Tindakan Bedah Ortognatik Dalam Mengoreksi Maloklusi Pada Kasus Celah Palatum Komplet Bilateral

(1)

TINDAKAN BEDAH ORTOGNATIK DALAM MENGOREKSI

MALOKLUSI PADA KASUS CELAH PALATUM

KOMPLET BILATERAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : ULFA FETRIANI

NIM : 060600019

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan MaksiloFasial Tahun 2010

Ulfa Fetriani

Tindakan bedah ortognatik dalam mengoreksi maloklusi pada kasus celah palatum komplet bilateral.

vii + 36 halaman

Perbaikan celah palatum telah banyak dilakukan, namun pada perbaikan ini banyak yang tidak memperbaiki maloklusi akibat adanya celah palatum tersebut, sehingga harus dilakukan bedah ortognatik yang merupakan gabungan antara bedah maksilofasial dan ortodonti.

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik bedah ortognatik dalam mengoreksi maloklusi pada celah palatum komplet bilateral serta untuk menghindari terjadinya komplikasi pasca bedah.

Bedah ortognatik adalah suatu proses untuk memperbaiki kedudukan rahang untuk mengoreksi midface dan oklusi. Tujuan utama bedah ortognatik adalah untuk mencapai oklusi yang optimal, memperbaiki estetika wajah, dan pembesaran saluran udara.

Agar bedah ortognatik dapat berjalan dengan baik, dokter gigi bedah mulut harus melakukan tindakan bedah yang sesuai standar. Selain itu kerjasama yang baik dari pasien juga mempengaruhi keberhasilan bedah ortognatik.


(3)

TINDAKAN BEDAH ORTOGNATIK DALAM MENGOREKSI

MALOKLUSI PADA KASUS CELAH PALATUM

KOMPLET BILATERAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : ULFA FETRIANI

NIM : 060600019

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 3 November 2010

Pembimbing Tanda tangan

Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM ……….


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 3 November 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Indra Basar Siregar, drg., M.Kes ANGGOTA : 1. Eddy .A. Ketaren, drg., Sp.BM

2. Abdullah, drg


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan mempersembahkan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran gigi.

Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, nasehat dan dorongan dari berbagai pihak selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Eddy A. Ketaren,drg.,Sp.BM, sebagai Kepala Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedoketran Gigi USU Medan sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

2. Seluruh staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah memberikan ilmu dan bimbingan.

3. Mimi Marina Lubis,drg sebagai dosen wali yang telah memberikan bimbingan selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan.

4. Teristimewa kepada Ayahanda Khudri dan Ibunda Jasmidar yang telah memberikan kasih sayang, dukungan moril, materil, nasehat, dan doa yang tak henti-hentinya kepada penulis.

5. Adik penulis, Sylvia Rahmi yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.


(7)

6. Teman-teman terbaikku, Nanda, Luki, Ica, Wina, Noni, Lita, Mita, Esti, Tika, Dhita, Tari, Ina, Tia, Cory, Akroma, Bang Luthfi, Tommy, Regi, Bang Eko, Bang Edo, Kak Jehan, Bang Adi, Lini, Desi, Lia, Leni, dan semua teman-teman atas dukungan, semangat, doa dan harapan yang selama ini diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman angkatan 2006 dan senior-senior yang telah memberikan dukungan dan semangat selama ini dan semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 3 November 2010 Penulis,

(Ulfa Fetriani) NIM : 060600019


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR………... vii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB 2 CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL 2.1 Definisi ... 3

2.2 Insidensi ... 6

2.3 Klasifikasi ... 6

2.4 Etiologi ... 7

2.5 Kelainan Oklusi Akibat Celah Palatum Komplet Bilateral ... 10

2.6 Efek dari Celah Palatum ... 12

BAB 3 BEDAH ORTOGNATIK 3.1 Definisi ... 15

3.2 Indikasi Bedah Ortognatik ... 17

3.3 Bedah Ortognatik untuk Koreksi Maloklusi pada Kasus Celah Palatum Komplet Bilateral ... 20

BAB 4 TAHAPAN BEDAH ORTOGNATIK 4.1 Tahapan pembedahan ... 23

4.2 Komplikasi Pasca Bedah ... 31

BAB 5 KESIMPULAN ... 33


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Deskripsi pertumbuhan wajah manusia ... 3

2 Perbedaan palatum normal dan palatum yang bercelah ... 6

3 Klasifikasi celah palatum menurut Veau ... 7

4 Pasien dengan celah palatum bilateral sebelum reposisi dan lateral segmental ... 21

5 a. Pasien dengan celah palatum bilateral sebelum reposisi ... 25

b. Pandangan arah palaal sebelum penutupan celah ... 25

6 Insisi Le Fort I dalam tiga segmen ... 26

7 Premaksilari osteotomi dari sisi palatal ... 26

8 Penutupan hidung sisi fistula dan penambahan sisi mukosa oral ... 27

9 Penutupan luka ... 27

10 a. Celah palatum setelah reposisi ... 28


(10)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan MaksiloFasial Tahun 2010

Ulfa Fetriani

Tindakan bedah ortognatik dalam mengoreksi maloklusi pada kasus celah palatum komplet bilateral.

vii + 36 halaman

Perbaikan celah palatum telah banyak dilakukan, namun pada perbaikan ini banyak yang tidak memperbaiki maloklusi akibat adanya celah palatum tersebut, sehingga harus dilakukan bedah ortognatik yang merupakan gabungan antara bedah maksilofasial dan ortodonti.

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik bedah ortognatik dalam mengoreksi maloklusi pada celah palatum komplet bilateral serta untuk menghindari terjadinya komplikasi pasca bedah.

Bedah ortognatik adalah suatu proses untuk memperbaiki kedudukan rahang untuk mengoreksi midface dan oklusi. Tujuan utama bedah ortognatik adalah untuk mencapai oklusi yang optimal, memperbaiki estetika wajah, dan pembesaran saluran udara.

