RESPON BIOLOGI WERENG BATANG COKELAT TERHADAP FAKTOR BIOKIMIA TUJUH VARIETAS

31

IV. RESPON BIOLOGI WERENG BATANG COKELAT TERHADAP FAKTOR BIOKIMIA TUJUH VARIETAS

TANAMAN PADI Biological responses of brown planthopper to biochemical factors in seven rice varieties Abstrak Penelitian respon biologi WBC, terhadap varietas tanaman padi dilaksanakan pada Nopember 2010 hingga Maret 2012 di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor. Respon biologi WBC terhadap beberapa varietas tanaman padi diteliti dalam hal kemampuan makan melalui uji embun madu, dan analisis neraca kehidupan. Faktor biokimia seperti sukrosa dan asam oksalat dalam beberapa varietas padi dianalisis di Balai Besar Bioteknologi dan Genetika, Bogor. Varietas padi yang digunakan adalah TN1 tanpa gen tahan, IR26 Bph1, IR42 bph2, IR64 Bph1 + , IR74 Bph3, PTB33 bph2, Bph3 and Inpari13 gen ketahanan tidak diketahui. WBC memiliki kemampuan makan tertinggi pada padi varietas standar rentan TN1, dan terendah pada varietas standar tahan PTB33. WBC yang diinfestasi pada varietas rentan memiliki laju pertumbuhan populasi intrinsik, reproduksi bersih yang lebih tinggi, serta waktu penggandaan populasi yang lebih pendek. Varietas tahan mengandung asam oksalat yang lebih tinggi, sedangkan kandungan sukrosa lebih rendah. Kedua faktor biokimia ini berkontribusi dalam mekanisme ketahanan padi terhadap WBC. Kata kunci: respon biologi, WBC, faktor biokimia Abstract Biological responses of brown planthopper, Nilaparvata lugens Stål, to seven rice varieties were conducted on November 2010 to March 2012 in Muara Research Station, Indonesian Center for Rice Research, Bogor. Several kinds of biological responses of brown planthopper to seven rice varieties were studied on feeding activity trough honeydew test, and life performance through life table analysis. Biochemical factors such as sucrose and oxalic acid contents in some rice varieties were analyzed in Indonesian Center for Biotechnology and Genetics. Rice varieties such as TN1 no resistance gene, IR26 Bph1, IR42 bph2, IR64 Bph1 + , IR74 Bph3, PTB33 bph2, Bph3 and Inpari13 unknown resistance gene were used in this study. Feeding activity of adult female was highest on susceptible TN1 and the lowest on resistant PTB33. The highest mortality occurred during the immature stages, especially in the first and second instars. The intrinsic rate of increase r m , net reproductive rate Ro of brown planthopper were higher on susceptible variety such as TN1, this insect also had shorter doubling time DT on TN1. The resistant variety PTB33 contained high oxalic acid and low sucrose, in contrary the susceptible varieties such as TN1 contained low oxalic acid and high sucrose. These biochemical factors contributed in rice resistance to brown planthopper Key words: biological responses,brown planthopper, biochemical factors 32 Pendahuluan Pengelolaan ketahanan dengan menggunakan varietas padi tahan merupakan strategi dalam pengendalian hama WBC. Ketahanan alami terhadap WBC terdapat pada beberapa varietas padi dan padi liar Heinrichs et al. 1985; Saxena 1989. Beberapa varietas tanaman padi diketahui memiliki gen ketahanan yang berbeda. Varietas-varietas berawalan IR sebagian besar merupakan varietas introduksi dari International Rice Research Institute IRRI, Philippina. IR26 merupakan varietas pertama yang mengandung gen ketahanan Bph1, memiliki ketahanan terhadap