Risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat. Tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi
syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah keluarga yang menempati rumah. Luas rumah yang sempit dengan jumlah
anggota keluarga yang banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang. Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun virus dapat
menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah lainnya. Tempat tinggal yang sempit, penghuni yang banyak, kurang ventilasi,
dapat meningkatkan polusi udara didalam rumah, sehingga dapat mempengaruhi daya tahan tubuh balita. Balita dengan sistem imunitas yang lemah dapat dengan
mudah terkena pnuemonia kembali setelah sebelumnya telah terkena pneumonia atau pneumonia berulang.
Balita yang tinggal di kepadatan hunian tinggi mempunyai peluang mengalami pneumonia sebanyak 2,20 kali dibandingkan dengan balita yang tidak
tinggal di kepadatan hunian tinggi Hartati, 2011. Sedangkan menurut penelitian Yuwono 2008 yang dilakukan di Kabupaten Cilacap, menunjukkan bahwa anak
balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 2,7 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di
rumah dengan tingkat hunian tidak padat.
2.1.7.1.5 Keberadaan Perokok di Dalam Rumah
Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen, dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan, racun utama pada rokok adalah
tar, nikotin dan karbonmonoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat
lengket dan menempel pada paru-paru, Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan
mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat
oksigen Sugihartono dan Nurjazuli, 2012. Asap rokok yang mencemari di dalam rumah secara terus-menerus akan dapat
melemahkan daya tahan tubuh terutama bayi dan balita sehingga mudah untuk terserang penyakit infeksi, yaitu pneumonia Sugihartono dan Nurjazuli, 2012.
Berdasarkan penelitian Yuwono 2008, penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang
penghuninya memiliki kebiasaan merokok. Asap rokok bukan menjadi penyebab langsung kejadian pneumonia pada balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung
yang diantaranya dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akan melemahkan daya tahan tubuh balita.
2.1.7.1.6 Kondisi Dinding Rumah
Besarnya risiko menderita pneumonia dapat dilihat dari nilai OR = 2,9 artinya anak balita yang tinggal di rumah dengan kondisi dinding rumah tidak memenuhi
syarat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 2,9 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan kondisi dinding rumah
memenuhi syarat Yuwono, 2008. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko balita terkena pneumonia
akan meningkat apabila tinggal di rumah yang kondisi dinding rumahnya tidak memenuhi syarat. Kondisi dinding rumah yang tidak memenuhi syarat ini dapat
disebabkan karena status sosio ekonomi yang rendah, sehingga keluarga hanya mampu membuat rumah dari dinding yang terbuat dari anyaman bambu atau
belum seluruhnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Dinding rumah yang yang terbuat dari anyaman bambu maupun dari kayu umumnya banyak
menghasilkan debu yang dapat menjadi media bagi virus atau bakteri, sehingga mudah terhirup penghuni rumah yang terbawa oleh angin. Ketika bakteri atau
virus terhirup oleh penghuni rumah, terutama balita maka akan menyebabkan balita mudah terkena infeksi saluran pernafasan.
2.1.7.1.7 Penggunaan obat nyamuk bakar