Keterlibatan Protein Heterotrimerik G a Terhadap Cekaman Aluminium Pada Kedelai (Glycine max (L) Merryl) Melalui Studi Histokimia

KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G α TERHADAP
CEKAMAN ALUMINIUM PADA KEDELAI (Glycine max (L) Merryl)
MELALUI STUDI HISTOKIMIA

Oleh :
Tuti Srimulyati
G34102009

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRAK
TUTI SRIMULYATI. Keterlibatan Protein Heterotrimerik G α terhadap Cekaman Aluminium
pada Kedelai (Glycine max (L) Merryl) melalui Studi Histokimia. Dibimbing oleh UTUT
WIDYASTUTI SUHARSONO dan JULIARNI.
Penelitian ini bertujuan menganalisis keterlibatan protein heterotrimerik G α pada
mekanisme toleransi kedelai toleran kultivar Slamet dan peka Lumut terhadap cekaman
alumunium (Al) melalui studi histokimia. Keterlibatan protein heterotrimerik G α terhadap
cekaman aluminium dianalisis dari akar tanaman yang ditumbuhkan pada media hara kultur air pH

6.0, pH 4.0, pH 4.0 + 1.6 mM AlCl3 selama 8, 24, 48, dan 72 jam dan pH 4.0 + 1.6 mM AlCl3 + 30
µM Mastoparan 7 (sigma) (aktivator protein heterotrimerik G α) selama 8 dan 24 jam.
Pertama, pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan akar kedelai dianalisis dengan
menumbuhkan biji kedelai pada media hara kultur air pH 6.0, pH 4.0 dan pH 4.0 + 1.6 mM AlCl3
selama 8, 24, 48, dan 72 jam. Hasil menunjukkan bahwa cekaman Al selama 24 jam menyebabkan
peningkatan reduksi panjang akar; akumulasi Al, kandungan peroksidasi lipid, dan kalosa; dan
kehilangan integritas membran yang lebih tinggi pada kultivar Lumut daripada kultivar Slamet.
Keterlibatan protein heterotrimerik G α dalam respon terhadap cekaman Al dianalisis
setelah penambahan Mastoparan 7 (sigma) pada cekaman Al selama 8 dan 24 jam. Reduksi
panjang akar; akumulasi Al, kandungan peroksidasi lipid, dan kalosa; dan penurunan integritas
membran menurun pada perlakuan 8 dan 24 jam baik pada kultivar Slamet maupun kultivar Lumut
dibandingkan dengan perlakuan cekaman Al saja.
Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan protein heterotrimerik G α terhadap cekaman Al
pada kedelai.

ABSTRACT
TUTI SRIMULYATI. Role of The Heterotrimeric G Protein α Sub Unit in Aluminum Toxicity
of Soybean through Histochemical Analyzes. Supervised by UTUT WIDYASTUTI
SUHARSONO and JULIARNI.
The aim of this research was to examine the role of G protein α sub unit in aluminum

toxicity of soybean cv. Slamet and cv. Lumut through histochemical study. Involvement of the
heterotrimeric G protein α sub unit in the aluminum toxicity were investigated using plant root
which grown in liquid nutrient media pH 6.0, pH 4.0, pH 4.0 + 1.6 mM AlCl3 for 8, 24, 48, and 72
h and pH 4.0 + 1.6 mM AlCl3 + 30 µM Mastoparan 7 (sigma) (the activator of heterotrimeric G
protein α sub unit) for 8 and 24 h.
First, the influence of aluminum toxicity on root growth was examined by growing soybean
seedling in liquid nutrient media with pH 6.0, pH 4.0 and pH 4.0 + 1.6 mM AlCl3 for 8, 24, 48, and
72 h. Result indicated that aluminum treatment for 24 h highly increased root elongation
inhibition; accumulation of aluminum, lipid peroxidation, and callose; and loss of membrane
integrity in cultivar Lumut compared to cv. Slamet.
To examine whether the heterotrimeric G protein α sub unit involved in response to
aluminum toxicity, Mastoparan 7 (sigma) was applicated into aluminum treatment for 8 and 24 h.
Root elongation inhibition; accumulation of aluminum, lipid peroxidation, and callose; and loss of
membrane integrity were decreased at 8 and 24 h in cv. Slamet and cv. Lumut compared to
aluminum treatment only.
Result of this study demonstrated that the heterotrimeric G protein α sub unit playing a role
in the aluminum toxicity of soybeans.

KETERLIBATAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G α TERHADAP
CEKAMAN ALUMINIUM PADA KEDELAI (Glycine max (L) Merryl)

MELALUI STUDI HISTOKIMIA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Insitut Pertanian Bogor

Oleh :
Tuti Srimulyati
G34102009

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul Skripsi

Nama
NIM


: Keterlibatan Protein Heterotrimerik G α terhadap Cekaman
Aluminium pada Kedelai (Glycine max (L) Merryl) melalui
Studi Histokimia
: Tuti Srimulyati
: G34102009

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir Utut Widyastuti Suharsono, M.Si
NIP 131851279

Dr. Ir. Juliarni, M.Agr
NIP 132216226

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131473999

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 15 Februari 1984 dari ayah Karsoma dan
ibu Mamah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri I Situraja, Sumedang dan diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi
tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007, wirausaha tahun ajaran 2005/2006. Penulis juga aktif di
Himpunan Mahasiswa Biologi divisi Nata de Coco periode 2004/2005 dan 2005/2006. Penulis
melaksanakan Praktik Lapang di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta Pusat dengan judul
Aspek Biologi Virus HIV dan Alur Pemeriksaan Pasien HIV di Rumah Sakit Umum Daerah

Tarakan Jakarta.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul Keterlibatan Protein
Heterotrimerik G α terhadap Cekaman Aluminium pada Kedelai (Glycine max (L) Merryl)
melalui Studi Histokimia. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan
Desember 2006, bertempat di laboratorium Biologi Seluler dan Molekuler, laboratorium Biorin
(Biotechnology Research Indonesia-The Netherland) Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan
Bioteknologi IPB, dan laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada proyek hibah bersaing XII atas nama Dr. Ir.
Utut Widyastuti Suharsono, M.Si yang telah membiayai penelitian ini dengan topik Analisis Gen
Penyandi Protein Heterotrimerik G α yang Terlibat dalam Sistem Toleransi Tanaman Kedelai
terhadap Cekaman Aluminium.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti Suharsono, M.Si dan
Ibu Dr. Ir. Juliarni, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, dukungan dan
bimbingannya selama pelaksanaan karya ilmiah ini. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan
kepada Ibu Dr. Ir. Theresia Prawitasari selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan
masukannya dalam penulisan karya ilmiah.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Mulya, Bapak Adi, Mba Pepi, Ibu
Dorly, Ibu Liza, Bapak Bambang, Bapak Wawan, Ibu Siti Maemunah, Mba Retno, Bapak Edi dan
Bapak Joni yang telah membantu kelancaran pelaksanaan karya ilmiah.
Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada mamah, bapak, kedua kakakku beserta
keluarga, keluarga paman di Bogor dan A Lukman atas segala doa, semangat, perhatian dan kasih
sayangnya. Tidak lupa terima kasih untuk mas Huda, mas Firda, M Bahrelfi, Hakiim, mba Rida,
mba Budi, Lulut, Uzy, Popi, Ammay dan semua rekan di laboratorium Biologi Seluler dan
Molekuler Tanaman dan laboratorium BIORIN atas segala bantuan dan kerjasamanya. Terima
kasih juga penulis sampaikan untuk Neng Nur, Wida, Dessy, Ela, Ade, Ayu, Lena dan teman
biologi 39 atas dukungan semangat dan bantuannya.