biotipe 1 dan dilepas pada tahun 1975, kemudian IR42 bph2 hasil persilangan IR2042 dan CR94-13 dilepas tahun 1980, memiliki ketahanan terhadap biotipe 1 dan 2. Varietas IR64 Bph1 + Ketahanan tanaman merupakan hasil serangkaian interaksi antara tanaman dan serangga yang mempengaruhi perkembangan populasi serangga pada tanaman Saxena dan Pathak 1979. Faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan serangga pada tanaman dikategorikan dalam dua kelompok yaitu respon serangga terhadap tanaman, dan karakter tanaman yang mempengaruhi respon serangga. Respon serangga termasuk orientasi, perilaku makan, pertumbuhan nimfa menjadi dewasa, lama hidup dewasa, banyaknya telur yang dihasilkan, peletakan telur, dan penetasan telur. Faktor biofisik dan biokimia dapat mengganggu satu atau lebih respon serangga tersebut, menghambat perkembangan populasi serangga pada tanaman. Faktor biokimia didalamnya termasuk zat kimia primer dan sekunder. Yoshihara et al. 1980 mengemukakan dihasilkan dari persilangan IR5657 dan IR2061 dilepas tahun 1986. IR74 memiliki gen Bph3, termasuk varietas tahan terhadap biotipe 1,2, dan 3 dilepas di Indonesia tahun 1991. PTB33 bph2, Bph3 merupakan varietas tahan yang diintroduksi dari India, dan merupakan varietas donor dalam pengembangan padi tahan wereng, serta tahan terhadap biotipe 1,2 dan 3. TN1 atau Taichung Nativ 1 berasal dari Taiwan, merupakan varietas rentan dan tidak memiliki gen ketahanan, bersifat rentan terhadap semua biotipe WBC. Tetua dari Inpari13 adalah OM66IR1838=38-3-3, berasal dari Vietnam belum diketahui gen ketahanannya dilepas tahun 2009, memiliki ketahanan terhadap biotipe 1, 2 and 3 Suprihatno et al. 2010, Khush dan Virk 2005. 33 bahwa perilaku makan berkaitan erat dengan kandungan asam oksalat pada tanaman padi. Asam amino, sukrosa juga diketahui merupakan stimulan makan WBC pada tanaman padi Chen 2009. Varietas standar tahan PTB33 mengandung lipid permukaan lebih tinggi dibandingkan varietas standar rentan TN1 dan mempengaruhi perilaku makan WBC, yaitu menyebabkan lama pengisapan yang lebih pendek dan mobilitas yang lebih tinggi Nugaliyadde dan Wilkins 2012. Sarana utuk memberikan gambaran megenai kelangsungan hidup, kelahiran dan kematian dari individu-individu hewan pada umur yang berbeda adalah neraca kehidupan Krebs 1995. Dari neraca kehidupan dapat diketahui laju reproduksi bersih, laju pertumbuhan populasi, dan waktu generasi. Kombinasi kelangsungan hidup dan fekunditas adalah hal penting untuk mengetahui kebugaran hewan. Pertumbuhan, lama hidup, dan reproduksi serangga dapat dipengaruhi ketersediaan sumber makanan tanaman inang dan mangsa dan faktor lingkungan seperti temperatur Ellers-Kirk dan Fleischer 2006. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji respon biologi WBC terhadap tanaman padi yaitu kemampuan makan melalui uji embun madu WBC, kemampuan hidup nimfa, waktu yang diperlukan hingga mencapai dewasa, tingkat mortalitas imago, dan waktu penggandaan populasi. