INTERAKSI SIMBOL TORTOR NAMORA PULE DALAM UPACARA HORJA GODANG HAROAN BORU PADA MASYARAKAT ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN.

INTERAKSI SIMBOL TORTOR NAMORA PULE DALAM UPACARA
HORJA GODANG HAROAN BORU PADA MASYARAKAT
ANGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

SHEILA ROISYAH HTS
NIM. 2103340060

JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

ABSTRAK
SHEILA ROISYAH HTS, NIM 2103340060 Interaksi Simbol Tortor Namora
Pule Dalam Upacara Horja Godang Haroan Boru Pada Masyarakat Angkola

Di Kota Padangsidimpuan. Jurusan : Sendratasik Program Studi :
Pendidikan Seni Tari. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
2015
Penelitian ini membahas tentang Tortor Namora Pule yang terdapat pada
masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan bertujuan untuk mengetahui
struktur penyajian dan interaksi simbolnya.
Untuk membahas tujuan penelitian diatas, digunakan teori-teori yang
berhubungan dengan topik penelitian, seperti pengertian Tortor, pengertian
upacara, teori interaksi simbol, teori struktural dan teori sistem.
Waktu penelitian yang digunakan dalam membahas Interaksi Simbol Tortor
Namora Pule Dalam Upacara Horja Godang Haroan Boru Pada Masyarakat
Angkola Di Kota Padangsidimpuan selama 2 bulan yaitu pada awal Desember
sampai dengan Februari 2015. Tempat lokasi penelitian adalah daerah Kota
Padangsidimpuan, Sumatera Utara. Populasi pada penelitian ini adalah 2 orang
dari Lembaga Adat Kesenian Kota Padangsidimpuan, 2 pasang pengantin yang
melakukan acara manortor, 5 orang pemain musik, 1 orang ketua adat setempat.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, studi pustaka, wawancara, dan
dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, struktur penyajian Tortor Namora Pule

terdiri dari beberapa tahapan yaitu : Menuju Galanggang Panortoran, mengambil
posisi, Makkobar, Manortor, Manogu, Manjalang, kembali ke Galanggang dan
Mardalan. Interaksi simbol yang terdapat pada Tortor Namora Pule tergambarkan
melalui sistem kekerabatan yang tertuang dalam keseluruhan Tortor yang ada
pada Horja Godang Haroan Boru. Sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu mengikat
antara keseluruhan Tortor terhadap Tortor Namora Pule. Keterikatan itu
menyebabkan interaksi Tortor Namora Pule terhadap keseluruhan Tortor serta
penonton. Interaksi simbol juga terlihat pada simbol gerak somba adat artinya
menyembah, terjadi interaksi simbol yang memiliki makna sebagai bentuk
penghormatan Namora Pule terhadap Raja, kedua orang tua dan penonton. Simbol
manartar dan mangido tua yang diartikan sebagai memberi dan menerima antara
mempelai pria dengan mempelai wanita. Pola lantai berhadapan antara kedua
mempelai menunjukkan adanya interaksi yang erat antara Namora Pule. Musik
iringan yang digunakan juga memiliki interaksi terhadap Namora pule, orang tua,
kerabat dan penonton. Syair berisi tentang sejarah hidup, nasehat, harapan dan doa
yang dituangkan kedalam syair onang-onang, syair-syair tersebut selalu ditujukan
kepada Namora Pule.
Kata kunci : Tortor Namora Pule, Masyarakat Angkola, Interaksi Simbol.

i


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmat, berkah dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga
penyusunan Skripsi berjudul “Interaksi Simbol Tortor Namora Pule Dalam
Upacara Horja Godang Haroan Boru Pada Masyarakat Angkola Di Kota
Padangsidimpuan” dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1.

Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri
Medan.

2.

Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan.

3.


Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa
dan Seni Universitas Negeri Medan.

4.