Bogor, Maret 2007

Tuti Srimulyati

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vii
PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................................................. 1
Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE
Kultur Air ......................................................................................................................
Pengamatan Panjang Akar ............................................................................................
Uji Histokimia Kandungan Aluminium........................................................................
Pembuatan Sediaan Mikroskopis Akar.........................................................................
Uji Histokimia Kandungan Peroksidasi Lipid..............................................................
Uji Histokimia Kandungan Kalosa ...............................................................................
Uji Histokimia Kehilangan Integritas Membran ..........................................................
Kuantifikasi Kandungan Aluminium............................................................................
Kuantifikasi Kandungan Peroksidasi Lipid..................................................................
Kuantifikasi Kandungan Kalosa ...................................................................................
Kuantifikasi Kandungan Kehilangan Integritas Membran...........................................

1
1
1
2
2

2
2
2
2
2
2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil..............................................................................................................................
Pengaruh Cekaman Aluminium.............................................................................
Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium..........................................
Pembahasan ..................................................................................................................
Pengaruh Cekaman Aluminium.............................................................................
Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium..........................................

3
3
7
10
10

12

SIMPULAN........................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Reduksi perpanjangan akar tanaman perlakuan dibandingkan dengan tanaman
kontrol pH 4......................................................................................................................... 3
2 Reduksi perpanjangan akar tanaman perlakuan dibandingkan dengan tanaman
kontrol pH 4 + 1.6 mM Al .................................................................................................. 7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Uji histokimia Al dengan pewarnaan hematoksilin pada akar.......................................... 3
2 Kandungan Al akar............................................................................................................. 4
3 Sayatan melintang akar pada daerah 3 mm dari ujung akar.............................................. 4
4 Uji histokimia peroksidasi lipid dengan larutan Schiff,s pada akar.................................. 4
5 Kandungan peroksidasi lipid akar...................................................................................... 5
6 Uji histokimia kalosa dengan pewarnaan Aniline blue yang diamati pada

keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f). ................................................................ 5
7 Kandungan kalosa akar ...................................................................................................... 6
8 Uji histokimia integritas membran dengan pewarnaan Evans blue pada akar. ................ 6
9 Kehilangan integritas membran akar ................................................................................. 6
10 Sayatan melintang akar pada daerah 3 mm dari ujung akar yang diwarnai
dengan hematoksilin........................................................................................................... 7
11 Uji histokimia kandungan Al akar pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al (a) dan
pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. ...................................................... 7
12 Kandungan Al akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam............. 8
13 Kandungan peroksidasi lipid akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan
selama 24 jam .................................................................................................................... 8
14 Uji histokimia peroksidasi lipid akar dengan pewarnaan Schiff,s pada perlakuan
pH 4 + 1.6 mM Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam............ 9
15 Uji histokimia kalosa dengan pewarnaan Aniline blue yang diamati pada
keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f) pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM
Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam....................................... 9
16 Kandungan kalosa akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24
jam. ..................................................................................................................................... 9
17 Uji histokimia kehilangan integritas membran dengan pewarnaan Evans blue
pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b)
selama 24 jam.....................................................................................................................10
18 Kehilangan integritas membran pada akar tanpa dan dengan penambahan
Mastoparan selama 24 jam................................................................................................. 10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biji kedelai (Glycine max) merupakan
salah satu produk pertanian yang memiliki
tingkat permintaan yang tinggi di masyarakat.
Upaya peningkatan produksi kedelai dapat
dilakukan melalui program intensifikasi dan
ekstensifikasi. Namun program ekstensifikasi
menghadapi
beberapa
kendala
dalam
pelaksanaannya
yaitu
meningkatnya
perubahan fungsi lahan pertanian antara lain
menjadi pemukiman, jalan, dan industri. Di
samping itu sebagian lahan yang berpotensi
untuk pengembangan kedelai terutama lahan
di luar pulau jawa merupakan lahan masam
dengan kandungan aluminium (Al) yang
tinggi. Menurut Mulyani (2006) lahan yang
berpotensi dalam pengembangan kedelai di
daerah Sumatra, Kalimantan, dan Papua
mencapai 18.2 juta ha termasuk lahan masam.
Lahan yang memiliki pH rendah (pH < 4)
memiliki tingkat kelarutan Al sangat tinggi.
Salah satu bentuk Al yang bersifat toksik bagi
tumbuhan yaitu Al3+ (Matsumoto 2000).
Cekaman Al dapat menurunkan integritas
membran,
menginduksi
pembentukan
peroksidasi lipid dan kalosa sehingga
menghambat pertumbuhan perpanjangan akar
primer tumbuhan (Yamamoto et al. 2001).
Selain itu cekaman Al dapat menginduksi
sejumlah gen yang berperan dalam sistem
pertahanan tumbuhan. Salah satu gen yang
diduga terlibat yaitu protein heterotrimerik G
α (Asmann 2002). Menurut Weiss et al.
(1997) protein heterotrimerik G α ditemukan
pada membran sel Arabidopsis.
Protein G merupakan salah satu protein
yang berperan dalam sistem transduksi sinyal.
Protein ini terdiri atas 3 sub unit yaitu α, β,
dan γ; dan berperan sebagai penerus
penyampaian
informasi
dari
reseptor
membran ke efektor intraseluler (Ma 1994).
Sinyal yang datang dari luar akan berikatan
dengan reseptor yang ada di membran; dan
mengaktifkan protein G yang ada di membran.
Perubahan
konformasi
protein
G
menyebabkan terputusnya ikatan guanosin
diphosphate (GDP) dengan sub unit α. Sub
unit α akan berpisah dengan kompleks β dan
γ, kemudian berikatan dengan guanosin
triphosphate (GTP) dan mengaktivasi adenylil
cyclase
dalam
mengubah
adenosin
triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosin
monophosphate (cAMP). cAMP merupakan
second messenger yang mengaktifkan protein

kinase yaitu enzim yang memfosforilasi
protein target yang berpengaruh dalam sistem
metabolisme yang berperan dalam sistem
pertahanan (Sadava 1993). Oleh karena itu
akan sangat menarik untuk melihat
keterlibatan protein heterotrimerik G α pada
sistem pertahanan tumbuhan terhadap
cekaman Al.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menganalisis
keterlibatan protein heterotrimerik G α pada
mekanisme toleransi kedelai kultivar Slamet
dan Lumut terhadap cekaman aluminium
melalui studi histokimia.

