Pengembangan Model Sistem Penunjang Keputusan Multiagen (Kasus : Sistem Penunjang Keputusan Untuk Kelayakan Sumberdaya Dan Pasar Pada Investasi Industri Biodiesel Kalapa Sawit)

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM PENUNJANG
KEPUTUSAN MULTIAGEN
(KASUS:SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK
KELAYAKAN SUMBERDAYA DAN PASAR PADA
INVESTASI INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT)

PRIHASTUTI HARSANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRACT
PRIHASTUTI HARSANI. The Development of Multiagent-based Decision
Support System Model (Case: Investment Decision Support System on Palm Oil
Biodiesel Industry using Raw Material Resources and Marketing Assessment).
Under the Guidance of SRI NURDIATI and WISNU ANANTA KUSUMA
Distributed Decision Support System (DSS) has been developed for
business importance. The Development of Distributed DSS can be prepared by
creating the model for each component of that DSS. This component is

autonomous, proactive and can interact with other components or environment.
One of the DSS type is model-based DSS. Using model-based DSS, decision
maker can asses the alternative solution. The DSS consists of sub models that can
be modeled as one of component in distributed DSS. Investment DSS had been
developed by Mariana (2005). The DSS model can be utilized by decision maker
in assessing the investment on biodiesel industry. The DSS consists of 5 (five) sub
models that executed sequentially to get the result and has the character of
centralization and compact.
This research aim to develop multiagent-based DSS model that combine
Roadmap and Java Agent Development Framework (JADE) platform based on
previous investment DSS. The proposed model is intended for yielding system
design which has decentralization and modularity characteristics. The assessment
of the proposed model is raw material resources and marketing. There are two
main phases in the proposed methodology, which are analysis and design. In the
analysis phase, all of the main component of multiagent system are identified such
as agent, responsibility and interaction between agents. In this case, there are
several agents that identified. They are user agent, supporting software agent that
providing data and models, also management agent that providing advice or
explanation for the result. The agents have their internal behavior and could
interact each other. The processes can be executed parallelly using single Java

thread. In the design phase, components that identified in previous phase have
been mapped to the JADE platform. Its architecture also is created for
programmer therefore the abstraction and system design is able to be
implemented.
Keyword: model-base DSS, agent, multiagent DSS, JADE platform

RINGKASAN
PRIHASTUTI HARSANI. Pengembangan Model Sistem Penunjang Keputusan
Multiagen Kasus : Sistem Penunjang Keputusan untuk Kelayakan Sumberdaya
dan Pasar dalam Investasi Biodisel Kelapa Sawit. Dibimbing Oleh
SRI NURDIATI dan WISNU ANANTA KUSUMA
Sistem Penunjang Keputusan (SPK) modern mulai beralih kepada SPK
terdistribusi dengan fungsi pengontrolan yang bersifat otonom dari komponen
pembentuk SPK. Salah satu tipe SPK yang dikenal adalah SPK berbasis model.
SPK yang mempunyai komponen beberapa sub model untuk menentukan
kelayakan yang dilihat dari beberapa aspek berbeda dapat dikembangkan menjadi
model SPK terdistribusi. Pengembangan SPK tersebut mengarah kepada aplikasi
yang bersifat desentralisasi dan modularity. Kedua sifat tersebut dimiliki oleh
sistem berbasis agen yang menerapkan prinsip otonomi, proaktif dan mampu
berinteraksi dengan lingkungan tempat agen tersebut berada. Bertolak dari hal

tersebut maka penelitian ini melakukan pengembangan model SPK multiagen
dengan mengambil kasus SPK investasi pada industri biodisel kelapa sawit
dengan penentuan kelayakan berdasarkan ketersediaan sumber daya dan pasar.
Tahapan pengembangan SPK multiagen dilakukan dalam dua tahapan
utama, yaitu tahapan analisis dan tahapan desain. Kedua tahapan ini diterapkan
dalam sistem yang akan dikembangkan dengan platform Java Agent
Developtment Framework (JADE). Tahapan analisis dimulai dengan memahami
sistem yang sedang berjalan dan yang akan dikembangkan. Pembangunan sistem
berbasis agen masih menggunakan beberapa prinsip dan notasi dalam
pengembangan sistem berbasis objek. Dalam tahapan ini beberapa komponen
penting dalam sistem multiagen diidentifikasi untuk kemudian dipetakan menjadi
sistem ber-platform JADE dalam tahapan desain. Komponen tersebut adalah agen,
aplikasi pendukung dan interaksi. Dalam SPK yang berkaitan dengan investasi
biodisel kelapa sawit, model SPK multiagen yang dikembangkan
mengidentifikasikan agen sebagai user, aplikasi pendukung untuk menentukan
aspek kelayakan sumberdaya dan pasar serta komponen tambahan yang dapat
memberikan penjelasan mengenai hasil balikan yang diberikan SPK. Interaksi
antar agen dapat dilakukan secara paralel dengan melakukan pengontrolan untuk
mencegah terjadinya konflik. Dengan penentuan agen di awal tahapan analisis,
penentuan komponen turunan berikutnya menjadi fokus dan terarah.

Tahapan desain dilakukan dengan menentukan spesifikasi teknis untuk
sistem yang akan dikembangkan. Iterasi dalam dan antar tahapan dapat dilakukan
bila diperlukan untuk menghasilkan abstraksi dan konsep rancangan yang siap
diimplementasikan dengan pengkodean bahasa pemrograman JAVA. Dalam
tahapan desain juga ditentukan bagaimana informasi diorganisasikan dalam
sebuah ontologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPK multiagen dapat diterapkan untuk
kasus SPK berbasis model yang terdiri atas sub model penentu perspektif
kepentingan pengambil keputusan. SPK investasi yang sebelumnya telah
dikembangkan memiliki sifat sentralisasi dan compact. Pengolahan data dilakukan
secara sekuensial sampai diperoleh hasil alternatif keputusan. Pengembangan
model SPK multiagen mengarahkan SPK menjadi sistem yang bersifat
desentralisasi dan modularity, sehingga kegiatan modifikasi data dan model

menjadi lebih mudah karena keterlibatan agen yang mempunyai karakteristik
proaktif.
Kata kunci : SPK berbasis model, agen, SPK multiagen, platform JADE

I.


PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sistem Penunjang Keputusan (SPK) modern tidak hanya
menyimpan sejumlah besar data relevan, akan tetapi juga dapat membantu
pengambil keputusan dalam mengeksplorasi arti data tersebut. Keputusan
yang diambil berdasarkan interpretasi data. Dewasa ini SPK dengan
pendekatan terdistribusi mulai banyak dikembangkan untuk kepentingan
bisnis.
Pengembangan

SPK

terdistribusi

dapat

dilakukan

dengan


memodelkan tiap sub bagian pembentuk SPK sebagai komponen yang dapat
melakukan fungsi pengontrolan serta interaksi dengan komponen lain.
Komponen ini merupakan elemen yang otonomi, mampu berinteraksi dengan
lingkungan ataupun elemen lain.
Dalam pengembangan perangkat lunak, metodologi dengan
pendekatan agen merupakan paradigma baru dalam pengembangan sistem dan
merupakan pengembangan dari metodologi pendekatan objek. Dalam hal ini,
elemen pembentuk SPK dapat dimodelkan sebagai agen. Agen merupakan
komponen yang menawarkan fleksibilitas lebih besar dari pada komponen
tradisional. Melalui interaksi berdasarkan pesan yang dilakukan dan teknik
knowledge-based yang fleksibel, keterlibatan agen mampu mempengaruhi
kemudahan pembangunan sistem perangkat lunak (Martin, 2001). Keterlibatan
beberapa agen dalam satu sistem akan membentuk sebuah sistem multiagen.
Salah

satu

SPK


yang

telah

dibangun

untuk

menunjang

pengembangan investasi khususnya investasi enerji terbarukan di Indonesia
adalah SPK investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model
dinamis yang dikembangkan oleh Anna Mariana, pada tahun 2005. Secara
garis besar, model base pada SPK tersebut terdiri atas lima model, yaitu :
sumberdaya, teknis produksi, analisis finansial, pasar, dan lingkungan. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa SPK dapat digunakan untuk menilai
kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit oleh pengambil

keputusan. SPK investasi yang telah dibangun merupakan SPK berbasis
simulasi. Salah satu sub model yaitu sub model teknis produksi memanfaatkan

aplikasi lain yang hasilnya dikirim ke SPK investasi untuk diintregrasikan
dengan sub model lain dan menghasilkan alternatif keputusan dari skenario
yang dimasukkan oleh pengguna.
Berdasarkan

karakteristik

SPK

yang

telah

dibangun,

pengembangan sistem multiagen dapat dilakukan dengan memodelkan tiap
komponen pembentuk SPK menjadi agen-agen yang saling berinteraksi tetapi
mempunyai otonomi dan otoritas fungsi pengontrolan masing-masing. SPK
multiagen diperuntukkan bagi sistem terdistribusi sehingga setiap pembuat
keputusan


dapat melakukan penilaian kelayakan investasi sesuai dengan

perspektif kepentingannya. Dalam SPK investasi biodisel multiagen yang
akan dikembangkan, pembentukan sistem diarahkan kepada sebuah sistem
tersebar dengan pemanfaatan aplikasi lain yang telah ada maupun yang akan
dibentuk sebagai sub sistem SPK tersebut.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan
pendekatan multiagen dalam pembangunan SPK, yaitu yang dilakukan oleh
Wohltorf (2003), Ossowski (2004), Sueyoshi (2008). Hasil penelitian
ketiganya menunjukkan SPK terdistribusi dapat dikembangkan menjadi SPK
multiagen yang memberikan kemudahan dalam kegiatan pengembangan dan
pemeliharaan serta dapat diterapkan dalam bidang investasi.

1.2.

Tujuan
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Memodelkan SPK investasi industri biodisel menjadi SPK
investasi multiagen.

2. Merumuskan agen-agen yang terlibat dan komponennya untuk
pengembangan SPK investasi biodisel multiagen.
3. Menghasilkan abstraksi rancangan SPK investasi multiagen yang
siap untuk diimplementasikan.

1.3.

Manfaat
1. Menyediakan abstraksi lengkap untuk pembangunan SPK investasi
multiagen
2. Menyediakan model SPK investasi biodisel multiagen berdasarkan
SPK investasi biodisel yang telah dibangun sebelumnya (Mariana,
2003).

1.4.

Ruang Lingkup
1. Model dan data yang berkaitan dengan biodisel merupakan data
sekunder yang berasal dari penelitian Anna Mariana (2005) yaitu
model sumberdaya dan model pasar.

2. Platform yang digunakan dalam metodologi pengembangan sistem
adalah dengan Java Agent Development Framework (JADE).

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agent-Based Software Engineering
Agen pintar (intelligent agents) dan sistem berbasiskan agen telah banyak
dikenal dalam penelitian bidang kecerdasan buatan. Dewasa ini, kedua hal
tersebut semakin banyak dikenal dan meluas aplikasinya ke dalam pengembangan
rekayasa perangkat lunak. Melalui agen, pengembang dapat lebih mudah
memodelkan, mendesain dan membangun sistem (Nowostawski, 2000).
Rekayasa perangkat lunak tradisional dapat menangani data dan informasi. Data
didefinisikan sebagai urutan simbol yang dikuantifikasikan atau dapat
dikuantifikasikan. Di lain pihak, informasi adalah data yang mempunyai pola arti
tertentu. Knowledge adalah kemampuan menggunakan informasi. Kemampuan
menggunakan informasi adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
paradigma multiagent system. Agen yang berfungsi untuk berinteraksi dan bekerja
secara

proaktif

harus

mampu

memanfaatkan

informasi

dalam

area

permasalahannya. Jennings (2000) mengartikan agen sebagai sistem komputer
terenkapsulasi yang disituasikan dalam beberapa lingkungan serta dapat
beradaptasi dan berotonomi dalam lingkungan tersebut untuk mencapai tujuan
perancangannya.
Melalui agen entitas, pemecahan masalah dapat dengan jelas diidentifikasi
dengan batas dan interface yang terdefinisi baik (well defined). Agen didesain
untuk memenuhi kegunaan tertentu, dengan tujuan khusus. Selain itu agen dapat
disituasikan dalam lingkungan tertentu. Untuk itu, agen akan menerima input
yang berhubungan dengan keadaan lingkungannya melalui sensor dan beraksi
dalam lingkungannya melalui efektor. Agen bersifat otonomi dikarenakan agen
tersebut mempunyai kendali baik melalui keadaan internalnya atau melalui
aktifitasnya. Agen juga mempunyai fleksibilitas yang baik untuk penyelesaian
masalah. Agen mampu bersifat reaktif untuk merespon perubahan yang terjadi
dalam lingkungannya dan beraksi sebagai langkah antisipasi untuk mencapai
tujuannya. Dalam satu komunitas, agen-agen dapat saling berinteraksi,
berkoordinasi dan bernegoisasi satu sama lain dalam menjalankan pekerjaannnya.
Hal ini disebut sebagai multiagent system. Parunak (1998) menggambarkan

bagaimana

agen-agen

saling

berkomunikasi

dan

membagi

dalam

satu

lingkungannya, seperti yang dideskripsikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Sistem multiagen (Parunak, 1998)

2.2. Klasifikasi Agen
Menurut Martin (2001), agen dapat diklasifikasikan menjadi tiga
berdasarkan karakteristik yang dimilikinya yaitu :
1.

Collaborative Agent : Agen yang memiliki kemampuan melakukan

kolaborasi dan koordinasi dengan agen lain dalam kerangka Multi Agent
System (MAS).
2.

Interface Agent : Agen yang memiliki kemampuan untuk berkolaborasi

dengan user, melakukan fungsi kendali (monitoring) dan pembelajaran
(learning) untuk memenuhi kebutuhan user.
3.

Mobile Agent : Agen yang memiliki kemampuan untuk bergerak dari

suatu tempat ke tempat lain, secara mandiri melakukan tugas di tempat
barunya tersebut, dalam lingkungan jaringan komputer.

