya, POMC (Flier et al, 2007).

Beberapa gen lain yang menyebabkan obesitas, baik yang menyebabkan obesitas pada manusia maupun yang menyebabkan obesitas pada hewan, akan dijelaskan secara singkat dalam Tabel 2.1. di bawah ini:

Tabel 2.2. Beberapa Gen Lain yang Terlibat dalam Obesitas

Gen Produk gen Mekanisme Pada

manusia

Pada hewan MC4R Reseptor tipe 4

untuk MSH

Mutasi mencegah

penerimaan sinyal kenyang dari MSH

Ya Ya

AgRP ( agouti-related peptide)

Neuropeptida yang diekspresikan di hipotalamus

Ekspresi berlebih

menghambat sinyal melalui MC4R

Tidak Ya

Lemak Karboksipeptidase-E

Mutasi mencegah sintesa neuropeptida, mungkin MSH

Tidak Ya

Tub Protein hipotalamus

Disfungsi hipotalamus Tidak Ya

TrkB Reseptor neurotropin

Hiperfagia karena defek hipotalamus

Ya Ya

Sumber: Flier, et al. 2007. Biology of Obesity. In: Harrison’s Internal Medicine. Peningkatan jumlah makan yang dialami pada penderita obese mungkin juga dikarenakan abnormalitas dari pengaturan rasa kenyang. Beberapa hal yang terkait dalam pengaturan rasa kenyang tersebut adalah sinyal hormonal. Beberapa sinyal hormonal tersebut antara lain: insulin, kortisol dan peptida usus, seperti: ghrelin, peptida YY dan kolesistokinin, yang bekerja secara langsung pusat kontrol hipotalamus maupun melalui nervus vagus. Tidak hanya hormonal, metabolit seperti glukosa juga berperan dalam mengatur rasa lapar, misalnya ketika hipoglikemia individu akan merasa lapar (Barret et al, 2008).


(24)

Tabel 2.3. Polipeptida dan Protein Utama yang Mungkin Berperan dalam Pengendalian Nafsu Makan

Meningkatkan Nafsu Makan (Oreksigenik)

Mengurangi Nafsu Makan (Anoreksigenik) AgRP

ß-Endorfin Galanin Ghrelin GHRH MCH

Neuropeptida Y Oreksin A Oreksin B

Bombesin CART CCK CRH CGRP Glukagon GLP-1,2 GRP Leptin Neurotensin Oksitosin Peptida YY Somastasin

α-MSH

Sumber: Barret, et al, 2008. Ganong Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22.

Sel adiposa juga terlibat dalam patogenesis obesitas. Ini dikarenakan sel tersebut juga berfungsi sebagai sel endokrin yang melepaskan beberapa molekul berkaitan dengan obesitas, seperti adiponektin, resistin, dan RBP4 (retinal binding protein 4). Kadar adinopektin diketahui menurun pada penderita obesitas sedangkan kadar resistin dan RBP4 meningkat. Faktor-faktor tersebut menyebabkan gangguan homeostasis lemak, sensitivitas insulin, kontrol gula darah dan koagulasi (Flier et al, 2007).

Terakhir yang terlibat dalam patogenesa obesitas adalah beberapa penyakit berikut (Flier et al, 2007):

1. Sindroma Cushing

Obesitas mungkin diasosiasikan dengan peningkatan reaktivasi lokal kortisol di lemak oleh 11ß-hydroxysteroid dehydrogenase 1, enzim yang mengaktivasi kortison menjadi kortisol.

2. Hipotiroid

Peningkatan berat badan pada penderita ini dikarenakan myxedema. Ini akan menyebabkan penderita berpenampilan seperti penderita obese.


(25)

3. Insulinoma

Penambahan berat badan dikarenakan makan berlebih dikarenakan gejala „takut hipoglikemi‟. Peningkatan kadar insulin menyebabkan penyimpanan energi

menjadi lemak.

4. Craniopharingioma

Penurunan hormon pertumbuhan menyebabkan berkurangnya aktivitas lipolisis.

Berbagai faktor yang menjadi bagian dari patogenesis obesitas dapat dilihat pada gambar 2.1. di bawah ini.


(26)

Gambar 2.1. Skema multifaktor yang dapat menyebabkan obesitas Hormonal

LEPTIN INSULIN KORTISOL PEPTIDA USUS

GHRELIN CCK&PYY

Perubahan ekspresi dan pelepasan peptide hipotalamus Glukosa

Metabolit MCH

α-MSH AgRP

NPY

Disregulasi nafsu makan

OBESITAS

♀ miskin

♀ kaya Negara

industri

Negara berkembang

Kurang tidur

Faktor sosial/lingkungan

Adiposity/ sel lemak

↓adipo nektin

↑resistin dan RBP4

↑asupan

makan dan ↓

aktivitas

SINDROM SPESIFIK *Insulinoma *Cushing syndrome

*Craniophary ngioma

Mutasi * Lep ob/db * MC4R * PC1 * POMC

Peningkatan ekspresi *AgRP GENETIK

Disfungsi * Tub * Turk


(27)

2.3. Tidur

2.3.1. Definisi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton, 2007). Tidur memiliki fungsi untuk memulihkan keseimbangan alami di antara pusat-pusat neuron (Guyton, 2007).

2.3.2. Fisiologis Tidur

Terdapat 2 tipe tidur yakni: (1) tidur gelombang lambat, ini dikarenakan pada saat ini gelombang otak sangat kuat dan frekuensinya rendah, dan (2) tidur dengan pergerakan mata yang cepat, karena pada tipe ini mata bergerak dengan cepat meskipun si individu tertidur (Guyton, 2007).

