Manajemen Pemeliharaan Mesin-Mesin Produksi

(1)

KARYA TULIS

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN-MESIN

PRODUKSI

Disusun Oleh:

APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Manajemen Pemeliharaan

Mesin-Mesin Produksi “.

Tulisan ini berisi tentang gambaran umum secara singkat mengenai sistem manajemen dan pemeliharaan (maintenance). Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan tambahan informasi dibidang manajemen pemeliharaan terutama pada alat-alat produksi.

Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.

Nopember, 2008


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR GAMBAR ...iii

PENDAHULUAN ...1

MANAJEMEN ...2

A. Definisi Manajemen ...2

B. Fungsi Manajemen...3

PEMELIHARAAN (MAINTENANCE) ...5

A. Definisi pEMELIHARAAN...5

B. Tujuan pemeliharaan ...6

C. Jenis Pemeliharaan...6

D. Organisasi Pemeliharaan ...9

E. Tugas dan Kegiatan Pemeliharaan...11

F. Prosedur Pemeliharaan...12

G. Biaya Pemeliharaan ...14

H. Produktivitas dan Efisiensi Pemeliharaan ...14


(4)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman


(5)

PENDAHULUAN

Perkembangan peradaban manusia telah memacu peningkatan kebutuhan dan keinginan baik dalam jumlah, variasi jenis, dan tingkat mutu. Perkembangan ini menimbulkan tantangan untuk dapat memenuhi keinginan tersebut dengan cara meningkatkan kemampuan menyediakan dan menghasilkannya. Peningkatan kemampuan penyediaan atau produksi barang merupakan usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk dapat memenuhi kebutuhan secara efektif dan efisien. Usaha ini dilakukan agar dicapai tingkat keuntungan yang diharapkan demi menjamin kelangsungan perusahaan.

Dalam mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien, dikembangkanlah pemikiran dan pengkajian untuk mendapatkan cara-cara yang lebih baik. Tujuannya adalah untuk menghasilkan keluaran yang optimal, sehingga dapat mencapai sasaran secara tepat dalam waktu, jumlah, mutu, dengan biaya yang efisien dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi. Faktor produksi yang dimaksud meliputi tenaga manusia (men), bahan (material), dana (money), serta mesin dan peralatan (machines). Kekurangan salah satu faktor produksi dapat mengganggu proses produksi, artinya kelancaran proses produksi dapat terhambat bila salah suatu faktor produksi mengalami kerusakan.

Said (1980) dalam Fachrurrozi (2002) menyatakan bahwa mesin-mesin

produksi merupakan faktor produksi yang berfungsi mengkonversi bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Mesin merupakan pesawat pengubah energi yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip logis, rasional dan matematis. Kebutuhan produktivitas yang lebih tinggi serta meningkatnya keluaran mesin pada tahun-tahun terakhir ini telah mempercepat perkembangan otomatisasi. Hal ini pada gilirannya memperbesar kebutuhan akan fungsi pemeliharaan (maintenance) mesin-mesin tersebut, selain karena mesin-mesin-mesin-mesin tersebut cenderung terus mengalami kelusuhan sehingga diperlukan reparasi atau perbaikan.

Ditinjau dari usaha pemeliharaan dan perbaikan yang dilakukan terhadap fasilitas produksi, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pemeliharaan dan perbaikan adalah untuk mempertahankan suatu tingkat produktivitas tertentu tanpa merusak


(6)

produk akhir. Jadi, dengan adanya pemeliharaan, maka fasilitas/peralatan pabrik diharapkan dapat beroperasi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama digunakan untuk proses produksi sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai.

Perawatan atau pemeliharaan mesin tentu saja membutuhkan biaya. Biaya ini meliputi nilai rawatan yang disimpan dan digunakan, biaya pekerja langsung, segala macam pekerja tidak langsung, dan pekerjaan yang disubkontrakkan. Oleh sebab itu diperlukan suatu pengaturan yang baik sehingga pelaksanaan kegiatan perawatan diharapkan dapat membantu memaksimalkan perbedaan antara biaya variabel yang dikeluarkan oleh pabrik dan hasil penjualan yang diperoleh dari menjual produk sehingga keuntungan dapat tetap diperoleh. Ini merupakan fungsi utama dari manajemen pemeliharaan (Walley, 1987).

Walaupun telah mengetahui arti pentingnya pemeliharaan mesin-mesin produksi, tetap saja banyak industri/pabrik berskala besar maupun kecil yang mengabaikannya. Ini dikarenakan industri/pabrik tersebut hanya memandang dari segi biaya dan waktu jangka pendek yang akan dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan, tanpa mempertimbangkan kerugian yang mungkin diderita apabila pemeliharaan mesin tidak dilakukan. Oleh karena itu, studi manajemen pemeliharaan mesin-mesin produksi ini perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya perhatian pabrik dalam menerapkan sistem manajemen pemeliharaan mesinnya.

MANAJEMEN A. Definisi Manajemen

Pengertian manajemen begitu luas, sehingga dalam kenyataannya tidak ada defenisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Berikut ini beberapa defenisi manajeman yang dikemukakan oleh para ahli dalam Handoko (1989). 1. Marie Parker mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan

pekerjaan melalui orang lain.