2.3. Karakteristik Agen
Terdapat beberapa karakteristik agen seperti yang dikemukakan oleh Odell
(2000). Karakteristik yang dikemukakan merupakan perpaduan dengan
konsep yang dikemukakan oleh Parunak (1998).
1. Otonomi
Agen mampu memulai aksi secara independen dari entiti lainnya. Untuk
tingkat tertentu, agen bahkan dapat beroperasi tanpa adanya interfensi dari
luar secara langsung.
Terdapat dua macam otonomi yang ada, yaitu :
- Otonomi dinamik. Arti dari otonomi dinamik adalah agen tidak hanya
mampu bereaksi berdasarkan pemanggilan metode tertentu saja melainkan
mampu beradaptasi sesuai lingkungannya. Dalam otonomi dinamik
dikenal adanya agen yang proaktif dan pasif. Dalam sistem multiagen,
agen-agen dapat berinteraksi secara paralel. Sebuah agen dapat
memutuskan kapan harus ”pergi”.
- Otonomi non deterministik
Otonomi non deterministik menunjukkan sifat agen yang bereaksi sesuai
prediksi ataupun tidak terprediksi. Sebagai contoh dalam sistem agen
untuk pembelanjaan, seorang pelanggan tidak dapat diprediksikan kapan
akan membeli barang tertentu. Agen dapat memutuskan ”tidak”
melakukan interaksi.
2. Interaktif
Interaksi adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan lingkungan dan
entitas lain. Interaksi juga dapat diekspresikan dalam derajat seperti yang
terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Derajat interaktivitas agen

Dalam gambar terlihat bahwa interaksi dasar terjadi seperti dalam
pemanggilan metode dalam objek. Dalam sistem multiagen, interaksi dengan
derajat tertinggi terjadi secara paralel antara satu agen dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, agen-agen dalam sistem multiagen dapat dianggap sebagai
masyarakat yang melakukan interaksi sosial.
Dalam melakukan interaksinya komunikasi yang dilakukan agen dapat
menggunakan metode pemanggilan seperti dalam orientasi objek. Akan
tetapi, dalam aplikasi berbasis agen, konten message lebih ditekankan.
Dalam sistem agen, komunikasi digunakan dengan format yang terdapat pada
Agent Communication Language (ACL)

2.4. Sistem Penunjang Keputusan Berbasis Agen
Dalam rekayasa pengetahuan (knowledge engineering), agen menawarkan
fleksibilitas untuk integrasi berbagai sistem pemrosesan yang berbeda
menjadi satu sistem tunggal. Agen dan bidang kecerdasan buatan merupakan
hal yang saling berkaitan. Sistem multiagen sesuai untuk sistem terdistribusi
dan sistem yang membutuhkan penalaran seperti halnya dalam SPK. Agen
yang berkaitan dalam SPK seharusnya mampu melakukan hal-hal berikut ini
(Sebestyénová, 2007):
1. Perencanaan untuk mencapai suatu tujuan
2. Pemodelan lingkungan untuk bereaksi sesuai situasi yang ada
3. Penalaran dan akting
4. Koordinasi antar agen
5. Penyelesaian konflik (diawali dengan pendeteksian konflik).
Dalam membangun sebuah sistem multiagen, perancang aplikasi harus
mengerti beberapa hal berikut yaitu: (1) bagaimana agen dan teknik dalam
sistem cerdas dapat diaplikasikan dalam domain permasalahan, (2)
kompetensi yang dibutuhkan agen, serta (3) teknik yang diperlukan untuk
mengimplementasikan kompetensi tersebut. Secara garis besar, dalam sistem
multiagen dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Membagi domain sumberdaya dan tanggung jawab antar agen.

2. Menentukan kompetensi inti yang memenuhi tanggung jawab yang
sesuai.
3. Memilih teknik untuk memenuhi tiap-tiap kompetensi.
Berdasarkan tanggung jawab yang telah ditentukan, maka sistem berbasis
agen dapat berupa sistem heterogen atau sistem homogen. Dalam sistem
heterogen,

setiap tanggung jawab agen memiliki tanggung jawab yang

berbeda, sedangkan sistem yang homogen tiap tanggung jawab dalam agen
berbagi tujuan yang sama.
2.5. Agen-based Human Computer Interaction
Menurut Krauth (2007), sistem yang dibangun dengan pendekatan agen
dapat meningkatkan interaksi manusia dan komputer. Interaksi tersebut
merupakan aspek penting mengingat proses pengambilan keputusan adalah
kombinasi antara pembuat keputusan dan SPK berbasis model yang masingmasing bekerja secara individu. SPK dapat memproses sejumlah informasi dalam
jumlah besar. Di lain pihak, pembuat keputusan dapat beradaptasi lebih baik
apabila menghadapi keadaan di luar kendalinya. Dengan mengetahui polah
tingkah user, agen dapat memperoleh informasi mengenai context-sensitive
sehingga komputer tidak hanya mampu sebagai penghitung handal, akan tetapi
juga sebagai asisten pembuat keputusan. Berdasarkan hal tersebut, agen dapat
melakukan dan memberikan hasil negoisasi, pencarian dan perhitungan dalam
cara yang proaktif. Hal ini terbukti mampu mengurangi usaha kognitif yang harus
dikeluarkan oleh user. Pembebanan tugas antara komputer dan manusia dapat
diubah untuk memaksimumkan kinerja pengambilan keputusan. Jika pada
awalnya user melakukan tugas-tugas rutin dan komputer melakukan perhitungan
yang sulit, maka dengan teknologi agen, tugas rutin dapat dilakukan komputer dan
user terlibat dalam situasi yang tidak rutin. Melalui agen, pembagian tugas
dilakukan dengan mengombinasikan kekuatan yang ada pada manusia dan
komputer dalam pengambilan keputusan.

2.6. Java dalam Agent-based Sofware Engineering
Pemilihan bahasa pemrograman adalah penting mengingat karakteristik
sistem yang akan dibangun. Walaupun bahasa pemrograman hanyalah

sekumpulan aturan-aturan formal untuk mengekspresikan algoritme, akan tetapi
masing-masing bahasa pemrograman mempunyai karakteristik dan kemampuan
berbeda-beda.
Java adalah bahasa pemrograman yang open source dan bebas platform.
Komunitas pengguna Java menawarkan berbagai library atau rutin yang siap
pakai. Java sangat sesuai untuk aplikasi yang membutuhkan komputasi tinggi
dikarenakan aritmatikanya berdasarkan 64 bit, jumlah presisi numerik yang
terbaik yang tersedia saat ini (Horstmann et al, 2001).