Tidur memiliki siklus, yang mana di dalamnya terdapat 2 periode, merupakan tipe tidur, yang silih berganti hingga tercapai beberapa siklus dalam 7-9 jam waktu tidur si individu (Barret et al, 2008). Ketika orang tersebut tertidur, maka pertama-tama ia akan memasuki periode nonrapid eyes movement (NREM) atau periode tidur gelombang lambat. Periode ini menguasai 75-80% dari total tidur dan terdiri dari 4 stadium, yakni stadium 1, 2, 3 dan 4. Pada awal tidur, individu memasuki stadium 1, 3-8% dari total tidur. Stadium ini memiliki gambaran penurunan aktivitas elektromiografi (EMG), penurunan pergerakan bola mata, yang dapat dilihat pada elektrookulografi (EOG), dan pengurangan serta voltase yang rendah, sehingga memberi tampilan gelombang alfa (8-13 Hz) pada gambaran elektroensefalografi (EEG). Kemudian berlanjut ke stadium 2, 10-12 menit dari stadium 1 dan 45-55% dari total tidur. Stadium ini memiliki karakteristik adanya sleep spindle dan kompleks K. Sleep spindle adalah bentuk gelombang dengan frekuensi 12-14 Hz, berlangsung minimal 0,5 detik dan berbentuk spindle. Sedangkan kompleks K adalah bentuk gelombang yang memiliki 2 komponen, 1 gelombang negatif yang diikuti 1 gelombang positif, keduanya berakhir lebih dari 0,5 detik. Gelombang delta pada EEG pertama kali muncul pada awal stadium ini. Gambaran EMG-nya lebih rendah daripada waktu sadar. Kemudian masuk ke stadium 3 dan 4, 15-20% dari total tidur dan


(28)

membentuk tidur gelombang lambat. Karakteristik stadium ini adalah memiliki amplitudo yang tinggi, aktivitas gelombang lambat. Tidur kemudian menjadi lebih dangkal, dan memasuki periode rapid eyes movement (REM) atau periode pergerakan bola mata cepat, 60-90 menit setelah mulai periode NREM, 20-25% dari total tidur. Karakteristiknya adalah voltase yang rendah dan campuran gelombang alfa dan teta serta terdapat pergerakan bola mata yang cepat. Periode REM ini memiliki 2 fase yakni tonik dan fasik. Pada fase fasik inilah terdapat gambaran pergerakan mata yang cepat. Siklus NREM-REM berlangsung setiap 90 menit dan berkisar 4-6 siklus sepanjang malam (Lee-Chiong, 2009).

Terdapat berbagai perbedaan antara NREM dan REM. Tabel 2.4. di bawah ini akan meringkaskan beberapa perbedaan tersebut (Guyton, 2007 dan Lee-Chiong, 2009).

Tabel 2.4. Perbedaan Periode Nonrapid Eyes Movement dan Rapid Eyes Movement

Perbedaan NREM REM

Saraf Autonom Peningkatan parasimpatis Fase fasik: Peningkatan simpatis Fase tonik: peningkatan

parasimpatis Fisiologi kardiak Inspirasi: denyut jantung

berdetak cepat dan singkat Ekspirasi: penurunan progresif denyut jantung

Fase fasik: peningkatan denyut jantung

Fase tonik: penurunan denyut jantung

Fisiologi pernafasan

* frekuensi dan amplitudo pernafasan regular

* penurunan ventilasi alveolar bersamaan dengan peningkatan PaCO2

Penurunan volum tidal dan minute ventilation menurun hingga ke level yang paling rendah. Apnea sentral dan periodic breathing lebih sering pada fase REM ini, terutama fase fasik

Aliran darah ke otak

Penurunan aliran darah ke otak dibandingkan saat bangun

Peningkatan aliran darah ke otak

Suhu inti tubuh (TCore)

TCore lebih rendah daripada

saat bangun

Suhu tubuh pada periode REM ini bergantung pada suhu lingkungan Fungsi genital Sedikit perubahan *ereksi penis

*ereksi klitoris dan vaginal engorgement


(29)

2.2.3. Regulasi Siklus Bangun Tidur

Nukleus pada batang otak dan hipotalamus penting selama transisi siklus bangun-tidur. Perangsangan pada formasio retikularis midbrain dan hipotalamus posterior menghasilkan keadaan bangun, sementara untuk menghasilkan tidur diperlukan perangsangan pada hipotalamus anterior dan daerah di sekitar basal

forebrain. Formasio retikularis melepaskan norepinefrin, serotonin dan asetilkolin. Neuron preoptikus di hipotalamus, wilayah forebrain yang terlibat dalam siklus bangun-tidur, melepaskan GABA. Sedangkan neuron hipotalamus posterior melepaskan histamin. Gambar 2.2. di bawah ini menjelaskan peranan neurotransmiter dalam siklus bangun-tidur (Barret et al, 2010).

Gambar 2.2. Peranan Neurotransmiter pada Siklus Bangun-Tidur Sumber: Barret et al, 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology. 23rd Ed.

Nukleus batang otak yang merupakan bagian sistem aktivasi retikular (RAS)

↑Norepinefrin

dan serotonin

↓asetilkolin

Bangun tidur NREM Tidur REM

↑Aktivasi

talamus & korteks

↑histamin ↓GABA

Hipotalamus dan pusat sirkadian dan homeostasis

↓Norepinefrin

dan serotonin

↓asetilkolin

↓Aktivasi

talamus & korteks

↓histamin ↑GABA


(30)

Selain neurotransmiter, hormonal juga berperan dalam siklus bangun-tidur. Salah satu contohnya adalah melatonin. Pada malam hari melatonin melalui aktivitas norepinefrin pada reseptor β-adrenergik. Hal ini kemudian meningkatkan CAMP intraseluler, yang pada akhirnya akan meningkatkan N-acetyltransferase. Lalu terangsanglah kelenjar pineal. Maka terbentuk dan tersekresilah melatonin. Melatonin ini yang menjaga keadaan tidur si individu sepanjang malam hari (Barret et al, 2010).