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Bogor, pada bulan Nopember 2010 – Maret 2012. Analisis kandungan sukrosa dan asam oksalat dilakukan di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Genetika di Bogor. Bahan Penelitian Serangga uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah WBC biotipe 2 yang dipelihara pada varietas IR26 dan WBC biotipe 3 yang dipelihara pada varietas. IR42. Materi penelitian yang digunakan terdiri atas tujuh varietas padi, yaitu PTB33 bph2, Bph3, IR74 Bph3, IR42 bph2, IR26 Bph1, TN1 tanpa gen ketahanan dan Inpari13 gen ketahanan tidak diketahui. Metode Penelitian 34 Pengukuran Embun Madu Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan tanaman yang diuji terhadap suatu populasibiotipe WBC berdasarkan luas ekskreta embun madu yang dikeluarkan oleh WBC yang makan pada varietas uji selama 24 jam. Benih dari tiap varietas tanaman TN1, IR26, IR42, IR64, IR74, PTB 33, Ciherang dan Inpari13 disemai dan disiapkan untuk pengujian eksresi embun madu saat tanaman berumur 30 hari setelah semai. WBC betina biotipe 2 dipelihara pada varietas IR26 dan biotipe 3 dipelihara pada varietas. IR42. Gambar 4.1 Skema pengujian embun madu Paguia et al. 1980 Pengujian dilakukan dengan menginfestasikan 6 ekor WBC betina imago ke dalam kurungan plastik tabung makan yang menyungkup bagian batang sebelah bawah dari tanaman yang diuji. Di bagian bawah tabung makan ini telah diletakkan kertas saring Whatman No. 40 berdiameter 9 cm yang telah disemprot dengan larutan ninhidrin 0,01 mgml aseton. Ekskreta yang dikeluarkan oleh WBC yang berupa embun madu tertampung pada kertas saring dan membentuk bercak berwarna biruungu. Bercak embun madu bereaksi dengan ♀ 35 ninhidrin dan diameternya diukur Paguia et al. 1980. Luas area ini diasumsikan berkorelasi positif dengan banyaknya ekskresi dan banyaknya cairan floem yang dihisap oleh serangga. Setiap varietas diulang sebanyak 10 ulangan. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam dan uji selang berganda Duncan dengan menggunakan program SAS v.9. Neraca Kehidupan WBC Lima pasang WBC biotipe 3 instar 5 diperbanyak dan dipelihara pada varietas padi inang IR42 berumur tiga minggu setelah semai. Wereng dipelihara hingga imago, melakukan perkawinan, dan bertelur, hingga telur menetas menjadi nimfa. Sebanyak 100 ekor nimfa WBC instar 1 diinfestasikan satu-persatu kedalam tabung berisi varietas padi perlakuan TN1, IR26, IR42, IR64, IR74 dan PTB33 berumur satu bulan setelah semai, kemudian dihitung setiap hari jumlah WBC yang tersisa. Setelah mencapai instar 5, nimfa betina yang masih hidup dimasukkan ke dalam tabung berisi tanaman padi berumur 3 minggu dan dipasangkan dengan nimfa jantan instar 5. Telur yang diletakan dalam jaringan batang tanaman padi dihitung setiap hari. Penghitungan telur yang diletakkan dalam pelepah daun tanaman padi, diamati di bawah mikroskop stereo, dengan cara memeriksa seluruh bagian pelepah daun. Data hasil pengamatan dianalisis dan disusun ke dalam tabel kehidupan. Populasi serangga yang bertahan hidup pada setiap individu berumur x dinyatakan dengan n x. Pengukuran lainnya adalah l x kelangsungan hidup yaitu proporsi individu dari kohor yang hidup pada kelas x dan dihitung sebagai l x = n x n 0. Proporsi kohor yang mati pada stadia x yaitu d x. = l x - l x +1. Adapun tingkat kematian q x = kematian spesifik umur d x l x . Banyaknya telur yang dihasilkan per individu yang bertahan hidup pada umur x dinyatakan dengan m x 1 laju reproduksi kotor GRR = ∑ m . Dari data neraca kehidupan tersebut perhitungan dapat dilanjutkan untuk menentukan parameter-parameter demografi lainnya seperti: x ; 2 laju reproduksi bersih R o = ∑ l x m x ; 3 waktu generasi T = ∑ x l x m x ∑ l x m x ; 4 laju pertumbuhan intrinsik = ln RoT; 5 waktu penggandaan populasi Dt = ln 2rm 36 Analisis Kandungan