Nurwani S.S.T. M.Hum selaku Ketua Program Studi Pendidikan Tari
Jurusan Sendratasik dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II
Universitas Negeri Medan.

5.

Dra. Tuti Rahayu, M.Si selaku Pembimbing Skripsi I.

6.

Yusnizar Heniwaty, S.S.T, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik

7.


Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Tari yang telah memberikan
ilmunya selama masa perkuliahan.

ii

8.

Terima Kasih kepada abang Sahala siregar Glr. Sutan Orang Kaya, dan
Opung Ch. Sutan Tinggi Barani perkasa Alam

yang telah banyak

membantu penulis dengan penuh sabar.
9.

Teristimewa kepada orang tua penulis Ibunda Rosni Siregar dan Ayahanda
Syahrul Efendi Hts. Terima kasih atas bantuan moril, materil, do’a,
dukungan, kesabaran dan perhatian yang tak henti-hentinya sehingga
penulis mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Kakak tercinta Ery Silvana
Siregar, S.STP dan adinda Sri Asyanti Koto yang selalu mendoakan dan

membantu penulis.

10. dr. Rizky Ilham, terimakasih atas motivasi, support dan kasih sayang yang
diberikan kepada penulis.
11. Paul Silitonga, Wanda Maretha Piliang, S.H, Novi Handayani, Am.Keb,
Ole, Ari Ridwan, Tuah Melati. Terima kasih atas kontribusi yang telah
diberikan.
12. Sefrina, Jelita Fitri, Kak Dina atas semangat dan dukungan sehingga
bersama-sama menyelesaikan pendidikan di Universitas Negeri Medan.
13. Desi Pelita Wati beserta seluruh teman Program Studi Pendidikan Tari
Angkatan 2010 yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

Medan,

Maret 2015

Penulis

SHEILA ROISYAH HTS


iii

DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ...................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................


1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................

6

C. Pembatasan Masalah ...................................................................

7

D. Rumusan Masalah .......................................................................

8

E. Tujuan Penelitian ........................................................................

9

F. Manfaat Penelitian ......................................................................


9

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ..

11

A. Landasan Teoritis .......................................................................

11

1. Pengertian Tortor ..................................................................

11

2. Pengertian Upacara ................................................................

12

3. Teori Interaksi Simbol............................................................


13

4. Teori Struktural ......................................................................

14

5. Teori sistem ...........................................................................

15

B. Kerangka Konseptual ..................................................................

16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................

20

A. Metodologi Penelitian ................................................................


20

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ....................................................

20

1. Lokasi Penelitian ...................................................................

20

2. Waktu Penelitian ...................................................................

21

C. Populasi Dan Sampel ..................................................................

21

1. Populasi ..................................................................................

21

2. Sampel ...................................................................................

22

D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................

22

1. Observasi ................................................................................

22

2. Wawancara .............................................................................

23

3. Studi Kepustakaan .................................................................

23

4. Dokumentasi ..........................................................................

26

E. Teknik Analisis Data ..................................................................

27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................

29

A. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan .................................

29

1. Letak Geografis Kota Padangsidimpuan................................

29

2. Keadaan Penduduk .................................................................

32

3. Mata Pencaharian Dan Sumber Daya Alam ..........................

33

B. Sistem kekerabatan ....................................................................

34

C. Struktur Penyajian Tortor Namora Pule ...................................

38

D. Inrteraksi Simbol Tortor Namora Pule ......................................

51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................

62

1.

Kesimpulan ................................................................................

62

2.

Saran ...........................................................................................

63

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

65

GLOSARIUM ................................................................................................
DAFTAR RIWAYAT PENULIS ..................................................................

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk, Kepadatan, Distribusi Penduduk Kota
Padangsidimpuan Menurut Kecamatan Tahun 2013 ...................

32

Tabel 4.2. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin ...............

34

Tabel 4.3. Sistem Kekerabatan Masyarakat Angkola ...................................