BAHAN DAN METODE
Kultur Air
Benih kultivar Slamet dan Lumut yang
memiliki ukuran yang seragam disterilisasi
dengan NaOCl 1.5 % (b/v) selama 15 menit,
kemudian dicuci dengan air steril sebanyak 3
kali. Benih dikecambahkan di dalam wadah
yang telah dialasi dengan tisu basah kemudian
disimpan di dalam ruang gelap selama 48 jam.
Kecambah yang memiliki panjang akar lebih
kurang 3 cm ditanam di trays, kemudian trays
ditempatkan di dalam bak plastik berisi media
hara pH 6.0 (Anwar 1999) selama 48 jam
dengan aerasi.
Pada hari ke-3 (jam ke-0) media diganti
dengan media perlakuan yaitu pH 6.0 tanpa
cekaman Al (kontrol), pH 4.0 tanpa cekaman
Al , pH 4.0 + 1.6 mM AlCl3, dan pH 4.0 + 1.6
mM AlCl3 + 30 μM Mastoparan 7 (sigma)
(aktivator G α). Perlakuan dengan Mastoparan
hanya dilakukan sampai jam ke-24, sedangkan
tiga perlakuan lainnya dilakukan selama 72
jam. Media perlakuan diganti setiap 24 jam.
Penentuan konsentrasi cekaman Al didasarkan
pada hasil penelitian sebelumnya (Anwar
1999; Mashuda 2006).
Pengamatan Panjang Akar
Akar tanaman diukur panjangnya dari
ujung sampai bagian pangkal sebanyak 3
ulangan. Satu ulangan terdiri atas 5 akar.
Uji Histokimia Alumunium
Tiga akar tanaman sepanjang 10 mm
diwarnai dengan hematoksilin 0.2 % (b/v)
dalam akuades selama 15 menit. Akar
kemudian dicuci dengan air selama 30 menit
(Polle et al. 1978). Bagian akar yang
terwarnai diamati di bawah mikroskop stereo
(Olympus VE-3).

Pembuatan Sediaan Mikroskopis Akar
Lima akar tanaman sepanjang 10 mm dari
setiap
perlakuan
diwarnai
dengan
hematoksilin 0.2 % (b/v) dalam akuades
selama 15 menit. Kelima akar tersebut
kemudian dicuci dengan air selama 30 menit,
dipotong sepanjang 5 mm dan difiksasi di
dalam larutan FAA (formaldehid 37%
(v/v):asam
asetat
glasial:alkohol
70%(v/v)=5:5:90) selama 24 jam. Akar yang
telah difiksasi dimasukkan ke dalam seri
larutan dehidrasi yang terdiri atas n-butanolalkohol-akuades (Nakamura 1995). Infiltrasi
parafin dilakukan secara bertahap. Blok
parafin dipotong setebal 10 μm. Pita sayatan
diletakkan di atas gelas objek, ditetesi balsam
(Entellan) dan ditutup dengan gelas penutup.
Parameter yang diamati adalah akumulasi Al
pada jaringan akar.
Uji Histokimia Peroksidasi Lipid
Tiga akar tanaman sepanjang 10 mm dari
setiap perlakuan diwarnai dengan larutan
Schiff’s selama 20 menit, dibilas dengan
larutan potasium metabisulfit ( K2S2O5 0.5 %
(b/v) dalam 0.05 M HCl ) (Pompella et
al.1987),
kemudian
diamati
dengan
mikroskop stereo (Olympus VE-3).
Uji Histokimia Kalosa
Lima akar tanaman sepanjang 5 mm dari
setiap perlakuan dipotong melintang, ditetesi
dengan Aniline blue 0.1 % (b/v) dalam larutan
penyangga 1 M Gly-NaOH pH 9.5 (Kauss
1992) dan diberi gliserin 30%, kemudian
diamati dengan mikroskop fluoresens
(Olympus CX40RF200).
Uji Histokimia Kehilangan Integritas
Membran
Tiga akar tanaman sepanjang 10 mm dari
tiap perlakuan diwarnai dengan Evans blue
0.025% (b/v) dalam 100 µM CaCl2 pH 5.6
selama 10 menit, dicuci dengan 100 µM
CaCl2 pH 5.6 sebanyak 3 kali (Yamamoto et
al. 2001), kemudian diamati dengan
mikroskop stereo (Olympus VE-3).
Kuantifikasi Kandungan Alumunium
Bagian ujung akar sepanjang 10 mm
dikeringkan menggunakan oven suhu 500 C
selama semalam (12 jam). Sampel akar
tersebut ditimbang, dimasukkan ke dalam 5
ml HNO3 pekat, didiamkan semalam;
kemudian dipanaskan sampai campuran
berwarna
bening.
Homogenate akar

diencerkan dengan akuades sampai volume 25
ml dan diukur menggunakan spektro absorpsi
atom (Spectra-A30) (Cunniff 1999).
Kuantifikasi Kandungan Peroksidasi Lipid
Empat akar dipotong sepanjang 10 mm
dari ujung akar, dihaluskan di dalam mortar
dan ditambahkan 0.5 ml larutan TCA 15 %
(b/v) yang mengandung 1 mM butil
hidroksitoluen. Homogenate ditambahkan ke
dalam 0.375 ml larutan H3PO4 2% (v/v) dan
0.25 ml thio barbituric acid (TBA) 0.6%
(b/v). Campuran diinkubasi pada suhu 1000 C
selama 30 menit, kemudian didinginkan pada
suhu ruang. Campuran ditambahkan 1 ml nbutanol kemudian dikocok. Butanol dan fase
cair dipisahkan dengan cara disentrifugasi.
Malondialdehyde (MDA) merupakan produk
akhir peroksidasi lipid. Absorbansi TBAMDA kompleks diukur dengan menggunakan
spektrofotometer (Cecil CE 2020) pada λ 532
nm dan komponen karbohidrat lainnya selain
MDA diukur pada panjang gelombang 520
nm. Selisih nilai dari kedua panjang
gelombang dihitung sebagai nilai MDA
(Mihara et al. 1980).
Kuantifikasi Kandungan Kalosa
Sebanyak 20 akar diinkubasi di dalam
etanol 96% selama 1 jam, kemudian dipotong
sepanjang 10 mm dari ujung akar. Potongan
akar dihaluskan di dalam mortar dan
ditambahkan 1 ml NaOH 1M. Homogenate
dipanaskan pada suhu 800 C selama 15 menit,
didinginkan, dan disentrifugasi. Supernatan
dan pelet dipisahkan. Pelet ditambahkan 250
µl NaOH 1M dan dipanaskan pada suhu 800 C
selama 5 menit. Pelet ditambah 400 µl Aniline
blue 0.1%, 200 µl HCl 1 N, dan 500 µl buffer
Gly-NaOH pH 9.5. Sampel dipanaskan pada
suhu selama 20 menit kemudian disimpan
pada suhu ruang dan diukur dengan spektro
fluoresens (OSK 6561) pada panjang
gelombang 484 nm (Kohle et al. 1985).
Kuantifikasi Kehilangan Integritas
Membran
Empat akar yang telah diwarnai dengan
Evans blue 0.025% (b/v) dipotong sepanjang
10 mm dari ujung akar, dihaluskan di dalam
mortar dan ditambahkan 1 ml sodium dodecyl
sulphate (SDS) 1% (b/v). Homogenate
disentrifugasi selama 10 menit kemudian
diukur menggunakan spektrofotometer (Cecil
CE 2020) pada λ 600 nm (Yamamoto et al.
2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh Cekaman Aluminium
Penghambatan
panjang
akar.
Perlakuan cekaman 1.6 mM Al menyebabkan
reduksi perpanjangan akar baik pada kultivar
Slamet maupun kultivar Lumut. Kultivar peka
Lumut mengalami reduksi perpanjangan akar
(77%-89%) lebih besar daripada kultivar
toleran Slamet (70%-86%). Perbedaan pH
dapat menyebabkan perbedaan pertumbuhan
akar. Pada perlakuan pH 6 tidak terjadi
reduksi perpanjangan akar. Hal ini
ditunjukkan
dengan
nilai
reduksi
perpanjangan akar yang negatif. Akar
tumbuhan kedelai pH 6 lebih panjang
daripada akar kedelai pH 4. Lamanya waktu
cekaman Al menyebabkan peningkatan
penghambatan panjang akar (Tabel 1).