Sukrosa pada Berbagai Varietas Tanaman Padi Sebanyak 200 mg sampel segar padi TN1, IR26, IR42, IR64, IR74, PTB33, dan Inpari13, dihaluskan, ditambahkan 20 ml etanol 80, kemudian dipanaskan selama 20 menit. Setelah itu disaring, filtrat diuapkan dalam waterbath sampai 3ml, disaring kembali, filtrat ditambah 5 ml ZnSO4 5, 5 ml 0.3N BaOH2 dilarutkan dalam100 ml. Larutan, dikocok, disaring, filtrat diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 5 ml H 2 SO 4. Analisis Kandungan Oksalat pada Berbagai Varietas Tanaman Padi. . Kemudian dipanaskan selama 15 menit, dilarutkan menjadi 20 ml, dipipet sebanyak 2 ml, ditambah 1 tetes indikator, dinetralkan dengan 1N NaOH hingga berwarna merah jambu. Ditambahkan 2 ml reagen Cu, dipanaskan selama 10 menit, dinginkan. Setelah dingin, ditambah 2 ml reagen Nelson. Kemudian larutan sampel sebanyak 25 ml diukur dengan spektrometer pada panjang gelombang 500 nm Bao-ju 2010. Setiap varietas diulang sebanyak 3 kali. Sampel segar tanaman padi ditimbang sebanyak 1 g, dihaluskan, kemudian ditambah 50 ml bafer asetonitril. Sampel dikocok dengan shaker selama 30 menit dengan kecepatan 130 rpm, kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Penyaringan diulang dengan menggunakan milipor, kemudian diinjeksikan ke dalam kromatografi cair berperforma tinggi. Bafer dibuat dengan cara membuat larutan 0.5 diamonium hidrogen posfat Bao-ju 2010. Setiap varietas memiliki 3 ulangan. Hasil dan Pembahasan Respon Kemampuan Makan WBC pada Berbagai Varietas Tanaman Padi Melalui Uji Embun Madu Ketahanan suatu varietas padi terhadap wereng batang coklat dapat dinilai dari jumlah embun madu yang diekskresikan Panda dan Khush 1995. Berdasarkan hasil pengamatan luas spot embun madu yang diekskresikan oleh WBC pada varietas TN1 adalah paling tinggi, dan terendah terjadi pada varietas PTB33 baik pada biotipe 2 maupun 3. Fenomena ini menunjukkan bahwa varietas TN1 adalah varietas yang paling rentan karena tidak adanya gen ketahanan Baehaki dan Widiarta 2009, sedangkan varietas PTB33 memiliki gen bph2 dan 37 Bph3. Paguia et al. 1980 menyatakan bahwa perbedaan jumlah embun madu yang diekskresikan dikaitkan dengan perbedaan jumlah makanan yang dimakan oleh serangga pada varietas tahan dan varietas rentan. Hal ini dapat dikaitkan dengan hasil pengamatan terhadap karakteristik biokimia tanaman padi, yaitu adanya asam oksalat Tabel 4.3 sebagai penolak makan dengan kadar yang tinggi pada varietas tahan PTB33. Biotipe 2 juga memiliki aktivitas makan yang tidak berbeda antara IR26 dan IR42, dan memiliki aktivitas makan lebih rendah pada IR64, Inpari13, IR74 dan PTB33. Biotipe 3 memiliki aktivitas makan yang tidak berbeda nyata dengan IR26, IR42 dan IR64, sedangkan pada Inpari13, PTB33, IR74, aktivitas makan biotipe ini lebih rendah Tabel 2. Tabel 4.1 Kemampuan makan WBC pada berbagai varietas tanaman padi melalui uji embun madu Varietas Luas bercak ninhidrin mm 2 ekor a ± SD Biotipe 2 Biotipe 3 TN1 IR26 IR42 IR64 IR74 PTB33 Inpari13 99.1 ± 49.9 a 49.0 ± 28.0 b 58.9 ± 14.9 b 22.9 ± 7.6 c 3.9 ± 2.2 c 2.2 ± 1.8 c 12.9 ± 11.0 c 132.3 ± 28.0 a 90.5 ± 31.7 ab 88.6 ± 19.3 b 79.8 ± 33.4 b 22.1 ± 14.0 c 23.1 ± 15.6 c 30.9 ± 20.6 c a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 pada uji selang berganda Duncan Secara keseluruhan, rerata luas bercak ninhidrin relatif lebih tinggi pada biotipe 3. Perbedaan antara biotipe 2 dan 3 terlihat dari responnya