Analisa Kandungan Kalsium Dan Magnesium Dalam Cacing Tanah Secara Spektrofotometri Serapan Atom
ANALISA KANDUNGAN KALSIUM DAN
MAGNESIUM DALAM CACING TANAH SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
OLEH:
ADERIA PUTRI NESTI
NIM 081524075
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISA KANDUNGAN KALSIUM DAN
MAGNESIUM DALAM CACING TANAH SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ADERIA PUTRI NESTI
NIM 081524075
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISA KANDUNGAN KALSIUM DAN
MAGNESIUM DALAM CACING TANAH SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
Oleh:
ADERIA PUTRI NESTI
081524075
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001 NIP 195006221980021001 Pembimbing II,
Dra. Sudarmi, M.Si., Apt.
NIP 195409101983032001 Drs. Chairul Azhar Dalt, M.Sc., Apt.
NIP 194907061980021001 Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 194810031987012001
Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195101311976031003
Medan, Februari 2012 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
(4)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisa Kandungan Kalsium dan Magesium Dalam Cacing Tanah Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Ayahanda Drs, H. Nasri Shomad dan Ibunda Hj. Netti Herawati, Amd, Keb., yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Kakak drg. Sepna Neri Syamsi, serta adik (uul dan fitrah) yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Chairul Azhar Dalt, M.Sc., Apt.yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt selaku penasehat akademik dan selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan dan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak terlupakan untuk rekan-rekan mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, teristimewa buat
(5)
rekan-rekan Farmasi Ekstensi angkatan 2008–2009 dan Farmasi Reguler yang telah memberikan bantuan, saran, dan semangat kepada penulis. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2012 Penulis
(6)
ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM DAN MAGNESIUM, DALAM CACING TANAH DRAWIDA SP, MEGASCOLEX SP DAN
PONTOSCOLEX CORETHRURUS SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
ABSTRAK
Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak.Cacing tanah adalah hewan yang paling sering dijumpai di tanah dan tempat lembab, yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam maupun dari sampah limbah pembuangan makhluk hidup sebagaimana habitat alaminya.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kalsium dan magnesium di dalam tubuh cacing tanah
Sampel cacing tanah yang diteliti adalah drawida sp, megascolex spdanpontoscolex corethrurus. Penetapan kadar dalam cacing tanah ini dilakukan menurut metode spektrofotometri serapan atom dengan nyala udara asetilen. Analisis kuantitatif kalsium dan magnesium dilakukan pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium dan panjang gelombang 202,6 nm untuk magnesium.
Hasil analisis menunjukkan kadar kalsium sebesar 298,82665±1,4012 μg/g, (drawida sp); 1262,9±17,2037 μg/g (megascolex sp); 1598,8553±13,2265 μg/g(pontoscolex corethaurus) dan kandungan magnesium sebesar 1731,7677±20,2962 μg/g(drawida sp); 1469,46865±20,8868μg/g (megascolex
sp); 1524,2390±42,9102μg/g(pontoscolex corethaurus).Hasil uji validasi dari metode spektrofotometri serapan atom yang digunakan untuk analisis kuantitatif diperoleh % perolehan kembali kalsium pada drawida sp sebesar 94,93%,
megascolex sp 99,27% dan pontoscolexcorethrurus 108,50%. Untuk magnesium
% perolehan kembali pada drawida sp sebesar 96,46%, megascolex sp sebesar 95,63% dan pontoscolex corethrurussebesar 106,10, dengan relatif standar deviasi (RSD) untuk kalsium pada drawida sp 0,33%, megascolex sp 1,24%dan
pontoscoelx corethrurus 0,83 %. relatifstandardeviasi (RSD) magnesium pada drawida sp yaitu 0,90 %, megascolex sp 1,05 dan pontoscolex corethrurus 0,90
%. Limit deteksi untuk kalsium yaitu 0,2323 μg/ml dan magnsium 0,2420 μg/ml. Limit kuantitasi untuk kalsium 0,7746 dan magnesium 0,8065 μg/ml.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus mengandung mineral kalsium dan magnesium. Kata kunci :Drawida sp, megascolex sp, pontoscolex corethrurus, kalsium,
(7)
ANALYSIS OF CALCIUM AND MAGNESIUM INTHE EARTHWORM DRAWIDASP,MEGASCOLEX SP
ANDPONTOSCOLEXCORETHRURUS
BY ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
Earthworm constituted a lower level animal is classified into avertebrata with softly body. The earthworm is an animal mostly found on earth and also on soft and wet, where contained much organic compound and mineral material in natural sufficiently and comfort on waste as compost residual by a living creature where in its natural habitat. The purpose of this study was to determine the content of calcium and magnesium in the earthworm's body .
The earthworm used for sample was drawida sp, megascolex sp and
pontoscolex corethaurus. The determination of content in the earthworms was
conducted using acetylene air atomic absorption spectrophotometry. The quantitative analysis of calcium and magnesium was performed at a wavelength of 422.7 nm for calcium and wavelength 202.6 nm magnesium.
The result shows calcium value are298.82665±1.4012 μg/g for drawida sp; 1262.9±17.2037 μg/g for megascolex sp; and 1598.8553±13.2265 μg/g for
pontoscolex corethrurus. And magnesium value are1731.7677±20.2962 μg/g for
Drawida sp; 1469.46865±20.8868μg/g formegascolex sp; and
1524.2390±42.9102μg/g for pontoscolex corethrurus.
The result of validation test of spectrophotometer method of atom absorption used in quantitative analysis is percentage of calcium regain on drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus for 94.93 %, 99.27 % and 108.50 %, respectively. While for magnesium, the percentage of regain for drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethaurus are 96.46 %, 95.63 % and 106. 10%, respectively with relative standard deviation (RSD) for calcium on drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus are 0.33 %, 1.24 % and 0.83 %, respectively. And relative standard deviation (RSD) for magnesium on drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus are 0.90 %, 1.05 % and 0.90 %, respectively. The detection limit for calcium and magnesium are 0.2323 µg/ml and 0.2420 µg/ml, respectively. The quantitative limit for calcium and magnesium are 0.7746 µg/ml and 0.8065 µg/ml, respectively.
The results showed that earthworms drawida sp, megascolex sp and
pontoscolex corethrurus containing kalsium and magnesium.
Keywords:Drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus, calsium,
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3Hipotesis ... 3
1.4Tujuan Penelitian ... 3
1.5Manfaat Penelitian ... 4
BAB II METODE PENELITIAN ... 5
2.1Tempat dan Waktu Penelitian... 5
2.2 Bahan-bahan ... 5
2.3 Alat-alat ... 5
2.4 Pembuatan Pereaksi ... 6
2.4.1 Larutan Asam Nitrat 5 N... 6
2.4.2 Larutan Asam Sulfat 10 % v/v ... 6
(9)
2.4.4 Kuning Titan 0,1% b/v ... 6
2.4.5 Larutan AmmoniumOksalat 3,5 % b/v ... 6
2.4.6 Larutan Ammonium Hidroksida 25% v/v... 6
2.4.7 Larutan Dinatrium Hidrogen Fosfat 1 N... 6
2.4.8 Larutan Ammonium Klorida 0,1 N ... 7
2.5 Rancangan Penelitian ... 7
2.5.1 Sampel ... 7
2.5.1.1 Identifikasi Sampel ... 7
2.5.1.2 Pengambilan Sampel ... 7
2.5.2 Penyiapan Sampel ... 7
2.5.3 Prosedur Destruksi Basah dan Pembuatan Larutan Sampel ... 8
2.6 Pemeriksaan Kualitatif ... 8
2.6.1 Pemeriksaan Kualitatif Untuk Kalsium ... 8
2.6.1.1 Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat... 8
2.6.1.2 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Ammonium Oksalat ... 8
2.6.2 Pemeriksaan Kualitatif Untuk Magnesium ... 9
2.6.2.1 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Kuning Titan ... 9
2.6.2.1 Reaksi Kualitatif denga Larutan Dinatrium Hidrogen Fosfat ... 9
2.7 Pemeriksaan Kuantitatif ... 9
2.7.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi ... 9
2.7.1.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Kalsium ... 9
2.7.1.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Magnesium ... 10
(10)
2.8 Penetapan Kadar Kalsium dan Magnesium Dalam Sampel ... 10
2.9 Perhitungan Kadar Kalsium dan Magnesium Dalam Sampel ... 10
2.10 Analisis Statistik ... 11
2.10.1 Analisis Kadar sampel Secara Statistik ... 11
2.10.2 Rata– Rata Kadar Kalsium dan Magnesium ... 11
2.11 Validasi Metode ... 12
2.11.1 Uji Perolehan kembali (Recovery) ... 12
2.11.1.1 Pembuatan Larutan Standar ... 12
2.11.1.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali (Recovery) .. 12
2.11.2 Uji keseksamaan... 13
2.11.3 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation(LOQ) ... 13 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
3.1 Pengambilan Sampel ... 15
3.2 Proses Destruksi ... 15
3.3 Pemeriksaan Kualitatif ... 15
3.4 Pemeriksaan Kuantitatif ... 17
3.4.1 Kurva KalibrasiKalsium dan Magnesium ... 17
