TORTOR MANILPOKKON HASAYA DALAM UPACARA ADAT HORJA GODANG DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TERHADAP BENTUK PENYAJIAN.

TORTOR MANILPOKKON HASAYA DALAM UPACARA ADAT
HORJA GODANG DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TERHADAP BENTUK PENYAJIAN

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat
Memperoleh gelar sarjana pendidikan

Oleh:
IDA MAROHANA NASUTION
NIM. 2101142014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI
JURUSAN PENDIDIKAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

ABSTRAK

IDA MAROHANA NASUTION. NIM 2101142014 Tor-tor Manilpokkon

Hasaya dalam Upacara Adat Horja Godang Pada Masyarakat Kabupaten
Tapanuli Selatan Terhadap Bentuk Penyajian. Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Medan. 2015
Penelitian ini merupakan kajian tentang Tor-tor Manilpokkon Hasaya dalam
Upacara Adat Horja Godang Pada Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan
Terhadap Bentuk Penyajian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
bentuk penyajian dan makna simbol didalamTor-tor Manilpokkon Hasaya ini.
Dalam penuangan hasil penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori-teori
yang mendukung dengan topik penelitian diantaranya teori bentuk, teori makna,
teori simbol, pengertian Tor-tor, teori sistem serta pengertian upacara adat.
Waktu penelitian yang digunakan untuk membahas tentang Tor-tor Manilpokkon
Hasaya ini selama dua bulan, yaitu pada bulan Juli hingga Setember 2014.
Tempat penelitian berada di di desa Kayu Ombun Kabupaten Tapanuli Selatan.
Populasi pada penelitian ini adalah beberapa orang ketua adat masyarakat
Angkola yang bertempat tinggal di Kota Padangsidempuan, penyelenggara
upacara adat, kerabat dan keluarga sebagai panortor.sampel dalam penelitian ini
adalah 3 orang ketua adatbeberapa orang kerabat atau keluarga penyelenggara
pesta. Teknikpengumpulan data meliputiobservasi, wawancara, studi kepustakaan
dan dokumentasi, danselanjutnya di analisis dengan metode deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwaTor-tor

manilpokkon hasaya ini menggambarkan rasa syukur dan ucapan terima kasih
kepada ruh halus karena telah melancarkan hajatan mereka. Didalam tor-tor ini
tidak ada iringan syair lagu yang ditujukan untuk hasaya ini namun para panortor
mengucapkan Bellak-lellak yang mempunyai makna ucapan terima kasih kepada
ruh halus dan manilpokkon hasaya (pemotongan kerbau) sebagai simbolnya.

Kata kunci: Tor-tor Manilpokkon Hasaya, Horja Godang

i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul: “Tor-tor Manilpokkon Hasaya Dalam
Upacara Adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan Terhadap
Bentuk Penyajian”.
Skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat yang telah ditetapkan
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Sendratasik, Program
Studi Pendidikan Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan pengetahuan baik dari

segi penulisan, tata bahasa, dan penyampaian ide penulis. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun perbaikan
di masa yang akan datang.
Dalam penyelesaikan tugas akhir ini, penulis juga mengalami berbagai
kendala, namun berkat doa dan bantuan oleh semua pihak yang telah suka rela
memberi semangat kepada penulis, untuk itu dengan segala kerendahan hati
mengucapkan terimakasih kepada;
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan.
3. Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik .
4. Nurwani, S.S.T., M. Hum selaku Ketua Prodi Pendidikan Tari, Jurusan
Sendratasik,

Universitas

Negeri

Medan


sekaligus

Dosen

Pembimbing I.
5. Sitti Rahmah, S.Pd., M.Si selaku Dosen Pembimbing II.
6. Iskandar Muda, S.Sn., M.Sn selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Bapak / Ibu Dosen Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan yang telah memberikan ilmu dan kasih
sayangnya selama proses pembelajaran dan perkuliahan berlangsung.

ii

8. Teristimewa dan yang Tercinta Ayahanda Batara Setia Nasution dan
Ibunda Maryani Daulay, terimakasih Bapak dan Umak berkat do’a,
jerih

payah,

kesabaran,


kesetiaan,

perhatian,

dukungan

dan

pengorbanan Bapak dan Umak sehingga penulis dapat menyelesaikan
studinya dan dapat membanggakan Bapak dan Umak.
9. Bapak Narasumber Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam Siregar
yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak
yang turut membantu dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan,
Penulis,


Februari 2015

IDA MAROHANA NASUTION
NIM. 2101142014

iii

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .....................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

i
ii
iv
vi

vii
1

A

Latar Belakang Masalah .............................................................