Agar bedah ortognatik dapat berjalan dengan baik, dokter gigi bedah mulut harus melakukan tindakan bedah yang sesuai standar. Selain itu kerjasama yang baik dari pasien juga mempengaruhi keberhasilan bedah ortognatik.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

Celah palatum merupakan kelainan kongenital yang terbentuk akibat gagalnya kombinasi antara penyatuan dan pembentukan rahang atas yang akan berefek pada jaringan lunak dan komponen tulang rahang atas, linggir alveolar, serta palatum keras dan lunak. Celah palatum terjadi setiap delapan ratus kelahiran dan ditemukan dua kali lebih banyak pada perempuan.1

Penyebab celah palatum ini antara lain akibat faktor herediter dan faktor lingkungan. Investigasi yang dilakukan pada hewan memberikan informasi kepada kita bahwa kekurangan nutrisi menyebabkan peningkatan insiden celah palatum. Radiasi energi, hipoksia, aspirin, dan obat-obatan lain juga dapat menyebabkan peningkatan celah palatum.1

Celah palatum komplet bilateral ini sering menyebabkan maloklusi pada maksila. Perbaikan maloklusi ini dapat dilakukan secara ortodontik, prostetik, dan ortognatik. Pada skripsi ini akan dibahas perbaikan maloklusi secara bedah ortognatik. Bedah ortognatik adalah bidang ilmu dan seni yang meliputi diagnosa, rencana perawatan, dan keputusan perawatan dengan mengkombinasikan cara ortodontik serta bedah oral dan maksilofasial guna mengoreksi muskuloskeletal, dentooseus, kelainan jaringan lunak pada rahang, dan struktur yang berhubungan.6

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik bedah ortognatik untuk mengoreksi maloklusi pada celah palatum komplet bilateral dan menghindari terjadinya komplikasi pasca bedah.


(12)

Manfaat penulisan ini adalah memberikan pengetahuan kepada dokter gigi agar mengetahui teknik bedah ortognatik untuk memperbaiki maloklusi serta dapat melakukan perawatan pasca bedah pada pasien.


(13)

BAB II

CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL

Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada beberapa kasus, celah ini terjadi setiap delapan ratus kelahiran dan kira-kira seperempatnya merupakan celah palatum bilateral.7 Celah palatum terbagi atas celah palatum komplet dan inkomplet serta celah palatum unilateral dan bilateral.

2.1 Definisi

Celah palatum adalah celah pada palatum yang terjadi akibat kegagalan penyatuan palatum yang mempengaruhi baik jaringan lunak, komponen tulang bagian atas, alveolar ridge, serta palatum keras dan lunak.1 Celah palatum komplet bilateral adalah celah yang terbentuk akibat gagalnya penyatuan komponen-komponen pembentuk palatum pada kedua sisi palatum yang telah mengenai palatum durum dan palatum molle dan biasanya juga sampai ke tulang alveolar.8


(14)

Gambar 1. Deskripsi pertumbuhan wajah manusia (James W. Clark,

Management of the cleft lip and palate patient, Philadelphia, 1985, hal. 3)

Biasanya empat tunas gigi muncul di langit-langit primer akan menjadi gigi-gigi seri atas. Lokasi keempat gigi-gigi mendefinisikan batas-batas palatum primer, yang dibatasi oleh fisur insisivus pada janin. Gigi kaninus biasanya muncul di palatum sekunder. Umumnya celah palatum terjadi antara palatum primer dan sekunder di lokasi fisur yang tajam yang memisahkan gigi insisivus lateral dan gigi kaninus.9


(15)

Celah ini terjadi antara minggu keenam dan kesepuluh pada masa embrio. Selama minggu keenam dan ketujuh, prosessus maksilaris dari lengkung brankial pertama tumbuh ke depan dan bersatu dengan prosesus nasalis-lateralis lalu berlanjut bersatu dengan prosessus nasalis medialis membentuk bibir bagian atas, dasar hidung, dan palatum primer. Semua struktur ini berkembang cepat, lidah membesar dan berdiferensiasi tumbuh vertikal mengisi kavum stomodealis primitivum. Pada minggu kedelapan sampai kesembilan, tulang palatum meluas ke medial untuk berkontak pada midline menghubungkan anterior ke posterior membentuk tulang palatum yang memisahkan hidung dan rongga mulut.1,7

Perkembangan yang tidak sejalan dan kegagalan proliferasi dari mesoderm untuk membentuk jaringan ikat penghubung yang melintasi garis fusi disebutkan sebagai salah satu sebab dari bermacam-macam proses embrio dalam pembentukan celah. Tidak terbentuknya komponen mesoderm menyebabkan komponen-komponen bibir akan terpisah, sedangkan sisa jaringan epitel yang belum ditembus oleh mesoderm dan tertinggal akan membentuk beberapa celah pada bibir dan tepi alveolus.7

Pengaruh teratogenik terlihat pada jenis celah palatum berupa celah palatum komplet, tidak komplet, unilateral, atau bilateral. Kurangnya pertumbuhan ke sentralis dari pramaksila dan prolabium dapat terlihat pada celah palatum bilateral. 1


(16)

Gambar 2. Perbedaan palatum normal dan palatum yang bercelah

2.2 Insidensi

Tidak semua celah palatum disertai dengan celah bibir, perbandingan celah palatum tanpa disertai celah bibir pada pria dan wanita adalah sebesar 1:2. Ini menunjukkan bahwa celah palatum terjadi lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria. Tidak seperti celah bibir yang lebih banyak terdapat pada pria dibandingkan wanita.8

Celah palatum bilateral yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya protrusi maksila ke anterior pada bagian premaksila.3 Insiden terjadinya celah palatum yang berhubungan dengan anomali ini lebih banyak pada ras negroid dibandingkan ras kulit putih.4 Insiden terjadinya celah palatum tanpa celah bibir adalah 0,5 kasus dari 1000 kelahiran. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 1:2 yang artinya terjadi dua kali lebih banyak pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.3,4,5


(17)

2.3 Klasifikasi

Terdapat banyak klasifikasi untuk celah palatum, klasifikasi yang paling sederhana dilakukan oleh Veau yang membagi dalam empat grup, yaitu celah palatum lunak sampai ke uvula, celah palatum lunak dan keras di belakang foramen insisivum, celah palatum lunak dan keras yang mengenai alveolus dan bibir pada satu sisi, dan celah palatum lunak dan keras yang mengenai alveolus dan bibir pada kedua sisi.1

Gambar 3. Klasifikasi celah palatum menurut Veau

5 Juli 2010)

2.4 Etiologi

Etiologi celah palatum ini sebenarnya banyak, tapi ada dua faktor penting yang paling berperan, yaitu:


(18)

1. Faktor herediter

Terjadinya celah palatum sebagian besar karena faktor keturunan. Biasanya salah satu dari pihak orangtuanya baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak.

