2.4.1.1 Penelitian Kualitatif
Penelitian Kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Sebagian
datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif. Metode kualitatif cenderung menempatkan kata-kata sebagai unit
analisis, sedangkan metode kuantitatif cenderung dihubungkan dengan angka- angka. Metode kualitatif dapat digunakan utuk mengungkap dan memahami
sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Metode ini dapat digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit
diketahui serta memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
2.4.1.2 Penelitian Deskriptif
Penelitian Deskriptif atau descriptive research memiliki tujuan untuk membuat deskripsi atau pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Pantiyasa 2013, h. 14 mengartikan penelitian deskriptif sebagai penelitian untuk membuat
gambaran mengenai situasi atau kejadian secara sistematis, fatual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara masalah yang diselidiki.
Jadi, penelitian deskripstif adalah penelitian yang secara hati-hati, cermat dan sistematis terhadap fenomena atau kenyataan sosial tertentu dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang diamati. Jenis atau hubungan maupun membandingkan antara variabel tertentu dengan variabel lainnya.
2.4.2 Pengendalian Internal Internal Control
Aktivitas, kegiatan maupun prosedur dilakukan sebuah organisasi agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam usaha-
usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuannya, organisasi akan dihadapkan pada berbagai faktor negatif berupa risiko yang dapat menghambat pencapaian
tujuan. Risiko-risiko ini dapat berasal dari berbagai macam faktor yang meliputi risiko keuangan, kepatuhan, operasional maupun faktor-faktor yang berasal dari
fraud. Risiko-risiko tersebut apabila terjadi maka dapat mengakibatkan tujuan organisasi tidak tercapai, sehingga untuk mencegahnya diperlukan seperangkat
kebijakan dan prosedur yang efektif yang disebut pengendalian. Definisi pengendalian pertama kali muncul dalam kamus bahasa inggris
pada tahun 1600 dan didefinisikan merupakan a copy of roll of account, a parallel of the same quality and content with the original. Pentingnya
pengendalian bagi auditor diakui oleh L. R. Dicksee pada awal tahun 1905 yang mengatakan bahwa sistem pengecekan internal yang layak bisa menghilangkan
kebutuhan akan audit yang terinci. Perkembangan selanjutnya, Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission COSO pada tahun 1992
menetapkan definisi pengendalian internal internal control sebagai suatu proses yang efektivitasnya dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau
pegawai lainnya yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan-tujuan, seperti keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan
efisiensi operasi serta ketaatan terhadap hokum dan peraturan yang berlaku. Pengendalian meskipun dibuat dengan cermat, tetapi tidak selalu mencapai
tujuan seperti yang diinginkan. Hal ini disebabkan meskipun pada dasarnya pengendalian dirancang untuk membantu manajer agar dapat melaksanakan
pekerjaannya dengan lebih baik, tetapi dalam kenyataannya banyak manajer yang memandang pengendalian sebagai sebuah gangguan, ancaman, ataupun sebuah
tantangan yang harus diatasi. Aldag dan Streams 1987 mengidentifikasi empat macam reaksi negatif terhadap sistem pengendalian, antara lain:
1. Pengendalian dianggap sebagai permainan
Pengendalian dilihat sebagai sebuah tantangan, sesuatu yang harus dikalahkan dan bukan sebagai alat yang berguna bagi manajemen.
2. Pengendalian dianggap sebagai objek sabotase
Pegawai organisasi berusaha untuk merusak sistem pengendalian, menciptakan kebingungan, dan merancang proyek dengan karakteristik yang
kompleks. Tujuannya adalah untuk membuat sistem tidak beroperasi, tidak dapat diandalkan, dan terlalu rumit.
3. Informasi yang tidak akurat
Manajer melakukan manipulasi informasi untuk membuat dirinya dan unitnya terlihat lebih baik atau menciptakan data yang salah sehingga
pengendalian tidak beroperasi dengan semestinya. 4.
Ilusi pengendalian Manajer memberikan kesan bahwa sistem pengendalian memang berfungsi
dengan baik sementara dalam kenyataannya sistem tersebut diabaikan atau disalahartikan. Hasil yang baik dikatakan sebagai hasil dari sistem dan hasil yang
tidak bagus dikatakan bersumber dari kondisi yang tidak biasa yang berada diluar sistem.
2.4.3 Control Framework