36

Tabel 4.4. Sktuktur Penyajian Tortor Namora Pule .....................................

40

Tabel 4.5. Deskripsi Gerak Tortor Namora Pule ...........................................

46

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konseptual ...................................................

19

Gambar 4.1. Peta Kota Padangsidimpuan ....................................................

29

Gambar 4.2. Persentase Luas Daerah Menurut Kecamatan ..........................

31

Gambar 4.3. Pembagian Tortor menurut Sistem Kekerabatan Dalihan Na
Tolu ..........................................................................................

37

Gambar 4.4. Somba Adat ...............................................................................

54

Gambar 4.5. Manartar Dan Manyomba ........................................................

55

Gambar 4.6. Manartar Dan Mangido Tua ....................................................

56

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 13.466 pulau. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki
kebudayaan-kebudayaan dan suku yang beraneka ragam. Dalam situs resmi
Wikipedia juga tercatat 247 daftar suku bangsa yang hidup di Indonesia, serta
masih banyak lagi suku yang belum terdaftar. Diperkirakan Indonesia memiliki
ribuan suku yang tersebar dari sabang sampai merauke. Ribuan suku tersebut
memiliki keanekaragaman budaya yang belum pernah tersorot dan diketahui
khalayak ramai. Salah satu dari ribuan suku yang tersebar di Nusantara adalah
suku Batak. Suku Batak adalah suku yang tersebar di wilayah provinsi Sumatera
Utara. Suku batak juga terdiri dari beberapa macam suku diantaranya : Karo,
Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola dan lain sebagainya. (id.m.wikipedia.
org/wiki/Indonesia).
Dalam Koentjaraningrat (2004:9) “Kebudayaan menurut hemat saya antara
lain berarti : keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannnya
dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu,…”.
Kebudayaan terikat pada ruang dan waktu, oleh karena itu kebudayaan senantiasa
mengalami perubahan. Perubahan budaya itu merupakan proses adaptasi sesuai
dengan keadaan lingkungan hidup manusia. Adaptasi yang dilakukan oleh
kebudayaan dipengaruhi oleh kontaknya dengan kebudayaan lain pada masa
lampau dan masa kini, sejarah tradisi, cara hidup dan cara-cara mengantisipasi

11

2

alam semesta. Dalam hal ini manusia menentukan sikap, cita-cita dan nilai-nilai
sesuai dengan kebutuhannya dalam lingkungan tertentu dan pada waktu tertentu
pula. Dalam proses adapatasi itu terciptalah nilai budaya, yaitu konsep-konsep
mengenai apa yang dianggap bernilai, berharga, luhur dan mulia, sehingga dapat
berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan
para warga masyarakat. Melalui proses sosialisasi, setiap individu anggota
masyarakat telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat,
sehingga konsep-konsep itu berakar secara mendalam didalam jiwanya.
Pada dasarnya, masalah adat dan budaya tidak bisa lepas dari kehidupan
manusia di dunia ini. Begitu juga dengan bangsa Indonesia, masyarakatnya sangat
dikenal dengan adat dan budayanya. Jika kita perhatikan adat dan budaya yang
berlaku pada masyarakat Indonesia, kita akan mengetahui bahwa jenisnya sangat
beragam. Akan tetapi, tidak semua budaya tersebut dikenal oleh masyarakat
Indonesia, hanya beberapa budaya saja yang populer di kalangan mayoritas
penduduk Indonesia.
Suku Angkola atau batak Angkola adalah salah satu suku yang terbesar di
wilayah Angkola Tapanuli Selatan. Suku ini berdiam dan tersebar di seluruh
wilayah kabupaten Tapanuli Selatan dan daerah kota Padangsidimpuan, provinsi
Sumatera Utara. Angkola adalah suatu kelompok masyarakat dari etnis Batak
yang menduduki wilayah Angkola sejak berabad-abad yang lalu. Nama Angkola
diyakini berasal dari nama sebuah sungai “Batang Angkola” yang berada di
daerah Angkola Tapanuli Selatan. Dari cerita rakyat Angkola, bahwa sungai ini
diberi nama oleh Rajendra Kola (Chola) II penguasa kerajaan Chola (1014-1044