3.4.2 Pemeriksaan Kadar Kalsium dan Magnesiumpada CacingtanahDrawida sp, Megascolex spdan Pontoscolex corethrurus ... 18
3.5 Uji Validasi Metode Analisis ... 19
3.5.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 20
3.5.2 Uji Presisi ... 20
3.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 21
(11)
4.1 Kesimpulan ... 22
4.2 Saran ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dan Magnesium dengan
Pereaksi ... 16 Tabel 2. Kadar Kalsium dan Magnesium (μg/g)pada Cacing Tanah
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium ... 17
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Magnesium ... 18
Gambar 3. Cacing Tanah Drawida sp ... 26
Gambar 4. Cacing Tanah Megascolex sp ... 26
Gambar 5. Cacing Tanah Pontocolex Corethrurus ... 27
Gambar 6. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Asam sulfat + etanol 96% v/v pada Cacing Tanah Drawida sp ... 29
Gambar 7. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Ammonium Oksalat padaCacingTanah Drawida sp ... 29
Gambar 8. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Asam sulfat + etanol 96% v/v pada Cacing TanahMegascolex sp ... 30
Gambar 9. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Ammonium Oksalat padaCacing Tanah Megascolex sp ... 30
Gambar 10. Analisis Kualitatif Kalsium dengan Asam sulfat + etanol 96% v/v pada Cacing TanahPontoscolex corethrurus ... 31
Gambar 11. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Ammonium Oksalat padaCacing TanahPontoscolex corethrurus ... 31
Gambar 12. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium dengan Pereaksi Kuning Titan + Natrium Hidroksida ... 32
Gambar 13. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium dengan Pereaksi Dinatrium Hidrogen Fosfat +Ammonium Klorida+ Ammonium Hidroksida ... 32
Gambar 14.Hasil Analisis Kualitatif Magnesium padaCacing Tanah Megascolexsp dengan Pereaksi Kuning Titan +Natrium Hidroksida ... 33
Gambar 15. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium pada CacingTanah Megascolex sp dengan Pereaksi Dinatrium Hidrogen Fosfat + Ammonium Klorida + Ammonium Hidroksida .... 33 Gambar 16. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium pada Cacing Tanah
(14)
Natrium Hidroksida ... 34
Gambar 17. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium pada Cacing Tanah
Pontoscolex corethrurus dengan Pereaksi Dinatrium
Hidrogen Fosfat + Ammonium Klorida + Ammonium
Hidroksida ... 34 Gambar 18. 1 Unit alat spektrofotometri serapan atom lengkap dengan
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil Identifikasi Sampel ... 25 Lampiran 2. Gambar Sampel Cacing Tanah ... 26 Lampiran 3. Flowsheet Penyiapan Sampel dan ProsesDestruksi
Basah ... 28 Lampiran 4. Gambar Hasil analisa Kualitatif Kalsium dan Magnesium 29 Lampiran 5. Data Kalibrasi Kalsium dengan Spektrofotometer
Serapan Atom dan Perhitungan Persamaan GarisRegresi
dan Koefisien Korelasi (r) ... 35 Lampiran 6. Data Kalibrasi Magnesium dengan Spektrofotometer
Serapan Atom dan Perhitungan PersamaanGaris
Regresi dan Koefisien Korelasi (r)... 37 Lampiran 7. Contoh Perhitungan Kadar Kalsium dalam Sampel ... 39 Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kadar Magnesium dalam Sampel ... 40 Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Kalsium pada Cacing Tanah
Drawida sp ... 41 Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Kalsium pada Cacing Tanah
Megascolex sp ... 44 Lampiran 11. Perhitungan Statistik Kadar Kalsium pada Pontoscolex
corethrurus ... 47 Lampiran 12. Perhitungan Statistik Kadar Magnesium pada Cacing
Tanah Drawida sp ... 50 Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kadar Magnesium pada Cacing
Tanah Megascolex sp ... 53 Lampiran 14. Perhitungan Statistik Kadar Magnesium pada
Pontoscolex corethrurus ... 57 Lampiran 15. Data kadar Kalsium dan Magnesium dalam Sampel
Cacing Tanah Drawida sp, Megascolex sp dan
(16)
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Kadar Kalsium dan Magnesium
Hasil Uji Statistik (Uji-t) ... 61 Lampiran 17. Perhitungan Kadar Kalsium Dalam Cacing Tanah
Drawida sp Untuk Recovery ... 62 Lampiran 18. Perhitungan Uji Perolehan Kembali untuk Kalsium ... 64 Lampiran 19. Perhitungan Kadar Kalsium Dalam Cacing Tanah
Megascolex sp Untuk Recovery ... 66 Lampiran 20. Perhitungan Uji Perolehan Kembali untuk Kalsium ... 68 Lampiran 21. Perhitungan Kadar Kalsium Dalam Cacing Tanah
Pontoscolex corethrurus ... 70 Lampiran 22.Perhitungan Uji Perolehan Kembali untuk Kalsium ... 72 Lampiran 23. Perhitungan Kadar Magnesium Dalam CacingTanah
Drawida sp ... 74 Lampiran 24. Perhitungan Uji Perolehan Kembali untuk Magnesium
dalam Cacing Tanah Drawida sp ... 76 Lampiran 25. Perhitungan Kadar Magnesium Dalam Cacing Tanah
Megascolex sp ... 78 Lampiran 26. Perhitungan Uji Perolehan Kembali untuk Magnesium
dalam Cacing Tanah Megascolex sp ... 80 Lampiran 27. Perhitungan Kadar Magnesium Dalam Cacing Tanah
Pontoscolex corethrurus ... 82 Lampiran 28. Perhitungan Uji PerolehanKembaliuntuk Magnesium
dalam Cacing TanahPontoscolex corethrurus ... 84 Lampiran 29. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Kalsium pada
Cacing Tanah Drawida sp ... 86 Lampiran 30. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Kalsium pada
Cacing Tanah Megascolex sp ... 87 Lampiran 31. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Kalsium pada
Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus ... 88 Lampiran 32. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Magnesium pada
Cacing Tanah Drawida sp ... 89 Lampiran 33. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Magnesium pada
(17)
Cacing Tanah Megascolex sp ... 90 Lampiran 34. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Magnesium pada
Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus ... 91 Lampiran35. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas KuantitasiKalsium
Persamaan garis regresi: Y=0,0710x +0,0055 ... 92 Lampiran 36. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Magnesium Persamaan garis regresi: Y = 0,0434x –
0,0021 ... 93 Lampiran 37. Alat Spektrofotometer Serapan Atom ... 94 Lampiran 38. Tabel Nilai Kritik Distribusi t ... 95
(18)
ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM DAN MAGNESIUM, DALAM CACING TANAH DRAWIDA SP, MEGASCOLEX SP DAN
PONTOSCOLEX CORETHRURUS SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
ABSTRAK
Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak.Cacing tanah adalah hewan yang paling sering dijumpai di tanah dan tempat lembab, yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam maupun dari sampah limbah pembuangan makhluk hidup sebagaimana habitat alaminya.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kalsium dan magnesium di dalam tubuh cacing tanah
Sampel cacing tanah yang diteliti adalah drawida sp, megascolex spdanpontoscolex corethrurus. Penetapan kadar dalam cacing tanah ini dilakukan menurut metode spektrofotometri serapan atom dengan nyala udara asetilen. Analisis kuantitatif kalsium dan magnesium dilakukan pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium dan panjang gelombang 202,6 nm untuk magnesium.
Hasil analisis menunjukkan kadar kalsium sebesar 298,82665±1,4012 μg/g, (drawida sp); 1262,9±17,2037 μg/g (megascolex sp); 1598,8553±13,2265 μg/g(pontoscolex corethaurus) dan kandungan magnesium sebesar 1731,7677±20,2962 μg/g(drawida sp); 1469,46865±20,8868μg/g (megascolex
sp); 1524,2390±42,9102μg/g(pontoscolex corethaurus).Hasil uji validasi dari metode spektrofotometri serapan atom yang digunakan untuk analisis kuantitatif diperoleh % perolehan kembali kalsium pada drawida sp sebesar 94,93%,
megascolex sp 99,27% dan pontoscolexcorethrurus 108,50%. Untuk magnesium
% perolehan kembali pada drawida sp sebesar 96,46%, megascolex sp sebesar 95,63% dan pontoscolex corethrurussebesar 106,10, dengan relatif standar deviasi (RSD) untuk kalsium pada drawida sp 0,33%, megascolex sp 1,24%dan
pontoscoelx corethrurus 0,83 %. relatifstandardeviasi (RSD) magnesium pada drawida sp yaitu 0,90 %, megascolex sp 1,05 dan pontoscolex corethrurus 0,90
%. Limit deteksi untuk kalsium yaitu 0,2323 μg/ml dan magnsium 0,2420 μg/ml. Limit kuantitasi untuk kalsium 0,7746 dan magnesium 0,8065 μg/ml.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus mengandung mineral kalsium dan magnesium. Kata kunci :Drawida sp, megascolex sp, pontoscolex corethrurus, kalsium,
(19)
ANALYSIS OF CALCIUM AND MAGNESIUM INTHE EARTHWORM DRAWIDASP,MEGASCOLEX SP
ANDPONTOSCOLEXCORETHRURUS
BY ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
Earthworm constituted a lower level animal is classified into avertebrata with softly body. The earthworm is an animal mostly found on earth and also on soft and wet, where contained much organic compound and mineral material in natural sufficiently and comfort on waste as compost residual by a living creature where in its natural habitat. The purpose of this study was to determine the content of calcium and magnesium in the earthworm's body .