Herediter merupakan dasar genetik untuk terjadinya celah oral yang signifikan, tetapi tidak dapat dipastikan sepenuhnya. Faktor ini terbukti berpengaruh sebesar 25% sampai 30% sebagai penyebab celah oral diseluruh dunia.1

Menurut Fogh Andersen kurang dari 20% dari kasus celah palatum diturunkan secara faktor genetik. Bathia juga melaporkan bahwa penyebab yang paling mungkin disebabkan oleh mutilasi satu gen yang menghasilkan efek yang besar. Tetapi dapat disebabkan oleh beberapa gen yang masing-masing menghasilkan pengaruh yang kecil tetapi bersama-sama menimbulkan kondisi patologis.7

Bixler, yang terakhir mengembangkan konsep, menyatakan ada dua bentuk celah. Bentuk umum disebabkan oleh faktor herediter dimana ada beberapa gen yang berbeda bekerja bersama-sama. Dengan kata lain, bila total gen cenderung berada pada level yang minimal maka celah tidak terjadi. Bentuk lain bersifat monogenik atau sindroma yang biasanya berhubungan dengan anomali-anomali kongenital.7

Dasar dari terjadinya celah palatum adalah karena gagalnya mesoderm berproliferasi melintasi garis fusi, yaitu sesudah tepi dari komponen-komponen berhubungan. Dan bisa juga terjadi karena adanya atrofi daripada ikatan-ikatan epitel yang melintasi daerah celah dan tidak adanya pertumbuhan otot pada daerah tersebut, sebagai adanya tanda hipoplasia mesoderm.


(19)

Ditemuka n teori-teori yang menyatakan bahwa terjadinya celah karena hal-hal berikut:

1. Kesalahan dalam masa peralihan dalam suplai darah pada masa embrio, juga bertambahnya umur si ibu yang dapat memberikan ketidakkebalan embrio terhadap terjadinya celah.

2. Adanya abnormalitas dari kromosom yang menyebabkan terjadinya malformasi kongenital yang multipel.

3. Adanya tripel sindrom termasuk juga celah di sekitar rongga mulut yang selalu diikuti oleh anomali kongenital lain.7

2. Faktor lingkungan

Faktor-faktor yang berperan pada waktu persatuan bibir dan palatum yaitu:7 a. Defisiensi nutrisi

Pada masa kehamilan, nutrisi yang kurang merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan terjadinya celah palatum. Percobaan-percobaan yang dilakukan terhadap binatang seperti pemberian vitamin A secara berlebihan ataupun kurang yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang lahir. Begitu juga pada defisiensi vitamin Riboflavin yang diberikan pada tikus yang hamil dan hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi. Defisiensi vitamin B kompleks yang dibutuhkan untuk beberapa enzim yang vital dalam tubuh dan keadaan ini dapat memacu terjadinya celah palatum.

b. Stres

Strean dan Peer melaporkan bahwa psikologis, emosi dan stres merupakan faktor yang signifikan terhadap terjadinya celah palatum. Stres yang timbul


(20)

menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk melepaskan sekresi hidrokortison dan jika hal ini sering terjadi dalam trimester pertama kehamilan akan dapat menjurus kepada terjadinya suatu malformasi.

c. Zat kimia

Pemberian aspirin, kortison dan insulin, dan obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan congenital abnormality dan facial cleft seperti thalidomide, phenytoin, antibiotika, transqualizer, obat untuk aborsi dan obat untuk infeksi virus, serta penggunaan kafein dan injeksi steroid, karena penggunaan obat-obatan ini akan melalui palsenta sehingga menghambat pertumbuhan janin.

d. Mekanik

Obstruksi lidah memungkinkan terjadinya celah pada embrio. Perkembangan yang tidak sejalan atau posisi janin dalam rahim dapat menyebabkan retrusi lidah dan hidung diantara palatum itu sendiri.

e. Anemia malnutrisi

Anemia dan kesehatan yang buruk dari si ibu akan dapat menyebabkan congenital cleft, karena kurangnya darah yang mengangkut oksigen dimana oksigen diperlukan untuk pertumbuhan jaringan mesenkim.

f. Infeksi yang terjadi dalam trimester pertama kehamilan dapat mengganggu fetus, karena infeksi yang terjadi dapat menghalangi pembentukan jaringan baru. g. Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent, dimana radioterapi yang dilakukan pada tumor dapat menghambat pertumbuhan janin.

h. Anoksia, dimana kadar O2 menurun akibatnya O2 yang diperlukan


(21)

i. Kecanduan alkohol, dimana alkohol dapat menyebabkan morfogenesis dan mempunyai efek antagonis metabolik sehingga bisa menyebabkan terjadinya celah palatum.7

Faktor-faktor ini merupakan penyebab peningkatan insiden celah palatum, tetapi intensitas dan waktu lebih penting dibanding jenis faktor lingkungan yang spesifik.

Penyebab lain celah palatum yang sebenarnya multifaktorial adalah: 1. Usia ibu sewaktu melahirkan

2. Perkawinan antara sesama penderita 3. Defisiensi Zn sewaktu hamil7

2.5 Kelainan Oklusi Akibat Celah Palatum Komplet Bilateral

Oklusi adalah hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi gigi geligi bukanlah merupakan keadaan gigi yang statis selama mandibula bergerak, sehingga didapati bermacam bentuk oklusi, seperti oklusi sentrik, eksentrik, habitual, supra-infra, mesial, distal, lingual dan sebagainya.9

Maloklusi merupakan masalah kelainan pada gigi-gigi atas dan bawah dalam proses menggigit atau mengunyah. Kata maloklusi secara harfiah berarti menggigit dengan cara buruk. Kondisi ini juga dapat disebut sebagai gigitan tidak teratur, crossbite, overbite, ataupun deepbite. Kondisi maloklusi ini biasanya menimbulkan keadaan terlalu banyak atau terlalu sedikit ruang antara gigi, mulut dan rahang yang


(22)

tidak beraturan ukuran dan bentuknya, berbentuk atipikal rahang dan wajah seperti celah palatum, dan lain-lain.10

Celah palatum dapat menyebabkan kelainan oklusi pada gigi-gigi di maksila, sehingga dapat menyebabkan terganggunya fungsi pengunyahan. Setelah dilakukan tindakan untuk memperbaiki celah palatum, jaringan parut yang berkembang mempunyai peranan penting dalam menyebabkan gangguan pada pertumbuhan normal maksila.11 Hipoplasia yang terjadi di maksila dapat mengakibatkan perawatan secara ortodonti dan bedah ortognatik tidak mencapai hasil yang memuaskan.10

Masalah utama yang ditimbulkan oleh celah palatum ini adalah masalah psikis, fungsi, dan estetik. Masalah psikis adalah adanya orang tua yang belum tentu bisa menerima keadaan anaknya yang seperti itu. Masalah fungsi antara lain gangguan pada waktu minum. Pada bayi yang meminum ASI harus diberikan secara hati-hati karena dikhawatirkan ASI akan mengalir ke telinga tengah dan mengakibatkan terjadinya infeksi. Selain itu fungsi suara akan terganggu jika kelainan ini terlambat diobati. Kelainan estetik tidak begitu jelas dan diperhatikan oleh karena letaknya di dalam rongga mulut.10

2.6 Efek dari celah palatum a. Efek pada gigi geligi

Jumlah gigi bisa kurang ataupun lebih dari normal. Daerah tempat terjadinya celah palatum biasanya paling sering kehilangan jumlah gigi. Selain itu morfologi gigi terutama gigi insisivus lateralis yang terdapat pada celah palatum umumnya berukuran kecil atau peg shaped. Demikian pula struktur gigi, bisa terjadi enamel


(23)

hipoplasia atau hipomineralisasi pada gigi, terutama pada daerah terdapatnya celah palatum.