2

3

M) yang berasal dari India Selatan yang memasuki Angkola melalui daerah
Padang Lawas.
Setiap suku memiliki adat dan kebudayaan masing-masing, tidak
terkecuali pada masyarakat suku Angkola. Masyarakat suku Angkola memiliki
adat dan kebudayaan tersendiri. Ch. Sutan (2012) mengatakan bahwa masyarakat
Angkola memiliki berbagai macam seni budaya yang diwariskan oleh Nenek
Moyang terdahulu, sebagai mana dikemukakannya bahwa :
“ Berbagai macam seni yang dapat kita warisi sampai sekarang ini :
a. Seni suara yang disebut ende
b. Seni tari yang disebut tortor
c. Seni musik yang disebut gondang
d. Seni ukir, lukis, pahat yang disebut gorga (seni rupa)
e. Seni Sastra Bahasa yang disebut hata hapantunon
f. Seni Olahraga yang disebut uti-utian
g. Seni Bela diri yang disebut partahanan”.
Selain beberapa macam seni budaya diatas, suku Angkola juga dikenal
memiliki banyak upacara adat. Salah satu upacara adat suku Angkola adalah
Upacara Horja Godang Haroan Boru. Horja Godang Haroan Boru bila diartikan
kedalam Bahasa Indonesia

ialah pesta besar penyambutan mempelai wanita.

Upacara ini adalah upacara pernikahan yang diartikan sebagai penyambutan
kedatangan mempelai wanita oleh pihak mempelai pria. Pernikahan pada
masyarakat Angkola bukan hanya sebagai pertemuan kedua belah pihak
mempelai, juga dapat diartikan sebagai penghubung pertalian dengan seluruh
sanak keluarga. Upacara ini memiliki beberapa syarat dan tahap-tahap dalam
pelaksanaanya, antara lain mangkoyok horbo, panaek gondang, manortor dan
masih banyak lagi.

3

4

Tortor dalam kehidupan masyarakat Angkola pada dasarnya dilaksanakan
dalam konteks adat. Tortor diiringi oleh gondang dan onang-onang. Menurut
pemahaman masyarakat Angkola Tortor tidak sama dengan tari. Sebab Tortor
adalah suatu media utama yang memiliki nilai-nilai kekerabatan bagi masyarakat
dalam melaksanakan upacara adat. Tortor memiliki aturan-aturan tertentu dalam
pelaksanaannya, sehingga tidak boleh sembarangan dalam manortor. Tortor pada
masyarakat batak Angkola sendiri tidak memiliki kriteria penari khusus, serta
teknik dan pakem yang cukup jelas. Setiap orang yang hadir dalam upacara adat
dapat manortor dan diharapkan dapat mengambil bagian di dalamnya, diartikan
sebagai bentuk penghargaan dan rasa persaudaraan yang erat (solkot) para tamu
kepada tuan rumah atau kedua mempelai. Selain panortor ada pula yang disebut
sebagai pangayapi. Pangayapi berada pada posisi belakang panortor. Tortor yang
dilaksanakan dalam upacara adat perkawinan masyarakat Angkola memiliki
struktur atau urutan susunan panortor, dalam arti ketika Horja sedang
berlangsung tidak sembarangan dalam menyusun urutan panortor dan pangayapi.
Urutan tersebut telah disusun sedemikian rupa sesuai dengan sistem kekerabatan
Dalihan Na Tolu.
Adat Dalihan Na Tolu pada masyarakat Angkola kota Padangsidimpuan
sudah dikenal sejak berabad-abad lalu dan terus dilestarikan hingga sekarang.
Semua tata cara kehidupan masyarakat Angkola telah diatur sedemikian rupa
sehingga tidak dapat lepas dari sistem kekerabatan adat Dalihan Na Tolu. Adat
Dalihan Na Tolu begitu kental tercermin pada setiap kegiatan yang dilaksanakan
masyarakat Angkola mulai dari masalah kelahiran, pembukaan daerah baru,