terhadap varietas IR64. Meski IR42 memiliki gen bph2, aktivitas makan biotipe 3 sangat tinggi hal ini dikarenakan IR42 merupakan varietas inangnya dan varietas ini diketahui memiliki reaksi rentan terhadap biotipe 3 Khush dan Virk 2005. Dari percobaan rumah kaca dengan menggunakan populasi N. lugens dari Central Luzon, Filipina, IR64 memiliki tingkat sedang untuk ketahanan antibiosis, antisenosis. Respon populasi ini terhadap varietas IR64 dan IR26 menunjukkan IR64 lebih tahan dibanding IR26, meskipun kedua varietas tersebut memiliki gen ketahanan mayor yang sama yaitu Bph1. Hal ini diduga bahwa IR64 memiliki satu atau lebih, gen ketahanan minor Cohen et al. 1997. Sehingga dalam penulisannya ditulis sebagai Bph1 + . Dalam penelitian ini, kemampuan makan 38 IR64 tidak berbeda dengan varietas rentan, sedangkan menurut Khush dan Virk 2005, varietas ini bereaksi tahan terhadap biotipe 3. Saat ini di beberapa daerah tampak adanya kepatahan dari varietas ini terhadap WBC Baehaki dan Widiarta 2009. Pada penelitian ini tampak biotipe 3 mempunyai aktivitas makan yang tinggi pada IR64. Neraca Kehidupan WBC pada Berbagai Varietas Tanaman Padi Dalam penelitian ini tabel kehidupan disusun untuk memberikan gambaran mengenai kelangsungan hidup, mortalitas dari individu-individu pada umur yang berbeda. Kurva l x atau kurva sintasan memberikan gambaran tentang tingkat kematian individu dalam populasi. Tingkat kematian tertinggi terjadi pada WBC yang diinfestasi pada varietas PTB33, dan hanya dapat bertahan hingga hari ke- 19, sedangkan pada varietas TN1 dapat bertahan hingga 35 hari Gambar 4.2. Gambar 4.2 Kurva kelangsungan hidup l x Terlihat dari kurva, kematian sebagian besar terjadi pada individu muda, dan lebih rendah pada umur lebih tua, hal ini menunjukkan bahwa WBC memiliki kurva kelangsungan hidup tipe III. Pada varietas IR 74 kematian banyak terjadi pada 6 hari pertama, dan pada minggu berikutnya wereng dapat beradaptasi menginjak pra dewasa atau sebagian besar kematian terjadi pada nimfa instar I dan II. Nimfa instar muda lebih rentan terhadap lingkungannya, dan kandungan biokimia tanaman inangnya. Menurut Ellers-Kirk dan Fleischer 2006, WBC yang diinfestasi pada berbagai varietas tanaman padi 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1 6 11 16 21 26 31 lx umur hari PTB33 IR74 IR64 IR42 IR26 TN1 39 pertumbuhan, lama hidup, dan reproduksi serangga dapat dipengaruhi ketersediaan sumber makanan tanaman inang dan mangsa dan faktor lingkungan seperti temperatur Kurva m x disusun berdasarkan peneluran harian Gambar 4.3. Peneluran pertama terjadi pada hari ke-19 dari populasi betina pada varietas TN1 sebanyak 1,25 butir telur. Puncak peneluran terjadi pada hari ke-21 oleh betina WBC pada varietas IR42 sebanyak 16 butirinduk, sedangkan pada puncak peneluran pada IR74 lebih lambat yaitu setelah hari ke-25 yaitu sebanyak 14.4 telurinduk Gambar 4.3 Peneluran harian WBC pada berbagai varietas tanaman padi kurva m x Berdasarkan grafik tersebut terlihat betina WBC pada awal peneluran akan meningkat dengan cepat dan menurun kembali. Peneluran lebih awal terjadi pada varietas rentan TN1 dibanding varietas tahan seperti IR74 mengandung gen Bph3, atau terjadi penundaan peneluran pada varietas tahan. Kombinasi kelangsungan hidup l x dan fekunditas m x merupakan esensi kebugaran fitness hewan. 