2.4. Bentuk-bentuk Gangguan Pola Tidur

Terdapat 3 kategori utama dalam Diagnostic and Statistical Mental Disorders 4th ed (DSM-IV): (1) gangguan tidur primer, (2) gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lain, dan (3) gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur karena kondisi medis umum dan obat (Kaplan, 2010).

Secara umum terdapat 4 gejala utama yang menandai sebagian besar gangguan tidur, yakni: (1) insomnia, adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur, (2) hipersomnia, adalah jumlah jam tidur yang berlebihan dan mengantuk yang berlebihan di siang hari, (3) parasomnia, yaitu fenomena yang tidak umum dan tidak diinginkan yang tampak secara tiba-tiba selama tidur atau yang terjadi pada ambang antara terjaga dan tertidur, dan (4) gangguan jadwal tidur-bangun, di sini penderita tidak dapat tidur saat mereka ingin tidur walaupun mereka dapat tidur pada waktu lain (Kaplan, 2010).

2.5. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh

Akhir-akhir ini, beberapa studi menemukan hubungan antara jumlah jam tidur dengan indeks massa tubuh (Launderdale et al, 2009; Adamkova et al, 2009; Kohatsu et al, 2006; Sharma et al, 2010). Pada penelitian-penelitian tersebut menunjukkan jumlah jam tidur yang kurang memiliki angka indeks massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan yang memiliki jumlah jam tidur yang normal (Launderdale et al, 2009; Adamkova et al, 2009; Kohatsu et al, 2006; Sharma et al, 2010).


(31)

Berbagai hal yang berlangsung selama tidur, salah satunya dalam hal metabolisme glukosa. Pada individu yang normal terjadi peningkatan hormon pertumbuhan dan penurunan kortisol serta epinefrin ketika tidur. Peningkatan hormon pertumbuhan selama awal tidur ini akan menjaga kadar gula darah stabil dengan cara menghambat pengambilan glukosa dari otot. Sedangkan penurunan kadar kortisol inilah yang menyebabkan terlambatnya efek sensitivitas insulin selama tidur, sehingga efek ini akan muncul pada akhir malam. Karena inilah, kadar gula darah tetap stabil selama tidur di sepanjang malam meskipun si individu dalam keadaan berpuasa (Cauter et al, 1997).

Tidak hanya hormon pertumbuhan dan kortisol yang berperan, ghrelin, leptin dan oreksin juga memiliki kaitan dalam hubungan tidur dan homeostasis glukosa. Keseimbangan energi positif yang mengubah aktivitas transkripsi kunci sirkadian juga mampu mempengaruhi homeostasis glukosa. (Zvonic et al, 2007; Tsujino et al, 2009; Lam et al, 2010; Adamkova et al, 2009; Yang et al, 2009).

Pada penderita yang memiliki nilai indeks massa tubuh lebih tinggi (obese), sudah tentu terjadi gangguan metabolisme glukosa. Salah satu kemungkinan sebab penyebabnya adalah bahwa pada penderita obese terjadi penurunan respon sel beta pankreas terhadap glukosa secara signifikan pada akhir hari (Cauter et al, 1997). Akibatnya terjadi penurunan sekresi insulin pada akhir malam sehingga kadar glukosa pada malam hari, dalam keadaan berpuasa, terganggu.

Setelah awal mula tidur, pada penderita obese dijumpai penurunan kadar gula darah dan penurunan kecepatan sekresi insulin dikarenakan penurunan pelepasan hormon pertumbuhan (Cauter et al, 1997). Mungkin hal ini akan menyebabkan penderita obese banyak mengonsumsi makanan di malam hari karena tubuh

merasa „kelaparan‟. Penurunan kecepatan sekresi insulin ini tidak hanya dikarenakan resistensi insulin tetapi juga pengaruh dari perubahan kortisol (Cauter

et al, 1997).

Mutasi homozigot Clock, protein regulator jam sirkadian pada individu menyebabkan hiperfagia, hipoinsulinemia, hiperglisemia, hiperlipid, yang pada akhirnya menyebabkan individu mengalami peningkatan nilai indeks massa


(32)

tubuh, serta mengalami gangguan siklus tidur (Zvonic et al, 2007; Yang et al, 2009).

Pada penderita obese juga ditemukan penurunan respon Clock-Bmal1, Bmal1 juga merupakan protein regulator transkripsional, sehingga pada penderita obese memperlihatkan ritme sirkadian yang berbeda daripada orang normal. (Zvonic et al, 2007; Yang et al, 2009).

Terdapat pula neuropeptida oreksin atau hipokretin, tidak hanya mengatur nafsu makan tetapi juga mengatur pola tidur pada individu. Oreksin merupakan neuropeptida yang diproduksi di neuron hipotalamus, terutama di area lateral hipotalamus (LHA), yang merupakan pusat pengaturan nafsu makan. Peran oreksin ini didukung dengan ditemukannya kedua reseptor oreksin, OX1R dan OX2R, pada pusat-pusat pengaturan makan dan siklus bangun-tidur. OX1R, misalnya, terdapat di prefrontal, korteks infralimbik, hipokampus, amigdala, nukleus talamus paraventrikular, dorsal raphe, area tegmental ventral, lokus serulus dan nukleus tegmental laterodorsal. Sedangkan OX2R terletak di amigdala, nukleus talamus paraventrikular, area tegmental ventral dan dorsal raphe

(Tsujino et al, 2009).