1

B

Identifikasi Masalah ....................................................................

7

C

Pembatasan Masalah ...................................................................

7


D

Rumusan Masalah .......................................................................

8

E

Tujuan Penelitian ........................................................................

8

F

Manfaat Penelitian ......................................................................

9

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ...


11

A. Landasan Teori dan Makna Simbol ...........................................

11

1.

Teori Bentuk .......................................................................

11

2.

Teori Makna.........................................................................

13

3.


Teori Simbol ........................................................................

14

4.

Teori Sistem .........................................................................

16

5.

Pengertian Tor-tor ...............................................................

16

6.

Upacara Adat .......................................................................


17

7.

Pengertian Adat ..................................................................

18

8.

Pengertian Horja Godang ...................................................

19

9.

Pengertian Gerak ................................................................

20

B. Kerangka Konseptual ..................................................................

21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................

23

A. Metode Penelitian ......................................................................

23

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................

24

C. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................

24

1.

Populasi................................................................................

24

2.

Sampel Penelitian ................................................................

25

D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................

25

iv

1.

Observasi .............................................................................

26

2.

Studi Pustaka ......................................................................

27

3.

Wawancara .........................................................................

29

4.

Audio Visual (Dokumentasi) ...............................................

29

E. Teknik Analisis Data ..................................................................

30

BAB IV PEMBAHASAN ..............................................................................

31

A. Gambaran Umum Masyarakat Tapanuli Selatan .......................

31

1.

Letak Geografis ...................................................................

31

2.

Sistem Kerabatan .................................................................

33

3.

Tabel………………………………………………………..

33

B. Tor-Tor Bagi Masyarakat Tapanuli Selatan ..............................

36

1. Bentuk penyajian pada tor-tor manilpokkon hasaya dalam
upacara adat horja godang di kabupaten tapanuli selatan .....

37

2. Gerak pada tor-tor manilpokkon hasaya dalam
upacara adat horja godang di kabupaten tapanuli selatan .....

40

C. Makna simbol yang terdapat dalam gerak ..................................

43

D. Busana tor-tor Manilpokkon Hasaya ..........................................

44

BAB V PENUTUP ..........................................................................................

48

A. Kesimpulan .................................................................................

48

B. Saran ..........................................................................................

49

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

51

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

v

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah presentase suku yang ada di Desa Kayu Ombun ...............

33

Tabel 4.2 Gerak Tor-tor Manilpokkon Hasaya…………………………………… 41
Tabel 4.3 Makna ragam gerak Tor-tor Manilpokkon Hasaya…………………… 44

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Persiapan Manilpokkon Hasaya ...................................................

42

Gambar 4.2 Manilpokkon Hasaya (pemotongan hewan kerbau). ....................

43

Gambar 4.3 Ampu.............................................................................................

46

Gambar 4.4 Ulos Godang ................................................................................

47

Gambar 4.5 Baju Nalomlom .............................................................................

48

Gambar 5.1 Gondang Topap Dua bariba
Gambar 5.2 Ogung
Gambar 5.3 Tawak-tawak

vi

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara

merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi negaranya sendiri. Begitu juga
dengan keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh Bangsa
Indonesia yang pantas mendapat perhatian dunia. Adanya kebudayaan
dikarenakan dukungan dari masyarakat yang dijadikan sebagai pedoman dan
pondasi dalam menjalani kehidupan masyarakat. Suatu kebudayaan juga dapat
terbentuk karena adanya akal sehat manusia yang melahirkan pemikiranpemikiran yang dianggap benar dan diwujudkan ke dalam suatu hasil karya.
Adapun unsur dari kebudayaan tersebut adalah sistem religi dan upacara
keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi dan peralatan.
Menurut

Koentjaraningrat

dalam

Dharsono

Kartika

(2007:113)

menyebutkan bahwa “kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat”. Sedangkan
Mulyana dan Rakhmat (1990:19) mengataka bahwa:
“Budaya itu adalah suatu konsep yang membangkitkan minat dan secara
formal budaya dapat didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai sikap maka hirarkis (sistem turun
temurun) agama,waktu, peranan, hubungan, konsep alam semesta, objekobjek materi dan milik yang diperoleh sekelompok”.

