Pengadukan atau Pembalikan Tumpukan Mikroorganisme

pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral Wikipedia Indonesia, 2008.

g. Pengadukan atau Pembalikan Tumpukan

Pengadukan sangat diperlukan agar cepat tercipta kelembapan yang dibutuhkan saat proses pengomposan berlangsung. Pengadukan pun dapat menyebabkan terciptanya udara di bagian dalam timbunan, terjadinya penguraian bahan organik yang mampat, dan proses penguraian berlangsung merata. Hal ini terjadi karena lapisan pada bagian tengah tumpukan akan terjadi pengomposan cepat. Pembalikan sebaiknya dilakukan dengan cara pemindahan lapisan atas ke lapisan tengah, lapisan tengah ke lapisan bawah, dan lapisan bawah ke lapisan atas Musnamar, 2006. Pencampuran yang kurang baik dari komponen yang mempunyai tingkat kematangan berbeda harus dihindarkan karena menyebabkan terjadinya genangan di tempat-tempat tertentu, kehilangan struktur yang tidak seragam dan nisbah hara yang tidak seimbang dari timbunan kompos. Pada kondisi yang menguntungkan, awal homogenisasi limbah dapat dilaksanakan pada saat pengumpulan limbah dan kemungkinan melalui proses penghalusan. Homogenisasi dan pencampuran bahan dasar kompos dan bahan aditif sekaligus mengatur kandungan lengas dari bahan yang sudah matang Sutanto, 2002.

h. Mikroorganisme

Dilihat dari fungsinya, mikroorganisme mesofilik yang hidup pada temperatur rendah 10-45 C berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses Universitas Sumatera Utara pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang hidup pada temperatur tinggi 45-65 C yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat Djuarnani dkk, 2005. Mikroorganisme kelompok mesophilic dan thermophilic melakukan proses pencernaan secara kimiawi,Dimana bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan. Cara kerjanya yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dilarutkan ke dalam selaput air water film yang melapisi bahan organik, enzim tersebut berfungsi menguraikan bahan organik menjadi unsur-unsur yang mereka serap. Karena terjadi dipermukaan bahan, maka proses penguraian ini akan mengakibatkan semakin luasnya permukaan bahan. Selanjutnya permukaan yang semakin luas ini akan mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme. Demikian seterusnya, semakin besar populasi mikroorganisme, semakin cepat pula proses pembusukan Rochaeni dkk, 2008. Semua organisme hidup termasuk fungi memerlukan nutrien untuk mendukung pertumbuhannya. Nutrien berupa unsur-unsur atau senyawa kimia dari lingkungan digunakan sel sebagai konstituen kimia penyusun sel. Secara umum, nutrien yang diperlukan dalam bentuk karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium, magnesium, natrium, kalsium, nutrien mikro besi, mangan, zinc, kobalt, molibdenum dan vitamin. Karbon, menempati posisi yang unik karena semua organisme hidup memiliki karbon sebagai salah satu senyawa pembangun tubuh Gandjar dkk, 2006. Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat Penelitian Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami padi sebagai bahan kompos, Trichoderma harzianum dan cacing tanah sebagai perombak bahan organik, media PDA untuk tempat tumbuh T. harzianum, air sebagai pelarut sekaligus menyiram kompos supaya terjaga kelembabannya dan bahan kimia lainnya untuk keperluan analisis. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah keranjang bambu dan kantungan plastik untuk tempat kompos, termometer untuk mengukur temperatur kompos, timbangan dan alat-alat lainnya yang diperlukan untuk analisis Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial dengan 6 ulangan. Masing-masing perlakuannya adalah : J0 = 1 kg Jerami padi J1 = 1 kg Jerami padi + 10 g cacing tanah Universitas Sumatera Utara J2 = 1 kg Jerami padi + 100 mL T. harzianum J3 = 1 kg Jerami padi + 100 mL T. harzianum + 10 g cacing tanah Dengan demikian diperoleh 24 unit percobaan 4 × 6. Model Linier Rancangan Acak Lengkap RAL : Y ijk = µ + T i + ij Dimana : Y ijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah umum T i = pengaruh perlakuan ke-i ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pelaksanaan Penelitian Persiapan Agen Perombak di Laboratorium Biologi Tanah FP USU a. Perbanyakan T. harzianum - Diambil 1 ose dari media agar miring koleksi pribadi kemudian digoreskan ke media PDA padat lalu diinkubasi selama 3 hari - Dipurifikasi ke media PDA padat lalu diinkubasi selama 3 hari sampai mendapatkan biakan murni - Diambil biakan murni tersebut sebanyak 1×1 cm dari permukaan media kemudian dimasukkan ke media PDA cair untuk diperbanyak lalu diinkubasi selama 1 minggu b. Persiapan cacing dari kotoran lembu - Diambil cacing dari kotoran lembu yang sudah lama terinkubasi sampai menjadi tanah - Diindentifikasi nama dan jenis dari cacing tersebut Universitas Sumatera Utara - Ditentukan bobotnya setelah itu diaplikasikan ke kompos Persiapan Bahan Organik Jerami padi dipotong-potong menjadi kecil-kecil dengan ukuran kurang dari 5 cm, hal ini bertujuan agar memperluas permukaan perombakan oleh mikroorganisme dan cacing tanah yang diberikan sehingga dapat mempercepat proses dekomposisi jerami padi. Pengomposan Jerami padi sebanyak 1 kg yang telah dicacah dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang telah dilapisi kantung plastik. Kemudian diberi agen perombak T. harzianum dan cacing tanah setelah kompos berumur 2 minggu sesuai dengan perlakuan. Kemudian dilakukan pencampuran bahan sampai homogen dan disiram dengan air sampai kondisi cukup lembab. Pengomposan ini menggunakan metode Vermikompos Mulat, 2003. Pemeliharaan Kompos Pemeliharaan kompos meliputi penyiraman, pembalikan, pengukuran respirasi CO 2 dan temperatur kompos dilakukan setiap hari, dengan tujuan menjaga fluktuasi respirasi CO 2 dan temperatur tersebut. Akhir Pengomposan Akhir pengomposan ditandai dengan berubahnya laju respirasi CO 2 , nisbah CN dan temperatur selama 30 hari masa pengomposan. Universitas Sumatera Utara Pengukuran CO 2 selama Pengomposan Schinner, et al, 1996 - Botol kecil yang berisi 20 mL NaOH 0,05 M dimasukkan ke dalam botol plastik yang dipotong bawahnya - Botol plastik tersebut dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang berisi kompos jerami padi - Diinkubasi selama 1 hari - Dituang NaOH 0,05 M tadi ke dalam beaker glass - Ditambahkan 2 mL BaCl 2 0,5 M lalu diberi 4 tetes larutan indikator - Kemudian titrasi dengan HCl 0,1 M untuk kontrol, lakukan prosedur diatas tanpa jerami mg CO 2 g dm. 24 h = C-S × 2,2 × 100 SW × dm Keterangan : C = volume HCl yang digunakan kontrol mL S = volume HCl yang digunakan sampel mL 2,2 = faktor konversi 1 mL dari 0, 1 M HCl equivalen dengan 2,2 mg CO 2 SW = berat tanah 100 -1 dm = faktor kekeringan tanah yang terjadi Universitas Sumatera Utara Parameter Penelitian - Respirasi CO 2 mg CO 2 g dm. 24 h Respirasi CO 2 dengan metode Titrasi yang diukur setiap hari selama 30 hari masa pengomposan - Nisbah CN Nisbah CN diukur pada awal 0 hari, tengah 15 hari dan akhir 30 hari masa pengomposan - Temperatur C Temperatur diukur setiap hari selama 30 hari masa pengomposan - pH pH diukur pada awal 0 hari, tengah 15 hari dan akhir 30 hari masa pengomposan - Bobot Cacing Tanah g Bobot cacing tanah diukur pada akhir pengomposan Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil KadarKandungan CO 2 Selama Pengomposan Fluktuasi kadar CO 2 selama proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 1. 