Lm Sl
(a)

Lm Sl
(b)

Gambar 1

Lm Sl
(c)

Lm Sl
(d)

Uji
histokimia
Al
dengan
pewarnaan hematoksilin pada akar.
Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0
(a); perlakuan pH 6, jam ke-24
(b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH 4
+ 1.6 mM Al, jam ke-24 (d). Tanda
panah menunjukkan akumulasi Al
pada akar. Lm = Lumut, Sl =
Slamet.

Tabel 1 Reduksi perpanjangan akar tanaman perlakuan (pH 4 + 1.6 mM Al) dibandingkan
dengan tanaman kontrol pH 4

Lama
Cekaman

Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan tanaman kontrol pH 4
pH 4
pH 6
pH 4+ 1.6 mM Al
* PPA (cm)

RPA (%)

PPA (cm)

RPA (%)

PPA (cm)

RPA (%)

Sl

Sl

Sl

Lm

Sl

Sl

Lm

Sl

Lm

Lm

Lm

Lm

8 Jam

1.33

1.12

100

100

1.6

1.18

-20

-5

0.4

0.26

70

77

24 Jam

2.86

2.33

100

100

3.29

2.58

-15

-10

0.71

0.42

75

82

48 Jam

5.2

3.85

100

100

5.95

4.84

-14

-20

0.87

0.5

83

87

72 Jam

6.69

5.19

100

100

7.86

6.1

-17

-18

0.95

0.58

86

89

* PPA : Pertambahan Panjang Akar = Panjang akar jam ke-t – Panjang akar jam ke-0
RPA : Reduksi Perpanjangan Akar terhadap perlakuan pH 4 = PPA pH 4 – PPA perlakuan X 100%
PPA pH 4
Sl : Slamet
Lm : Lumut

Kandungan aluminium. Perlakuan
cekaman
1.6 mM Al menyebabkan
kandungan Al yang tinggi pada kedua
kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan
Al lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar
Slamet yang ditunjukkan dengan warna merah
pekat hematoksilin setelah perlakuan cekaman
Al selama 24 jam (Gambar 1).
Kandungan Al pada akar kedua kultivar
semakin tinggi dengan semakin meningkatnya
waktu cekaman. Kultivar Lumut memiliki
kandungan Al
lebih tinggi daripada
kultivar Slamet sampai 48 jam setelah
perlakuan cekaman, namun kandungan Al
cenderung sama pada 72 jam setelah

perlakuan cekaman. Akar tanaman yang
direndam pada pH 6 dan 4 memiliki
kandungan Al paling sedikit. Diduga
kandungan tersebut berasal dari kontaminasi
ion Cl- pada saat mengatur pH media (Gambar 2).
Cekaman Al dapat menyebabkan luka
pada akar. Pelukaan akar terlihat pada daerah
3-5 mm dari ujung akar. Kerusakan akar yang
lebih parah terjadi pada daerah 3 mm dari
ujung akar daripada daerah 5 mm dari ujung
akar. Kerusakan jaringan akar pada kultivar
Lumut terjadi sampai ke lapisan dalam
korteks, sedangkan pada kultivar Slamet
terjadi hanya pada bagian luar korteks
(Gambar 3).

12
Sl-pH 6
Sl-pH-4
Sl-pH 4-Al

mg Al/g akar

10

Lm-pH 6
Lm-pH 4
Lm-pH 4-Al

8
6
4
2
0
0

8

24
48
Jam ke
Gambar 2 Kandungan Al akar.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.

(a)

72

peroksidasi lipid lebih tinggi dibandingkan
dengan kultivar Slamet. Hal ini ditunjukkan
dengan akar yang berwarna merah setelah
diwarnai dengan larutan Schiff,s selama 24
jam. Warna akar kultivar Lumut lebih pekat
daripada warna akar kultivar Slamet (Gambar
4).

(b)

(c)

(d)

Lm
Sl
Gambar 3 Sayatan melintang akar pada daerah
3 mm dari ujung akar.
Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0
(a); perlakuan, pH 6, jam ke-24
(b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH
4 + 1.6 mM Al, jam ke-24 (d).
Tanda
panah
menunjukkan
jaringan akar yang rusak. Lm =
Lumut, Sl = Slamet.
= 100
μm.
Kandungan peroksidasi lipid. Perlakuan
cekaman 1.6 mM Al menyebabkan kandungan
peroksidasi lipid yang tinggi padakedua
kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan

Lm Sl
Lm Sl
Lm Sl
Lm Sl
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4 Uji histokimia peroksidasi lipid
dengan larutan Schiff,s pada akar.
Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0
(a); perlakuan, pH 6, jam ke-24
(b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH 4
+ 1.6 mM Al jam ke-24 (d). Tanda
panah menunjukkan akumulasi
peroksidasi lipid pada akar. Lm =
Lumut, Sl = Slamet.
Peroksidasi lipid pada kultivar Lumut
meningkat mulai jam ke-0 sampai jam ke-24
dan menurun mulai jam ke-48, sedangkan
pada kultivar Slamet peningkatan kandungan
peroksidasi lipid terjadi mulai jam ke-0
sampai jam ke-48 dan penurunan terjadi mulai
jam ke-72. Peningkatan peroksidasi lipid pada
kultivar Lumut lebih tinggi daripada kultivar
Slamet. Kedua kultivar memiliki kandungan
peroksidasi lipid yang rendah pada pH 6 dan 4
(Gambar 5).

14

Sl-pH 6
Sl-pH 4
Sl-pH 4-Al

nM MDA/cm akar

12

Lm-pH 6
Lm-pH 4
Lm-pH 4-Al

10
8
6
4
2
0
0

8

24
48
Jam ke
Gambar 5 Kandungan peroksidasi lipid akar.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.
Kandungan kalosa. Cekaman Al
menyebabkan peningkatan kandungan kalosa
pada kedua kultivar. Kultivar Lumut memiliki
kandungan kalosa lebih tinggi dibandingkan
dengan kultivar Slamet. Hal ini dapat dilihat
dari jaringan akar yang berpendar jika diamati
dengan mikroskop fluoresens. Jaringan akar
kultivar Lumut pada daerah 1-5 mm
berpendar lebih pekat daripada akar kultivar
Slamet (Gambar 6).

nf

72

nf

(c)

f

nf

(a)

(d)

f

f

nf

(b)

nf
f

Lm
Sl
Gambar 6 Uji histokimia kalosa dengan
pewarnaan Aniline blue yang
diamati pada keadaan non
fluoresens (nf) dan fluoresens (f).
Tanaman kontrol, pH 6, jam ke0 (a); perlakuan pH 6, jam ke24 (b); pH 4, jam ke-24 (c), dan
pH 4 + 1.6 mM Al, jam ke-24
(d). Tanda panah menunjukkan
sebaran kalosa. Lm = Lumut, Sl
= Slamet.
= 100 μm.