1

2

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, kebudayaan adalah
wujud atau bentuk yang dihasilkan dari setiap perilaku manusia dan dilakukan
secara turun-temurun yang selalu dipengaruhi oleh norma adat istiadat yang
berlaku dalam masyarakat. Norma, adat dan kebiasaan ini menjadi pedoman bagi
anggota masyarakat, dalam berbuat bertindak, baik secara individu maupun secara
sosial dalam kelompok tersebut. Masyarakat menyebutkan bahwa seni itu sama
dengan kebudayaan, sedangkan Ki Hajar Dewantara (1994:77) berpendapat
bahwa: “ Kebudayaan itu berarti “buah budi” manusia dan karenanya selalu
mengandung sifat-sifat keluhuran dan kehalusan, etis dan estetis, baik yang
bersifat lahir dan bathin, yang ada pada hidup manusia dan pada umumnya”.
Kebudayaan adalah hasil karya manusia yang terbentuk dari suatu
kesatuan masyarakat, sedangkan kesenian merupakan salah satu tiang yang
menopang keberadaan masyarakat dalam berbagai upacara-upacara yang terdapat
ditengah-tengah masyarakat seperti upacara keagamaan (religi), upacara adat
perkawinan, upacara adat kematian, upacara muda-mudi, upacara pemberian
nama, upacara masuk rumah baru dan berbagai macam aktifitas masyarakat
lainnya. Kesenian merupakan sarana komunikasi baik dengan warga masyarakat
maupun alam semesta
Koentjarangrat (1995: 25) berpendapat bahwa:
“Kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil kelakuan manusia yang teratur
oleh tata kelakuan yang harus didapat dengan cara belajar dan semua
semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk nyata
atau wujud dari kebudayaan yang merupakan kompleks ide-ide, gagasan
serta hasil karya manusia adalah kesenian”.

3

Kesenian merupakan salah satu bentuk aktifitas masyarakat. Segala bentuk
dan fungsinya akan berkaitan dengan kehidupan masyarakat setempat. Kita
mengetahui bahwa kebudayaan tradisional sangat banyak ragamnya di Indonesia,
melibatkan perhatian yang serius untuk melestarikannya, agar tidak punah dan
hilang, karena kebudayaan itu sendiri merupakan kekayaan yang dimiliki oleh
bangsa kita.
Kesenian juga merupakan salah satu produk budaya yang dalam
kehidupannya selalu tidak pernah lepas dari masyarakat. Kesenian merupakan
salah satu unsur yang terdapat dalam kebudayaan. Jadi, kesenian adalah aktifitas
dari masyarakat itu sendiri yang hidup dan berkembang. Menurut Drs Popo
Iskandar dalam www.disukai.com seni adalah hasil ungkapan emosi yang ingin di
sampaikan kepada orang lain dalam kesadaran hidup bermasyarakat/berkelompok.
Dengan demikian masyarakat memegang peranan penting dalam penyangga
kebudayaan, salah satunya adalah seni tari.
Sesuai dengan penjelasan di atas, kesenian merupakan bagian dari
kebudayaan yang sangat penting bagi masyarakat setiap suku atau etnis, begitu
juga dengan masyarakat Mandailing yang merupakan salah satu suku yang ada di
Sumatera Utara yang memiliki kesenian dengan ciri khasnya sendiri yang
disesuaikan dengan sistem kekerabatan, norma dan adat-istiadatnya. Kesenian
bagi masyarakat Mandailing tentu memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, baik itu seni tari, seni musik, seni anyam, dan lain-lain.

4

Salah satu seni yang terdapat pada masyarakat Mandailing adalah seni tari
yang dilakukan pada upacara adat, yaitu Tor-tor yang berperan penting pada
upacara adat perkawinan, salah satu diantaranya adalah Tor-tor Manilpokkon
Hasaya. Tor-tor Manilpokkon Hasaya dilakukan pada saat upacara perkawinan
Horja Godang Haroan Boru (untuk pengantin).
Tor-tor Manilpokkon Hasaya adalah suatu yang dipersembahkan untuk
sidang adat pada masyarakat Mandailing yang dilaksanakan saat upacara
perkawinan Horja Godang yang dilakukan selama tiga hari tiga malam, atau tujuh
hari tujuh malam pada zaman dahulunya dan diwajibkan untuk menyembelih
kerbau atau lembu, namun karena perkembangan zaman dan faktor lainnya,
sekarang Horja Godang ini lebih sering dilaksanakan tiga hari tiga malam bahkan
hanya satu hari satu malam.
Dilihat dari segi fungsi tari Soedarsono dalam Nurwani (2010:42) terdiri
dari tiga bagian yaitu: “tari upacara, tari hiburan dan tari pertunjukan”. Tari
upacara merupakan tari yang berhubungan dengan agama dan nilai sakral yang
magis.
Tor-tor Manilpokkon Hasaya adalah tari Upacara Adat Horja Godang
(pesta besar-besaran). Tor-tor ini dilakukan ketika mengadakan hajatan yaitu pada
Upacara Adat Horja Godang dikabupaten Tapanuli Selatan. Hasaya adalah Horbo
Nabottar (kerbau putih) yang dibuat sebagai simbol untuk menyampaikan hajatan
tersebut. Hasaya ini dilakukan pada saat Matani Horja (Puncak pesta)
dilaksanakan.