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Hari C O 2 J0 J1 J2 J3 Gambar 1. Fluktuasi CO 2 selama 30 hari pengomposan Dari Gambar 1 terlihat bahwa setiap hari terjadi perubahan respirasi CO 2 selama 30 hari pengomposan. CO 2 tertinggi sebelum aplikasi cacing tanah terjadi pada hari ke-11 pada perlakuan tanpa agen perombak J0 yaitu sebesar 53.18 mg CO 2 g dm 24 h, sedangkan CO 2 terendah terjadi pada perlakuan 100 mL T. harzianum J2 yaitu sebesar 2.5 mg CO 2 g dm 24 h pada hari ke-7. Setelah aplikasi cacing 15 hari pengomposan CO 2 tertinggi terjadi pada perlakuan 100 mL T. harzianum J2 yaitu sebesar 28.62 mg CO 2 g dm 24 h pada hari 22 dan yang terendah sebesar 5.87 mg CO 2 g dm 24 h pada perlakuan 100 mL T. harzianum + 10 g cacing tanah J3 pada hari 18. Universitas Sumatera Utara Nisbah CN Kompos Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cacing tanah dan T. harzianum tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan nisbah CN kompos pada waktu 15 dan 30 hari pengomposan Lampiran 4 dan 6. Nilai rataan nisbah CN kompos jerami padi hari ke-15 dan 30 pengomposan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan nisbah CN kompos Perlakuan 15 hari 30 hari J0 26.99 16.92 J1 24.56 13.63 J2 24.89 18.29 J3 20.67 16.45 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pengomposan hari ke-15 diperoleh nisbah CN terendah sebesar 20.67 pada perlakuan J3 100 mL T. harzianum + 10 g cacing tanah dan nisbah CN tertinggi sebesar 26.99 pada perlakuan J0 tanpa agen perombak. Sedangkan pada pengomposan hari ke-30 diperoleh nisbah CN terendah sebesar 13.63 pada perlakuan J1 10 g cacing tanah dan nisbah CN tertinggi sebesar 18.29 pada perlakuan J2 T. harzianum. Untuk melihat hubungan antara pengaruh pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap nisbah CN kompos selama 30 hari pengomposan dapat dilihat pada Gambar 2 di samping. Universitas Sumatera Utara 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 J0 J1 J2 J3 Perlakuan R at aa n ni sb ah C N 0 hari 15 hari 30 hari Gambar 2. Perbandingan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap nisbah CN kompos pada awal sampai akhir pengomposan Tabel 4. Persen penurunan nisbah CN kompos pada awal sampai akhir pengomposan dengan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah Hari Perlakuan 0-15 15-30 J0 62 59.51 J1 78.17 80.24 J2 75.81 36 J3 111.7 25.65 Dari tabel 4 terlihat bahwa persen penurunan nisbah CN kompos tertinggi pada perlakuan J3 100 mL T. harzianum + 10 g Cacing tanah terjadi pada 0-15 hari pengomposan yaitu sebesar 111.7 dan yang terendah terjadi pada perlakuan J3 juga pada 15-30 hari pengomposan dengan nilai sebesar 25.65 . Perlakuan J0, J2 dan J3 memiliki persentase yang sama yaitu menurun pada awal sampai akhir masa pengomposan. Sementara pada perlakuan J1 berbeda yaitu menunjukkan kenaikkan dengan nilai 78.17 sampai 80.24 pada awal sampai akhir masa pengomposan. Universitas Sumatera Utara Temperatur C Kompos Perubahan respirasi CO 2 selama proses pengomposan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Perubahan temperatur selama 30 hari pengomposan Hari 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 1 3 5 7 9 1 1 1 3 1 5 1 7 1 9 2 1 2 3 2 5 2 7 2 9 ii. J1 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 1 3 5 7 9 1 1 1 3 1 5 1 7 1 9 2 1 2 3 2 5 2 7 2 9 iii. J2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 1 3 5 7 9 1 1 1 3 1 5 1 7 1 9 2 1 2 3 2 5 2 7 2 9 iv. J3 i. J0 Te m pe ra tur C 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 