2. Stoner menyatakan defenisi manajemen yang lebih kompleks, yaitu


(7)

pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

3. Luther Gillick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu

pengetahuan (sciene) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerja sama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa defenisi manajemen adalah bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia/kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling) (Handoko, 1989).

B. Fungsi Manajemen

Menurut Manullang (2002), fungsi manajemen dapat didefenisikan sebagai aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Bila dilihat dari sudut proses atau urutan pelaksanaan aktivitas tersebut, maka fungsi-fungsi manajemen itu dibedakan menjadi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan.

1. Perencanaan (planning)

Perencanaan merupakan fungsi menyusun serangkaian tindakan yang ditentukan sebelumnya agar tercapai tujuan-tujuan organisasi. Perencanaan dilakukan untuk menghindari pekerjaan rutin supaya kejadian mendadak dapat diperkecil.

2. Organisasi (organizing)

Defenisi organisasi dapat dibedakan menjadi dua, tergantung dari sudut pandangnya. Organisasi dalam arti badan adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan tertentu, sementara itu dalam arti

bagan atau struktur, organisasi merupakan gambaran secara skematis tentang

hubungan-hubungan, kerjasama dari orang-orang yang terdapat dalam rangka usaha mencapai suatu tujuan.


(8)

Fungsi penyusunan (staffing) disebut juga dengan fungsi personalia, meliputi tugas-tugas memperoleh pegawai, memajukan pegawai, dan memanfaatkan pegawai. Fungsi ini adalah fungsi setiap manajer yang berhubungan dengan para pegawai di lingkungan pimpinannya agar para pegawai terdorong untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya untuk merealisasikan tujuan perusahaan atau tujuan aktivitas yang dipimpinnya.

4. Pengarahan (directing)

Bila rencana pekerjaan sudah tersusun, struktur organisasi sudah ditetapkan dan posisi atau jabatan dalam struktur organisasi tersebut sudah diisi, maka kegiatan yang harus dilakukan pimpinan selanjutnya adalah menggerakkan bawahan, mengkoordinasi agar apa yang menjadi tujuan perusahaan dapat diwujudkan. Menggerakkan bawahan inilah yang dimaksud dengan mengarahkan (directing) bawahan.

5. Pengawasan (controlling)

Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengkoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan sesuai dengan rencana semula.

Menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo (1992), fungsi pengawasan kegiatan produksi dapat dibagi dalam:

a. Supervisi, yang menjamin agar kegiatan-kegiatan dilaksanakan dengan baik.

b. Pembandingan, berusaha mengecek apakah hasil kerja sesuai dengan yang

dikehendaki.

c. Koreksi, berusaha untuk menghilangkan

kesulitan-kesulitan/penyimpangan-penyimpangan baik pekerjaan maupun merubah rencana yang terlalu berlebihan.

PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)

A. Defenisi Pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan fungsi yang penting dalam suatu pabrik. Sebagai suatu usaha menggunakan fasilitas/peralatan produksi agar kontinuitas produksi dapat terjamin dan menciptakan suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan rencana. Selain itu, fasilitas/peralatan produksi tersebut tidak


(9)

mengalami kerusakan selama dipergunakan sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai.

Pemeliharaan (maintenance), menurut The American Management

Association, Inc. (1971), adalah kegiatan rutin, pekerjaan berulang yang dilakukan

untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya secara efisien. Ini berbeda dengan perbaikan. Pemeliharaan (maintenance) juga didefenisikan sebagai suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima (BS3811, 1974 dalam Corder, 1992).

Di Indonesia, istilah pemeliharaan itu sendiri telah dimodifikasi oleh Kementerian Teknologi (sekarang Departemen Perdagangan dan Industri) pada bulan April 1970, menjadi teroteknologi. Kata teroteknologi ini diambil dari bahasa Yunani terein yang berarti merawat, memelihara, dan menjaga. Teroteknologi adalah kombinasi dari manajemen, keuangan, perekayasaan dan kegiatan lain yang diterapkan bagi aset fisik untuk mendapatkan biaya siklus hidup ekonomis. Hal ini berhubungan dengan spesifikasi dan rancangan untuk keandalan serta mampu-pelihara dari pabrik, mesin-mesin, peralatan, bangunan dan struktur, dan instalasinya, pengetesan, pemeliharaan, modifikasi dan penggantian, dengan umpan balik informasi untuk rancangan, unjuk kerja dan biaya (Corder, 1992).

B. Tujuan Pemeliharaan

Menurut Corder (1992), tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan dengan jelas sebagai berikut:

1. Memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya).

2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return of investment) maksimum yang mungkin.


(10)

3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam kegiatan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.

4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

C. Jenis Pemeliharaan

Corder (1992) membagi kegiatan pemeliharaan ke dalam dua bentuk, yaitu pemeliharaan terencana (planned maintenance) dan pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance), dalam bentuk pemeliharaan darurat (breakdown

maintenance). Pemeliharaan terencana (planned maintenance) merupakan kegiatan

perawatan yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan terlebih dahulu. Pemeliharaan terencana ini terdiri dari pemeliharaan pencegahan (preventive

maintenance) dan pemeliharaan korektif (corrective maintenance).