2.7. Java Agent Development Framework (JADE )
JADE

adalah

sebuah

perangkat

lunak

yang

diperuntukkan

bagi

pembangunan aplikasi berbasis multiagen dan aplikasi tersebut mengikuti standar
yang dikeluarkan oleh Foundation for Intelligent Physical Agent (FIPA). Dalam
JADE terdapat dua produk utama, yaitu platform agen dengan standar FIPA dan
paket-paket untuk membangun agen Java.
Paket-paket utama yang terdapat dalam JADE adalah :
1. jade.core
Dalam paket ini dilakukan pendefinisian kelas agen, kelas behaviour dan
interaksi antar agen. Behaviour adalah operasi yang dapat dilakukan agen
dan didefinisikan oleh programmer dengan mengikuti standar FIPA.
Dalam JADE juga disediakan kumpulan behaviour standar. Behaviour
tersebut terdapat di dalam sub paket jade.core.Behaviour.
2. jade.lang.acl
Sub paket ini disediakan untuk memproses Agent Communication
Language (ACL) berdasarkan standar spesifikasi FIPA.
3. jade.content
jade.content adalah paket berisi sekumpulan kelas untuk mendukung
ontologi dan bahasa konten yang didefinisikan oleh user. Untuk bahasa
SL, terdapat sub paket jade.content.lang.sl yang berisi kode bahasa SL
baik parser maupun encoder-nya.
4. jade.domain

Paket ini berisi semua kelas Java yang merepresentasikan entiti Agent
Management. Termasuk di dalamnya agen Management Service dan
agen Directory Facilitator.
5.

jade.gui
jade.gui adalah paket-paket yang berisi kelas-kelas untuk membangun
tampilan antar muka grafis, mengedit Agent-Identifier, deskripsi agen
dan pesan ACL.

6.

jade.proto
Paket ini berisi kelas-kelas untuk memodelkan protokol interaksi
standar yang didefinisikan dalam FIPA. Selain itu terdapat kelas lain
untuk membantu programmer dalam mendefinisikan protokolnya
sendiri.

2.7.1. Agent Platform
Platform agen standar memiliki bagan sebagai berikut :

Gambar 3 Arsitektur platform agen dengan standar FIPA

AMS adalah agen yang bertindak sebagai supervisor pengontrol. Hanya ada
satu AMS dalam satu platform. AMS menyediakan layanan siklus hidup agen,
memelihara direktori Agent Identifier (AID) dan keadaan agen. Tiap agen harus
terdaftar dalam AMS untuk mendapatkan AID yang valid. Directory Facilitator
(DF) adalah agen yang menyediakan layanan yellow page dalam platform.
Message Transport System juga disebut Agent Communication Channel (ACC)

yang merupakan software pengontrol pertukaran pesan antar platform termasuk
pertukaran pesan ke dan dari platform lain.
Berdasarkan spesifikasi FIPA, agen DF dan DMS berkomunikasi
menggunakan

bahasa

konten

FIPA-SL0,

ontologi

FIPA-AGENT-

MANAGEMENT dan protokol interaksi FIPA-Request.

2.7.2. Siklus hidup agen
Agen dapat mempunyai keadaan berdasarkan siklus hidup yang disajikan
pada Gambar 4.

Gambar 4 Siklus hidup sistem berdasarkan standardisasi FIPA

2.8. Foundation for Intelligent Physical Agent (FIPA)
FIPA adalah organisasi yang mengeluarkan teknologi berbasis agen dan
standarisasi komunikasi antara teknologi berbasis agen dengan teknologi lain.
Spesifikasi FIPA merepresentasikan sekumpulan standar yang mengatur operasi
antar agen yang berbeda. Terdapat 25 standar yang terbagi menjadi beberapa
kategori dikeluarkan FIPA (www.fipa.org). Kategori tersebut di antaranya :
komunikasi agen, transport agen dan manajemen agen. Di antara kategori ini,
komunikasi agen merupakan kategori inti dari sistem berbasis multiagen.

2.8.1. Agent Communication Language (ACL)
ACL didasarkan pada speech-act theory. ACL dengan standar FIPA terdiri
atas header, coomunictive act yang diikuti dengan subjek aksi tersebut, misalnya
permintaan (request), pengajuan (propose), pemberitahuan (inform) yang
kemudian dapat digunakan untuk mengubah polah tingkah agen. ACL juag
dikaitkan dengan protokol interaksi yang sudah didefinisikan dalam FIPA yang
berguna untuk negoisasi antar agen. Selain ACL, terdapat standar lain yang
penting dalam sistem multiagen, yaitu ontologi dan bahasa konten.

2.9. Ontologi
Sebuah ontologi mendefinisikan kamus umum bagi peneliti untuk berbagi
informasi dalam sebuah domain. Di dalam ontologi termasuk

di dalamnya

definisi konsep dasar dalam domain dan relasi antar konsep dasar tersebut (Noy,
2000). Alasan perlunya pembangunan ontologi adalah :
1. Untuk berbagi pengertian yang sama dari struktur informasi antar orang
atau agen perangkat lunak
2. Untuk kemungkinan penggunaan kembali pengetahuan domain
3. Untuk membuat asumsi domain menjadi eksplisit
4. Untuk menganalisis pengetahuan domain.
Dalam sistem kecerdasan buatan, ontologi didefinisikan sebagai sebuah
deskripsi formal untuk konsep dalam sebuah domain (kelas), properti dari tiap-tip
konsep yang menggambarkan fitur dan atribut konsep (slot atau properties) serta
pembatasan dalam slot. Sebuah ontologi bersama-sama dengan sekumpulan
instance dari kelas membentuk basis pengetahuan.
Deskripsi ontologi dapat dicontohkan adalah sebagai berikut :
1. Kelas. Kelas menggambarkan konsep dalam domain. Sebuah kelas dapat
mempunyai sub kelas yang merepresentasikan kelas yang lebih spesifik.
2. Slot. Slot menggambarkan properti kelas dan instance Secara praktis,
pendefinisian ontologi berarti melakukan hal-hal berikut :
-

Kelas

-

Menyusun hirarki kelas (super kelas dan sub kelas)

-

Mendefinisikan slot dan menentukan nilai yang diperkenankan
untuk slot ini

-

Mengisi isi slot untuk instance-nya.

Pembangunan

ontologi

dilakukan

secara

berulang,

dimulai

dari

pendefinisian konsep dan slot yang awal dilanjutkan apabila diperlukan dengan
perbaikan untuk pendefinisiannya.

2.10. Sistem Penunjang Keputusan Investasi Industri Biodisel Kelapa Sawit
Sistem penunjang keputusan kelayakan investasi industri biodisel (BDS)
kelapa sawit merupakan aplikasi yang telah dibangun pada tahun 2005 oleh Anna
Mariana. Secara garis besar sistem ini terdiri atas lima sub model yang merupakan
faktor yang berpengaruh dalam investasi industri tersebut. Lima submodel
tersebut adalah :
1. Submodel sumberdaya untuk menilai poyeksi ketersediaan bahan baku
Crude Palm Oil yang akan dijadikan biodisel (CPO).
2. Submodel teknis produksi untuk menilai ketersediaan teknologi dan
persyaratan yang diperlukan dalam mengolah bahan baku CPO menjadi
biodisel.
3. Submodel pasar untuk menilai potensi pasar biodisel di dalam dan luar
negeri
4. Submodel analisis finansial untuk menilai kelayakan finansial dari sisi
pengeluaran, penerimaan dan biaya investasinya
5. Submodel lingkungan untuk menilai perbedaan dampak penggunaan
biodisel dan solar terhadap lingkungan.
Rancang

bangun SPK digunakan dan didesain menggunakan metodologi

analisis deskriptif dari data sekunder pada masing-masing sub model. Keterkaitan
sub model diagregasikan dengan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun
melalui kaidah sistem dinamis. Gambar 5 menunjukkan hubungan antar submodel
penyusun model SPK investasi industri