4

5

hukum adat, tata krama dan sopan santun, serta masalah pernikahan dan kematian
(siriaon dan siluluton).
Pada upacara adat perkawinan Horja Godang Haroan Boru terdapat
sebelas Tortor yang akan dilaksanakan. Jenis-jenis Tortor tersebut sangat beragam
sesuai dengan sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu. Diantara sebelas Tortor itu,
ada yang disebut dengan Tortor Namora Pule. Tortor ini adalah Tortor yang
dilaksanakan dalam acara inti upacara Horja Godang Haroan Boru. Tortor
Namora Pule di dilaksanakan secara berpasangan oleh pengantin itu sendiri.
Tortor ini juga dapat dilakukan oleh lebih dari satu pasang pengantin. Tortor ini
biasanya berlangsung kurang lebih selama 30 menit, diiringi dengan musik
onang-onang

yang syairnya menceritakan tentang biografi kedua pengantin.

Syair tersebut dilantukan oleh paronang-onang, dengan menceritakan kehidupan
mempelai khususnya mempelai pria sebagai pihak yang mengadakan acara mulai
dari dalam kandungan, lahir kedunia, mengecam pendidikan, hingga perkawinan
berlangsung.
Dalam penyajiannya sendiri Tortor Namora Pule ini dilaksanakan pada
urutan kesepuluh, yaitu seusai Tortor Raja Panusuna Bulung. Ditandai dengan
bunyi gondang boru na mora untuk mengiringi dan mengelu-elukan pengantin.
Bayo dohot Boru berjalan ke Galanggang Panortoran dengan langkah-langkah
yang amat lambat. Kedua pengantin juga tidak boleh menoleh ke kiri ataupun ke
kanan, tersenyum atau berbicara. Kedua pengantin berjalan dengan sedikit
menundukkan kepala. Kedua pengantin berdiri dihadapan para raja sambil
perlahan-lahan manortor. Pada saat pengantin manortor, paronang-onang dan

5

6

tukang jeir menyerukan syair-syair yang berisikan harapan dan doa kepada Allah
agar kedua pengantin tersebut mendapat rezeki yang berkah, memperoleh mata
pencaharian yang baik, memiliki keturunan yang banyak, dan menjadi tempat
bertemunya sanak keluarga, kerabat dan handai tolan.
Berdasarkan fenomena tersebut, timbul permasalahan yang membutuhkan
penelitian secara mendalam yang ingin penulis ketahui pada Tortor Namora Pule
dalam perkawinan masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan. Penulis begitu
sering menyaksikan upacara adat perkawinan yang berlangsung pada Masyarakat
Angkola di Kota Padangsidimpuan. Penulis juga pernah ikut manortor dalam
upacara Horja Godang Haroan Boru. Penelitian yang akan menjadi concern
penulis dalam skripsi ini ialah interaksi simbol yang terdapat pada Tortor Namora
Pule dalam upacara Horja Godang Haroan Boru pada masyarakat Angkola di
kota Padangsidimpuan. Penulis ingin mengetahui interaksi yang ada pada Tortor
Namora Pule terhadap masyarakatnya dan terhadap sistem kekerabatan Dalihan
Na Tolu yang ada pada masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan. Dengan
demikian penulis mengangkat judul “Interaksi Simbol Tortor Namora Pule Dalam
Upacara Horja Godang Haroan Boru Pada Masyarakat Angkola Di Kota
Padangsidimpuan” sebagai judul penelitian.