C.1. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)

Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menentukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi.

Preventive maintenance ini sangat efektif digunakan dalam menghadapi

fasilitas produksi yang termasuk dalam “critical unit”. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi termasuk dalam “critical unit” apabila kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja, mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, menyebabkan kemacetan pada seluruh produksi, dan modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau harganya mahal (Assauri, 2004).

Dalam prakteknya, preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu pabrik dapat dibedakan menjadi routine maintenance dan periodic maintenance.

Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan

secara rutin, misalnya setiap hari, sedangkan periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu sekali, setiap bulan sekali, ataupun setiap tahun sekali. Selain itu kegiatan periodic maintenance juga dapat dilakukan


(11)

jam sekali, dan seterusnya. Kegiatan periodic maintenance ini jauh lebih berat dari

routine maintenance (Assauri, 2004).

C.2. Pemeliharaan korektif (corrective maintenance)

Menurut Prawirosentono (2000), pemeliharaan korektif (corrective

maintenance) adalah perawatan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk

yang tidak sesuai dengan rencana. Kegiatan ini dimaksudkan agar fasilitas/peralatan tersebut dapat digunakan kembali dalam operasi, sehingga proses produksi dapat berjalan lancar kembali. Sedikit berbeda dengan pendapat sebelumnya, selain preventive maintenance dan corrective

maintenance, Patton (1983) menambahkan satu jenis pemeliharaan lagi, yaitu

‘pemeliharaan kemajuan’ (improvement maintenance), yang berfungsi untuk memodifikasi, mendisain ulang, dan merubah mesin ataupun pesanan.

Di samping pemeliharaan terencana (planned maintenance) yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat pula pemeliharaan tidak terencana (unplanned

maintenance). Pemeliharaan tidak terencana didefenisikan sebagai pemeliharaan

yang dilakukan karena adanya indikasi atau petunjuk bahwa adanya tahap kegiatan proses produksi yang tiba-tiba memberikan hasil yang tidak layak. Pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini dapat berupa pemeliharaan darurat (emergency

maintenance) yaitu kegiatan perawatan mesin yang memerlukan penanggulangan

yang bersifat darurat agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah (Prawirosentono, 2000).


(12)

Pemeliharaan terencana Pemeliharaan tak terencana Pemeliharaan pencegahan Pemeliharaan korektif Pemeliharaan darurat Pemeriksaan termasuk penyetelan dan pelumasan Penggantian komponen minor, yaitu pekerjaan yang timbul langsung dari pemeriksaan Reparasi minor yang tidak ditemukan waktu pemeriksaan Overhaul terencana Lihat, dengar, rasakan Pemeliharaan

waktu berjalan Pemeliharaan

waktu berhenti

Pemeliharaan

Gambar 1. Hubungan Antara Berbagai Bentuk Pemeliharaan Sumber: Corder (1992)

D. Organisasi Pemeliharaan

Menurut Taylor dalam Suharto (1991), organisasi adalah pengintegrasian sumber-sumber, seperti persoalan teknik, kondisi alam, serta keterlibatan personal. Untuk mendukung aktivitas produksi agar lebih berhasil dan berdaya guna, maka keberadaan suatu organisasi perawatan mesin cukup dibutuhkan. Pada dasarnya organisasi perawatan mesin yang baik ialah bila tetap memperhatikan problem-problem setempat dengan memperhatikan jenis operasi, kontinuitas operasi, situasi geografis, ukuran pabrik, lingkup perawatan mesin, dan kondisi tenaga kerja.


(13)

Konsep organisasi yang baik harus didasari beberapa pemikiran. Pemikiran yang dimaksud berupa adanya deskripsi kerja yang jelas dan tidak tumpang tindih untuk menghindari konflik, konsistensi kekuasaan, membatasi jumlah orang dalam kepegawaian, serta kejelasan individu yang terlibat dalam organisasi (Suharto, 1991).

D.1. Struktur Organisasi

Struktur adalah pola hubungan komponen atau bagian organisasi. Struktur merupakan susunan subsistem dan komponen dalam ruang tiga dimensi pada suatu waktu. Dapat dikatakan bahwa struktur organisasi itu sifatnya relatif stabil, statis, berubah lambat, dan memerlukan waktu untuk penyesuaian-penyesuaian (Reksohadiprodjo, 1993).

Pada suatu perusahaan, struktur organisasi yang dipakai sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya perusahaan. Perkembangan suatu perusahaan akan merubah struktur organisasi untuk menampung perubahan yang diperlukan oleh manajemen. Di lapangan, salah satu langkah yang diambil agar bagian perawatan dapat berfungsi dengan baik dipengaruhi oleh diagram susunan organisasi. Diagram ini penting untuk dipublikasikan kepada seluruh karyawan dalam lingkup kerjanya dengan tidak mengabaikan rasa tanggung jawab serta kerja sama yang kompak dari semua personel yang terlibat di dalam diagram tersebut, sehingga semakin jelas kepada siapa seorang pegawai harus bertanggung jawab, menanyakan haknya, dan lain-lain (Suharto, 1991).