Keterangan

SM

: Submodel

IK

: Implikasi Kebijakan

Gambar 5 Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada
industri biodisel kelapa sawit (Influence Diagram)
(Mariana, 2005)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran
Pengembangan SPK multiagen investasi biodisel dilakukan melalui
tahapan seperti yang terlihat pada Gambar 6. Pada tahap awal, dilakukan analisis
pendahuluan terhadap SPK yang telah dibangun sebelumnya yaitu SPK investasi
biodisel kelapa sawit dengan sistem dinamik (Mariana, 2005).
Tahap berikutnya adalah melakukan identifikasi dan analisis masalah
lanjutan. Pada tahap ini dilakukan pengambilan data dan model SPK investasi
biodisel. Data yang digunakan oleh SPK investasi industri biodisel adalah data
sekunder yang berasal di antaranya dari Departemen Pertanian dan beberapa hasil
penelitian biodisel. Model yang akan digunakan dalam pengembangan SPK
adalah model sumberdaya dan model model pasar.
Tahap kedua adalah tahap desain. Dalam tahap desain dilakukan
identifikasi entitas, agen dan sumberdaya yang akan dilibatkan. Tahapan
pendekatan agen yang digunakan berdasarkan metodologi yang dikemukakan oleh
Nikraz (2006).

Gambar 6 Tahapan pengembangan SPK multiagen

3.2.

Tahap pengembangan dengan pendekatan agen
Berdasarkan Gambar 6, metodologi agen yang digunakan untuk

pengembangan SPK multiagen merupakan tahapan yang dilakukan pada tahap
desain.

Tahapan-tahapan

proses

dari

metodologi

Agent-based

Software

Engineering (ASE) terdiri dua tahapan besar, yaitu analisis dan desain. Dalam
dua tahapan ini terdapat beberapa model atau diagram atau artifacts yang harus
dibentuk untuk menjadikan sistem berbasis agen. Metodologi yang digunakan
dikemukakan oleh Nikraz (2006) dan dijabarkan pada Gambar 7.
Gambar 6 menjelaskan bahwa penekanan pengembangan sistem berbasis
agen terletak pada tahapan analisis dan desain. Tahapan ini merumuskan dan
memberikan abstraksi yang lengkap untuk spesifikasi teknis untuk kepentingan
pengkodean.
Dalam metodologi yang dikemukakan Nikraz (2006), perencanaan sistem
di luar lingkup pembahasan mengingat bahwa sistem yang akan dibangun telah
sesuai dengan domain permasalahan yang dapat diselesaikan dengan pendekatan
agen

3.2.1. Tahapan Analisis
Tahapan ini merupakan tahapan awal untuk memperjelas permasalahan dalam
level yang detil dengan penekanan minimal pada solusi. Adapun tahapan ini
terdiri atas tahapan lain, yaitu :
1. Pembentukan use case yang akan menghasilkan diagram use case.
2. Identifikasi tipe agen awal yang akan menghasilkan diagram agen.
3. Identifikasi tanggung jawab yang akan menghasilkan tabel tanggung
jawab.
4. Identifikasi acquaintances.
Dalam tahapan ini ditentukan relasi yang jelas antar agen dan melalui
tahapan ini diagram agen dan tabel tanggung jawab diperbaiki
5. Perbaikan agen.
Dalam tahapan ini sekali lagi diagram agen dan tabel tanggung jawab
diperbaiki.
6. Pembentukan diagram deployment

PERENCANAAN
Menentukan perencanaan
pengembangan sistem

Apakah agen merupakan
solusi yang tepat ?

Tidak

Gunakan metode lain

Ya

2. ANALYSIS

3. DESIGN

1. Pembentukan use case

1. Pemisahan/penggabungan/penamaan
ulang agen

2. Identifikasi awal tipe agen
2. Spesifikasi interaksi
3. Identifikasi responsibilties
3. Definisi protokol interaksi ad-Hoc
4. Identifikasi acquaintance
4. Definisi message template
5. Agent refinement
5. Spesifikasi fasilitator direktori
6. Penentuan agent deployment
6. Interaksi sumberdaya-agen
7. Interaksi agen-user
8. Definisi behaviour internal agen
9. Pendefinisian ontologi
10. Seleksi pemilihan konten

4. IMPLEMENTASI DAN
TESTING
11. Penentuan arsitektur sistem
dan pengkodean dalam JADE

Gambar 7 Metodologi pengembangan sistem multiagen (Nikraz, 2006)

3.2.2 Tahapan desain
Tahapan desain dilakukan dengan fokus pada platform JADE. Terdapat
kemungkinan dalam prosesnya untuk kembali ke tahapan analisis apabila
diperlukan. Dalam tahapan desain terdapat sub tahapan, yaitu :
1. Memecah/menggabungkan atau mengganti nama agen.
Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan jumlah agen yang paling
efektif, apabila perlu dilakukan penggabungan.
2. Menentukan spesifikasi interaksi
Tahapan ini menghasilkan tabel interaksi
3. Mendefinisikan protokol interaksi ad-hoc
4. Menspesifikasikan message template.
Tahapan ini menghasilkan objek message template yang diperlukan.
5. Menentukan spesifikasi directory facilitator untuk registrasi dan pencarian
layanan.
6. Menspesifikasikan interaksi antara agen dan sumberdaya
7. Menspesifikasikan interaksi agen dan user
8. Menentukan polah tingkah internal agen
9. Mendefinisikan ontologi sesuai domain permasalahan
10. Pemilihan bahasa konten.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Pengembangan Sistem
SPK investasi industri biodisel kelapa sawit yang dikembangkan oleh

Mariana (2005) merupakan SPK investasi berbasis model untuk penentuan
kelayakan industri biodisel dengan 5 (lima) aspek kelayakan yaitu : kelayakan
sumberdaya, kelayakan pasar, kelayakan teknis produksi, kelayakan finansial dan
kelayakan lingkungan.
Dalam SPK investasi yang telah dibangun, pengambil keputusan dapat
mengatur skenario kelayakan dengan memasukkan parameter inputan. Hasil
perhitungan kelayakan diperoleh berdasarkan model matematika dalam tiap sub
model. Penilaian kelayakan ditentukan oleh pengambil keputusan berdasarkan
nilai yang diperoleh. Bagan alir penentuan kelayakan dan model matematika
terdapat dalam Lampiran 1. Kelima aspek kelayakan direpresentasikan dalam sub
model yang diimplementasikan dengan bantuan aplikasi spreadsheet (Microsoft
Excel) dan perangkat lunak I-think versi 6.0.
Aplikasi SPK yang dihasilkan mampu menyajikan sistem yang interaktif
kepada pengguna. Pengguna dapat melihat semua aspek kelayakan sesuai dengan
skenario yang dipilih. Pemodifikasian model dan data oleh pengembang tidak
dilakukan secara interaktif, melainkan dilakukan langsung

melalui aplikasi

pembentuk SPK.
Kegiatan modifikasi model dan data merupakan hal yang menjadi fokus
dikarenakan dalam pengembangannya akan terdapat perubahan model dan data
dasar. Modifikasi yang dilakukan langsung melalui aplikasi pembentuk dapat
mempengaruhi operasional sistem secara keseluruhan karena sistem dibangun
dengan konsep sentralisasi dan compact.
Konsep desentralisasi dan modularity dapat dikembangkan dalam SPK
investasi biodisel dikarenakan sub model pembentuk SPK dapat menjadi sub SPK
untuk penilaian kelayakan berdasarkan perspektif kepentingan pengambil
keputusan. Kedua konsep ini terdapat dalam sistem berbasis agen. Melalui
pemodelan agen, model pembentuk SPK dijadikan komponen yang otonom

dengan masing-masing model secara terpisah mempunyai fungsi kontrol dan
merupakan

sub

sistem

yang

proaktif

apabila

terjadi

perubahan

pada

lingkungannya.