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 6 11 16 21 26 31 rer at a t el ur ha ri an but ir hari ke- IR74 IR64 IR42 IR26 TN1 40 Tabel 4.2 Nilai laju reproduksi bersih R o , periode rata-rata satu generasi T, laju pertumbuhan intrinsik r m Varietas , dan waktu penggandaan populasi DT WBC biotipe 3 yang diinfestasi pada berbagai varietas tanaman padi Ro T hari r m DT hari TN1 47.35 21.90 0.18 3.85 IR26 37.09 22.09 0.16 4.33 IR42 28.84 20.87 0.16 4.33 IR64 19.37 21.70 0.14 4.95 IR74 18.38 22.21 0.13 5.33 PTB33 - a - - - a Wereng batang cokelat yang diinfestasikan pada varietas PTB33 seluruhnya mati sebelum bertelur Laju reproduksi bersih Ro WBC pada varietas tahan IR74 Bph3 dengan jumlah keturunan yang dihasilkan oleh satu betina sebanyak 18.38 telurindukgenerasi. Pada varietas rentan TN1, laju reproduksi bersih yaitu sebanyak 47.35 telurindukgenerasi Tabel 4.2. Periode satu generasi dari WBC yang diinfestasikan pada varietas IR42 memiliki waktu terpendek yaitu 20.87 hari Tabel 4.2. Waktu penggandaan populasi terpendek pada varietas TN1 yaitu 3.85 hari. Wereng yang digunakan dalam pengamatan ini adalah biotipe 3 yang dipelihara pada varietas IR42, artinya populasi ini sudah beradaptasi dengan sangat baik pada varietas IR42 bph2. Laju pertumbuhan intrinsik WBC pada varietas standar rentan TN1 yaitu 0.18 telurindukhari, sedangkan pada varietas tahan IR74 memiliki laju pertumbuhan intrinsik yang relatif lebih rendah yaitu 0.13 telurinduk.hari. Kombinasi nilai laju reproduksi bersih yang tinggi, waktu periode generasi yang pendek, laju pertumbuhan intrinsik yang tinggi, serta waktu penggandaan populasi yang pendek dari WBC yang diinfestasikan pada varietas tanpa gen tahan TN1 menunjukkan tingginya perkembangan populasi yang dapat terjadi pada varietas padi tanpa gen ketahanan TN1. Populasi WBC pada Pelita1 tanpa gen ketahanan di laboratorium memiliki laju kenaikan intrinsik sebesar 0.186 dengan waktu generasi 22.76 hari Baco 1984. WBC yang diinfestasi pada TN1 membutuhkan waktu yang lebih pendek 3.85 hari untuk menggandakan populasinya dibandingkan varietas tahan. Waktu perkembangan yang pendek dan tingkat reproduksi yang tinggi menggambarkan kesesuaian dengan tanaman inangnya van Lenteren dan Noldus 1990. Laju pertumbuhan intrinsik, waktu 41 generasi, dan waktu penggandaan populasi berguna sebagai indikasi pertumbuhan populasi van Lenteren dan Noldus 1990. Lama hidup, fluktuasi populasi, laju reproduksi dan laju pertumbuhan dipengaruhi sumber makanan tanaman inangnya Win et al. 2011. Dalam penelitian ini tingkat ketahanan tanaman padi yang berbeda mengandung kadar nutrisi yang berbeda Tabel 4.3. Kadar Sukrosa dan Asam Oksalat pada Berbagai Varietas Tanaman Padi Seleksi tanaman inang oleh WBC dapat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi tanaman yang bersifat menarik atau sebagai perangsang makan, atau zat kimia yang bersifat penolak makan. Dalam penelitian ini dilakukan analisa kandungan sukrosa, serta asam oksalat sebagai penghambat makan dalam berbagai varietas tanaman padi Tabel 4.3. Tabel 4.3 Kadar sukrosa dan asam oksalat pada berbagai varietas tanaman padi Varietas tanaman padi Rerata kadar sukrosa ppm200 mg berat basah sampel a Rerata kadar oksalat ± SD ppm1 g berat basah sampel a ± SD TN1 0.42 ± 0.01 a 1.05 ± 0.00 g IR26 0.39 ± 0.01 b 1.17 ± 0.00 e IR42 0.36 ± 0.00 c 1.32 ± 0.01 b IR64 0.33 ± 0.01 d 1.30 ± 0.01 c IR74 0.36 ± 0.01 c 1.28 ± 0.01 d PTB33 0.26 ± 0.01 f 1.34 ± 0.01 a Inpari13 0.30 ± 