Tak hanya reseptor-reseptor di atas, oreksin juga menerima inervasi dari area yang berkaitan dengan pengaturan homeostasis energi, seperti NPY, AgRP dan α -MSH.

Oreksin diaktifkan oleh neurotensin, oksitosin, dan vasopressin. Sebaliknya GABA, glukosa, 5-HT, noradrenalin dan leptin menghambat aktivitas oreksin (Tsujino et al, 2009). Pada penderita obese dijumpai disfungsi leptin (Shea et al, 2005). Hal ini yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dikarenakan peran leptin dalam menekan nafsu makan terganggu.

Dalam pengaturan nafsu makan, oreksin diaktifkan jika tubuh dalam keadaan hipoglikemi. Sebaliknya, jika kadar gula darah ekstraseluler meninggi maka oreksin pun akan dihentikan aksi potensialnya (Tsujino et al, 2009).

Penurunan jumlah tidur berkaitan dengan modulasi aktivitas neuron oreksin melalui noradrenalin. Periode jumlah total tidur yang berkurang akan mengubah aktivitas noradrenalin pada neuron oreksin dari keadaan tereksitasi menjadi


(33)

terinhibisi. Sehingga penginhibisian noradrenalin ini akan mengaktivasi oreksin (Tsujino et l, 2009).

Ghrelin juga memiliki peranan. Menurut Thompson et al (1999) dalam Spiegel et al (2004) penurunan jumlah jam tidur selama 6 hari menunjukkan peningkatan keseimbangan cardiac sympathovagal. Peningkatan ini mencerminkan penurunan aktivitas vagus. Seperti yang diketahui bahwa vagus dan ghrelin memiliki perbandingan yang terbalik, yakni penurunan vagus berarti peningkatan ghrelin. Ghrelin diduga merupakan hormon yang bersifat oreksigenik, yakni meningkatkan nafsu makan (Guyton, 2007).

Sedangkan leptin berkaitan dengan aktivitas simpatis, yang mana perangsangan simpatis akan menurunkan pelepasan leptin. Penurunan jumlah jam tidur ini, berarti peningkatan cardiac sympathovagal, akan menurunkan kadar leptin (Spiegel et al, 2004). Akibatnya tidak terdapat penekanan nafsu makan (Guyton, 2007).

Sehingga secara keseluruhan dapat dilihat terdapat hubungan antara jumlah jam tidur dengan peningkatan indeks massa tubuh, dikarenakan disregulasi nafsu makan. Kaitan jumlah jam tidur yang berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh, khususnya obesitas, adalah penurunan jumlah jam tidur, normal jumlah jam tidur 7-8 jam (Adamkova et al, 2009), beberapa referensi menyatakan penurunan jumlah tidur yang dimaksud adalah kurang dari 7 jam (Theorall-Haglow, 2010; Watson et al, 2010) sedangkan referensi lain menyatakan penurunan jumlah tidur tersebut adalah tidur kurang dari 4-5 jam (Schmid et al, 2008; Adamkova et al, 2009). Dari keseluruhan hal yang paling umum menyebabkan peningkatan indeks massa tubuh pada penurunan jumlah jam tidur adalah penurunan kadar leptin dan peningkatan kadar ghrelin.


(34)

Gambar 2.3. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Obesitas

Gambar 2.3. Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh PENURUNAN JUMLAH

JAM TIDUR

↓↓ KADAR

LEPTIN ↑↑ KADAR

GHRELIN

PENINGKATAN NAFSU MAKAN PADA MALAM HARI

PENINGKATAN IMT

Mutasi Clock-Bmal1

↑kortisol ↓GH


(35)

Indeks Massa Tubuh (IMT)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Tergantung

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel

- Variabel bebas (independen): jumlah jam tidur. - Variabel tergantung (dependen): indeks massa tubuh.

3.2.2. Definisi Operasional

1. Variabel Independen : Jumlah Jam Tidur

- Jumlah jam tidur adalah total waktu tidur si individu pada malam hari. Jumlah jam tidur tiap individu bergantung pada usia masing-masing si individu, semakin bertambah usia si individu maka semakin berkurang jumlah jam tidur individu tersebut secara fisiologis.

- Alat ukur jumlah jam tidur adalah kuesioner dengan teknik wawancara.

- Cara kerja dalam mengambil data jumlah jam tidur pada sampel adalah dengan menanyai jam berapa sampel bangun dan tidur pada hari aktif kuliah (Senin-Sabtu) dan hari minggu. Kemudian hasilnya dijumlahkan lalu dibagi tujuh sehingga didapat rata-rata jam tidur per minggu.

- Skala ukur jumlah jam tidur adalah numerik.

2. Variabel Dependen: Indeks Massa Tubuh Jumlah


(36)

- Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Obesitas merupakan peningkatan berat badan dengan IMT

≥ 25 kg/m2 akibat akumulasi lemak yang berlebihan.

- Alat ukur indeks massa tubuh adalah timbangan berat badan orang dewasa dan meteran dinding.

- Cara kerja menentukan IMT: sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

Berat Badan (kilogram) IMT=

Tinggi Badan2 (meter2)

Kemudian interpretasikan hasil yang didapat ke dalam tabel di bawah ini:

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih Berisiko

Obes I Obes II

< 18.5 18.5-22.9

≥ 23

23 -24.9 25-29.9

≥ 30

- Skala dalam pengukuran IMT adalah numerik.