The earthworm used for sample was drawida sp, megascolex sp and
pontoscolex corethaurus. The determination of content in the earthworms was
conducted using acetylene air atomic absorption spectrophotometry. The quantitative analysis of calcium and magnesium was performed at a wavelength of 422.7 nm for calcium and wavelength 202.6 nm magnesium.
The result shows calcium value are298.82665±1.4012 μg/g for drawida sp; 1262.9±17.2037 μg/g for megascolex sp; and 1598.8553±13.2265 μg/g for
pontoscolex corethrurus. And magnesium value are1731.7677±20.2962 μg/g for
Drawida sp; 1469.46865±20.8868μg/g formegascolex sp; and
1524.2390±42.9102μg/g for pontoscolex corethrurus.
The result of validation test of spectrophotometer method of atom absorption used in quantitative analysis is percentage of calcium regain on drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus for 94.93 %, 99.27 % and 108.50 %, respectively. While for magnesium, the percentage of regain for drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethaurus are 96.46 %, 95.63 % and 106. 10%, respectively with relative standard deviation (RSD) for calcium on drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus are 0.33 %, 1.24 % and 0.83 %, respectively. And relative standard deviation (RSD) for magnesium on drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus are 0.90 %, 1.05 % and 0.90 %, respectively. The detection limit for calcium and magnesium are 0.2323 µg/ml and 0.2420 µg/ml, respectively. The quantitative limit for calcium and magnesium are 0.7746 µg/ml and 0.8065 µg/ml, respectively.
The results showed that earthworms drawida sp, megascolex sp and
pontoscolex corethrurus containing kalsium and magnesium.
Keywords:Drawida sp, megascolex sp and pontoscolex corethrurus, calsium,
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan bertubuh lunak. Hewan ini paling sering dijumpai di tanah dan tempat lembab, yang banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang cukup baik dari alam maupun dari sampah limbah pembuangan penduduk sebagaimana habitat alaminya. Cacing tanah telah dikenal dari berbagai
familia, yaitu moniligastridae, megascolecidae, eudrillidae, glossocolecidae dan
lumbricidae. Beberapa spesies yang sering ditemui di Indonesia antara lain
pontoscolex corethrurus, drawida sp, peryonix excavatus, megascolex cempii,
pheretima posthoma, pheretima javanica, metaphire javanica dan metaphire
capensis (Khairulman dan Amri, 2009; Suin, 1989).
Bagi sebagian orang, cacing tanah masih dianggap sebagai makhluk yang menjijikkan dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang cacing masih dipandang sebelah mata. Namun terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih dicari oleh sebagian orang untuk dimanfaatkan. Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai 58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing tanah juga mengandung abu, serat dan lemak tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang merupakan perangsang tumbuh untuk tanaman (Khairulman dan Amri, 2009).
Arlen (1997) menjelaskan bahwa di beberapa negara maju, seperti Italia, Amerika Utara dan Kanada cacing tanah dimanfaatkan untuk memusnahkan dan
(21)
memanfaatkan sampah kota. Di beberapa negara Eropa, cacing tanah diolah menjadi makanan seperti burger cacing dan spageti cacing. Di Indonesia pemanfaatan cacing tanah baru dalam umpan untuk memancing ikan dan dalam usaha pengobatan tradisional.
Dari segi pertanian, cacing tanah dapat sebagai penyubur lahan pertanian alami. Ini dikarenakan aktivitas dari cacing tanah itu sendiri di dalam tanah yang dapat menggemburkan dan menghasilkan mineral bagi tanah. Selain itu tubuh cacing tanah dapat digunakan untuk bahan makanan bagi hewan ternak, salah satunya pakan ayam. Unsur-unsur yang diperlukan dalam pakan ternak selain karbohidrat dan vitamin, juga diperlukan protein dan mineral (Khairuman dan Amri, 2009; Anonim).
Pada penelitian ini, peneliti memilih cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus sebagai bahan uji, karena merujuk pada penelitian sebelumnya (Imma, 2010) mengenai kandungan protein dalam cacing tanah, dimana cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus memiliki kadar protein yang cukup tinggi. Maka ketiga cacing ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Cacing tanah yang diberikan pada ayam akan meningkatkan kadar protein ayam tersebut. Hewan ini juga banyak mengandung senyawa organik dan bahan mineral. Salah satu mineral yang diperlukan yaitu kalsium dan magnesium yang berfungsi untuk mengguatkan kulit telur (Arlen, 1997; Darmono, 1995).
Mengetahui hal ini, yaitu kemungkinan adanya akumulasi kandungan unsur hara dan mineral pada cacing tanah, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai kandungan kalsium dan magnesium pada cacing tanah drawida sp,
(22)
megascolex sp dan pontoscolex corethrurus.
Metode analisis kalsium dan magnesium dapat dilakukan secara kompleksometri, gravimetri, spektrofotometri visible dan spektrofotometri serapan atom. Dalam penelitian ini menggunakan spektrofotometri serapan atom karena metode ini dapat menentukan kadar logam tanpa dipengaruhi oleh keberadaan logam yang lain dan cocok untuk pengukuran sampel dengan konsentrasi yang rendah (Khopkar, 1990).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pada penelitian ini adalah: 1. Apakah Cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex
corethrurus mengandung kalsium dan magnesium ?
2. Berapakah kadar kalsium dan magnesium dalam ketiga spesies cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus ?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus mengandung kalsium dan magnesium.
2. Kadar kalsium dan magnesium dalam cacing tanah drawida sp,
megascolex sp dan pontoscolex corethrurus berada dalam jumlah tertentu. 1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui adanya kandungan kadar kalsium dan magnesium dalam tiga jenis cacing tanah.
(23)
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Informasi bagi masyarakat akan manfaat dari cacing tanah.
2. Peneliti selanjutnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang farmasi.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan hewan tidak bertulang belakang (Invertebrata) yang digolongkan ke dalam filum Annelida, ordo Oligochaeta, dan kelas
Chaetopoda yang hidup dalam tanah. Penggolongan ini didasarkan pada bentuk
morfologi karena tubuhnya tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin (annulus), setiap segmen memiliki beberapa pasang seta, yaitu struktur berbentuk rambut yang berguna untuk memegang substrat dan bergerak (Edwards dan Lofty, 1977).
2.1.1 Anatomis dan Morfologis
Secara alamiah, morfologi dan anatomi cacing tanah berevolusi menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Arlen (1994) menjelaskan bahwa cacing tanah yang ditemukan hidup di tumpukan sampah dan tanah sekitarnya mempunyai ukuran panjang sangat bervariasi, yaitu berkisar antara beberapa milimeter sampai 15 cm atau lebih.
Gambar morfologi cacing tanah dapat dilihat di bawah ini :
Gambar 1. Morfologi cacing tanah
Secara sistematik, cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oleh segmen-segmen fraksi luar dan fraksi dalam yang saling berhubungan secara integral, diselaputi oleh epidermis berupa kutikula (kulit kaku) berpigmen tipis
(25)
dan seta, kecuali pada dua segmen pertama (bagian mulut), bersifat hemaphrodit (berkelamin ganda) dengan peranti kelamin seadanya pada segmen-segmen tertentu. Apabila dewasa, bagian epidermis pada posisi tertentu akan membengkak membentuk klitelium (tabung peranakan atau rahim), tempat mengeluarkan kokon (selubung bulat) berisi telur dan ova (bakal telur). Setelah kawin (kopulasi), telur akan berkembang di dalamnya dan apabila menetas langsung serupa cacing dewasa. Tubuh dibedakan atas bagian anterior dan posterior. Pada bagian anteriornya terdapat mulut, prostomium dan beberapa segmen yang agak menebal membentuk klitelium (Edwards dan Lofty, 1977; Hanafiah, dkk. 2003).
Secara struktural, cacing tanah mempunyai rongga besar coelomic yang mengandung coelomycetes (pembuluh-pembuluh mikro), yang merupakan sistem vaskuler tertutup. Saluran makanan berupa tabung anterior dan posterior, kotoran dikeluarkan lewat anus atau peranti khusus yang disebut nephridia. Respirasi (pernapasan) terjadi melalui kutikuler (Hanafiah, dkk.2003).
2.1.2 Ekologi Cacing Tanah
Populasi cacing tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana cacing tanah itu berada. Lingkungan yang dimaksud disini adalah kondisi-kondisi fisik, kimia, biotik dan makanan yang secara bersama-sama dapat mempengaruhi populasi cacing tanah. Faktor-faktor ekologis yang memengaruhi cacing tanah meliputi: (a) keasaman (pH), (b) kelengasan, (c) temperatur, (d) aerasi dan CO2, (e) bahan organik, (f) jenis, dan (g) suplai nutrisi (Arlen, 1984; Hanafiah, dkk.2003).
