KERANGKA TEORITIS Communication model BMT with farmer in two type different villages in Ciamis and Bantul

BAB II KERANGKA TEORITIS

Tinjauan Pustaka Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini berkenaan dengan situasi dan kondisi subyektif yang dialami sendiri oleh petani ketika akan mendapatkan pembiayaan syariah melalui BMT. Pada penelitian objektif –kuantitatif, teori digunakan sebagai landasan penelitian yang penting karena teori tersebut harus diuji oleh penelitinya sehingga teori tersebut akan terus menempel peneliti sampai akhir penelitian. Sedangkan pada penelitian interpretif-kualitatif subyektif teori hanya digunakan sebagai arahan bagi peneliti. Pada penelitian ini teori digunakan sebagai pedoman atau arahan untuk mengungkapkan fenomena agar lebih fokus. Selanjutnya dikembangkan konsep-konsep yang sejalan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kerangka berfikir yang diuraikan dalam penelitian ini menjelaskan keterkaitan satu dengan yang lainnya. Kerangka pemikiran dibangun untuk menjelaskan mengenai fenomena proses komunikasi dalam masyarakat petani terkait dengan BMT sebagai bagian dari struktur dan lapisan masyarakat. Sedangkan wujud komunikasi yang terjadi ditentukan oleh 1 pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi komunikator dan komunikannya; 2 cara yang ditempuh; 3 kepentingan dan tujuan komunikasi; 4 ruang lingkup yang melakukannya; 5 saluran yang digunakan; dan 6 isi pesan yang disampaikan. Proses komunikasi dalam masyarakat dapat berupa komunikasi tatap muka yang terjadi pada proses komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, bahkan komunikasi yang terjadi dalam komunikasi massa. Perilaku petani berinteraksi dengan Baitul Maal Wat Tamwil BMT syariah guna mendapatkan pembiayaan ini merupakan fenomena sosial. Petani berinteraksi melakukan komunikasi baik dengan dirinya sendiri maupun dalam masyarakatnya dan BMT. Manusia Melakukan Tindakan Sosial Fenomena sosial perilaku petani merupakan perilaku sosial, yang oleh Weber disebut sebagai tindakan sosial. Max Weber Ritzer, 2008 merupakan perintis Sosiologi yang lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864, berasal dari keluarga kelas menengah dan meninggal tahun 1920. Max Weber memberikan pengaruh besar pada lahirnya pemahaman mengenai keterkaitan antara etika protestan dan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Weber tampil dengan menawarkan pendekatan terhadap kehidupan sosial yang jauh lebih bervariasi ketimbang Marx. Marx lebih banyak memasuki ranah kajian ekonomi sedangkan Weber lebih tertarik pada berbagaia spek fenomena sosial. K onsep Weber mengenai “tindakan sosial” ini telah memberikan arahan bagi perkembangan teori sosiologi yang membahas mengenai interaksi sosial. Weber 2007 menyatakan : By action in this definition is meant human behavior when and to the extent that the agents or agents see it as subjectively meaningful : the behavior may be either internal or external, and may consist in the age nt’s doing something, omitting to do something, or having something done to him. By sosial, action is meant an action in which the meaning intended by the agent or agents involves a relation to another person’s behavior and in which that relation determines the way in which the action proceeds. Weber membedakan tindakan sosial dari tingkah laku pada umumnya dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna subyektif untuk orang-orang yang bersangkutan. Tindakan sosial merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar kesamaan diantara tingkah laku banyak orang tingkah laku massa, walaupun tidak perlu mengandung kesadaran timbal balik karena satu orang bisa bertingkah laku dengan sadar menuju orang lain tanpa yang lainnya itu sadar akan fakta ini. Selanjutnya menurut Weber 2007 ada banyak kelompok dalam masyarakat, didalamnya terdapat 3 macam keteraturan yang mengikat orang dengan sesamanya, yaitu ekonomi, politik, dan kebudayaan. Masing-masing tatanan ini mempengaruhi perilaku manusia dengan hasil yang tidak sama untuk semua orang. Jadi pada kenyataannya masyarakat terdiri dari institusi-institusi yang tunduk pada keteraturan ekonomi, politik dan kebudayaan. Lebih lanjut, Weber 2007 mengemukakan tindakan sosial memiliki makna-makna. Ada dua pertanyaan mendasar yang dikemukakan Weber mengenai berbagai makna yang merupakan hal yang penting, yaitu : pertama, seseorang haruslah menyadari tentang fakta bahwa perilaku bermakna samar dalam bentuk-bentuk yang tidak bermakna. Banyak perilaku tradisional begitu biasa seakan-akan hampir tidak bermakna. Disisi lain, banyak pengalaman magis tampak begitu sulit untuk dikomunikasikan. Weber memandang bahwa penggunaan empatik simpatik dengan verstehen sekedar kebutuhan sekunder. Prosedur Weber yang sesungguhnya terutama berisi konstruksi tipologi-tipologi perilaku lembaga pengkajian komparatif atas dasar berbagai tipologi. Pernyataan Kedua, Hakikat kausal dari makna : sejauhmana makna menjadi kausa perilaku? Seseorang harus menyadari keberadaan rentang pengalaman ilmu makna dapat tampil secara beragam. Sesuatu fakta tidaklah memiliki makna akan tetapi penting untuk menjelaskan aksi menyangkut berbagai fenomena psikologis seperti kelesuan, kebiasaan, kegembiraan, dan sebagainya. Kajian mengenai perilaku manusia menunjukan bahwa makna hanyalah satu dari elemen kausa aksi. Makna merupakan suatu hubungan yang terasa secara sadar antara cara-cara dan tujuan-tujuan. Berbagai makna dapat diorganisasikan dengan sejumlah cara, dengan efisiensi menetapkan keunggulan tujuan dan cara yang benar menurut agama, dengan munculnya emosi, penetapan tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan. The meaning to which we refer may be either a meaning actually intended by an individual agent on a particular historical occasion or by a number of agents on an approximate average in a given set a cases, or b the meaning attributed to the agents, as types, in a pure type constructed in the abstract. In the neither case is the meaning to be throught of as somehow objectively correct or true by some metaphysical criterion. This is the different between the empirical sciences of action, such as sociology and history, and any kind a priori discipline Weber, 2007:7. Not every kind of human contact is sosial in character : it is only sosial when one’s person behavior is related in its meaning to the behavior of other people. Sosial action in not to be identified either a with several people acting in a similar way together, or b with one person’s acting under the influence of the behavior of others. It is a familiar fact that an individual who finds himself in the midst of a crowd gathered together in the same place will be strongly influenced in his action by that fact. Behaviour which is traditional in a strong sense lies, like purely reactive imitation, directly on and often beyond, the boundary marking out the are of what can in general be called meaningful action. Weber, 2007 Seorang manusia tidaklah pasif menghadapi dunia sosialnya, ia akan melakukan tindakan sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Weber bahwa manusia itu melakukan tindakan sosial dengan proses berfikir. Ia mengatakan, “masyarakat adalah suatu entitas aktif yang terdiri dari orang-orang yang berfikir dan melakukan tindakan-tindakan sosial yang bermakna ” Mulyana, 2008. Bagi Weber jelas bahwa tindakan sosial pada dasarnya bermakna, karena melibatkan penafsiran, berfikir dan kesengajaan. Tindakan sosial baginya adalah tindakan yang disengaja bagi orang lain dan sang aktor sosial sendiri. Sang aktor memiliki pikiran-pikiran yang aktif saling menafsirkan perilaku orang lainnya, saling berkomunikasi dan mengendalikan perilaku dirinya masing-masing sesuai dengan maksud dan tujuan komunikasinya. Tindakan sosial merupakan tindakan atau perilaku subyektif yang bermakna yang melalui proses berfikir dan ditujukan untuk mempengaruhi atau berorientasi kepada khalayaknya atau perilaku orang lain. Pada penelitian ini, petani sebagai aktor sosial melakukan tindakan-tindakan komunikasi agar dipercaya mendapatkan pembiayaan kredit dari BMT. Petani aktif memaknai lingkungan sosial masyarakat –nya secara subyektif. Petani melakukan tindakan-tindakan yang tidak saja bermakna bagi dirinya sendiri tapi juga bermakna bagi BMT bahkan bagi masyarakatnya. Fenomenologi dan Petani Sebagai Aktor Sosial dan Subyektif Asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh Weber mengenai tindakan sosial di atas dikembangkan oleh Alfred Schutz, seorang sosiolog kelahiran Wina Austria, tahun 1899 Ritzer, 2008. Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain sementara mereka hidup dalam kesadaran mereka sendiri. Schutz juga menggunakan perspektif subjektifitas dalam memahami kehidupan lebih sosial, terutama mengenai ciri sosial pengetahuan. Banyak pemikiran Schutz yang dipusatkan pada satu aspek dunia sosial yang disebut kehidupan dunia life-world atau dunia kehidupan sehari-hari. Inilah yang dimaksud schutz sebagai dunia intersubjektif. Orang dalam dunia intersubjektif ini menciptakan realitas sosial dan dipaksa oleh kehidupan sosial yang telah ada dan struktur kultural ciptaan leluhur mereka. Dunia kehidupan itu banyak aspek kolektifnya, tetapi juga ada aspek pribadinya yang dapat diungkap melalui biografi. Schutz membedakan dunia kehidupan antara hubungan tatap muka yang akrab relasi kami dan hubungan interpersonal dan renggang relasi mereka. Hubungan tatap muka yang akrab sangat penting dalam kehidupan dunia yang dilandasi oleh kesadaran, makna, dan motif tindakan individual. Secara keseluruhan, Schutz memusatkan perhatian pada hubungan dialektika antara cara individu membangun realitas sosial dan realitas kultural yang mereka warisi dari para pendahulu mereka dalam dunia sosial. Pemikiran Schutz ini dalam ilmu sosial dikenal sebagai studi fenomenologis. Studi ini merupakan hasil pemikiran Schutz yang berangkat dari pemikiran Weber dan kritikannya terhadap fenomenologi Edmund Husserl. Husserl mengemukakan bahwa aktivitas kesadaran melibatkan kemampuan manusia mempersepsi suatu objek, sedangkan Shutz lebih menekankan pada kesadaran intersubjektif kehidupan manusia sehari-hari. Schutz setuju dengan pemikiran Weber tentang pengalaman dan tindakan sosial manusia dalam kehidupannya sehari-hari sebagai realitas yang bermakna secara sosial. Schutz menyebut manusia yang berperilaku tersebut sebagai “aktor”. Ketika seseorang mendengar dan melihat apa yang dikatakan atau diperbuat aktor, dia akan memahami makna dari tindakan sosial tersebut, dan dunia sosial seperti itu disebut sebagai sebuah ‘realitas interpretif’. Fenomenologi Schutz ini digunakan untuk mengupas dan memahami bagaimana suatu tindakan sosial manusia yang diperoleh dari pengalaman subyektif dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan sosial ini dilihat dari bagaimana manusia berkomunikasi berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami sendiri sebagai sesuatu yang bermakna dan membentuk gambaran mengenai dunia keseharian intersubjektif. Menurut Schutz Mulyana, 2008 orang-orang begitu saja menerima bahwa dunia keseharian itu eksis dan orang lain berbagi pemahaman atas segala hal yang ada di dunia ini. Lebih dari itu, orang-orang merujuk pada obyek dan tindakan dengan mengasumsikan bahwa mereka berbagi perspektif dengan orang lain. Setiap fenomenologis, yakni konteks ruang, waktu dan historis yang secara unik menempatkan individu, memiliki pengetahuan mengenai hal tersebut stock of knowledge yang terdiri dari semua fakta, kepercayaan, keinginan, prasangka dan aturan yang dipelajari dari pengalaman pribadi dan pengetahuan siap pakai yang tersedia di dunia sejak lahir. Kategori pengetahuan menurut pandangan Schutz, yang pertama bersifat pribadi dan unik ketika berinteraksi tatap muka dengan orang lain. Kategori pengetahuan yang kedua adalah berbagai pengkhasan typication yang telah terbentuk dan dianut semua anggota suatu budaya, terdiri dari mitos, pengetahuan, budaya, dan akal sehat common sense. Berdasarkan hal itu, intersubjektivitas berlangsung dalam berbagai macam hubungan dengan orang lain, termasuk orang-orang dekat yang berbagi ruang dan waktu dalam komunikasi tatap muka, yang hidup sejaman tetapi tidak dikenal pembaca, pendengar atau pemirsa lain yang belum pernah ditemui, mereka yang telah mendahului sebelum dilahirkan, dan mereka yang akan datang setelah mati. Pengetahuan mengenai diri berubah ketika masuk dan keluar dari hubungan dengan orang lain. Shutz mengatakan, para aktor sosial menafsirkan sifat realitas yang relevan dengan kepentingan mereka, dan realitas menjadi fungsi struktur relevansi mereka mengenai dunia sosial. Tugas utama analisis fenomenologis adalah mengkonstruksikan dunia kehidupan manusia sebenarnya dalam bentuk yang mereka alami sendiri. Realitas dunia tersebut bersifat intersubjektif dalam arti anggota masyarakat berbagi persepsi dasar mengenai dunia yang diinternalisasikan melalui sosialisasi dan memungkinkan melakukan interaksi atau komunikasi. Menurut pemikiran Schutz Kuswarno, 2009, aktor memiliki dua motif, yaitu : motif yang berorientasi ke depan in order motive; dan motif berorientasi ke masa lalu because motive. Motif-motif tersebut akan menentukan penilaian terhadap dirinya sendiri dalam statusnya sebagai aktor. Menurut Scott dan Lyman, mungkin saja mereka tidak merasa sebagai aktor dengan mengajukan pembelaan diri dengan mengemukakan alasan tertentu atau bahkan mungkin secara jujur dan penuh percaya diri menyatakan ke-aktor-annya melalui pembenaran justifications. Berdasarkan uraian di atas, dalam konteks fenomenologis, petani adalah aktor yang melakukan tindakan komunikasi sosial mendapatkan pembiayaan kredit bersama aktor lainnya sehingga memiliki kesamaan dan kebersamaan dalam ikatan makna intersubjektif. Para aktor juga memiliki historitas dan dapat dilihat dalam bentuk yang alami. Kesadaran terhadap pengalaman-pengalaman intersubjektif ketika berinteraksi dan berkomunikasi memberikan skema pengetahuan bagi dirinya. Skema yang terbentuk ini seakan menjadi pedoman motif komunikasi yang menentukan si aktor mengambil tindakan-tindakan komunikasi yang dilakukannya agar mendapatkan pembiayaan kredit dari BMT. Konstruksi Realitas Sosial Petani Manusia pada hakikatnya manusia melakukan komunikasi. Selama manusia itu melakukan komunikasi akan selalu berhubungan dengan kegiatan mengkonstuksikan makna. Kemampuan manusia dalam mengkonstruksikan makna akan mendasarinya untuk melakukan tindakan sosial, yang akhirnya akan mengkonstruksikan realitas sosialnya. Guba dan Lincoln seperti yang dikutip oleh Patton 2002 mengungkapkan gagasan konstruktivis, yaitu : Constructivist begin with the premise that the human world is different from natural, physical world....... Because human being have evolved the capacity to interpret and construct reality, the world of human perception is not real an absolute sense, as the sun is real, but it is “made up” and shaped... Constructivist study multiple realities constructed by people and the implications of those constructions for their lives and interactions with others . Konstruktivis memiliki gagasan yang berawal dari premis bahwa dunia ini berbeda dengan alamiahnya karena manusia membangun dan membentuknya berdasarkan interpretasinya sendiri. Studi konstruktivis memandang bahwa realitas ini sangatlah beragam karena masing-masing individu memiliki pengalaman dan pandangannya sendiri-sendiri, akibatnya implikasi tindakan yang terlihat pun berbeda-beda. Denzin dan Lincoln 2000 mengemukakan dalam konstruktivis ada asumsi A paradigm encompasses three elements : epistemology, ontology, dan methodology, tetapi sejumlah pakar lain secara implisit ataupun eksplisit menilai sebuah paradigma juga memuat elemen axiology Littlejohn, 1999. Lebih jauh Denzin dan Lincoln 2000 menjelaskan secara rinci dalam asumsi-asumsi konstruktivis menurut ontologis, bahwa realitas merupakan konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Menurut epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Secara aksiologis, nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tidak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant , fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitiannya pada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. Secara metodologis, reflektifdialektif pada paradigma konstruktivis menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti dengan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif seperti partisipan observer. Kriteria kualitas penelitian adalah pada authenticity dan reflectivity, yaitu sejauhmana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial. Konstruktivisme dapat dikatakan sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya. Individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya berdasarkan pada struktur pengetahuannya yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti inilah yang disebut oleh Berger dan Luckmann sebagai konstruksi sosial. Konstruksi realitas sosial ini lebih dikenal sebagaimana yang dikemukakan oleh Peter Beger yang juga mahasiswa dari Shutz Kuswarno, 2009. Berger dan Luckmann mampu mengembangkan model teoritis lain mengenai bagaimana dunia sosial terbentuk. Dia menganggap realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunis sosial tergantung pada manusia yang menjadi subyeknya. Realitas sosial secara objektif memang ada, tetapi maknanya berasal dari dan oleh hubungan subyektif individu dengan dunia obyektif suatu perspektif interaksionis simbolik. Berger dan Luckmann 1990 menuangkan pemikirannya dalam buku ‘The Sosial Construction of Reality ’ yang menyebutkan bahwa seseorang hidup dalam kehidupannya mengembangkan suatu perilaku yang repetitif, yang disebut ‘kebiasaan’ habits. Kebiasaan ini memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara otomatis. Kebiasaan seseorang ini juga berguna bagi orang lain. Situasi komunikasi interpersonal, para partisipan aktor saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain dan dengan cara seperti ini semua partisipan dapat mengantisipasi dan menggantungkan diri pada kebiasaan orang lain tersebut. Berger dan Luckmann 1990 memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pengalaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan being yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata real dan memiliki karakteristik yang spesifik. Institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataannya semua dibangun dalam definsi subjektif melalui proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya Berger Luckmann, 1990. Intinya Berger dan Luckmann mengatakan, di sini terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Frans M. Parera dalam Berger dan Luckmann 1990 menjelaskan tugas pokok sosiologi pengetahuan adalah menjelaskan dialektika antara diri self dengan dunia sosiokultural. Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen simultan : 1 eksternalisasi penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia; 2 Obyektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi; sedangkan 3 internalisasi, yaitu proses yang mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Parera menambahkan, tiga momen dialektika ini memunculkan suatu proses konstruksi sosial yang dilihat dari segi asal mulanya merupakan hasil cipta manusia, yaitu buatan interaksi intersubyektif. Realitas sosial yang dialami setiap individu sepanjang kehidupannya berbeda-beda karena pengalaman yang pernah dialaminya berbeda-beda. Kesadaran setiap orang terhadap pengalaman kesadaran orang lain dalam dunia sosial ini tergantung pada bagaimana kadar pengalaman intersubyektif, kedekatan dan intensitasnya. Sebuah wilayah penandaan signifikansi menjembatani wilayah-wilayah kenyataan, dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol dan modus linguistik, dengan apa transendensi seperti itu dicapai, dapat juga dinamakan bahasa simbol. Pada tingkat simbolisme, siginifikansi linguistik terlepas secara maksimal dari “disini dan sekarang” dalam kehidupan sehari-hari Berger Luckmann, 1990. Bahasa memegang peranan penting dalam objektivasi terhadap tanda-tanda. Bahasa dapat mendirikan bangunan-bangunan representasi simbolis yang sangat besar, yang tampak menjulang tinggi di atas kenyataan kehidupan sehari-hari. Agama, filsafat, kesenian dan ilmu pengetahuan, secara historis merupakan sistem-sistem simbol paling penting semacam ini. Bahasa menurut Berger dan Luckmann 1990 merupakan alat simbolis untuk melakukan signifikansi, dimana logika ditambahkan secara mendasar kepada dunia sosial yang diobjektivasi. Bangunan legitimasi disusun di atas bahasa dan menggunakan bahasa sebagai instrumen utama. “Logika” yang dengan cara tersebut, diberikan kepada tatanan kelembagaan, merupakan bagian dari cadangan pengetahuan masyarakat sosial stock of knowledge dan diterima sebagai sesuatu yang sewajarnya. Ketika manusia memaknai realitas sosial, manusia berusaha untuk mengelaborasi stock of knowledge terbaru yang dimilikinya dengan situasi dan kondisi dihadapannya. Motif-motif yang dimiliki manusia untuk melihat dan berorientasi untuk melakukan suatu tindakan terutama tindakan komunikasi. Motif ini berorientasi pada masa depan dan merujuk kepada pengalaman masa lalu. Penelitian ini mengikuti pemikiran Berber dan Luckmann, dapat dijelaskan bahwa perilaku petani untuk mendapat pembiayaan kredit dari BMT merupakan suatu tindakan sosial. Oleh karena itu akan muncul perilaku kekhasan mereka berdasarkan interaksi mereka melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Para aktor ini dapat mengembangkan suatu ikatan secara psikologis dan sosial dalam suatu kelompok atau institusi. Para petani melalui kelompoknya kelompok tani, berperilaku sesuai dengan peran yang dimainkannya, dan oleh karenanya mereka dapat mengembangkan aturan-aturan rules. Aturan ini terbentuk dari perilaku dan harapan-harapannya berdasarkan motif-motif yang dimiliki dan merujuk pada stock of knowledge -nya. Berdasarkan pola-pola tersebut akan terbentuk konstruksi sosial petani. Petani dalam Konsep Interaksi Simbolik Teori interaksi simbolik ini dikembangkan oleh George Herbert Mead 1863-1931 yang lahir di South Hadley, Massachusetts, 27 Februari 1863 dan meninggal 26 April 1931Ritzer, 2008. Mead adalah pemikir yang sangat penting dalam sejarah interaksionisme simbolik dengan bukunya yang berjudul Mind, Self and Society 1934. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik mengandung dasar pemikiran yang sama dengan teori tindakan sosial tentang “makna subyektif” dari perilaku manusia, proses sosial dan pragmatismenya. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka Mulyana, 2008. Herbert Blumer sebagai murid Mead banyak dipengaruhi oleh Mead dalam berbagai gagasan psikologi sosialnya mengenai teori interaksi simbolik, terutama aspek subjektif manusia dalam kehidupan sosial. Teori Interaksi simbolik yang dimaksud Blumer bertumpu pada tiga premis utama, yaitu : 1 Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka; 2 Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain; 3 Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung Soeprapto, 2002; Kuswarno, 2009. Premis di atas dapat dijelaskan, bahwa teori ini merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor secara langsung maupun tidak selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karena itu, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain. Menurut Blumer, pada konteks itu aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi dimana dan kemana arah tindakannya. Blumer mengatakan bahwa individu bukan dikelilingi oleh lingkungan obyek-obyek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Gambaran yang benar adalah dialah yang membentuk obyek-obyek itu. Mulyana 2008 mengelaborasi premis Blumer bahwa pertama, individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk obyek fisik benda, obyek sosial perilaku manusia berdasarkan makna yang terkandung dalam komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respons mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Individulah yang dianggap aktif untuk menentukan lingkungan mereka. Kedua , makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa namun juga gagasan yang abstrak. Ketiga , makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Individu mengantisipasi reaksi orang lain, mencari alternatif-alternatif ucapan atau tindakan yang akan ia lakukan dan membayangkan bagaimana orang lain akan merespon ucapan atau tindakan mereka. Beberapa tokoh interaksionisme simbolik Blumer, Manis dan Meltzer, Rose, Snow mencoba mengungkapkan prinsip dasar teori ini Ritzer, 2008, sebagai berikut : 1. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berfikir. 2. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. 3. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berfikir mereka yang khusus itu. 4. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi. 5. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. 6. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan itu. 7. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat. Interaksi simbolik berasumsi bahwa manusia dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol. Sebuah makna dipelajari melalui interaksi diantara orang-orang, dan makna tersebut muncul karena adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok sosial. Pada sisi lain, interaksi simbolik memandang bahwa seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan oleh adanya interaksi diantara orang-orang. Selain itu tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampau saja, melainkan juga dilakukan dengan sengaja. Konteks komunikasi interpersonal, interaksi simbolik menjelaskan bahwa pikiran terdiri dari sebuah percakapan internal yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain. Sementara itu tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi. Seseorang tidak dapat memahami pengalaman orang lain dengan hanya mengamati tingkah lakunya belaka. Pemahaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui secara pasti. Komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna merupakan suatu aktivitas yang khas antara manusia. Seseorang akan menjadi manusia hanya melalui interaksi dengan sesamanya karena ia sebagai mahluk sosial. Interaksi yang terjadi antara manusia akan membentuk masyarakat. Manusia secara aktif membentuk perilakunya sendiri. Kesadaran dan pikirannya akan melibatkan interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Studi atau penelitian tentang perilaku manusia berdasarkan perspektif interaksi simbolik ini membutuhkan pemahaman tentang tindakan tersembunyi manusia itu sendiri, bukan sekedar tindakan luar yang terlihat. Menurut interaksi simbolik, dalam memahami makna, simbol, serta tindakan yang tersembunyi memerlukan metode penelitian kualitatif. Sifat dan kondisi alamiah dari subyek yang diteliti, misalnya dengan memberikan mereka kesempatan atau membiarkan mereka berbicara atau berperilaku apa adanya sebagaimana yang mereka kehendaki akan memungkinkan munculnya perilaku tersembunyi ini Kuswarno, 2009. Pemikiran interaksi simbolik ini menjadi dasar untuk menjelaskan bagaimana makna atas simbol-simbol petani pahami dan pikirkan menentukan tindakan mereka. Makna atas simbol yang petani pahami akan semakin jelas dikarenakan interaksi sesama petani atau antara petani dengan individu atau kelompok lainnya atau BMT. Simbol-simbol yang diciptakan, dipikirkan dan dipahami mereka merupakan bahasa yang mengikat aktivitas diantara mereka dan dengan luar kelompok mereka. Bahasa tersebut akan membentuk perilaku komunikasi yang khas di kalangan petani. Berkaitan dengan bagaimana menafsirkan simbol-simbol dalam proses berfikir tersebut, terdapat proses penciptaan makna, yaitu : 1 Hakikat Berpikir Setiap manusia ketika berinteraksi akan menafsirkan setiap tindakan verbal dan nonverbal. Tindakan verbal berupa kata-kata, ujaran dan ucapan. Sedangkan tindakan nonverbal meliputi semua gerak-gerikan atau tingkah laku manusia yang memiliki makna. Asumsi penting bahwa manusia memiliki kapasitas untuk berpikir membedakan antara interaksionisme simbolik dari akar behaviorismenya. Asumsi ini juga menjadi dasar bagi semua teori yang berorientasi pada interaksionisme simbolik. Menurut Ritzer 2008 “Individu dalam masyarakat tidak dilihat sebagai unit yang dimotivasi oleh kekuatan eksternal atau internal di luar kontrol mereka atau di dalam kekurangan suatu struktur yang kurang lebih tetap. Mereka lebih dipandang sebagai cerminan atau unit-unit yang saling berinteraksi yang terdiri dari unit-unit ke masyarakatan”. Kemampuan berpikir yang dimiliki manusia ini memungkinkan mereka untuk bertindak dengan pemikirannya, daripada berperilaku tanpa didasari pemikiran. Pikiran yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak diketemukan di dalam diri individu; pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Seperti kata Mead : “Kemampuan menemukan makna ini dan menunjukannya kepada orang lain dan kepada organisme adalah suatu kemampuan yang memberikan kekuatan unik kepada manusia. Kendali ini dimungkinkan oleh bahasa. Mekanisme kendali atas makna dalam arti inilah yang merupakan, menurut saya, apa yang kita sebut “pikiran”Mulyana, 2008. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah dan fungsi pikiranlah untuk mencoba menyelesaikan masalah dan memungkinkan orang beroperasi lebih efektif dalam kehidupan. Menurut teori interaksionisme simbolik, pikiran mensyaratkan adanya masyarakat. Masyarakat harus lebih dulu ada sebelum adanya pikiran. Pikiran adalah bagian integral dari proses sosial. Petani sebagai aktor sosial memiliki kemampuan berpikir. Kemampuannya ini adalah percakapan di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini mendapatkan pembiayaan kredit melalui BMT. Pikirannya ini bukan hanya sebagai sebuah respons dari dunianya tetapi juga respons yang memungkinkan ia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. 2 Hakikat Diri Banyak pemikiran Mead khususnya pikiran melibatkan gagasannya mengenai konsep diri. Inti da ri teori interaksi simbolik adalah teori tentang ‘diri’ Self dari George Herbert Mead. Ia menganggap bahwa konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain Mulyana, 2008. Mead Ritzer, 2008:285 mengidentifikasikan dua aspek atau fase diri, yang ia namakan “I” dan “Me”. Mead menyatakan, “Diri pada dasarnya adalah proses sosial yang berlangsung dalam dua fase yang dapat dibedakan”. “I” dan “Me” adalah proses yang terjadi di dalam proses diri yang lebih luas, keduanya bukanlah sesuatu things. Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subyek maupun obyek. Diri mensyaratkan proses sosial, yaitu : komunikasi antar manusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas hubungan sosial. Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran, artinya di satu pihak Mead mengatakan tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Mead menyatakan : “diri adalah dimana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku dimana individu menjadi objek untuk di rinya sendiri” Ritzer, 2008. Diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh dimana individu adalah bagiannya. Konsep “I” dan “Me” dari Mead ini adalah tanggapan spontan individu terhadap orang lain, yang merupakan aspek kreatif yang tidak dapat diperhitungkan dan tidak teramalkan dari diri. Konsep “I” atau saya merupakan bagian yang aktif dari diri yang melakukan tindakan yang seringkali sulit untuk dir amalkan. Sementara konsep “Me” atau aku merupakan wujud diri tentang konsep nilai atau norma yang mengatur, memberi arah dan mengendalikan konsep “I” di dalam diri seseorang. Mead Ritzer, 2008 sangat menekankan konsep “I” karena empat alasan, Pertama, “I” adalah sumber sesuatu yang baru dalam proses sosial. Kedua , Mead yakin, didalam “I” itulah nilai terpenting kita tempatkan. Ketiga , “I” merupakan sesuatu yang kita semua mencari perwujudan diri. “I”-lah yang memungkinkan kita mengembangkan kepribadian definitif. Keempat , Mead melihat suatu proses evolusioner dalam sejarah dimana manusia dalam masyarakat primitif lebih didominasi oleh “Me”, sedangkan dalam masyarakat modern konsep “I” yang lebih dominan. Pandangan Mead tentang diri terletak pada “pengambilan peran orang lain” taking the role of the other . Konsep ini merupakan penjabaran ‘diri sosial’, individu bersifat aktif, inovatif yang tidak saja tercipta secara sosial, namun juga menciptakan masyarakat baru yang perilakunya tidak dapat diramalkan. Jadi, individu sendirilah yang mengontrol tindakan dan perilakunya, dan mekanisme kontrol tersebut terletak pada makna yang dikonstruksikan secara sosial. Menurut Mead, perkembangan diri seperti perkembangan anak-anak, terdiri dari dua tahap: tahap permainan play stage dan tahap pertandingan game stage. Tahap permainan adalah perkembangan pengambilan peran bersifat elementer yang memungkinkan anak-anak melihat diri mereka sendiri dari perspektif orang lain yang dianggap penting significant orders, khususnya orang tua mereka. Tahap pertandingan berasal dari proses pengambilan peran dan sikap orang lain secara umum generalized others, yaitu masyarakat umumnya Mulyana, 2008. Jadi, hanya bila seseorang mencapai tahap ini maka mereka memperoleh konsepsi diri yang sempurna meskipun mereka akan memasuki beragam lingkungan sosial. Menurut pandangan interaksionisme simbolik, perilaku manusia tidak deterministik. Perilaku manusia adalah produk penafsiran individu atas objek di sekitarnya. Makna yang mereka berikan kepada objek berasal dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu berlangsung. Interaksi simbolik pada konteks ini menekankan pada peranan penting bahasa bagi perilaku manusia. Interaksi ditentukan oleh aturan, norma, dan arahan, namun hasilnya tidak selalu dapat diramalkan atau ditentukan di muka. Persepsi orang muncul dalam dirinya sendiri; bagaimana orang mempersepsikan dirinya sendiri dan dunia tempat tinggalnya adalah suatu persoalan internal dan pribadi. 3 Hakikat Lambang Lambang komunikasi di sini adalah lambang bahasa yang berupa pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal bisa berupa kata, frase atau kalimat yang diucapkan dan didengar. Pesan non verbal bisa berupa isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam dan ciri paralinguistik. Pentingnya tanda dan simbol noverbal, dalam pandangan Mead tidak boleh diremehkan dalam komunikasi manusia. Bagi Cooley dan Mead, “diri” muncul karena komunikasi. Tanpa bahasa, diri tidak akan berkembang. Manusia unik karena mereka memiliki kemampuan memanipulasi simbol-simbol berdasarkan kesadaran. Mead menekankan pentingnya komunikasi, khususnya melalui mekanisme isyarat vokal bahasa, meskipun teorinya bersifat umum. Simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respon manusia terhadap simbol adalah dalam pengertian makna dan nilainya. Semua objek simbolik menyarankan suatu rencana tindakan plan action dan alasan untuk berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap suatu objek antara lain diisyaratkan oleh objek tersebut Mulyana, 2008. Menurut Mead, hanya apabila kita memiliki simbol-simbol signifikan yang bermakna, kita berkomunikasi dalam arti yang sesungguhnya. Kemampuan manusia yang unik ini merupakan faktor yang menentukan asal mula dan pertumbuhan masyarakat manusia dan pengetahuan mereka saat ini. Simbol signifikan adalah sejenis gerak isyarat yang hanya dapat diciptakan manusia. Isyarat menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu yang membuat simbol- simbol itu sama dengan jenis tanggapan yang diperoleh dari orang yang menjadi sasaran isyarat. Kumpulan isyarat suara yang paling memungkinkan menjadi simbol signifikan adalah bahasa : “simbol yang menjawab makna yang dialam individu pertama dan yang mencari makna dalam individu kedua. Isyarat suara yang mencapai situasi ini yang dapat menjadi ‘bahasa’. Kini ia menjadi simbol yang signifikan dan memberit ahukan makna ‘tertentu’, pada percakapan dengan isyarat, hanya isyarat itu sendiri yang dikomunikasikan, tetapi dengan bahasa, yang dikomunikasikan adalah isyarat dan maknanya Ritzer, 2008. Fungsi bahasa dan simbol yang signifikan umumnya adalah menggerakan tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara dan di pihak lainnya. Teori Mead yang paling penting adalah fungsi lain simbol signifikan yakni memungkinkan proses mental berfikir, hanya melalui simbol signifikan khususnya bahasa, manusia dapat berfikir. Berfikir adalah sama dengan berbicara dengan orang lain, karena berfikir melibatkan tindakan berbicara dengan diri sendiri. Simbol signifikan juga memungkinkan interaksi simbolik, artinya, orang dapat saling berinteraksi tidak hanya melalui isyarat tetapi juga melalui simbol signifikan. Kemampuan ini juga mempengaruhi kehidupan dan memungkinkan terwujudnya pola interaksi dan bentuk organisasi sosialmasyarakat yang jauh lebih rumit ketimbang melalui isyarat saja Ritzer, 2008. Mead menunjukan bahwa dalam perkembangan diri bergantung pada komunikasi dengan orang lain, terutama sejumlah orang penting significant orders yang membentuk dan mempengaruhi diri sebagaimana orang-orang tersebut dipengaruhi kehadirin diri tersebut. Oleh karena itu, komunikasi juga berperan penting dalam perkembangan masyarakat, seperti yang dikemukakan Dewey dalam Mulyana, 2008 : Masyarakat eksis melalui komunikasi; perspektif yang sama – budaya yang sama – muncul melalui partisipasi dalam saluran komunikasi yang sama. Melalui partisipasi sosiallah perspektif bersama dalam kelompok diinternalisasikan dan berbagai pandangan muncul melalui kontak dan asosiasi yang berbeda. Pandangan fenomenologis Schutz sependapat dengan pandangan Mead, bahwa dalam interaksi tatap muka makna rangsangan yang dicari dan ditafsirkan oleh sang aktor secara khas merujuk pada motif aktor lainnya. Schutz menggolongkan motif —motif ini sebagai ‘motif untuk’ in-order-to motives dan ‘motif karena’ because motives. Motif untuk adalah tujuan yang digambarkan sebagai maksud, rencana, harapan, minat yang diinginkan aktor dan karena itu berorientasikan masa depan. Motif karena adalah merujuk pada pengalaman masa lalu aktor dan tertanam dalam pengetahuannya yang terendapkan, dan karena itu berorientasikan masa lalu. Motif ini disebut alasan atau sebab Mulyana, 2008. Selama proses interaksi, terdapat pertukaran motif antara para aktor yang terlibat, yang oleh Schutz disebut the reciprocity of motives sementara menurut Mead sebagai ‘pengambilan peran orang lain taking the role of the other, yaitu membayangkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan memandang segala sesuatu melalui perspektif orang lain. ‘Motif untuk’ dalam berinteraksi adalah tindakan seseorang menjadi ‘motif karena’ reaksi orang lain. Pengertian akan dicapai bila terdapat pertukaran motif yang khas typical motives yang sebangun. Berdasarkan interpretasi orang lain, individu dapat mengubah tindakan berikutnya agar sesuai dengan tindakan orang lain. Modifikasi perilaku ini menuntut orang untuk memastikan terlebih dulu makna, motif atau maksud apa yang terdapat di belakang tindakan orang lain. Manusia berinteraksi dengan cara berbeda, merespons tidak hanya tindakan orang lain, melainkan juga makna, motif dan maksud tindakannya. Pandangan Mead, isyarat yang dikuasai manusia berfungsi bagi manusia itu untuk membuat penyesuaian antara individu-individu yang terlibat dalam setiap tindakan sosial dengan merujuk kepada objek yang berkaitan dengan tindakan tersebut. Manusia mempelajari simbol dan makna di dalam interaksi sosial. Mead Ritzer, 2008 menjelaskan bahwa simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya, mempunyai fungsi khusus bagi aktor : Pertama , simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai di situ. Manusia mampu menata kehidupan dengan cara ini, agar tidak membingungkan. Bahasa juga seperti itu dan terutama mengingat secara lebih efisien ketimbang yang dapat mereka lakukan dengan menggunakan jenis simbol lain seperti kesan bergambar. Kedua, simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami lingkungan, daripada dibanjiri oleh banyak stimuli yang tidak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga dari bagian lingkungan tertentu saja ketimbang terhadap bagian lingkungan yang lain. Ketiga , simbol meningkatkan kemampuan untuk berpikir. Jika sekumpulan simbol bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat lebih mengembangkan kemampuan ini. Berfikir dapat dibayangkan sebagai berinteraksi secara simbolik dengan diri sendiri. Keempat, simbol meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Binatang harus menggunakan cara uji coba trial and error, tetapi manusia dapat memikirkan dengan menyimbolkan berbagai alternatif tindakan sebelum benar-benar melakukannya. Kemampuan ini mengurangi peluang berbuat kesalahan. Kelima , simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang dan bahkan pribadi mereka sendiri. Aktor dapat membayangkan melalui penggunaan simbol seperti apa kehidupan di masa lalu atau kemungkinan kehidupan di masa depan. Aktor dapat secara simbolik mendahului pribadi mereka sendiri dan membayangkan seperti apa kehidupan ini dilihat dari sudut pandang orang lain. Inilah konsep teoritisi interaksionisme simbolik yang terkenal : mengambil peran orang lain. Keenam , simbol memungkinkan kita membayangkan realitas metafisik, seperti surga dan neraka. Ketujuh, dan paling umum, simbol memungkinkan orang menghindar dari diperbudak oleh lingkungan mereka. Mereka dapat lebih aktif ketimbang pasif – artinya mengatur sendiri mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Simbol-simbol ini digunakan manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan individu-individu lainnya dalam masyarakatnya. Simbol-simbol ini akan bermakna apabila digunakan dalam interaksi, dan makna akan diserap oleh manusia ketika berinteraksi dan menghasilkan pemahaman dan persepsi yang sama mengenai simbol yang bermakna tersebut. 4 Hakikat Tindakan Manusia secara sosial Mead memandang tin dakan sebagai “unit primitif” dalam teorinya Ritzer, 2008. Tindakan manusia menghasilkan karakter yang berbeda-beda sebagai hasil dari proses interaksi dalam dirinya sendiri. Seorang individu ketika bertindak harus mengetahui terlebih dahulu apa yang diinginkannya. Dia harus berusaha menentukan tujuannya, menggambarkan arah tingkah lakunya, memperkirakan situasinya, mencatat dan menginterpretasikan tindakan orang lain, mengecek dirinya sendiri, menggambarkan apa yang akan dilakukan dengan faktor-faktor lain. Mead mengatakan manusia dipandang sebagai organisme aktif yang memiliki hak-hak terhadap obyek yang yang ia modifikasikan. Tindakan dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk oleh pelaku, sebagai ganti respon yang didapat dari dalam dirinya. Mead Ritzer, 2008 mengidentifikasikan empat tahap tindakan yang saling berhubungan, yaitu : Pertama, dorongan hati impuls yang meliputi stimulasirangsangan spontan yang berhubungan dengan alat indera dan reaksi aktor terhadap rangsangan, kebutuhan untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu. Manusia tidak hanya mempertimbangkan situasi kini dalam berfikir tentang reaksi tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat dari tindakan di masa depan. Kedua, persepsi perception. Aktor menyelidiki dan bereaksi terhadap rangsangan yang berhubungan dengan impuls, dan juga berbagai alat yang tersedia untuk memuaskannya. Manusia mempunyai kapasitas untuk merasakan dan memahami stimuli melalui pendengaran, senyuman, rasa, dan sebagainya. Persepsi melibatkan rangsangan yang baru masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya. Aktor tidak secara spontan menanggapi stimuli dari luar, tetapi memikirnya sebentar dan menilainya melalui bayangan mental. Aktor biasanya berhadapan dengan banyak rangsangan yang berbeda dan mereka mempunyai kapasitas untuk memilih yang mana perlu diperhatikan dan yang mana perlu diabaikan. Ketiga , manipulasi manipulation. Tahap manipulasi merupakan tahap jeda yang penting dalam proses tindakan agar tanggapan tidak diwujudkan secara spontan. Memberi sela waktu dengan memperlakukan obyek, memungkinkan manusia merenungkan berbagai macam tanggapan. Orang berfikir tentang pengalaman masa lalu mengenai akibat tindakannya baik yang positif dan negatif. Hal inilah yang akan mendasarinya untuk memberikan tanggapan selanjutnya. Keempat, Konsumasi, tahap pelaksanaan atau konsumasi, atau mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati yang sebenarnya. Keempat tahap ini menurut Mead sebenarnya bersifat dialektis, sebenarnya keempatnya saling merasuk sehingga membentuk sebuah proses organis. Setiap bagian muncul sepanjang waktu mulai dari awal sampai akhir tindakan sehingga setiap bagian akan mempengaruhi bagian yang lainnya. Tahap terakhir tindakan memungkinkan menyebabkan munculnya tahap awal. Manusia secara simbolik mengkomunikasikan arti kepada orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol komunikasi dan mengorientasikan tindakan balasan berdasarkan penafsiran mereka. Para aktor terlibat untuk melakukan tindakan saling mempengaruhi. Teori interaksi imbolik memandang manusia sebagai makhluk sosial. Manusia berinteraksi sosial baik dengan dirinya sendiri, juga merespon segala tindakan dari individu lainnya. Ketika manusia berinteraksi sosial maka ia berinteraksi dengan kelompok sosialnya yang membentuk suatu masyarakat. 5 Hakikat Masyarakat Mead mengambil asumsi dari psikologi sosial yang mengarahkan perhatiannya pada interaksi dalam masyarakat Ritzer, 2008 , yaitu : “kita tidak membangun perilaku kelompok dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya; kita bertolak dari keseluruhan sosial dari aktivitas kelompok kompleks tertentu, dan dimana kita menganalisa perilaku masing-masing individu yang membentuknya. Kita lebih berupaya untuk menerangkan perilaku kelompok sosial ketimbang menerangkan perilaku terorganisir kelompok sosial dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya. Menurut psikologi sosial, keseluruhan masyarakat adalah lebih dulu daripada bagian individu, bukannya bagian adalah lebih dahulu daripada keseluruhan; dan bagian itu diterangkan dari sudut pandang keseluruhan, bukan keseluruhan yang diterangkan dari sudut pandang bagian atau bagian-bagian. ” Menurut Mead, keseluruhan sosial mendahului pemikiran individu baik secara logika maupun temporer. Individu yang berfikir dan sadar diri adalah mustahil secara logika tanpa didahului adanya kelompok sosial. Kelompok sosial muncul lebih dulu, dan menghasilkan perkembangan keadaan mental kesedaran diri. Secara mendasar, masyarakat atau kelompok manusia berada dalam tindakan sosial dan harus dilihat berdasarkan tindakan sosialnya pula. Prinsip utama interaksi simbolik adalah apapun yang berorientasi secara empiris atas masyarakat manusia, harus memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat terdiri dari orang-orang yang sedang melakukan aksi sosial bersama-sama. Masyarakat adalah bentukan dari interaksi antar individu. Mead menggunakan istilah masyarakat yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk “aku” me. Menurut pengertian individual ini masyarakat mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik-diri, dan untuk mengendalikan mereka sendiri. Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial sosial institutions . Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. Pendidikan adalah proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut pandangan Mead, aktor tidak mempunyai diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya hingga mereka mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan komunitas yang lebih luas. Aktor harus menginternalisasikan sikap bersama komunitas Ritzer, 2008. Mead lebih cenderung menerapkan gagasan te ntang “kemunculan” kepada kesadaran daripada menerapkannya kepada masyarakat yang lebih luas. Pikiran dan diri dianggap muncul dari proses sosial, atau kemunculan sesuatu yang baru atau gagasan baru. Setidaknya Mead menguraikan pengertian masyarakat yang lebih makro, yaitu pranata sosial sebagai kelompok atau aktivitas sosial yang terorganisir dan keluarga sebagai unit fundamental dalam masyarakat sebagai basis unit yang lebih luas seperti suku dan negara. 6 Kritik terhadap teori interaksionisme Simbolik Kritik terhadap teori interaksi simbolik telah dikemukakan oleh Ritzer 2008 yang meringkas dari beberapa kritik dari para ahli sosiologi, yaitu : pertama, aliran ini dianggap terlalu mudah membuang teknik ilmiah konvensional, seperti yang diungkap Weinstein and Tanur, bahwa “hanya karena kadar kesadaran itu kualitatif, tidak berarti pengungkapan keluarnya tidak dapat dikodekan, diklasifikasikan, atau bahkan dihitung. Ilmu dan subjektivitas tidaklah dapat terpisahkan satu sama lain. Kedua , konsep-konsep esensial Meadian seperti : pikiran, diri, I dan Me tidaklah jelas. Konsep tersebut sulit dioperasionalisasikan, akibatnya adalah tidak dapat dihasilkan proposisi- proposisi yang dapat diuji. Ketiga, teori ini meremehkan atau mengabaikan peran struktur berskala luas. Konsep struktur sosial diperlukan untuk membahas kepadatan dan kompleksitas relasi dimana episode-episode interaksi saling berkaitan. Keempat, Teori ini tidak mikroskopik, mengabaikan peran penting faktor seperti ketidaksadaran dan emosi. Ia mengabaikan faktor psikologis yang mungkin membatasi dan menekan aktor. Interaksi simbolik merupakan gabungan pengetahuan asli dengan pemikiran yang berasal dari teori mikro yang lain seperti teori pertukaran, etnometodologi, analisis percakapan dan fenomenologi. Baldwin Ritzer, 2008 mengemukakan beberapa pendapat : pertama, sistem teoritis Mead mencakup berbagai fenomena sosial dari mikro sampai makro – fisiologi, psikologi sosial, bahasa, kognisi, perilaku, masyarakat, perubahan sosial dan ekologi. Kedua, Mead tidak hanya mempunyai pandangan terintegrasi antara tingkat mikro dan makro tentang kehidupan sosial, tetapi juga menawarkan sebuah sistem fleksibel yang mampu menjembatani sumbangan yang berasal dari semua aliran ilmu sosial saat ini. Ketiga, komitmen Mead terhadap metode ilmiah membantu memastikan bahwa data dan teori di seluruh komponen sistem sosial dapat diintegrasikan dengan cara yang seimbang dan pemanfaatannya dapat dipertahankan secara empiris. Norman Denzin juga mengkritik teori interaksi simbolik. Menurut Denzin dalam Ritzer, 2008 peranan teori ini seharusnya lebih besar lagi dalam studi kultural. Satu masalah mendasar adalah interaksi simbolik cenderung mengabaikan gagasan-gagasan yang menghubungkan ‘simbolik’ dan ‘interaksi’ dan menekankan studi kultural – ‘komunikasi’. Selain itu juga diharapkan lebih memusatkan lagi perhatiannya pada teknologi komunikasi dan peralatan teknologi dan pada cara-cara teknologi itu menghasilkan realitas dan menggambarkan realitas. Menurut Denzin, di masa lalu teoritisi interaksi simbolik telah memperhatikan jenis-jenis komunikasi yang dibahas dalam studi kultural misalnya, film. Peneliti yang terlibat dalam studi itu cenderung mengabaikan wawasan kulturalnya dan Denzin berharap agar teoritisi interaksi simbolik kembali kepada akar kulturalnya. Denzin berharap studi interaksi simbolik lebih menekankan pada kultur, terutama kultur populer. Denzin ingin interaksi simbolik melakukan pendekatan kritis terhadap kultur. Pendekatan kritis cocok dengan interaksi simbolik yang memusatkan perhatian pada golongan tertindas dan hubungan mereka dengan penguasa. Pada penelitian ini, fenomena petani yang dipahami berdasarkan pengalaman mereka, apakah fenomena yang muncul sampai pada kritik-kritik terhadap teori interaksi simbolik ini. Etos Kerja sebagai Dasar Moral Sinamo 2005 menjelaskan pengertian etos secara ringkas, secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’tempat hidup’. Mula-mula tempat hidup dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama muncul pula istilah Ethikos yang berarti ’teori kehidupan’, yang kemudian menjadi ’etika’. Dalam bahasa Inggris Etos dapat diterjemahk an menjadi beberapa pengertian antara lain ‘starting point, to appear, disposition hingga disimpulkan sebagai character. Dalam bahasa Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai ’sifat dasar’, ’pemunculan’ atau ’disposisiwatak’. Aristoteles menggambarkan etos sebagai salah satu dari tiga mode persuasi selain logos dan pathos dan mengartikannya sebagai ’kompetensi moral’. Aristoteles berusaha memperluas makna istilah ini hingga ’keahlian’ dan ’pengetahuan’ tercakup didalamnya. Etos hanya dapat dicapai hanya dengan apa yang dikatakan seorang pembicara, tidak dengan apa yang dipikirkan orang tentang sifatnya sebelum ia mulai berbicara. Max Weber Sinamo, 2005 merumuskan hubungan rasional antara etos kerja dan kesuksesan suatu masyarakat dalam buku klasik The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism Weber 1958. Etos bangsa Jerman yang diformaulasikan Weber antara lain bertindak rasional, disiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar kesenangan, hemat dan bersahaja, menabung dan berinvestasi. Weber mengatakan etos inilah pangkal kemajuan masyarakat Protestan dan Amerika. Menurut Sinamo 2005 Etos Kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka Etos Kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka Etos Kerja dengan sendirinya akan rendah. Sinamo 2005 menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan sustainable success system pada semua tingkatan. Keempat elemen itu lalu dia konstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnya sebagai Catur Dharma Mahardika bahasa Sanskerta yang berarti Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu: 1 1. Mencetak prestasi dengan motivasi superior. 2 Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner. 3 Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif. 4 Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani. Keempat darma ini kemudian dirumuskan pada delapan aspek Etos Kerja, sebagai berikut: 1 Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha; Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur; 2 Kerja adalah amanah; kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab; 3 Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas; 4 Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat; 5 Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian; 6 Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif; 7 Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan. 8 Kerja adalah Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. Sinamo 2005 juga memaparkan secara eksplisit beberapa sikap yang seharusnya mendasar bagi seseorang dalam memberi nilai pada kerja, yang disimpulkan sebagai berikut: 1. Bekerja adalah hakikat kehidupan manusia; 2 Pekerjaan adalah suatu berkat Tuhan; 3 Pekerjaan merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral; 4 Pekerjaan merupakan suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti; 5 Pekerjaan merupakan sarana pelayanan dan perwujudan kasih. Sinamo 2005 menyimpulkan pemahaman bahwa Etos Kerja menggambarkan suatu sikap, maka ia menggunakan lima indikator untuk mengukur Etos Kerja. Menurutnya Etos Kerja mencerminkan suatu sikap yang memiliki dua alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki Etos Kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut: 1 Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia, 2 Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia, 3 Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia, 4 Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita, 5 Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah. Bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki Etos Kerja yang rendah, maka akan ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu; 1 Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri, 2 Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia, 3 Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan, 4 Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan, 5 Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup. Budaya Sunda Istilah “sunda” sendiri hampir selalu dirujuk pada pengertian wilayah yang berada di bagian barat Pulau Jawa. Menurut sejarah, istilah ini muncul pertama kalinya pada abad ke 9 Masehi. Ekadjati 1995 menjelaskan bahwa, “Istilah tersebut tercatat dalam prasasti yang ditemukan di Kebon Kopi Bogor, beraksara Jawa Kuna dan berbahasa Melayu Kuna.” Istilah “sunda” juga digunakan pula dalam konteks kelompok manusia yang sering dikenal sebagai urang sunda orang sunda. Orang-orang yang berada di daerah pesisir Cirebon, Orang Sunda biasa mereka sebut sebagai urang gunung, wong gunung, dan tiyang gunung, artinya orang gunung. Selanjutnya dijelaskan dugaan penggunaan sebutan itu yang mungkin saja karena pusat Tanah Sunda dikenal sebagai Priangan yang memang merupakan daerah pegunungan. Ekadjati 1995 menyebutkan bahwa yang disebut, “Orang Sunda adalah orang yang mengaku dirinya dan diakui oleh orang lain sebagai orang Sunda.” Terdapat dua pengertian mendasar mengenai pembatasan orang yang disebut sebagai Orang Sunda. Pertama, mereka yang memiliki orang tua atau leluhur Orang Sunda, baik dari pihak bapak atau ibunya, atau keduanya. Kriteria orang Sunda tidaklah mencakup lokasi tempat tinggal atau bermukim. Meskipun di luar negeri sekalipun, selama ia memiliki darah keturunan atau hubungan darah dengan Orang Sunda, maka ia disebut sebagai Orang Sunda. Kedua adalah mereka yang dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Sunda. Mereka memahami dan mengimplikasikan nilai dan norma budaya Sunda. Kriteria ini pun tidak terlalu membatasi pengertian berdasarkan lokasi, namun lebih menekankan pada lingkungan sosial budaya yang membentuk dan membuat seseorang itu merasa menjadi Orang Sunda. Bisa saja ia bukan keturunan Orang Sunda, namun menjadi orang Sunda karena menghayati dan mempergunakan norma-norma budaya Sunda. Sebaliknya, meskipun ia memiliki darah keturunan Sunda tapi tidak mengenal dan mempergunakan budaya Sunda, maka ia bukanlah termasuk kelompok orang Sunda. Orang Sunda dipersatukan dengan satu pemahaman dan penghayatan nilai dan norma kebudayaan Sunda, yaitu. “Kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang Sund a yang pada umumnya berdomisili di Tanah Sunda.” Ekadjati, 1995 Kebudayaan ini tercatat sebagai salah satu budaya yang menghiasi khasanah keragaman budaya di Indonesia. Budaya Sunda memiliki persamaan dengan kebudayaan suku bangsa lain di Indonesia, namun tetap memiliki ciri khas tersediri yang membedakannya dengan yang lain. Budaya Sunda merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Budaya ini diciptakan berdasarkan konsensus bersama anggota kelompok. Budaya ada untuk menjaga eksistensi kelompok. Budaya tumbuh dan berkembang dan dijadikan acuan berperilaku bagi setiap anggota kelompok. Begitupula dengan Budaya Sunda. Orang-orang Sunda memiliki budaya yang dimaksudkan untuk menjaga keutuhan kelompok. Menurut Aa Tarsono dalam Berita HU Republika : PKB Pelajar Islam Indonesia. 