Selanjutnya persentase karyawan pemeliharaan terhadap keseluruhan karyawan tergantung pada jenis industri dan apakah industri tersebut bersifat padat karya atau padat modal. Dalam industri padat karya, angka ini hanyalah 2 persen, sedangkan untuk industri padat modal jumlahnya dapat mencapai 50% (Corder, 1992).

D.2. Tipe Organisasi

Siagian (1998) memaparkan bahwa ada lima tipe organisasi yang umum dikenal yaitu, organisasi lini, organisasi lini dan staf, organisasi fungsional, organisasi matriks, dan kepanitiaan.


(14)

1. Organisasi lini

Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi ini digunakan untuk organisasi yang masih kecil dengan jumlah karyawan sedikit dan produk yang dihasilkan tidak bervariasi. Pengetahuan dan keterampilan yang dituntut dari para anggotanya dalam rangka penyelesaian tugas pekerjaan belum spesifik serta masih dimungkinkan hubungan langsung antara pimpinan dengan bawahannya. 2. Organisasi lini dan staf

Organisasi tipe ini sering pula dikenal dengan istilah birokrasi mesin. Tipe ini cocok digunakan untuk organisasi besar yang memiliki jumlah karyawan banyak dengan produk yang dihasilkan bervariasi di mana para anggota organisasi sudah dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang spesialistik. Pada organisasi tipe lini dan staf ini telah terdapat stratifikasi dalam hubungan atasan dan bawahan.

3. Organisasi fungsional

Nama lain untuk tipe ini adalah birokrasi profesional atau teknokrasi. Penyebab timbulnya tipe ini adalah karena tuntutan tugas yang semakin spesialistik yang pada gilirannya memerlukan tenaga pelaksana yang memahani segi teknologikal penyelesaian pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ciri utama organisasi fungsional adalah kompleksitas yang tinggi disertai oleh standarisasi pekerjaan dengan pola penyebaran (desentralisasi) dalam pengambilan keputusan. Kekuatan tipe ini terletak pada tersedianya tenaga-tenaga berkemampuan teknologikal tinggi dalam pelaksanaan tugas berkat pendidikan dan pelatihan yang telah ditempuh dan memungkinkan mereka menampilkan kinerja yang memuaskan asal diberi kebebasan untuk bertindak.

4. Organisasi matriks

Organisasi tipe matriks merupakan penggabungan fungsi dan produk suatu organisasi. Keunggulan tipe ini ialah: 1) penempatan tenaga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang spesialistik dalam suatu unit kerja, 2) dimungkinkannya pemanfaatan bidang-bidang spesialisasi tertentu untuk kepentingan lintas produk, 3) mudah untuk melakukan koordinasi untuk kegiatan yang bersifat kompleks dan interdependen, dan 4) komunikasi lebih lancar. 5. Kepanitiaan atau adhokrasi.


(15)

Biasanya digunakan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Ciri utamanya adalah 1) struktur panitia tidak kompleks, 2) formalisasi rendah atau bahkan tidak ada, 3) pola pengambilan keputusan adalah desentralisasi, 4) diferensiasi horisontal tinggi, 5) tidak terdapat diferensiasi vertikal, 6) daya tanggap yang tinggi, dan 7) diisi oleh tenaga-tenaga yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus.

E. Tugas dan Kegiatan Pemeliharaan

Menurut Assauri (2004), semua tugas dan kegiatan pemeliharaan dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok, yaitu (1) inspeksi (inspection), (2) kegiatan teknik (engineering), (3) kegiatan produksi (production), (4) kegiatan administrasi (clerical work), dan (5) pemeliharaan bangunan (house

keeping).

1. Inspeksi (Inspection)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (routine schedule check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan membuat laporan hasil pengecekan dan pemeriksaan tersebut. Hasil laporan inspeksi harus memuat keadaan peralatan yang diinspeksi, sebab terjadinya kerusakan (bila ada), usaha perbaikan yang telah dilakukan, dan saran perbaikan atau penggantian yang diperlukan. Maksud dari kegiatan inspeksi ini adalah untuk mengetahui apakah pabrik selalu mempunyai peralatan/fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

2. Kegiatan Teknik (Engineering)

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan peralatan yang baru dibeli, pengembangan peralatan atau komponen yang perlu diganti, serta melakukan penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.

3. Kegiatan Produksi (Production)

Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan pekerjaan yang disarankan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan service dan pelumasan. Kegiatan produksi ini dimaksudkan agar kegiatan produksi dalam pabrik dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana. 4. Pekerjaan Administrasi (Clerical Work)


(16)

Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan administrasi kegiatan pemeliharaan yang menjamin adanya catatan-catatan mengenai kegiatan atau kejadian-kejadian yang penting dari bagian pemeliharaan.

5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)

Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.

F. Prosedur Pemeliharaan

Sebelum melakukan pemeliharaan terhadap aset atau fasilitas yang digunakan dalam produksi, sebaiknya terlebih dahulu telah disusun rencana akan hal-hal atau kegiatan apa saja yang akan dilakukan terhadap mesin tertentu. Corder (1992) memaparkan prosedur yang harus dilalui dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, antara lain:

1. Menentukan apa yang akan dipelihara. Hal ini meliputi pembuatan daftar sarana, penyusunan bahan-bahan yang menyangkut pembiayaan, karena ini merupakan aset fisik yang memerlukan pemeliharaan dan merupakan satu-satunya alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dalam meminta pengeluaran biaya.