B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul skripsi ini Interaksi Simbol Tortor Namora Pule
dalam Upacara Horja Godang Haroan Boru pada Masyarakat Angkola di Kota
Padangsidimpuan. Latar belakang diatas menunjukkan bahwa banyak hal-hal

6

7

menarik untuk diteliti. Ada beberapa hal yang

penulis tentukan sebagai

identifikasi masalah. Adapun identifikasi masalah tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana Keberadaan Tortor Namora Pule Dalam Upacara Horja
Godang

Haroan

Boru

Pada

Masyarakat

Angkola

Di

Kota

Padangsidimpuan?
2. Bagaimana Sejarah Munculnya Tortor Namora Pule Terhadap Masyarakat
Dalam Upacara Horja Godang Haroan Boru Pada Masyarakat Angkola Di
Kota Padangsidimpuan?
3. Bagaimana Struktur Penyajian Tortor Namora Pule Dalam Upacara Horja
Godang

Haroan

Boru

Pada

Masyarakat

Angkola

Di

Kota

Padangsidimpuan?
4. Bagaimana Interaksi Simbol Tortor Namora Pule Dalam Upacara Horja
Godang

Haroan

Boru

Pada

Masyarakat

Angkola

Di

Kota

Padangsidimpuan?

C. Pembatasan Masalah
Agar masalah dapat terjawab secara akurat, maka masalah yang akan di
teliti itu perlu dirumuskan secara spesifik. Hal ini dilakukan agar dalam proses
penelitian dan penganalisaan data nantinya pembahasan tidak meluas dan melebar
sehingga penelitian ini lebih terarah. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
merasa perlu mambatasi masalah. Untuk itu, maka pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah:

7

8

1. Bagaimana Sruktur Penyajian Tortor Namora Pule Dalam Upacara Horja
Godang

Haroan

Boru

Pada

Masyarakat

Angkola

Di

Kota

Padangsidimpuan?
2. Bagaimana Interaksi Simbol Tortor Namora Pule Dalam Upacara Horja
Godang

Haroan

Boru

Pada

Masyarakat

Angkola

Di

Kota

Padangsidimpuan?

D. Rumusan Masalah
Menurut Ulber (2009:54) “Perumusan masalah adalah konteks penelitian
yang mengarahkan pelaksanaan dan pencapaian tujuan penelitian”. Berdasarkan
latar belakang di atas, rasanya sangat perlu meneliti dan mengkaji Interaksi
Simbol Tortor Namora Pule dalam Upacara Adat Perkawinan Horja Godang
Haroan Boru pada masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan, dalam hal
pesta perkawinan Margondang. Karena dalam acara tersebut banyak kita dapati
lambang-lambang yang kalau dilihat dengan mata kasar tidak berarti apa-apa,
akan tetapi setelah dipelajari dan diteliti lebih lanjut, memiliki makna yang sangat
dalam. Untuk itu perlu rasanya penulis untuk membuat rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu:
“Bagaimana Interaksi Simbol Tortor Namora Pule dalam Upacara Horja
Godang Haroan Boru pada masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan?”.

8

9

E. Tujuan Penelitian
Tujuan

penelitian

ini

menggambarkan

bagaimana

jawaban

atau

pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dikemukakan akan memberikan informasi
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan administratif, praktis
atau teoritis yang sesuai deengan pertanyaan penelitian, maka tujuan rumusan
masalah ini adalah:
1.

Untuk Mengetahui Struktur Penyajian Tortor Namora Pule Dalam
Upacara Horja Godang Haroan Boru Pada Masyarakat Angkola Di Kota
Padangsidimpuan.

2.

Untuk Mengetahui

Interaksi Simbol Tortor Namora Pule Dalam

Upacara Horja Godang Haroan Boru Pada Masyarakat Angkola Di Kota
Padangsidimpuan.

F. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentu memliki manfaat baik bagi penulis maupun
pembaca. Adapun manfaat penelitian ini dapat bermanfaat untuk :
1. Bagi penulis kiranya bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai interaksi simbol Tortor Namora Pule dalam upacara
Horja Godang Haroan Boru pada masyarakat Angkola di kota
Padangsidimpuan.
2. Bagi Program Studi Sendratasik, hasil penelitian ini diharapkan sebagai
sumber ilmiah dan kajian akademik, khususnya di lembaga pendidikan
seni.

9

10

3. Mengenal kebudayaan masyarakat Angkola tentang Tortor Namora Pule
dalam upacara Horja Godang Haroan Boru pada masyarakat Angkola di
kota Padangsidimpuan.
4. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber acuan referensi bagi peneliti
lainnya yang hendak meneliti lebih jauh.
5. Memberi sumbangan kepada dunia pendidikan mengenai kebudayaan
masyarakat Angkola Khususnya Kota Padangsidimpuan bidang seni tari.

10

62

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dilapangan berdasarkan uraian
yang telah dijabarkan mulai dari latar belakang sampai kepada pembahasan.
Penulis memperoleh beberapa kesimpulan diantaranya :
1. Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan masih menjunjung tinggi
adat dan kebudayaannya. Terlihat dari banyaknya pesta Horja Godang
yang terus dilaksanakan penduduk setempat. Kebudayaan masyarakat
Angkola telah banyak mengalami perubahan baik dari segi gerakan Tortor,
Busana dan aksesoris yang dipakai Namora Pule, serta aturan-aturan lama
pada Horja Godang Haroan Boru yang dianggap menyalahi agama.
Masyarakat Angkola di Kota Padangsidimpuan menjunjung tinggi Dalihan
Na Tolu dalam segala upacara adat.

Unsur Dalihan Na Tolu pada

masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan adalah berawal dari
Kahanggi, Anak Boru dan Mora.
2. Tortor Namora Pule adalah tarian berpasangan yang dilaksanakan oleh
pengantin. Tortor ini termasuk kedalam jenis tarian upacara. Tortor
Namora Pule adalah satu-satunya Tortor yang memiliki pola lantai
berhadapan dan berdurasi selama kurang lebih tiga puluh menit. Tortor ini
dilaksanakan setelah Tortor Raja Panusunan Bulung. Sebagai lambang
bahwa Raja telah merestui dan mengizinkan acara tersebut terlaksana.
Tortor Namora Pule memiliki Somba Adat pada pembuka atau salam

62
62

63

pembuka namun tidak memiliki penutup. Setelah Tortor ini dilaksanakan,
kedua mempelai selanjutnya manjalang atau meminta maaf kepada kedua
orang tua dihadapan orang banyak. Setiap Tortor yang dilaksanakan dalam
acara Horja Godang Haroan Boru ini memiliki hubungan dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain.
3. Gondang Dalihan Na Tolu adalah musik iringan yang digunakan dalam
pelaksanaan Tortor pada acara ini, termasuk musik iringan Tortor Namora
Pule sendiri. Nyanyian syair yang dilantunkan disebut onang-onang.
Onang-onang yang dilantukan adalah sejarah ompu parsadaan panortor.
Onang-onang dalam setiap Tortor selalu akan dikaitkan dengan Namora
Pule, gunanya agar para penonton dan masyarakat sekitar mengetahui
partuturon keluarga tersebut.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijabarkan diatas, maka penulis dapat
memberi beberapa saran, anatara lain sebagai berikut :
1. Disarankan kepada seluruh masyarakat Angkola di kota Padangsidimpuan
untuk tetap konsisten dalam menjalankan dan mempertahankan adat
istiadat yang ada.
2. Disarankan kepada para ketua Adat dan masyarakat yang mengerti tentang
adat perlu mengambil tindakan tegas dalam melestarikan kebudayaan, adat
istiadat dan Tortor Batak Angkola agar tidak terjadi pengklaiman yang
marak diberitakan oleh pihak manapun. Peneliti menyarankan juga agar