27 Januari 2006 dalam Lokakarya Dakwah Islam Berbasis Budaya Sunda, menjelaskan bahwa budaya Sunda itu sebenarnya terbentuk seperti apa yang diajarkan oleh agama Islam. Misalnya someah ramah, tawadhu rendah hati, nyaah ka sererea mengasihi sesama. Ekadjati 1995 menjelaskan orang Sunda menciptakan ajaran sendiri yang disebut dengan Sunda Wiwitan dan Jati Sunda . Agama Islam ini menyebar dan menjadi pandangan hidup yang terus menerus diobjektivikasi diinternalisasi, dan diekternalisasi hingga akhirnya membentuk kebudayaan Sunda yang berlatar belakang religius. Agama Islam mudah diterima oleh orang Sunda karena tidak jauh berbeda dengan falsafah budaya Sunda, silih asih, silih asah, silih asuh. Orang Sunda akan saling mengasihi, saling mengingatkan, dan mengasah kemampuan potensi diri, dan saling memelihara dan melindungi. Kesemuanya itu dilakukan agar orang Sunda mampu mencapai Gemah Ripah Repeh Rapai . Lihat Profil Daerah Jawa Barat http:www.depdagri.go.id Artinya orang Sunda selalu mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan untuk kita semua. Orang Sunda akan selalu mengedepankan kesopanan, rendah hati, hormat kepada yang lebih tua, sayang kepada yang lebih lemah, membantu orang yang kesulitan. Suatu budaya mengenal konsep organisasi sosial dan struktur sosial. Organisasi sosial berkenaan dengan sistem pengelompokkan sosial yang dilihat dari usia, jenis kelamin dan hubungan kekerabatan. Sedangkan struktur sosial berkenaan dengan pola hubungan antar individu dalam kelompok. Pengelompokkan urang Sunda dapat berdasarkan berbagai aspek, seperti tempat seperti orang Sunda Bogor, Priangan, Cirebon dan sebagainya. Bisa juga berdasarkan profesi mata pencaharian, misalnya pegawai, pengusaha, petani, buruh, nelayan dan sebagainya, bahkan berdasarkan materi, lapisan orang kaya beunghar atau miskin sangsara. Berdasarkan usia, masyarakat Sunda mengenal 6 kelompok umur Ekadjati, 1995 : 1 orok bayi,yang berumur sejak waktu lahir hingga 12 bulan; 2 budak anak-anak, yang beurmur antara 1-15 tahun; 3 bujang atau jajaka bagi laki-laki pemuda dan lanjang, mojang atau sawawa dewasa, yang berumur antara 16-25 tahun; 4 sawawa dewasa yang berumur antara 26-40 tahun; 5 tengah tuwuh madya, yang berusia antara 41-50 tahun; dan 6 kolot tua, yang berumur 51 tahun ke atas. Batas kelompok ini tidak kaku, antar daerah yang satu dapat berbeda dengan daerah lainnya. Status seseorang pun dapat mempengaruhi. Perempuan yang sudah menikah meskipun berada pada kelompok usia mojang, namun karena sudah menikah, maka dikategorikan dalam kelompok sawawa. Pengelompokkan umur ini dapat mencerminkan stratifikasi sosial. Semakin tinggi usia seseorang, maka semakin tinggi tingkat sosialnya. Pembedaan ini lebih kepada norma etika atau kepantasan pergaulan. Mereka yang lebih tua hendaknya mendapatkan perlakuan yang lebih baik. Keadaan yang sama juga berlaku bagi mereka yang dihormati karena memiliki pangkat, jabatan atau kedudukan lebih tinggi. Mereka yang lebih muda atau berkedudukan lebih rendah hendaknya mengalah untuk memberikan posisi utama kepada yang lebih tua atau yang lebih dihormati tersebut. Kondisi ini bisa terlihat dari susunan tempat duduk dalam pertemuan bersama. Orang yang lebih tua atau dihormati selalu berada di deretan bangku depan. Menurut pendapat Ekadjati 1995 , “Norma-norma etika itu menyerap secara berlebihan dalam kalangan orang Sunda mendatangkan ekses negatif bagi kepentingan orang Sunda jika harus bergaul dengan etnis- etnis lain.” Menurutnya orang Sunda seringkali mengalah ngelehan maneh ketika bersaingan dengan etnis lain, sehingga seringkali eksistensi mereka tidak menonjol. Perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat berbudaya Sunda juga mempengaruhi pola hubungan serta pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Ekadjati 1995 menjelaskan dalam keluarga, suami berkedudukan sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas kesejahteraan hidup seluruh anggota keluarga. Istri wanita mengemban kewajiban mengatur kehidupan rumah tangga keluarga dan mengasuh anak. Jika berstatus janda, wanita bisa menjadi kepala keluarga. Perempuan juga diperkenankan untuk bekerja dalam membantu ekonomi keluarga. Jenis pekerjaan yang diambil yang tidak memerlukan terlalu banyak tenaga fisik. Budaya Sunda tidak mengatur bagaimana bila suami berstatus duda untuk bisa menjadi menjadi ibu rumah tangga. Pada masyarakat Sunda, laki-laki boleh mengambil istri lebih dari satu poligami, dan perempuan tidak boleh mempunyai suami lebih dari satu poliandri. Pembagian waris dalam budaya Sunda juga menganut hukum waris Islam. Bila orang tua sudah meninggal, anak laki-laki mendapat dua kali lebih banyak dibanding perempuan. Pemahaman ini didasarkan pada konsep anak lalaki gaganti bapa, anak awewe gaganti indung, anak laki-laki sebagai pengganti ayah dan anak perempuan sebagai pengganti ibu. Sistem kekerabatan orang Sunda banyak dipengaruhi oleh adat yang diwariskan secara turun temurun dan berdasarkan ajaran agama Islam. Kedua unsur tersebut saling terjalin erat hingga menjadi suatu kebiasaan. Sebagai contoh, suatu perkawinan yang dilakukan dengan menggunakan adat Sunda akan dianggap tidak sah bila tidak memenuhi syariat Islam. Berkenaan dengan sistim kekerabatan ini, Ekadjati 1995 menyebutkan “Orang Sunda menganut sistim kekerabatan yang bersifat parental atau bilateral, seperti orang Jawa.” Orang Sunda memperhitungkan baik garis keturunan bapak maupun garis keturunan ibu. Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama terhadap anak-anak mereka, laki atau perempuan. Keadaan ini berbeda dengan sistem kekerabatan patriarchal suku Batak yang sangat hanya memperhitungkan garis keturunan bapak atau laki-laki. Berbeda pula dengan system kekerabatan suku Minang yang matriarchal yang hanya memperhitungkan keturunan garis ibu atau perempuan. Sistem kekerabatan dalam budaya Sunda dapat dilihat dari perbedaan generasi. Semakin jauh perbedaan generasi, semakin berkurang kadar pentingnya membina hubungan kekerabatan. Tidak hanya itu saja, frekuensi berkomunikasi dan jarak lokasi tempat tinggal juga menentukan kualitas hubungan kekerabatan yang terjalin. Biasanya kekerabatan ini akan berlaku dan dipertimbangkan hingga generasi ketujuh. Ada beberapa istilah yang menunjukkan jaringan hubungan seperti dijelaskan Ekadjati 1995 , “Kulawarga keluarga, warga, dulur saudara, baraya saudara, saderek saudara, kulawedet, bondoroyot, golongan .” Kulawarga sama dengan keluarga inti atau batih terdiri dari orang tua dan anak-anaknya. Hubungan yang paling intim terjadi di dalam kulawarga. Warga merujuk pada kekerabatan yang terbentuk karena keturunan atau perkawinan dan tinggal dalam satu lokasi tempat tinggal. Dulur berkenaan dengan saudara kandung dari pihak ayah ataupun ibu. Saderek meliputi kekerabatan yang terjalin karena keturunan ataupun perkawinan meski tidak tinggal dalam satu lokasi tempat tinggal. Kulawedet, bondoroyot, golongan mempunyai pengertian hampir sama dengan baraya dan saderek, namun lebih cenderung keluarga besar berpangkal pada satu leluhur atau berdasarkan keturunan tokoh tertentu. Golongan orang tua sering disebut sesepuh atau kolot, golongan saudara atau sedulur, dan golongan anak. Pembedaan antara laki-laki dan perempuan pun dianggap penting. Ini dapat dilihat dari istilah yang digunakan, misalnya untuk memanggil saudara laki-laki digunakan sebutan akang, sedangkan saudara perempuan digunakan sebutan teteh, ceuceu. Sama seperti panggilan untuk adik ibu atau bapak dengan sebutan paman, bibi, dan panggilan untuk orang tua ibu atau bapak dengan sebutan aki atau nini. Jaringan hubungan kekerabatan di dalam budaya Sunda dapat terjadi karena faktor keturunan dan faktor perkawinan. Ketika laki-laki dan perempuan menikah, budaya Sunda tidak hanya memandang hubungan suami istri saja, atau sebatas hubungan mitoha mertua dengan monantu menantu saja, tetapi juga terjalinnya hubungan kekerabatan dengan seluruh keluarga keduanya. Stratifikasi sosial orang Sunda juga dapat dibagi dalam dalam dua tingkatan yaitu menak dan cacahsomah. Stratifikasi ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda. Menak merupakan golongan orang Sunda yang berstatus pegawai negeri atau seringkali dikaitan dengan keturunan bangsawan, darah biru, sedangakan cacah adalah rakyat jelata. Pada masa sekarang ini, dimana bersifat egaliter, perbedaan tersebut sudah hampir tidak dipergunakan lagi. Penggambaran budaya orang Sunda tidak hanya dapat dilihat dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari yang menandai berbagai siklus kehidupan dalam upacara-upacara adat yang sakral, seperti upacara Panjang Jimat muludan, upacara adat kehamilan bulan keempat, ketujuhtingkeben,sembilan bulan, upacara kelahiran, dan upacara puput puseur dan sebagainya. Ciri khas seni budaya Sunda yang mudah diketahui dari misalnya dari suara suling bambu, rebab biola tradisional Sunda, dan hentakan kendang yang dinamis. Beberapa seni musik tradisional budaya Sunda antara lain gamelan degung yang biasanya diikuti oleh rampak sekar, angklung, kacapi dan lain-lain. Budaya Jawa Pada saat orang Jawa masih memeluk agama Hindu, kepercayaan terhadap dewi Padi sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari cara petani memperlakukan padi. Mereka menyebut padi dengan sebutan Mbok Sri. Mereka memperlakukan padi dengan sangat hati-hati dan kasih sayang. Membuang beras, menumpahkan beras, sangat dilarang dan dikatakan nanti Mbok Sri marah tidak mau memberi rezeki yang banyak. Petani sebelum menuai padi atau mulai menanam padi memberikan saji-sajian di sawah, di lumbung padi dan di petanen kamar khusus untuk Dewi Sri kalau sewaktu-waktu datang berkunjung. Agama Islam masuk dan diterima oleh para petani di Jawa, kepercayaan terhadap dewa-dewa bergeser digantikan kepercayaan terhadap Malaikat dan kepada Allah. Semakin kuatnya agama Islam diterima oleh para petani, maka kepercayaan terhadap Dewi Padi ini semakin berkurang. Sebelum ditemukannya teknik pertanian yang baru seperti irigasi, pemupukan dengan pupuk kimia, alat-alat pertanian modern dan benih-benih baru bibit unggul, pola pertanian di Jawa khususnya Jawa Tengah, disesuaikan dengan peredaran musim dalam tiap tahun. Dikenal ada 4 musim di Jawa, yaitu: rendheng musim hujan, lemareng hujan mulai jarang, katiga musim kemarau dan labuh musim banyak angin dan hujan sekali-kali. Rendheng musim hujan terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Pada bulan-bulan itu padi tumbuh subur. Kesuburan padi terjadi pada musim hujan itu, maka hujan dipakai sebagai lambang kesuburan. Semakin tumbuh suburnya padi sesungguhnya dibarengi oleh masa paceklik rendhengan yang makin meningkat. Musim mareng muncul pada bulan April, padi mulai menguning dan siap ditual pada bulan Mei-Juni. Petani mulai panen besar setahun sekali. Para petani menyelenggarakan upacara, seperti: bersih desa, perkawinan, sunatan, kaula. Pada musim labuh, petani menghasilkan padi gaga yang tidak banyak hasilnya ditambah hasil tanaman palawija, dan mulai menanam padi basah sawah kembali yang tumbuh subur di musim penghujan nanti. Para petani menjalani hidupnya sesuai dengan peredaran musim lingkungan alamnya. Perhatian petani serta ketergantungan hidupnya kepada musim yang kadang-kadang tidak tepat waktunya mendorong petani untuk memperhatikan gejala-gejala alam dan tingkah laku binatang yang dipakai sebagai pertanda untuk mengetahui dengan tepat akan datangnya musim yang khas, sehingga dapat menyesuaikan diri untuk memulai menanam padi sawah, padi gaga atau tanaman pertanian yang lain. Sebagai contoh, naiknya semut secara demonstratif ke atap secara berbondong-bondong sepanjang hari, ditangkap oleh petani sebagai pertanda akan datangnya hujan lebat. Terdengarnya bunyi binatang gareng-pung, memberi pertanda musim hujan segera berhenti dan digantikan oleh musim mareng. Munculnya rasi bintang Lumbung di langit, memperingatkan petani agar padi segera ditual. Rasi bintang Tagih muncul menandakan supaya petani tak lupa melunasi pajak dan hutangnya, karena desa sedang penuh dengan upacara dan pesta-pesta. Setelah ditemukannya teknik pertanian yang baru terutama irigasi dan bibit unggul, maka panenan padi persawahan yang dulu hanya sekali setahun, sekarang bisa 2 kali bahkan 3 kali panen dalam setahun. Petani menanam padi disawah tidak tergantung lagi pada musim, maka berubahlah tata hidup para petani. Mereka mulai tidak memerlukan lagi tanda-tanda bunyi burung atau tingkah laku semut. Mereka dapat menanam padi kapan saja dan yang penting juga mereka dapat pula melakukan upacara-upacara perkawinan, sunatan, kaulan, kapan saja mereka mau. Bersih desa tidak dilakukan lagi. Kesedihan para petani ketika paceklik, harapan-harapan ketika padi mulai menguning dan kebahagiaan ketika panen besar merupakan siklus penghidupan yang pahit dan indah. Kini keadaan itu tidak dirasakan lagi oleh para petani. Kebudayaan Jawa telah mengajarkan untuk selalu bersyukur dan menjaga keharmonisan dengan alam, memaknai dan memberi warna istimewa terhadap hasil yang telah diperoleh. Memanfaatkannya untuk kepentingan orang lain dan memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga adalah presentasi kebudayaan Jawa yang senantiasa diselaraskan dengan alam. Sebuah kekayaan makna dalam ranah kehidupan sosial. Daerah Jawa terdapat dua kultur masyarakat yang berbeda, yakni kebudayaan tradisional petani dan peradaban masyarakat kota. Hal itu dapat direalisasikan pada makna pemenuhan pangan dalam tradisi selamatan sebelum mulai tanam atau panen padi yang sering kali disebut dengan upacara wiwitan. Upacara wiwitan adalah hasil implementasi dari tiga fase perkembangan kebudayaan Jawa, mulai fase mistis, mistis-religius, dan fase rasional-religius. Hal ini sebagai pandangan dunia terhadap pandangan masa depan keselamatan dan hasil panen yang berlimpah ruah. Perkembangan itu tidak lain karena pola pikir masyarakat yang semakin maju dalam dunia pertanian. Petani Jawa yang memiliki dua kultur pertanian berbeda, yakni petani lahan kering dan lahan basah. Petani lahan kering lebih banyak mengembangkan komoditas tanaman keras atau perkebunan, sejenis tanaman kayu dan buah-buahan. Petani lahan basah lebih banyak membudidayakan tanaman padi dan beraneka ragam sayur-sayuran atau tanaman palawija. Pada pertanian ini pula kita kenal dengan sistem subak irigasi. Subak bukan semata- mata mekanisme irigasi, bukan sekadar alat teknososial, melainkan pemahaman dasar para petani dan bahwa petani merupakan satu entitas tersendiri yang terajut dengan ekosistem dan spiritualitas. Petani di daerah tertentu akan menyesuaikan perilaku bertani mereka tidak hanya berdasarkan kondisi tanah dan air di tempat itu saja, tetapi dengan seluruh elemen alam, termasuk nilai religi masyarakat setempat. Sistem irigasi itu membuat orang berpikir ulang, selama ini kita begitu mengagungkan pertanian modem karena kecepatan dan keberlimpahannya dalam memenuhi kebutuhan manusia. Hal itu sangat kontradiktif sekali dengan falsafah Jawa yang mengajarkan untuk mencintai alam ini. Sebagaimana upacara wiwitan yang dilakukan kaum petani Jawa, yang diselenggarakan sebagai ucapan terima kasih, puji, dan syukur kepada Tuhan, pencipta alam semesta. Sebuah tradisi yang biasanya dilakukan untuk menandai dimulainya waktu masa tanam padi atau panen. Tradisi tersebut seakan mengharuskan pemilik sawah menyediakan jamuan makan bagi tetangga, biasanya berupa nasi megana dan seekor ayam ingkung. Nasi megana yang disa-jikan digelar di atas daun pisang yang ditaruh di atas meja. ingkung akan dibagi dengan diiris-iris sesuai undangan yang datang. Seorang kiai kampung sebelum menyantap hidangan akan membacakan doa keselamatan dan rasa syukur atas dimulainya menanam dan memanen padi. Setelah berdoa, tamu undangan akan membawa sisa makanan. Tradisi ini tidak hanya dilakukan di rumah karena wiwitan terkadang juga dilakukan di tengah sawah. Upacara wiwitan ini tidak hanya menjadi seremoni sewaktu akan menanam atau memanen padi, tetapi juga sebagai salah satu perekat tali persaudaraan antar warga desa, khususnya kaum petani. Upacara itu merupakan khazanah budaya yang memiliki dimensi sosial sangat tinggi, di dalamnya ditanamkan rasa persaudaraan dan solidaritas antar sesama manusia. Saat menanam dan memanen padi para petani itu saling membantu dengan petani yang menyelenggarakan upacara wiwitan. Itu merupakan aksi solidaritas yang kaya dengan falsafah Jawa mikul ditam mendem jero. Warga terkadang juga menggelar kesenian lesung dengan tembang-tembang Jawa yang berisi tentang kemakmuran para petani untuk memeriahkan upacara tersebut. Tradisi wiwitan ini digelar sebagai wujud untuk melestarikan ritual budaya yang hampir punah di kalangan petani Jawa. Pada zaman yang kini sekat-sekat sosial kian menonjol. Tradisi wiwitan layak terus dikembangkan petani di desa-desa agar hubungan sosial warga tidak semakin pudar, tetapi terus merekat sepanjang zaman. Niat yang tulus akan diberkahi alam. Alam punya inteligensi luar biasa yang mampu memahami niat dan isi hati manusia tanpa batasan dan cara. Raffles dalam History of Java menguraikan makna politis kerbau dalam kekuasaan. Orang Sunda menyebut kerbau dengan nama munding, orang Jawa menyebut dengan maesa atau kebo . Sebutan munding dijadikan penghormatan untuk jasa pangeran, sosok pemula dalam memperkenalkan cara bertani. Konon, para pangeran dan bangsawan di Sunda mendapati gelar mengacu pada sebutan maesa lalean dan mundingsari Mawardi, 2011. Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai Pribadi Berkaitan dengan pola pandangan hidup ini menurut Warnaen 1994 ada dua pola pandangan hidup orang Sunda sebagai pribadi. Pola pandangan I berkaitan dengan konteks yang membagi manusia ke dalam golongan penguasa dan rakyatBalarea. Sementara pola pandangan II berkonteks umum, yang tidak membedakan manusia menurut asal golongannya. Keduanya memiliki persamaan dalam komponen-komponen pembentuknya, yaitu komponen potensi, tingkah laku yang ditampilkan, dan aspirasi. Komponen potensi adalah bagian dari pandangan hidup yang terdiri dari sifat-sifat khas pribadi. Komponen tingkah laku yang ditampilkan adalah bagian dari pandangan hidup yang terdiri atas jenis-jenis tingkah laku yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk perilaku komunikasi baik secara verbal maupun non verbal. Komponen aspirasi adalah bagian dari pola pandangan hidup yang terdiri dari berbagai aspirasi, ide atau gagasan yang ingin disampaikan. Aspirasi orang sunda dalam kaitan dengan pandangan hidupnya yang dimaksud adalah apa yang dikejar dan apa yang dihindari oleh orang Sunda dalam hidup ini. Menurut Warnaen 1985 menjelaskan mengenai apa yang dikejar oleh orang Sunda adalah : kemuliaan, kebahagiaan, ketentraman dan ketenangan hidup, kemerdekaan, mencapai kesempurnaan, kesejahteraan, kedamaian dan rakyat hidup rukun dan senantiasa patuh, kekeluargaan dan keakraban, keselamatan dan kebajikan dan kesenangan; sedangkan yang dihindari adalah : hina, sengsara, merana dan nelangsa, penyakit, tidak berdaya, tersesat dalam hidup, hidup tanpa tujuan, pembalasan terhadap keburukan dan kemaksiatan dunia yang telah dilakukan dan pemberontakan rakyat. Soetarto 1999 dalam disertasinya menguraikan dengan baik mengenai pola pandangan hidup orang Sunda ini yang diolah dari Warnaen. Warnaen 1985 mengkaji dan menyusun pandangan hidup orang Sunda didasarkan dari enam sumber data, yaitu: 1 Ungkapan-ungkapan tradisional daerah Jawa Barat depdikbud, 1984; 2 Cerita Pantun Lutung Kasarung Eringa,FS, 1949; 3 Sanghyang Siksa Kandang Karesian Atja, Saleh.D, 1981; 4 Sawer Panganten Rusyana, Y, 1971; 5 Cerita Roman : a. Pangeran Kornel Sastrahadiprawira, RM, 1930, b. Mantri Jero Sastrahadiprawira, RM, 1928. Seperti terlihat pada Gambar 2.1. dan 2.2. Gambar 2.1. Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia Sebagai Pribadi, dalam Konteks Hubungan Penguasa dan Rakyat Balarea - Pola I Catatan :  Sabar : Sabar menerima perlakuan yang tidak wajar dari orang lain  Tabah : Tabah menjalani penderitaan, tidak mengeluh dan tidak putus asa  Toleran : Mudah memaafkan kesalahan orang lain Yakin Kekuasaan Tuhan + Yakin Pada Nasib Percaya Diri Memiliki Prinsip Hidup Semangat Pengabdian Berfikir Dinamis Patuh + Taat Sabar Tabah Toleran Merdeka untuk Selamanya, Terlepas dari Ujian Mendapatkan Kemuliaan dan Sejahtera  Berpikir Dinamis : Penderitaan dianggap sebagai gemblengan dalam mempersiapkan diri untuk menjalani hidup di masa mendatang. Gambar 2.2. Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai Pribadi dalam Konteks sebagai kelompok sosial – Pola II Sifat Pelengkap : 1 : Cukup Pakaian dan dapat memelihara kesehatan 2 : Cermat, teliti, rajin, tekun, bersemangat, perwira, terampil dan cekatan Pandangan hidup orang Sunda menurut Pola I memberi pedoman bagaimana seseorang bisa mewujudkan kehidupan yang baik dan dicita-citakan oleh orang sunda. Dasar utama pandangan hidup pola I adalah keyakinan yang kuat pada kekuasaan Tuhan pada nasib. Warnaen 1985 mengatakan orang Sunda dalam mencapai tujuan hidupnya menempatkan kesadaran subjektifnya bahwa dirinya hanyalah merupakan bagian yang sangatlah kecil dari alam semesta. Bagian lain dari alam semesta yang berada di luar diri manusia, dapat digolong- golongkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu alam, masyarakat dan wujud supra natural. Setiap golongan itu memiliki kekuatannya masing-masing. Alam memiliki hukum alam, masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, serta wujud super natural memiliki kekuasaan untuk mengadakan dan meniadakan. Hukum alam, nilai-nilai dan norma- norma masyarakat serta kekuasaan super natural selalu melancarkan pengaruhnya kepada Sopan Bijaksana + Adil Sederhana Rendah Hati Sifat Pelengkap 1 2 Yakin Pada Kekuasaan Tuhan Hasrat Belajar dan Menguasai Ilmu Kemuliaan Kebahagiaan Ketentraman + Ketenangan Merdeka Kedamaian Keselamatan Kesempurnaan Bersih Hati Teguh Hati Berusaha Memahami dan Memperhatikan Orang Lain Cerdas Berani Jujur Waspada tingkah laku manusia. Setiap langkah selama hidupnya, senantiasa dihadapkan kepada ketiga kekuatan itu dan dituntut untuk menyesuaikan diri dalam mencapai kehidupan yang dicita- citakan dan dikejarnya. Manusia akan senantiasa bisa menyesuaikan diri dengan kekuatan- kekuatan yang berada di luar dirinya apabila ia mampu mengendalikan hasrat, dorongan, dan kemampuan yang berasal dari dalam dirinya sendiri, sehingga kekuatan di luar dan di dalam dirinya itu tidak bertentangan dan bisa berjalan serta saling menunjang. Tujuan hidup yang dianggap baik oleh orang Sunda adalah hidup sejahtera, hati tentram dan tenang, mendapat kemuliaan, damai, merdeka untuk selamanya, dan mencapai kesempurnaan di akhirat. Seseorang dianggap hidup sejahtera apabila cukup sandang dan pangan, memiliki rumah berserta perabotannya yang terawatt dan terpelihara dengan baik, serta memiliki sumber pencarian yang mantap. Ia terhindar dari sengsara, penyakit dan putus asa. Kehidupan yang damai ditandai dengan adanya keakraban, kekeluargaan, kehidupan rakyat yang rukun dan senantiasa patuh, serta terhindar dari pemberontakan rakyat. Seseorang yang mencapai kemerdekaan untuk selamanya ialah orang yang terlepas dari ujian dan terbebas dari hidup tanpa tujuan. Orang Sunda beranggapan bahwa lingkungan alam akan memberikan manfaat yang maksimal pada manusia, apabila dijaga kelestariannya, dirawat, serta dipelihara dengan baik, dan dipergunakan secukupnya saja. Kalau lingkungan alam digunakan secara berlebihan, tanpa perawatan, dan usaha melestarikannya, maka alam akan berbalik menimbulkan malapetaka dan kesengsaraan kepada manusia. Lingkungan masyarakat akan memberikan manfaat sebesar- besarnya apabila diperlukan dengan prinsip silih asih, silih asah dan silih asuh. Semangat bekerjasama untuk kepentingan bersama harus dipupuk dan dikembangkan. Semangat bersaing, saling menjegal, rebutan rezeki dan kedudukan, harus dicela dan ditekan menjadi sekecil mungkin. Saling hormat dan bertatakrama, sopan dalam tutur kata, dalam tatacara serta dalam perbuatan itulah yang menimbulkan kebaikan dalam interaksi komunikasi. Seseorang harus menyayangi dan melindungi rakyat kecil serta berpihak pada yang benar. Orang Sunda yakin ada kekuatan super natural yang paling tinggi, berkuasa dan tunggal. Itulah Tuhan Yang Maha Esa. Sesudah menganut agama Islam, Orang Sunda menyebutnya Allah serta asma lainnya seperti yang diajarkan oleh agamanya. Tuhan menentukan segala- galanya. Kepada Tuhan-lah seluruh manusia harus berbakti dan mengabdi dengan sesungguh- sungguhnya. Kecenderungan orang Sunda dalam mencapai tujuan hidupnya selalu diimbangi dengan ukuran tertentu. Seperti yang tersurat dalam s uatu ungkapan “makan sekedar tidak lapar, minum sekedar tidak haus ”. Demikianlah kiranya ukuran yang digunakan oleh orang Sunda sejak jaman dulu adalah ukuran yang menempati posisi tengah, yaitu tidak kekurangan dan tidak juga berkelebihan. Pegangan hidup seperti itu dalam bahasa Sunda saat ini disebut Sinigar Tengah , secara harafiah berarti ‘dibelah tengah’ dan dapat ditafsirkan sebagai tingkah laku atau tindakan yang terkontrol agar tetap wajar dan seimbang. Pandangan Hidup Orang Jawa tentang Manusia sebagai Pribadi Sikap hidup adalah cara seseorang memberi makna terhadap kehidupannya. Pranowo 2002 menjelaskan sikap hidup diperlihatkan untuk diri sendiri atau orang lain yang berstatus sosial lebih tinggi seperti pimpinan, atasan, atau orang tua. Sikap hidup untuk diri sendiri orang Jawa harus mencerminkan kesederhanaan, punya tanggung jawab, hati-hati, rendah hati, njaga praja, setia kawan, dll. Ada ungkapan alon-alon waton kelakon yang lengkapnya berbunyi luwih becik alon-alon waton kelakon, tinimbang kebat kliwat maksudnya bahwa salah satu sikap hidup orang Jawa yang tidak ingin gagal dalam meraih cita-cita. Kata alon-alon di dalamnya sebenarnya tersirat makna “cara”. Alon-alon hanyalah cara bagaimana seseorang akan mencapai tujuan, karena yan g penting adalah “kriteria”, yaitu waton kelakon harus terlaksana, dari pada kebat keliwat tergesa-gesa tapi gagal. Masyarakat Jawa dalam menjalani kehidupannya selalu bersikap prasaja sederhana dan sakmadya seperlunya, setiap orang akan terkena hukum cakra panggilingan atau jantraning ngaurip bahwa beja-cilaka, bungah-susah, sugih-mlarat hanyalah sekedar roda kehidupan yang berputar. S aat orang sedang berada “di atas” hendaknya selalu sadar suatu ketika pasti akan berada “di bawah”, dan sebaliknya. Orang Jawa yang dijadikan pemimpin atau panutan oleh masyarakat harus memiliki sikap dan pandangan bahwa orang hidup harus dapat hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku artinya sikap dan pandangan yang berani bertanggung jawab terhadap kewajibannya. Hamengku artinya sikap dan pandangan yang berani ngrengkuh mengaku sebagai kewajibannya. Hamengkoni artinya selalu bersikap berani melindungi dalam segala situasi. Seorang tokoh panutan harus selalu bertanggung jawab, mengakui rakyatnya sebagai bagian dari hidupnya dan setiap saat harus selalu mau melindungi dalam segala situasi. Sikap dan pandangan pemimpin harus diperlihatkan dalam ucapan dan perilakunya, seperti yang teraktualisasi dalam ungkapan Ing arsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani . Jika seseorang ingin disebut sebagai pemimpin, maka dia harus selalu berada di depan untuk memberikan contoh yang baik dalam bentuk sikap, ucapan dan tindakan yang konsisten. Ketika berada di tengah- tengan rakyatnya, maka dia harus mangun karsa memberi semangat agar rakyat tidak mudah putus asa jika menghadapi segala macam cobaan. Ketika di belakang, dia harus selalu tut wuri handayani mau mendorong agar rakyatnya mau selalu maju. Jika sikap dan pandangan pemimpinnya baik maka rakyat akan selalu Melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat salira hangrasa wani , artinya segala prestasi yang dicapai dalam suatu Negara akan selalu dijaga oleh rakyat dengan baik karena rakyat merasa ikut memiliki melu handarbeni; dan jika ada orang lain yang akan merusak tatanan yang sudah mapan, rakyat juga akan ikut membela melu hangrungkeb . Semua itu dilakukan setelah mengetahui secara pasti duduk persoalan mana yang benar dan mana yang salah dengan mulat salira hangrasa wani mawas diri. Orang Jawa dalam menyelesaikan konflik suka secara bertahap dengan berkomunikasi dan bersilaturahmi. Seperti dalam ungkapan : ameng-ameng, omong-omong, amang-amang, artinya : orang Jawa yang memiliki masalah dengan orang lain akan mengajak mereka untuk menyelesaikannya dengan cara mendatangi rumahnya ameng-ameng, bersilaturahmi untuk mendekatkan rasa persaudaraan sehingga titik perbedaan yang sering ada dapat didekatkan sehingga tidak terjadi kesalah pahaman. Bila seseorang yang bermasalah sudah didatangi ke rumahnya ternyata dia tidak dapat menangkap maksudnya, orang Jawa akan menyelesaikan masalah itu dengan mengajak berbicara secara langsung omong-omong membahas masalah yang sedang dihadapi, diharapkan agar masalah dapat selesai tanpa harus ada konflik secara terbuka. Bila sudah diajak berbicara secara baik-baik ternyata tetap tidak dapat menyelesaikan masalah, mereka akan menggunakan teknik amang-amang ancaman. Ancaman ini dapat dimulai dari yang sangat halus sampai pada yang sangat keras. Sayangnya, bila sudah sampai pada mengancam yang sangat keras, orang Jawa sudah tidak pernah mau mundur selangkahpun sebelum berhasil. Jika teknik amang-amang ini tidak berhasil juga, mereka tidak segan-segan menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Berdasarkan uraian di atas, pola dari pandangan hidup orang Jawa tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Pola Pandangan Hidup Orang Jawa Pandangan hidup orang Jawa menurut pola di atas memberikan arahan mengenai bagaimana seseorang bisa mewujudkan kehidupan dan cita-citanya. Pedoman utama pandangan hidup ini adalah keyakinan yang kuat mengenai adanya Tuhan dan kekuasaan yang dimiliki Tuhan untuk mengatur alam semestajagat raya. Orang Jawa dalam mencapat tujuan hidupnya menempatkan kesadaran subyektifnya bahwa dirinya hanyalah sebagian kecil dari jagat raya ini. Tujuan hidup yang dianggap baik oleh orang Jawa yang utama adalah manunggaling kawula gusti yaitu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan. Apapun caranya yang dilakukan oleh orang Jawa tersebut misalnya dengan wujud “tirakat”, “semedi” bahkan dengan budaya Kejawen. Hal ini dilatar belakangi karena 1 ketidak mampuan manusia menerangkan seluruh gejala alam yang dilihatnya dan dirasakannya, 2 keinginan manusia untuk mencari sandaran hidup yang dapat menuntun rasa, karsa, cipta dan karyanya, dan 3 adanya kedekatan hubungan antara orang Jawa dengan Sang Maha Pencipta Pranowo, 2002. Orang Jawa dalam kehidupan bermasyarakat selalu menginginkan hidup rukun dan damai, karena itu mereka selalu berusaha rendah hati dan setia kawan antar sesama anggota masyarakat dan selalu tunduk kepada pimpinan dan mengikuti perintah pimpinan selama itu jelas dan melakukannya dengan mawas diri. Mereka pantang meyerah dalam kehidupan bermasyarakat, maksudnya bahwa orang Jawa selalu menghindari konflik terbuka karena itu Tuhan Kawula Gusti tempat bertemunya jagat cilik dengan jagat gedhe Manunggaling Kawula Gusti Kebenaran, Kebaikan Kemuliaan, Kebahagiaan Rukun dan Damai Ing arsa Sung tuludo Ing Madya Mangun karsa Tut Wuri Handayani Untuk Orang Lain Hamangku Hamengku Hamengkoni Untuk Diri Sendiri Kesederhanaan Punya Tanggung Jawab Sangat Halus Hati-hati Rendah Hati Njaga Praja Setia Kawan Pantang Menyerah mereka pantang menyerah untuk menyelesaikan permasalahan serumit apapun. Seperti dalam ungkapan rawe rawe rantas, malang-malang putung apapun yang menghalangi akan diterjang tanpa mau kompromi atau Sura dira jayaning rat, pangruawating diyu, lebur dening pangastuti , maksudnya siapapun harus berani membasmi angkara murka untuk membela kebenaran karena adanya keyakinan bahwa angkara murka pasti dapat dikalahkan dengan kebaikan. Modal Sosial Diberlakukannya Undang-Undang NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan peluang bagi daerah kabupaten dan kota untuk menciptakan kemandirian dalam rangka membangun daerahnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi dan peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal. Kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini masih banyaknya terjadi benturan-benturan sosial, baik dalam bentuk konflik, kekerasan, bahkan terorisme yang mengacak-acak modal sosial sosial capital sehingga kita sudah banyak kehilangan nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, persatuan, dan nilai-nilai lainnya yang dapat meningkatkan kemantapan persatuan dan kesatuan. Upaya yang harus dilakukan adalah bagaimana kita sebagai bangsa menata kembali modal sosial yang telah kita miliki sesuai dengan peran kita masing-masing dalam institusi lokal yang lambat laun diharapkan dapat menyebar ke institusi yang lebih luas dan lebar yaitu institusi global. Modal sosial sosial capital dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi Coleman, 1999. Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi berhubungan satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Fukuyama 2007 mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma- norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Cox Fukuyama, 2007 mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Berdasarkan kedua definisi di atas, modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial social glue yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Modal sosial dapat dikatakan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Sejalan dengan pendapat Fukuyama menurut Cohen dan Prusak L. 2001, modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan trust, saling pengertian mutual understanding, dan nilai-nilai bersama shared value yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Senada dengan Cohen dan Prusak L., Hasbullah 2006 menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya sepetri trust rasa saling mempercayai, adanya hubungan timbal balik, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Modal sosial sosial capital berbeda definisi dan terminologinya dengan human capital Fukuyama, 2007. Bentuk human capital adalah ‘pengetahuan’ dan ‘ketrampilan’ manusia. Investasi human capital konvensional dalam bentuk pendidikan universitas, pelatihan menjadi seorang mekanik atau programmer computer, atau menyelenggarakan pendidikan yang tepat lainnya. Sedangkan modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Modal sosial dapat dilembagakan dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok masyarakat paling besar seperti halnya Negara bangsa. Modal sosial ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah Fukuyama, 2007. Modal sosial dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bisa diperoleh seperti dalam kasus bentuk-bentuk human capital. Akuisisi modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas dan dalam konteksnya sekaligus mengadopsi kebajikan-kebajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan dependability. Modal sosial lebih didasarkan pada kebajikan-kebajikan sosial umum. Fukuyama 2007 dengan tegas menyatakan, belum tentu norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan trust. Trust merupakan harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur kebajikan dan keadilan. Berdasarkan konsepsi-konsepsi sebelumnya, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dimensi dari modal sosial adalah memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas hidupnya, dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Proses perubahan dan upaya mencapai tujuan tersebut, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku, serta berhubungan atau membangun jaringan dengan pihak lain. Francis Fukuyama 2007 mengilustrasikan modal sosial dalam trust, believe and vertrauen artinya bahwa pentingnya kepercayaan yang mengakar dalam faktor kultural seperti etika dan moral. Trust muncul maka komunitas membagikan sekumpulan nilai-nilai moral, sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum dan kejujuran. Ia juga menyatakan bahwa asosiasi dan jaringan lokal sungguh mempunyai dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pembangunan lokal serta memainkan peran penting dalam manajemen lingkungan. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal sosial antara lain: sikap partisipatif, sikap saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Inilah jati diri modal sosial yang sebenarnya. Menurut Hasbullah 2006, dimensi inti telaah dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi timbal balik dan saling menguntungkan serta dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai- nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Menurut pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas 1 modal yang berbetuk material seperti uang, gedung atau barang; 2 modal budaya dalam bentuk kualitas pendidikan; kearifan budaya lokal; dan 3 modal sosial dalam bentuk kebersamaan, kewajiban sosial yang diinstitusionalisasikan dalam bentuk kehidupan bersama, peran, wewenang, tanggungjawab, sistem penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan tindakan kolektif. James Colement 1990 menyatakan modal sosial merupakan inheren dalam struktur relasi antar individu. Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang menciptakan berbagai ragam kualitas sosial berupa saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya. Putnam 2001 mengartikan modal sosial sebagai “features of sosial organization such as networks, norms, and sosial trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit ”. Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, kepercayaan dan jaringan kerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial juga dipahami sebagai pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Bank Dunia 1999 modal sosial lebih diartikan kepada dimensi institusional, hubungan yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial pun tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga perekat sosial glue yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan. Menurut Lesser 2000, modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena 1 memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi angota komunitas; 2 menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; 3 mengembangkan solidaritas; 4 memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; 5 memungkinkan pencapaian bersama; dan 6 membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya, memberikan kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan, dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama. Masyarakat kita yang amat plural, seringkali muncul perbedaan pendapat, gesekan antara berbagai kelompok, benturan kepentingan, bahkan konflik-konflik sosial, baik yang berskala kecil maupun besar. Kemampuan manajemen bagi konflik-konflik ini teramat penting. Oleh karena itu, lembaga-lembaga sosial dan politik serta pranata-pranatanya harus mampu bukan sekedar meredam, tetapi menyalurkan dinamika yang lahir akibat perbedaan tersebut sehingga dari pergesekan-pergesekan itu justru akan dihasilkan sesuatu yang lebih baik. Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan kekuatan dan bukan menjadi kelemahan bangsa kita. Berdasarkan hal itu, interaksi sosial dapat bersifat vertikal dan horisontal. Interaksi vertikal, jika diarahkan secara tepat, dapat pula menjadi sumber energi pembangunan masyarakat kita. Salah satu wujudnya adalah poros pemerintah-masyarakat yang merupakan poros vertikal yang harus dikemban gkan dari poros “kekuasaan” menjadi poros “pemberdayaan”. Interaksi ini harus berkembang menjadi interaksi dialogis tanpa harus kehilangan sifat vertikalnya. Bagaimanapun, pemerintah merupakan unsur yang ditinjau dari segi masyarakat, berada di atas karena memegang kekuasaan dan memiliki kekuatan. Ia dapat menggunakan posisinya itu untuk menindas tetapi bisa juga untuk melindungi dan memajukan masyarakat, dan interaksi dapat memberdayakan yang lemah sehingga memberikan kekuatan kepada yang lemah itu untuk dapat berpartisipasi dalam interaksi sosial yang horisontal dengan sesama warga atau kelompok dalam masyarakat kita. Interaksi horisontal harus dikembangkan menjadi interaksi “solidaritas” dan “kemitraan”. Manusia berhadapan dengan kehidupan antaranggota, antarkelompok, atau antarlembaga dalam masyarakat. Anggota masyarakat –perseorangan maupun kelompok–dapat secara efektif ikut dalam interaksi horisontal hanya kalau mempunyai kekuatan yang kurang lebih setara dengan sesamanya. Selain memanfaatkan poros vertikal, maka perlu sekaligus dikembangkan dialog pada poros horisontal, yaitu mengembangkan solidaritas dan kemitraan. Oleh karena itu, dalam penyaluran pembiayaan syariah kepada para petani harus memperhatikan nilai yang paling dasar dari sosial capital yaitu trust rasa saling percaya. Modal sosial juga berlaku dalam sebuah organisasi sosial. BMT dan kelompok tani sebagai organisasi sosial. Modal sosial organisasi haruslah inovatif. Pada konteks sebuah organisasi baru yang berbasis pada pengetahuan, ada tiga komponen modal yang sangat menentukan kinerja organisasi. Modal ini adalah sesuatu yang akhirnya memunculkan berbagai inovasi yang mendukung kinerja keuangan perusahaan financial performance. Kinerja keuangan ini disebabkan oleh kemampuan untuk menghasilkan produk dan jasa yang inovatif yang disertai oleh pelayanan prima pada pelanggan yang akhirnya membuat para pelanggan mau membeli produk dan jasa dan memiliki loyalitas pada produk dan jasa. Secara garis besar ada tiga komponen modal organisasi yang mendukung inovasi menurut Ancok 2007, yakni: 1 Modal Manusia Human Capital; 2 Modal Struktural Structural Capital; 3 Modal Kepemimpinan Leadership Capital. Uraian secara terperinci Sebagai berikut : Modal Manusia Manusia adalah komponen yang sangat penting di dalam proses inovasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam komponen dari modal manusia menurut Ancok 2007, yakni: 1 Modal intelektual; 2 Modal emosional; 3 Modal sosial; 4 Modal ketabahan; 5 Modal moral; 6 Modal kesehatan. Keenam komponen modal manusia ini akan muncul dalam sebuah kinerja yang optimum apabila disertai oleh modal kepemimpinan dan modal struktur organisasi yang memberikan wahana kerja yang mendukung. Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Manusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif untuk mengelola perubahan lingkungan kehidupan ekonomi, sosial, politik, teknologi, hukum dll yang sangat tinggi kecepatannya. Mereka yang tidak beradaptasi pada perubahan yang super cepat ini akan dilanda kesulitan. Dalam kondisi yang ditandai oleh perubahan yang super cepat manusia harus terus memperluas dan mempertajam pengetahuannya. dan mengembangkaan kreatifitasnya untuk berinovasi. Pada awal tahun 1920 psikolog banyak membicarakan konsep IQ Intelligence Quotient dengan asumsi bahwa mereka yang memiliki IQ yang tinggi akan memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan kehidupan. Orang yang memiliki IQ yang tinggi diduga akan cepat menguasai pengetahuan karena kecepatan daya pikir yang dimilikinya. Namun selain memiliki angka kecerdasan yang tinggi, seseorang baru akan memiliki pengetahuan yang luas apabila dia memiliki kebiasaan untuk merenung tentang kejadian alam semesta ini dan mencari makna dari setiap fenomena yang terjadi tersebut. Kebiasaan merenung dan merefleksikan sebuah fenomena inilah yang membuat orang menjadi cerdas. Oleh karena modal intelektual terletak pada kemauan untuk berfikir dan kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru, maka modal intelektual tidak selalu ditentukan oleh tingkat pendidikan formal yang tinggi. Banyak korang yang tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi tetapi dia seorang pemikir yang menghasilkan gagasan yang berkualitas yaitu dengan sharing knowledge . Modal Emosional. Goldman Ancok, 2007 menggunakan istilah Emotional Intelligence untuk menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam berinteraksi dengan orang lain. Ada empat dimensi dari kecerdasan emosional yakni : 1 Self- Awareness adalah kemampuan untuk memahami emosi diri sendiri secara tepat dan akurat dalam berbagai situasi secara konsisten. Bagaimana reaksi emosi di saat menghadapi suatu peristiwa yang memancing emosi, sehingga seseorang dapat memahami respon emosi dirinya sendiri dari segi positif maupun segi negatif. 2 Self Management adalah kemampuan mengelola emosi secara baik, setelah memahami emosi yang sedang dirasakannya, apakah emosi positif atau negatif. Kemampuan mengelola emosi secara positif dalam berhadapan dengan emosi diri sendiri akan membuat seseorang dapat merasakan kebahagiaan yang maksimal. 3 Sosial Awareness adalah kemampuan untuk memahami emosi orang lain dari tindakannya yang tampak. Ini adalah kemampuan berempati, memahami dan merasakan perasaan orang lain secara akurat. Dengan adanya pemahaman ini individu sudah memiliki kesiapan untuk menanggapi situasi emosi orang lain secara positif. 4 Relationship Management adalah kemampuan orang untuk berinteraksi secara positif pada orang lain, betapapun negatifnya emosi yang dimunculkan oleh orang lain. Kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain secara positif ini adalah hasil dari ketiga dimensi lain dari kecerdasan emosi self awareness, self management and sosial awareness. Orang yang memiliki modal emosional yang tinggi memiliki sikap positif di dalam menjalani kehidupan. Orang yang memiliki pikiran positif positive thinking dalam menilai sebuah fenomena kehidupan betapapun buruknya fenomena tersebut di mata orang lain. Khususnya di dalam menghadapi perbedaan pendapat, orang yang memiliki modal emosional yang baik akan menyikapinya dengan positif, sehingga diperoleh manfaat yang besar bagi pengembangan diri, atau pengembangan sebuah konsep. Modal intelektual akan berkembang atau terhambat perkembangannya sangat ditentukan oleh modal emosional. Orang yang hatinya terbuka dan bersikap positif dan terbuka serta menghindari pernilaian negatif atas sebuah pemikiran orang lain akan memperoleh manfaat dari perbedaan pendapat. Modal intelektualnya akan bertambah dengan sikap yang demikian ini. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran agama yang mengajar agar orang bersifat sabar, dan lebih baik diam kalau tidak bisa memilih kata-kata yang baik. Fukuyama 2007 menyatakan bahwa transisi dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi semakin merenggangkan ikatan sosial dan melahirkan banyaknya patologi sosial seperti meningkatnya angka kejahatan, anak-anak lahir di luar nikah dan menurunnya kepercayaan pada sesama komponen masyarakat. Era informasi yang ditandai semakin berkurangnya kontak tatap muka face to face relationship , modal sosial sebagai bagian dari modal maya virtual capital akan semakin menonjol peranannya. Ancok 2007 mendefinisikan konsep modal sosial yang dikategorikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menekankan pada jaringan hubungan sosial sosial network , sedangkan kelompok kedua lebih menekankan pada karakteristik traits yang melekat embedded pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial. Modal Intelektual baru akan berkembang bila masing-masing orang berbagi wawasan. Untuk dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang lainnya. Kemampuan membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan modal sosial. Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial sosial networking semakin tinggi nilai seseorang. Modal sosial dimanifestasikan pula dalam kemampuan untuk bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan diversity. Pengakuan dan penghargaan atas perbedaan adalah suatu syarat tumbuhnya kreativitas dan sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda, dan menghargai dan memanfaatkan secara bersama perbedaan tersebut akan memberikan kebaikan buat semua. Modal Ketabahan Adversity Capital. Menurut Ancok 2007 Ketabahan adalah modal untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi ataukah kehidupan sebuah organsanisasi . Khususnya di saat menghadapi kesulitan, atau problem yang belum terpecahkan hanya mereka yang tabah yang akan berhasil menyelesaikannya. Demikian pula bila sebuah perusahaan sedang dilanda kesulitan karena tantangan berat yang dihadapinya karena kehadiran perubahan lingkungan yang membuat cara kerja lama tidak lagi memadai. Berdasarkan perumpamaan pada para pendaki gunung, Ancok 2007 mengambil kategori dari Stoltz membedakan tiga tipe manusia, quitter, camper dan climber. Tipe pendaki gunung yang mudah menyerah dinamainya dengan quitter yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah memilih untuk melarikan diri dari masalah dan tidak mau menghadapi tantangan guna menaklukkan masalah. Orang seperti ini akan sangat tidak efektif dalam menghadapi tugas kehidupan yang berisi tantangan. Demikian pula dia tidak efektif sebagai pekerja sebuah organisasi bila dia tidak kuat. Tipe camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak sepenuh hati. Bila dia menghadapi sesuatu tantangan dia berusaha untuk mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan dengan segala kemapuan yang dimilikinya. Dia bukan tipe orang yang akan mengerahkan segala potensi yang dimilikinya untuk menjawab tantangan yang dihadapinya. Bila tantangan persoalan cukup berat dan dia sudah berusaha mengatasinya tapi tidak berhasil, maka dia akan melupakan keinginannya dan beralih ke tempat lain yang tidak memiliki tantangan seberat itu. Tipe ketiga adalah climber yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam menyelesaikan masalah. Tipe ini, orangnya pantang menyerah sesulit apapun situasi yang dihadapinya. Pekerja yang produktif bagi organisasi ditempatnya bekerja. Orang tipe ini memiliki visi dan cita-cita yang jelas dalam kehidupannya. Kehidupan dijalaninya dengan sebuah tata nilai yang mulia, bahwa berjalan harus sampai ketujuan. Orang yang tipe ini ingin selalu menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas sense of closure dengan berpegang teguh pada sebuah prinsip etika. Dia bukan tipe manusia yang ingin berhasil tanpa usaha. Bagi dia yang utama bukan tercapainya puncak gunung, tetapi keberhasilan menjalani proses pendakian yang sulit dan menegangkan hingga mencapai puncak. Modal Moral. Kinerja perusahaan sangat tergantung pada sejauh mana perusahaan berpegang pada prinsip etika bisnis di dalam kegiatan bisnis yang dilakukannya. Karyawan yang berperilaku sesuai dengan kaidah etik perusahaan memiliki berbagai perangkat pendukung etik, yang salah satunya adalah manusia yang memiliki moral yang mengharamkan perilaku yang melanggar etik. Contohnya kasus krisis keungan di Indonesia tahun 1997-1978 yang membuat perbankan Indonesia bangkrut karena kasus BLBI Bantuan Likuiditas Bank Indonesia adalah disebabkan oleh perilaku para pemain bisnis yang tidak berpegang pada etika bisnis. Ada empat komponen modal moral yang membuat seseorang memiliki kecerdasan moral yang tinggi yakni: 1 Integritas integrity, yakni kemauan untuk mengintegrasikan nilai-nilai universal di dalam perilaku. Individu memilih berperilaku yang tidak bertentangan dengan kaidah perilaku etikal yang universal. Orang berperilaku atas keyakinan bahwa perilaku dalam bekerja yang etikal adalah sesuatu yang harus dilakukan dan akan membuat dirinya bersalah jika hal itu dilakukan. 2 Bertanggung-jawab responsibility atas perbuatan yang dilakukannya. Hanya orang-orang yang mau bertanggung-jawab atas tindakannya dan memahami konsekuensi dari tindakannya yang bisa berbuat sejalan dengan prinsip etik yang universal. 3 Penyayang compassionate adalah tipe orang yang tidak akan merugikan orang lain, karena dia menyadari memberi kasih sayang pada orang lain adalah juga sama dengan memberi kasih sayang pada diri sendiri. Orang yang melanggar etika adalah orang yang tidak memiliki kasih sayang pada orang lain yang dirugikan akibat perbuatannya yang melanggar hak orang lain. 4 Pemaaf forgiveness adalah sifat yang diberikan pada sesama manusia. Orang yang memiliki kecerdasan moral yang tinggi bukanlah tipe orang pendendam yang membalas perilaku yang tidak menyenangkan dengan cara yang tidak menyenangkan pula. Sama halnya dengan modal intelektual yang berbasis pada kecerdasan intelektual maka modal moral dasarnya adalah kecerdasan moral yang berbasis pada empat kompetensi moral di atas. Modal moral menjadi semakin penting peranannya karena upaya membangun manusia yang cerdas dengan IQ tinggi dan manusia yang pandai mengelola emosinya dalam berhubungan dengan orang lain tidaklah menghantarkan manusia pada kebermaknaan hidup. Kebermaknaan hidup adalah sebuah motivasi yang kuat yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu kegiatan yang berguna. Hidup yang berguna adalah hidup yang memberi makna pada diri sendiri dan orang lain. Selain itu modal moral ini juga memberikan perasaan hidup yang komplit wholeness. Bagi orang Islam modal intelektual, emosional, modal sosial, modal ketabahan dan modal moral yang dibicarakan di atas adalah bagian dari ekspresi Modal spiritual. Semakin tinggi iman dan takwa seseorang semakin tinggi pula ke lima modal di atas. Namun demikian banyak orang yang menyarankan agar modal spiritual dipisahkan dari kelima modal di atas, dengan tujuan untuk semakin menekankan betapa pentingnya upaya pengembangan spiritualitas dan keberagamaan manusia. Di mata orang yang berpandangan demikian, agama akan menjadi pembimbing kehidupan agar tidak menjadi egostik yang orientasinya hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan keagamaan adalah bagian mutlak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta aman dan damai. Modal Kesehatan. Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua modal di atas. Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa bekerja dan berfikir secara produktif. Stephen Covey 1986 dalam buku yang sangat laris berjudul Seven Habits of Highly Effective People , mengatakan bahwa kesehatan adalah bagian dari kehidupan yang harus selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya sebagai pendukung manusia yang efektif. Bila badan sedang sakit semua sistim tubuh kita menjadi terganggu fungsinya, akibatnya kita jadi malas berfikir dan berbuat modal intelektual, dan seringkali emosi modal emosional kita mudah terganggu kestabilannya, dan seringkali kita mudah menyerah menghadapi tantangan hidup modal ketabahan. Selain itu semangat untuk berinteraksi dengan orang lain modal sosial dengan orang lainpun menjadi be rkurang. Jadi ada benarnya kata orang bijak “pada badan yang sehat akan ada pikiran yang sehat”. Modal struktural juga dapat disebut sebagai infrastruktur pendukung, proses dan basis data organisasi yang memungkinan modal insani dalam menjalankan fungsinya. Modal struktural juga meliputi perihal seperti gedung, perangkat keras, perangkat lunak, proses, paten, dan hak cipta. Tidak hanya itu, modal struktural juga meliputi perihal seperti citra organisasi, sistem informasi, dan hak milik basis data. Karena keberagamannya ini, maka modal struktural bisa diklasifikasikan lebih jauh lagi menjadi modal inovasi, proses, dan organisasi. Indikator dari kadar modal sosial Mulyandari dan Sumardjo, 2010, sebagai berikut : 1 Aspek kebersamaan antar individu di dalam masyarakat guna memenuhi berbagai kehidupan; 2 Sejauhmana angota-anggota masyarakat tahu, mau, dan mampu memanfaatkan waktu-waktu senggang leisure time menjadi waktu yang berharga, produktif, dan bahkan dapat menghasilkan uang. Status seseorang di dalam masyarakat umumnya diperoleh dari perjuangan berprestasi melalui jalur proses belajar learning process baik formal maupun informal dengan status yang diperoleh digolongkan sebagai achived status. 3 sejauhmana sistem jaringan networking dengan prinsip saling membantu dan saling menguntungkan, yang kuat membantu yang lemah dalam berkembang dalam system sosial masyarakat. 4 Keterpercayaan trust atau lebih tepatnya adalah tingkat kepercayaan sosial sosial trust. Indikator ini terkait dengan seberapa tinggi semangat saling menghargai, menghormati, dan mengakui eksistensi dan hak-hak antar anggota masyarakat. Modal manusia dan sosial dalam pertanian adalah yang dapat didayagunakan untuk merealisasikan tujuan kesejahteraan masyarakat petani. Modal manusia yang berkualitas adalah manusia petani yang menurut Sumardjo 1999 sebagai petani yang mandiri, yaitu yang mampu mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha taninya secara tepat, tanpa harus bergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, mampu beradaptasi secara optimal dan inovatif terhadap berbagai perubahan lingkungan fisik dan sosial, serta mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam situasi yang saling menguntungkan sehingga terjadi kesalingtergantungan interdependency. Petani mandiri juga dicirikan oleh perilakunya yang efisien dan berdaya saing tinggi. Berperilaku efisien berarti berpikir dan bertindak disertai dengan sikap positif dalam menggunakan sarana secara tepat guna atau berdayaguna. Perilaku berdaya saing tinggi pastinya dalam berpikir dan bertindak senantiasa disertai sikap berkarya dalam hidup yang berorientasi pada mutu dan kepuasan konsumen atas produk atau jasa yang dihasilkan. Petani yang memiliki kemandirian dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu : 1 Kapabilitas kemampuannya dengan ciri-ciri : kompeten, inovatif, self-reliance, dan self confidence, atau memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang besar. Interpendence handal yang merujuk pada trust kepercayaan dan pengembangan kapabilitas; 3 Jaringan kerjasama kemitraan yang bersifat egaliter kesamaan, bersinergi dan interdependen. Ahmad 2005 juga menambahkan mengenai kualitas petani adalah petani yang amanah, memiliki ciri-ciri : 1 Tawadhu atau rendah hati, karena mereka menyadari bahwa keberhasilan dalam menghasilkan kebun, mulai dari persiapan, menanam, memelihara, hingga panen, semuanya merupakan pertolongan Allah Swt; 2 Senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan rahmat-Nya dengan cara mengakui dan menyadari bahwa setiap keberhasilan yang diperoleh berasal dari Allah Swt dan mengoptimalkan karunia dan rahmat-Nya untuk meningkatkan ketaatan kepada-Nya; 3 Menyediakan dengan ikhlas sebagian hasil kebunnya untuk fakir miskin, baik dalam bentuk zakat atau shodaqoh; 4 Menyadari bahwa seluruh aktivitasnya adalah ibadah, bukan semata-mata untuk memenuhi target keluarga ataupun target pemerintah. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah bekerja keras untuk menyokong rezeki karena Allah Swt; 5 Sabar menghadapi ujian dalam kehidupannya; 6 Tawakal atas hasil dari setiap aktivitas yang telah diusahakan secara maksimal dengan dilandasi keikhlasan dan disertai doa, karena ia yakin tidak ada sesuatupun yang dapat terjadi kecuali atas kehendak Allah Swt. Upaya pembinaan secara terprogram, intensif, dan terus menerus diperlukan untuk mewujudkan petani yang amanah. Seluruh pihak, baik pemerintah, swasta, berbagai lembaga kemasyarakatan maupun masyarakat sendiri harus terlibat secara aktif dalam mekanisme pola komunikasi yang dialogis. Modal Kepemimpinan Modal manusia yang kreatif dan inovatif ini menghasilkan pemimpin yang kreatif dan inovatif pula. Peranan pemimpin ini akan membentuk modal sosial yang inovatif pula. Menurut Moeljono dalam Djohan, 2007 kepemimpinan Jawa yang bersumber dari budaya Jawa, yaitu ajaran Asto Broto dari dunia pewayangan, karena jumlahnya ada delapan ajaran, sebagai berikut : Pertama , tanah yang melambangkan sifat teguh dan kuat, sabar menerima segalanya dan tidak pendendam, sejauh mungkin membalas perilaku buruk dengan sikap besar hati dan memaafkan bahkan membantu menjernihkan suasana. Pemimpin yang bersifat tanah ini berarti tidak mudah mengeluh atas apapun yang menimpa dirinya. Kedua, api, yang melambangkan pemimpin harus mampu tampil berwibawa, berani menegakan hukum dan kebenaran tanpa pandang bulu, tanpa pilih kasih. Ketiga, angin yang selalu bergerak kemanapun tanpa membedakan tempat. Angin melambangkan bahwa pemimpin harus ada dimana-mana alias dekat dengan mereka yang dipimpinnya agar memahami aspirasi yang berkembang di dalam organisasi yang dipimpinnya. Keempat , air, permukaan air selalu tenang dan datar. Ini melambangkan dalam kejadian apapun seorang pemimpin harus mampu menunjukan ketenangannya meskipun di dalamnya sedang bergejolak. Ketenangan ini memberi kepercayaan penuh kepada anak buah, bahwa semua masalah dapat diatasi dengan baik. Kelima, angkasa, suatu substansi yang luas tanpa batas, dan tidak bertepi, sehingga mampu menampung apa saja yang datang kepadanya. Seorang pemimpin diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan diri, mempunyai keluasan batin, sehingga mampu menampung berbagai pendapat dari rakyat maupun anggota yang dipimpinnya. Keenam , bulan, sebuah benda yang indah waktu malam gelap. Pemimpin hendaknya mampu memberikan sinar yang menimbulkan semangat dan rasa percaya pada bawahannya dalam kondisi dan situasi apapun, terutama kondisi yang sangat sulit. Ketujuh, matahari, yang merupakan sumber energy dalam tata surya. Seorang pemimpin diibaratkan mempunyai sifat matahari. Karena itu dia harus bisa mendorong dan menumbuhkan daya hidup anggota yang dipimpinnya dengan memberikan bekal yang cukup sehingga mampu berkarya. Kedelapan, bintang, benda yang berposisi tetap di langit, sebagai pedoman arah di waktu malam. Seorang pemimpin seyogyanya menjadi teladan, panutan. Ia memberikan arah dan paduan. Kepemimpinan dalam budaya Jawa modern di wujudkan dalam kepemimpinan Ki Hajar Dewantara yang mengenalkan tiga filosofi kepemimpinan yang menjadi satu kesatuan, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani . Ngarso artinya di depan sedangkan tulodo maknanya adalah contoh. Maknanya, sebagai pemimpin seyogyanya menjadi contoh yang baik. Kedua, madya artinya tengah, mangun artinya membentuk sesuai keperluannya, sedangkan karsa artinya kehendak. Sebagai pemimpin dianjurkan dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, pemberi semangat dan menjaga kehendak serta keperluan atasan dan bawahan secara seimbang. Sedangkan ketiga, tut wuri artinya mengikuti dari belakang, handayani artinya memberikan kekuatan. Sebagai pemimpin harus mampu mengasuh bawahan dengan baik bukan memanjakan tetapi justru memberi arahan, kekuatan dan rasa aman. Moeljono dalam Djohan, 2007 mengatakan bahwa premis dasar dari filosofi kepemimpinan Jawa adala h “memimpin adalah kewajiban, pengabdian dan bukan hak. Pimpinlah dengan kebersihan hati”. Menurut Salahuddin 2010 ada tiga ungkapan yang menjadi syarat dalam tatar sunda untuk menjadi seorang pemimpin, yaitu Nyantri, Nyakola dan Nyunda. Nyantri, pemimpin harus memiliki kecerdasan spiritual. Spiritual menjadi harga mati sebagai benteng terakhir agar seseorang pemimpin sadar betul bahwa kepemimpinannya itu adalah amanah dan mesti harus dipertanggungjawabkan. Nyakola adalah symbol dari seseorang yang lebih mementingkan nalar ketimbang tubuh. Nalar tidak pernah berhenti berfikir. Nyunda adalah diksi dengan makna seperangkat nilai-nilai kesundaan yang harus dimiliki oleh para pemimpin dan calon pemimpin. Nyunda sebenarnya mencerminkan sosok pemimpin yang mampu menyatu dengan rakyat secara tulus ngumawula ka wayahna, pribadi yang tidak bertingkah laku teu ningkah, tidak memperlihatkan sikap tinggi hati kepada orang lain teu adigung kamagungan, tidak suka dimeriahkan dengan kemegahan teu paya agreng-agreng, arif dan adil agung maklum sarta adil dan mustahil korupsi cadu basilat. Modal sosial juga dipengaruhi oleh keadaan dari lingkungan masyarakatnya. Lingkungan masyarakat ini yang biasa disebut kearifan lokal. Setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak positif, salah satunya adalah munculnya kearifan lokal di sebagian masyarakat Indonesia. Menurut Sultan Hamengku Buwono X 2009, Ada tiga masalah besar yang kini dihadapi petani di Indonesia. Pertama, lemahnya modal sosial. Kedua masih tingginya angka kemiskinan rakyat, dan ketiga kerusakan sumberdaya pertanian yang semakin membesar. Modal sosial yang dibutuhkan misalnya penegakan hukum, dan desentralisasi pemerintahan hingga tingkat desa. Visi pembangunan pertanian 2025 juga harus diubah orientasinya, dari industrialisasi non pertanian, yang footlose dan bias kota, menjadi memihak pada industrialisasi pedesaan berbasis pertanian. Kearifan lokal dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya kognisi untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Lokal secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Kearifan lokal sebagai ruang interaksi sudah didesain sedemikian rupa, yang di dalamnya melibatkan pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia, atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Sebuah setting kehidupan yang terbentuk akan memproduksi nilai-nilai, yang menjadi landasan hubungan atau acuan tingkah-laku masyarakat lokal. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit explicit knowledge yang muncul dari periode panjang yang berevolusi di masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh mampu melakukan dinamisasi kehidupan masyarakat yang beradab. Sangat beralasan jika Greertz mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan dan kreativitas kolektif serta pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya sangat menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakat lokal. Hamengkubuwono IX 2009 menjelaskan bahwa kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tertentu, misalnya alon-alon waton kelakon masyarakat Jawa Tengah, rawe-rawe rantas malang-malang putung masyarakat Jawa Timur, ikhlas kyai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e masyarakat pesantren, dan sebagainya. Kearifan lokal adalah tema humaniora yang diunggulkan sebagai “pengetahuan” yang “benar” berhadapan dengan standar “saintisme” modern, yaitu semua pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan positivisme. Sains modern dianggap memanipulasi alam dan kebudayaan dengan mengobjektifkan semua segi kehidupan alamiah dan batiniah, dengan akibat hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”. Sains modern menganggap unsur “nilai” dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak relevan untuk memahami ilmu pengetahuan. Bagi sains, hanya fakta-fakta yang dapat diukurlah yang boleh dijadikan dasar penyusunan pengetahuan. Itulah prinsip positivisme. Kearifan lokal adalah hujah argument untuk menge mbalikan “nilai” dan “moralitas” sebagai pokok pengetahuan. Pandangan kearifan lokal yang khas adalah berdasarkan kebenaran pada ajaran-ajaran tradisional yang sudah jadi, dan hampir tidak mempersoalkan kandungan politik ajaran-ajaran tradisional itu. Lingkungan hidup, misalnya, merupakan kawasan proteksi “kearifan lokal” melalui pengembalian cara-cara pertanian tradisional untuk menggantikan cara-cara pertanian modern. Artinya, pertanian bukan sekadar bagaimana meningkatkan hasil, tetapi juga menjaga kualitas lingkungan hidup. Keberlanjutan adalah premis pokoknya, bukan profit semata, dan itu sudah dipraktikan turun- temurun oleh masyarakat petani. Pemahaman yang sangat baik menimbulkan satu pengetahuanilmu yang dikenal sebagai ”kearifan lingkungan” mampu mengatasi kondisi suatu lingkungan dengan baik sehingga usaha pertaniannya berhasil baik. Kondisi lingkungan begitu dinamis dan berbeda di masing-masing wilayah, selanjutnya menimbulkan pemahaman yang lebih spesifik, sehingga memunculkan ”kearifan lokal” dalam menghadapi kondisi lingkungan dan permasalahannya untuk pertanian. ”Kearifan lokal” tersebut telah eksis di lapangan, sehingga untuk memajukan pertanian khususnya budidaya padi akan sangat baik jika ”kearifan lokal” tersebut dapat dijadikan salah satu sumber inspirasi inovasi teknologi. Inovasi teknologi yang dihasilkan diharapkan dapat lebih dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat petani. Pentingnya budaya lokal dalam proses pembangunan memunculkan beberapa alasan pokok mengenai pemanfaatan unsur-unsur budaya lokal dalam melaksanakan pembangunan bagi masyarakat setempat. Pertama, unsur-unsur budaya lokal mempunyai legitimasi tradisional di mata masyarakat binaan yang menjadi sasaran program pemberdayaan dan pembangunan. Kedua , unsur-unsur budaya secara simbolis merupakan unsur komunikasi yang paling berharga dari penduduk setempat. Ketiga,unsur-unsur budaya mempunyai aneka ragam fungsi baik yang terwujud maupun yang terpendam yang sering menjadikannya sebagai sarana yang paling berguna untuk perubahan dibandingkan dengan yang tampak pada permukaan jika hanya dilihat dalam kaitan dengan fungsinya yang terwujud saja. Kearifan lokal local wisdom merupakan bagian dari sistem budaya, biasanya berupa larangan-larangan tabu yang mengatur hubungan sosial maupun hubungan manusia dengan lingkungan alamnya. Kearifan lokal berfungsi untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan “aset” yang dimiliki suatu masyarakat sehingga masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan- kebutuhannya dari generasi kegenerasi berikutnya, tanpa harus merusak atau menghabiskan “aset” tersebut. Kearifan lokal selalu dijadikan pedoman atau acuan oleh masyarakat dalam bertindak atau berperilaku dalam praksis kehidupannya. Hal ini merupakan wujud dari kesadaran terhadap hukum kausalitas sebab-akibat dan pemahaman terhadap hubungan yang bersifat simbiosis mutualis. Komunikasi yang dapat dipercaya Trust Communication Kata komunikasi menurut Effendy 2002 berasal dari kata bahasa latin : Communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Proses komunikasi harus terdapat unsur- unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator penyebar pesan dan komunikan penerima pesan. Komunikasi memiliki beberapa tipe yang menurut Mulyana 2007 sebagai berikut : 1 komunikasi antarpribadi interpersonal communication adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal. 2 komunikasi kelompok group communication adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka bersama sebagai bagian dari kelompok tersebut. 3 Komunikasi organisasi Organizational communication yaitu komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. 4 Komunikasi massa mass communication adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak suratkabar, majalah atau elektronik radio, televisi, yang dikelola oleh suatu lembaga atau yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. Menurut Miller and Steinberg 2002 ketika berkomunikasi muncul konsep trust kepercayaan yaitu konsep yang sentralutama dalam konseptualisasi pengembangan hubungan. Miller and Steinberg menyatakan hanya ketika ada kepercayaan pada orang yang spesifik dan relationship hubungan secara lebih jelas dilabelkan sebagai interpersonal. Littlejohn and Foss 2008 mengatakan teori-teori yang berada dalam tradisi fenomenologi mengasumsikan bahwa orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka dan memahami dunia dengan pengalamannya sendiri. Lebih lanjut Littlejohn mengatakan istilah fenomena merujuk pada kemunculan objek, peristiwa atau kondisi yang diterima. Penelitian ini berdasarkan pada tradisi fenomenologi yang akan melihat bagaimana sebuah lembaga keuangan syariah melakukan hubungan dengan para petani ketika menyalurkan pembiayaankredit. Lembaga keuangan mikro syariah membangun hubungan melalui komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massainternet. Tradisi fenomenologi membahas mengenai hubungan relationship, seperti yang dikemukakan Littlejohn and Fosss 2008 fenomenologi sebagai tradisi yang menfokuskan pada internal, menitik beratkan pada pengalaman orang. Tradisi ini melihat cara orang memahami dan memberikan makna pada peristiwa dalam kehidupannya sesuai dengan yang dirasakannya, mengenai teori hubungan dalam tradisi ini dikemukakan oleh Carl Rogers dalam Littlejon and Foss, 2008. Pendekatan Carl Rogers pada hubungan dimulai dengan istilah lapangan fenomena. Pengalaman manusia secara keseluruhan sebagai orang yang mengkonstitusi lapangan fenomenanya; yaitu mengenai semua yang diketahui dan dirasakan orang. Tingkat pengalaman orang akan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Relationship dikarakteristikan dengan negatif, kritikal komunikasi ditunjukan dalam sifat yang tidak sesuai, karena mereka menciptakan inkonsistensi antara perasaan dirinya sendiri dengan aspek lain dalam pengalamannya. Menurut Rogers Littlejohn and Foss, 2008 hubungan yang sehat dikarakteristikan dalam sepuluh kualitas : 1 Komunikator diterima oleh yang lain sebagai trustworthy dapat dipercaya atau bergantung secara konsisten. 2 Mereka mengekspesikan diri mereka sendiri secara tidak ambigu, 3 Mereka memberikan sikap positif pada kehangatan dan care dengan yang lain. 4 Pasangan dalam hubungan yang menolong menjaga terpisahnya identitas. 5 Pasangan mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. 6 Hubungan yang menolong ditandai oleh empati, yang saling memahami perasaan yang lainnya. 7 Penolong menerima bermacam aspekgambaran pada pengalaman orang lain sebagai yang mereka kemukakan atau dikomunikasikan oleh orang lain. 8 Pasangan merespons dengan sensitif sufficient untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi perubahan personal. 9 Komunikator akan dapat bebas dari mereka sendiri dari ancaman evaluasi dari orang lain. 10 Beberapa komunikator memperkenalkan bahwa orang lain akan merubah dan cukup fleksibel untuk mengizinkan orang lain untuk berubah. BMT dalam menyalurkan pembiayaan kepada petani harus dapat merubah dirinya sebagai komunikator. BMT dan para petani dapat tercipta saling percaya dan membangun kepercayaan satu sama lain melalui komunikasi yang sehat. Selanjutnya Rogers dalam Griffin, 2006 percaya bahwa kliennya dalam bidang kesehatan membuktikan bahwa ketika berkomunikasi mereka menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka untuk berbicara. Rogers menjelaskan ada tiga kondisi yang mempengaruhi berubahnya personalitas dan hubungan, yaitu 1 kongruenselaras 2 penghargaan positif tanpa syarat 3 pemahaman yang empatik. Komunikasi akan menimbulkan kepercayaan apabila sesuai dengan tiga kondisi, yaitu antara BMT dan petani mempunyai kedudukan yang sama atau selaras; BMT memberikan penghargaan positif tanpa syarat ketika berkomunikasi dengan petani; BMT memiliki pemahaman yang empatik terhadap para petani. Menurut Krichmajer dan Patterson 2003 menjelaskan bahwa dalam komunikasi interpersonal trust merupakan hal yang paling pentingkritis dalam membangun hubungan dan komunikasi yang memiliki tujuan terutama sangat berhubungan dengan credibility trust kepercayaan yang kredibel. Pada studi yang dilakukannya menawarkan konsep kepercayaan yang kredibel, dari perspektif klien dan didasarkan pada perencana keuangan, yaitu : 1 Ahli expertise berpengalaman dan memiliki kompetensi tugas yang spesifik dalam menjalankan perannya secara efektif; 2 Reliabel, ketergantungan dan dapat diprediksi dalam melakukan pelayanan; 3 Jujur dan memiliki tujuan dan mampu menepati janji. Hal ini senada dengan perspektif Laswell dalam Dilla, 2007 bahwa keberhasilan komunikasi yang dilakukan bagi terjadinya perubahan yaitu kepercayaan dan daya tarik komunikator. Komunikator dalam menyampaikan gagasannya harus dilandasi adanya kepercayaan source credibility dan daya tarik source attractiveness. Kepercayaan dalam diri komunikator karena memiliki keahlian expertise sesuai dengan bidangnya sehingga memiliki penetrasi yang tinggi dalam mendorong perubahan yang diinginkan. Mulyana menambahkan 2007 faktor penting yang harus dimiliki komunikator ketika ia berkomunikasi adalah : a Daya Tarik Sumber, Seorang komunikator akan berhasil dalam berkomunikasi jika mampu mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik jika komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya; b Kredibilitas Sumber, Seorang komunikator harus memiliki keahlian dan dan dapat dipercaya oleh komunikannya; c Kecakapan Empatik : Kemampuan seorang komunikator untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Komunikator harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan yang sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa, dsbnya. Faktor keberhasilan komunikasi lainnya adalah faktor dominan dari sistem sosial, yaitu: faktor latar belakang sosial budaya, hubungan sosial, lingkungan fisik dan pengalaman komunikasi sebelumnya. Eksperimen yang dilakukan Garfinkel 2001 menunjukkan bahwa rutinitas interaksi didasari oleh kepercayaan di antara pihak yang berinteraksi secara spesifik tercermin pada percakapan yang dilakukan ketika berinteaksi. Di antara Petani akan saling mempercayai satu dengan yang lainnya untuk mengetahui setiap percakapan yang secara rutin diikutinya. Selanjutnya petani berinteraksi dengan yang lainnya tanpa rasa takut untuk disakiti atau terjadi kekerasan, biasanya interaksi ini dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi pada hakekatnya merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan mendapatkan umpan balik, sehingga terjadi pertukaran informasi dalam suatu kegiatan yang sifatnya personal, kelompok dan perusahaan atau organisasi maupun massa. Pengetahuan mengenai organisasi dan pengorganisasian sangatlah menarik. Pengetahuan ini dapat diterapkan kepada berbagai jenis organisasi dan landasannya didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu. Penguasaan atas komunikasi organisasi memerlukan pemahaman atas landasan pengetahuan tersebut dan pentanyaan-pertanyaan yang muncul. Organisasi Pace Faules, 2005 adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan obyek-obyek; orang-orang dalam organisasi yang berusaha mencapai tujuan bersama. Bila organisasi sehat, maka bagian lainnya interdependen bekerja dengan secara sistematik untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Selanjutnya, organisasi dianggap sebagai pemroses informasi besar dengan input, throughput, dan output. Sistem terstruktur atas perilaku ini mengandung jabatan-jabatan posisi-posisi dan peranan-peranan yang dapat dirancang sebelum peranan-peranan tersebut diisi oleh aktor-aktor. Sistem yang dimaksud di sini adalah setiap entitas yang ada berproses secara berkelanjutan yang mampu berada dalam berbagai keadaan. Suatu sistem komunikasi menurut Pace Faules 2005, keadaan itu adalah hubungan antara orang-orang dalam jabatan-jabatan posisi-posisi, Pace Faules 2005 mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi dapat terjadi kapanpun. Setidaknya satu orang menafsirkan pesan diantara sekian banyak pesan dari berbagai macam individu pada saat yang sama yang memiliki jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka, yang memiliki pikiran, keputusannya, dan perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, dan aturan-aturan. Setiap individu memiliki gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin; yang mempersepsikan iklim komunikasi yang berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang berbeda pula; yang menggunakan jenis, bentuk dan metode komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut, disebut sebagai sistem komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana para petani yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi. Proses penciptaan makna atas interaksi diantara petani yang menciptakan, memelihara dan mengubah organisasi. Komunikasi dalam organisasi Effendy, 2002 meliputi dua bagian berdasarkan tempat dimana khalayak sasaran berada, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi antara manager dengan komunikannya yang berada di dalam organisasi, yaitu para pegawai, pemegang saham secara timbal balik. Sementara komunikasi eksternal adalah komunikasi yang terjadi antara manager atau pejabat lainnya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Komunikasi eksternal dilakukan menurut kelompok sasaran berdasarkan hubungan yang harus dibina, yaitu : hubungan dengan khalayak sekitar community relations, hubungan dengan instansi pemerintah government relations, hubungan dengan pers pers relations dan hubungan dengan pelanggan customer relations. Komunikasi ini juga terjadi secara timbal balik, yaitu komunikasi dari organisasi ke khalayak dan dari khalayak ke organisasi. BMT melakukan komunikasi eksternal dengan para pelanggannya customer relations, dalam hal ini para petani, begitu pula sebaliknya. Komunikasi dari organisasi ke khalayak dapat dilakukan dengan berbagai metode dan teknik, baik secara langsung face to face communication , maupun dengan media. Media dapat diklasifikasikan sebagai media massa suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet dan non media massa surat, telepon, poster, spanduk, brosur, bulletin, dll. Blomqvist dan Stahle 2000 menjelaskan dalam studinya mengenai membangun kepercayaan pada organisasi ada tiga dimensi, yaitu 1 Kompeten, yaitu kapabilitas teknis, dan skill 2 Goodwill, yaitu tanggung jawab dan memiliki tujuan yang positif melalui orang lain 3 Perilaku, yaitu Interaksi yang terjadi berdasarkan tingkat kognitif dan pengalaman, adanya komunikasi yang proaktif dan terbuka, jernih dan sering dilakukan, berbagi informasi, mengutamakan mendengar dan memahami, memiliki komitmen. Hal ini juga dilakukan oleh BMT sebagai sebuah organisasi yang harus dipercaya oleh nasabahnya petani. Proses komunikasi disederhanakan agar dipahami dengan baik melalui model-model komunikasi yang terjadi dalam masyarakat. Satu model diuraikan kembali oleh Mulyana 2007, yaitu Model Intercultural Communication dari Gudykunst and Kim dijelaskan pada Gambar 2.4. Cultura l Sociocultura l Psychocultural Cultura l Sociocultura l Psychocultural Influenc es Influenc es Influenc es Influenc es Influenc es Influenc es Messa geFeedba ck Messa geFeedba ck PERSON A PERSON B E E D D E= ENCODING D= DECODING ENVIRONMENTAL INFLUENCES ENVIRONMENTAL INFLUENCES Gambar 2.4. Model Komunikasi Gudykunst and Kim Mulyana, 2008. Model ini menggambarkan proses komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang berbeda budaya, sosial budaya dan psikobudaya saling mempengaruhi serta dipengaruhi oleh lingkungan masyarakatnya dimana mereka tinggal. Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian pesan merupakan proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya, sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan. Lingkaran paling dalam adalah proses komunikasi antara orang A dan orang B yang dipengaruhi budaya, sosiobudaya dan psikobudaya. Hal ini ditandai dalam gambar berupa lingkaran dengan garis terputus-putus yang menunjukan bahwa budaya, sosiobudaya dan psikobudaya itu saling mempengaruhi. Komunikasi antara orang-orang berlangsung dalam lingkungan sosial yang mencakup orang-orang lain terlibat dalam komunikasi. Lebih lanjut Gudykunst dan Kim menjelaskan pengaruh budaya dalam model tersebut meliputi faktor-faktor: kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya: pandangan dunia agama, bahasa, juga sikap kita terhadap manusia. Faktor-faktor ini mempengaruhi nilai, norma dan aturan yang mempengaruhi perilaku komunikasi. Pengaruh sosial budaya menyangkut proses penataan sosia yang berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi konsisten dengan berjalannya waktu. Sosiobudaya terdiri dari empat factor utama, yaitu : keanggotaan dalam kelompok sosial, konsep diri, ekspektasi peran dan definisi mengenai hubungan antar pribadi. Dimensi psikobudaya mencakup proses penataan pribadi, yaitu proses yang member stabilitas pada proses psikologis. Faktor psikobudaya ini meliputi : stereotip dan sikap misalnya etnosentrisme dan prasangka terhadap kelompok lain. Unsur lingkungan yang meliputi lokasi geografis, iklim, situasi arsitektual lingkungan fisik dan persepsi atas lingkungan. Selanjutnya model proses komunikasi Schramm yang berasumsi bahwa proses komunikasi melalui media massa. Proses komunikasi ini dimulai dari source sumber menyampaikan pesan lewat encoder melalui signal sinyal dan ditangkap oleh decoder, akhirnya pesan tersebut akan diterima oleh si penerima komunikan. Komunikator menyampaikan pesannya melalui alat inderanya atau media massa dan akan ditangkap atau diterima oleh alat indera si penerima pesan komunikan. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. MODEL SCHRAMM Message Interpreter Interpreter Message Encoder Decoder Encoder Decoder Encoder Decoder Gambar. 2.5. Model Komunikasi Schramm Mulyana, 2008 Menurut Schramm, setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai encoder dan decoder. Setiap individu secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut dan menyandi sesuatu sebagai hasilnya. Proses kembali dalam model di atas disebut umpan balik yang memainkan peran penting dalam komunikasi. Karena, hal itu memberitahu bagaimana pesan ditafsirkan baik dalam bentuk kata- kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, dan sebagainya. Selanjutnya modal komunikasi yang dikemukakan oleh Everret Rogers 2003 mengenai teori Difusi Inovasi yang pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers , yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a sosial system .” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters .” Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 empat elemen pokok, yaitu: 1 Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kredit modal dengan pola pembiayaan syariah melalui Baitul Mal wa Tamwil BMT. 2 Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Sumber paling tidak perlu memperhatikan a tujuan diadakannya komunikasi dan b karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. Saluran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saluran komunikasi yang digunakan baik oleh BMT maupun oleh petani. Saluran komunikasi itu berupa komunikasi interpersonal dalam bentuk dialog, komunikasi kelompok berupa diskusi dan pelatihan. 3 Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam a proses pengambilan keputusan inovasi, b keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan c kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial. Jangka waktu dalam penelitian ini adalah ketika petani mengetahui adanya BMT sebagai bentuk bank dengan operasionalnya dalam bentuk syariah lalu mereka berinteraksi dan mendapatkan pembiayaan syariah berupa modal kerja. 4 Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Petani pada penelitian ini tergabung dalam sistem sosial yang berupa kelompok tani dan mereka menjadi nasabah dari BMT. Tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: 1 Tahap Munculnya Pengetahuan Knowledge ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntunganmanfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi; 2 Tahap Persuasi Persuasion ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya membentuk sikap baik atau tidak baik. 3 Tahap Keputusan Decisions muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi. 4 Tahapan Implementasi Implementation, ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi. 5 Tahapan Konfirmasi Confirmation, ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya. Model-model proses komunikasi di atas, dapat dilakukan dalam proses komunikasi membangun kepercayaan BMT kepada petani. Model proses komunikasi tersebut juga dapat membantu menganalisa penelitian seperti yang dikonstruksikan melalui proses komunikasi yang terjadi di lapangan penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan mengenai trust kepercayaan. Menurut Fukuyama 2007 yang dimaksud dengan trust disepadankan dengan kepercayaan yaitu sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota-anggota komunitas itu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kepercayaan merupakan dasar membangun masyarakat madanisipil karena komunitas tidak dapat berfungsi tanpa kepercayaan Fukuyama, 2007. Botan and Taylor 2005 mengidentifikasikan kepercayaan sebagai elemen kunci dalam hubungan sosial dan ekonomi. Trust kepercayaan menurut Devito 1995 adalah perjuangan dalam berperilaku dengan orang lain; percaya diri dengan orang lain yang berhubungan dengan individu untuk merasakan apakah akan beresiko mengalami kekalahan. Pada setiap interaksi sosial, membeli produk, pertukaran pelayanan, didasari oleh asumsi pada saling percaya satu sama lain atau pada pesan yang diterima oleh si penerima mengenai kepercayaan itu, dan tujuan mereka, kapabilitasnya dan saling ketergantungannya. Masyarakat yang tingkat kepercayaannya rendah akan sulit berkomunikasi, bekerjasama, dan peluang untuk membentuk masyarakat sipil menjadi tidak tercapai. Fukuyama 2007 melihat trust bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi unggul karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya cost. Menurutnya, trust bisa mereduksi atau bahkan mengeliminasi kekakuan-kekakuan yang mungkin terjadi dalam sebuah perumusan kontrak perjanjian, mengurangi keinginan menghindari situasi yang tidak terduga, mencegah pertikaian dan sengketa, dan meminimalisasi keharusan akan proses hukum seandainya terjadi pertikaian. Berdasarkan pernyataan- pertanyaannya yang diungkap dalam bukunya “Trust”, Fukuyama 2007 mengeluarkan hipotesis bahwa trust bisa diandalkan untuk mengurangi biaya dan waktu yang sering dikaitkan dengan sistem pengawasan tradisional dan kontrak hukum formal beserta segenap hal-hal penting organisasional lainnya. Orang dapat bekerjasama secara lebih efektif dengan trust. Hal ini memungkinkan karena ada kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu. Selain itu keberhasilan komunikasi dalam melakukan perubahan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti yang dikemukakan oleh Lasswell yaitu : 1 Komunikator kepercayaan dan daya tarik komunikator; 2 Pesan, harus menarik, logis dan layak disampaikan, menggunakan lambang yang mudah dipahami sesuai dengan kerangka pemahaman dan pegalaman komunikan serta tidak berbelit-belit, membangkitkan kebutuhan pribadi, menyarankan solusi; 3 Saluranmedia : bisa berupa tatap muka, media massa disesuaikan dengan situasi dan kondisi komunikannya; 4 Khalayaksegmentasi khalayaknya; 5 Efek : perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku diantara pelaku komunikasi. Sementara yang dimaksud faktor eksternal adalah : 1 faktor sosial dan budaya pelakunya : lingkungan budaya suatu masyarakat; 2 faktor hubungan sosial diantara pelaku : posisi, hirarki, status, kedudukan, bahkan jabatan; 3 Faktor lingkungan fisik : situasi dan bentuk lingkungan masyarakat; 4 Pengalaman komunikasi sebelumnya : kesan dari pengalaman terdahulu yang terekam dalam benak dan memori pelakunya. Hal di atas dapat mempermudah proses komunikasi dan mengurangi resiko kegagalan komunikasi. Selain itu, apabila pesan yang disampaikan tidak mencerminkan sosial budaya masyarakat yang dituju maka akan memunculkan resistensipenolakan dari khalayaknya. Proses komunikasi membangun kepercayaan dapat berhasil dan mengurangi resiko kegagalan berkomunikasi. Pertama yang harus di perhatikan adalah karakteristik komunikatornya. Karakteristik komunikator harus memenuhi komponen kepercayaan. Komponen kepercayaan sangat beragam dikemukakan oleh beberapa ahli, tergantung dari kepentingan ahli tersebut mengujinya dalam penelitiannya Beberapa literatur yang dikemukakan oleh Belanger, et all 2003 dalam penelitiannya mengenai membangun kepercayaan pada organisasi, menurut Aristoteles elemen dari kepercayaan adalah 1 pengetahuan dan keahlian, 2 keterbukaan dan kejujuran, dan 3 fokus dan perhatian. Lebih jauh dikemukakan oleh Covello, yaitu 1 Perhatian dan empati, 2 dedikasi dan berkomitmen, 3 kompeten dan ahli, 4 jujur dan terbuka. Sementara menurut Shinder dan Thomas menjadi lima elemen, yaitu 1 konsisten, 2 terbuka, 3 kompeten, 4 integritas, 5 loyalitas. Namun dari hasil diskusi yang dilakukan Belanger, et all dalam CCMD Actions and Research Roundtable menyimpulkan bahwa yang termasuk dalam elemen kepercayaan adalah 1 integritas, 2 kompeten 3 empati dan 4 terbuka 5 akuntabilitas. Reynold 1997 menyatakan pada dasarnya membangun kepercayaan harus dimulai dari membangun sistem yang bercirikan adanya kompetensi, keterbukaan, reliabilitas dan keadilan. Teori yang digunakan oleh Kirchmajer and Paterson 2003 pada penelitiannya mengenai membangun kepercayaan melalui komunikasi interpersonal, menggunakan elemen trust yang terdiri dari : 1 Kepercayaan pada kredibilitas, yang terbagi menjadi : a ahli: berpengalaman dan bertugas dengan kompetensi yang spesifik sehingga menampilkan peranan yang efektif b handalreliabel dan c Jujur dan memiliki tujuan dan mampu menepati janji; 2 Kepercayaan pada kebaikan memberi manfaat yang diwujudkan dalam sikap : perhatian, baik, simpatik, altruistik goodwill trust; 3 Intim kedekatan aspek emosional Closeness ; 4 Komunikasi yang jelas mendengarkan kebutuhan klien, menjaga kerahasiaan informasi mereka, jujur dalam berkomunikasi, penjelasan yang antusias pada komunikasi mereka, empati; 5 Pesan yang lengkap informasi yang berguna bagi klien,; dan 6 Komunikasi sosial two way communication . Penelitian ini menggunakan konsep elemen komunikasi membangun kepercayaan dengan menggabungkan teori-teori di atas yang terdiri dari : 1 Integritas 2 Kompetenahli 3 Keterbukaan 4 Empati dan 5 Akuntabilitas, sebagai berikut : 1 Integritas; integritas terkait dengan istilah misalnya kejujuran, selalu benar, dapat diprediksi, konsisten, memiliki kredibilitas dan berkarakter. Menurut Covey 1989 dalam Belanger, et all, 2003 integritas termasuk memiliki kejujuran, kejujuran adalah menceritakan kebenaran, mengungkapkan kata- kata sesuai dengan realitas. Integritas adalah mengungkapkan realitas kita dalam kata-kata kita, menepati janji. Sejauhmana adanya keserasian antara kata-kata dan perbuatan; 2 KompetenAhli : Kompetensi terkait dengan istilah memiliki pengetahuan, ahli dan mampu. Kompetensi adalah kemampuan untuk melakukan tugas yang diperankan pada diri seseorang; 3 Keterbukaan terkait dengan istilah transparansi, jelas atau komunikasi yang sederhana, komunikasi ini terkait dengan two way flow of information. Hal ini tidak saja berarti hanya menjaga menginformasikan pembangunan kepada publik tetapi juga memberikan peluang yang berguna untuk mengkontribusikan ide-ide mereka. Hal ini bukan saja menyajikan apa yang dikatakan oleh masyarakat tetapi juga benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan. Tepat pada waktunya komunikasi memberikan pengungkapan yang lengkap dan membaginya dengan anggota lainnya dan dapat menolong menimbulkan budaya kepercayaan yang tinggi. 