0.01 e 1.13 ± 0.01 f a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 pada uji selang berganda Duncan Berdasarkan analisis kandungan sukrosa pada tanaman padi, diketahui varietas rentan TN1 memiliki kandungan sukrosa tertinggi, diikuti oleh IR26, IR42, IR64 dan terendah PTB33. Sebagian besar cairan dalam floem tanaman padi mengandung sukrosa 17-25, beratvolume dan asam amino bebas 3-8, beratvolume Fukumorita dan Chino 1982. Sukrosa sendiri berperan penting dalam pertumbuhan wereng. Dari penelitian yang dilakukan oleh Koyama 1985, dikemukakan bahwa pemberian pakan yang mengandung 5 sukrosa kepada nimfa instar pertama memiliki waktu perkembangan terpendek untuk menjadi imago. Ketika sukrosa dihilangkan dari pakan, semua nimfa instar pertama mati dalam waktu 3 hari setelah perlakuan. Aktivitas makan WBC mempengaruhi 42 proses translokasi sukrosa dalam tanaman dalam floem, pada gilirannya juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman Watanabe dan Kitagawa 2000. Asam oksalat terlarut bersifat toksik terhadap hewan. Masuknya asam ini ke dalam perncernaan herbivora dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan kematian Korth et al. 2006. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran asam oksalat, sebagai inhibitor pengisapan oleh WBC, dari berbagai varietas tanaman padi. Dari hasil pengukuran, varietas PTB33 memiliki kandungan asam oksalat yang tertinggi, diikuti oleh varietas IR42, IR64, IR26, Inpari13 dan yang terendah pada TN1. Asam oksalat mengganggu proses makan WBC pada padi yaitu dengan menghambat proses pengisapan pada floem atau bersifat deteren. Oksalat ini juga diketahui sebagai penghambat makan pada jenis serangga lain, misalnya pada kutu daun Massonie 1980 Kesimpulan WBC menunjukkan respon biologi yang berbeda terhadap berbagai ketahanan tanaman padi. Kemampuan makan imago betina biotipe 2 dan 3 tertinggi pada varietas rentan TN1, sebaliknya rendah pada varietas tahan PTB33, IR74 termasuk Inpari13. WBC pada varietas tahan memiliki laju reproduksi bersih R , laju pertumbuhan intrinsik r m lebih rendah dan waktu penggandaan populasi lebih panjang dibandingkan dengan varietas standar rentan TN1. Asam oksalat menyebabkan penghambatan makan sebagaimana yang terlihat pada varietas tahan PTB33 bph2, Bph3. Kandungan sukrosa lebih rendah pada varietas padi tahan. Asam oksalat dan sukrosa memberikan kontribusi pada faktor ketahanan biokimia dan mempengaruhi respon biologi WBC yaitu kemampuan makan, kelangsungan hidup, peneluran, dan laju pertumbuhan populasi. 43 Daftar Pustaka Baco D. 1984. Biologi WBC, Nilaparvata lugens, dan wereng punggung putih, Sogatella furcifera, serta interaksi antara keduanya pada tanaman padi [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Baehaki SE, Widiarta IN. 2009. Hama wereng dan cara pengendaliannya pada tanaman padi. Dalam: Padi Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. Daradjat AA et al., editor. Jakarta: LIPI Press. Bao-ju W, Hong-xing X, Xu-song Z, Qiang F, Zhong-xian L. 2010. High temperature modifies resistance perfoemances of rice varieties to brown planthopper. Rice Science 17 4: 334-338. Chen Y. 2009. Variation in planthopper-rice interactions: possible interactions among three species? Di dalam: Heong KL,Hardy B. editor. Planthoppers: New Threats to the Sustainability of Intensive Rice Production Systems in Asia. Philipines: IRRI. hlm 315-326. Cohen MB, Alam