Cacing tanah umumnya memakan serasah daun dan juga materi tumbuhan lainnya yang telah mati, kemudian dicerna dan dikeluarkan berupa kotoran.
(26)
Kemampuan hewan ini dalam mengonsumsi serasah sebagai makanannya bergantung pada ketersediaan jenis serasah yang disukainya, disamping itu juga ditentukan oleh kandungan karbon dan nitrogen serasah. (Edwards dan Lofty, 1977).
Cacing tanah yang tersebar di seluruh dunia berjumlah sekitar 1.800 spesies. Cacing tanah yang terdapat di Indonesia tergolong ke dalam famili
Enchytraeidae, Glassocolicidae, Lumbricidae, Moniligastridae, Megascolicidae.
Genus yang pernah ditemukan ialah Enchytraeus, Fridericia, Drawida,
Dichogaster, Eudichaster,Pontoscolex, Pheretima, Megascolex, Perionyx dan
Allolobophora. Dari hasil penelitian Sudarmi (1999) diketahui tiga spesies cacing
tanah yang karakteristik hidup pada tumpukan sampah organik pasar yaitu spesies
Megascolex sp, Peryonix sp dan Drawida sp. Dari hasil penelitian Arlen, dkk
(1994), telah didapatkan tujuh spesies cacing tanah pada tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dan di timbunan sampah rumah tangga pada beberapa kecamatan Kotamadya Medan, yaitu Megascolex sp1, Megascolex sp2, Peryonix sp, Fridericia sp, Drawida sp, Pontoscolex corethrurus dan Pheretima sp.(Arlen, 1994; Suin, 1989; Hanafiah, dkk.2003).
Megascolex sp. lebih menyukai kondisi lingkungan dengan pH sedikit
asam (<6), kelembaban tanah berkisar antara 80-90% dan kadar organik tergolong tinggi (>1%), sedangkan cacing tanah dari spesies Drawida sp lebih menyukai kondisi lingkungan dengan pH netral (6-7), kelembaban tanah berkisar antara 85-95%, dan kadar organik tergolong cukup rendah (>1%). Pontoscolex corethrurus lebih menyukai kondisi lingkungan dengan pH sedikit asam (<6) dengan kadar organik tergolong cukup tinggi (Arlen, 1984, 1998; Sudarmi, 1999).
(27)
2.1.3 Manfaat Cacing Tanah
Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa cacing tanah merupakan makrofauna tanah yang berperan penting sebagai penyelaras dan keberlangsungan ekosistem yang sehat, baik bagi biota tanah lainnya maupun bagi hewan dan manusia. Aristoteles mengemukakan pentingnya cacing tanah dalam mereklamasi tanah dan menyebutnya sebagai “usus bumi” (intestines of the earth) (Hanafiah, dkk.2003).
Cacing tanah selama ini diketahui sebagai makhluk yang berguna untuk menyuburkan tanah dan makanan ternak. Cacing tanah memiliki manfaat yang sangat besar, seperti di Korea selatan dan Taiwan cacing telah dikonsumsi oleh manusia untuk sumber protein hewani dan pengobatan tradisional, yang sangat di kenal sebagai Negara yang banyak mengekspor cacing tanah (Arlen,H.J, 1994).
Kegunaan cacing tanah sebagai penghancur gumpalan darah (fibrymolisis) telah di uji kebenarannya oleh Fredericq dan Krunkenberg pada tahun 1920. Selain itu, Mihara hisahi, peneliti asal Jepang, berhasil mengisolasi enzim pelarut
fibrin dalam cacing tanah yang bekerja sebagai enzim proteolitik. Enzim tersebut
kemudian dinamai lumbrokinase karena berasal dari cacing lumbricus. Kemudian enzim tersebut diproduksi secara komersial di Kanada sebagai obat stroke, mengobati penyumbatan pembuluh darah jantung (ischemic) dan tekanan darah tinggi Di Australia pun dilaporkan ada masyarakat yang melahap cacing tanah mentah yang masih hidup karena dipercaya dapat menyegarkan badan (Khairulman dan Amri, 2009).
Di RRC, Korea, Vietnam, dan banyak tempat lain di Asia Tenggara, cacing tahah terutama dari spesies Lumbricus sp, bisa digunakan sebagai obat
(28)
sejak ribuan tahun yang lalu. Hasil penelitian terhadap cacing tanah menyebutkan bahwa senyawa aktifnya mampu melumpuhkan bakteri patogen, khususnya
Eschericia coli penyebab diare. Pengalaman nyata lain juga menyebutkan cacing
tanah bermanfaat untuk menyembuhkan rematik, batu ginjal, dan cacar air. Di beberapa negara Asia dan Afrika, cacing tanah yang telah dibersihkan dan dibelah kemudian dijemur hingga kering, lazim dijadikan makanan obat (healing foods). Biasanya kering disantap sebagai keripik cacing (Anonim, 2008).
Gumilar (1993) menyatakan bahwa di Jepang, Amerika Serikat dan Eropa, cacing tanah selain diolah sebagai makanan, juga digunakan untuk pupuk tanaman, bahan pembuat kosmetika serta obat-obatan. Misalnya di Jepang cacing tanah dimanfaatkan untuk produksi antidote (penawar racun) dan penurun demam.
Penelitian lainnya dilakukan di Universitas Diponegoro dan Institut Teknologi Bandung yang menguji sensitivitas Salmonella typhi terhadap ekstrak cacing tanah secara in vitro. Hasil yang diperoleh menunjukkan ekstrak cacing tanah spesies Lumbricus rubellus dan Pheretima sp memberikan hasil yang efektif dalam menurunkan jumlah koloni Salmonella typhi (Jacinta dkk, 1991; Ratriyani, 2000).
2.2 Spesies Cacing Tanah yang Diteliti 2.2.1 Drawida sp.
Cacing tanah ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 30-95 mm, diameternya sekitar 3-5 mm, jumlah segmen berkisar antara 265-450 segmen, hampir tidak mempunyai pigmen biasanya berwarna cokelat abu-abu kekuningan, bagian ventral cokelat muda. Warna ujung anterior cokelat keputihan dan ujung
(29)
posterior cokelat keputihan. Prostomium prolobus atau epilobus. Seta kecil
berpasangan, seta mulai segmen 5/6-8/9 kebanyakan tebal. Klitelium pada segmen 10-13 berbentuk pelana di bagian depan, dan pada bagian belakang (segmen 13) berbentuk cincin, lubang kelamin jantan pada segmen 27/28. Lubang kelamin betina segmen 26-27 (Arlen, 1998).
Berikut ini adalah sistematika spesies ini (Arlen, 1998) : Kerajaan Animalia
Filum Annelida Kelas Chaetopoda Subkelas Oligochaeta Ordo Moniligastrida
Famili Moniligastridae Genus Drawida
Spesies Drawida sp. 2.2.2 Megascolex Sp.
Cacing tanah ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 55-123 mm, diameter 3-4 mm, dan jumlah segmen antara 134-178. Warna bagian dorsal merah keunguan, bagian ventral pucat atau cokelat keputihan. Warna ujung anterior cokelat keputihan dan ujung posterior abu-abu cokelat. Prostomium epilobus, segmen pertamanya tidak jelas tertarik ke dalam. Klitelium berbentuk cincin dan tidak membengkak, segmennya jelas serta mengkilap, berwarna kemerahan, dimulai pada segmen ke XIV-XVI (3 segmen), mempunyai seta bagian dorsal dan
ventral tidak menebal. Lubang kelamin jantan terletak pada segmen XVIII, agak
(30)
medio-ventral segmen XIV. Lubang spermateka terletak pada seta 7/8-8/9 (Suin dan
Iswandi, 1994). Berikut ini adalah sistematika spesies ini (Arlen, 1998) : Kerajaan Animalia
Filum Annelida Kelas Clitellata Subkelas Oligochaeta Ordo Haplotaxida Subordo Lumbricina
Famili Megascolecidae Genus Megascolex
Spesies Megascolex sp
2.2.3 Pontoscolex corethrurus
Cacing tanah jenis ini sangat luas penyebarannya di Indonesia dan banyak ditemukan pada semak belukar dan padang rumput.Tanda-tanda eksternal dari cacing tanah Pontoscolex corethrurus adalah : panjang tubuh berkisar antara 35-120 mm, diameter 2,0-4,0 mm, jumlah segmennya 190-209. Warnanya keputih-putihan dengan sedikit kecoklatan. Prostomium prolobus atau epilobus dengan 1 segmen dapat ditarik kembali. Seta kecil berlekuk-lekuk secara garis melintang. Seta bagian anterior tidak jelas, tetapi seta pada bagian posterior lebih besar sehingga kelihatan lebih jelas. Klitelium bentuk pelana mulai dari segmen 14-20 (Arlen,1998).
Berikut adalah sistematika spesies ini (Arlen, 1998) : Kerajaan Animalia
(31)
Kelas Chaetopoda Subkelas Oligochaeta Ordo Haplotaxida Subordo Lumbricina
Famili Glossoscolecidae
Genus Pontoscolex (Schmarda, 1861) Spesies Pontoscolex corethrurus (Mueller) 2.4 Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier, 2002).
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg (Almatsier, 2002).
2.3.1 Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh manusia dan merupakan komponen penting dalam pembentukan tulang dan gigi. Kalsium berperan dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk tranmisi saraf,
(32)
kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serelia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan seperti tahu dan tempe. Sayuran hijau juga merupakan sumber kalsium yang baik. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal dan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier, 2002).
2.3.2 Magnesium (Mg)
Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-kacangan. Daging, susu dan hasilnya serta coklat juga merupakan sumber magnesium yang baik. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolism energy, karbohidrat, lipida, protein dan asam nukleat. Magnesium mencegah kerusakkan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2002).
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini seringkali mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel (Bender, 1987).
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara
(33)
analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh atom-atom netral dalam bentuk gas (Rohman, 2007).
Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom yaitu penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai contoh plumbum menyerap radiasi pada panjang gelombang 283,3 nm, kadmium pada 228,8 nm, magnesium pada 285,2 nm, natrium pada 589 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 769,9 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga atom pada keadaan dasar ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi. Akibatnya akan diperoleh radiasi. Garis-garis spektrum yang timbul karena serapan sinar disebut garis-garis resonansi
(Resonance line). Garis-garis ini akan dibaca dalam bentuk angka oleh Readout
(Rohman, 2007).
Kelemahan spektrofotometri serapan atom adalah sampel harus dalam bentuk larutan dan satu lampu katoda hanya digunakan untuk satu unsur saja (Watson, 2009).
Adapun menurut Rohman (2007) instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut:
(34)
Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom a. Sumber Radiasi (sumber sinar)
Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu (Rohman, 2007).
b. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:
1. Dengan nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007).
(35)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µ l), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohman, 2007).
c. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis (Rohman, 2007).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007).
e. Amplifier
Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari
detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Rohman, 2007). f. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencata hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas radiasi (Rohman, 2007).
2.5 Gangguan Pada Spektrofotometer Serapan Atom
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometer serapan atom (Gandjar dan Rohman, 2007) adalah sebagai berikut:
(36)
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom
yang terjadi dalam nyala.
2.6 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter kinerjanya cukup mampu mengatasi problem analisis (Rohman, 2007). 2.6.1 Kecermatan (akurasi)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksipien obat, cairan biologis) kemudian ditambahkan analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi (Harmita, 2004).
Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo, maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisa dengan metode tersebut (Harmita, 2004).
(37)
Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata – rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Ketelitian diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefesien variasi). Ketelitian dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah ketelitian metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek (Harmita, 2004).
2.6.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisa renik dan diartikan sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
(38)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan utama untuk memberikan uraian tentang kandungan mineral kalsium dan magnesium dalam cacing tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus.
3.1Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi USU, Laboratorium Taksonomi Hewan Biologi FMIPA USU dan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan pada bulan Desember 2010–Februari 2011.
3.2Bahan-Bahan
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu asam nitrat 65% b/v, asam sulfat, etanol 96%, natrium hidroksida, kuning titan, ammonium hidroksida, dinatrium hidrogen fosfat, ammonium oksalat, ammonium klorida, larutan standar kalsium 1000 mcg/ml, larutan standar magnesium 1000 mcg/ml, akuabides (IKA).
3.3Alat-Alat
Spektrofotometer Serapan Atom (GBC Avanta Σ, Australia) lengkap dengan dengan lampu katoda Ca dan Mg, neraca analitik (BOECO, Germany), hot
plate (FISONS), kertas saring Whatman no. 42, spatula dan alat–alat gelas
(39)
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Larutan Asam Nitrat 5 N
Larutan asam nitrat 65% b/v sebanyak 349 ml diencerkan dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).
3.4.2 Larutan Asam Sulfat 10 % v/v
Ditambahkan secara hati-hati 57 ml asam sulfat (98% b/v) ke dalam lebih kurang 100 ml air, dinginkan hingga suhu kamar dan encerkan dengan air hingga 1000 ml (Ditjen POM,1995).
3.4.3 Larutan Natrium Hidroksida 1 N
Dilarutkan 4 gram natrium hidroksida dengan sejumlah akuades bebas CO2 dan diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (Ditjen POM, 1979).
3.4.4 Kuning Titan 0,1% b/v
Kuning titan 0,1 gram dilarutkan dalam 100 ml air suling. 3.4.5 Larutan Ammonium Oksalat 3,5% b/v
Larutan ammonium oksalat dibuat dengan cara melarutkan 3,5 gram ammonium oksalat dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).
3.4.6 Larutan Ammonium Hidroksida 25% v/v
Ammonium hidroksida sebanyak 7,4 ml diencerkan dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).
3.4.7 Larutan Dinatrium Hidrogen Fosfat 1 N
Dinatrium hidrogen fosfat dibuat dengan cara melarutkan 12 gram dinatrium hidrogen fosfat dalam 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).
(40)
3.4.8 Larutan Ammonium Klorida 0,1 N
Larutan ammonium klorida dibuat dengan cara melarutkan 3,15 gram ammonium klorida dalam 1000 ml air suling (Ditjen POM, 1979).
3.5 Rancangan Penelitian
3.5.1 Sampel
3.5.1.1 Identifikasi Sampel
Sampel diidentifikasi oleh Bagian Taksonomi dan Ekologi Hewan Fakultas MIPA Biologi Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil identifikasi spesies sampel yang akan dianalisis adalah:
1. Drawida sp
2. Megascolex sp
3. Pontoscolex corethrurus
3.5.1.2 Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu metode
pengambilan sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Sudjana, 2002). Dari beberapa lokasi yang di survei, maka sampel diambil dari tanah tempat penumpukan sampah dan tanah pekarangan.
3.5.2 Penyiapan Sampel
Cacing segar jenis drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus dibersihkan dari kotoran dengan air mengalir hingga air cucian bersih dari pengotoran, kemudian dibilas dengan akuabides. Lalu cacing yang telah dicuci dikeringkan di oven pada suhu 100°C sampai cukup kering untuk dapat digerus,
(41)
lalu dihaluskan dalam lumpang sampai homogen. Diperoleh bubuk cacing
drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus.
3.5.3 Prosedur Destruksi Basah dan Pembuatan Larutan Sampel
Timbang ± 1 gram bubuk cacing, tambahkan 5 ml asam nitrat 65% b/v lalu didiamkan selama 24 jam, kemudian sampel dipanaskan di atas hotplate pada temperatur sekitar 100 °C sampai mengering. Tambahkan asam nitrat 65% b/v sebanyak 7 ml hingga larutan berwarna kuning jernih. Kemudian dipindahkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan volumenya ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides, lalu disaring dengan kertas saring Whatman No. 42, filtrat pertama dibuang sebanyak 2 ml untuk menjenuhkan kertas saring. Kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam botol dan digunakan sebagai larutan sampel. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dengan spektrofotometer serapan atom (Haswell, 1991).
3.6Pemeriksaan Kualitatif
3.6.1 Pemeriksaan Kualitatif untuk Kalsium
3.6.1.1 Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat
Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat dan etanol 96% akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum (Vogel, 1990).
3.6.1.2 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Ammonium Oksalat
Kedalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, ditambahkan 1 ml ammonium oksalat. Dihasilkan endapan putih (Vogel, 1990).
(42)
3.6.2 Pemeriksaan Kualitatif untukMagnesium
3.6.2.1 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Kuning Titan
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, ditambah 5-6 tetes natrium hidroksida dan 3 tetes pereaksi kuning titan. Dihasilkan endapan merah (Vogel, 1990).
3.6.2.2 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Dinatrium Hidrogen Fosfat
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, ditambah 5-10 tetes dinatrium hidrogen fosfat dan ditambah 7-10 tetes larutan ammonium klorida serta 7 tetes ammonium hidroksida. Dihasilkan endapan putih kekuningan (Vogel, 1990).
3.7 Pemeriksaan Kuantitatif
3.7.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi
3.7.1.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Kalsium
Larutan standar kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 100 μg/ml).
Larutan standar kalsium (100 μg/ml) untuk pembuatan larutan kurva kalibrasi dipipet sebanyak 0,5 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml dari larutan baku 100 μg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml HNO3 5 N, kemudian ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides, diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,5 μg/ml; 1,0 μg/ml; 2,0 μg/ml; 3,0 μg/ml dan 4,0 μg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 422,7 nm.
(43)
3.7.1.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Magnesium
Larutan standar magnesium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 100 μg/ml).
Larutan standar magnesium (100 μg/ml) untuk pembuatan larutan kurva kalibrasi dipipet 0,3 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml dan 4,0 ml dari larutan baku 100 μg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml HNO3 5 N, kemudian ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides, diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,3 μg/ml; 1,0 μg/ml; 2,0 μg/ml; 3,0 μg/ml dan 4,0 μg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 202,6 nm.
3.8 Penetapan Kadar Kalsium dan Magnesium Dalam Sampel
Larutan sampel hasil dekstruksi sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda (Faktor Pengenceran = 100ml/10ml = 10 kali untuk kalsium). Untuk larutan sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan akuabidest hingga garis tanda (Faktor Pengenceran = 100ml/2ml = 50 kali untuk magnesium). Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium dan 202,6 untuk magnesium.
3.9 Perhitungan Kadar Kalsium dan Magnesium Dalam Sampel
Perhitungan kadar kalsium dan magnesium dalam larutan sampel dapat ditentukan dengan rumus:
Kadar Logam (μg/ml) = C x V x Fp BS
(44)
Keterangan : C = Konsentrasi (μg/ml)
V = Volume larutan sampel (ml) Fp= Faktor Pengenceran
BS= Berat Sampel (g) 3.10 Analisis Statistik
3.10.1 Analisis Kadar sampel Secara Statistik
Untuk mengetahui di terima atau tidaknya data penelitian, maka data yang di peroleh di analisis secara statistik dengan uji distribusi t.
Untuk mencari t hitung digunakan rumus:
t hitung =
n SD
X Xi
/
−
SD =
( )
1 -nX -Xi 2
∑
Keterangan: Xi = Kadar sampel X− = Kadar rata-rata n = jumlah pengulangan
Sebagai dasar penolakan data hasil uji análisis adalah thitung ≥ ttabel (Sudjana, 2002). 3.10.2 Rata–Rata Kadar Kalsium dan Magnesium
Untuk menentukan kadar logam dalam sampel dengan taraf kepercayaan 95%, α = 0,05, dk = n-1, dapat di gunakan rumus (Wibisono, 2005).
Kadar Logam: µ = X ± t (1/2 α, dk) x (SD / )
Keterangan: X− = Kadar Rata-rata Sampel SD = Standar Deviasi
(45)
α = Taraf Kepercayaan n = Jumlah Pengulangan 3.11 Validasi Metode
3.11.1 Uji Perolehan kembali (Recovery) 3.11.1.1 Pembuatan Larutan Standar
Larutan standar kalsium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3
5 N, dan ditepatkan dengan akuabides sampai garis tanda (konsentrasi 100 μg/ml).
Larutan standar magnesium (1000 μg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3
5 N, dan ditepatkan dengan akuabides sampai garis tanda (konsentrasi 100 μg/ml).
3.11.1.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan Miller, 2005 ). Larutan standar yang ditambahkan yaitu, 3 ml larutan standar kalsium (konsentrasi 100 μg/ml), 8 ml
larutan standar magnesium (konsentrasi 100 μg/ml). Masing-masing dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel.
(46)
Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus dibawah ini (Harmita, 2004):
100% x n ditambahka yang baku logam Kadar awal sampel dalam logam Kadar -sampel dalam logam l Kadar tota Recovery % =
3.11.2 Uji keseksamaan
Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang. Adapun uji ketelitian yaitu koefisien variasi atau Relative Standard
Deviation (% RSD). Harga persentase koefisien variasi (%RSD) ditentukan
dengan rumus: RSD = x100%
x SD
Keterangan:
Keterangan: X = Kadar rata-rata sampel −
SD = Standar Deviasi
RSD= Relative Standard Deviation (Harmita, 2004).
3.11.3 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ)
Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi. Batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel.
Batas deteksi dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) dari kurva antara respon dan kemiringan (slope) dengan rumus:
SD = 2 ) ( 2 − −
∑
n Yi Y(47)
LOD =
slope SD x
3
Sedangkan untuk penentuan batas kuantitasi dapat digunakan rumus:
LOQ =
slope SD x
10
(48)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengambilan Sampel
Karakteristik cacing tanah yang diambil sebagai sampel adalah cacing tanah dewasa dengan ukuran tubuh yang lebih kurang sama. Cacing tanah ini diambil di pagi hari di saat cuaca masih sejuk. Kemudian dilakukan pemilahan berdasarkan hasil identifikasi dari Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Medan.
Hasil identifikasi jenis cacing tanah ini dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 25 dan gambarnya dapat dilihat di Lampiran 2 halaman 26 dan 27.
4.2 Proses Dekstruksi
Pada penyiapan dan dekstruksi sampel, ditambahkan asam nitrat sebagai oksidator dan tidak dikombinasikan dengan penambahan asam sulfat, karena apabila dikombinasikan dengan asam sulfat akan terjadi endapan akan mengganggu pada saat pengukuran dengan alat. Flowsheet penyiapan sampel dan proses destruksi dapat dilihat di Lampiran 3 halaman 28.
4.3 Pemeriksaan Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya kalsium dan magnesium dalam sampel. Data dapat dilihat pada tabel 1 dan Lampiran 4 halaman 29 sampai dengan halaman 34.
(49)
Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dan Magnesium dengan Pereaksi
No. Logam yang
dianalisis Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan
1 Kalsium
Asam sulfat + etanol
96% Kristal jarum +
Ammonium oksalat Endapan putih +
2 Magnesium
Kuning Titan + Natrium
Hidroksida Endapan merah + Dinatrium hidrogen
fosfat + Ammonium Klorida + Ammonium
Hidroksida
Endapan putih
kekuningan +
Keterangan:
+ : Mengandung logam Dra = Cacing tanah drawida sp Mgx = Cacing tanah megascolex sp Ptx = Cacing tanah pontoscolex corethrurus
Tabel di atas menunjukkan bahwa sampel mengandung kalsium dan magnesium. Sampel dikatakan positif mengandung kalsium jika menghasilkan endapan putih berbentuk kristal jarum dengan penambahan asam sulfat dan etanol 96%. Dan dikatakan positif mengandung kalsium dengan penambahan ammonium oksalat sampel menghasilkan endapan putih. Untuk sampel yang positif mengandung magnesium jika menghasilkan endapan merah dengan penambahan larutan kuning titan dan natrium hidroksida dan dikatakan positif mengandung magnesium terjadi endapan putih kekuningan dengan penambahan dinatrium hidrogen fosfat ditambah ammonium klorida serta ammonium hidroksida (Vogel, 1990).
(50)
4.4 Pemeriksaan kuantitatif
4.4.1 Kurva Kalibrasi Kalsium dan Magnesium
Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm diperoleh persamaan garis regresi y = 0,0710 x+0,0055 dengan koefisien korelasi r = 0,9986 (Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 35-36).
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh kurva kalibrasi larutan standar kalsium yang dapat dilihat pada gambar 1:
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium
Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar magnesium pada panjang gelombang 202,6 nm diperoleh persamaan garis regresi y = 0,0434 x-0,0021 dengan koefisien korelasi r = 0,9990 (Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 37-38).
(51)
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh kurva kalibrasi larutan standar magnesium yang dapat dilihat pada gambar 2:
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Magnesium
Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) untuk kalsium sebesar 0,9986 dan untuk magnesium 0,9990. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X dan Y (Shargel dan Andrew, 1999).
4.4.2 Pemeriksaan Kadar Kalsium dan Magnesium pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethrurus.
Penentuan kadar kalsium dan magnesium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi kalsium dan magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi linier kurva kalibrasi larutan standar. Contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 8 halaman 39 dan 40. Analisis kemudian dilanjutkan dengan perhitungan statistik dengan distribusi t pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05).
(52)
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata kadar kalsium dan magnesium pada sampel dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini, dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai dengan Lampiran 14 halaman 41 sampai dengan halaman 59.
Tabel 2. Kadar Kalsium dan Magnesium (μg/g) pada Cacing Tanah Drawida sp,
Megascolex sp dan Pontoscolex corethrurus
No Sampel Kadar Kalsium (μg/g)
Kadar Magnesium (μg/g)
1 Drawida sp 298,3805 ± 3,3862 1731,7677 ± 20,2962
2
Megascolex sp 1262,9 ± 17,2037 1469,46865 ±20,8868
3 Pontoscolex corethrurus
1592,81155 ± 20,4310 1524,2390 ± 42,9102
Hasil analisis kalsium dan magnesium pada cacing tanah drawida sp,
megascolex sp dan pontoscolex corethrurus menunjukkan kadar kalsium pada
drawida sp sebesar 298,3805 ± 3,3862 μg/g, pada megascolex sp sebesar 1262,9 ± 17,2037 μg/g dan pada pontoscolex corethrurus sebesar 1592,81155 ± 20,4310 μg/g. Kandungan magnesium ditemukan pada drawida sp sebesar 1731,7677 ± 20,2962 μg/g, pada megascolex sp sebesar 1469,46865 ± 20,8868 μg/g dan pada
Pontoscolex corethrurus sebesar 1524,2390 ± 42,9102 μg/g.
Dari kadar ketiga mineral di atas menunjukkan bahwa sampel cacing
tanah drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex corethrurus mengandung
mineral kalsium dan magnesium, ini dapat disebabkan karena kedua mineral ini terdapat pada tanah tempat dimana cacing tanah hidup. Tanah secara material tersusun atas empat komponen, yaitu mineral, bahan organik, air dan udara. Mineral yang terdapat didalam tanah salah satunya seperti Hidrogen (H), Silikon
(53)
(Si), Fosfor (P), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Mangan (Mn) dan mineral lainnya. Cacing tanah merupakan hewan pemakan tanah dan bahan organik. Cacing tanah juga memiliki sifat dapat mengakumulasi mineral (Hanafiah, 2005;
Susetyarini, 2000).
4.5 Uji Validasi Metode Analisis
4.5.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Contoh perhitungan persen recovery mineral dalam sampel, hasil uji kadar kalsium dan magnesium pada sampel setelah penambahan masing–masing larutan standarnya. Untuk kalsium pada cacing tanah drawida sp dapat dilihat pada Lampiran 17 sampai Lampiran 18, halaman 62 sampai dengan 65, Lampiran 19 sampai 20, halaman 66 sampai dengan 69 untuk megascolex sp dan untuk cacing tanah pontoscolex corethrurus dapat dilihat pada Lampiran 21 sampai 22 halaman 70 sampai dengan 73. Untuk magnesium pada cacing tanah drawida sp dapat dilihat pada Lampiran 23 sampai 24, halaman 74 dan 77, Lampiran 25 sampai Lampiran 26, halaman 78 sampai dengan 81 untuk megascolex sp dan untuk cacing tanah pontoscolex corethrurus dapat dilihat pada Lampiran 27 sampai Lampiran 28 halaman 82 sampai halaman 85. Hasil yang diperoleh dari uji perolehan kembali memberikan ketepatan pada pemeriksaan kadar mineral dalam sampel. Menurut Ermer dan Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai recovery-nya antara 80-120%.
4.5.2 Uji Presisi
Pada koefisien variasi (RSD) memberikan ketelitian yang memuaskan. Hasil perhitungan menunjukkan RSD untuk masing masing logam adalah 0,33 % untuk kalsium pada drawida sp, 1,24 % pada megascolex sp dan 0,83 % untuk
(54)
pontoscolex corethrurus. Magnesium pada drawida yaitu 0,90 %, untuk
megascolex sp 1,05 % dan 0,93 % untuk pontoscolex corethrurus. Contoh
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 29 sampai Lampiran 34, halaman 86 sampai 91. Hasil ini telah memenuhi batas yang telah ditetapkan yaitu kriteria seksama atau diteliti yang diberikan jika metode memberikan koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2004).
4.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Untuk melihat kadar terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama, maka dilakukan perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi (Ermer dan Miller, 2005 ). Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk mineral kalsium dan magnesium masing-masing sebesar 0,2323 μg/ml dan 0,2420 μg/ml. Sedangkan batas kuantitasi untuk mineral kalsium dan magnesium masing-masing sebesar 0,7746 dan 0,8065 μg/ml. (Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi kedua mineral ini dapat dilihat pada Lampiran 35 dan Lampiran 36 halaman 92 dan 93. Hasil pengukuran konsentrasi larutan sampel menunjukkan bahwa konsentrasi tersebut berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari hasil pengukuran memenuhi kriteria cermat dan seksama.
(55)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Cacing tanah spesies drawida sp, megascolex sp dan pontoscolex
corethrurus mengandung kalsium dan magnesium.
2. Hasil analisis kalsium dan magnesium pada cacing tanah drawida sp,
Megascolex sp dan pontoscolex corethrurus menunjukkan kadar kalsium
pada drawida sp sebesar 298,3805 ± 3,3862 μg/g, pada megascolex sp sebesar 1262,9 ± 17,2037 μg/g dan pada pontoscolex corethrurus sebesar 1592,81155 ± 20,4310 μg/g. Kandungan magnesium ditemukan pada
drawida sp sebesar sebesar 1731,7677 ± 20,2962 μg/g, pada megascolex sp sebesar 1469,46865 ± 20,8868 μg/g dan pada pontoscolex corethrurus sebesar 1524,2390 ± 42,9102 μg/g.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti mengenai kandungan lain dari cacing tanah jenis drawida sp, megascolex sp dan
(56)
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2008). Solusi Persoalan Burung.
(Diakses 19 Oktober 2011).
http://omkicau.com/pakan-burung.
Arlen, J., (1997). Cacing Tanah Sebagai Sumberdaya Alam Hayati yang Bernilai
Ekonomi. Karya Tulis. Program Studi Biologi FMIPA USU. Medan.
Darmono. (1995). Mineral dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. Cetakan pertama. Jakarta: UI-Press. Hal. 124.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Hal. 1126, 1182.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Hal. 745, 748.
Hanafiah, A. K. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Hal. 11,201.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol 1 (3): 117-135.
Haswell, S.J. (1991). Atomic Absorption Spectrometry. Amsterdam: Elsevier. Pages. 202, 207-208.
J. Ermer, J. H. McB. Miller. (2005). Method Validation in Pharmaceutical
Analysis. Weinheim : WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Page.
171.
Khairani, Imma. (2010). Pemeriksaan Kadar Protein pada Cacing Tanah yang
Terdapat di Dalam Sampah Organik Pasar secara Kjeldahl. Skripsi
Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien. Medan.
Khairulman dan Amri, K. (2009). Mengeruk Untung Dari Beternak Cacing. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka. Hal. 1,9,16,26.
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah: Saptohardjo. Jakarta: UI-Press. Hal. 274-275.
Vogel, A. I. (1990). Kimia Analisis Kualitatif Anorganik. Penerjemah: Soetiono, L., dkk. Edisi kelima. Bagian I. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. Hal. 301,307.
Shargel, L., and Andrew, B. C. (1999). Applied Biopharmaceutics and
(57)
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Hal.167,206.
Suin, N.M (1989). Ekologi Hewan Tanah. Bandung: Penerbit Bumi Aksara. Hal. 91-96.
Susetyarini, E. (2000). Berat Badan dan Munculnya Klitellum Cacing Tanah (Lumbricus sp) pada Media yang Dicemari Pb Asetat.
Bandung. Departemen Biologi ITB. http://www.Perpustakaangidital ITB.com. (Diakses 19 Mei 2011).
Wibisono, Y. (2005). Metode Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada university. Press. Hal. 449-454.
(58)
(59)
Lampiran 2. Gambar Sampel Cacing Tanah
Gambar 3. Cacing Tanah Drawida sp.
Gambar 4. Cacing Tanah Megascolex sp.
(60)
(61)
Lampiran 3. Flowsheet Penyiapan Sampel dan Proses Destruksi Basah 1. Penyiapan Sampel
2. Proses Destruksi basah Cacing tanah segar
Dicuci dengan air mengalir dan bilas dengan akuabides Dikeringkan di oven pada suhu 100°C
Digerus sampai halus dan homogen di dalam lumpang Bubuk cacing
Ditimbang sebanyak ±1 gram
Dipanaskan di atas hotplate pada suhu 100°C sampai mengering
Sampel + HNO3 65% b/v
Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dengan membuang 2 ml larutan pertama hasil penyaringan Larutan Sampel
Hasil
Ditambahkan HNO3 65% b/v sebanyak 5 ml
Ditambahkan HNO3 65% b/v 7 ml sampai larutan berwarna kuning jernih
Dimasukkan ke dalam labu 25 ml
Di tepatkan dengan akuabides sampai garis tanda Didiamkan selama 24 jam
Bubuk cacing tanah
Diuji kua litatif
Diukur pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium Diukur pada panjang gelombang 202,6 nm untuk magnesium
(62)
Lampiran 4. Gambar Hasil Analisa Kualitatif Kalsium dan Magnesium
Gambar 6. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Asam sulfat + etanol 96% v/v pada Cacing Tanah Drawida sp.
Gambar 7. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Ammonium Oksalat pada Cacing Tanah Drawida sp.
(63)
Gambar 8. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Asam sulfat + etanol 96% v/v pada Cacing Tanah Megascolex sp.
Gambar 9. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Ammonium Oksalat pada Cacing Tanah Megascolex sp.
(64)
Gambar 10. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Asam sulfat + etanol 96%
v/v pada Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus.
Gambar 11. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dengan Ammonium Oksalat pada Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus.
(65)
Gambar 12. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium dengan Pereaksi Kuning Titan + Natrium Hidroksida.
Gambar 13. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium dengan Pereaksi Dinatrium Hidrogen Fosfat + Ammonium Klorida + Ammonium Hidroksida.
(66)
Gambar 14. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium pada Cacing Tanah Megascolex sp dengan Pereaksi Kuning Titan + Natrium Hidroksida.
Gambar 15. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium pada Cacing Tanah
Megascolex sp dengan Pereaksi Dinatrium Hidrogen Fosfat +
(67)
Gambar 16. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium pada Cacing Tanah
Pontoscolex corethrurus dengan Pereaksi Kuning Titan +
Natrium Hidroksida.