4 Empati merujuk pada istilah fokus dan perhatian. Empati adalah penuh dengan apresiasi atau menjadi sensitif kepada perasaan atau motif orang lain. Empati lebih bermakna memahami pada fokus orang lain. Pemahaman atau kesadaran ini tergantung pada pertama mempelajari mengenai fokus dan situasi orang lain, misalnya melalui percakapan. Empati adalah dirasakan, tetapi seringkali tidak dikenali, orang orang mengetahui perasaan dan pemikirannya dalam cara yang berbeda; 5 Akuntabilitas bermakna bertanggung jawab pada masyarakat terhadap apa yang telah dilakukan dan dihasilkan serta bagaimana proses pengambilan keputusannya. Jarmon and Keating 2007 menjelaskan bagaimana membangun kepercayaan dalam team virtual yang multikultur, yaitu kunci untuk berhubungan dan membangun kepercayaan dengan menciptakan lingkungan dimana komunikasi terbuka dan sering kali terjadi dan dimana setiap orang setuju pada norma-norma dalam komunikasi, supaya mengurangi terjadinya kesalah pahaman. Selanjutnya hasil penelitiannya menjelaskan dalam trust communication yang terbaik adalah dengan menggunakan saluranmedia berupa telepon, email dan komunikasi tatap muka. Uraian ini sekaligus menjelaskan mengenai karakteristik media yang digunakan pada proses komunikasi membangun kepercayaan beserta implikasi yang terjadi. Hal dapat dijelaskan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Bentuk dan Implikasi Komunikasi Bentuk Implikasi Tatap Muka Sinkronisasi  Mampu mendapatkan feedback dengan cepat dan mudah mengklarifikasi dengan cepat  Paling cepat terjadinya pertukaran informasi  Menekankan pada respon secara instan Konteks yang kompleks  Ideal untuk menyampaikan informasi yang negatif dan ambigu  Mempertimbangkan kurangnya perbaikan pada kata- kata Ketidak sesuaian  Pengaturan pertemuan, perjalanan dan waktu dalam pertemuan yang memerlukan beban yang besar pada waktu dan sumber daya – tidak selalu praktis  Tidak setiap orang dapat pada tempat dan waktu yang sama. Langsung  Ukuran reaksi secara instan dan feedback untuk berkomentar  Makna yang paling baik pada membangun koneksi personal.  Lebih menekankan pelepasan, persetujuan dan tidak setuju Ketidaksinkronan  Cocok bagi orang yang mengatur jadwal berkomunikasi  Peluang untuk merencanakan pesan dan review sebelum dikirim  Interaksi ditunda – model yang pelan untuk mengeksplor ide dan mencapai konsensus  Ide-ide cenderung overlap  Jumlah informasi lebih sedikit yang dapat dipertukarkan Konteks sederhana – tidak ada gesture atau suara  Pesan negatif dapat terdengar seperti marah atau meminta  Pesan harus hati-hati di ucapkan dalam kata-kata agar tercipta kesopanan dan akrab  Informasi yang ambigu harus tidak dibuat dikonstruksikan Lanjutan Bentuk Implikasi Tatap Muka Biaya rendah  Setiap orang dapat mengaksesnya  Tidak membutuhkan waktu dan sumber daya dibandingkan dengan pertemuan tatap muka Cepat dan Tepat  Mendapatkan jawaban yang cepat sesuai daftar pertanyaan  Menyampaikan pesan untuk sejumlah orang yang paling banyak dalam waktu yang sedikit.  Kesalahan pengucapan dan struktur bahasa tidak diperhatikan, pemilihan kata tidak harus difikirkan dengan baik.  Mudah mendapatkan hasil dalam persediaan yang berlebihan – sulit untuk tetap diawasi Tidak Langsung  Menanyakan dan meminta klarifikasi tanpa melihat muka  Tidak dapat secara langsungmenggambarkan reaksi untuk berkomentar dan mendapatkan feedback. Email Lanjutan Tidak Langsung  Lebih impersonal – memberikan sentuhan personal yang ekstra untuk membangun hubungan Tidak adanya privasi  Harus lebih hati-hati mempertimbangkan kata-kata yang akan dibaca oleh orang yang tidak punya tujuan  Tidak baik untuk menyampaikan informasi yang sensitif Telepon Sinkronisasi dan ketidak sinkronan  Butuh membuat laporan dalam pesan voicemail Mengurangi konteks – tidak ada gesture Sulit untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dapat mengartikulasikan Ketepatan  Paling bermakna untuk kontak dengan segera  Perhatian harus dilakukan bukan untuk mengganggu pada batasan bagi orang lain. Sumber : Jarmon and Keating 2007 Pertanyaan umum untuk dipertimbangkan : Untuk tujuan apa aneka pilihan teknologi mampu dibaca oleh setiap orang? Mana yang dapat digunakan secara reguler tanpa mengambil kerugian pada orang lain? Apakah kemampuan setiap orang mampu dan nyaman dengan bentuk komunikasi yang berbeda? Apakah ada syarat budaya atau preferensi? Bagaimana setiap orang dapat mengenal satu sama lain? Apakah pesan yang penting dan signifikan memberikan media dalam budaya konteks tinggi high context? Apakah semua bagian mengetahui dan menghargai waktu yang paling tepat untuk mengirimkan dan menerima pesan? Apakah preferensi setiap orang untuk berkomunikasi? Berdasarkan hasil penelitian di atas, jelas terlihat bahwa dengan menggunakan media yang berbeda maka akan mengakibatkan implikasi yang berbeda pula. Namun, permasalahan selanjutnya adalah bagaimana menyusun pesan melalui media di atas agar pesan tersebut dapat dipercaya ? Peneliti akan menjelaskan mengenai karakteristik pesan yang akan disampaikan agar menghindari resiko kegagalan komunikasi. Pesan-pesan agar dapat dipercaya maka harus disusun dan direncanakan sedemikian rupa. Menurut Sugiana dan Syam 2007 Ada empat hal pokok dalam perencanaan pesan, yaitu analisis khalayak, gagasan dan pokok utama, sketsa pesan dan menyiapkan umpan balik kegiatan komunikasi. Pada bagian analisis khalayak menurut Curtis, dkk 1996 seperti yang dikutip Sugiana dan Syam 2007 dalam suatu perencanaan komunikasi, analisis khalayak merupakan langkah awal untuk memulai langkah-langkah kegiatan komunikasi berikutnya. Melalui analisis khalayak diharapkan tujuan akhir komunikasi yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan khalayak, kondisi atau iklim organisasi, kelompok, dan sistem sosial khalayak. Analisis khalayak suatu program komunikasi akan lebih dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Khalayak dipahami dalam segi minat pada topik yang akan disampaikan, situasi yang mempengaruhi, kecenderungan, dan organisasi komunikasi yang dimiliki, dapat membantu dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan komunikasi dan pencapaian tujuannya. Petani sebagai komunikator akan melakukan analisis khalayaknya yaitu komunikannya ketika akan melakukan tindakan komunikasi. Petani akan menganalisis bagaimana cara BMT berkomunikasi dengan petani dalam menyalurkan pembiayaan syariah. Gagasan harus singkat dan langsung pada pokok persoalan dan hasil yang akan diperoleh bila kegiatan itu dijalankan, gagasan itu merupakan pemantapan dari pokok-pokok pikiran yang ada dalam tubuh pesan yang dikembangkan dalam komunikasi. Pokok utama adalah tulang punggung pesan, syaratnya pesan harus menyokong, menggambarkan gagasan utama dengan bahasa yang ringkas dan jelas. Membuat sketsa pesan artinya menyusun materi atau isi ke dalam urutan-urutan yang logis dan berguna dalam menyusun kata-kata dan penyampaian informasi kepada khalayak. Sketsa pesan merupakan kerangka kerja yang di dalamnya mengandung topik-topik dasar yang mendukung tujuan komunikasi, dan informasi yang faktual yang menjabarkan masing-masing topik. Umpan balik dalam proses komunikasi berguna untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan komunikasi. Pengorganisasian pesan menurut Sugiana dan Syam 2007 didasarkan pada format kronologis, spasial, topikal, kausal, pemecahan masalah, dan cara-cara deduktif-induktif serta urutan motif atau sekuen. Pesan yang akan disampaikan petani setidaknya mengandung gagasan pokok dari proses komunikasi. Sebelum menyusun pesan, petani akan menentukan dulu gagasan pokoknya yaitu mengenai bagaimana mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Petani akan mengurutkan struktur pesannya baik berupa struktur kronologis, topical, kausal ataupun pemecahan masalah. Ada dua struktur pesan yaitu struktur pro-kontra dan kontra-pro dan struktur satu sisi-dua sisi Sugiana dan Syam, 2007. Struktur pro-kontra dan kontra-pro. Struktur ini, perencana menyampaikan pesan kepada khalayak dengan mengemukakan dua sisi gagasan, yaitu yang berlawanan dan gagasan yang pro khalayak. Struktur pro-kontra, komunikator mendahulukan argumen atau gagasan yang selaras dengan pendapat dan sikap khalayak, selanjutnya gagasan yang bertentangan dengan sikap khalayak disajikan pada bagian akhir pembicaraan. Sebaliknya dalam struktur kontra-pro, komunikator lebih dahulu mengawali presentasinya dengan menggunakan gagasan yang berlawanan, selanjutnya presentasi ditutup dengan argumen pro khalayak. Struktur satu sisi dan dua sisi, Struktur ini digunakan untuk mempengaruhi khalayak terhadap program yang dimiliki komunikator agar mendukung program tersebut. Pada kasus sepihak, komunikator hanya menyajikan gagasannya pada satu dimensi saja. Pada struktur dua sisi, komunikator menyajikan program yang akan dilaksanakan dengan melihat sisi keuntungan yang akan diraih sekaligus kerugian atau dampak yang ditimbulkan bila program dilaksanakan secara proporsional. Mulyana 2007 menjelaskan bahwa arti imbauan pesan adalah pendekatan atau sentuhan terhadap aspek yang digunakan distimulasi oleh komunikator terhadap khalayak dalam menyampaikan pesan agar khalayak berubah. Terdapat tiga jenis imbauan, yaitu : 1 Imbauan rasional dan imbauan emosional. Imbauan rasional adalah imbauan didasarkan pada asumsi pokok tentang manusia sebagai makluk berfikir. Manusia sebagai pribadi rasional selalu mendasarkan setiap tindakannya pada pertimbangan logika. Imbauan emosional artinya pendekatan komunikasi lebih diarahkan pada sentuhan-sentuhan afeksi, seperti marah, suka, benci, dan lain-lain. 2 Imbauan takut dan ganjaran. Imbauan takut digunakan bila komunikator menghendaki timbulnya kecemasan khalayak dalam menyampaikan pesan. Imbauan ini efektif dalam kadar yang moderat, sedangkan kadar takut yang rendah dan tinggi cenderung tidak berhasil. Imbauan ganjaran diberikan dengan pendekatan keuntungan yang diperoleh bila khalayak mengikuti perilaku tertentu. Jenis imbauan ini menggunakan asumsi bahwa makhluk hidup akan mempertahankan perilaku tertentu bila perilaku itu memberikan keuntungan. 3 Imbauan motivasional didasarkan pada jenis-jenis kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Kebutuhan tersebut menjadi potensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas persuasif. Menurut piramida Maslow, kebutuhan manusia dapat disusun berdasarkan urutan prioritas pemenuhan. Prioritas kebutuhan tersebut adalah : kebutuhan dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan untuk berorganisasi atau berkelompok, kebutuhan akan cinta dan penghargaan, kebutuhan untuk aktualisasi diri. Pengembangan strategi penyusunan pesan dalam perencanaan pesan dan media komunikasi perlu mempertimbangkan kode pesan, isi pesan dan perlakuan pesan. Menurut Sugiana dan Syam 2007 pengkodean pesan menyangkut pengkodean pesan verbal maupun pesan non verbal. Pengkodean pesan berarti menuangkan gagasan oleh sumber ke dalam lambang-lambang yang berarti agar ditafsirkan sama oleh penerima sehingga menghasilkan efek perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan. Pengkodean pesan harus didasarkan pada kondisi khalayak sasaran yang dituju. Isi pesan adalah materi atau bahan yang dipilih oleh sumber komunikator untuk menyatakan maksudnya. Isi pesan yang disampaikan meliputi informasi-informasi yang disampaikan, kesimpulan-kesimpulan yang diambil, dan pertimbangan-pertimbangan yang diusulkan. Komunikator harus mempertimbangkan jenis komunikasi yang akan dilakukan. Jenis komunikasi informatif, isi pesan harus singkat dan dan jelas, menggunakan istilah-istilah yang sederhana, menggunakan data konkret, dan memasukkan bahan-bahan yang menarik perhatian. Untuk jenis komunikasi persuasif menurut Wayne N. Thompson Rakhmat, 2004, isi pesan harus mengandung unsur-unsur: menarik perhatian berupa humor, ramalan, dan lain-lain, dan menyentuh atau menggerakkan, yaitu pesan-pesan yang mempunyai pengaruh psikologis. Berdasarkan penjelasan di atas, menyusun isi pesan dalam sebuah komunikasi harus mempertimbangkan khalayak sasaran sebagai patokan yang harus diutamakan jika komunikator ingin menentukan isi pesan yang akan disampaikan. Jika BMT akan menyampaikan pesan, maka ia harus mempertimbangkan bagaimana karakteristik si petani sebagai komunikannya. Struktur pesan yang disampaikan akan mengandung imbaian yang motivasional, yaitu agar petani memiliki motivasi agar bisa berubah untuk kesejahteran kehidupannya. Sistematika penyusunan pesan haruslah diperhatikan oleh pihak komunikator dan komunikasn. Sugiana dan Syam 2007 menyatakan hasil-hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa penyajian pesan yang tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun. Sistematika penyusunan pesan, disebut dengan istilah urutan bermotif motivated sequence dalam akronim yang terkenal yaitu ANSVA: 1 Attention Perhatian. Tahap membangkitkan perhatian khalayak terhadap ide, gagasan, atau program yang ditawarkan. Tahap ini sangat berpengaruh terhadap proses-proses komunikasi selanjutnya. Seorang ahli komunikasi, khususnya ahli dalam perencanaan pesan dan media komunikasi, pembuat kampanye, lembaga keuangan mikro syariah harus mampu merumuskan bentuk, gaya, dan imbauan pesan yang dapat menarik perhatian khalayak, sehingga dapat dibuat pesan yang sifatnya menyentuh situasi dan kondisi khalayak. 2 Need Kebutuhan. Pembangkitan rasa kebutuhan khalayak akan gagasan atau program yang ditawarkan tergantung pada tujuan komunikasi dari komunikator. Komunikasi yang diharapkan komunikator berupa komunikasi persuasif yang ditujukan untuk menimbulkan perubahan. Pada tahap membangkitkan kebutuhan, komunikator harus dapat membangkitkan rasa ketidakpuasan khalayak pada keadaan. 3 Satisfaction Pemuasan. Tahap ini berisi penawaran jalan keluar atau jalan pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan yang dirasakan khalayak. Pada tahap ini komunikator berusaha agar khalayak memahami dan menyetujui gagasan program yang ditawarkan. 4 Visualization Visualisasi. Tahap ini adalah tahapan memproyeksikan gagasan atau program yang ditawarkan perusahaan atau lembaga ke masa yang akan datang. Pada tahap ini, komunikator mengajak khalayak untuk berfikir ke masa depan tentang untung dan ruginya bila program yang ditawarkan itu diterima atau ditolak. Tujuan dari lembaga agar programnya disetujui dan dilaksanakan, maka hal-hal yang menguntungkan bila gagasan diterima harus lebih ditonjolkan, begitu pula hal-hal yang merugikan bila menolak gagasan dari program tersebut. 5 Action Tindakan. Tahapan tindakan biasanya dilakukan dalam komunikasi atau pidato yang bersifat persuasif. Fungsinya untuk merumuskan tahapan visualisasi dalam bentuk sikap dan keyakinan tertentu atau tindakan nyata. Tahap ini tidak boleh terlalu panjang. Ketika BMT menyusun suatu pesan terutama kepada para petani perlu diperhatikan agar pesan dapat menarik. Model sistematika penyusunan pesan di atas, maka komunikator dalam menyusun pesan akan lebih terarah dan lebih sistematis. Pada komunikasi yang dapat dipercaya maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menyampaikan pesan atau informasi yang dapat dipercaya kepada para petani. Komunikator memerlukan strategi pesan dalam mengkomunikasikan informasi tersebut. Para petani yang biasanya mempercayai patron klien-nya akan merasa sulit untuk menerima adanya lembaga keuangan baru untuk memperoleh kredit. BMT juga memiliki sikap kehati-hatian prudential untuk menyalurkan kredit kepada sektor pertanian yang memiliki resiko yang tinggi. BMT harus mengkomunikasikan pesan yang dapat dipercaya untuk membangun kepercayaan. Proses yang harus dilakukan salah satunya dengan menciptakan pembelajaran bagi publik. Proses ini seperti yang dikatakan Freire 2000 dengan melakukan penyadaran kepada masyarakat petani. Menurut Freire penyadaran conscientyzation adalah belajar memahami kontradiksi sosial, politik dan ekonomi serta mengambil tindakan untuk melawan unsur-unsur yang menindas dari realitas tersebut. Freire 2000 berpendapat pendidikan semestinya menjadi jalan pembebasan. Artinya, melalui pendidikan akan ada pelajaran dan nilai-nilai bagi kepentingan hidup masyarakat, yaitu menuju masyarakat yang sejahtera. Teori penyadaran yang dicetuskan oleh Paulo Freire 2000 dibagi tiga, yaitu : 1 Pedagogi dialogis pendidikan menggunakan metode dialog untuk membicarakan bersama sama banyak masalah aktual guna dicarikan jalan keluarnya, kemudian hasilnya diterapkan untuk mencapai kesejahteraan hidup; 2 Pedagogi Problematis mendidik orang untuk tidak menelan begitu saja apa yang diberikan dan tidak menghapal secara mekanis semua informasi dari atas; 3 Pedagogi politik melalui jalur politik formal diperjuangkan tujuan pendidikan, partisipasi politik rakyat dan anak didik, hak-hak asasi insani, kebebasan manusia dan pendidikan yang bebas. BMT setidaknya melakukan proses penyadaran melalui pendidikan atau pembelajaran bagi masyarakat petani sehingga mereka akan sadar bahwa dengan memanfaatkan dan mempercayai pembiayaan melalui BMT maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Hal ini harus melibatkan interaksi yang memasukan publik sebagai pasangan, dan ini salah satu cara untuk membangun kepercayaan. Kepercayaan komunitas, masalah-masalah yang akan muncul besok akan dapat dipecahkan hari ini. Kepercayaan memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan dan tingkat kepatuhan pada penerima pesan, sebagai individu lebih menyukai untuk mengikuti instruksi yang diberikan oleh orang yang mereka percayai. Ketika publik memiliki pengetahuan yang rendah mengenai resiko, kepercayaan memainkan bagian yang penting pada persepsi publik mengenai rumitnya resiko tersebut Wray, et all, 2006. Mulyana 2007 menjelaskan ada faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika mengkomunikasikan informasi yang beresiko, yaitu : 1 Karakteristik Khalayak : Komunitas kondisi masyarakat lokal; sikap yang ditunjukan oleh masyarakat lokal, dan negara; identitas dan persepsi masyarakat lokal; sikap yang ditunjukan oleh organisasi yang bertanggung jawab pada resiko dan individu latar belakang pengalaman individu mengenai topik dan si sumber; Tingkat pengetahuan mengenai topik; kesehatan individu dan keluarganya; 2 Karakteristik Pesan : karakteristik si pemberi pesan negara, teman, tetangga, aktivis, media; perbedaan perspektif dan situasi pemberi pesan; pemberi pesan harus dapat berkomunikasi secara efektif; Pesannya kompleks atau tidak; informasinya dapat menimbulkan konfliktidak; pesan beresiko- nya memiliki tujuantidak. Komunikasi dan pemimpin dapat kita lihat dari bagaimana gaya kepemimpinan seseorang. Menurut Blake dan Mounton Mulyana, 2007 ada lima gaya kepemimpinan yang semula disebut kisi manajerial Manajerial Grid tapi kini disebut kisi kepemimpinan, gaya kepemimpinan tersebut antara lain: 1 Gaya pengalah Improverished style yaitu gaya yang ditandai oleh kurangnya perhatian terhadap produksi. 2 Gaya pemimpin pertengahan Middle of the road style yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang seimbang antara produksi dan manusia; 3 Gaya tim Team style yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia; 4 Gaya santai Country club style yaitu gaya yang ditandai oleh rendahnya perhatian terhadap tugas dan perhatian tinggi terhadap manusia; 5 Gaya kerja Task style yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi amat kurang memperhatikan manusianya. Pace Faules 2005 menjelaskan mengenai gaya komunikasi terkait dengan iklim komunikasi yang merupakan suatu persepsi dari anggota organisasi terhadap proses penyampaian pesan maupun informasi yang terjadi di dalam organisasi. Serta persepsi yang terkait dengan berbagai hal mengenai pesan di dalam organisasi. Untuk membentuk iklim komunikasi yang baik di dalam organisasi, hendaknya setiap anggota mampu menyampaikan pesan dan mampu diterima dengan baik pula oleh anggota lainnya. Redding proposed that communication climate consists of five factors: 1. Supportiveness. Subordinates perceive that their communication relationship with their superior helps them build and maintain a sense of personal worth and importance. 2. Participative decision making. A generalized complex of attitudes that characterize a climate where employees are free to communicate upward with a true sense of influence. 3. Trust, confidence,credibility. The extent to which message sources andor communication events are judge believable. 4. Opennes and candor. Whatever the relationship e.g., superior-subordinate, peer-peer, etc., there is openness and candor in me ssage ”telling” and ”listening.” 5. Emphasis on high performance goals. Degree to which performance goals are clearly communicated to an organization’s members. Goldhaber,1993 Ada beberapa faktor yang melekat pada iklim komunikasi, dan gaya kepemimpinan. Pada faktor daya dukung, mengarah pada bentuk dukungan pimpinan kepada bawahannya. Seperti mendukung setiap kegiatan bawahannya, melakukan komunikasi langsung, sehingga terkesan tidak ada jarak antara pimpinan dengan bawahan. Faktor partisipasi dalam mengambil keputusan, bawahan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Sehingga kerap terjadi diskusi antar pimpinan bawahannya, serta segala keputusan diputuskan bersama-sama. Faktor berikutnya, yaitu kepercayaan, percaya diri dan kredibilitas, informasi yang berlangsung di dalam perusahaan dapat dipercaya. Selain itu, terdapat suatu optimisme atau kepercayaan diri dari bawahan atas potensi yang dimilikinya, juga meliputi kepercayaan atas kredibilitas pimpinan dan rekan kerja. Pada faktor keterbukaan dan keterusterangan, pada setiap komunikasi yang berlangsung, baik komunikasi menurun, menaik, serta horizontal, terdapat keterbukaan dan keterusterangan, tidak terdapat kesan menutup diri. Sehingga antara bawahan dengan pimpinannya dan rekan kerjanya akan saling mengenal satu sama lain. Pada faktor tujuan performa tinggi, bawahan diharapkan mengetahui tujuan serta target kerja yang harus dicapai, dan cara mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui penugasan, pendampingan, pelatihan serta diskusi antar anggota dalam kelompok tani. Individu yang memiliki ketrampilan komunikasi antarpersona yang baik seperti yang dikemukakan oleh Cole 2005 harus memiliki ciri-ciri : 1 komunikasi yang jelas. Gagasan cemerlang dan instruksi-instruksi penting dari seorang manajer menjadi percuma kalau tidak dipahami orang lain. Sementara itu lebih dari 75 persen waktu para manajer dialokasikan untuk berkomunikasi dengan orang lain; 2 Asertif dan empati. Manajer bekerja dengan dan atau melalui orang lain. Setiap pernyataannya harus mudah dipahami dan dimengerti orang lain seperti juga dia mampu melihat sesuatu dari pikiran atau pandangan orang lain tersebut; 3 Integritas. Ciri-ciri orang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi antarpersona biasanya bekerja dengan jujur dan menghargai orang lain, yang berpegang pada etika, dan system nilai. Satunya kata dengan perbuatan, menghindari kecurangan dan membangun kejujuran. “Say what they mean and mean what they say .” 4 mendorong dan memotivasi. Kemampuan manajer dalam mendorong dan memotivasi serta meningkatkan spirit orang lain dalam mencapai hasil terbaik adalah asset yang tinggi nilainya; 5 Respek pada orang lain. Manajer yang efektif adalah seseorang yang selalu menghormati orang lain dalam hal perasaan, gagasan, aspirasi, dan kontribusi untuk organisasi dan luar organisasi; 6 Mampu sebagai anggota tim dan bekerjasama secara efektif. Manajer efektif adalah seseorang yang mampu bekerja sama dengan orang lain secara kooperatif di dalam organisasi manajer lainnya, tim kerja dan departemen lainnya dan luar organisasi publik, pemasok,kontraktor, pekerja musiman dan pelanggan. Bahasa sebagai Alat Komunikasi Bahasa Sunda Ieke 2000 dalam disertasinya menyatakan dalam pandangan antropologi- budaya, “Suku Sunda adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa ibu bahasa Sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari, dan berasal serta bertempat tinggal di daerah Jawa Barat, daerah yang juga disebut Tanah Pasundan atau T atar Sunda.” Faktor bahasa yang dipergunakan dari generasi ke generasi, dalam pergaulan atau interaksi sehari-hari merupakan salah satu ciri khas budaya suku Sunda. Bahasa Sunda diakui sebagai bahasa ibu basa indung. Bahasa Sunda digunakan sebagai bahasa keseharian yang digunakan di lingkungan rumah. Bahasa Sunda pun digunakan dalam bahasa pergaulan. Bahasa Sunda mengenal adanya tingkatan bahasa yang terbagi dalam beberapa tingkatan bahasa kasar, sedeng, lemes dan ilahar umum atau biasa. Penggunaan bahasa Sunda ini akan mencerminkan stratifikasi sosial sekaligus mengatur adab pergaulan termasuk berperilaku. Berbicara dengan para orang tua sebaiknya menggunakan bahasa Sunda lemes yang menunjukkan penghormatan. Tidak demikian bila berbicara dengan adik, atau teman sepermainan, sebaiknya menggunakan bahasa Sunda sedeng. Bahasa Jawa Bahasa Jawa sebagai produk pasyarakat Jawa mencerminkan budaya Jawa. Pranowo 2002 dalam tesisnya menjelaskan mengenai bahasa ini. Sifat dan perilaku budaya masyarakat Jawa akan dapat dilihat melalui bahasa dan komunikasinya. Ungkapan Adoh tanpa wangenan, cedhak dhatan senggolan . Artinya : jika seseorang tidak percaya akan adanya Tuhan, keberadaan Tuhan tidak dapat dibayangkan karena begitu abstrak adoh tanpa wangenan. Sebaliknya, jika seseorang percaya akan adanya Tuhan, meskipun tidak dapat bersentuhan secara fisik tetapi dapat dirasakan keberadaannya setiap saat cedhak dhatan senggolan. Semua itu didasari oleh semangat ingin mendekatkan diri dengan Tuhan sebagai cita-cita orang Jawa yang diaktualisasikan melalui ungkapan manunggaling kawula gusti, yaitu bersatunya jagat cilik dengan jagat gedhe atau dalam agama Islam dikenal dengan istilah hablul minnanas, hablul minnalloh . Etnis Jawa menyebutnya hubungan dengan Tuhan digambarkan sebagai cedhak dhatan senggolan adoh tanpa wangenan dekat tidak bersentuhan, jauh tidak terbatas. Sifat ingin hidup rukun dengan sesama merupakan obsesi setiap orang. Obsesi itu diwujudkan dalam berbagai cara, misalnya selalu menghindari konflik secara terbuka. Jika menyampaikan kritik menggunakan bentuk kritik tidak langsung yang disebut teknik komunikasi indirection secara tidak langsung berupa sasmita isyarat, guyonan parikena, ngono yo ngono mning ojo ngono , dsb. Bentuk komunikasi tidak langsung secara verbal lainnya, misalnya : Gawehane mburi mau rak during rampung ta, kana rampungna dhisik verbal ini tidak dimaksudkan untuk memerintah agar menyelesaikan pekerjaan, tetapi perintah tidak langsung agar si pendengar pergi meninggalkan tempat komunikasi karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan pendengar lainnya namun tidak boleh di dengar oleh pendengar. Ungkapan ngono yo ngono ning ojo nono berbuat apapun boleh asal tidak kelewatan merupakan criteria pembatas agar harapan ingin menghindari konflik terbuka dan hidup rukun dapat terwujud. Selain itu, sasmita atau guyon parikena merupakan bentuk komunikasi tidak langsung tetapi jika pendengar juga tanggap ing sasmita dan merasa terus menerus dipojokan oleh orang lain, mereka dapat marah dan akan terjadi konflik terbuka yang dapat menyebabkan ketidakrukunan. Agar sifat tanggap ing sasmita, ngerti ing semu dapat dimiliki oleh orang Jawa, sifat itu dijadikan salah satu kriteria kecerdasan orang. Orang yang cerdas adalah orang yang selalu ngerti ing semu dan tanggap ing sasmita. Perilaku Kredit Petani Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha pertanian. Namun dalam operasional usahanya tidak semua petani memiliki modal yang cukup. Aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang menguasai lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar dari masyarakat pedesaan. Tidak jarang ditemui bahwa kekurangan biaya merupakan kendala yang menjadi penghambat bagi petani dalam mengelola dan mengembangkan usaha taninya. Tipologi petani yang sebagian besar merupakan petani kecil dengan penguasaan lahan yang sempit sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pemupukan modal untuk investasi teknologi baru seperti yang dikatakan Hastuti dan Supandi 2007 kredit berperan sebagai pelancar pembangunan pertanian antara lain : 1 membantu petani kecil dalam mengisi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, 2 mengurangi ketergantungan petani dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam memperbaiki struktur dari pola pemasaran hasil tani, 3 Mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat untuk mendorong pemerataan, 4 Insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usaha tani. Melihat dari karakteristik petani lokal Hidayaturrahman, 2000:75, maka dapat dikatakan petani disamping usaha pertaniannya untuk subsistensi artinya untuk kebutuhan kelangsungan hidup keluarga juga melakukan usaha pertanian untuk dapat dijual di pasar. Ciri petani lokal masih bersifat subsistensi artinya dengan moral ekonomi sebagai dasar tindakannya adalah dalam pola pengerjaan pertanian mengandalkan kepada kelompok untuk dapat mengatasi persoalan biaya produksi masih dilakukan petani lokal ataupun penggunaan lembaga lokal yang masih tradisional yaitu “panggawa” dalam melakukan usaha pertaniannya. Tradisi “Ncoru” yaitu gotong royong beberapa petani yang membentuk kelompok kecil dalam pengerjaan lahan, penanaman secara bergiliran sehingga lahan semua anggota terselesaikan masih menjadi praktek dalam pola pertanian lokal. Scott 1981 mengatakan legitimasi relatif sistem-sistem pemilikan tanah yang mencakup jaminan-jaminan subsistensi tampaknya bersumber pada kenyataan bahwa kebutuhan-kebutuhan penggarap dianggap sebagai tuntutan yang sah yang pertama atas hasil panen. I stilah ‘patron’ dan ‘patronage’ dalam penggunaannya yang klasik dapat diterapkan, karena pada tingkat terakhir tata hubungan itu difokuskan pada tanggungjawab pemilik tanah terhadap penyewa dan keluarganya sebagai konsumen dan bukan pada satu transaksi ekonomis yang impersonal. Pihak yang mendapat manfaat dari pengaturan itu seringkali bukan sekedar sebagai penyewa, biasanya merupakan seorang ‘klien’ yang terikat pada tuan tanahnya oleh rasa hormat pribadi dan rasa berhutang budi. Unsur-unsur dari ikatan patron-klien nampak nyata dalam kebanyakan sistem sewa yang tradisional di Asia Tenggara, akan tetapi mungkin paling jelas tercermin pada sistem hacienda pada akhir abad ke 19 di Filipina. Hidayaturrahman 2000 menyatakan bahwa pernyataan Scott mengenai moral petani berlebihan karena dalam kehidupan suasana pedesaan yang kental dengan sifat kekeluargaan, saling membantu dalam kehidupan petani adalah kondisi realistis yang selalu ada dalam masyarakat tetapi bukan berarti mereka tidak dapat berbuat apa- apa terhadap kebijakan di bidang pertanian yang tidak memihak kepadanya. Petani lokal adalah seorang rasional yang mampu memproses informasi untuk kepentingan usaha pertaniannya. Sementara pandangan Popkin bahwa petani tradisional secara individual bersifat rasional juga tidak memadai untuk melihat kondisi petani lokal. Artinya, serasional apapun petani lokal dalam membuat keputusan berhubungan dengan pengelolaan pertaniannya, tidak akan terlepas dari sifat kekeluargaan yang begitu kental hidup di masyarakat pedesaan dan penggunaan perangkat tradisional “panggawa” dalam melakukan aktivitas pertaniannya. Aktivitas masyarakat pedesaan yang menjual hasil pertanian atau aktivitas lain di luar pertanian untuk mendapatkan uang kontan telah menjadi hal yang wajar terlebih lagi dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian desa telah mengakibatkan hancurnya pola lehidupan kekeluargaan. Karakteristik sektor pertanian yang beresiko tinggi diduga kuat menjadi penyebab rendahnya minat lembaga pembiayaan untuk mendanai sektor pertanian ini. Pembiayaan sektor pertanian di wilayah pedesaan ini menurut Nurmanaf 2007 terdapat dua jenis pasar kredit atau pasar pembiayaan, yaitu pasar pembiayaan formal dan informal. Lembaga formal yang ditugaskan menyalurkan dana tersebut antara lain bank-bank pemerintah dan swasta. Sedangkan lembaga informal yang melaksanakan penyaluran kredit adalah pihak swasta atau lembaga yang berasal dari lingkungan petani itu sendiri. Lembaga-lembaga informal yang turut berperan antara lain pedagang input pertanian, pedagang hasil-hasil pertanian dan juga para pedagang yang berfungsi kedua-duanya, yaitu pedagang input dan output. Menurut kebiasaan atau dari segi perilaku dan pola sikap masyarakat petani, mempunyai hutang bukanlah merupakan sesuatu yang memalukan, bahkan berhutang untuk memenuhi keperluan pembiayaan usaha tani sudah merupakan hal yang biasa dilakukan. Menurut Nurmanaf 2007 sumber pembiayaan lembaga formal menjadi pilihan dan dekat dengan masyarakat adalah bank pemerintah khususnya BRI, Mandiri, BNI, BPD melalui BPR dan BKK dan lain-lain dapat diakses masyarakat. Sementara kredit mikro informal disalurkan melalui pihak swasta sebagai pelepas uang seperti bank plecitkangkung di NTB dan Bank Tuyul di Jawa Tengah. Pemerintah sendiri sebenarnya telah menyadari pentingnya penguatan modal untuk sektor pertanian ini. Pemerintah telah banyak meluncurkan kredit program untuk sektor pertanian, seperti kredit Bimas, Inmas, Kredit Usaha Tani KUT, serta Kredit Ketahanan Pangan KKP. Namun tampaknya kredit program tersebut masih belum cukup optimal dalam memberdayakan petani yang ditunjukan oleh masih lemahnya kemampuan petani dalam permodalan. Lembaga Keuangan Mikro Syariah Pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah memiliki perbedaan yang mendasar yaitu pada cara dan proses memperoleh hasil, dimana pada pembiayaan konvensional perolehan hasil dihitung berdasar suku bunga interest pinjaman sedangkan perolehan hasil pada pembiayaan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil dan bagi resiko profit and loss sharing. Akibat perbedaan mekanisme perhitungan perolehan hasil ini maka pada pembiayaan syariah mengandung ketidak pastian yang lebih tinggi karena tergantung dari laba usaha yang diperoleh, sedangkan nilai hasil pembiayaan konvensional lebih pasti karena dihitung dari pokok pinjaman. Pada pembiayaan syariah bila usaha mengalami kerugian, maka nilai kerugian dibagi berdasar nisbah bagi resikonya. Sedangkan pada lembaga pembiayaan konvensional resiko ditanggulangi atas dasar jaminan collateral yang dimiliki pengusaha. Akibat perbedaan mekanisme perhitungan perolehan usaha ini menghasilkan perbedaan lainnya antara lembaga pembiayaan syariah dengan konvensional yang secara ringkas pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Perbedaan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah Lembaga Keuangan Konvensional Lembaga Keuangan Syariah Perhitungan perolehan usaha  Berdasarkan suku bunga pinjaman  Berdasakan prinsip bagi hasil dan resiko Cara penghitungan persentase perolehan  Berdasar negosiasi antara lembaga pembiayaan dengan pengusaha  Tergantung pada persentase komponen penyertaan yang digabungkan dengan bobot resikonya Lanjutan Lembaga Keuangan Konvensional Lembaga Keuangan Syariah Nilai Hasil Usaha  Pasti dan tertentu berdasarkan besar investasi  Tidak pasti dan tidak tentu tergantung dari laba usaha Perhitungan hasil  Suku Bunga x besar pinjaman  Nisbah Bagi Hasil x Laba Usaha Bagi resiko  Tidak ada resiko baik usaha untung atau rugi  Ada resiko bila usaha rugi Orientase Tujuan  Profit oriented  Profit dan falah Mencari kebahagiaan di dunia akhirat Prinsip Investasi  Kurang memperhatikan prinsip halalan thoyyibah  Mengutamakan usaha halalan thoyyibah Diolah dari Syafii Antonio 2001 Perbedaan kedua lembaga tersebut yang memperjelas bahwa lembaga keuangan syariah harus memenuhi prinsip syariah syariah compliance. Syafii Antonio 2001 menjelaskan mengenai perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional diuraikan secara singkat dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3. Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional BANK ISLAM BANK KONVENSIONAL Melakukan investasi yang halal saja Investasi yang halal dan haram Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa Memakai perangkat bunga Profit dan falah oriented Profit oriented Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor Penghimpun dan penyaluran dana harus sesuai fatwa Dewan Pengawasan Syariah Tidak terdapat pengawas sejenis Diolah dari Syafii Antonio 2001 Operasionalisasi antara lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah sangatlah berbeda terutama dalam prinsip syariahnya yang mengharamkan riba dan bunga. Orientasi keuntungan pada lembaga keuangan syariah berdasarkan bagi hasil. Pembiayaan kepada pengusaha mikro selama ini selalu mengalami kendala outstanding pembiayaan yang kecil yang biaya operasional pembiayaannya menjadi tinggi membuat pihak perbankan tidak mau memberikan pembiayaan. Selain itu dari segi persyaratan perbankan, bankable atau secara teknis mengharuskan adanya jaminan liquid dan lain-lain yang tidak dimiliki oleh sektor usaha mikro dan kecil terutama para petani. Mengatasi kendala-kendala tersebut ada keinginan dan aspirasi untuk menghadirkan wadah baru bernama : Baitul Maal Wat Tamwil BMT Hafiduddin, 2008 Baitul Mal Wat Tamwil BMT Baitul Mal wat Tamwil BMT adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang merupakan badan usaha syariah kepanjangan tangan dari BPRS, yang berdiri di daerah-daerah yang lebih spesifik, misalnya perdesaan. BMT adalah Baitul Maal wat Tamwil, gerakan swadaya masyarakat dibidang ekonomi yang sejak kehadirannya fokus untuk melayani kebutuhan finansial Usaha Menengah dan Kecil UMK. Istilah BMT berasal dari dua suku kata yaitu Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Istilah baitul mal berasal dari kata bait dan al-mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al-mal berarti harta benda dan kekayaan. Secara harfiah, baitul mal berarti rumah kekayaan. Kata baitulmal biasa diartikan sebagai perbendaharaan umum atau negara. Adapun baitul tamwil dari akar yang sama, bait artinya rumah, dan tamwil yang artinya pengumpulan harta. Kata tersebut bisa diartikan sebagai rumah pengumpulan harta atau dapat diidentikkan dengan bank pada zaman modern ini. Menurut Soemitra 2009 BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu : 1 Baitul Tamwil rumah pengembangan harta, melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. 2 Baitul Maal rumah harta, menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Baitul Maal didirikan pertama kali pada jaman Khalifa Umar Bin Khatab. Pada masa ini pendapatan baitul maal yang berasal dari kharaj, zakat, khums dan jizya dan disalurkan untuk pengembangan ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi. Bahkan secara tidak langsung berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal Negara Islam dan Khalifah adalah berkuasa penuh atas dana tersebut tetapi tidak diperbolehkan menggunakannya untuk pengeluaran pribadi. BMT berfungsi sebagai pengemban amanah, serupa dengan amil zakat, menyalurkan bantuan dana secara langsung kepada pihak yang berhak dan membutuhkan. Sumber dana kebanyakan berasal dari zakat, infaq dan sedekah, serta dari bagian laba BMT yang disisihkan untuk tujuan ini. Adapun bentuk penyaluran dana atau bantuan yang diberikan beragam. Ada yang murni bersifat hibah, dan ada pula yang merupakan pinjaman bergulir tanpa dibebani biaya dalam pengembaliannya. Dana yang bersifat hibah sering berupa bantuan langsung untuk kebutuhan hidup yang mendesak atau darurat, serta diperuntukan bagi mereka yang memang sangat membutuhkan, di antaranya: bantuan untuk kesehatan, biaya sekolah, sumbangan korban bencana, dan lain-lainnya yang serupa. Sejak tahun 1992 BMT lahir atas respon adanya kemiskinan dan pengangguran serta kurangnya permodalan dan pendampingan terhadap para pengusaha mikro dan kecil. BMT yang sebagian besar berbadan hukum koperasi mampu mengatasi kendala-kendala yang dimiliki lembaga keuangan formal seperti bank. BMT ini jugalah yang telah banyak menyelamatkan banyak usaha mikro dan kecil dari cengkeraman lintah darat. Kedudukan BMT dalam struktur keuangan mikro di Indonesia merupakan lembaga keuangan mikro non bank non formal. Terkadang dalam mengoptimalisasi pembiayaan bagi sektor UMK oleh BMT justru terkendala oleh kesulitan likuiditas. Apabila konsumen petani memenuhi kebutuhannya untuk mendapatkan manfaat dengan memperhatikan faktor kehalalan produk dan niat ibadahkebaikan maka akan mendapatkan keberkahan. Manfaat di dunia dan keberkahan di akhirat akan mewujudkan mashlahah . Apabila manusia melakukan kegiatan konsumsinya terhadap hal-hal yang sia-sia ataupun merugikan maka akan mendapatkan mudharat. Mashlahah yang didapat berupa : manfaat material, manfaat fisik dan psikis, manfaat intelektual, manfaat terhadap lingkungan, dan manfaat jangka panjang. Seorang petani akan memutuskan mengkonsumsi sesuatu barang atau jasa dari BMT dan berinteraksi dengannya dengan tujuan untuk mendapatkan maslahah. Mashlahah artinya Manfaat, lebih tepatnya mashlahah al- ‘ibab, yaitu kemanfaatan bagi kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik hayyah thayyibah dan kemuliaan falah dalam bingkai nilai-nilai keislaman. Mashlahah al- ‘ibab adalah tujuan utama dari syariah Islam. Mashlahah juga menjadi tujuan dari konsumsi Islami, yang dibedakan dengan utility. Seperti dijelaskan Gambar 2.6. Gambar 2.6. kerangka perilaku konsumen mendapatkan mashlahah dan berkah sumber dari P3EI UII Yogyakarta, 2008. Petani menggunakan produk pembiayaan mikro syariah yang berasal dari BMT maka akan memperhatikan beberapa hal di atas apakah produknya halal dan berniat untuk ibadah maka apabila memanfaatkan jasa BMT tersebut maka ia akan mendapatkan manfaat dan keberkahan. Sebelum petani menggunakan produk pembiayaan dan jasa BMT lainnya akan memperhatikan lembaga tersebut melalui saluran-saluran komunikasi dan akan mempersepsikannya sebelum menilai apakah lembaga tersebut layak dipergunakan atau tidak. Para pelaku BMT menurut Hafiduddin dan Syukur 2008 menginginkan sebuah skema yang mudah dan murah dalam memperoleh pendanaan dengan tetap memperhatikan keamanan dan tetap menjalankan syariah. BMT Centre didirikan sebagai sebuah wadah yang mendorong penguatan BMT, meminimalisir resiko pembiayaan dan sekaligus menopang instrumen regulasi internal pada BMT-BMT yang menerima pembiayaan. BMT Centre diantaranya melakukan : 1 Capacity Building, yaitu upaya membangun, menyehatkan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan yang dilakukan melalui pelatihan, pendampingan dan bentuk jasa manajemen lainnya; 2 Menyusun dan menerbitkan beberapa pedoman operasional; 3 Advokasi dan konsultasi; 4 Rating Agency; 5 Memonitoring Agency dan supervisi; dan 6 Pusat Operasi, yaitu penyedia informasi lain yang diperlukan mengenai BMT dan lainnya. Kebutuhan Materi Kebutuhan Sosial Kebutuhan generasi yad Kebutuhan Intelektual Kebutuhan fisik-psikis Pemenuhan Kebutuhan Manfaat Niat Ibadahkebaikan Kehalalan Produk Berkah Mashlahah Mudharat Pemenuhan Keinginan Hal yang sia-sia Hal yg merugikan Pembiayaan yang biasanya berada di bidang pertanian terutama di pedesaan adalah koperasi, namun hal ini juga bisa dilihat perbedaannya dengan lembaga keuangan mikro syariah atau Baitul Maal wat Tamwil BMT, sebagai berikut : Bentuk lembaga keuangan syarah ini memiliki banyak kesamaan dengan koperasi yang sekarang ini banyak beroperasi di daerah perdesaan. Para petani biasanya menggunakan koperasi yang sudah berdiri di daerahnya untuk mendapatkan pelayanan pembiayaan dalam memenuhi baik kebutuhan produksi pertanian maupun kebutuhan sehari-hari. Ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat beneficary-nya, BMT jauh lebih banyak, walaupun jumlah pembiayaan tiap unit usaha lebih kecil, namun penyaluran pembiayaan oleh BMT lebih mampu menyentuh pengusaha mikro sebagai unit usaha terkecil. Pengusaha mikro seperti ini memiliki jumlah unit usaha paling besar di Indonesia. Cara kerja dan perputaran dana BMT secara sederhana dapat dijelaskan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7. Cara kerja dan perputaran Dana di BMT Soemitra, 2009 Gambar 2.7 menunjukan bagaimana bergulirnya dana di BMT. Pada awalnya dana BMT diharapkan diperoleh dari para pendiri, berbentuk simpanan pokok khusus. Para pendiri, sebagai anggota biasa juga membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan jika ada kemudahan simpanan sukarela. Dana dari modal pendiri ini dilakukan investasi untuk membiayai pelatihan pengelola, mempersiapkan kantor dengan peralatannya serta perangkat administrasi. Selama belum memiliki penghasilan yang memadai, modal perlu juga menalangi pengeluaran biaya harian yang diperhitungkan secara bulanan, biasa disebut dengan biaya operasional BMT. Penggalangan Dana SHU dibagikan Modal Dasar :  Simpanan Pokok khusus  Simpanan Pokok  Simpanan Wajib Bagi Hasi Bonus Simpanan Sukarela Bagi Hasil  Simp. Mudharabah biasa  Simp. Pendidikan  Simp. HajiUmrah  Simp.Kurban  Simpanan Berjangka Simp.Sukarela Titipan  Simp. Wadi’ahZIS  Simp. Wadiah Damamah Infak SHU Operasional BMT BBA Kepemilikan barang angsuran Murabahah Qard al-Hasan Pinjaman Kebajikan Bagi Hasi Margin Biaya Operasional Pool Pendapatan Musyarakah Mudharabah Penyaluran Dana Modal dapat juga berasal dari lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti yayasan, kas masjid, BAZ, LAZ, dan lain-lain. Para anggota menyimpan simpanan pokok, wajib dan sukarela yang akan mendapatkan bagi hasil dari keuntungan BMT. BMT harus memiliki pemasukan keuntungan dari hasil pembiayaan berbentuk modal kerja yang diberikan kepada para anggota, kelompok usaha anggota, petani, pedagang, dan sebagainya. Pengelola BMT harus menjemput bola dalam membina anggota pengguna dana BMT agar mendapatkan keuntungan yang cukup besar sehingga BMT akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar pula. Pendapatan keuntungan BMT ini dipergunakan untuk menanggung biaya operasional dalam bentuk gaji pengelola dan karyawan, biaya listrik, telepon, air, peralatan komputer, biaya operasional lainnya dan membayar bagi hasil yang memadai para anggota penyimpan sukarela. BMT dapat menjalankan berbagai jenis usaha dalam operasionalnya. Adapun jenis-jenis usaha BMT berupa : 1 Simpanan dengan berasaskan akad Mudharabah dalam bentuk : simpanan biasa, pendidikan, hajiumrah, kurban, Idul fitri, Walimah, Akikah, perumahan renovasi, kunjungan wisata, dan mudharabah berjangka semacam deposito 1, 3, 6, 12 bulan. 2 Simpanan dengan berasaskan akad Wadi’ah titipan tidak berbagi hasil, diantaranya : a simpanan yad-al-amanah : titipan dana zakat, infak, dan sedekah yang diberikan kepada yang berhak; b Simpanan yad-ad-damamah : giro yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh penyimpan. 3 Pembiayaankredit usaha kecil bawah mikro, diantaranya : a pembiayaan mudharabah : pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil b pembiayaan musyarakah : pembiayaan bersama dengan mekanisme bagi hasil c pembiayaan murabahah : pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar pada saat jatuh tempo d pembiayaan bay’ bi saman ajil : pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme pembayaran cicilan. e pembiayaan Qard-al-hasan : pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas biaya administrasi. BMT dapat juga mengembangkan usahanya dibidang sektor riil, seperti kios telepon, kios benda pos, pembayaran listrik, telepon, memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan produktivitas hasil para anggota, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi. Profesionalitas SDM BMT dapat diamati melalui Budaya BMT dan Pedoman Kerja wewenang dan Tanggungjawab Bagian dan posisi masing-masing SDM. Pinbuk Mu’allim, 2006 merumuskan Budaya BMT sebagai berikut: Pedoman bagi setiap bidang yang ada di BMT, sebagaimana berikut: 1 Pedoman Dewan Pengurus : a Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab pada Rapat Anggota BMT, b Membawahi Pengelola BMT, c Ringkasan Pekerjaan: mengawasi, mengevaluasi dan mengarahkan pelaksanaan pengelolaan BMT yang dijalankan oleh pengelola agar tetap mengikuti kebijaksanaan dan keputusan yang telah disetujui oleh rapat anggota. 2 Pedoman Kerja Manajer BMT : a. Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab pada: Dewan Pengurus, b. Membawahi Bidang: KasirTeller, Pemasaran, dan Administrasi Pembukuan AP, c Ringkasan Pekerjaan: memimpin jalannya BMT sesuai dengan tujuan dan kebijaksanaan umum yang telah digariskan Dewan Pengurus dan telah disetujui dalam rapat anggota guna mencapai tujuan BMT; 3. Pedoman Kerja KasirTeller : a. Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab pada Manajer, b. Membawahi Bidang. c. Ringkasan Pekerjaan seluruh aktifitas yang berhubungan dengan transaksi kas, mengatur dan bertanggung jawab atas pelaksanaan adm. dan laporan perincian kas setiap hari. 4. Peralatan dan Perlengkapan Teller : a. Tempat pelayanan loket atau cukup meja khusus pelayanan anggota, b. Alat hitung atau kalkulator dan stempel validasi, c. Alat tulis menulis, d. Mesin tikKomputer, e. Formulir pendaftaran Anggota dan slip pembukaan simpanan, f. Slip-slip setoran simpanan, angsuran, penarikan simpanan, dan slip realisasi pembiayaan, g. Buku Simpanan, kartu simpanan, kartu pebiayaan, h. Berkas Laporan KeuanganMutasi Harian, j. Lemari tempat penyimpanan cash box , kartu-kartu, file-file dan perlengkapan kerja lainnya. 4. Pemasaran : a. Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab: Manajer, b. Ringkasan Pekerjaan: Bertanggung jawab menjual produk BMT baik Pembiayaan maupun Simpanan dan mengatur, mengawasi serta melaksanakan kegiatan mengamankan posisi BMT dalam hal pembiayaan dan Simpanan Anggota sesuai dengan AD-ART. Produk-produk BMT Secara umum mempunyai dua fungsi pokok, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat. Selain itu, bank syariah juga memberikan pelayanan berupa jasa yang dapat digunakan nasabah yang dapat memperlancar proses transaksi mereka dan mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan. Produk Penghimpun Dana Bank syariah dapat menghimpun dana dari pihak ketiga untuk menjalankan fungsi sebagai penghimpun dana masyarakat. Penghimpun dana pihak ketiga DPK di bank syariah dapat disebut simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, Simpanan berjangka, dan Simpanan Khusus lihat UU No. 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pasal 1. Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan DPK adalah menggunakan akad wadi’ah dan mudharabah lihat Fatwa DSN-MUI No. 1 Tahun 2000 Tentang Giro dan Fatwa DSN-MUI No. 2 Tahun 2000 tentang Tabungan. Produk Wadi’ah : Giro dan Tabungan Syariah Akad wadi’ah adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu Lihat Peraturan Bank Indonesia No. 7 tahun 2005. Secara garis besar, akad wadi’ah yang digunakan terdiri dari dua jenis lihat Zulkifli, 2003:33, 1 wadi’ah yad al amanah, akad ini merupakan titipan murni dan pada kegiatan ini titipan hanya berupa amanah semata dan tidak ada kewajiban bagi penerima titipan mustawda’ untuk menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannya. Dalam perbankan syariah, akad ini diaplikasikan dalam produk safe Deposit Box SDB. 2 Wadi’ah yad al- dhamanah , merupakan akad pengembangan dari akad wadi’ah yad al-amanah, dimana penerima titipan atau simpanan diberikan izin untuk mengambil manfaat dari dana titipan tersebut dan wajib bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan atau kerusakan dari barang yang dititipkan. Prinsip akad inilah yang diterapkan bank syariah pada produk rekening giro. Berdasarkan fitur dan mekanisme transaksinya, giro wadi’ah merupakan simpanan dana yang bersifat titipan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan, dan terhadap titipan tersebut tidak dipersyaratkan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian sukarela. Manfaat utama giro wadi’ah bagi nasabah adalah untuk memperlancar arus dana untuk pembayaran atau penerimaan dengan menggunakan cek adalah bilyet giro atau sarana lainnya. Nasabah juga dapat memperoleh bonus bila bank memutuskan untuk memberikannya BI, kodifikasi Produk Perbankan Syariah, 2007:1. Sedangkan tabungan wadi’ah adalah simpanan dana nasabah pada bank, yang bersifat titipan dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dan terhadap titipan tersebut bank tidak dipersyaratkan untuk memberikan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian bonus secara sukarela BI, 2007:5. Sedangkan ketentuan produk ini menurut Bank Indonesia 2005 mengacu pada fatwa yang telah dibuat DSN-MUI 2006 sebagai berikut : 1 bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan bank bertindak sebagai pemilik dana titipan; 2 dana titipan disetor penuh kepada bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal; 3 dana titipan dapat diambil setiap saat; 4 tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah; dan 5 bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah. Produk Mudharabah : Giro, Tabungan dan Simpanan Berjangka Selanjutnya, produk penghimpunan bank syariah, akad mudharabah, digunakan untuk produk giro, tabungan dan simpanan berjangka. Mudharabah merupakan penanaman dana dari pemilik dana shohibul maal kepada pengelola dana mudharib untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi profit and loss sharing atau metode bagi pendapatan revenue sharing antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya lihat PBI No.7 Tahun 2005. Mudharabah terdiri dari dua jenis : mudharabah mutlaqah, akad mudarabah yang tidak dibatasi oleh spesifik jenis usaha, waktu dan daerah untuk berbisnis; kedua : mudharabah muqayyadah, yaitu akad mudharabah yang mencantumkan persyaratan-persyaratan tertentu biasanya untuk tabungan khusus. Berdasarkan fitur dan mekanisme transaksinya, giro mudharabah merupakan simpanan dana yang bersifat investasi yang penarikannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindah bukuan, terhadap investasi tersebut diberikan bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati di muka. Secara umum, giro bagi bank syariah memiliki manfaat sebagai sumbar pendanaan bank baik Rupiah dan Valuta Asing selain sebagai salah satu aktivitas yang dilakukan bank untuk membantu pengelolaan arus dana nasabah melalui rekening giro tersebut BI, 2007. Secara lebih operasional untuk produk giro mudharabah ini Bank Indonesia 2005 mengacu pada fatwa DSN-MUI 2006 memberikan ketentuan sebagai berikut : 1 nasabah bertindak sebagai pemilik dana shohibul maal dan Bank bertindak sebagai pengelola dana mudharib; 2 Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad Mudharabah dengan pihak lain; 3 Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah nominalnya; 4 nasabah wajib memelihara giro minimum yang ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening; 5 Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening; 6 pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir bulan laporan; 7 Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; dan 8 Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. DSN-MUI 2006 dan BI 2005 memberikan ketentuan giro mudharabah sebagai berikut : 1 Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana; 2 Dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal; 3 pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah; 4 pada Akad tabungan berdasarkan mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening; 5 nasabah tidak diperbolehkan menarik dana diluar kesepakatan; 6 Bank sebagai Mudharib menutup biaya operasional tabungan atau simpanan berjangka dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; 7 Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan 8 Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku contoh : penjamin Lembaga Penjamin SimpananLPS. Produk Penyaluran Dana Produk-produk yang dimiliki oleh bank syariah dalam penyaluran dana menggunakan beberapa konsep akad muamalah. Secara garis besar prinsip yang digunakan bank syariah dalam menyalurkan dananya terbagi menjadi empat kelompok akad : akad jual beli al- bay’, akad sewa ijarah, akad bagi hasil syirkah, dan beberapa akad pelengkap dan kombinasi lainnya, sebagai berikut : Pembiayaan dengan Akad Jual Beli al- bay’ Pembiayaan Murabahah Deferred-Payment DSN-MUI 2006 tentang Fatwa No. 4 Tahun 2000 secara lebih ringkas mendefinisikan murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pemeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Menurut fitur dan mekanisme operasional perbankan, Bank Indonesia 2007 pembiayaan murabahah merupakan penyediaan dana atau tagihan untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bamk dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan akad. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok barang ditambah keuntungan. Ketika memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama bank, dan kemudian, barang tersebut dijual kepada nasabah. Akad murabahah baru dapat dilakukan setelah secara prinsip barang tersebut menjadi miliki bank. Pembayaran oleh nasabah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh pada akhir periode atau secara angsuran sesuai kesepakatan. Pembiayaan Salam Deferred-Delivery Bank Indonesia 2005 mendeskripsikan salam sebagai jual beli barang dengan cara pemesanan berdasarkan persyaratan dan kriteria tertentu sesuai kesepakatan serta pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. Bank Indonesia 2007 juga memberikan ketentuan yang tegas tentang spesifik barang salam, dimana bank selaku pembeli barang salam membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati. Bagi bank syariah, pembiayaan salam bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang ingin mempunyai barang tertentu berdasarkan pesanan dan sebagai upaya diversifikasi produk bank syariah sesuai kebutuhan yang diharapkan pasar. Sedangkan bagi nasabah sebagai sumber pembiayaan dan layanan perbankan bagi nasabah baik untuk tujuan modal kerja maupun konsumsi. Sedangkan resiko utama dari produk ini adalah resiko pembiayaan credit risk yang terjadi jika debitur wanprestasi atau default. Selain itu resiko pasar juga dapat terjadi jika modal Salam dalam penyelesaian adalah dalam valuta asing dimana resiko dapat berasal dari pergerakan nilai tukar BI, 2007. Praktek Bai’as salam pada sektor pertanian telah dipelajari dan dikemukakan oleh Halim Umar 1995 bahwa format pembiayaan baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang. Pembiayaan dalam bentuk barang misalnya pembiayaan untuk input produksi seperti benih, pupuk ataupun bibit ternak. Pembiayaan ini harus sesuai dengan akad ataupun kontrak yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Kontrak dibuat bila kebun mulai menghasilkan, contohnya pada fase sedikit lagi akan panen buah atau saat buah mulai menguning atau memerah; 2 Area kebunpertanian atau taman harus luas; 3 Proses delivery mesti spesifik, apakah kontinu atau ada interval waktu yang spesifik; 4 Penerimaan komoditi diharapkan paling lama limabelas hari; 5 perjanjian kontrak mesti dibuat dengan pemiliki kebun pertanian, dan tidak boleh dilakukan oleh orang lain seperti pedagang perantara. Jual beli Bai’ as-salam ini pada hakekatnya merupakan perkecualian yang dibuat oleh Rasulullah SAW untuk sektor pertanian terhadap larangan forward transaction. Pada skema ini, pembiayaan kepada pelaku usaha pertanian dengan menggunaan Bai’as-salam dilakukan melalui lembaga keuangan mikro syariah atau BMT. LKMSBMT ini terlibat untuk memberdayakan dan mengembangkan potensi yang dimiliki LKMS juga sebagai refleksi prinsip at-ta ’awwuun saling tolong menolong antara bank syariah dengan LKMSBMT. Pihak LKMSBMT memberikan pembiayaan yang nilainya sama dengan biaya pokok produksi ditambah dengan keuntungan bagi pelaku usaha pertanian. Biasanya nilainya berada di bawah harga pasar normal Hafiduddhin dan Syukur, 2008. Kewajiban pelaku usaha pertanian adalah mengirimkan hasil pertaniannya setelah panen. Mengingat tingginya resiko yang dihadapi pihak LKMS, maka peran pemerintah sangat peting. Hasil panen dapat dijual langsung ke pasar domestik atau ke bulog yang keuntungannya menjadi milik LKMS. Pemerintah perlu memberikan jaminan dengan menyuntikan dana ke LKMS yang besarnya tergantung kebijakan dan komitmen pemerintah. LKMS perlu menerapkan strategi “jemput bola” dengan mendatangi langsung para pelaku usaha pertanian yang akan dibiayainya. Sedangkan untuk agroindustri, pembiayaan Bai’as salam terdiri dari empat kategori Halim Umar, 1995 : a campuran dari komponen dasar untuk pakaian yang dihasilkan dari campuran katun dengan linen atau katun dengan sutera dengan formula yang spesifik; b campuran yang berisi komponen dasar sebagai komponen sekunder penambah seperti katalis atau bahan untuk penyedap pada vetsin dalam keju atau garam ke dalam adonan; c campuran dari komponen dasar yang berfungsi bukan sebagai penambah formula yang spesifik seperti frankinsence dan pasta-pasta, pada Salam tidak dapat diterima; d campuran yang bersisi komponen yang tidak bermanfaat, tidak menambah mutu seperti campuran susu dengan air, pada Salam tidak dapat diterima. Teknik Salam untuk pembiayaan argoindustri memerlukan analisa ekonomi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut Halim Umar, 1995 : 1 Ruang lingkup salam pada seluruh aktivitas ekonomi masyarakat, sesuai dengan kemajuan teknologi yang dapat dicapai. 2 Salam bermanfaat untuk operasi pembiayaan usaha jangka pendek seperti pembiayaan produk-produk pertanian yang siklus produksinya kurang dari setahun. Salam juga bermanfaat untuk operasi pembiayaan usaha jangka panjang seperti pembiayaan fixed assets dengan periode waktu hingga sepuluh tahun. Salam juga dapat melikuidasi operasi salam sebelum waktunya, bila bank menjual secara terpisah komoditas yang sama dengan kontrak salam. Keuntungan yang dapat dicapai sebagai harga salam biasanya kurang daripada harga saat waktu pengiriman delivery time . 3 Beban biaya yang dikenakan Salam dibandingkan dengan pinjaman dengan suku bunga yang terjadi adalah lebih kecil. Hal ini terjadi karena pada suku bunga memasukkan nilai bunga sebelum menentukan predetermined pinjaman, menyuruh menggunakan pinjaman untuk pergantian assets, atau menekan peminjam untuk membeli sumberdaya yang diperlukan dari sumber tertentu, tidak ada keringanan bila situasi sulit diduga. Lebih dari itu pembayaran terlambat akan dikenai tambahan bunga. Sebaliknya beban biaya salam dibatasi oleh kewajiban peminjam untuk mengirim komoditi pada saatnya. Bila keadaan sulit diduga kontrak dapat dibatalkan, atau keduanya menunggu situasi tanpa dikenakan kewajiban hingga situasi membaik. 4 Pada kontrak-kontrak salam, distribusi yang adil didasarkan pada fakta bahwa kedua pihak tidak akan mengeksploitasi dan menekan satu dengan yang lain. 5 Sebuah isu kontemporer terpenting adalah bagaimana menciptakan keadilan diantara partisan operasi-operasi keuangan. Pada situasi inflasi, semua karakter ekonomi kontemporer dan daya beli cenderung memburuk selama periode pinjaman hingga pengembalian. Pembayaran bunga bank tidak menunda akibat inflasi, karena bunga bank biasanya lebih kecil daripada inflasi. Akan ditemukan bahwa pada salam ada suatu hubungan langsung antara pinjaman dengan indeks harga, karenanya dapat mengatasi akibat inflasi. Pemodal dapat menerima nilai tukar komoditi dengan uangnya. Akibat harga-harga komoditi naik selama inflasi, maka pemodal tidak kehilangan akibat penurunan daya beli pinjamannya. Lebih dari itu,pemodal akan mendapatkan hasil keuntungan dari perbedaan harga jual dan harga beli komoditi. Di pihak lain peminjam juga tidak akan merasakan akibat inflasi, karena peminjam dapat menggunakan prinsip salam bila menerima pinjaman dalam bentuk kontan untuk membeli bahan baku. Harga-harga bahan baku juga akan naik selama periode inflasi. 6 Peminjam yang membayar kembali pinjamannya dalam bentuk barang dengan prinsip salam, bila dia produsen barang-barang, tanpa usaha yang berarti dia akan mencadangkan produksinya, sejumlah yang diperlukan untuk penyelesaian pinjamannya. Pada bank konvensional peminjam berkewajiban hanya membayar kembali pinjamannya. Dia mungkin tidak akan mendapat insentif bila menggunakan pinjamannya lagi untuk produksinya, sebagai contoh dia akan membuat penyelesaian untuk pinjaman selanjutnya. 7 Salam dapat membantu para perajin menjadi wirausahawan, karena banyak perajin yang karena kekurangan modal untuk membeli peralatan dan input produksi mau menjadi karyawan produsen tertentu. Mereka gagal mendapatkan pinjaman karena harus ada jaminan fiskal dan nama perusahaan yang kebanyakan tidak mereka miliki. Kontrak-kontrak salam dapat membantu untuk membeli peralatan dan input produksi yang dibutuhkannya dengan jalan membuat hasil produksi. Proses ini akan menghantarkan mereka kepada terciptanya unit-unit usaha yang baru, dengan kapasitas produksi yang bertambah banyak. Suatu kenyataan bahwa seorang wirausaha akan lebih produktif daripada seorang karyawan. 8 Banyak usaha yang kekurangan dana untuk membeli input produksi atau penggantian asset, dan karenanya cenderung untuk berproduksi dibawah kapasitas atau berproduksi dengan tidak teratur. Usaha-usaha seperti itu boleh jadi tidak menerima penyertaan modal atau pinjaman berdasarkan riba. Karenanya cukup beralasan untuk mereka meminjam lewat metode salam dengan bagian sesuai outputnya. 9 Keuntungan dalam bentuk yang paling sederhana merefleksikan perbedaan antara pendapatan kotor dengan total biaya. Dalam kasus salam. Pendapatan kotor dihitung sebelum produksi. Dalam rangka mengejar keuntungan biasanya peminjam akan menekan biaya yang tersedia melalui pemanfaatan bahan baku yang lebih efisien, meminimalkan limbah buangan, bahaya dan lain- lain. 10 Perjanjian dalam salam mengantar untuk menciptakan pasar komoditi yang stabil, terutama pada musim komoditi tersebut – kenyataannya menghasilkan stabilitas harga komoditi- komoditi ini. Hal ini juga memungkinkan para penabung untuk menabungkan tabungannya ke jalan keluar investasi tanpa menunggu. Misalnya, sampai saat panen produk pertanian atau saat mereka memerlukan barang-barang industri dan tanpa memaksa untuk menggunakan tabungannya untuk konsumsi. Selain itu pembelian input produksi melalui salam membantu menghindari resiko pembelian sebelum waktu penggunaan sebenarnya, karenanya dapat mengeliminir resiko biaya simpan dan perawatan. Perlu juga dicatat bahwa salam mengambil peran dalam bentuk transaksi nyata dalam satu atau dua pertukaran barang-harga yang dikenal dan dapat dibayarkan pada saat yang mempengaruhi kontrak. Selain itu masing-masing pihak yang bertransaksi mempunyai kebutuhan yang nyata untuk mendapatkan apa yang dibayar, hal ini bertolak belakang dengan yang terjadi di bursa saham dimana perjanjian tidak mengikat terhadap harga dan komoditi. Hal ini hanya bermanfaat semata untuk para spekulator dan broker karena dapat menaikan harga dan meningkatkan gharar yang akhirnya malah menimbulkan masalah-masalah serius untuk produsen dan konsumen. Pembiayaan dengan akad bagi hasil Syirkah Produk pembiayaan ini menggunakan prinsip bagi hasil diaplikasikan dalam beberapa macam akad, yaitu : Pembiayaan Musyarakah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha lihat Fatwa DSN-MUI No. 8 Tahun 2000 dan BI, 2005. Pembiayaan musyarakah dalam praktik perbankan syariah adalah pembiayaan dana dari bank untuk memenuhi sebagian modal suatu usaha tertentu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melakukan setelmen atas investasi yang sesuai dengan akad musyarakah. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah. Bagi hasil musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba profit sharing atau bagi pendapatan revenue sharing. Metode bagi laba profit sharing dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan revenue sharing dihitung dari total pendapatan yang diterima. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan. Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan laporan realisasi hasil usaha dari usaha nasabah BI, 2007. Resiko utama produk pembiayaan musyarakah adalah resiko pembiayaan credit risk yang terjadi jika pembiayaan musyarakah diberikan dalam valuta asing, yaitu resiko dari pergerakan nilai tukar. BI, 2007 Pembiayaan Mudharabah Mudharabah merupakan kerjasama usaha antara pemilik dana shohibul maal dengan pihak pengelola dana mudharib dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana lihat Fatwa DSN-MUI No. 7 Tahun 2000 dan BI tahun 2005. Berdasarkan fitur dan mekanisme operasionalnya, pembiayaan mudharabah merupakan penyediaan dana bank syariah untuk modal kerjasama usaha berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melakukan setelmen atas investasi dimaksud sesuai dengan akad mudharabah. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati dan dituangkan dalam akad pembiayaan mudharabah. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang tiering yang besar berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad. Bank sebagai penyedia dana menanggung seluruh resiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu : bagi laba profit sharing atau bagi pendapatan net revenue sharing. Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan laporan realisasi hasil usaha nasabah BI, 2007 Pembiayaan Qardh Penyaluran dana mellaui prinsip al-qardh menurut DSN-MUI merupakan salah satu sarana untuk peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh perbankan syariah. Pembiayaan al- qardh adalah akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada bank syariah pada waktu yang telah disepakati Fatwa DSN-MUI No. 19 Tahun 2001. BI 2005 medefinisikan qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Secara fitur dan mekanisme operasional perbankan, pembiayaan Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan atau piutang sebagai pinjaman kepada nasabah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi kewajibannya sesuai akad. Pinjaman qardh merupakan pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan. Namun demikian, peminjam dana diperkenankan untuk memberikan imbalan. Sumber dana pinjaman qardh dapat berasal dari intern dan ekstern bank. Sumber pinjaman qardh untuk yang bersifat pinjaman kebajikan sebagai dana bergulir sosial berasal dari ekstern bank yang berasal dari dana hasil infak, sedekah dan sumber-sumber non halal, dan dari modal bank. Atas pinjaman qardh, bank hanya boleh mengenakan biaya administrasi. Bank dapat menerima imbalan bonus yang tidak dipersyaratkan sebelumnya dan penerimaan dari jasa lain berupa imbalan fee yang diberikan dalam transaksi yang disertai qardh disamping akad lainnya. Jika ada penerimaan imbalan yang tidak dipersyaratkan sebelumnya maka penerimaan imbalan tersebut dimasukkan sebagai pendapatan operasi lainnya. Bank dapat meminta jaminan atas pemberian qardh BI, 2007. Gadai Syariah Rahn Tujuan Rahn adalah menolong nasabah dalamkegiatan multiguna yang sesuai syariah. Rahn sendiri adalah penyerahan barang dari nasabah Rahin kepada bank Murtahin sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. Barang yang dijaminkan Marhun dapat berupa : a rumah atau properti; b kendaraan bermotor; c emas atau perhiasan emas, berlian dan sebagainya Fatwa DSN-MUI No. 25 Tahun 2002. Walaupun konsep salam dan pembiayaan syariah lainnya baik namun memiliki kelemahan terutama dalam menghitung pembagian hasilnya yang masih subjektif. Hal ini akan berdampak pada munculnya ketidak adilan. Namun hal ini bisa menjadi peluang untuk meneliti pembagian hasilnya lebih lanjutnya dan mendalam. Kelemahan selanjutnya adalah dibidang sumber daya manusia, kebanyakan LKMS memiliki sumber daya manusia yang sedikit sehingga strategi jemput bola akan mengalami kendala. Kompetensi yang dimiliki pengelola juga harus dipenuhi. Pengelola harus memiliki hard skill dan soft skill baik di bidang perbankan syariah sehingga memiliki pemahaman komprehensif tentang pertanian sekaligus menguasai konsep dan praktek ekonomi syariah. Menurut Hafidhuddin dan Syukur 2008 sumber daya manusia yang mengelola perbankan syariah harus memiliki kompetensi, antara lain : pencapaian achievement, perhatian pada aturan, kualitas dan ketepatan concern for order, quality and accuracy, inisiatif initiative, pencarian informasi information seeking , pemahaman interpersonal intepersonal understanding , orientasi pada pelayanan pelanggan customer service orientation, dampak dan pengaruh impact and influence, kesadaran berorganisasi organizational awareness, membangun hubungan relationship building, mengembangkan orang lain developing others, kerja tim dan kerjasama teamwork and cooperation, kepemimpinan tim team leadership, berfikir analitis analitical thinking, berfikir konseptual conceptual thinking, ketrampilan teknisprofesionalkeahlian manajerial technicalprofesionalmanagerial expertise , pengendalian diri self control, percaya diri self confidence, keluwesan flexibility, dan komitmen berorganisasi organizational commitment. Kompetensi tersebut harus dimiliki para pengelola lembaga keuangan mikro syariah khususnya dan perbankan syariah pada umumnya. Kompetensi ini digunakan ketika pengelola akan mengelola operasional lembaga keuangan syariah. Proposisi-proposisi 1 Makna yang muncul dari pengalaman petani di wilayah sub urban kota Ciamis dan wilayah rural Bantul mengkonstruksikan realitas sosial mereka menurut pandangan mereka sendiri. Konstruksi meliputi proses, motif, dan konsep diri yang mereka miliki pada proses komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. 2 Petani mengelola komunikasinya berdasarkan pengalamannya sendiri dengan menggunakan komponen-komponen komunikasi. Komponen utama yang digunakan adalah komunikator, pesan baik verbal dan nonverbal, media, komunikan dan efek. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi dalam mengembangkan modal sosial BMT adalah faktor internal : karakteristik komunikator, pesan, media, dan komunikannya serta syariah compliance dalam BMT; dan faktor eksternal : sosial budaya, pemerintah, LSM, perguruan tinggi, Regulasi. 3 Strategi pengembangan pola-pola komunikasi yang akan muncul dalam pengembangan modal sosial perbankan syariah dapat berupa pola komunikasi linear ataupun timbal balik pada tingkatan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Kerangka Berpikir Secara keseluruhan aspek-aspek proses komunikasi yang diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat dalam kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 2.8. Hasil Penelitian terkait Sebelumnya Hasil Penelitian dengan Perspektif Obyektif 1 Hasil Penelitian Trust Communication Menurut penelitian yang dilakukan Couchman dan Fulop 2006 mengenai membangun trust lewat proses komunikasi dalam bidang RD Research Development bahwa yang menjadi masalah adalah kolaborasi antar organisasi dalam bidang RD pada sektor publik dan privat. Mereka memiliki perbedaan kepentingan, tujuan, model operasinya, kapabilitas, sumber dan komitmen yang bisa menimbulkan konflik dan kekuatan kekuasaan, sehingga ketika mereka berhubungan harus dengan mengkomunikasikan kepercayaan dan bagaimana membangun kepercayaan di antara mereka melalui sebuah proses komunikasi. Peranan komunikasi interpersonal sangatlah penting dalam mengembangkan kepercayaan dan kedekatan antara karyawan dengan klien. Hal ini diteliti oleh Kirchmajer dan Patterson 2003 pada konteks pelayanan profesional provider dan perencana keuangan pada usaha kecil dan menengah Small to Medium EnterpriseSME di Australia dan Newzealand. Botan dan Taylor 2005 yang meneliti masalah peranan kepercayaan terhadap media sebagai strategi komunikasi dalam membangun masyarakat madani civil Society. Penelitian lain dilakukan Wilson 2000 mengenai masalah kepercayaan dalam ekonomi agribisnis sehingga membentuk kapital sosial karena trust adalah komponen yang membentuk kapital sosial. 2 Hasil Penelitian Lembaga Keuangan Mikro Syariah Penelitian tim IPB terhadap Sikap, Perilaku, dan Preferensi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah di empat provinsi, yaitu provinsi Jawa Barat 2000, Sumatera Utara 2003, Sumatera Selatan 2004, dan Kalimantan Selatan 2004. Beberapa temuan pokok dari penelitian tersebut sebagai berikut: a. Peranan institusi perbankan dalam perekonomian diakui oleh sebagian besar masyarakat, yaitu mencapai kisaran 92.7 persen di Sumatera Utara dan 98.1 persen di Sumatera Selatan. Sebagian kecil yang menyatakan tidak setuju dengan keberadaan perbankan bank konvensional, terutama berasal dari kelompok responden Bank Syariah dan kelompok non nasabah. b. Hampir semua masyarakat sependapat bahwa keberadaan lembaga perbankan sangat perlu dan dirasakan manfaatnya untuk menunjang aktivitas ekonomi dan memudahkan transaksi keuangan, namun terhadap penerapan bunga dalam perbankan terdapat kecenderungan yang berbeda. Ada kecenderungan peningkatan kelompok masyarakat yang tidak setuju terhadap sistem bunga. Di Kalimantan Selatan, sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dengan penerapan sistem bunga dalam perbankan 65,7 persen, sementara di tiga provinsi lainnya sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap penerapan sistem bunga, meskipun porsi yang sependapat tidak setuju juga hampir berimbang yaitu 45 persen di Jawa Barat, 40.8 persen di Sumatera Utara dan 38.2 persen di Sumatera Selatan c. Penerapan sistem bagi hasil, hampir responden menyatakan setuju. Tampak bahwa sebagian besar masyarakat memiliki sifat yang permisif serba membolehkan, yaitu menerima baik sistem bunga maupun bagi hasil. Masyarakat bersifat permisif dan juga memiliki pendapat yang ambivalen. Ketika ditanya apakah bunga bertentangan dengan ajaran agama yang dianut, sebagian besar responden di empat provinsi menyatakan “bertentangan” dengan kisaran antara 60.4 persen di Sumatera Selatan dan 75.2 persen di Kalimantan Selatan. Hasil ini ambivalen dengan hasil sebelumnya dimana sebagian besar responden setuju dengan sistem bunga namun menyatakan bertentangan dengan agama. Hasil ini menunjukkan ada sebagian masyarakat yang memiliki sikap tidak konsisten ket ika memandang bunga dari “kacamata” agama dan bunga dalam perspektif perbankan. Perbandingan antar lokasi menunjukkan, responden di Kalimantan Selatan merupakan yang terkuat dalam menolak sistem perbankan konvensional dibanding ketiga provinsi lainnya. Jumlah responden yang menjawab tidak tahu apakah bunga bertentangan dengan ajaran agama atau tidak juga cukup besar, yaitu berkisar antara 16 persen di Jawa Barat dan 21.9 persen di Sumatera Selatan. Kebimbangan ini dipengaruhi oleh perdebatan para ulama dan ahli agama tentang bunga bank sehingga di tingkat masyarakat menimbulkan keraguan, dan juga ketidak konsistenan dalam bersikap. d. Secara umum, sebagian besar responden di empat provinsi, menyatakan pernah mendengar bank syariah. Responden yang menyatakan belum pernah mendengar bank syariah juga cukup besar terutama di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara yang masing- masing mencapai 28 persen dan 20 persen e. Responden yang menjawab pernah mendengar tentang bank syariah, dikaji lebih jauh pengetahuannya tentang bank syariah, pengetahuan masyarakat tentang bank syariah menonjol. Pada keempat provinsi ternyata pemahaman masyarakat dominan terhadap bank syariah adalah bank yang menerapkan sistem bagi hasil. Selain itu, masyarakat memahami bank syariah sebagai bank yang beroperasi tidak dengan sistem bunga, bank yang berbasis syariah agama dan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah. f. Jumlah responden yang menyatakan tidak memiliki pengetahuan tentang bank syariah juga memiliki pengetahuan tentang bank syariah juga masih relatif tinggi, yaitu berkisar antara 13.2 persen di Sumatera Selatan dan 27.5 persen di Sumatera Utara. Jumlah ini akan lebih besar lagi jika digabungkan dengan responden yang menyatakan belum pernah mendengar tentang bank syariah, yang dapat dipastikan juga tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang bank syariah. Jika jumlah kedua kategori ini digabungkan bisa mencapai 30-35 persen dari total responden. Artinya masih cukup besar masyarakat yang belum tahu tentang sistem perbankan syariah. g. Pengetahuan masyarakat tentang bank syariah diperoleh dari berbagai sumber, dan relatif beragam antar lokasi penelitian. Di provinsi Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan, sumber informasi tentang bank syariah yang paling dominant berasal dari media elektronik dan media cetak. Sementara di Sumatera Utara peranan teman, keluarga atau rekan kerja dominan disamping media elektronik sebagai sumber informasi tentang bank syariah. Sedangkan di Jawa Barat, sumber informasi paling menonjol berasal dari teman, keluarga atau rekan kerja. Meskipun bukan yang utama, sumber informasi dari teman, keluarga dan rekan kerja relatif besar juga di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. h. Nasabah bank syariah sebagian besar mengedepankan aspek keagamaan dalam memilih bank syariah, yaitu kesesuaian dengan syariah agama. Alasan ini paling menonjol di Kalimantan Selatan yang mencapai 72.5 persen. Dari aspek operasional bank, alasanyang paling menonjol dalam memilih bank baik pada nasabah bank syariah maupun bank konvensional adalah lokasi aksesibilitas terhadap bank. Aksesibilitas disini lebih pada aspek kemudahan dalam memperoleh pelayanan bank termasuk jarak yang dekat. Beberapa alasan lain yang dijadikan dasar penentuan bank, baik bank syariah maupun konvensional adalah pelayanan yang professional, dan kredibilitas bank. i. Hasil ini menunjukkan bahwa pertimbangan rasional sangat mewarnai keputusan masyarakat dalam memilih bank, baik pada bank syariah maupun bank konvensional, sehingga aspek-aspek tersebut harus mendapat perhatian besar bagi institusi bank untuk dapat bersaing. Pada kondisi ini bank syariah sebenarnya memiliki keunggulan, karena memiliki faktor religiusitas yang dominan dijadikan pertimbangan memilih bank, namun tetap harus diimbangi dengan peningkatan aspek pelayanan dan aksesibilitas. j. Sebagian besar nasabah bank syariah di empat provinsi merupakan nasabah pendukung, terutama tabungan mudharabah mutlaqah. Jumlah nasabah yang memanfaatkan produk ini berkisar 90 persen untuk keempat provinsi. Produk deposito, meskipun relatif sedikit yang memanfaatkannya namun merupakan produk tabungan penghimpunan dana yang dominan setelah produk tabungan dengan jumlah berkisar 5.6 persen sampai 12.3 persen. Produk giro relatif belum diminati oleh masyarakat. k. Nasabah yang memanfaatkan produk pembiayaan relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan produk penghimpunan dana. Pada produk pembiayaan, sistem yang paling banyak diterapkan adalah sistem jual beli ba’i. Hanya sebagian kecil yang menggunakan sistem bagi hasil syirkah. Padahal jika dilihat dari konsep operasional bank syariah, ciri khas yang sangat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sistem bagi hasil ini, dimana didalamnya memuat aspek-aspek keadilan pembagian risiko bersama, pembinaan, dan kemitraan. Dominannya produk pembiayaan dengan sistem jual beli sebenarnya dikehendaki baik oleh nasabah maupun oleh pihak bank, karena beberapa alasan. Pihak nasabah; pada pelaksanaannya sistem bagi hasil seringkali menghasilkan jumlah pembayaran efektif yang ditanggung peminjam lebih tinggi dibandingkan dengan sistem bunga atau murabahah, sehingga untuk usaha-usaha yang menguntungkan cenderung lebih menyukai sistem jual beli dibandingkan dengan sistem bagi hasil. Sementara dari pihak bank syariah sendiri secara teknis lebih menyukai pembiayaan dengan menggunakan sistem jual beli. Hal ini disebabkan beberapa hal: 1 penerimaan bank dengan sistem jual beli lebih pasti, karena margin sudah ditetapkan pada awal kontrak, dibandingkan dengan sistem bagi hasil yang tergantung pada fluktuasi bisnis nasabahnya, 2 biaya operasional sistem jual beli relatif lebih murah dibandingkan dengan sistem bagi hasil, karena sistem bagi hasil memerlukan pengawasan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem jual beli, dan 3 risiko sistem bagi hasil lebih besar, disamping risiko usaha, juga terdapat risiko ketidakjujuran nasabah dalam menyampaikan laporan keuntungan usaha. l. Memperkecil risiko dari ketidakjujuran nasabah, pada umumnya bank akan menawarkan sistem jual beli terlebih dahulu untuk nasabah pembiayaan baru. Setelah sekian lama dan ternyata nasabah menunjukkan perilaku yang dapat dipercaya, maka bank akan mengabulkan pola pembiayaan dengan sistem bagi hasil jika diinginkan oleh nasabah. Kondisi yang demikian dan keberadaan bank syariah yang relatif baru menyebabkan komposisi pembiayaan bagi hasil lebih rendah dibandingkan dengan jual beli. Beberapa bank syariah yang relatif besar komposisi pembiayaan bagi hasilnya umumnya bekerja sama dengan BPRS atau lembaga keuangan syariah lainnya. Jadi mekanisme pembiayaan anatara bank umum syariah dengan BPRS dengan nasabah menggunakan sistem jual beli. Cara ini ditempuh sebagai strategi dalam memperluas pasar dan juga mengurangi risiko bank syariah. m. Pola pembiayaan yang demikian tidak jarang menimbulkan salah interpretasi di kalangan masyarakat. Terlebih pada kondisi sekarang tingkat pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih rendah; apalagi terhadap produk-produk bank syariah secara lebih spesifik.Latar belakang pengetahuan yang demikian, masyarakat kemudian sulit membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah, terutama pada produk mudharabah , karena pada keduanya terdapat pokok dan tambahan angsuran berupa bunga di bank konvensional dan margin di bank syariah. Bagi nasabah keduanya sama saja. Hal ini muncul karena pada tataran implementasi produk mudharabah, bank tidak melaksanakan fungsinya sebagai “penjual” barang yang dipesankan oleh nasabah, tetapi memberikan dalam bentuk uang tunai. n. Motivasi responden dalam memanfaatkan produk penghimpunan dana bank syariah sejalan dengan alasan utama dalam pemilihan bank syarian, yaitu dalam rangka menjalankan syariah agama dan juga karena bank syariah tidak menggunakan sistem bunga. Alasan dominan berikutnya baru terkait dengan aspek operasional bank yaitu sistem bagi hasil yang jelas dan pelayanan yang cepat, memanfaatkan produk pembiayaan, sekalipun dari aspek jumlah responden yang memanfaatkan produk ini masih relatif kecil, alasan yang dominan adalah tidak menggunakan sistem bunga dan menjalankan syariah agama. Alasan lainnya adalah penanggungan risiko bersama lebih adil dan pelayanan yang cepat. Kecenderungan alasan ini sama dengan alasan pemanfaatan produk penghimpunan dana. o. Kekuatan bank syariah dari aspek prinsip syariah adalah tidak menggunakan bunga sehingga tidak mengandung riba, dan dinilai lebih sesuai dengan syariah agama. Terkait dengan produk bank syariah dinilai memiliki pilihan produk yang banyak, dan persyaratan yang relatif mudah, sementara terkait dengan pelayanan, kekuatan bank syariah terletak pada karyawan yang baik, ramah, rapi dan sopan, pelayanan cepat dan memungkinkan tawar menawar dalam marginbagi hasil. p. Kelemahan bank syariah menurut responden terkait dengan prinsip syariah adalah: mekanisme transaksi yang belum jelas, jasa pembiayaan lebih tinggi, dan bagi hasil atau marginnya dinilai sama saja dengan bunga. Terkait dengan produk, kelemahan bank syariah adalah informasi dan sosialisasi masih kurang, plafound terbatas, dan produk kurang bervariasi, sementara dari aspek pelayanan, karyawan belum paham terhadap prinsip syariah, fasilitas yang kurang dan perhitungan bagi hasil tidak jelas. Yan Organius 2004 meneliti bagaimana Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi Resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri dengan Pola syariah pada agroindustri kentang. Pada pembiayaan dengan pola syariah dilakukan bagi hasil dan bagi resiko antara pihak bank sebagai pemilik modal dan nasabahnya sebagai pengelola dana. Penelitian yang dilakukan Endang L. Hastuti dan Supadi 2000 mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan membuktikan bahwa aksesibilitas masyarakat sangatlah sulit. Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 yang dilakukan Meydianawati 2007 menunjukan apabila perbankan bisa menaikan modal maka akan mampu menyalurkan kredit investasi dan modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia. Sementara menurut Nurmanaf 2007 lembaga informal pembiayaan mikro lebih dekat dengan petani. Penelitian yang dilakukan Asif Dowla 2005 mengenai “dengan kredit kami percaya : membangun modal sosial oleh Grameen Bank di Bangladesh, menunjukan dengan menggunakan jaringan secara horizontal dan vertikal, membangun norma baru dan meningkatkan kepercayaan sosial pada tingkat yang baru ditujukan untuk memecahkan masalah kolektif dari orang-orang miskin agar dapat mengakses modal. Hasil Penelitian dengan Perspektif Subyektif Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paul Dawyer 2007 apabila suatu organisasi atau perusahaan akan membangun kepercayaan maka mereka dapat membangun kepercayaan tersebut melalui blog perusahaan Corporate Blog. Perilaku komunikasi dalam membangun kepercayaan juga harus dilakukan seperti dalam penelitian yang dilakukan pada kolaborasi team secara Online di internet Bulu dan Yildirim, 2008, pada team virtual multikultural Lateenmahki, et all, 2007; dan oleh Jarmon Keating, 2007. Hasil penelitian yang dilakukan Kuswarno 2009 mengenai fenomena pengemis di kota Bandung menggunakan studi fenomenologi menguraikan hasil bahwa pengemis mengkonstruksikan realitas kehidupan mereka berdasarkan sudut pandang mereka sendiri, sehingga membentuk suatu model konstruksi sosial yang tersendiri. Pengemis mengelola komunikasi mereka dengan tujuan mendapatkan kesan seperti apa yang diharapkannya, sehingga membentuk model yang khas. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dapat digambarkan bagaimana dan dimana posisi penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.10. Penelitian dengan Perspektif Obyektif Keterbatasan Penelitian sebelumnya Keunikan Penelitian ini Penelitian dengan Perspektif Subyektif Keterbatasan Penelitian sebelumnya Keunikan Penelitian ini  Penelitian Trust Communication Couchman dan Fulop 2006, membangun trust komunikasi dalam bidang RD bahwa yang menjadi masalah adalah kolaborasi antar ogranisasi dalam bidang RD pada sector publik dan privat.  Peran komunikasi interpersonal mengembangkan kepercayaan dan kedekatan klien oleh Kirchmajer dan Patterson 2003 pada perencana keuangan pada Small to Medium Enterprise SME di Australia dan New Zealand.  Botan dan Taylor 2005 yang meneliti masalah peranan kepercayaan terhadap media sebagai strategi komunikasi dalam membangun masyarakat madani civil society  Wilson 2000 meneliti mengenai masalah kepercayaan dalam ekonomi agribisnis sehingga membentuk kapital sosial. Penelitian trust communication ini hanya terbatas pada data kuantitatif. Hasil penelitiannya belum mendalam dan menjawab tentang mengapa dan bagaimana hal ini dilakukan. Penelitian ini berusaha mengungkapkan keunikan petani dalam mencari pembiayaan kredit melalui BMT berdasarkan prespektif subyektif atau berdasarkan petani tersebut mengalaminya sendiri sehingga diperoleh data yang membunyikan suara khas petani  Penelitian Tim IPB tentang Sikap, Perilaku, dan Prefernesi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah di provinsi Jawa Barat 2000, Sumatera Utara 2003, Sumatera Selatan 2004, dan Kalimantan Selatan 2004.  Yan Organius 2004 meneliti Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi Resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri dengan Pola Syariah pada agroindustri kentang.  Endang L. Hastuti dan Supadi 2000 mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan sangatlah sulit.  Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada sector UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 dilakukan oleh Meydianawati 2007 menunjukkan apabila perbankan bisa menaikkan modal akan mampu menyalurkan kredit investasi dan modal kerja sector UMKM di Indonesia.  Nurmanaf 2007 lembaga informal pembiayaan mikro lebih dekat dengan petani.  Pe elitia Asif Dowla 2005 e ge ai de ga kredit ka i percaya : membangun modal sosial oleh Grameen Bank di Bangladesh, jaringan secara horizontal dan vertical, membangun norma baru dan meningkatkan kepercayaan sosial Penelitian ini menggambarkan bagaimana petani dapat mengakses pembiayaan kredit melalui lembaga keuangan mikro syariah. Hasil penelitian lebih berupa deskripsi fenomena dengan data primer berupa data kuantitatif. Keunikan penelitian ini adalah bagaimana menggambarkan perilaku komunikasi petani dalam mengakses pembiayaan syariah berdasarkan pengalaman petani itu sendiri dari perspektif subyektif.  Paul Dwyer 2007 meneliti perusahaan membangun keper ayaa de ga Corporate Blog log perusahaa  Perilaku komunikasi membangun kepercayaan pada kolaborasi team secara online di internet Bulu dan Yildirim, 2008, pada team virtual multicultural Lateenmahki, Saarinen, dan Fiscimayr, 2007; Jarmon dan Keating, 2007  Kuswarno 2009 Penelitian fenomena Pengemis di Kota Bandung, Penelitian dengan fenomenologi Penelitian ini terbatas pada perusahaan pengguna internet Penggambaran hanya di satu kota saja Penelitian ini merupakan penelitian lapangandi rural dan sub urban area yang berusaha menelaah lebih mendalam dan memahami makna subjektif petani dari pengalamannya sendiri dari perilaku komunikasi Gambar 2.10. Posisi Penelitian dibanding Penelitian Sebelumnya

BAB III METODE PENELITIAN