Gigi insisivus lateralis pada sisi yang mengalami celah palatum kemungkinan berlokasi pada salah satu bagian tulang alveolar yang berdekatan dengan celah ini. Posisi gigi-gigi yang tumbuh akan berputar. Selain itu juga terjadi penundaan erupsi gigi pada daerah yang terkena celah palatum, dan bahkan sering juga terjadi penundaan perkembangan rahang yang normal.12

b. Efek pada bidang oklusal

Dalam kasus celah palatum bilateral, gigi desidui mungkin awalnya berada pada susunan klas I atau klas II divisi 1, tetapi pada masa awal gigi bercampur pertumbuhan maksila yang terbatas sering berada dalam overjet terbalik.12

c. Efek skeletal

Sampai pada umur 6 atau 8 tahun, celah palatum bilateral memiliki premaksila yang protrusi. Namun, dengan adanya pembatasan pertumbuhan yang dipaksakan akibat perbaikan secara pembedahan memungkinkan terjadinya perubahan menjadi bentuk retrusi pada maksila dalam masa awal remaja. Hal ini juga disertai dengan peningkatan tinggi wajah anterior.12

d. Efek pertumbuhan

Ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa perbaikan celah palatum pada masa-masa awal kehidupan memiliki efek yang merusak terhadap pertumbuhan tulang dan wajah. Ini dibuktikan oleh studi terhadap orang-orang yang celah palatumnya tidak diperbaiki.12


(24)

e. Efek pendengaran

Otot-otot dari palatum lunak bertindak sebagai katup pada akhir faring tuba eustachius untuk menyeimbangkan tekanan antara telinga tengah dan rongga mulut serta memungkinkan terjadinya drainase cairan. Perbaikan palatum lunak tidak dapat selalu memperbaiki fungsi otot sehingga akan menghasilkan kehilangan pendengaran.12

f. Efek berbicara

Perkembangan normal berbicara tergantung pada pendengaran yang baik, yang merupakan bagian dari mekanisme untuk berbicara yang benar. Fungsi yang inadekuat dari palatum lunak setelah perbaikan dapat menyebabkan sebagian aliran udara beralih dari hidung sehingga menyebabkan hypernasal speech.12


(25)

BAB III

BEDAH ORTOGNATIK

Bedah ortognatik merupakan bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang awalnya dilakukan oleh dokter Harold Hargis, DMD, dan juga digunakan untuk perawatan kondisi bawaan seperti celah mulut dan palatum, dan merupakan tindakan bedah untuk memperbaiki kondisi rahang dan wajah yang berhubungan dengan struktur pertumbuhan atau memperbaiki masalah yang tidak dapat dirawat secara ortodonti.14

3.1 Definisi

Ortognatik berasal dari bahasa Yunani, “orthos” yang berarti meluruskan dan “gnathos” yang berarti rahang. Jadi ortognatik berarti “meluruskan” rahang. Bedah ortognatik merupakan proses guna perbaikan rahang atau proses untuk memperbaiki posisi rahang, misalnya memperbaiki midface atau kelainan bentuk rahang khususnya yang terkait dengan oklusi atau gigi yang tumbuh secara bersamaan.14

Dalam pengertian yang sederhana, bedah ortognatik ditunjukkan untuk kasus-kasus dimana fungsi dan koreksi estetika dari maloklusi tidak dapat diselesaikan atau dioptimalkan secara ortodontik sendiri, seperti dalam kasus-kasus klinis, pada pasien yang memiliki cacat skeletal mayor, namun ada juga pasien yang mengalami diskrepansi antero-posterior minor atau open bite yang harus diperbaiki dengan bedah ortognatik.13


(26)

Bedah ortognatik kadang-kadang disebut juga dengan bedah ortodontik karena merupakan perawatan kombinasi antara pembedahan dan perawatan ortodontik dengan tujuan untuk memperbaiki kelainan dentoskeletal atau dentofasial yang disebabkan oleh kelainan yang cukup ekstrem yang meliputi ukuran, bentuk, dan relasi maksilomandibula terhadap basis kranial.13 Bedah ortognatik seringkali merupakan solusi perawatan dalam kasus dimana gigitan terlalu parah sehingga kawat gigi saja tidak cukup untuk memperbaiki masalah ini. Pembedahan dilakukan apabila adanya deformitas wajah yang parah seperti sulit bernafas, mengunyah, dan menelan.14 Ahli bedah oral dan maksilofasial menggunakan bedah ortognatik untuk mereposisi satu atau kedua rahang. Pergerakan rahang ini menyebabkan juga pergerakan gigi. Bedah ortognatik biasanya dilakukan bersamaan dengan perawatan ortodonti sehingga gigi akan berada dalam posisi yang tepat setelah operasi. Tujuan dari bedah ortognatik ini adalah untuk memperbaiki penyimpangan wajah dan rahang, sehingga meningkatkan kemampuan mengunyah, berbicara, dan bernafas.14

Motivasi utama pada kebanyakan pasien untuk melakukan perawatan pada umumnya adalah untuk estetika dan bukan untuk mengoreksi cacat fungsional. Bedah ortognatik mempunyai efek yang menguntungkan dalam berbicara karena membentuk kembali keseimbangan maksilomandibular yang dapat meningkatkan artikulasi dengan menyesuaikan posisi bibir dan gigi. Selain itu juga berefek pada pernafasan yaitu dapat meningkatkan ruang nasofaringeal dan melebarkan katup hidung.15,16

Maloklusi yang parah dapat menyebabkan banyak masalah fungsional seperti ketidakmampuan untuk mengunyah makanan dengan baik, masalah berbicara,


(27)

disfungsi otot wajah yang ditandai dengan sakit kepala, nyeri sendi, dan lain-lain, serta trauma periodontal.17

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 65% dari pasien dengan celah palatum bilateral dan 48% dari pasien celah palatum unilateral yang melakukan perbaikan bisa mendapatkan manfaat dari bedah ortognatik.17

3.2 Indikasi Bedah ortognatik

Ross (1986) memperkirakan bahwa bedah ortognatik diperlukan pada 25% dari sampel orang dengan bibir sumbing unilateral dan langit-langit untuk memungkinkan hubungan yang memadai antara rahang yang fungsional, estetika wajah yang harmonis, atau keduanya.14

Bedah ortognatik mengoreksi kelainan bentuk rahang dan wajah khususnya yang menyangkut oklusi gigi geligi. Alasan lain dilakukannya bedah ini biasanya berkaitan dengan ketidakseimbangan pertumbuhan tulang wajah dan mandibula.14

Indikasi bedah ortognatik yaitu:13 1. Asimetri dan deviasi wajah.