2. Menentukan bagaimana aset atau sarana tersebut dipelihara. Membuat jadwal pemeliharaan bagi setiap mesin atau peralatan yang telah ditentukan. Sistem ini dapat dimulai dengan melakukan pemeliharaan terencana bagi beberapa mesin ‘kunci’ dan kemudian diikuti oleh mesin lain sampai tercapai tingkat pemeliharaan ekonomis yang optimum.

3. Setelah mempersiapkan jadwal pemeliharaan, selanjutnya adalah menyusun spesifikasi pekerjaan yang dihimpun dari jadwal pemeliharaan. Spesifikasi ini dipersiapkan terpisah untuk masing-masing kegiatan dan frekuensi pemeriksaan. 4. Membuat perencanaan mingguan. Rencana ini dibuat bersama-sama dengan

bagian produksi, biasanya dengan seksi perencanaan dan kemajuan produksi. Pengaturan pemberhentian pabrik untuk pemeriksaan pemeliharaan pencegahan terencana dan reparasi adalah persyaratan dasar yang mutlak.

5. Membuat dan mengisi blangko laporan pemerikasaan yang diikutkan bersama spesifikasi perkerjaan pemeliharaan. Setelah pemeliharaan selesai, blangko ini dikembalikan ke mandor pemeliharaan untuk diperikasa dan ditandatangan


(17)

Untuk memudahkan pelaksanaan maintenance, maka kegiatan maintenace yang dilakukan berdasarkan pada Pemeliharaan Dengan Pesanan (Maintenance

Work Order atau Work Order System), Sistem Daftar Pengecekan (Check List System), dan Rencana Triwulan. Work Order System yaitu kegiatan maintenance

yang dilaksanakan berdasarkan pesanan dari bagian produksi maupun bagian-bagian lain. Check List System merupakan dasar atau schedule yang telah dibuat untuk melakukan kegiatan maintenance dengan cara pemeriksaan terhadap mesin secara berkala. Rencana kerja kegiatan maintenance per triwulan dilaksanakan berdasarkan pengalaman-pengalaman atau catatan-catatan sejarah mesin, yaitu kapan suatu mesin harus dirawat atau diperbaiki (Prawirosentono, 2000).

Menurut Walley (1987), kegiatan perawatan sulit untuk di ukur, ini dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Beranekaragamnya keterampilan yang digunakan, dibagian-bagian pabrik yang berbeda, pekerjaannya juga tidak sama.

2. Pekerjaannya tampak berulang.

3. Banyak tugas terdapat di tempat-tempat dan posisi yang jauh dari ideal. Kerja luar sering digunakan. Tugas perbaikan di tempat ini biasa berurusan dengan soal kebisingan dan kotor.

4. Penyeliaan langsung sering merupakan masalah. Banyak pekerjaan dilaksanakan pada waktu yang sama di berbagai bagian yang berbeda dalam pabrik, sehingga penyeliaan pun sulit dilaksanakan.

5. Tugas cenderung mempunyai kadar pekerjaan yang tidak menentu.

G. Biaya Pemeliharaan

Biasanya makin tinggi nilai pabrik, makin tinggi pula biaya perawatannya. Umur pabrik, keterampilan para operatornya, perlunya terus menjalankan pabrik tersebut memiliki peranan yang besar dalam menentukan pentingnya perawatan dan biaya yang dapat dibenarkan (Walley, 1987).

Biaya pemeliharaan preventif terdiri atas biaya-biaya yang timbul dari kegiatan pemeriksaan dan penyesuaian peralatan, penggantian atau perbaikan komponen-komponen, dan kehilangan waktu produksi yang diakibatkan kegiatan-kegiatan tersebut. Biaya pemeliharaan korektif adalah biaya-biaya yang timbul bila peralatan rusak atau tidak dapat beroperasi, yang meliputi kehilangan waktu


(18)

produksi, biaya pelaksanaan pemeliharaan, ataupun biaya penggantian peralatan (Handoko, 1987).

H. Produktivitas dan Efisiensi Pemeliharaan

Encyclopedia of Professional Management dalam Atmosoeprapto (2000)

menyebutkan bahwa produktivitas adalah suatu ukuran sejauh mana sumber-sumber daya digabungkan dan dipergunakan dengan baik untuk dapat mewujudkan hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Produktivitas dapat dijabarkan sebagai hasil-hasil penjumlahan atau merupakan fungsi dari efektivitas dan efisiensi.

Efektivitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran dapat dicapai, sedangkan efisiensi menggambarkan bagaimana sumber-sumber daya dikelola secara tepat dan benar. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas yang tinggi (Atmosoeprapto, 2000).