4.2. Pengembangan Model Sistem Penunjang Keputusan Multiagen
Pengembangan sistem berbasis agen mengikuti metodologi yang mulai
dikembangkan tahun 2000. Beberapa metodologi telah disusun untuk membangun
sebuah sistem multiagen, di antaranya Gaia (Wooldridge, 2000), Roadmap (Juan,
2002) dan terakhir adalah metodologi yang dikembangkan oleh Nikraz (2006)
yaitu metodologi yang memfokuskan sistem multi agen ber-platform JADE.
Dalam pengembangan sistem berbasis agen, perlu dipertimbangkan
kesesuaian agen untuk pemecahan masalah. Dari keseluruhan metodologi,
dianggap bahwa agen telah menjadi pilihan untuk pemecahan masalah.
SPK multiagen investasi biodisel akan dikembangkan mengikuti metode
pengembangan sistem dengan platform JADE seperti yang dikemukakan oleh
(Nikraz, 2006) dengan kombinasi Roadmap. Alasan pengkombinasian ini adalah
dalam Roadmap terdapat dengan jelas definisi atribut role pembentuk agen.
Kelemahan metode Roadmap diperbaiki oleh Nikraz dengan pendefinisian agen
terlebih dahulu. Melalui metode ini pengembang dapat menangkap konsep utama
dalam pembangunan sistem multiagen. Dalam pengembangan sistem ber-platform
JADE, tahapan dilakukan seperti pengembangan perangkat lunak pada umumnya,
yaitu analisis, desain, deployment dan uji coba.
Penelitian ini memfokuskan

dua tahapan utama dalam pengembangan

sistem, yaitu tahap analisis dan tahap desain. Dalam dua tahapan ini, dijabarkan
dengan lengkap abstraksi dan konsep SPK multiagen dengan studi kasus SPK
investasi biodisel. Dalam tahapan analisis, langkah awal yang dilakukan adalah
penentuan konteks sistem untuk identifikasi awal agen dan role. Hasil akhir
tahapan ini adalah dapat ditentukannya struktur agen yang telah mendapat proses
perbaikan (refinement). Tahapan desain dilakukan untuk mendapatkan struktur
agen internal. Dalam tahapan ini dilakukan pemisahan ataupun penggabungan
agen. Hasil tahapan desain adalah mendapatkan struktur agen dan arsitektur

komunikasi

yang

dilakukan

untuk

kemudian

dapat

diimplementasikan

menggunakan tools berplatform JADE.
Sebagi tahapan akhir pengembangan sistem adalah tahapan deployment
Dalam keseluruhan metodologi sistem multiagen, tahap ini tidak dijabarkan secara
detil. Menurut Arenas (2003) tahapan deployment untuk sistem multi agen dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu : tahap pendefinisian arsitektur sistem dan
pembangunan antar muka pengguna. Tahapan deployment dalam pengembangan
SPK multiagen dilakukan dengan memberikan gambaran teknis dalam JADE
mengenai komponen utama sistem multiagen (agent, behaviour internal, interaksi
dan ontologi).
Dalam kegiatan awal pengembangan SPK multiagen, terdapat asumsi
sebagai pembatasan yaitu:
a. Definisi agen dalam SPK mulitagen sesuai dengan definisi agen yang telah
dikemukakan oleh penelitian terdahulu mengenai sistem multiagen.
b. Platform JADE adalah platform yang dipilih untuk pengembangan.
c. Pembatasan jumlah agen sesuai dengan domain permasalahan.
d. Keamanan sistem tidak ikut dilibatkan dan dibahas dalam tiap proses
pengembangan sistem.
4.2.1. Penentuan Skenario Sistem Penunjang Keputusan Multiagen dalam
Tahapan Analisis
Pengembangan model SPK multiagen diawali dengan tahapan analisis untuk
mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan dengan tidak
menekankan pada solusi. Seperti yang dikemukakan oleh Nikarz (2006), tahapan
analisis diawali dengan penentuan skenario SPK multiagen. SPK investasi
biodisel yang telah didefinisikan sebelumnya oleh Mariana (2005) merupakan
SPK berbasis simulasi yang terdiri atas lima sub model yaitu kelayakan
sumberdaya, kelayakan pasar, kelayakan teknis produksi, kelayakan finansial dan
kelayakan lingkungan. Kelima sub model merupakan komponen pembentuk SPK
yang dapat dijadikan elemen terpisah dengan perspektif kepentingannya masingmasing. Oleh karena itu, SPK ini

dapat dimodelkan dengan pengembangan

menjadi SPK berbasis agen. Interaksi yang serial antar sistem dan pengguna juga
menjadi alasan pengembangan SPK investasi biodisel menjadi SPK berbasis agen.

Kemungkinan keterlibatan beberapa agen dalam sistem sesuai dengan asumsi
yang dibuat pada awal tahapan kegiatan pengembangan menjadikan sistem
berbasis agen tunggal menjadi sistem multiagen.
Dengan pembangunan kembali SPK investasi, Decision Maker (DM) dapat
menentukan solusi yang feasible untuk melakukan investasi melalui akses tiap
penentu kelayakan yang data dan modelnya disediakan oleh kontributor. Terdapat
beberapa tipe DM, di antaranya DM sumberdaya, DM Finansial, DM Pasar, DM
Produksi dan DM lingkungan. Dalam SPK terdahulu, kelima DM adalah sub
model dalam SPK.

Kontributor adalah penyedia data dan model, dan dapat

berupa database, model base atau perangkat lunak lain yang telah ada untuk
kemudian berkolaborasi sehingga didapatkan kemungkinan alternatif solusi bagi
DM. DM dapat melakukan dua hal yaitu menerima atau memilih alternatif solusi
yang ditawarkan serta menolaknya. Apabila DM menolak maka DM dapat
menentukan skenario lain dengan data dan model yang disediakan oleh
kontributor. Komunikasi antara agen dan kontributor dapat dilakukan dalam satu
area ataupun dalam area terpisah. Di samping itu, komunikasi antar DM dan
kontributor dapat dilakukan secara paralel sesuai dengan pola interaksi yang akan
diidentifikasi kemudian.
Berdasarkan skenario yang telah dikemukakan, maka tahapan analisis
dimulai dengan tahapan sebagai berikut :
1.