63

64

pihak terkait terus menulis buku tentang Adat istiadat yang begitu minim
ditemukan.
3. Instansi terkait maupun lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan
dalam memelihara kesenian daerah perlu mengambil pembinaan
pengembangan Tortor, serta menampilkan acara-acara yang berkaitan
dengan kebudayaan Angkola, agar nilai-nilai budaya tidak luntur oleh
budaya-budaya baru yang dikhawatirkan akan mengikis rasa persatuan dan
kesatuan pada generasi muda.
4. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan masyarakat tentang adat kebudayaan masyarakat Angkola.
5. Perlu adanya pendokumentasian serta penelitian lebih lanjut tentang Tortor
apa saja yang ada pada Horja Godang Haroan Boru dengan instrument
yang ada sehingga dapat menjadi bukti nyata dan memperluas ilmu
pengetahuan tentang kebudayaan masyarakat Angkola.

64

65

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan Tahun 2013.
Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan. 2013. Padangsidimpuan Dalam
Angka Tahun 2013.
Bungin Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi Teori Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Barani Ch. Sutan Tinggi. 2012. Happu-Bulang Costum Adat. Medan: Penerbit
Mitra.
Barani Ch. Sutan Tinggi. 2012. Surat Tumbaga Holing. Medan: Penerbit Mitra.
Barani Ch. Sutan Tinggi. 2013. Gondang Tor-tor Gordang Sambilan AngkolaSipirok Padang Lawas Mandailing. Medan: Penerbit Mitra.
Jenks Chris. 2013. Culture Study Kebudayaan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Setiawaty Debby. 2011. Interaksionisme Simbolik dalam Kajian Sejarah, Jurnal
Agastya.
Harian Dini. 2012. Makna Simbol Tor-tor Naposo Bulung Pada Masyarakat
Angkola.
Kusumastuti Eny. 2006. Laesan Sebuah Fenomena Kesenian Pesisir: Kajian
Interaksi Simbolik antara Pemain dan Penonton. : Harmonika Jurnal
Pengetahuan dan Pemikiran Seni.
Ningsih Inna Rustina. 2012, Konsep Diri Anggota “The Sexy” di Kota Bandung
(Studi Fenomenologis dengan Pendekatan Interaksi Simbolik tentang
Konsep Diri Wanita Sexy Dancer “The Sexy” di Kota Bandung).
Bandung: UNIKOM.
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama 2004.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Maulidyandari Monica. (2014), Interaksi Simbol Tari Sampayo Pada Masyarakat
Pesisir Sibolga.

65

66

Nurwani. 2012. Pengetahuan Seni Tari. Universitas Negeri Medan.
Parsadaan Marga Harahap Dohot Anak Boruna Di Jakarta Sahumaliangna. 1993,
Horja Adat Istiadat Dalihan Na Tolu. Jakarta : PT Grafiti.
Hedwig Rinda. 2010. Teori Sistem. Jakarta : Universitas Bina Nusantara.
Soeprapto Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik. Malang : Averroes Press.
Sumarsih Sri, B.A, et al. 1990. Upacara Tradisional Labuhan Kraton Yogyakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Silalahi Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Refika Aditama.
Simbolon Yohana Permatasari. 2014. Struktur Penyajian Gondang Haroan Boru
Pada Upacara Perkawinan Horja Godang Haroan Boru Masyarakat
Mandailing Di Desa Portibi Julu Kecamatan Portibi Kabupaten Padang
lawas Utara.
(http://rumahmakalah.blogspot.com/2010/01/teori-struktural-fungsionalemile.html?m=i ).
(http://fauziteater76.blogspot.com/2013/07/claude-levi-strauss-si-empu.html?m=I
2013).
(http:/i/d.m.wikipedia.org/wiki/Indonesia).
(http://SP2010.bps.co.id ).

66