1 3 5 7 9 1 1 1 3 1 5 1 7 1 9 2 1 2 3 2 5 2 7 2 9 A t a s T e n g a h B a w a h Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 3 terlihat bahwa temperatur tertinggi pada perlakuan tanpa agen perombak J0 terjadi pada awal pengomposan yaitu dengan suhu di tengah yaitu sebesar 33 C. Pada perlakuan 10 g cacing tanah J1 temperatur tertinggi sebesar 31 C dan temperatur terendah sebesar 25 C. Temperatur pada bagian tengah kompos pada perlakuan J0 tanpa agen perombak dan J1 10 g cacing tanah merupakan yang tertinggi. Sementara pada perlakuan J2 100 mL T. harzianum dan J3 100 mL T. harzianum + 10 g Cacing tanah tidak terlihat perbedaan temperatur kompos di bagian permukaan, tengah maupun bawah kompos. pH Kompos Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cacing tanah dan T. harzianum tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan rasio pH kompos pada waktu 15 dan 30 hari pengomposan Lampiran 9 dan 11. Nilai rataan pH kompos jerami padi hari ke-15 dan 30 pengomposan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan pH kompos Perlakuan 15 Hari 30 Hari J0 8.32 7.64 J1 8.36 7.43 J2 8.23 7.51 J3 8.3 7.69 Dari Tabel 5 terlihat bahwa pH terendah terdapat pada perlakuan J2 100 mL T. harzianum masa pengomposan di hari ke-15 yaitu sebesar 8.23 dan pH tertinggi sebesar 8.36 pada perlakuan J1 10 g cacing tanah. Sedangkan pada perlakuan J1 10 g cacing tanah pH terendah terdapat pada masa pengomposan di Universitas Sumatera Utara hari ke-30 yaitu sebesar 7.43 dan pH tertinggi pada perlakuan J3 100 mL T. harzianum + 10 g cacing tanah sebesar 7.69. Untuk melihat hubungan antara pengaruh pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap pH kompos selama 30 pengomposan dapat dilihat pada Gambar 4. 6.8 7 7.2 7.4 7.6 7.8 8 8.2 8.4 8.6 J0 J1 J2 J3 Pe r lak u an R at aa n p H 0 Hari 15 Hari 30 Hari Gambar 4. Perbandingan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap pH kompos pada awal sampai akhir pengomposan Bobot Cacing Tanah g Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cacing tanah dan T. harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot cacing tanah pada waktu 30 hari pengomposan Lampiran13. Untuk melihat hubungan antara pengaruh pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap bobot cacing tanah g pada hari ke-15 dan 30 pengomposan dapat dilihat pada Gambar 5 Universitas Sumatera Utara 2 4 6 8 10 12 J1 J3 Perlakuan R at aa n be ra t c ac in g g 15 Hari 30 Hari Gambar 5. Perbandingan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap bobot cacing tanah g pada awal sampai akhir pengomposan. Dari bobot cacing tanah terendah 2.69 g terdapat pada perlakuan J1 10 g cacing tanah pada pengomposan hari ke-30 dan bobot cacing tanah tertinggi 8.36 g pada perlakuan J3 100 mL T. harzianum +10 g Cacing tanah Gambar 5. Untuk melihat hubungan antara kadar CO 2 terhadap nisbah CN dan pH dapat dilihat pada Gambar 6 disamping. Universitas Sumatera Utara Gambar 6. Hubungan perbandingan kadar CO 2 terhadap nisbah CN dan pH kompos Jumlah emisi CO 2 yang dihasilkan selama proses pengomposan tidak dipengaruhi oleh perubahan nisbah CN R 2 = 0.0029. Kecendrungan jumlah emisi CO 2 yang dilepaskan lebih banyak pada pH kompos yang lebih mendekati normal. Namur, uji statistik pH menunjukkan pH tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan emisi CO 2 R 2 = 0.2014. CO 2 y = -0.0477x + 23.988 R 2 = 0.0029 5 10 15 20 25 30 35 40 5 10 15 20 25 30 35 40 y = 0.2234x + 10.371 R 2 = 0.0529 5 10 15 20 25 30 35 40 5 10 15 20 25 30 35 40 y = -8.5651x + 93.688 R 2 = 0.2014 5 10 15 20 25 30 35 40 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 