SN, Medina EB, Bernal CC. 1997. Brown planthopper, Nilaparvata lugens , resistance in rice cultivar IR64: mechanism and role in successful N. lugens management in Central Luzon, Philippines. Entomol Exp et Appl 85: 221–229. Ellers- Kirk C and Fleischer S J. 2006. Development and life table of Acalymma vittatum Coloptera: Chrysomelidae, a vector of Erwinia tracheiphila in cucurbits. Env Entomol 354: 875–880. Fukumorita T, Chino M. 1982. Sugar, amino acid and inorganic contents in the rice phloem sap. Plant Cell Physiol 23:273-283. Heinrichs EA, Medrano FG, Rapusas HR.1985. Genetic Evaluation for Insect Resistance in Rice . Los Banos Philippines: IRRI. Khush GS, Virk PS. 2005. IR Varieties and Their Impact. Los Baños Philippines: IRRI. Korth KL, Doege SG, Park SH, Goggin FL, Wang Q, Gomez SK, Liu GL, Jia L, dan Nakata PA. 2006. Medicago truncatula mutants demonstrate the role of plant calcium cxalate Crystals as an effective defense against chewing insects. Plant Physiology 141: 188–195. Koyama K. 1985. Nutritional Physiology of the Brown Planthopper, Nilaparvata lugens Stål Hemiptera: Delphacidae http:ag.udel.edudelpha2598.pdf [8 Mei 2012] Krebs CJ. 1995. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and Abundance . Ed. ke-4. California US: Addison Wesley Educational Publishers Inc. 44 Massonie G. 1980. Breeding of a biotype of Myzus persicae Sulzer on a synthetic medium. V. Influence of oxalic and gentisic acids on the nutritive value of a synthetic medium. Ann Nutr Aliment 34: 139 Nugaliyadde L, Wilkins RM. Influence of surface lipid of some rice varieties on the feeding behavior of Nilaparvata lugens. http:www.goviya.lkagri_learningPaddyPaddy_ResearchPaddy_pdfP10. pdf [10 Agustus 2012] –146. Paguia P, Pathak MD, Heinrichs EA. 1980. Honeydew excretion measurement techniques for determining differential feeding activity of biotypes of Nilaparvata lugens on rice varieties. J Econ Entomol 73: 35-40. Panda N, Khush GS. 1995. Host Plant Resistance to Insects. Oxon: CAB International. Saxena RC.1989. Durable Resistance to Insect Pests of Irrigated Rice. International Rice Research Conference. 21-25 September 1987. IRRI, Chinese Academy of Agricultural Science and China National Rice Research Institute. Saxena RC, Pathak MD. 1979. Factors governing susceptibility and resistance of certain rice varieties to the brown planthopper. In: Brown planthopper: Threat of Rice Production in Asia . Los Banos Philippines: IRRI. hlm. 303- 317. Suprihatno B, et al., editor. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Subang: Balai Besar Penelitian Padi. van Lenteren JC, Noldus LPJJ. 1990. Whitefly-plant relationship: Behavioural and ecological aspects. In: Whiteflies: Their Bionomics, Pest Status and Management. D Gerling, editor. Hampshire: Intercept Ltd., hlm 47–89. Watanabe H, Kitagawa H. 2000. Photosynthesis and translocation of assimilates in rice plants following phloem feeding by the planthopper Nilaparvata lugens Homoptera: Delphacidae. Win SS, Muhamad R, Abidin Z, Ahmad M, Adam NA. 2011. Life Table and Population Parameters of Nilaparvata lugens Stål Homoptera: Delphacidae on Rice. Tropical Life Sciences Research 22 1: 25–35. J Econ Entomol 93: 1192-1198. Yoshihara T, Pathak MD, Juliano BO, Sakamura S. 1980. Oxalic acid as a sucking inhibitor of the brown planthopper in rice Hemiptera: Delphacidae. Entomol Exp Appl 27: 149-155. 45

V. PEMBAHASAN UMUM