25
konsumsi pangan 1 X 24 jam, dan food frequency seminggu, sebulan, dan setahun. Menurut Sukandar et al. 2001, konsumsi pangan rumahtangga yang
diukur berdasarkan data frekuensi konsumsi pangan lebih menggambarkan pola konsumsi selama periode waktu tertentu, dimana terdapat kemungkinan rata-rata
konsumsi pangan rumahtangga pada hari-hari tertentu lebih rendah atau lebih
tinggi daripada rata-rata konsumsi pada hari-hari lainnya. Ketika pengumpulan
data konsumsi pangan dilakukan, petani sedang dalam kondisi dua minggu setelah panen.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi monografi desa dan kecamatan, curah hujan, zona agroklimat dan data-data lain yang menunjang penelitian. Data-
data tersebut diperoleh dari Kantor Desa Ciburuy, Kantor Kecamatan Cigombong, Dinas Pertanian Kehutanan Kabupaten Bogor, dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bogor .
Untuk lebih mendalami aspek-aspek kualitatif dari masalah dan tujuan penelitian, dilakukan penggalian informasi melalui wawancara secara mendalam
terhadap tokoh masyarakat, aparat desa, petugas lapangan dari instansi terkait. Penggalian informasi juga dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan.
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer SPSS 11.5 for Windows dan SAS 9 for Windows. Untuk melihat
hubungan antar variabel digunakan analisis korelasi dan untuk menentukan faktor- faktor determinan dari variabel-variabel bebas yang mempengaruhi ketahanan
pangan digunakan analisis regresi linear berganda. Persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = β
+ β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
+ β
5
X
5
+ β
6
X
6
+ β
7
X
7
+ β
8
X
8
+ β
9
X
9
+ b
10
X
10
+ Ε
Y = peubah tidak bebas ketahanan pangan yang diukur berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi
β
= koefisien regresi X
1
= peubah bebas pertama penguasaan lahan X
2
= peubah bebas kedua modal kerja
26
X
3
= peubah bebas ketiga kerjasama X
4
= peubah bebas keempat pendidikan formal kepala keluarga X
5
= peubah bebas kelima pendidikan non formal kepala keluarga X
6
= peubah bebas keenam tujuan penerapan pertanian organik X
7
= peubah bebas ketujuh pengelolaan limbah X
8
= peubah bebas kedelapan pengetahuan bertani secara organik X
9
= peubah bebas kesembilan produktivitas beras organik X
10
= peubah bebas kesepuluh pendapatan Ε
= galat
Pengkategorian peubah dilakukan dengan mengikuti ketentuan seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 3 Dasar pengkategorian peubah Peubah
Dasar pengkategorian Penguasaan lahan
Standar BPS Modal kerja
Distribusi nilai Kerjasama
Justifikasi Pendidikan formal kepala keluarga
Justifikasi Pendidikan non formal kepala keluarga
Justifikasi Tujuan penerapan pertanian organik
Justifikasi Pengelolaan limbah
Distribusi nilai Pengetahuan bertani secara organik
Justifikasi Produktivitas beras organik
Distribusi nilai Pendapatan
Bank Dunia Tingkat Kecukupan Energi
Standar Depkes Tingkat Ketahanan Pangan
Basal metabolism
3.5 Definisi Operasional Peubah Penelitian
− Luas penguasaan lahan diperoleh berdasarkan informasi dari responden
mengenai total luas lahan yang dikuasai dan diusahakan, baik berupa sawah, tegalan, atau pekarangan dalam satuan hektar. Sawah yang
dikuasai dan diusahakan petani dapat milik sendiri atau orang lain disewa atau disakap. Sawah milik sendiri pun dapat digarap sendiri
atau digarapkan. Untuk dapat menghitung lahan bukan milik sendiri
27
disetarakan dengan milik sendiri atau lahan digarapkan disetarakan dengan digarap sendiri, digunakan faktor penimbang pembobot seperti
yang dikemukakan Syamsuddin 1984, diacu dalam Baliwati 2001. Faktor penimbang tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk tanah garapan milik plus: Milik:
Sawah = 1
Tegalan = 23
Pekarangan = 13
Sewa sawah = 12
Sakap, tergantung besarnya bagi hasil, yaitu: Bagi dua maro = 12
Bagi tiga mertelu = 13 Untuk tanah bukan garapan sendiri milik minus:
Sawah milik yang disewakan = 12
Sawah milik yang disakapkan, tergantung besarnya bagi hasil, yaitu: Bagi dua maro
= 12 Bagi tiga mertelu
= 13 Untuk pengelompokannya dibuat ukuran interval dengan ketentuan: bagi
rumah tangga yang menguasai lahan kurang dari 0.5 hektar disebut petani guremlapisan bawah, jika menguasai 0.5 – 0.9 hektar disebut petani
sedanglapisan menengah, dan jika menguasai lebih atau sama dengan 1.0 hektar disebut petani kayalapisan atas.
− Modal kerja dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh sumberdaya yang
dimiliki petani yang digunakan untuk membiayai dan menyokong usahatani mulai dari persiapan hingga pasca panen. Modal kerja
dinyatakan dalam rupiah per hektar untuk satu musim tanam selama satu tahun terakhir.