y = -1.6533x + 26.572 R 2 = 0.0888 5 10 15 20 25 30 35 40 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 pH Nisbah CN 15 hari pengomposan 15 hari pengomposan 30 hari pengomposan 30 hari pengomposan Universitas Sumatera Utara Pembahasan KadarKandungan CO 2 Selama Pengomposan Pemberian agen perombak cacing tanah dan Trichoderma harzianum mempengaruhi jumlah CO 2. Jumlah CO 2 tertinggi terjadi pada hari ke-11 pada perlakuan tanpa agen perombak J0 yaitu sebesar 53.18 mg CO 2 g dm 24 h, sedangkan kadar CO 2 terendah terdapat pada perlakuan 100 mL T. harzianum J2 di hari ke-7 yaitu sebesar 2.5 mg CO 2 g dm 24 h. Hal ini dikarenakan tanpa adanya agen perombak kadar CO 2 lebih banyak bila dibandingkan dengan menggunakan agen perombak cacing tanah dan T. harzianum sehingga CO 2 yang dihasilkan kompos langsung menguap ke udara bebas. Hal ini bertolak belakang dengan hasil kadar CO 2 terendah yang terjadi pada perlakuan 100 mL T. harzianum J2 yaitu sebesar 2.5 mg CO 2 g dm 24 h pada hari ke-7 padahal kompos belum aplikasi cacing tanah. Hal ini diduga adanya ketidakstabilan suhu dan udara di tempat pengomposan yang bisa mempengaruhi naik turunnya kadar CO 2 kompos dan juga cahaya matahari yang mempengaruhi kompos sehingga CO 2 yang dihasilkan juga berbeda dan ini sesuai dengan literatur Anas 1990 yang menyatakan bahwa respirasi sangat ditentukan oleh temperatur. Setelah aplikasi cacing tanah 15 hari pengomposan kadar CO 2 tertinggi terjadi pada perlakuan 100 mL T. harzianum J2 yaitu sebesar 28.62 mg CO 2 g dm 24 h pada hari 22 dan yang terendah sebesar 5.87 mg CO 2 g dm 24 h pada perlakuan J3 10 g cacing tanah + 100 mL T. harzianum pada hari 21. Hal ini diduga mikroorganisme seperti T. harzianum yang diapikasikan pada awal pengomposan telah mati karena nutrisisumber makanan yang dibutuhkan mikroorganisme tersebut sudah habis sehingga karbondioksida yang dihasilkan Universitas Sumatera Utara sebagai hasil akhir pengomposan semakin bertambah. Karbon tidak digunakan lagi oleh mikroorganisme khususnya T. harzianum sebagai sumber energi untuk mendukung pertumbuhannya salah satu adalah senyawa pembangun tubuh Gandjar dkk, 2006. Analisis respirasi CO 2 terendah setelah aplikasi cacing 15 hari pengomposan yaitu sebesar 5.87 mg CO 2 g dm. 24 h pada perlakuan J3 10 g cacing tanah + 100 mL T. harzianum pada hari 18. Hal ini dikarenakan karbon yang dihasilkan cacing tanah melalui pembuluh darah yang terdapat dibagian bawah kutikula pada kulitnya yang berfungsi untuk melepaskan karbondioksida CO 2 sebagai sisa hasil metabolismenya Palungkun 1999 banyak dimanfaatkan oleh mikroorganisme seperti T. harzianum sebagai sumber energi untuk membentuk sel-sel tubuhnya sehingga CO 2 yang dihasilkan kompos menjadi berkuranglebih sedikit bila dibandingkan tanpa menggunakan agen perombak. Dari Gambar 1. diperoleh kadar CO 2 yang dihasilkan bergerak naik dan turun dari hari pertama sampai akhir pengomposan 30 hari pengomposan. Hal ini disebabkan karena pada hari 1 sampai 5 hari pengomposan diduga aktivitas mikroorganisma T. harzianum belum berkembangbiak dengan baikmasih mengalami adaptasi dengan bahan organik jerami padi sehingga tidak berperan dalam meghasilkan CO 2 . Namun, setelah hari ke-5 kadar CO 2 bergerak naik dan puncaknya pada hari ke-11, hal ini diduga adanya peranan dari aktivitas T. harzianum yang sudah berkembangbiak dengan baik sehingga CO 2 yang dihasilkan meningkat. Pada hari ke-15 kadar CO 2 mengalami penurunan lagi sehingga diperoleh kadar CO2 yang hampir stabil sampai 30 hari masa pengomposan, hal ini dikarenakan aktivitas perkembangbiakan T. harzianum Universitas Sumatera Utara sudah mulai menurun dan digantikan oleh aktivitas cacing tanah dalam merombak bahan organik sampai menjadi kompos. Nisbah CN Kompos Pada analisis CN hari ke-15 dan 30 pemberian agen perombak cacing tanah dan Trichoderma harzianum menurunkan nisbah CN walaupun penurunan tersebut tidak nyata pada 30 hari masa pengomposan. Hal ini disebabkan karena aerasi yang kurang baik dan pencampuran bahan agen perombak dengan bahan organik yang kurang homogen sehingga menyebabkan temperatur, pH, dan mikroorganisme yang terlibat kurang optimal dan ini memerlukan penanganan yang baik. Menurut Djuarnani, dkk, 2005 aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan timbunan berada dalam keadaan anaerob dan akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang. Pengomposan hari ke-30 diperoleh nisbah CN terendah sebesar 13.63 pada perlakuan J1 10 g cacing tanah dan nisbah CN tertinggi sebesar 18.29 pada perlakuan J2 100 mL Trichoderma harzianum. Hal ini disebabkan karena cacing tanah lebih cepat merombak bahan organik bila dibandingkan dengan mikroba. Sesuai dengan literatur Palungkun 1999 yang menyatakan bahwa kemampuan cacing tanah mengurai bahan organik 3-5 kali lebih cepat. Itulah sebabnya cacing tanah sangat potensial sekali sebagai penghasil pupuk organik dan bahkan mutu pupuk organiknya pun lebih baik. Temperatur C Kompos Dari Gambar 3 diketahui bahwa pengaruh pemberian agen perombak cacing tanah dan Trichoderma harzianum pada 30 hari masa pengomposan Universitas Sumatera Utara mengalami perubahan yang tidak begitu drastis pada temperatur atas, tengah dan bawah pada perlakuan J0, J1, J2 dan J3. Tetapi terjadinya penurunan pada awal, hingga akhir pengomposan. Temperatur tertinggi yang terjadi selama proses pengomposan adalah 33 C, sementara itu suhu optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan organik adalah 55-70 C. Seperti yang kita ketahui kondisi kompos seperti itu tidak mendukung untuk perkembangan mikroorganisme, namun hanya mikroorganisme mesofiliklah yang dapat hidup dan selebihnya tidak dapat hidup. Sesuai dengan literatur Djuarnani, dkk, 2005 yang menyatakan mikroorganisme mesofilik yang hidup pada temperatur rendah 10-45 C berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Tidak tercapainya temperatur yang tinggi disebabkan karena seringnya melakukan penyiraman yang menyebabkan suhu kompos tidak mengalami kenaikan bahkan mengalami penurunan dan juga tumpukan kompos yang terlalu kecil sehingga kompos tidak dapat menyimpan panas dengan baik. Tinggi tumpukan kompos pada saat tercapainya temperatur maksimal pada penelitian ini adalah ± 30 cm. Dan menurut literatur Asngad dan Suparti 2005 tinggi timbunan yang memenuhi persyaratan kompos adalah 1 sampai 2 meter dan ini akan memenuhi penjagaan tanah dan pemenuhan kebutuhan akan udara. pH Kompos Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH kompos pada awal sampai 15 hari pengomposan mengalami kenaikkan dari 8.21 menjadi 8.32 J0, 8.36 J1, 8.23 J2, dan 8.3 J3. Dengan adanya pH yang basa maka kompos akan mengelurkan ammonia dengan bau yang tidak sedap. Dengan proses ini Universitas Sumatera Utara diperkirakan aktivitas biologi berkurang, nitrogen habis dan sebagian mikroorganisme mati. Setelah akhir pengomposan 30 hari diperoleh 7.64 J0, 7.43 J1, 7.51 J2, 7.69 J3, hal ini disebabkan karena mikroorganisme tertentu mengubah sampah-sampah organik menjadi asam-asam organik sehingga pH menjadi Turun. Sesuai literatur Wikipedia Indonesia 2008 yang menyatakan proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH pengasaman, sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. Dari hasil pengukuran nilai pH