Sl-pH 6
Sl-pH 4
Sl-pH 4-Al

0.5
0.45

Lm-pH 6
Lm-pH 4
Lm-pH 4-Al

mg Curdlan/cm akar

0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0

8

24
jam ke

48

72

Gambar 7 Kandungan kalosa akar.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.
Peningkatan kandungan kalosa pada
kedua kultivar terjadi mulai jam ke-0 sampai
jam ke-24 dan mulai turun pada jam ke-48.
Kultivar Slamet memiliki kandungan kalosa
lebih rendah daripada kultivar Lumut.
Kultivar Lumut mengalami tingkat kenaikan
kandungan kalosa yang lebih tinggi daripada
kultivar Slamet pada awal cekaman.
Lm Sl
Lm Sl
Lm Sl Lm Sl
Kandungan kalosa kedua kultivar tidak
(a)
(b)
(c)
(d)
menunjukkan perbedaan yang nyata pada pH
Gambar 8 Uji histokimia integritas membran
6 dan 4 (Gambar 7).
dengan pewarnaan Evans blue
pada akar.
Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0
(a); perlakuan pH 6, jam ke-24
(b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH 4
+ 1.6 mM Al, jam ke-24. Tanda
panah menunjukkan kehilangan
integritas membran. Lm = Lumut,
Sl = Slamet.

Kehilangan
integritas
membran.
Cekaman 1.6 mM Al menyebabkan kultivar
Lumut mengalami kehilangan integritas
membran lebih tinggi dibandingkan dengan
kultivar Slamet. Hal ini dapat dilihat dari
warna Evans blue yang lebih pekat pada akar
kultivar Lumut daripada kultivar Slamet
(Gambar 8).
0.06

Sl-pH 6
Sl-pH 4
Sl-pH 4-Al

0.05

Lm-pH 6
Lm-pH 4
Lm-pH 4-Al

Absorbansi

0.04
0.03
0.02
0.01
0
0

8

24
Jam ke

48

Gambar 9 Kehilangan integritas membran akar.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.

72

Penurunan
kehilangan
integritas
membran semakin naik seiring dengan
lamanya cekaman Al. Kehilangan integritas
membran pada kultivar Lumut lebih tinggi
daripada kultivar Slamet. Kedua kultivar
mengalami sedikit kehilangan integritas
membran pada pH 6 dan 4 (Gambar 9).

penurunan perpanjangan akar lebih tinggi
dibandingkan dengan kultivar Slamet (Tabel
2).
Perlakuan cekaman Al tanpa penambahan
Mastoparan menyebabkan luka pada jaringan
akar baik pada kultivar Lumut maupun
kultivar Slamet. Penambahan Mastoparan (30
µM) mengakibatkan tidak terdapatnya
kerusakan jaringan akar pada kedua kultivar
(Gambar 10) dan menurunkan kandungan Al
pada kedua kultivar. Hal ini ditunjukkan
dengan
sedikitnya
penyerapan
warna
hematoksilin pada kedua kultivar pada
perlakuan
penambahan
Mastoparan
dibandingkan dengan perlakuan cekaman Al
(Gambar 11).
Kultivar Slamet memiliki
kandungan Al lebih rendah daripada kultivar
Lumut (Gambar 12).

Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman
Aluminium
Penghambatan
panjang
akar.
Mastoparan 7 (sigma) merupakan aktivator
protein heterotrimerik G α sehingga protein
ini berada dalam keadaan aktif mengikat GTP
(Assmann 2002). Penambahan Mastoparan
(30 µM) dapat menurunkan reduksi
perpanjangan akar pada kedua kultivar.
Kultivar
Lumut
mengalami tingkat

Tabel 2 Reduksi perpanjangan akar dengan penambahan Mastoparan
dibandingkan dengan tanaman kontrol pH 4 + 1.6 mM Al

Lama
Cekaman

Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan
tanaman kontrol pH 4 + 1.6 mM Al
pH 4+ 1.6 mM Al
pH 4+1.6 mM Al+Mastoparan
* PPA (cm)

RPA (%)

PPA (cm)

RPA (%)

Sl

Lm

Sl

Lm

Sl

Lm

Sl

Lm

8 Jam

0.29

0.16

100

100

0.34

0.26

-17

-63

24 Jam

0.52

0.28

100

100

0.69

0.6

-33

-114

* PPA : Pertambahan Panjang Akar = Panjang akar jam ke-t – Panjang akar jam ke-0
RPA : Reduksi Perpanjangan Akar terhadap perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al = PPA pH 4+1.6 mM Al – PPA perlakuan X 100%
PPA pH 4+1.6 mM Al
Sl : Slamet
Lm : Lumut

(a)

(b)

Lm
Sl
Gambar 10 Sayatan melintang akar pada
daerah 3 mm dari ujung akar
yang
diwarnai
dengan
hematoksilin.
Perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al (a)
dan
pH 4 + 1.6mM Al +
Mastoparan (b) selama 24 jam.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.
= 100 μm.

Lm

Sl
Lm Sl
(a)
(b)
Gambar 11 Uji histokimia kandungan Al akar
pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al
(a) dan pH 4 + 1.6 mM Al +
Mastoparan (b) selama 24 jam.
Tanda
panah
menunjukkan
akumulasi Al pada akar. Lm =
Lumut, Sl = Slamet.

Sl-pH 6
Sl-pH 4
Sl-pH 4-Al
Sl-pH 4-Al-Mastoparan

14
12

Lm-pH 6
Lm-pH 4
Lm-pH 4-Al
Lm-pH 4-Al-Mastoparan

mg Al/ g akar

10
8
6
4
2
0
0

8
Jam ke

24

Gambar 12 Kandungan Al akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan
selama 24 jam.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.
Kandungan peroksidasi lipid. Penambahan
Mastoparan (30 µM) dapat menurunkan
kandungan peroksidasi lipid pada akar. Hal ini
ditunjukkan dengan sedikitnya penyerapan
warna larutan Schiff,s pada akar

14

kedua kultivar. Akar kultivar Slamet
menyerap warna lebih sedikit daripada akar
kultivar Lumut (Gambar 14). Kultivar Slamet
memiliki kandungan peroksidasi lipid lebih
rendah daripada kultivar Lumut (Gambar 13).