Asimetri dapat melibatkan bagian-bagian wajah yang mengenai jaringan keras dan atau jaringan lunak.

Deformitas yang diindikasikan untuk bedah ortognatik adalah:19 1. Protrusi maksila

Protrusi maksila merupakan maksila yang menonjol diluar batas normal bersamaan dengan gigi. Orang tidak bisa menutup bibirnya (bibir inkompeten) tanpa


(28)

usaha. Gigi selalu terlihat dan dalam kebanyaka kasus seluruh gingiva terlihat (gummy smile). Gummy smile ini disebabkan oleh karena kelebihan vertikal rahang.

2. Retrusi maksila

Deformitas ini disebabkan oleh perkembangan maksila terutama terlihat pada orang yang memiliki celah bibir atau celah palatum. Setelah koreksi bedah celah bibir atau celah palatum pada usia muda , pertumbuhan rahang terhambat bersamaan dengan perpindahan atau kerusakan tunas gigi.

3. Protrusi mandibula

Pada beberapa orang ada pertumbuhan ekstra dari rahang bawah sehingga tumbuh lebih panjang. Wajah mereka sangat panjang dengan penonjolan gigi bawah dan bibir yang tebal. Biasanya gigi rahang bawah berada dalam lengkungan gigi rahang atas. Tetapi dalam kasus ini, gigi rahang bawah berada diluar lengkungan gigi rahang atas.

4. Retrusi mandibula

Pada beberapa orang retrusi mandibula ini terjadi karena cacat perkembangan atau keturunan yang menyebabkan rahang bawah sangat kecil sehingga disebut juga sebagai wajah burung.

2. Maloklusi.

Sebagian besar kasus disgnati disertai adanya maloklusi yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi dalam derajat yang berbeda-beda.

3. Kelainan sendi temporomandibular.

Pada retrognati absolut terjadi defisiensi mandibula yang menyebabkan pasien cenderung untuk menarik mandibula ke depan sehingga menimbulkan keluhan sendi


(29)

dan otot sedangkan pada prognati mandibula terjadi usaha untuk memaksimalkan oklusi dengan memundurkan mandibula sehingga membebani sendi temporomandibular.

4. Hambatan fonetik.

Kesulitan dalam pengucapan konsonan bilabial, labiodental, linguodental. 5. Preprostetik

Pada orang tua yang lama tidak bergigi maka mandibula cenderung mengalami prognati yang pada keadaan ekstrem tidak memungkinkan pembuatan protesa penuh sehingga keadaan ini harus diatasi dengan reposisi rahang.

6. Hambatan pernafasan.

Keadaan mikrognati yang ekstrem seperti terdapat pada sindrom Pierre Robin dapat menyebabkan lidah terletak sangat posterior dan menyebabkan obstruksi pernafasan.

7. Hambatan psikologis.

Faktor psikologis merupakan hal yang harus dianalisa dengan sangat hati-hati. Hal ini dikarenakan kelainan psikologis dapat sejalan, lebih berat atau tidak berarti dibandingkan tingkat keparahan kelainan fisik disgnati serta keinginan mengenai hasil pembedahan yang tidak realistis. Hal ini penting dalam menentukan perlu tidaknya dilakukan tindakan bedah.

Kontraindikasi bedah ortognatik yaitu usia dibawah 18 tahun. Biasanya pertumbuhan tulang berlangsung sampai umur 18 tahun yang merupakan batas minimal untuk dilakukannya perawatan bedah.13


(30)

3.3 Bedah Ortognatik untuk Koreksi Maloklusi pada Kasus Celah Palatum Komplet Bilateral

Pada pasien dewasa muda yang telah melakukan perbaikan celah pada masa bayi, khususnya dalam kasus bilateral, terjadi hipoplasia maksila yang disertai dengan retrusi maksila. Hipoplasia maksila ini biasanya diperbaiki dengan bedah ortognatik menggunakan prosedur Le Fort I osteotomi.25 Usia ideal untuk dilakukannya bedah ortognatik pada kasus-kasus seperti ini adalah setelah masa pertumbuhan selesai yaitu setelah 18 tahun untuk perempuan dan setelah 20 tahun untuk laki-laki.18

Pasien yang lahir dengan celah palatum harus menjalani beberapa prosedur bedah korektif. Bekas luka yang dihasilkan pada prosedur ini diduga untuk memengaruhi pertumbuhan rahang yang sering menyebabkan defisiensi maksilaris. Pada perbaikan awal telah diteliti dan disempurnakan sebagai upaya untuk memaksimalkan fungsi sekaligus mempertahankan pertumbuhan maksilaris.20

Gambar 4. Pasien dengan celah palatum bilateral se-

belum reposisi dan lateral segmental osteotomi (Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford


(31)

Jadi kasus celah palatum yang diperbaiki pada usia bayi dengan operasi primer pada umumnya harus dilanjutkan dengan perbaikan retrusi mandibula dengan bedah ortognatik menggunkan prosedur Le Fort I pada usia dewasa yaitu pada umur 18 tahun pada perempuan dan 20 tahun pada laki-laki.


(32)

BAB IV

TAHAPAN BEDAH ORTOGNATIK

Bagi kebanyakan orang, kawat gigi telah menjadi suatu hal yang biasa. Namun dalam beberapa kasus, gigi tidak akan bertemu akibat penyelarasan yang tidak tepat dari rahang, sehingga dalam kasus ini, prosedur bedah ortognatik harus dilakukan untuk memperbaiki konfigurasi rahang dan menyelaraskan gigi.21

Bedah ortognatik adalah sebagai proses untuk memperbaiki penempatan rahang yang mengoreksi midface dan oklusi. Tujuan utama bedah ortognatik adalah mencapai oklusi yang benar, meluruskan rahang, memperbaiki estetika wajah, dan pembesaran saluran udara. Dalam kebanyakan kasus, bedah ortognatik dilakukan pada masa remaja akhir, setelah percepatan pertumbuhan terjadi, atau pada saat dewasa.21

Meskipun diindikasikan untuk kasus skeletal diskrepansi pada klas II dan III, bedah ini juga bisa untuk mengoreksi vertikal diskrepansi, kasus gigitan terbuka, sindrom kelainan kongenital seperti celah bibir, celah palatum, dan kelainan lengkung rahang. Tetapi dalam kasus yang berat, bedah akan ditunda sampai umur sekitar delapan belas tahun, ketika pertumbuhan maksila dan mandibula yang signifikan telah terjadi.21