3.3. Hipotesa

Ha: Terdapat hubungan jumlah jam tidur dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan

cross sectional. Di dalam penelitian analitik observasional desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional berarti pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, hal ini dikarenakan aplikasi indeks massa tubuh dapat digunakan pada individu dewasa.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2011 sampai Desember 2011, mulai dari pembuatan proposal sampai dengan penulisan hasil penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Yang menjadi populasi penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.3.2. Sampel

Sampelnya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2008, 2009 dan 2010.


(38)

Perkiraan jumlah sampel yang dibutuhkan:

n= (Zα+Zβ) 2 +3 0,5ln[(1+r)/(1-r)]

Keterangan :

n = besar sampel minimum

Zα = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu Zβ = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu r = perkiraan koefisien korelasi, (dari pustaka)

Dalam penelitian ini, perkiraan koefisien korelasi adalah 0,33. Bila a (2 arah) = 0,05 (zα = 1.960) dan power = 0,80 (Zβ = 0.842), maka besar sampel minimum yang diperlukan adalah:

n= (1.96+0.842) 2 +3 0,5ln[(1+0.33)/(1-0.33)]

n=69.9

n≈70

Dengan demikian besar sampel minimum yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebanyak 70 subjek.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

4.4.1. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan metode consecutive sampling, yang mana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Kriteria inklusi:

1. Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2008, 2009, dan 2010,

2. Bersedia menjadi sampel. Kriteria eksklusi:


(39)

1. Mempunyai riwayat keluarga obesitas,

2. Memakai obat-obatan (obat flu, antihistamin, antidepresan, steroid, hormonal, kafein, rokok, alkohol),

3. Menderita suatu penyakit kronik (asma, diabetes, penyakit jantung bawaan, hiper/hipotiroid, gangguan pola tidur, kanker),

4. Tidak memiliki pekerjaan selain sebagai mahasiswa fakultas kedokteran USU (guru privat, guru bimbingan belajar, programmer dsb).

4.4.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang dipakai pada penelitian ini adalah:

1. Meteran: alat ini digunakan untuk mengukur tinggi badan sampel. 2. Timbangan berat badan: untuk mengukur berat badan sampel.

3. Kuesioner: untuk menanyakan jumlah jam tidur dan menyingkirkan sampel yang memenuhi kriteria eksklusi melalui beberapa pertanyaan.

4.4.3 Cara Kerja

4.4.3.1. Menentukan Indeks Massa Tubuh

Untuk mendapatkan nilai IMT maka sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya.

Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan nilai IMT:

1. Memosisikan sampel dalam keadaan diam, tegak lurus, pandangan menghadap ke depan, membelakangi alat.

2. Melihat berapa berat badan sampel yang ditunjukan jarum timbangan (dipakai hitungan dalam kilogram).

3. Menarik alat pengukur tinggi dan meletakkan ujungnya tepat di puncak kepala sampel (vertex).

4. Melihat tinggi badan sampel.


(40)

Berat Badan (kilogram) IMT=

Tinggi Badan2 (meter2)

Lalu interpretasikan hasil yang didapat ke dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.1. Klasifikasi IMT menurut Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang Kisaran normal

Berat badan lebih Berisiko

Obes I Obes II

< 18,5 18,5-22,9

≥ 23

23 -24,9 25-29,9

≥ 30

Sumber: Sugondo, S., 2006. IPD FK UI.

4.4.3.2. Menentukan Jumlah Jam Tidur

Untuk mengetahui rata-rata jumlah jam tidur, sampel akan ditanyai melalui kuesioner. Pada kuesioner itu pula dicantumkan beberapa pertanyaan untuk kriteria eksklusi sampel. Sehingga melalui kuesioner tersebut, peneliti mendapatkan data berupa jumlah jam tidur dan jumlah sampel yang tidak memenuhi kriteria eksklusi.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk menganalisis data-data yang akan didapat pada penelitian, maka peneliti menggunakan uji korelasi. Pada uji ini dapat menentukan seberapa kuat hubungan antara faktor resiko dengan kejadian suatu penyakit. Data pada variabel baik independen maupun dependen merupakan data numerik. Data-data yang didapat tersebut akan diolah dengan menggunakan program SPSS.


(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), yang berlokasi di Jl. Dr. Mansur No.5 Medan. Fakultas Kedokteran USU dibuka tanggal 20 Agustus 1952 oleh Yayasan. Universitas Sumatera Utara, yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru.

Kampus USU Padang Bulan ini dapat dicapai dengan mudah dari pusat kota maupun Bandar udara Polonia. Jarak kampus dengan pusat kota (Lapangan Merdeka) sekitar 15 km yang dapat ditempuh dengan menggunakan taksi selama sekitar 15 menit. Jarak kampus dengan Bandar udara Polonia Internasional Airport sekitar 6 km yang dapat ditempuh dengan menggunakan taksi selama sekitar 15 menit (Administrasi, 2009).

Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas sekitar 100 Ha berada di tengahnya. Fakultas ini memiliki berbagai ruang kelas, ruang administrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, kamar mandi, dan mushola. Fakultas ini menerima mahasiswa baru sebanyak 400 orang lebih orang setiap tahunnya yang dapat masuk melalui jalur UMB, PMP, SNMPTN, Kemitraan, Mandiri dan Internasional dengan syarat yang telah ditetapkan oleh pihak Fakultas.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran USU, mulai dari angkatan 2011, 2010, 2009 dan 2008. Usia berkisar antara 17 - 23 tahun. Sampel adalah mahasiswa yang telah menyetujui untuk menjadi responden dan tidak memiliki kriteria eksklusi yaitu tidak mempunyai penyakit, tidak ada riwayat keluarga obese, tidak memakai obat-obatan dan tidak memiliki pekerjaan tambahan, misalnya mengajar, selain sebagai mahasiswa.