kompos bahwa pH yang terukur merupakan reaksi kimia yang telah terjadi setelah 30 hari pengomposan. Peningkatan dan penurunan pH terjadi pada semua perlakuan baik kontrol maupun ditambah dengan agen perombak. Pengaruh pemberian cacing tanah dapat menetralkan pH dari 8-7 setelah 15 hari pengomposan. Berdasarkan kriteria kualitas kompos, nilai pH tersebut sudah memenuhi standar kualitas kompos yaitu 5.5-7.5 Djuarnani, dkk, 2005. Menurut Anas 1990 yang menyatakan bahwa kotoran cacing biasanya lebih netral dimana cacing tersebut hidup dan alasan lain menyatakan bahwa cacing tanah mengeluarkan sekresi dari anusnya kemudian dinetralisir oleh amonia. Bobot Cacing Tanah g Dari hasil pengukuran bobot cacing tanah selama 30 hari pengomposan bahwa bobot cacing tanah menurun selama proses pengomposan bila dibandingkan dengan bobot cacing tanah pada awal pengomposan saat cacing diberikan yaitu dari 10 g J1 dan J3 menjadi 2.69 g J1 dan1.64 g J3. Dari data Universitas Sumatera Utara bobot cacing tanah diketahui bahwa terjadinya penurunan bobot cacing tanah. Hal ini dikarenakan bahan makanan yang dibutuhkan oleh cacing tanah semakin berkurang dan juga faktor lingkungan yang lain seperti suhu dan pH yang tidak mendukung untuk cacing dapat hidup dan berkembang biak. Sesuai literatur Indriani 2007 yang menyatakan bahwa keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pengomposan dengan menggunakan T. harzianum dan cacing tanah berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah CO 2 yang diproduksi, perubahan nisbah CN, temperatur maupun pH kompos. 2. Pengomposan dengan menggunakan T. harzianum dan cacing tanah dapat mengurangi kadar CO 2 kompos dibandingkan kontrol. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui respon dari bahan-bahan aktivator mana saja yang dapat mengurangi kadar CO 2 kompos sehingga pengomposan yang dilakukan harus benar-benar ramah lingkungan. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Anas, I. 1989. Petunjuk Laboratorium Biologi Tanah dalam Praktek. IPB. Bogor. Anas, I. 1990. Penuntun Praktikum Metode Penelitian Cacing Tanah dan Nematodo. IPB. Bogor. Anonim. 2008. Pembuatan Kompos dan Permasalahannya. http:www.geocities.compersampahankompos5.doc. [20 Mei 2008]. Asngad, A. dan Suparti, 2005. Model Pengembangan Pembuatan Pupuk Organik Dengan Inokulan Studi Kasus Sampah di TPA Mojosongo Surakarta. http:eprints.ums.ac.id49912._2._AMINAH_ASNGAD.pdf. [20 Mei 2008]. Baca, M. T., E. Esteban, G. Almendros dan A. J. Sanchez-Raya. 1993. Changes in the Gas Phase of Compost During Solid State Fermentation of Sugarcane Bagasse. Bioresource Technology 44. Djuarnani, N., Kristian, dan Budi S. S. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Gandjar, I., Wellyzar S., dan Ariyanti O. 2006. Mikologi. Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Yakarta. Indriani, Y. H. 2007. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. IPPTP. 2001. Vermikompos kompos cacing tanah Pupuk Organik Berkualitas dan Ramah Lingkungan. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http:www.pustaka-deptan.go.idagritekntbr0102.pdf. [09 Januari 2008]. Mulat. T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kascing Pupuk Organik Berkualitas. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. Musnamar, E. I. 2006. Pupuk Organik : cair padat, pembuatan, aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Palungkun, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Penebar Swadaya, Jakarta. Universitas Sumatera Utara Rochaeni A., Deni R., dan Karunia H. P. 2008. Pengaruh Agitasi Terhadap Proses Pengomposan Sampah Organik. http:www.unpas.ac.idpmbhomeimagesarticlesinfomatekJurnal_V_4- 4.pdf. [20 Mei 2008]. Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia Pustaka . Jakarta. Schinner, F., R. Ohlinger, E. Kandeler, and R. Margesin. 1996. Methods in Soil Biology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York. Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. PT. Alumni. Bandung. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. . 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. Wikipedia Indonesia. 2007. Kompos. Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. http:id.wikipedia.orgwikiKompos. [4 Desember 2007]. Wikipedia Indonesia. 2008. Kompos. Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. http:id.wikipedia.orgwikiKompos. [13 Juni 2008]. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil analisis awal bahan baku kompos jerami padi Parameter Satuan Kadar C 35.88 N 0.82 CN - 43.76 pH H 2 O - 8.21 Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Bagan penelitian laboratorium biologi tanah FP USU Medan U VI V IV III II I Keterangan : J0 = 1 kg Jerami padi J1 = 1 kg Jerami padi + 10 g cacing tanah J2 = 1 kg Jerami padi + 100 mL Trichoderma harzianum J3 = 1 kg Jerami padi + 100 mL Trichoderma harzianum + 10 g cacing tanah J1 J0 J2 J3 J1 J0 J3 J2 J3 J2 J1 J0 J0 J3 J2 J1 J3 J2 J0 J1 J2 J3 J1 J0 Universitas Sumatera Utara Lampiran 3. Rataan respirasi C0 2 selama 30 hari pengomposan Perlakuan Hari J0 J1 J2 J3 Total Rataan 1 40.56531 23.07081 34.50759 26.28987 124.4336 31.10839 2 17.93807 11.70391 15.9549 6.022667 51.61955 12.90489 3 13.17204 10.34182 7.484181 10.80471 41.80276 10.45069 4 6.778759 6.263485 6.263485 4.549882 23.85561 5.963903 5 14.7369 9.509634 11.71518 5.014992 40.97671 10.24418 6 36.62976 29.58937 31.00866 25.46898 122.6968 30.67419 7 8.82529 4.886325 2.508922 3.001974 19.22251 4.805628 8 21.83871 17.80063 25.03633 11.11555 75.79122 18.94781 9 33.35706 36.70799 24.63944 17.61019 112.3147 28.07867 10 39.13905 29.67497 37.6091 28.20685 134.63 33.65749 11 53.18675 51.93135 36.85479 44.11407 186.087 46.52174 12 39.11111 37.01442 27.73323 32.07111 135.9299 33.98247 13 28.65937 34.75214 25.7414 28.55722 117.7101 29.42753 14 7.865079 12.62496 8.932505 27.79365 57.21619 14.30405 15 18.44444 13.28152 19.01932 19.09524 69.84053 17.46013 16 12.54762 14.81051 14.12133 11.45238 52.93183 13.23296 17 11.26984 15.4192 12.81698 9.619048 49.12507 12.28127 18 12.59524 9.435731 9.982471 7.039683 39.05312 9.763281 19 12.28571 15.44577 14.26901 12.26984 54.27034 13.56759 20 8.309524 11.5566 10.19959 8.31746 38.38317 9.595793 21 7.698413 10.01274 10.19959 5.873016 33.78376 8.445939 22 22.19772 22.83509 28.62573 25.32063 98.97917 24.74479 23 16.46071 19.33138 23.4538 20.35556 79.60145 19.90036 24 10.30365 10.89753 16.99348 14.85397 53.04863 13.26216 25 5.885157 6.630246 12.58981 10.59048 35.69569 8.923922 26 17.66282 20.98086 26.46065 18.52698 83.63132 20.90783 27 13.10844 17.47715 19.92314 18.55873 69.06746 17.26687 28 15.97082 13.24379 16.25647 14.32698 59.79807 14.94952 29 14.60256 14.58241 13.24595 11.35873 53.78966 13.44741 30 8.829017 11.77345 9.540685 8.495238 38.63839 9.659597 Total 569.9749 543.5858 553.6877 486.6757 2153.924 538.481 Rataan 18.99916 18.11953 18.45626 16.22252 71.79747 17.94937 Universitas Sumatera Utara Lampiran 4. Hasil analisis nisbah CN kompos hari ke-15 pengomposan Ulangan Perlakuan I II III IV V VI Total Rataan J0 27.47 28.15 26.88 22.2 35.62 21.61 161.93 26.98 J1 30.25 28.95 14.47 23.08 16.54 34.08 147.37 24.56 J2 22.47 23.83 25.24 26.84 26.55 24.49 149.42 24.90 J3 14.47 36.18 16.88 18.7 17.41 20.38 124.02 20.67 Total 94.66 117.11 83.47 90.82

96.12 100.56 582.74 97.12