5

Tor-tor ini sering digunakan pada upacara adat perkawinan masyarakat
Tapanuli Selatan, tetapi tidak semua perkawinan yang ada di daerah Tapanuli
Selatan msnggunakan Tor-tor. Tor-tor pada perkawinan ini hanya digunakan pada
perkawinan besar yang disebut dengan Horja Godang, yang mana pada saat itulah
Margondang dilaksanakan. Adapun maksud dari Margondang yaitu sebutan
untuk pesta atau pelaksanaan Horja Godang.
Horja Godang dan Margondang adalah suatu perangkat adat Tapanuli
Selatan yang tidak bisa dipisahkan, karena kalau tidak ada Horja Godang maka
Margondang pun tidak akan dilaksanakan. Horja Godang dilaksanakan selama
satu hari satu malam, tiga hari tiga malam, ataupun tujuh hari tujuh malam, tetapi
sekarang masyarakat lebih sering melaksanakannya selama satu hari satu malam
ataupun tiga hari tiga malam.
Tor-tor adalah suatu media utama bagi masyarakat Tapanuli Selatan dalam
pelaksanaan

upacara

adat,

sehingga

masyarakat

harus

menjaga

dan

melestarikannya. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan upacara adat ada
manortor (menari). Di dalam manortor manilpokkon hasaya ada beberapa
terdapat panortor (penari) khusus. Salah satunya Tor-tor Manilpokkon Hasaya
yang dilakukan oleh kaum laki-laki saja.
Dalam tor-tor ini mempunyai makna dan simbol. Adanya simbol dalam
tiap gerakan dan musik yang mewakili suatu makna pada nyatanya tidak semua
peserta dan penonton yang menyaksikan dapat mengerti dan memahami apa
makna dalam gerakan dan musik dalam tarian Tortor tersebut, karena keterbatasan

6

sebagian penikmat seni yang memahami dalam proses komunikasi nonverbal yang
terjadi tergolong ke dalam klasifikasi bahasa tubuh di mana penyampaian pesan
dilakukan hanya melalui isyarat tangan, gerakan kepala, postur tubuh dan
posisikaki, ekspresi wajah, tatapan mata, sertamusik pengiring tarian Tortor.
Tor-tor pada upacara adat perkawinan Tapanuli Selatan diberi nama sesuai
dengan status adat yang digunakan pada saat upacara perkawinan tersebut. Oleh
karena itu Tor-tor dalam upacara perkawinan dikategorikan sebagai berikut:
1.

Tor-tor Suhut Bolon

2.

Tor-tor Kahanggi

3.

Tor-tor Kahanggi Hombar Suhut

4.

Tor-tor anak Boru

5.

Tor-tor Pisang Raut

6.

Tor-tor Mora Hatobangon

7.

Tor-tor Harajaon Torbing Balok

8.

Tor-tor Panusunan Bulung

9.

Tor-tor Mora Pule

10. Tor-tor Naposo Bulung
11. Tor-tor Manilpokkon Hasaya
Melihat banyaknya Tor-tor yang ditarikan pada upacara adat perkawinan
masyarakat Tapanuli Selatan, penulis tertarik untuk mengangkat Tor-tor
Manilpokkon Hasaya yang sama sekali belum pernah diteliti orang lain. Adapun
topik yang akan diteliti adalah “Tor-tor Manilpokkon Hasaya Dalam Upacara

7

Adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan Terhadap Bentuk
Penyajian”.
B.