(42)

Sampel yang diperoleh selama periode September – Oktober 2011 sebanyak 96 orang. Sampel terdiri dari 47 orang mahasiswa laki-laki dan 49 orang mahasiswa perempuan. Data yang diperoleh telah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi sebelumnya. Semua data yang diperoleh adalah data primer.

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Presentasi (%)

17-18 24 25

19-20 52 54.2

21-22 19 19.8

23-24 1 1

Untuk mempermudah membaca interpretasi hasil penelitian maka klasifikasi IMT dikategorikan sebagaimana berikut ini: < 18.5 (underweight), 18.5 – 22.9 (normoweight), ≥23 – 24.9 (overweight), 25 –29.9 (obese I) dan ≥30 (obese II).

Dari hasil yang didapat, nilai indeks massa tubuh yang terbanyak adalah untuk kriteria berat badan normal (normoweight) yakni 49 orang (49%), namun jumlah sampel yang overweight dan obese juga tidak kalah banyak, yaitu 40 orang (41.7%), dengan usia yang paling banyak berada pada usia 19 tahun.

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Klasifikasi IMT Klasifikasi IMT Jumlah (Orang) Presentasi (%)

Underweight 7 7.3

Normoweight 49 51.0

Overweight 16 16.7

Obese 1 16 16.7

Obese 2 8 8.3

Dari hasil yang didapat, jumlah jam tidur yang paling banyak didapati pada sampel berada pada range 6-7 jam (37.5 %), dengan jumlah jam tidur yang paling sedikit berada pada range 3-4 jam dan 9-10 jam, masing-masing 1%.


(43)

Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jumlah Jam Tidur Jumlah Jam Tidur (Jam) Jumlah (Orang) Presentasi (%)

3-4 1 1.0

4-5 3 3.1

5-6 19 19.8

6-7 36 37.5

7-8 27 28.1

8-9 9 9.4

9-10 1 1.0

5.1.3. Tabulasi Silang Jumlah Jam Tidur dengan IMT

Berikut ini akan ditampilkan data tabulasi silang antara jumlah jam tidur dengan masing-masing klasifikasi indeks massa tubuh. Pada data tabulasi silang tersebut dapat kita lihat berapa jumlah sampel yang underweight, normoweight,

overweight dan obese I maupun obese II pada masing-masing rentang jumlah jam tidur.

Dari tabel tabulasi silang di bawah ini, dapat kita lihat untuk klasifikasi

normoweight paling banyak dijumpai pada kisaran jam tidur 6-7 jam (18 orang) diikuti 7-8 jam (15 orang). Sedangkan untuk klasifikasi underweight paling banyak dijumpai pada rentang jam tidur 7-8 jam (4 orang). Dan untuk kriteria berat badan berlebih (overweight dan obesitas) paling banyak dijumpai pada rentang tidur 6-7 jam.

Pada tabel tabulasi silang ini pula dapat kita lihat jumlah sampel yang memiliki indeks massa tubuh kurang (underweight) sebanyak 2 orang pada tidur kurang dari 7-8 jam. Terdapat 1 orang untuk kriteria underweight pada tidur lebih dari 7-8 jam.

Untuk kriteria berat badan berlebih (overweight dan obesitas) sebanyak 27 orang pada jam tidur kurang dari 7-8 jam. Meskipun demikian, didapati pula responden yang memiliki indeks massa tubuh berlebih pada jam tidur di atas 7-8 jam, yakni sebanyak 5 orang.


(44)

Tabel 5.4. Tabulasi Silang Jumlah Jam Tidur dengan IMT

Jumlah Jam Tidur (Jam)

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (kg/m2) Under

weight

Normo weight

Over

weight Obese I Obese II Total

3-4 0 0 0 1 0 1

4-5 0 3 0 0 0 0

5-6 0 9 3 3 4 19

6-7 2 18 8 5 3 36

7-8 4 15 3 4 1 27

8-9 1 4 2 2 0 9

9-10 0 0 0 1 0 1

Total 7 49 16 16 8 96

5.2. Hasil Analisis Statistik

Tabel 5.5. Nilai P Pearson Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan IMT Jumlah Jam Tidur (Jam) IMT (kg/m2) Pearson correlation (r) -0.131

p 0.205

Nilai korelasi pearson (r) pada penelitian ini, r = -0.131, menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara jumlah jam tidur dengan nilai IMT, yakni makin sedikit jumlah jam tidur maka makin tinggi nilai IMT. Namun hubungan (korelasi) ini sangat rendah (Wahyuni, 2007).

Berdasarkan hasil analitik pada penelitian mengenai Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Indeks Massa Tubuh ini, diperoleh nilai signifikansi (p value) = 0.205, hal ini berarti Ha ditolak oleh karena p value > 0.05. Ini menyatakan bahwa hasil yang didapat dalam penelitian ini tidak bermakna di dalam populasi. Dalam buku Statistika Kedokteran dan Aplikasi SPPS, karangan dr. Arlinda Wahyuni, disebutkan bahwa nilai p dapat diartikan sebagai nilai besarnya peluang hasil penelitian terjadi karena faktor kebetulan, harapan kita bahwa adanya hubungan pada penelitian juga menunjukkan adanya hubungan di populasi. Ini berarti hubungan jumlah jam tidur dengan indeks massa tubuh pada penelitian memiliki harapan yang sangat kecil bahkan hampir tidak ada hubungan di populasi.


(45)

5.3. Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan terbalik antara jumlah jam tidur dengan indeks massa tubuh (r = -0.131), hal ini sama seperti penelitian yang dilakukan di Hongkong (r = -0.037) namun pada penelitian tersebut memiliki nilai signifikasi (p) = 0.02, yang berarti penelitian tersebut memiliki harapan munculnya hubungan jumlah jam tidur dengan IMT pada populasi. Menurut penelitian longitudinal prospektif oleh Seegers et al (2011) didapati hubungan jumlah jam tidur kurang dengan overweight (OR = 1.99) dan obesitas (OR = 2.23) dibandingkan dengan yang memiliki jumlah jam tidur lebih atau sama dengan 11 jam.