Sl-pH 6
Sl-pH 4

Lm-pH 6
Lm-pH 4

Sl-pH 4-Al
Sl-pH 4-Al-Mastoparan

Lm-pH 4-Al
Lm-pH 4-Al-Mastoparan

nM MDA/cm akar

12
10
8
6
4
2
0
0

8
Jam ke

24

Gambar 13 Kandungan peroksidasi lipid akar tanpa dan dengan penambahan
Mastoparan selama 24 jam.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.

nf

(a)
f

Lm

Sl
Lm
Sl
(a)
(b)
Gambar 14 Uji histokimia peroksidasi lipid
akar dengan pewarnaan Schiff,s
pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM
Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al +
Mastoparan (b) selama 24 jam.
Tanda panah menunjukkan
akumulasi peroksidasi lipid pada
akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.
Kandungan
kalosa.
Penambahan
Mastoparan (30 µM) mengakibatkan tidak
terdapat kerusakan pada jaringan akar dan
menurunkan kandungan kalosa. Hal ini
terlihat dari kurang berpendarnya jaringan
akar perlakuan Mastoparan dibandingkan
dengan perlakuan cekaman Al (Gambar 15).
Akar kultivar Slamet memiliki kandungan
kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut
(Gambar 16).

nf

(b)

f

Lm
Sl
Gambar 15 Uji histokimia kalosa dengan
pewarnaan Aniline blue yang
diamati pada keadaan non
fluoresens (nf) dan fluoresens (f)
pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM
Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al +
Mastoparan (b) selama 24 jam.
Tanda panah menunjukkan
sebaran kalosa. Lm = Lumut,
Sl = Slamet.

0.35

mg Curdlan/cm akar

0.3

Sl-pH 6
Sl-pH 4
Sl-pH 4-Al
Sl-pH 4-Al-Mastoparan

=100 µm.

Lm-pH 6
Lm-pH 4
Lm-pH 4-Al
Lm-pH 4-Al-Mastoparan

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0

8

24

Jam ke

Gambar 16 Kandungan kalosa akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan
selama 24 jam.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Kehilangan
integritas
membran.
Mastoparan tidak menyebabkan kerusakan
akar, sehingga kehilangan integritas membran
sel akar menjadi menurun. Hal ini terlihat dari
rendahnya penyerapan warna Evans blue oleh
akar kedua kultivar. Kultivar Lumut menyerap
warna lebih banyak daripada kultivar Slamet.
Akar kultivar Slamet bahkan terlihat tidak
menyerap warna Evans blue (Gambar 17).
Akar kultivar Slamet memiliki penurunan
integritas membran lebih kecil daripada
kultivar Lumut (Gambar 18).

Lm

Sl
(a)
Gambar 17

Lm

Sl
(b)
Uji histokimia kehilangan
integritas membran dengan
pewarnaan Evans blue pada
perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al
(a) dan pH 4 + 1.6 mM Al +
Mastoparan (b) selama 24
jam.
Tanda panah menunjukkan
kehilangan integritas membran.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.

0.03

Sl-pH 6
Sl-pH 4
Sl-pH 4-Al
Sl-pH 4-Al-Mastoparan

Pembahasan
Pengaruh Cekaman Aluminium
Alumunium larut pada tanah masam
(pH < 4) dan menyebabkan penghambatan
pertumbuhan tumbuhan. Ketika Al diabsorbsi
oleh tumbuhan, efek toksisitasnya akan
terlihat pada pertumbuhan akarnya. Al
diketahui antara lain berikatan pada dinding
sel, membran plasma, dan nukleus (Kataoka et
al. 2001). Perubahan morfologi akar akibat
cekaman Al terjadi beberapa jam setelah
perlakuan cekaman. Ujung akar menebal dan
permukaannya
retak.
Keretakan
ini
disebabkan oleh kerusakan pada lapisan kedua
dan ketiga korteks (Matsumoto 2000).
Sejumlah besar Al diakumulasi pada zona
pemanjangan
akar
dan
menyebabkan
penghambatan perpanjangan akar akibat
perubahan struktural zona tersebut pada tahap
awal toksisitas Al (Matsumoto 2000).
Alumunium dapat berikatan dengan
gugus polifosfat DNA dan menyebabkan
terganggunya proses replikasi DNA (Kochian
1995). Al akan berikatan dengan molekul
yang berhubungan dengan DNA misalnya
protein histon kromosom yang menyebabkan
pembelahan sel terganggu. Menurut Sivaguru
et al. (1999) kultur sel yang mendapat
cekaman Al, pembelahan selnya terhambat
akibat hilangnya benang-benang gelendong
(spindel) pada proses mitosis. Aktivitas
mitosis yang menurun dengan cepat akan
menyebabkan terjadinya reduksi perpanjangan
akar.
Lm-pH 6
Lm-pH 4
Lm-pH 4-Al
Lm-pH 4-Al-Mastoparan

0.025

Absorbansi

0.02
0.015
0.01
0.005
0
0

8
Jam ke

24

Gambar 18 Kehilangan integritas membran pada akar tanpa dan dengan
penambahan Mastoparan selama 24 jam.
Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Kultivar yang peka terhadap cekaman Al
mengakumulasi Al lebih banyak daripada
kultivar yang toleran (Matsumoto 2000).
Menurut Matsumoto (2000) penghambatan
perpanjangan akar akibat cekaman Al berbeda
antar spesies atau kultivar. Kultivar Lumut
mengalami reduksi perpanjangan akar lebih
besar daripada kultivar Slamet. Penghambatan
perpanjangan akar berhubungan dengan
akumulasi Al pada jaringan akar. Reduksi
perpanjangan akar lebih dari 50 % pada kedua
kultivar tersebut terjadi 8 jam setelah
perlakuan. Hasil penelitian yang sama juga
dilaporkan oleh Mashuda (2006) dan
Suharsono et al. (2006).
Akumulasi Al pada akar ditemukan mulai
dari ujung akar sampai 5 mm di atas ujung
akar, namun kerusakan akar terdeteksi pada
daerah 3-5 mm dari ujung akar dengan
pewarnaan hematoksilin. Menurut Matsumoto
(2000) Al diakumulasi di tudung, meristem
apikal dan zona pemanjangan akar. Menurut
Kataoka et al. (2001) sel-sel pada daerah
tersebut relatif lebih muda. Sel yang lebih
muda dapat berikatan dengan Al lebih mudah
daripada sel yang lebih dewasa. Hal ini
disebabkan karena sel yang lebih muda
memiliki potensial membran yang lebih
rendah dibandingkan dengan sel yang lebih
dewasa. Berdasarkan sayatan melintang akar,
akumulasi Al pada umumnya dijumpai pada
lapisan epidermis dan sub epidermis (korteks)
akar. Hasil penelitian yang sama juga
dilaporkan oleh Matsumoto (2000). Menurut
Kataoka (2001) akumulasi Al dijumpai pada
nukleus sel-sel parenkima korteks yang
terletak pada daerah 1 dan 2 mm dari ujung
akar hanya dengan perlakuan cekaman selama
15 menit, bahkan Al juga dapat dijumpai pada
protoxilem meskipun dengan konsentrasi yang
rendah.
Hal
ini
menunjukkan
Al
ditransportasikan ke bagian atas tumbuhan
melalui xilem.
Semakin lama waktu cekaman semakin
tinggi kandungan Al. Kultivar Slamet
memiliki kandungan Al lebih tinggi daripada
kultivar Lumut pada perlakuan cekaman
selama 8 jam. Namun respon yang terjadi
tetap menunjukkan bahwa kultivar Slamet
tetap memiliki tingkat ketahanan yang lebih
tinggi daripada kultivar Lumut. Hal ini dapat
dilihat dari kandungan peroksidasi lipid dan
kalosa, serta penurunan integritas membran
yang lebih rendah pada kultivar Slamet
daripada kultivar Lumut pada perlakuan
cekaman selama 8 jam. Diduga kultivar
Slamet
memiliki
kemampuan
untuk
mendetoksifikasi Al pada perlakuan cekaman