− Kerjasama merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan petani dengan pihak-
pihak lain selama 1 satu tahun yang lalu guna mendapatkan sarana produksi, ilmu, dan jasa dalam lingkup pengelolaan usahatani padi
organik. Petani bekerjasama dengan mitra atas perannya sebagai
28
penyedia input bibit, pupuk organik, pestisida organik, air irigasi, tenaga kerja, modal kerja, pemberi ilmu mengenai tata cara mengelola tanah
hingga penanganan pasca panen, atau sebagai penyedia jasa, seperti pelabelan, sertifikasi, pema saran, dan promosi. Berdasarkan informasi
yang diberikan, maka responden dapat distrata berdasarkan tingkat keaktifannya.
− Pendidikan formal kepala keluarga adalah lama dan jenis pendidikan formal
yang diikuti kepala keluarga. Jenis pendidikan dikelompokkan menjadi tidak pernah sekolah, lulus SD, lulus SMTP atau lebih tinggi.
Pendidikan non formal kepala keluarga adalah macam-macam pelatihan
yang diikuti oleh kepala keluarga dalam satu tahun terakhir. Pelatihan yang dimaksudkan adalah jenis pelatihan yang berada dalam lingkup
pertanian organik, seperti pemilihan varietas, pembuatan pupuk dan pestisida organik, hingga penanganan pasca panennya.
− Tujuan penerapan pertanian organik merupakan gambaran dari harapan
petani penghasil beras organik selama dan setelah mengelola usaha taninya yang berbasis sistem pertanian organik.
− Pengelolaan limbah merupakan kegiatan yang dilakukan petani guna
menyokong pertanian organik yang sedang mereka kerjakan dengan cara mendekomposisikan limbah menjadi sumber pupuk organik. Menurut
Seymour 1997, kriteria sistem pertanian organik yang diberikan IFOAM setidaknya harus memenuhi enam prinsip standar; salah satunya
adalah mendayagunakan potensi lokal yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan-bahan baku
atau input dari sekitarnya. Dengan demikian, petani yang memanfaatkan limbah rumah tangganya sebagai pupuk organik berarti telah menyokong
prinsip-prinsip dalam bertani organik. −
Pengetahuan bertani secara organik menunjukkan tingkat penguasaan kepala keluarga terhadap ketentuan-ketentuan dalam mengelola pertanian
organik sehingga menghasilkan beras yang diakui sebagai produk pangan organik. Pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan persiapan lahan,
pengelolaan kesuburan tanah, pengelolaan hama dan penyakit,
29
pemakaian benih, dan penanganan pasca panen, termasuk pelabelan dan pengakuan.
− Produksi beras organik merupakan produksi beras organik selama satu tahun
dalam satuan kuintal. −
Pendapatan rumah tangga merupakan jumlah pendapatan rumah tangga untuk jangka waktu satu tahun dalam satuan rupiah. Pendapatan rumah tangga
diperhitungkan berdasarkan perolehan dari tanaman pangan, ternak, berburuh tani, dan selain dari berburuh tani termasuk transfer uang.
−
Tingkat konsumsi pangan rumah tangga adalah jumlah makanan yang
dikonsumsi anggota rumah tangga dalam satu hari agar mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Yang diukur adalah tingkat konsumsi
energi yang diperoleh dari kuesioner frekuensi pangan yang telah dikonversi menjadi energi yang diko nsumsi dalam satu hari. Tingat
Konsumsi Energi TKE dihitung dengan rumus:
TKE = Konsumsi Energi
X 100 Kecukupan Energi
− Ketahanan pangan rumah tangga merupakan penilaian atau evaluasi terhadap
situasi ketahanan pangan rumah tangga petani. Indikator yang digunakan untuk mengukur ketahanan pangan rumah tangga adalah tingkat
kecukupan konsumsi energi TKE. Suatu rumah tangga disebut tahan pangan jika tingkat kecukupan energi = 70, dan jika 70 disebut
tidak tahan pangan. Cut-off point sebesar 70 didasarkan pada Angka Kecukupan Energi AKE yaitu sebesar 1.4 Basal Metabolism Rate
BMR yang merupakan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari Zeitlin Brown 1990, diacu dalam Baliwati 2001.
− Luas penguasaan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal merupakan
penguasaan lahan oleh rumah tangga petani yang luasnya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal. Oleh karena pada
kenyataannya kebutuhan hidup manusia tidak hanya makan maka kebutuhan hidup minimal di sini sudah termasuk kebutuhan hidup
30
lainnya. Untuk menghitung luas lahan yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan hidup minimal tersebut diasumsikan bahwa seluruh hasil
panen beras organik digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal, yaitu sebesar Rp 10.000,00 per orang per hari
− Luas penguasaan lahan untuk memenuhi rata-rata kecukupan energi
merupakan penguasaan lahan oleh rumah tangga petani yang luasnya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rata-rata kecukupan energi
penduduk Indonesia sebesar 2.000 kkal. Dengan memperhitungkan rata- rata tingkat produksi, maka dapat ditentukan luas lahan yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan rata-rata kecukupan energi tersebut. Konsumsi Beras Rumah tangga
Luas lahan keluarga = Produksivitas Beras Rumah tangga
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian