Andi Ruswandi, 2014 PASANG SURUT KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN UJUNG GENTENG
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Tahap selanjutnya dari proses penelitian ini adalah penulisan laporan penelitian. Kegiatan tersebut merupakan tahap paling akhir dari metode penelitian
sejarah. Penulis memaparkan seluruh hasil penelitian dalam bentuk tulisan karya ilmiah yang dinamakan juga historiografi. Menurut Ismaun 2005: 28, historiografi
berarti pelukisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang telah lalu yang disebut sejarah. Historiografi juga menggambarkan
pemikiran penulis yang diawali dengan tahap heuristik, kritik sumber, hingga interpretasi yang merupakan hasil penelitian. Langkah ini merupakan tahap akhir dari
prosedur penelitian yang penulis lakukan. Hal ini dilakukan setelah penulis menemukan sumber-sumber, menganalisisnya, menafsirkannya, lalu menuangkannya
dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Laporan penelitian ini disusun dalam lima bab terdiri atas pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, pembahasan, dan bab terakhir kesimpulan.
Selain itu, ada pula beberapa tambahan, seperti kata pengantar, abstrak, daftar pustaka serta lampiran-lampiran. Semua hal tersebut disajikan dalam satu laporan
utuh yang kemudian disebut sebagai skripsi dengan judul “PASANG SURUT
KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN UJUNG GENTENG Suatu Tinjauan Sosial Ekonomi 1990
– 2006 ”.
Andi Ruswandi, 2014 PASANG SURUT KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN UJUNG GENTENG
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian, sekaligus memberikan analisis terhadap
permasalahan yang dibahas. Dalam kesimpulan ini penulis akan memaparkan beberapa pokok pemikiran penting yang merupakan inti jawaban dari permasalahan
yang telah dikaji. Simpulan tersebut adalah sebagai berikut :
A. SIMPULAN
Di Ujung Genteng terjadi modernisasi dalam hal alat penangkapan ikan di mana sekitar tahun 1997 pemerintah mengalokasikan bantuan berupa kemudah
memperoleh perahu yang terbuat dari fiber. Yang awal mulanya menggunakan perahu kayu kemudian bermesin yang sangat sederhana bahkan masih banyak yang tidak
memakai mesin. Pada tahun 1997 pemerintah menggelakan, tujuannya untuk meningkarkan hasil penangkan ikan nelayan yang memang pada sekitar tahun 1990-
an ikan di Ujung Genteng sangat melimpah, makanya pada tahun 1997 pemerintah mengalangkan penggunakan perahu fiber yang dimana perawatanya lebih mudah dan
punya keunggulan kecepatan. Selain itu menggunakan mesin tempel supaya penangkapan ikan nelayan makin melimpah dikarenakan itu pada tahun itu
merupakan awal dimana hasil tangkan ikan nelayan mulai di Ekspor keluar Negeri. Dengan adanya hal tersebut masyarakat sangat terbantu dimana hasil tangkapan
nelayan yang melimpah tidak akan lagi kesulitan untuk menjual karena seberapa banyak hasil tangkapan nelayan akan siap menampung yang kemudian masyarakat
nelayan Ujung Genteng bisa memajukan kehidupan. Nelayan Ujung Genteng tidak akan lepas dari bakul karena bakul sangat berperan penting dalam kehidupan nelayan
Ujung Genteng.
Andi Ruswandi, 2014 PASANG SURUT KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN UJUNG GENTENG
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Bakul adalah orang yang mempunyai perahu sekaligus membeli dan menampung hasil tangkapan ikan nelayan Ujung Genteng. Secara umum di Ujung
Genteng bakul di bagi menjadi tiga, bakul besar, bakul sedang, dan bakul kecil. Nelayan Ujung Genteng tidak akan lepas dari bakul karena bakul sangat berperan
penting dalam kehidupan nelayan Ujung Genteng. Antara bakul dengan nelayan buruh saling membutuhkan dimana para bakul memerlukan nelayan untuk
mengoprasikan perahunya dan mendapatkan hasil, sebaliknya nelayan memerlukan perahu dan modal besar untuk melaut dan mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Biaya untuk melaut sangat lah tinggi bagi masyarakat nelayan kecil yang tidak mempunyai modal yang besar sangat sulit untuk melaut dengan modal sendiri
makanya dengan adanya bakul terbantu walaupun sebenarnya tidak seluruhnya membantu karena banyak hal yang tidak menguntungkan terutama bagi nelayan kecil
seperti pembagian hasil. Di tiap daerah mempunya sistem pembagian hasil anatara nelayan buruh
dengan pemilik kapal pasti berbeda. Di Ujung Genteng sendiri sistem pembagiannya mempunya sistem sendiri dengan kesepakatan bersama. Dimana pembagian hasil
tangkapan di Ujung Genteng seperti ini, apabila perahu dengan bermesin temple, tiap perahu terdiri dari 3 pekerja nelayan buruh, jaring, pancing, bahan bakar, makanan
bagi nelayan dan kebutuhan lain untuk melaut semuanya di sediakan oleh bakul, pembagian nya setelah melaut hasil tangkapan ikan dijual ke bakul yang
menyediakan kapal di Ujung Genteng ada kesepakatan dimana ikan hasil tangkapan tidak bisa di jual ke sembarang orang harus di jual ke ke bakul yang perahunya
dipake nelayan tersebut dan harga pun di tentukan oleh bakul, setelah hasil tangkapan ikan di jual diketahui hasil rupiahnya. Maka mulailah pembagian pertama dipotong
untuk membayar pelengkapan pada saat akan pergi melaut seperti bahan bakar, makanan bagi nelayan dan kebutuhan lain, sisanya kemudia di bagi rata menjadi
empat bagian apabila dalam perahu itu terdapat tiga nelayan buruh pembagiannya itu disesuaikan dengan jumlah nelayan buruh di perahu tersebut, satuan bagian untuk
pemilik perahu yakni bakul tiga bagian lagi di bagi rata satu bagian satu bagian ke