Dalam mencapai efektivitas pemeliharaan mesin dan seluruh fasilitas produksi secara optimum, maka Prawirosentono (2000) membagi kegiatan

maintenance menjadi lima kegiatan pokok, yaitu: 1) pemeliharaan mesin

(mechanical maintenance), 2) pemeliharaan jaringan listrik (electrical

maintenance), 3) pemeliharaan instrumen (instrument maintenance), 4) perawatan

pembangkit listrik (electric power maintenance), 5) bengkel pemeliharaan (workshop).

Siagian (2002) menyatakan bahwa prinsip efisiensi secara sederhana berarti menghindarkan segala bentuk pemborosan. Efisiensi mesin merupakan rasio antara keluaran aktual dan kapasitas efektif. Kapasitas efektif adalah keluaran maksimum yang dapat dihasilkan mesin pada kondisi nyata yang antara lain dipengaruhi oleh penjadwalan produksi, perawatan mesin, faktor kualitas, dan waktu istirahat operator. Keluaran aktual adalah laju keluaran yang benar-benar dicapai. Laju keluaran ini dipengaruhi oleh kerusakan mesin, adanya produk cacat, dan kekurangan bahan baku (Stevenson, 1996 dalam Fachrurrozi, 2002).

Masalah efisiensi dalam manajemen pemeliharaan lebih ditekankan pada aspek ekonomi dengan memperhatikan besarnya biaya yang terjadi, dan alternatif tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Di dalam persoalan ekonomis ini, perlu diadakan analisis perbandingan biaya antara masing-masing alternatif tindakan yang dapat diambil (Assauri, 2004).


(19)

REFERENSI

Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Atmosoeprapto, K. 2001. Produktifitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Corder, A.1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Erlangga. Jakarta.

Fachrurrozi. 2002. Studi Manajemen Pemeliharaan Mesin-Mesin Produksi di Industri Pengolahan Kayu PT. Inhutani Administratur Industri Bekasi, Jawa Barat. Bogor. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Handoko, T. H.1989. Manajemen. Edisi Kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Manullang, M. 2002. Dasar-Dasar Manajemen. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Patton, J. D. 1983. Preventive Maintenance. Instrument Society Of America. Publishers Creative Services Inc. New York.

Prawirosentono, S. 2000. Manajemen Operasi; Analisis dan Studi Kasus. Edisi Kedua. Bumi Aksara. Jakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1993. Manajemen Perusahaan; Suatu Pengantar. BPFE-Yogyakarta. Yograkarta.

Reksohadiprodjo, S. dan I. Gitosudarmo. 1992. Manajemen Produksi. BPFE-Yogyakarta. BPFE-Yogyakarta.

Siagian, S. P. 1998. Manajemen Abad 21. Bumi Aksara. Jakarta. Suharto. 1991. Manajemen Perawatan Mesin. Rineka Cipta. Jakarta.

The American Management Association, Inc. 1971. Modern Maintenance

Management. Bombay.

Walley, B. H. 1987. Manajemen Produksi; Pedoman Menghadapi Tantangan Meningkatkan Produktivitas. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.


(1)

1. Organisasi lini

Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi ini digunakan untuk organisasi yang masih kecil dengan jumlah karyawan sedikit dan produk yang dihasilkan tidak bervariasi. Pengetahuan dan keterampilan yang dituntut dari para anggotanya dalam rangka penyelesaian tugas pekerjaan belum spesifik serta masih dimungkinkan hubungan langsung antara pimpinan dengan bawahannya. 2. Organisasi lini dan staf

Organisasi tipe ini sering pula dikenal dengan istilah birokrasi mesin. Tipe ini cocok digunakan untuk organisasi besar yang memiliki jumlah karyawan banyak dengan produk yang dihasilkan bervariasi di mana para anggota organisasi sudah dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang spesialistik. Pada organisasi tipe lini dan staf ini telah terdapat stratifikasi dalam hubungan atasan dan bawahan.

3. Organisasi fungsional

Nama lain untuk tipe ini adalah birokrasi profesional atau teknokrasi. Penyebab timbulnya tipe ini adalah karena tuntutan tugas yang semakin spesialistik yang pada gilirannya memerlukan tenaga pelaksana yang memahani segi teknologikal penyelesaian pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ciri utama organisasi fungsional adalah kompleksitas yang tinggi disertai oleh standarisasi pekerjaan dengan pola penyebaran (desentralisasi) dalam pengambilan keputusan. Kekuatan tipe ini terletak pada tersedianya tenaga-tenaga berkemampuan teknologikal tinggi dalam pelaksanaan tugas berkat pendidikan dan pelatihan yang telah ditempuh dan memungkinkan mereka menampilkan kinerja yang memuaskan asal diberi kebebasan untuk bertindak.

4. Organisasi matriks

Organisasi tipe matriks merupakan penggabungan fungsi dan produk suatu organisasi. Keunggulan tipe ini ialah: 1) penempatan tenaga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang spesialistik dalam suatu unit kerja, 2) dimungkinkannya pemanfaatan bidang-bidang spesialisasi tertentu untuk kepentingan lintas produk, 3) mudah untuk melakukan koordinasi untuk kegiatan yang bersifat kompleks dan interdependen, dan 4) komunikasi lebih lancar. 5. Kepanitiaan atau adhokrasi.