Identifikasi Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara apa yang seharusnya menjadi harapan

dengan apa yang ada dalam kenyataan sekarang. Tujuan dari identifikasi masalah
adalah agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah sehingga cakupan masalah
yang dibahas tidak menjadi luas.
Dari uraian latar belakang masalah adalah, permasalahan-permasalahan
dalam penelitian ini dapat teridentifikasikan menjadi beberapa hal, diantaranya
sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah fungsi yang terkandung dalam Tor-tor Manilpokkon Hasaya
dalam upacara Adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan ?

2.

Bagaimanakah bentuk penyajian Tor-tor Manilpokkon Hasaya dalam upacara
Adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan ?

3.

Bagaimana perkembangan Tor-tor Manilpokkon Hasaya dalam upacara Adat
Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan?

4.

Apa makna dan simbol dalam Tor-tor Manilpokkon Hasaya dalam upacara
Adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan?

C.

Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah, keterbatasan waktu, dana dan

kemampuan teoritis, maka penulis merasa perlu mengadakan pembatasan masalah

8

untuk memudahkan pemecahan “masalah merupakan pernyataan-pernyataan yang
dicoba untuk ditemukan jawabannya”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa setiap permasalahan-permasalahan itu harus
ditemukan jawabannya. Adapun yang menjadi pembatas masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana bentuk penyajian Tor-tor Manilpokkon Hasaya pada upacara
adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan?
2. Apa makna dan simbol dari Tor-tor Manilpokkon Hasaya pada upacara
adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan?
D.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi, dan pembatasan

masalah, maka permasalahan diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana bentuk penyajian Tor-tor Manilpokkon Hasaya pada upacara
adat Horja Godang masyarakat Mandailing di Kabupaten Tapanuli Selatan?
E.

Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan senantiasa berorientasi kepada tujuan. Tanpa adanya

tujuan yang jelas, maka arah kegiatan yang akan dilakukan tidak terarah karena
tidak tahu apa yang ingin dicapai kegiatan tersebut. Secara umum tujuan
penelitian menurut S. Margono (1997) adalah “untuk meningkatkan daya

9

imajinasi mengenai masalah-masalah, kemudian meningkatkan daya nalar untuk
mencari jawaban permasalahan itu melalui penelitian”.
Jadi jelas bahwa tujuan adalah suatu yang ingin dicapai agar arah
penelitian dapat sasaran yang diharapkan. Sesuai dengan perumusan masalah
tujuan dari penelitian ini dikembangkan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan bentuk penyajian Tor-tor Manilpokkon Hasaya dalam
upacara Adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. Mendeskripsikan makna simbol Tor-tor Manilpokkon Hasaya dalam
upacara Adat Horja Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan.
F.

Manfaat Penelitian
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia manfaat adalah guna, faedah.

Manfaat penelitian dapat bersifat keilmuan dan kepraktisan, artinya hasil
penelitian akan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyarakat atau lembaga yang
mengembangkan visi dan misi kebudayaan, khususnya dibidang kesenian
tradisional.
2. Bahan motivasi bagi setiap pembaca, khususnya masyarakat Mandailing
untuk melestarikan Tor-tor Manilpokkon Hasaya pada adat
godang.

Horja

10

3. Menunjukkan bahwa Tor-tor Manilpokkon Hasaya memiliki makna dan
nilai-nilai bagi masyarakat Mandailing Kabupaten Tapanuli Selatan.
4. Untuk mengembangkan apa itu nilai budaya Mandailing sehingga dapat
lebih dikenal oleh masyarakat luas.
5. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi dan jadi bahan
pertimbangan bagi peneliti lain untuk meneliti kesenian ini lebih lanjut
lagi.

BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan di masyarakat Tapanuli

Selatan sering dilakukan manortor. Penampilan Manortor dan margondang dalam
hal ini tidak hanya pelengkap atau unsur tambahan dari upacara adat perkawinan
di horja godang, tetapi lebih dari itu. Kehadiran gondang ini adalah bagian dari
rangkaian upacara atau isi dari seluruh upacara tersebut.
Dari semua yang sudah diteliti di lapangan dan berdasarkan uraian yang
sudah dijelaskan mulai dari latar belakang sampai pembahasan, maka penulis
dapat menyimpulkan keseluruhan hasil penelitian terhadap tor-tor manilpokkon
hasaya pada upacara adat horja godang di masyarakat Tapanuli Selatan.
1. Tor-tor adalah gerakan yang sedehana yang seirama dengan iringan musik
tradisional dari daerah Tapanuli Selatan.
2. Tor-tor merupakan salah satu kesenian yag sering digunakan masyarakat
Tapanuli Selatan mulai dari dulu sampai sekarang.
3. Horja godang dan margondang adalah suatu perangkat adat Tapanuli
Selatan yang tidak bisa dipisahkan, karena kalau tidak ada horja godang
maka margondang pun tidak akan dilaksanakan.
4. Tor-tor manilpokkon hasaya adalah tor-tor upacara adat horja godang
dalam pelaksanaan penyembelihan kerbau dalam acara pesta perkawinan
pada masyarakat Tapanuli selatan.