Pembentukan diagram use case
Pembentukan use case dimaksudkan untuk mendapatkan kebutuhan

fungsional yang potensial dari sebuah sistem baru. Metode Roadmap (Juan, 2002)
dan metode berplatform JADE (Nikraz, 2006) mengemukakan bahwa
penggambaran domain sistem dengan use case merupakan teknik yang efektif dan
cukup jelas dalam menggambarkan kebutuhan sistem. Tiap use case
merepresentasikan satu atau lebih skenario yang mendemonstrasikan bagaimana
sistem berinteraksi dengan end user atau sistem lain untuk mencapai tujun
tertentu. Diagram use case dapat digambarkan dengan notasi Unified Modelling
Langauge (UML). Dalam notasi UML, terdapat dua komponen yang penting,
yaitu aktor dan use case.

Untuk SPK investasi biodisel multiagen, terdapat dua aktor dan sembilan
use case. Aktor dalam SPK multiagen investasi biodisel adalah decision maker
dan kontributor sebagai penyedia data dan model. Secara rinci, aktor dan use case
dapat digambarkan melalui diagram use case seperti pada Gambar 8.
Sistem Penunjang Keputusan Multiagen

Menentukan kelayakan
pasar & sumberdaya
«uses»

«uses»

Mengatur skenario

«uses»

Menentukan kelayakan
teknis produksi
«uses»

«uses»
«uses»
Menentukan
kelayakan finansial
«extends»
Decision Maker

Menanggapi hasil

«uses»
«uses»

Penyediaan data
dan model

Kontributor

Menentukan
kelayakan lingkungan

«uses»

Menerima hasil
skenario

Melakukan skenario
lain

Gambar 8 Diagram use case untuk SPK investasi biodisel multiagen
Berdasarkan diagram use case, aktor dapat melakukan fungsi yang berkaitan
dengan tujuan aktor tersebut berinteraksi dengan sistem. Aktor DM dapat
melakukan pengaturan skenario dan menanggapi hasil, sedangkan kontributor
melakukan penyediaan terhadap data dan model dasar.

2.

Identifikasi awal tipe agen yang terlibat
Tahapan ini dilakukan untuk menentukan tipe agen utama dari penurunan

use case pada tahap 1. Berbeda pada metodologi Roadmap, dalam metodologi
berplatform

JADE,

agen

diidentifikasi

sebelum

pengidentifikasian

role

(responsibilities). Dalam tahapan ini akan dihasilkan diagram agen. Aturan yang
diberlakukan untuk menentukan agen utama adalah sebagai berikut :
a.

Menjadikan tiap user / device sebagai satu tipe agen.

b.

Menjadikan tiap sumberdaya (perangkat lunak atau aplikasi lain)
sebagai satu tipe agen.

Dengan memberlakukan aturan tersebut, berdasarkan diagram use case yang
telah dihasilkan pada tahapan sebelumnya, dapat diidentifikasi dua agen awal.
Agen-agen tersebut adalah : (1) Agen decision maker (DM). Agen ini diperoleh
dari user atau aktor decision maker pada diagram use case. (2) Agen penyedia
data dan sub model. Tipe agen ini diperoleh berdasarkan aplikasi atau perangkat
lunak penyedia data dan sub model. Dalam SPK investasi oleh Mariana (2005),
terdapat aplikasi pendukung untuk menentukan hasil sub model, yaitu aplikasi
penentuan bahan dan energi yang diperlukan. Selain itu, penentuan hasil sub
model lain misalnya sumberdaya dapat dilakukan melalui aplikasi pendukung
lain. Aplikasi pendukung ini kemudian dapat dijadikan salah satu tipe agen yang
terpisah dari agen user. Berdasarkan dua agen awal yang telah teridentifikasi,
maka pada dapat dihasilkan diagram agen seperti yang disajikan pada Gambar 8.
Berdasarkan Gambar 9 terdapat dua tipe agen utama yaitu agen DM dan
agen penyedia data dan model. Dalam diagram agen terdapat empat entitas utama,
dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Tipe agen
Entitas ini menunjukkan tipe agen yang aktual dan

direpresentasikan

dengan simbol lingkaran.
2. Human
Entitas ini dapat dikatakan sebagai personal

yang harus berinteraksi

dengan sistem selama proses operasional sistem. Simbol yang digunakan
untuk merepresentasikan entitas ini adalah simbol aktor dalam notasi
UML.

Agen
Decision
Maker
Decision

(a). Agen yang diturunkan dari aktor Decision

Aplikasi
penyedia
data dan sub
model

Agen
Data dan
Model

(b). Agen yang diturunkan dari aktor kontributor
Gambar 9 Tipe agen utama
3. Sumberdaya
Entitas sumberdaya merupakan sistem eksternal yang harus berinteraksi
dengan sistem selama proses pengembangan dan direpresentasikan dengan
segiempat.
4. Acquiantances
Acquiantances merupakan entitas yang dapat melakukan interaksi sosial
dan direpresentasikan dengan panah. Entiti ini menunjukkan komunikasi
yang dilakukan selama operasi. Komunikasi dapat dilakukan antar agen,
antar agen dan human, maupun antar agen dan sumberdaya. Bagaimana
teknik komunikasi untuk berinteraksi dilakukan belum ditentukan dalam
tahapan ini.
Salah satu yang perlu mendapat perhatian dalam interaksi dalam sistem
multiagen adalah interaksi yang dilakukan antara sistem eksternal dan
human dengan agen.
Hal ini mengingat komunikasi yang dilakukan antara entitas tersebut tidak
mempunyai penamaan maupun sintaks yang seragam (Nikraz, 2006).
Terdapat tiga cara dalam menentukan teknik yang dilakukan agen untuk
berinteraksi, yaitu :
a. Penggunaan transducer agen

Agen transducer adalah sebuah agen yang berlaku sebagai interface
antara agen dengan aplikasi/sistem software. Dalam cara ini, agen
transducer menerima pesan dari agen-agen dalam sistem dan
menerjemahkan

pesan

tersebut

dan

meneruskannya

ke

aplikasi/sistem lain. Komunikasi juga dapat dilakukan melalui arah
sebaliknya. Format komunikasi yang dilakukan agen transducer
dapat mengikuti teknik leksikal (Guha, 2002).
b. Penyisipan wrapper
Dalam teknik ini kode disisipkan ke dalam sistem / aplikasi lain.
Kode ini kemudian dapat berkomunikasi dalam bahasa agen.
c. Penulisan kode kembali
Teknik ini merupakan teknik paling ekstrim yang melibatkan
penulisan kembali untuk menyerupai operasi dan kemampuan
sumberdaya dengan kemampuan untuk berkomunikasi melalui
bahasa komunikasi agen.
Ketiga cara tersebut dapat dideskripsikan pada Gambar 10.

3.

Identifikasi responsibility
Dalam tahapan ini, responsibility tiap agen didefinisikan dalam bentuk yang

informal dan mudah dicerna. Pada metode Raodmap dan Gaia (Wooldridge, 2000)
responsibilities dikenal juga dengan istilah role. Berbeda pada metodologi
sebelumnya, metodologi berplatform JADE melakukan identifikasi role sebelum
identifikasi agen. Hal ini mempermudah proses identifikasi dikarenakan apabila
agen ditentukan berdasarkan agregasi role yang berkaitan, hal ini dipandang
tidak intuitif. Dalam beberapa kasus, sulit untuk menentukan bagaimana role
dapat membentuk agen dan bagaimana penentuan agen yang tercakup dalam role
yang telah ditentukan. Dengan mengidentifikasikan agen kemudian diturunkan
responsibilities atau role-nya, maka ambiguitas yang terjadi dapat direduksi.