Penurunan jumlah jam tidur dikaitkan dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh dikarenakan penurunan kadar leptin dan peningkatan kadar ghrelin, seperti percobaan yang dilakukan Taheri et al (2004) secara kohort prospektif, didapati penurunan leptin p = 0.01 dan peningkatan ghrelin p = 0.008. Peningkatan rasio ghrelin dan leptin ini pada akhirnya akan meningkatkan nafsu makan pada orang-orang yang memiliki jumlah jam tidur kurang, seperti pada penelitian yang dilakukan Spiegel et al (2004) didapati peningkatan appetite pada hampir seluruh jenis makanan pada responden yang memiliki jumlah jam tidur hanya 4 jam, dibandingkan dengan total 8 jam tidur, p = 0.01. Peningkatan nafsu makan ini kemungkinan juga dikarenakan peningkatan kebutuhan energi untuk mempertahankan agar tetap dalam keadaan terjaga.

Menurut hasil penelitian Spiegel et al (1999) pada review oleh Cauter et al

(2008) didapati pada orang-orang yang memiliki jumlah jam tidur kurang (5 jam) selama 8 hari menunjukkan penurunan sensitivitas insulin secara konsisten tanpa adanya kompensasi dari responsivitas sel B pankreas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan resiko timbulnya diabetes, di samping peningkatan kejadian obesitas.

Pada penelitian ini didapati p = 0.205, hal ini berarti penelitian ini tidak bermakna. Kemungkinan penyebab-penyebab terjadinya hal ini adalah pengaruh jumlah jam tidur kurang dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh lebih terlihat pada anak dibandingkan dewasa (Patel & Hu, 2008; Sharma et al, 2010),


(46)

dimana menurut Seegers et al (2011) hal ini mungkin dikarenakan toleransi homeostasis terhadap perubahan biologis yang lebih baik dibandingkan pada anak. Sehingga, seperti pada review yang dibuat oleh Cauter et al (2004), penting dilakukan edukasi publik efek penurunan jumlah jam tidur sejak usia dini, terutama pada orang tua yang memiliki anak dengan jumlah jam tidur kurang.

Kemungkinan penyebab lain adalah responden pada penelitian ini tidak menghabiskan waktu pada saat terjaga di malam hari untuk mengonsumsi makanan, meskipun terdapat kemungkinan peningkatan kadar ghrelin dalam tubuh responden. Kemungkinan waktu terjaga dihabiskan untuk mengerjakan bahan tutorial, mencari jurnal, atau mengerjakan tugas praktikum.

Beberapa penelitian tidak hanya menunjukkan penurunan jumlah jam tidur dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh akan tetapi peningkatan jumlah jam tidur juga menunjukkan peningkatan indeks massa tubuh (Sharma et al, 2010; Patel & Hu, 2008). Namun mekanisme peningkatan jumlah jam tidur dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh berbeda dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh pada penurunan jumlah jam tidur. Peningkatan jumlah jam tidur menyebabkan peningkatan nilai indeks massa tubuh diyakini sebagai konsekuensi peningkatan indeks massa tubuh, yakni akibat peningkatan nilai indeks massa tubuh maka individu akan malas bergerak dan pada akhirnya memiliki jumlah jam tidur yang lebih panjang dibanding normal (Sharma et al, 2010; Patel & Hu, 2008).


(1)

% within jlhjamtdrkelompok 11.1% 44.4% 22.2% 22.2% .0% 100.0%

% within klasifikasi imt 14.3% 8.2% 12.5% 12.5% .0% 9.4%

% of Total 1.0% 4.2% 2.1% 2.1% .0% 9.4%

9-10 Count 0 0 0 1 0 1

Expected Count .1 .5 .2 .2 .1 1.0

% within jlhjamtdrkelompok .0% .0% .0% 100.0% .0% 100.0%

% within klasifikasi imt .0% .0% .0% 6.3% .0% 1.0%

% of Total .0% .0% .0% 1.0% .0% 1.0%

Total Count 7 49 16 16 8 96

Expected Count 7.0 49.0 16.0 16.0 8.0 96.0

% within jlhjamtdrkelompok 7.3% 51.0% 16.7% 16.7% 8.3% 100.0%

% within klasifikasi imt 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

nam a

Stmb k

Jlh jmt dr IMT

usi a jk

peny . kroni k

alkoh

ol rokok pkrjn

riw.ob

es klsIMT

klsusi a

klsjlhjmt dr

AA- 2010 6.4

2 25.8 17

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 17-18 6-7

RHN 2010 6 23.3

8 17 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 17-18 6-7

INH 2008 8.2

8 22.1

5 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 8-9

MS- 2009 7.2

8 21.4

8 18

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 7-8

AUN 2008 7 24.6

1 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 21-22 7-8

MG

F 2008 7 22.5

6 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 7-8

RRK 2009 6 20.3

8 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 6-7

MD

Y 2009 6.8

5 27.4

7 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 17-18 6-7

JSG 2010 6.2

8 24.4

6 17 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 17-18 6-7

MIK 2008 6.1

4 22.8

4 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 6-7

ERC 2008 5.2

8 19.5

9 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 5-6

FMS 2008 7.8

5 21.4

8 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 7-8

IMG 2008 5.5 20.8

2 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 5-6

ASM 2009 7 16.6 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

underweig

ht 19-20 7-8

RTF 2009 6.4

2 18.1

3 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

underweig

ht 19-20 6-7

KDS 2009 7.4

2 21.4

5 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

JSH 2009 6 20.5

4 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

WT

C 2009 7.4

2 27.0

2 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 17-18 7-8

SAS 2009 7.2

8 20.7

1 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 7-8

AAT 2010 6.1

4 29.0

3 17 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 17-18 6-7

ABT 2010 6 17.2

7 17 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

underweig

ht 17-18 6-7


(3)