Peranan bedah ortognatik, yaitu sebagai koreksi retrusi maksila parah yang tidak dapat diperbaiki dalam lingkup perawatan ortodonti, dan didapati insiden retrusi maksila yang membutuhkan pembedahan stadium akhir ortognatik adalah sekitar


(33)

25%, serta ditekankan untuk penempatan rahang yang lebih maju daripada pengaturan kembali mandibula.21

4.1 Tahapan Pembedahan

Tahap tahap dalam bedah ortognatik: 1. Pra bedah ortodontik

Pada tahap ini, gigi secara ortodontik akan diposisikan pada tempat yang baru sehingga akan beroklusi satu dengan lainnya ketika dilakukan pembedahan posisi rahang. Tahap perawatan pra bedah ortodontik ini biasanya berlangsung selama 6-18 bulan. Pasien memakai kawat gigi dan dilakukan perawatan kontrol ke dokter gigi. Karena gigi dipindahkan posisinya, maka biasanya setelah dilakukan pembedahan, pasien mengeluh gigitannya semakin buruk selama proses pengobatan. Padahal itu hanyalah masalah kebiasaan dalam oklusi gigi. 21

2. Catatan sebelum pembedahan

Saat perawatan pra bedah ortodonti mendekati penyelesaian, ahli bedah mulut dan maksilofasial membuat persiapan akhir untuk prosedur operasi. Dokter bedah menggunakan sinar x baru, model gigi serta rahang untuk mensimulasikan penyelesaian gerakan bedah rahang dan mengantisipasi hasil perawatan. Ketika tim mengatakan bahwa gigi berada dalam posisi pra bedah yang benar, maka bedah ortognatik akan dijadwalkan.21

3. Persiapan bedah ortognatik

Sebelum bedah dilaksanakan, pasien akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan bahwa pasien berada dalam kesehatan yang baik secara keseluruhan.


(34)

Suplemen makanan dan olahraga tertentu dapat ditentukan untuk mencapai kesehatan optimal, sehingga penyembuhan setelah bedah akan lancar.21

Bedah ortognatik biasanya dilakukan dengan anestesi umum dengan endotracheal breathing tube yang dilewatkan melalui hidung sehingga ahli anestesi dapat mengontrol pernafasan pasien selama pasien tidak sadar. Juga dilakukan pemasangan nasogastric tube yang dipasang melewati hidung sampai ke dalam lambung guna pemberian makanan pasca bedah.

4. Prosedur bedah ortognatik

Untuk memperbaiki hipoplasia maksila akibat perbaikan celah palatum sebagian operator menggunakan teknik Le Fort I. Prosedur ini dilakukan dengan melakukan insisi bevel 3-4 mm diatas pertemuan mukosa bergerak dan tak bergerak, memanjang dari arah sirkumferensial dari sisi mesial gigi molar pertama. Periosteum diinsisi dan flap diangkat ke superior agar foramen infraorbital terlihat. Pembuatan saluran di subperiosteal bilateral hingga mencapai sutura pterygomaxillaris akan membentuk batas posterior pembedahan, sementara dibagian anterior, bagian inferior dari arpertura piriformis dan spina nasalis akan terbuka. Dengan menggunakan bur gigi, dibuat garis osteotomi bilateral dari sutura pterygomaxillaris hingga ke tepi lateral arpertura piriformis pada bidang sebelah superior apeks akar sedikitnya 7-8 mm. Melalui garis osteotomi kedua yang diukur secara hati-hati dari garis pertama, diambil tulang dalam bentuk segitiga simetris pada kedua sisi (ostektomi) agar peninggian posterior atau pergeseran segmen ke superior dapat dikontrol. Sutura pterygomaxillaris dibagi secara bilateral dengan osteotom dan kartilago serta septum tulang hidung dipisahkan oleh palatal. Setelah pembagian transal bilateral dari


(35)

dinding nasal lateral, segmen maksila diturunkan. Sehingga aspek inferior dari hidung dan atap antrum akan terlihat, sementara segmen dibawahnya akan memperlihatkan lantai atau dasar antrum dan nasal.25

Setelah dilakukan “down fracture” dari segmen premaksila yang masih berada pada posisi protrusi ke arah palatal, lalu mukosa pada kedua sisi premaksila diinsisi pada bagian pinggir, demikian pula pada daerah kedua sisi dari palatum yang berada berdekatan dengan premaksila tadi. Kemudian dilakukan pergeseran palatum pada kedua sisi ke arah lateral dan ke arah premaksila.

Setelah palatum/maksila dan premaksila berada pada posisi yang baru sehingga hubungannya dengan mandibula berada pada oklusal yang baru, yang tidak mempunyai kontak prematur posterior, lalu segmen maksila dengan premaksila distabilisasi dalam posisinya dengan menggunakan transosseus wiring atau fiksasi skeletal internal, ditambah dengan fiksasi maksilomandibula. Dalam kasus tertentu, fiksasi dengan menggunakan osteosintesis kaku (plat pengadaptasi) dapat membuat fiksasi maksilomandibula tidak diperlukan lagi atau dipersingkat lama pemakaiannya. Setelah kedua segmen premaksila dan maksila berada pada posisi oklusi yang tepat dengan mandibula, dilakukan penjahitan pada sisi yang dilakukan insisi tadi. Setelah irigasi dan pemeriksaan ulang, penutupan pada teknik Le Fort I dilakukan dengan jahitan bersambung menggunakan benang yang dapat diabsorbsi.25


(36)

Gambar 5a. Pasien dengan celah palatum bilateral

sebelum reposisi(Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)

Gambar 5b. Pandangan arah palatal sebelum

penutupan celah(Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)


(37)

Gambar 6. Insisi Le Fort I dalam tiga segmen (Diego F. Wyszynski,

Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)

Gambar 7. Premaksilari osteotomi dari sisi palatal

(Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)


(38)

Gambar 8. Penutupan hidung sisi fistula dan penambahan sisi

mukosa oral (Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)

Gambar 9. Penutupan luka (Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)


(39)

Gambar 10a. Celah palatum setelah reposisi

(Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)

Gambar 10b. Pandangan arah palatal

sesudah penutupan celah

(Diego F. Wyszynski, Cleft lip and palate, Oxford University Press, 2002, hal. 343)


(40)

5. Tahap pasca bedah

Segera setelah operasi pasien dirawat di ruang pemulihan sampai pengaruh anestesi umum memudar. Obat-obatan dan nutrisi yang dibutuhkan dimasukkan ke dalam tubuh melalui intravena pada lengan dan nasogastric tube sampai pasien dapat memakan makanan yang cukup melalui mulut. Perban elastik digunakan pada wajah untuk mengurangi pembengkakan. Pendarahan minor juga mungkin akan terlihat setelah bedah. Jika bedah rahang atas telah dilakukan, kadang darah mengalir dari hidung yang akan berhenti dalam waktu 24 jam. Kemungkinan akan terjadi pembengkakan sementara di bibir, pipi, dan hidung. Ini merupakan respon penyembuhan normal dan akan hilang setelah seminggu atau lebih. Sensasi karena obat yang digunakan dapat menyebabkan mual dan muntah.