(2)

Biasanya digunakan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Ciri utamanya adalah 1) struktur panitia tidak kompleks, 2) formalisasi rendah atau bahkan tidak ada, 3) pola pengambilan keputusan adalah desentralisasi, 4) diferensiasi horisontal tinggi, 5) tidak terdapat diferensiasi vertikal, 6) daya tanggap yang tinggi, dan 7) diisi oleh tenaga-tenaga yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus.

E. Tugas dan Kegiatan Pemeliharaan

Menurut Assauri (2004), semua tugas dan kegiatan pemeliharaan dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok, yaitu (1) inspeksi (inspection), (2) kegiatan teknik (engineering), (3) kegiatan produksi (production), (4) kegiatan administrasi (clerical work), dan (5) pemeliharaan bangunan (house

keeping).

1. Inspeksi (Inspection)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (routine schedule check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan membuat laporan hasil pengecekan dan pemeriksaan tersebut. Hasil laporan inspeksi harus memuat keadaan peralatan yang diinspeksi, sebab terjadinya kerusakan (bila ada), usaha perbaikan yang telah dilakukan, dan saran perbaikan atau penggantian yang diperlukan. Maksud dari kegiatan inspeksi ini adalah untuk mengetahui apakah pabrik selalu mempunyai peralatan/fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

2. Kegiatan Teknik (Engineering)

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan peralatan yang baru dibeli, pengembangan peralatan atau komponen yang perlu diganti, serta melakukan penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.

3. Kegiatan Produksi (Production)

Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan pekerjaan yang disarankan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan service dan pelumasan. Kegiatan produksi ini dimaksudkan agar kegiatan produksi dalam pabrik dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana. 4. Pekerjaan Administrasi (Clerical Work)


(3)

Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan administrasi kegiatan pemeliharaan yang menjamin adanya catatan-catatan mengenai kegiatan atau kejadian-kejadian yang penting dari bagian pemeliharaan.

5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)

Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.

F. Prosedur Pemeliharaan

Sebelum melakukan pemeliharaan terhadap aset atau fasilitas yang digunakan dalam produksi, sebaiknya terlebih dahulu telah disusun rencana akan hal-hal atau kegiatan apa saja yang akan dilakukan terhadap mesin tertentu. Corder (1992) memaparkan prosedur yang harus dilalui dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, antara lain:

1. Menentukan apa yang akan dipelihara. Hal ini meliputi pembuatan daftar sarana, penyusunan bahan-bahan yang menyangkut pembiayaan, karena ini merupakan aset fisik yang memerlukan pemeliharaan dan merupakan satu-satunya alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dalam meminta pengeluaran biaya.

2. Menentukan bagaimana aset atau sarana tersebut dipelihara. Membuat jadwal pemeliharaan bagi setiap mesin atau peralatan yang telah ditentukan. Sistem ini dapat dimulai dengan melakukan pemeliharaan terencana bagi beberapa mesin ‘kunci’ dan kemudian diikuti oleh mesin lain sampai tercapai tingkat pemeliharaan ekonomis yang optimum.

3. Setelah mempersiapkan jadwal pemeliharaan, selanjutnya adalah menyusun spesifikasi pekerjaan yang dihimpun dari jadwal pemeliharaan. Spesifikasi ini dipersiapkan terpisah untuk masing-masing kegiatan dan frekuensi pemeriksaan. 4. Membuat perencanaan mingguan. Rencana ini dibuat bersama-sama dengan

bagian produksi, biasanya dengan seksi perencanaan dan kemajuan produksi. Pengaturan pemberhentian pabrik untuk pemeriksaan pemeliharaan pencegahan terencana dan reparasi adalah persyaratan dasar yang mutlak.

5. Membuat dan mengisi blangko laporan pemerikasaan yang diikutkan bersama spesifikasi perkerjaan pemeliharaan. Setelah pemeliharaan selesai, blangko ini dikembalikan ke mandor pemeliharaan untuk diperikasa dan ditandatangan sebelum akhirnya dikembalikan ke kantor perencana pemeriksaan.


(4)

Untuk memudahkan pelaksanaan maintenance, maka kegiatan maintenace yang dilakukan berdasarkan pada Pemeliharaan Dengan Pesanan (Maintenance

Work Order atau Work Order System), Sistem Daftar Pengecekan (Check List System), dan Rencana Triwulan. Work Order System yaitu kegiatan maintenance

yang dilaksanakan berdasarkan pesanan dari bagian produksi maupun bagian-bagian lain. Check List System merupakan dasar atau schedule yang telah dibuat untuk melakukan kegiatan maintenance dengan cara pemeriksaan terhadap mesin secara berkala. Rencana kerja kegiatan maintenance per triwulan dilaksanakan berdasarkan pengalaman-pengalaman atau catatan-catatan sejarah mesin, yaitu kapan suatu mesin harus dirawat atau diperbaiki (Prawirosentono, 2000).

Menurut Walley (1987), kegiatan perawatan sulit untuk di ukur, ini dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Beranekaragamnya keterampilan yang digunakan, dibagian-bagian pabrik yang berbeda, pekerjaannya juga tidak sama.