2 3 ada perna h

merok ok

wa saja ada

RW

S 2009 8 24.9

6 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 17-18 8-9

MLI 2009 6 24.0

8 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 19-20 6-7

IPS 2008 6.4

2 20.2

6 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 6-7

OKF 2008 7.2

8 19.4

8 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 7-8

STS 2009 7.1

4 19.9

8 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

AFN 2009 7.1

4 20.8

5 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

EW

D 2009 6.2

8 21.9

5 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

HSN 2009 7.1

4 22.8 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

FLO 2008 6.5

7 21.1

7 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

MFR 2009 7.5 17.7

2 18

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

underweig

ht 17-18 7-8

AM

H 2008 6.1

4 19.8

9 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 6-7

SR

M 2008 6.1

4 20.9

3 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

RKA 2009 5.4

2 37.8

7 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese II 17-18 5-6 AW

G 2009 5.7

1 26.3

9 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 19-20 5-6

MIM 2009 8.2

8 24.1

4 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 19-20 8-9

IKA 2009 7.1

4 22.7

3 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 7-8

ASH 2009 5.2

8 19.1

7 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 5-6

ASL 2009 5.1

4 20.6

1 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 5-6

AW

N 2009 5.7

1 19.3

1 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 5-6

DN

M 2008 7.8

5 20.0

4 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

RSD 2010 7 24.7

6 17

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 17-18 7-8

GG

H 2008 6.2

8 22.0

3 23

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei


(4)

LMJ 2009 6.5

7 23.5 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 19-20 6-7

PLM 2010 8.1

4 27.8

5 18

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 17-18 8-9

HKJ 2009 7.4

2 21.4

9 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

KKR 2009 6.2

8 19.3

3 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

TKY 2009 7.2

1 21.8

7 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

RE

W 2009 7 20.5

7 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

WW

D 2009 6.2

8 22.5

4 18

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 6-7

ASF 2010 5.2

8 22.2

3 17

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 5-6

RTG 2009 5.1

4 26.6

3 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 19-20 5-6

UHJ 2010 6.5

7 20.8

2 18

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 6-7

EGH 2009 6 25.2

9 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 19-20 6-7

PKG 2009 5 24.0

3 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 19-20 5-6

DH

G 2009 5.1

4 22.7

2 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 5-6

CVB 2008 6 22.8

3 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 6-7

ERH 2010 4 18.6

6 18

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 4-5

JJF 2008 7.4

2 24.3

3 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 21-22 7-8

CK

M 2009 7.1

4 18.4

4 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

underweig

ht 19-20 7-8

AAA 2009 8.2

8 21.7

5 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 8-9

BBB 2009 8.1

4 22.2

6 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 8-9

CCC 2009 8.2

8 16.8

6 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

underweig

ht 19-20 8-9

DM

N 2009 7.3

5 17.4 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

underweig

ht 19-20 7-8

KLM 2009 5.5

7 24.2

4 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 19-20 5-6

ERJ 2009 6.1

4 23.2

2 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna

tidak merok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh


(5)

h ok

GHT 2009 6.4

2 22.2

5 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

YUJ 2009 6.2

8 33.2

4 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese II 19-20 6-7

KLS 2009 6.5

7 24.8

7 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 19-20 6-7

WE

R 2009 4 22.8

6 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 4-5

GTR 2009 3.2

8 26.4

4 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 19-20 3-4

OKL 2010 5.1

4 43.0

2 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese II 17-18 5-6

FJG 2009 6.2

8 26.8

1 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 19-20 6-7

DHR 2009 9 26.5

2 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 19-20 9-10

EEK 2009 6.1

4 21.9

2 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

RJK 2010 5.1

4 21.9

7 18 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 17-18 5-6

DKL 2010 7 30.6

2 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese II 19-20 7-8

OKL 2009 5.5 19.6

9 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 5-6

FHT 2008 5.2

8 33.8 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese II 21-22 5-6

ERY 2010 5.8

5 28.0

8 18

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 17-18 5-6

DJK 2009 6.4

2 20.5

4 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

KK

W 2009 8.2

8 21.9 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 8-9

RRH 2009 6.8

5 21.0

8 19

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 6-7

JJC 2008 6.8

5 32.2

4 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese II 21-22 6-7

RTY 2008 4.7

1 22.9

5 21

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 4-5

UIJ 2010 7.7

1 25.4

5 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 19-20 7-8

KDG 2008 7.2

8 26.4

9 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 21-22 7-8

RTH 2009 5.4

2 30.2

6 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak


(6)

CP

M 2008 6.4

2 21.1

5 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 21-22 6-7

MFR 2008 7.1

4 22.0

6 20

perempu an

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

normowei

ght 19-20 7-8

AM

O 2008 8 27.0

6 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese I 21-22 8-9

SQ

M 2009 6.2

8 24.3

8 19 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 19-20 6-7

RKB 2008 6.1

4 24.7

6 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh

t 21-22 6-7

AW

G 2008 6.7

1 30.4

3 20 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak

ada obese II 19-20 6-7 QQ

E 2008 5.7

1 24.9

1 21 laki-laki

tidak ada

tidak perna h

tidak merok ok

mahasis wa saja

tidak ada

overweigh