Untuk membantu penyembuhan, rahang pasien dicegah untuk bergerak dengan menggunakan alat-alat fiksasi. Selama masa penyembuhan, pasien dapat mengkonsumsi makanan cair yang mengakibatkan kehilangan berat badan, tetapi hal ini dapat kembali setelah masa fiksasi berakhir.

Kebersihan mulut pasien harus diperhatikan. Pasien harus rajin menyikat gigi dengan benar. Apabila pasien mengalami kesulitan dalam menggunakan sikat gigi dewasa, maka pada awalnya dapat menggunakan sikat gigi bayi. Pasien harus menyikat gigi dan mencuci mulut dengan obat kumur untuk mulut dan meningkatkan pembengkakan wajah.24

Penyembuhan awal pasca bedah memerlukan waktu enam minggu tapi selesainya proses penyembuhan memakan waktu hingga 9-12 bulan. Selama periode ini pasien diharuskan untuk mengunjungi dokter bedah dan gigi secara teratur.


(41)

Selama periode ini kesehatan mulut harus dijaga secara ketat dan kawat dikeluarkan enam atau delapan bulan setelah bedah. Ahli ortodonti biasanya melakukan tahap pasca bedah perawatan ortodonti 4-8 minggu setelah bedah untuk menentukan gigitan yang tepat. Dalam kebanyakan kasus, kawat dikeluarkan dalam waktu enam sampai dua belas bulan setelah bedah. Untuk fungsi bicara, bedah ortognatik tidak memberi pengaruh yang signifikan dan tidka mempengaruhi kualitas vocal atau pengucapan huruf secara permanen.

4.2 Komplikasi Pasca Bedah

Komplikasi seperti bengkak, nyeri, mual, muntah, perdarahan, infeksi, infeksi dada, dan lain-lain adalah beberapa resiko potensi dari setiap bedah besar dengan anestesi umum. Komplikasi khusus lain pada bedah ortognatik adalah:21

1. Komplikasi pada sinus seperti sinusitis dapat terjadi dan memerlukan perawatan yang lebih lanjut.

2. Adanya gigi yang non vital, namun jarang terlihat didekat lokasi osteotomi. 3. Infeksi periodontal di sekitar gigi dekat lokasi osteotomi dapat menyebabkan

mobilitas gigi yang bersangkutan, namun kompliaksi ini sangat jarang terjadi. Hal ini dapat dikoreksi dengan bedah flap periodontal dan bone grafting. 4. Nekrosis tulang yang dapat menyebabkan kerusakan tulang dan gangguan

estetika wajah, namun sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan darah pada sisi pembedahan.

5. Pembengkakan adalah reaksi normal terhadap setiap prosedur bedah, dan jumlahnya bervariasi. Pembengkakan kemungkinana akan meningkat untuk


(42)

kira-kira 24-72 jam setelah bedah yang akan mereda setelah minggu ketiga atau keempat.

6. Cedera untuk gigi yang berdekatan dengan akar, restorasi, atau cangkolan pesawat prostodonti juga dapat terjadi selama bedah ortognatik.

7. Relapse atau kekambuhan dari posisi rahang baru atau pergeseran struktur rahang yang tidak terduga setelah bedah ortognatik.


(43)

BAB V KESIMPULAN

Celah palatum bilateral komplet terkadang tidak hanya diperbaiki secara bedah biasa saja. Ada juga celah palatum yang harus diperbaiki dengan bedah ortognatik, yaitu tindakan bedah yang disertai dengan tindakan ortodonti. Bedah ortognatik merupakan proses untuk memperbaiki atau penempatan rahang terkait dengan oklusi atau gigi yang posisinya tidak sesuai dan tidak pada tempatnya.

Akibat dari perbaikan celah palatum sering terjadi hipoplasia maksila yang disertai dengan retrusi maksila. Perbaikan dari retrusi maksila ini adalah dengan cara bedah ortognatik yang menggunakan teknik Le Fort I osteotomi.

Perawatan pasca bedah dilakukan dengan mendatangi dokter gigi bedah maksilofasial dan ahli ortodonti secara berkala untuk memastikan agar perbaikan celah palatum dan oklusi giginya berhasil. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain bengkak, nyeri, mual, muntah, perdarahan, infeksi, infeksi dada, kehilangan sensasi yang mengakibatkan mati rasa atau kesemutan dari dagu, pipi, hidung, atau lidah, komplikasi sinus, adanya gigi yang non vital, dan infeksi periodontal.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hayward JR. Cleft lip and cleft palate. in: Kruger GO, eds. Textbook of oral surgery. 3rd Ed. Saint Louis : The CV Mosby Company, 1968 : 386-91

2. Riden K . Oral and maxillofacial surgery. Bristol UK: Southmead Department of Maxillofacial Surgery, Southmead Hospital, 1998 : 78-80

3. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 526

4. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 527-8

5. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 525

6. Wolford Larry. Surgical planning in orthognathic surgery. Churchill Livingstone. 2007: 1156-7

7. Kruger GO. Textbook of oral surgery. USA. Mosby Company. 1959: 376.-80. 8. Tjiptono TR dkk. Ilmu bedah mulut. Medan. Percetakan Cahaya Sukma.

Medan. 1989: 320

9. Bishara SE. Textbook of orthodontics. WB Saunders Company. 2001: 53 10.Santos JD. Occlusion. Ishiyaku EuroAmerica, Inc. USA. 1999: 85-7

11.Seung HB. Cleft type and angle’s classification of maloclussion in korean cleft patient. European Journal of Orthodonthics,2002;24:647-53


(45)

13.Astuti IA. Bedah ortognatik. Bahan Ajar. Bandung : Bagian Bedah Mulut FKG Unpad/RSHS: 1

14.Deluke DM. Orthognathic surgery: The state of the art. New York State Dental Journal; Des 1998; 64: 30-33; ProQuest Medical Library

15.Narayanan V., Guhan S., K. Shrikumar. Self-assessment of facial form oral function and psychosocial function before and after orthognathic surgery.

Indian Journal of Dental Research,2008;19(1):12-6

16.Trindade I., Yamashita R. Effects of orthognathic surgery on speech and

breathing of subjects with cleft lip and palate: acoustic and aerodynamic assessment. Craniofacial Journal,2003;1(40):54-64

17.Daskalogiannakis J., Mehta M. The need for orthognathic surgery in patients with repaired complete unilateral and complete bilateral cleft lip and palate. Cleft Palate and Craniofacial Journal,2009;46: 5

18.Anonymous.