2. Pekerjaannya tampak berulang.

3. Banyak tugas terdapat di tempat-tempat dan posisi yang jauh dari ideal. Kerja luar sering digunakan. Tugas perbaikan di tempat ini biasa berurusan dengan soal kebisingan dan kotor.

4. Penyeliaan langsung sering merupakan masalah. Banyak pekerjaan dilaksanakan pada waktu yang sama di berbagai bagian yang berbeda dalam pabrik, sehingga penyeliaan pun sulit dilaksanakan.

5. Tugas cenderung mempunyai kadar pekerjaan yang tidak menentu. G. Biaya Pemeliharaan

Biasanya makin tinggi nilai pabrik, makin tinggi pula biaya perawatannya. Umur pabrik, keterampilan para operatornya, perlunya terus menjalankan pabrik tersebut memiliki peranan yang besar dalam menentukan pentingnya perawatan dan biaya yang dapat dibenarkan (Walley, 1987).

Biaya pemeliharaan preventif terdiri atas biaya-biaya yang timbul dari kegiatan pemeriksaan dan penyesuaian peralatan, penggantian atau perbaikan komponen-komponen, dan kehilangan waktu produksi yang diakibatkan kegiatan-kegiatan tersebut. Biaya pemeliharaan korektif adalah biaya-biaya yang timbul bila peralatan rusak atau tidak dapat beroperasi, yang meliputi kehilangan waktu


(5)

produksi, biaya pelaksanaan pemeliharaan, ataupun biaya penggantian peralatan (Handoko, 1987).

H. Produktivitas dan Efisiensi Pemeliharaan

Encyclopedia of Professional Management dalam Atmosoeprapto (2000)

menyebutkan bahwa produktivitas adalah suatu ukuran sejauh mana sumber-sumber daya digabungkan dan dipergunakan dengan baik untuk dapat mewujudkan hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Produktivitas dapat dijabarkan sebagai hasil-hasil penjumlahan atau merupakan fungsi dari efektivitas dan efisiensi.

Efektivitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran dapat dicapai, sedangkan efisiensi menggambarkan bagaimana sumber-sumber daya dikelola secara tepat dan benar. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas yang tinggi (Atmosoeprapto, 2000).

Dalam mencapai efektivitas pemeliharaan mesin dan seluruh fasilitas produksi secara optimum, maka Prawirosentono (2000) membagi kegiatan

maintenance menjadi lima kegiatan pokok, yaitu: 1) pemeliharaan mesin

(mechanical maintenance), 2) pemeliharaan jaringan listrik (electrical

maintenance), 3) pemeliharaan instrumen (instrument maintenance), 4) perawatan

pembangkit listrik (electric power maintenance), 5) bengkel pemeliharaan (workshop).

Siagian (2002) menyatakan bahwa prinsip efisiensi secara sederhana berarti menghindarkan segala bentuk pemborosan. Efisiensi mesin merupakan rasio antara keluaran aktual dan kapasitas efektif. Kapasitas efektif adalah keluaran maksimum yang dapat dihasilkan mesin pada kondisi nyata yang antara lain dipengaruhi oleh penjadwalan produksi, perawatan mesin, faktor kualitas, dan waktu istirahat operator. Keluaran aktual adalah laju keluaran yang benar-benar dicapai. Laju keluaran ini dipengaruhi oleh kerusakan mesin, adanya produk cacat, dan kekurangan bahan baku (Stevenson, 1996 dalam Fachrurrozi, 2002).

Masalah efisiensi dalam manajemen pemeliharaan lebih ditekankan pada aspek ekonomi dengan memperhatikan besarnya biaya yang terjadi, dan alternatif tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Di dalam persoalan ekonomis ini, perlu diadakan analisis perbandingan biaya antara masing-masing alternatif tindakan yang dapat diambil (Assauri, 2004).


(6)

REFERENSI

Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Atmosoeprapto, K. 2001. Produktifitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Corder, A.1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Erlangga. Jakarta.

Fachrurrozi. 2002. Studi Manajemen Pemeliharaan Mesin-Mesin Produksi di Industri Pengolahan Kayu PT. Inhutani Administratur Industri Bekasi, Jawa Barat. Bogor. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Handoko, T. H.1989. Manajemen. Edisi Kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Manullang, M. 2002. Dasar-Dasar Manajemen. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Patton, J. D. 1983. Preventive Maintenance. Instrument Society Of America. Publishers Creative Services Inc. New York.

Prawirosentono, S. 2000. Manajemen Operasi; Analisis dan Studi Kasus. Edisi Kedua. Bumi Aksara. Jakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1993. Manajemen Perusahaan; Suatu Pengantar. BPFE-Yogyakarta. Yograkarta.

Reksohadiprodjo, S. dan I. Gitosudarmo. 1992. Manajemen Produksi. BPFE-Yogyakarta. BPFE-Yogyakarta.

Siagian, S. P. 1998. Manajemen Abad 21. Bumi Aksara. Jakarta. Suharto. 1991. Manajemen Perawatan Mesin. Rineka Cipta. Jakarta.

The American Management Association, Inc. 1971. Modern Maintenance

Management. Bombay.

Walley, B. H. 1987. Manajemen Produksi; Pedoman Menghadapi Tantangan Meningkatkan Produktivitas. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.