tersebut. Kultivar Slamet menunjukkan
kandungan Al pada akar lebih rendah
dibandingkan dengan kultivar Lumut pada
perlakuan cekaman selama 24 dan 48 jam.
Perbedaan
akumulasi
kandungan
Al
berhubungan dengan perbedaan tingkat
sensitivitas tumbuhan (Matsumoto 2000).
Menurut Samuel et al. (1997) perbedaan
genotipe pada kedua kultivar dapat
menyebabkan
perbedaan
akumulasi
kandungan Al. Kandungan Al kedua kultivar
cenderung sama pada perlakuan cekaman
selama 72
jam. Diduga
hal
ini
disebabkan
oleh
adanya
mekanisme
transduksi sinyal lain yang menyebabkan
kultivar Lumut menjadi cenderung tahan
terhadap cekaman.
Aluminium berikatan kuat dengan
komponen
lipid
membran
plasma.
Kemampuan pengikatan Al oleh membran
plasma
bergantung
pada
kemampuan
pengikatan gugus karboksil dan gugus fosfat
membran plasma yang bermuatan negatif.
Potensial permukaan membran dapat menjadi
faktor yang terlibat dalam pertahanan
tumbuhan terhadap cekaman Al (Matsumoto
2000). Tegangan negatif permukaan sel dapat
menarik kation yang bersifat toksik. Ikatan Al
dengan membran plasma dapat mengubah
struktur membran plasma. Di samping itu
pengikatan Al dengan komponen lipid pada
membran plasma menyebabkan membran
plasma menjadi kaku. Hal ini berpengaruh
terhadap metabolisme yang terjadi pada
membran plasma karena perubahan fungsi
membran plasma tersebut. Beberapa respon
yang ditimbulkan oleh tumbuhan akibat
cekaman Al berkaitan dengan perubahan
fungsi membran plasma (Matsumoto 2000).
Modifikasi struktur membran oleh Al
berhubungan dengan interaksi antara Al
dengan lipid dan protein membran yang dapat
menyebabklan terbentuknya oksigen reaktif
seperti O2- dan H2O2. O2- berasal dari beberapa
proses metabolik seperti respirasi dan aktivasi
NADPH oksidase pada membran plasma,
sedangkan H2O2 diproduksi secara spontan
atau dari hasil dismutasi enzimatik O2(Yamamoto et al. 2001). Kombinasi O2- dan
H2O2 menghasilkan hidroksil reaktif radikal
yang tinggi yang menginisiasi terbentuknya
peroksidasi lipid. Katalase, peroksidase, dan
superoksida dismutase merupakan enzim yang
penting bagi tumbuhan untuk mengurangi
pengaruh negatif oksigen radikal bebas
(Legendre et al. 1993).
Kultivar Slamet memiliki kandungan
peroksidasi lipid lebih rendah daripada

kultivar Lumut. Penurunan peroksidasi lipid
kultivar Slamet terjadi mulai jam ke-72,
sedangkan pada kultivar Lumut terjadi mulai
jam ke-48. Kultivar Lumut mengalami tingkat
kerusakan sel-sel korteks akar lebih banyak
daripada kultivar Slamet, sehingga kultivar
Lumut mengalami penurunan kandungan
peroksidasi lipid lebih cepat daripada kultivar
Slamet. Hal ini menyebabkan perbedaan
ketahanan kedua kultivar tersebut terhadap
cekaman Al, kultivar Slamet lebih tahan
daripada kultivar Lumut. Peroksidasi lipid
mengalami peningkatan yang nyata setelah
diberi perlakuan Al selama 8 jam dan terus
meningkat sampai 48 jam setelah perlakuan
(Cakmak 1991).
Kalosa merupakan senyawa -1,3-glukan
yang dibentuk pada membran plasma yang
sangat sensitif terhadap cekaman Al. Menurut
Wissemeier et al. (1992) pembentukan kalosa
sangat intensif terjadi pada ujung akar dan
hanya ditemukan pada lapisan korteks paling
luar (sub epidermis). Kalosa dapat terbentuk
sebagai respon terhadap stres fisik atau kimia
pada membran plasma dan sering dijumpai
pada
jalur
penghubung
antar
sel
(plasmodesmata dan pori pembuluh tapis) atau
untuk mengisolasi jaringan yang rusak (Kohle
1985). Induksi pembentukan kalosa oleh Al
berhubungan dengan perubahan fungsi
membran plasma. Kalosa dibentuk pada
bagian dalam membran plasma yang
diaktivasi oleh peningkatan konsentrasi ion
Ca2+ intraseluler akibat meningkatnya influk
Ca2+ melalui membran plasma yang rusak
(Yamamoto et al. 2001). Kalosa dilepaskan
oleh membran plasma ke dalam apoplas,
sehingga dinding sel pada akar tanaman yang
tercekam Al terlihat seperti mengandung
deposit kalosa (Matsumoto 2000).
Kultivar Slamet memiliki kandungan
kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut.
Perbedaan akumulasi kandungan kalosa
menunjukkan perbedaan tingkat stres fisiologi
setiap kultivar (Zhang et al. 1994). Kedua
kultivar mengalami kenaikan kandungan
kalosa sampai jam ke-24 dan mengalami
penurunan mulai jam ke-48 perlakuan
cekaman Al. Hal ini diduga karena kedua
kultivar mengalami peningkatan kerusakan
sel-sel korteks seiring dengan lamanya waktu
cekaman.
Menurut Matsumoto (2000) cekaman Al
menyebabkan ujung akar menjadi tebal
dengan retakan pada permukaannya dan
menjadikan akar rapuh sehingga membran
selnya mengeras dan menyebabkan integritas
membran
menurun.
Kultivar
Slamet

mengalami kehilangan integritas membran
lebih rendah daripada Lumut. Perbedaan
tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan
genotipe. Analisis histokimia dan kuantifikasi
kehilangan integritas membran menggunakan
Evans blue mengindikasikan bahwa kerusakan
membran yang diinduksi oleh cekaman Al
merupakan kerusakan mekanik sel pada
permukaan akar di daerah pemanjangan
setelah perlakuan cekaman Al yang panjang
(Yamamoto et al. 2001). Evans blue
merupakan pewarna yang digunakan sebagai
indikator untuk menandai sel yang mati atau
mengalami kerusakan. Sel yang mati atau
rusak akan tetap terwarnai meskipun telah
mengalami pencucian dikarenakan sel tersebut
tidak lagi mempunyai kemampuan transporter
untuk mengeluarkan larutan pewarna yang
telah diserapnya.
Tumbuhan memiliki mekanisme dalam
mempertahankan diri terhadap cekaman Al
diantaranya melepaskan asam organik dari
ujung akar seperti asam sitrat, oksalat, dan
malat; meningkatkan pH rizosfer untuk
mengurangi
tingkat
kelarutan
Al;
mengakumulasi Al dan mengeluarkannya
kembali; serta menginduksi fitokelatin untuk
mengkelat Al (Kochian 1995).
Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman
Aluminium
Respon yang terjadi pada tanaman akibat
cekaman Al terlihat jelas pada jam ke-24.
Oleh karena itu penambahan mastoparan
untuk mengetahui keterlibatan G α terhadap
mekanisme toleransi tanaman kedelai
dilakukan sampai jam ke-24.
Pemberian
Mastoparan
(30
µM)
menyebabkan kultivar Lumut mengalami
stimulasi perpanjangan akar lebih besar
daripada kultivar Slamet. Lumut merupakan
kultivar
peka,
sehingga
penambahan
Mastoparan pada perlakuan cekaman Al
diharapkan dapat menyebabkan kultivar
Lumut lebih tahan terhadap kerusakan akar
daripada kultivar Slamet yang pada dasarnya
sudah bersifat toleran. Pemberian Mastoparan
(30 µM) dapat menurunkan kandungan Al,
peroksidasi lipid, dan kalosa; dan menurunkan
kehilangan integritas membran pada kedua
kultivar, sehingga pemberian Mastoparan (30
µM) tidak menyebabkan kerusakan akar baik
pada kultivar Lumut maupun Slamet.
Mastoparan merupakan suatu peptida
dengan 14 asam amino yang diisolasi dari
lebah. Mastoparan memiliki bobot molekul
rendah dan bersifat hidrofobik sehingga dapat
memasuki sel secara bebas tanpa bantuan