Gambar 17. Hasil Analisis Kualitatif Magnesium pada Cacing Tanah
Pontoscolex corethrurus dengan Pereaksi Dinatrium Hidrogen
(68)
Lampiran 5. Data Kalibrasi Kalsium dengan Spektrofotometer Serapan Atom dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
No Konsentrasi (mcg/ml) Absorbansi
1 0,000 0,0000
2 0,500 0,0421
3 1,000 0,0779
4 2,000 0,1557
5 3,000 0,2183
6 4,000 0,2850
a =
( )( )
( )
n x x n y x -xy 2 2∑
∑
∑
∑
∑
− a = 6 10,5000 2500 , 30 6 ) 7790 , 0 )( 5000 , 10 ( 2,20525 2 − −a = 0,0710
b = y - ax
b = 0,1298 – (0,0710) (1,75) b = 0,0055
Persamaan regresinya adalah Y = 0,0710X + 0,0055
No X
Konsentrasi (mcg/ml)
Y Absorbansi
X2 Y2 XY
1 0,000 0,0000 0,000 0,000000 0,00000
2 0,500 0,0421 0,250 0,001772 0,02105
3 1,000 0,0779 1,000 0,006068 0,07790
4 2,000 0,1557 4,000 0,024242 0,31140
5 3,000 0,2183 9,000 0,047654 0,65490
6 4,000 0,2850 16,000 0,081255 1,14000
∑X= 10,5000 x = 1,7500
∑Y=0,7790 y =0,1298
∑X2
(69)
( )( )
( ) ( )
( ) ( )
− − =∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
n y y n x x n y x -xy r 2 2 2 2(
) (
)
(
) (
)
− − − = 6 2 7790 , 0 1610 , 0 6 2 5000 , 10 2500 , 30 6 ) 7790 , 0 )( 5000 , 10 ( 20525 , 2 r(70)
Lampiran 6. Data Kalibrasi Magnesium dengan Spektrofotometer Serapan Atom dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)
No Konsentrasi (mcg/ml) Absorbansi
1 0,000 0,0000
2 0,300 0,0073
3 1,000 0,0424
4 2,000 0,0872
5 3,000 0,1237
6 4,000 0,1736
a =
( )( )
( )
n x x n y x -xy 2 2∑
∑
∑
∑
∑
− a = 6 10,3000 09000 , 30 6 ) 4342 , 0 )( 3000 , 10 ( 1,28449 2 − −a = 0,0434 b = y - ax
b = 0,0724 – (0,0434) (1,7167) b = - 0,0021
Persamaan regresinya adalah Y = 0,0434X- 0,0021
No X
Konsentrasi (ppm)
Y Absorbansi
X2 Y2 XY
1 0,000 0,0000 0,000 0,00000000 0,00000
2 0,300 0,0073 0,090 0,00005329 0,00219
3 1,000 0,0424 1,000 0,00179776 0,04240
4 2,000 0,0872 4,000 0,00760384 0,17440
5 3,000 0,1237 9,000 0,01530169 0,37110
6 4,000 0,1736 16,000 0,03013696 0,69440
∑X= 10,3000
x = 1,7167
∑Y=0,4342
y = 0,0724
∑X2
=
30,09000
∑Y2
= 0,05489 ∑XY=
(71)
( )( )
( ) ( )
( ) ( )
− − =∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
n y y n x x n y x -xy r 2 2 2 2(
) (
)
(
) (
)
− − − = 6 2 4342 , 0 05489 , 0 6 2 3000 , 10 09000 , 30 6 ) 4342 , 0 )( 3000 , 10 ( 28449 , 1 rr = 0,9990
(72)
Lampiran 7. Contoh Perhitungan Kadar Kalsium dalam Sampel
Contoh perhitungan konsentrasi kalsium dalam sampel yang beratnya 1,0003 g dan absorbansi 0,0901.
X = Konsentrasi sampel Y = Absorbansi sampel
Persamaan garis regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi adalah Y = 0,0710X + 0,0055
X =
0710 , 0
0055 , 0 0901 ,
0 −
X = 1,1915 μg/ml
Maka konsentrasi sampel tersebut adalah 1,1915 μg/ml Kadar =
W CxVxFp
Keterangan : C = Konsentrasi larutan sampel (μg/ml) V = Volume larutan sampel (ml)
Fp = Faktor pengenceran W = Berat Sampel (g) Kadar =
g mlx mlx g
0003 , 1
10 25 / 1915 ,
1 µ
= 297,7856 μg/g
(73)
Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kadar Magnesium dalam Sampel
Contoh perhitungan konsentrasi magnesium dalam sampel yang beratnya 1,0003 g dan absorbansi 0,0581.
X = Konsentrasi sampel Y = Absorbansi sampel
Persamaan garis regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi adalah Y = 0,0434 X - 0,0021
X =
0434 , 0
0021 , 0 0581 ,
0 +
X = 1,3870 μg/ml
Maka konsentrasi sampel tersebut adalah 1,3870 μg/ml Kadar =
W CxVxFp
Keterangan : C = Konsentrasi larutan sampel (μg/ml) V = Volume larutan sampel (ml)
Fp = Faktor pengenceran W = Berat Sampel (g) Kadar =
g mlx mlx g
0003 , 1
50 25 / 3870 ,
1 µ
= 1733,2300 μg/g
(74)
Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Kalsium pada Cacing Tanah Drawida
sp.
No Sampel X
(Kadar (mcg/g) ) x -x (x -x)
2
1 Dra 1 297,7856 -1,3213 1,74583369
2 Dra 2 299,9400 0,8331 0,69405561
3 Dra 3 297,4160 -1,6909 2,85914281
4 Dra 4 298,8054 -0,3015 0,09090225
5 Dra 5 298,7756 -0,3313 0,10975965
6 Dra 6 301,9188 2,8119 7,90678161
∑= 1794,6414
x = 299,1069 ∑ (x - x)
2
= 13,40647566
SD =
(
)
1 2 − −
∑
n X X SD = 5 6 13,4064756SD = 1,6375
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = α /2, dk = 2,5706.
Data diterima jika t hitung < t tabel.
t hitung = SD n X X
/
−
t hitung data 1 =
6 / 1,6375 3213 , 1 − = 1,9765
t hitung data 2 =
6 / 1,6375 8331 , 0 = 1,2462
t hitung data 3 =
6 / 1,6375 6909 , 1
(1)
Lampiran 33. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Magnesium pada Cacing Tanah Megascolex sp.
No Kadar(µg/g) X
1 2243,0770 30,4424 926,7397178
2 2237,2038 36,3156 1318,822803
3 2187,9998 85,5196 7313,601984
4 2326,4270 -52,9076 2799,214138
5 2326,1945 -52,6751 2774,66616
6 2320,2148 -46,6954 2180,460381
2273,5194 ⅀ 2885,584197
SD =
1 2
− −
∑
n x x
=
1 6
584197 ,
2885
−
= 24,0232 %
RSD = x100%
x SD
= 100%
2273,5194 24,0232
x
(2)
Lampiran 34. Perhitungan Koefisien Variasi (%RSD) Kalsium pada Cacing Tanah Tanah Pontoscolex corethrurus.
No Kadar(µg/g) X
1 2420,9145 -15,722 247,181284
2 2380,6846 24,5079 600,6371624
3 2427,0291 -21,8366 476,8370996
4 2394,8131 10,3794 107,7319444
5 2380,6846 24,5079 600,6371624
6 2427,0291 -21,8366 476,8370996
2405,1925 ⅀ 2509,861752
SD =
1 2
− −
∑
n x x
=
1 6
861752 ,
2509
−
= 22,4047 %
RSD = x100%
x SD
= 100%
2405,1925 22,4047
x
(3)
Lampiran 35. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalsium Persamaan garis regresi : Yi = 0,0710x + 0,0055
No
Konsentrasi (X)
Absorbansi
(Y) Yi Y – Yi (Y – Yi) 2
1 0,000 0,0000 0,0055 -0,0055 0,00003025 2 0,500 0.0421 0,041 0,0011 0,00000121 3 1,000 0.0779 0,0765 0,0014 0,00000196 4 2,000 0.1557 0,1475 0,0082 0,00006724 5 3,000 0.2183 0,2185 -0,0002 0,00000004 6 4,000 0.2850 0,2895 -0,0045 0,00002025
n =6 ∑ (Y – Yi)2 =
0,00012095
SD =
(
)
2 -n
Yi 2
∑
Y−= 4 0,00012095 = 0,0055 LOD = Slope SD x 3 LOD = 0,0710 0,0055 x 3
= 0,2323 μg/ml
LOQ = Slope SD x 10 LOQ = 0,0710 0,0055 x 10
(4)
Lampiran 36. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Magnesium Persamaan garis regresi : Yi = 0,0434X- 0,0021
No
Konsentrasi (X)
Absorbansi
(Y) Yi Y – Yi (Y – Yi) 2
1 0.000 0.0000 -0,0021 -0,0021 0,00000441 2 0.300 0.0073 0,01092 0,00362 0,000013104 3 1.000 0.0424 0,0413 0,0011 0,00000121 4 2.000 0.0872 0,0847 0,0025 0,00000625 5 3.000 0.1237 0,1281 0,0044 0,00001936 6 4.000 0.1736 0,1715 0,0021 0,00000441
n =6 ∑ (Y – Yi)2 =
0,000048744
SD =
(
)
2 -n
Yi 2
∑
Y −= 4 4 0,00004874 = 0,0035 LOD = Slope SD x 3 LOD = 0,0434 0,0035 x 3
= 0,2420 μg/ml
LOQ = Slope SD x 10 LOQ = 0,0434 0,0035 x 10
(5)
Lampiran 37. Alat Spektrofotometer Serapan Atom
Gambar 18. 1 Unit Alat Spektrofotometer Serapan Atom lengkap dengan Komputer CPU dan Monitor.
(6)