19.Bamber MA. A Validation of two orthognathic model surgery techniques. Journal of Orthodontic,2001;28(2):135

20.Mars Michael. Management of cleft lip and palate in developing world. John Willey and Sons Ltd. 2008: 44

21.Archer HW. A Manual of oral surgery. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 1954:411-5

22.Menezes R. Dental anomalies as part of the cleft spectrum. Craniofacial Journal,2008;6(45)


(46)

24.Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 607-13

25.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery). Alih Bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996 :326-52


(47)

BIODATA PENULIS

NAMA LENGKAP : Ulfa Fetriani

NAMA KECIL : Uul

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Air Tiris/ 11 September 1988

ANAK KE : 1 dari 2 bersaudara

ORANG TUA

AYAH : Khudri

PEKERJAAN : Wiraswasta

IBU : Jasmidar

PEKERJAAN : Pegawai Negeri Sipil (Guru SMP)

ALAMAT : Jl. Paus Ujung Komp.Villa Indah Paus E 29

PEKANBARU

ALAMAT KOS : Jl. Tridharma No. 56 Komp. USU MEDAN

RIWAYAT PENDIDIKAN : 1992-1994: TK AISYAH BANGKINANG 1994-2000: SD NEGERI 030 PEKANBARU 2000-2003: SMP NEGERI 13 PEKANBARU 2003-2006: SMA NEGERI 8 PEKANBARU 2006-SEKARANG: MAHASISWI FKG USU


(1)

kira-kira 24-72 jam setelah bedah yang akan mereda setelah minggu ketiga atau keempat.

6. Cedera untuk gigi yang berdekatan dengan akar, restorasi, atau cangkolan pesawat prostodonti juga dapat terjadi selama bedah ortognatik.

7. Relapse atau kekambuhan dari posisi rahang baru atau pergeseran struktur rahang yang tidak terduga setelah bedah ortognatik.


(2)

BAB V KESIMPULAN

Celah palatum bilateral komplet terkadang tidak hanya diperbaiki secara bedah biasa saja. Ada juga celah palatum yang harus diperbaiki dengan bedah ortognatik, yaitu tindakan bedah yang disertai dengan tindakan ortodonti. Bedah ortognatik merupakan proses untuk memperbaiki atau penempatan rahang terkait dengan oklusi atau gigi yang posisinya tidak sesuai dan tidak pada tempatnya.

Akibat dari perbaikan celah palatum sering terjadi hipoplasia maksila yang disertai dengan retrusi maksila. Perbaikan dari retrusi maksila ini adalah dengan cara bedah ortognatik yang menggunakan teknik Le Fort I osteotomi.

Perawatan pasca bedah dilakukan dengan mendatangi dokter gigi bedah maksilofasial dan ahli ortodonti secara berkala untuk memastikan agar perbaikan celah palatum dan oklusi giginya berhasil. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain bengkak, nyeri, mual, muntah, perdarahan, infeksi, infeksi dada, kehilangan sensasi yang mengakibatkan mati rasa atau kesemutan dari dagu, pipi, hidung, atau lidah, komplikasi sinus, adanya gigi yang non vital, dan infeksi periodontal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hayward JR. Cleft lip and cleft palate. in: Kruger GO, eds. Textbook of oral surgery. 3rd Ed. Saint Louis : The CV Mosby Company, 1968 : 386-91

2. Riden K . Oral and maxillofacial surgery. Bristol UK: Southmead Department of Maxillofacial Surgery, Southmead Hospital, 1998 : 78-80

3. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 526

4. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 527-8

5. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 525

6. Wolford Larry. Surgical planning in orthognathic surgery. Churchill Livingstone. 2007: 1156-7

7. Kruger GO. Textbook of oral surgery. USA. Mosby Company. 1959: 376.-80. 8. Tjiptono TR dkk. Ilmu bedah mulut. Medan. Percetakan Cahaya Sukma.

Medan. 1989: 320

9. Bishara SE. Textbook of orthodontics. WB Saunders Company. 2001: 53 10. Santos JD. Occlusion. Ishiyaku EuroAmerica, Inc. USA. 1999: 85-7

11. Seung HB. Cleft type and angle’s classification of maloclussion in korean cleft patient. European Journal of Orthodonthics,2002;24:647-53


(4)

13. Astuti IA. Bedah ortognatik. Bahan Ajar. Bandung : Bagian Bedah Mulut FKG Unpad/RSHS: 1

14. Deluke DM. Orthognathic surgery: The state of the art. New York State Dental Journal; Des 1998; 64: 30-33; ProQuest Medical Library

15. Narayanan V., Guhan S., K. Shrikumar. Self-assessment of facial form oral function and psychosocial function before and after orthognathic surgery. Indian Journal of Dental Research,2008;19(1):12-6

16. Trindade I., Yamashita R. Effects of orthognathic surgery on speech and breathing of subjects with cleft lip and palate: acoustic and aerodynamic assessment. Craniofacial Journal,2003;1(40):54-64

17. Daskalogiannakis J., Mehta M. The need for orthognathic surgery in patients with repaired complete unilateral and complete bilateral cleft lip and palate. Cleft Palate and Craniofacial Journal,2009;46: 5

18. Anonymous.

19. Bamber MA. A Validation of two orthognathic model surgery techniques. Journal of Orthodontic,2001;28(2):135

20. Mars Michael. Management of cleft lip and palate in developing world. John Willey and Sons Ltd. 2008: 44

21. Archer HW. A Manual of oral surgery. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 1954:411-5

22. Menezes R. Dental anomalies as part of the cleft spectrum. Craniofacial Journal,2008;6(45)


(5)

24. Bell William. Surgical correction of dentofacial deformities. Philadelphia. W.B . Saunders Company 1985: 607-13

25. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery). Alih Bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996 :326-52


(6)

BIODATA PENULIS

NAMA LENGKAP : Ulfa Fetriani

NAMA KECIL : Uul

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Air Tiris/ 11 September 1988

ANAK KE : 1 dari 2 bersaudara

ORANG TUA

AYAH : Khudri

PEKERJAAN : Wiraswasta

IBU : Jasmidar

PEKERJAAN : Pegawai Negeri Sipil (Guru SMP)

ALAMAT : Jl. Paus Ujung Komp.Villa Indah Paus E 29 PEKANBARU

ALAMAT KOS : Jl. Tridharma No. 56 Komp. USU MEDAN

RIWAYAT PENDIDIKAN : 1992-1994: TK AISYAH BANGKINANG 1994-2000: SD NEGERI 030 PEKANBARU 2000-2003: SMP NEGERI 13 PEKANBARU 2003-2006: SMA NEGERI 8 PEKANBARU 2006-SEKARANG: MAHASISWI FKG USU