sistem pengantar dari luar (Legendre et al.
1992). Mastoparan juga merupakan aktivator
protein heterotrimerik G α yang berperan
dalam sistem transduksi sinyal. Terdapat dua
bentuk Mastoparan yaitu bentuk analog aktif
(Mastoparan 7) dan inaktif (Mastoparan 17).
Perbedaan bentuk tersebut terdapat pada
sekuen asam aminonya. Menurut Fujisawa et
al. (2001) Mastoparan 7 sebagai analog aktif
dapat meningkatkan permeabilitas membran
plasma terhadap ion yaitu menginduksi
pengeluaran K+ dan pemasukan H+ dan Ca2+
dari kultur sel kultivar normal dan kultivar
mutan.
Mastoparan
7
juga
dapat
meningkatkan aktivitas pengikatan GTP S
dengan protein membran plasma pada
konsentrasi 10-100 µM dan pengaruhnya
terlihat berbeda antara kultivar normal dengan
kultivar mutan pada konsentrasi kurang lebih
30 µM.
Mastoparan mengkatalisis pengaktivasian
protein heterotrimerik G α supaya tetap
berada dalam keadaan aktif dalam bentuk
ikatan dengan GTP. Reseptor yang berikatan
dengan protein heterotrimerik G α adalah
reseptor yang termasuk ke dalam kelas
reseptor 7 segmen transmembran (Krauss
2001). Protein heterotrimerik G α membawa
informasi dari reseptor dan mengaktivasi
phospholipase C (PLC) untuk pemecahan
phospatidylinositol-4,5-bisphosphate (PIP2)
menjadi inositol triphosphate (IP3) yang
dilepaskan ke sitoplasma dan diacylglycerol
(DAG) ke membran serta mengaktivasi
protein kinase C (Kochian 1995). IP3 akan
berikatan dengan vesikel dan membran
retikulum endoplasma yang menyebabkan
pengeluaran Ca2+ ke dalam sitoplasma. Kation
ini akan menstimulasi beberapa proses seperti
sekresi
dan
pembelahan
sel.
DAG
mengaktifkan protein kinase C yaitu enzim
yang menempatkan gugus fosfat pada protein
target dan mengaktifkannya. Target tersebut
diantaranya kanal ion, transporter, transkripsi
mRNA, motilitas, sekresi, dan berbagai
macam metabolik enzim lainnya (Sadava
1993). Menurut Chen et al. (2006) dengan
menggunakan mutan yang kehilangan kopi
gen subunit α telah terbukti bahwa protein
heterotrimerik G α pada tanaman Arabidopsis
berfungsi sebagai modulator positif proses
pembelahan sel. Hasil yang sama dilaporkan
juga oleh Barbeoch et al. (2004) bahwa
dengan menggunakan mutan yang kehilangan
satu kopi gen subunit α terbukti bahwa
protein heterotrimerik G α berperan dalam

pengaturan pembelahan sel pada daerah
meristem ujung akar pada tanaman
Arabidopsis dan padi. Ma (1994) juga
melaporkan peranan protein heterotrimerik G
α dalam pembelahan dan diferensiasi sel pada
tumbuhan. Meskipun akar mengalami
cekaman Al, namun dengan adanya
Mastoparan dapat meningkatkan kembali
pembelahan sel yang terganggu akibat
pengikatan Al dengan gugus DNA.
Peningkatan pembelahan sel tersebut dapat
menurunkan respon tanaman yang diakibatkan
stres terhadap cekaman Al yaitu dengan
menurunkan kandungan Al, peroksidasi lipid
dan kalosa; kehilangan integritas membran
dan penghambatan perpanjangan akar. Oleh
karena itu Mastoparan sebagai aktivator
protein heterotrimerik G α dapat membantu
akar dalam mencegah kerusakan sel akibat
cekaman Al khususnya pada kultivar peka
Lumut melalui pengaktifan pembelahan sel
dan sistem transduksi sinyal lainnya yang
berperan dalam sistem pertahanan tumbuhan.

SIMPULAN
Mastoparan sebagai aktivator protein
heterotrimerik G α dapat meningkatkan
sistem pertahanan tanaman kedelai terutama
pada kultivar peka Lumut terhadap cekaman
aluminium melalui pertambahan perpanjangan
akar; penurunan kandungan aluminium,
peroksidasi lipid, dan kalosa; serta
peningkatan integritas membran sel.

TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada
Proyek Hibah Bersaing XII atas nama Dr. Ir
Utut Widyastuti Suharsono, M.Si. yang telah
membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar S. 1999. Pengklonan gen-gen yang
diinduksi oleh aluminum pada kedelai
(Glycine max (L) Merryl) [disertasi].
Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Assmann SM. 2002. Heterotrimeric and
unconventional GTP binding protein in
plant cell signaling. Plant Cell
Supl:S355-S373.

Barbeoch LP, Jones AM, Asmann SM. 2004.
Plant heterotromeric G protein function:
insight from Arabidopsis and rice
mutants. Curr Opin Plant Biol 7:719-731.
Cakmak I & Horst WJ. 1991. Effect
aluminum
on
lipid
peroxidation,
superoxidase dismutase, catalase, and
peroxidase activities in root tips of
soybeans (Glycine max). Physiol Plant
83:463-468.
Chen JG, Gao Y, Jones AM. 2006.
Differential
roles
of
Arabidopsis
heterotrimeric G protein subunits in
modulating cell division in roots. Plant
Physiol 141:887-897.
Cunniff P, editor. 1999. Official Methods of
Analysis of AOAC International. 16th
Edition. Volume ke-1. Gaithersburg.
AOAC International.
Fujisawa Y, Sawaki S, Kato H, Asahi T,
Iwasaki Y. 2001. Biochemical responses
of rice cells to Mastoparan 7 an activator
of heterotrimeric G proteins. Plant
Biotechnol 18(4):241-249.
Kataoka T, Nakanishi TM. 2001. Aluminium
distribution in soybean root tip for a short
time Al treatment. Plant Physiol 158:731736.
Kauss H. 1992. Callose and Callose Synthase.
Di dalam: MC Pherson MJ, Bowles DJ,
editor. Molecular Plant Physiology: A
Practical Approach.