Gambar 10 Teknik interaksi antara agen dengan
entitias lain (Nikraz,2006)

Terdapat aturan yang harus diterapkan dalam pembentukan tabel
responsibility. Aturan tersebut adalah :
- Menurunkan responsibility tiap agen dari use case yang diidentifikasi pada
tahap 1.
- Mengutamakan identifikasi pada agen-agen yang mempunyai responsibility
lebih jelas dan menunda identifikasi responsibility untuk agen lain pada
langkah berikutnya.
Berdasarkan diagram agen pada Gambar 9, maka dapat dihasilkan tabel
responsibility sebagai berikut :

Tabel 1 Tabel responsibility untuk kasus SPK multiagen investasi
biodisel
Tipe agen
Responsibility
Mengatur skenario untuk kelayakan produksi
Decision
Mengatur skenario untu kelayakan sumberdaya
Maker(DM)
dan pasar
Mengatur skenario untuk kelayakan finansial
Mengatur skenario untuk kelayakan lingkungan
Merespon request antar DM
Dalam Tabel 1 terlihat bahwa identifikasi responsibility dilakukan pada
agen DM. Hal ini mengikuti aturan pertama dikarenakan responsibility yang
diperoleh lebih jelas sedangkan untuk agen berikutnya ditentukan kemudian.

4.

Identifikasi acquaitance
Dalam tahap ini, fokus kegiatan yang dilakukan adalah penentuan interaksi

antar agen. Diagram agen diperbaiki dengan menambahkan relasi acquaitance
yang sesuai untuk menghubungkan agen apabila dibutuhkan satu atau lebih
interaksi antar agen tersebut. Gaia (Wooldridge, 2000)

mempelopori istilah

acquaitance, dan digunakan juga dalam Roadmap (Juan, 2002) dan (Nikraz)
2006.
Dalam kasus SPK investasi, relasi acquaintance dibutuhkan antar agen DM
yaitu user produksi, user ketersediaan sumberdaya, user pasar, user finansial dan
user lingkungan. Data yang didistribusikan antar user agen DM disimpan dan
diambil serta dimanipulasi melalui kontributor, yaitu aplikasi penyedia data dan
model. Oleh karena itu terdapat relasi acquaintance antar agen DM dan agen data
dan model.
Berdasarkan analisis tersebut, maka dalam tahap 3 yaitu pengidentifikasian
responsibility dapat diulangi kembali untuk mendapatkan tabel responsibility yang
lebih lengkap (Tabel 2) sesuai dengan acquaitance yang telah diidentifikasikan
sebelumnya.
Dengan adanya acquaitance yang diidentifikasikan dalam tahap 4, maka
diagram agen yang telah diperoleh diubah untuk kemudian diperoleh gambar
relasi antar agen yang lebih jelas. Gambar 11 menunjukkan diagram agen yang
telah diperbaiki.
Tabel 2 Tabel responsibility setelah relasi acquaitance diidentifikasi
Tipe Agen
Decision Maker

Responsibilities
1.

Mengatur skenario untuk kelayakan produksi

2.

Mengatur skenario untu kelayakan sumberdaya dan pasar

3.

Mengatur skenario untuk kelayakan finansial

4.

Mengatur skenario untuk kelayakan lingkungan

5.

Merespon request antar DM

6.

Mengirimkan data ke user produksi (DM bidang produksi)

7.

Mengirimkan data ke user ketersediaan sumberdaya (DM
bidang ketersediaan sumberdaya)

8.

Mengirimkan data ke user finansial (DM bidang finansial)

9.

Mengambil data dari agen penyedia data dan model

10. Mengambil penjelasan dan advice dari agen manajemen
Tipe Agen
Penyedia data dan

Responsibilities
1.

model

Merespon permintaan dari agen decision maker untuk hasil tiap
sub model

2.

Mengirimkan permintaan data dan model untuk agen DM

 
Agen 
Decision 
Maker
Decision Maker 
Agen 
Data dan 
Model

Aplikasi 
penyedia 
data dan sub 
model

Gambar 11 Agen diagram setelah tahap 4
Dalam metodologi Gaia atau Roadmap

role / responsibility yang

didefinisikan merupakan suatu hal yang konseptual dengan penggambaran konsep
yang abstrak. Dalam sistem berplatform JADE responsibility menjadi suatu hal
yang lebih kongkret dengan pendefinisian yang lebih detil mengikuti metodologi
Gaia. Berdasarkan metodologi Roadmap, maka terdapat beberapa atribut untuk
role/responsibility, yaitu :
1. Fungsionalitas, yang terdiri atas dua properti, yaitu liveness dan safety
2. Permission
3. Activity
4. Protokol
Berdasarkan karakteristik tersebut maka dapat dijabarkan model
responsibility untuk SPK investasi multiagen. Salah satu model role untuk
pengaturan skenario adalah sebagai berikut:

Responsibility : Pengaturan skenario
Deskripsi : Melakukan pengaturan skenario untuk salah satu aspek kelayakan dengan
mendapatkan acquaintance dari agen lain.
Protokol dan aktivitas :
Tampilkan list parameter.Input parameter.
Permission : baca, update
Fungsionalitas :
Liveness : pengaturan skenario = (tampilkan list parameter.input parameter)ω
Safety : true

Secara lengkap, model responsibility disajikan dalam Lampiran 2

5.

Perbaikan agen
Pada tahap 2, agen yang diidentifikasi adalah tipe agen awal. Dalam

metodologi pengembangan sistem berbasis agen, kegiatan iterasi khususnya untuk
pembaruan yang telah diperoleh dalam suatu tahapan merupakan hal yang penting
untuk menghasilkan sebuah sistem yang handal. Perbaikan agen akan
mempengaruhi responsibility dan relasi acquaintance. Untuk perbaikan agen,
terdapat beberapa pertimbangan yang dapat diterapkan. Pertimbangan tersebut
adalah :
1.

Dukungan

: mendefinisikan informasi dukungan yang dibutuhkan agen

untuk melakukan responsibilitynya dan menspesifikasikan bagaimana,
kapan dan dimana informasi tersebut dihasilkan atau disimpan.
2.

Discovery : bagaimana agen-agen dihubungkan dengan sebuah relasi
acquaitance. Relasi ini diperlukan agar agen dapat saling mencari atau
melakukan uploading service yang disediakan oleh agen tertentu.

3.

Manajemen dan monitoring : sistem yang dibutuhkan untuk memantau
keberadaan agen atau mulai dan berhentinya agen.

Dalam SPK investasi, pertimbangan yang memungkinkan untuk proses
perbaikan agen adalah discovery. Pertimbangan ini dapat menggunakan fasilitator
direktori (Directory facilitator) yang terdapat dalam JADE. Melalui fasilita