49

50

5. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan
diikat dengan sistem kekerabatan Dalihan na Tolu yaitu mora, kahanggi,
anak boru. Ketiga unsur ini sangat penting dalam pelaksanaan horja
godang tersebut.
6. Horja godang yang dilaksanakan selama tiga hari tiga malam dibagi dalam
tiga bagian yaitu, hari pertama disebut dengan panaek gondang, hari kedua
disebut mangalo-alo mora, hari ketiga disebut dengan patuaekkon.
7. Tidak semua pesta perkawinan yang ada di daerah Tapanuli Selatan
menggunakan tor-tor, hanya perkawinan yang diselenggarakan dengan
besar-besaran (horja godang) yang menggunakan tor-tor yang biasa
digelar selama tujuh hari tujuh malam, tiga hari tiga malam, dan satu hari
satu malam.

B.

Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan beberapa

saran yaitu sebagai berikut:
1. Dengan diadakannya penelitian ini, maka diharapkan agar seluruh
masyarakat Tapanuli Selatan terutama pada pelaksanaan tor-tor
manilpokkon hasaya dalam horja godang ini yang terdapat didalamnya
harus tetap terjaga.
2. Diharapkan kepada seluruh masyarakat Tapanuli Selatan agar selalu
melestaikan tor-tor yang ada pada upacara ada perkawinan masyarakat
Tapanuli Selatan.

51

3. Dengan dilakukannyaa penelitian ini, penulis berharap kepada
pemerintah daerah Tapanuli Selatan agar selalu memberikan perhatian
khusus pada tor-tor ini dan tari tradisi lainnya agar tarian yang dimiliki
masyarakat Tapanuli Selatan dalam penyajiannya dapat diangkat
kepermukaan agar tetap menjadi seni budaya yang tetap dijunjung
tinggi.
4. Oleh karena kesenian tradisional merupakan warisan dari leluhur,
maka sebagai ahli waris generasi muda dan masyarakat setempat agar
mengembangkan kesenian tradisional tersebut, guna pelestarian
kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

. (1990). “Pengantar Ilmu Antropologi”. Jakarta. Aksra Baru.
Anton, Muliono. 1989. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Putaka
Anya, Peterson. 2007. The Antripology of Dance terjemahan F.X Widaryanto.
Bandung. STSI Press
http://www.disukai.com/2014/10/pengertian-seni-menurut-para-ahli.html [diakses
03/02/2015]
Arikunto, Suharsimi. 1995. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.
Jakarta. P.T Rehekka
Aziz Alimut Hidayat. 2007. Metode penelitian Kebidana dan Teknik Analisa
Data. Surabaya. Salemba Media.
Balai Pustaka.1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-III. Jakarta.
Depdikbud,
Dalimunthe, Deni Eva Masida, (2007) “Tor-tor Pada Upacara Adat Perkawinan
Masyarakat Tapanuli Selatan” (Skripsi). Medan. Universitas Negeri Medan.
Doublr, Margaret N. 2001. Dance A Creative Art Experience. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Eleanor Metheny bersama Lois Ellfeld. 1976. Dance Form Magic to art.
Terjemahan Dwi Wahyudianto. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada
Harahap, H.M.D, 2009, Adat Istiadat Tapanuli Selatan.
Harsojo. 1985. Pengantar Antropologi. Jakarta. Bina Cipta
Kartika, Sony Darsono. 2007. Estetika. Bandung. Rekayasa Sains
Kerlinger. 1973. Metode penelitian. Jakarta Erlangga
Nurwani. (2010). “Pengetahuan Tari”. Diktat Prodi Seni Tari. FBS Universitas
Negeri Medan.
Purba, Jamin, 2011, Upacara Adat Marhajabuan Pada masyarakat Simalungun
studi analisis Terhadap Tot-tor, Medan. UNIMED
Royce, Anya Peterson. 2007 Antropologi Tari, Terjemahan F.X Widaryanto
Bandung. Sunan Ambu PRESS STSL.