Peta kajian al-Qur’an di PTAI 2005-2012: Analisa terhadap perkembangan disertasi UIN Jakarta, UIN Yogyakarta dan IAIN Surabaya
Penelitian Individual
“PETA KAJIAN AL
-
QUR’AN DI PTAI 2005
-
2012”
(Analisa terhadap Perkembangan Disertasi UIN Jakarta, UIN
Yogykarta dan IAIN Surabaya)
Oleh:
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (ketua) Eva Nugraha, MA (anggota)
Jauhar, MA (anggota)
LEMBAGA PENELITIAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
(2)
(3)
DAFTAR ISI
Abstraks ……….………... ii
Kata Pengantar……….. iii
Pedoman Transliterasi ……….. iv
Daftar Isi ……… v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Penelitian ………... 3
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ……….. 4
D. Signifikansi Penelitian ………... 5
E. Kerangka Teori ………... 5
F. Metode Penelitian ……….. 6
G. Kajian Riset Sebelumnya ……….. 10
H. Sistematika Penulisan ……… 11
BAB II STUDI QUR’AN DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM (PTAI): SEJARAH PERTUMBUHAN DAN JENJANG PENDIDIKAN A. Penelusuran Awal Kajian al-Qur’an di Indonesia ………... 13
B. Sejarah Berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam ……… 15
C. Kajian al-Qur’an pada Jenjang S1………... 17
D. Studi al-Qur’an pada Jenjang Pascasarjana………. 21
1. Gambaran Umum a. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di SPs UIN Jakarta………... 22
b. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di PPs UIN Yogyakarta………... 25
c. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di PPs IAIN Surabaya……….. 26
2. Metode Pengajaran dan Matakuliah a. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di SPs UIN Jakarta ……… 28
(4)
BAB III PERKEMBANGAN DISERTASI SECARA KUANTITAS ………….. 34
A. Ditinjau dari Tahun Kelulusan ………. 34
B. Ditinjau dari Tahun Angkatan ………. 36
C. Ditinjau dari Latar Pendidikan Penulis ……….42
D. Ditinjau dari Tema-Tema yang dibahas ……… 47
BAB IV PENILAIAN DISERTASI SECARA KUALITAS ………. 51
A. Kajian Tafsir ………. 51
B. Kajian Ulum al-Qur’an ………. 74
C. Kajian Metode Penafsiran al-Qur’an ……… 87
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN………. 95
A. Kesimpulan ………... 95
B. Rekomendasi ……… 96
Daftar Pustaka ………... 97 Lampiran-lampiran
(5)
ABSTRAK
Problem utama dari penelitian tentang Peta Kajian al-Qur’an melalui pelacakan disertasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan IAIN Sunan Ampel Surabaya mulai 2005 sampai 2010 ini adalah kurang berimbangnya antar kuantitas disertasi dengan kualitas hasilnya. Hal ini terbukti dari masih lambannya perkembangan kajian al-Qur’an. Dilihat dari judul yang berkembang dari satu disertasi ke disertasi lain belum tampak adanya perubahan, sehingga terkesan mengulang-ulang produk lama. Terlebih lagi karena belum adanya peta kajian al-Qur’an di PTAI sering ditemukan obyek penelitian yang sama bahkan dengan redaksi judul yang sama pula antara UIN yang satu dengan UIN atau IAIN yang lain. Fenomena seperti ini tidak serta merta dikategorikan sebagai penjiplakan tetapi karena belum adanya peta yang dapat dibaca dan diakses secara nasional. Oleh karena itu, penelitian ini akan menjawab bagaimana peta perkembangan disertasi kajian al-Qur’an di pascasarjana UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan IAIN Surabaya. Data-data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis wacana dan analisis dokumen atau analisis isi (content analysis).
Kesimpulan akhir dari penelitian adalah pertama, peta disertasi secara kuantitatif menunjukkan bahwa jumlah disertasi yang dihasilkan dari masing-masing Pascasarjana belum dapat dikatakan meningkat secara simultan, tetapi perkembangannya dalam masing-masing periode berbeda-beda. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa dari 454 disertasi di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hanya ada 60 disertasi yang mengfokuskan penelitiannya pada kajian al-Qur’an. Di Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta menunjukkan bahwa dari 167 disertasi hanya ada 19 disertasi yang mengkhususkan kajiannya pada kajian al-Qur’an. Sedangkan disertasi pada Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dari 80 disertasi dan yang mengkhususkan kajian al-Qur’an hanya ada 4 disertasi.
Kedua, peta disertasi secara kualitatif menujukkan bahwa ditinjau dari tema maka kajian tafsir tematis lebih banyak diminati baik tematis dalam perspektif al-Qur’an maupun perspektif mufassir tertentu. Namun, kajian tematisasi tersebut lebih bersifat normative, artinya kesimpulan yang dihasilkan hanya diarahkan pada melahirkan wawasan al-Qur’an tentang tema tertentu dan tidak secara detail menyentuh tuntas salah satu problema masyarakat ketika disertasi tersebut ditulis. Sedangkan, kajian ulum al-Qur’an hanya tema tertentu yang sering dibahas yaitu ilmu qira’at dan rasm, I’jaz al -Qur’an dari segi bahasa dan kisah dalam al-Qur’an. Pembahasan yang diberikan cenderung mengumpulkan ragam pendapat kemudian menyimpulkan belum ditemukan penelitian yang sampai pada mengkritik kitab induk Ulum al-Qur’an ataupun membangun teori ulum al-Qur’an baru.
Mayoritas disertasi masih berkecimpung dalam ranah keislaman dan kemanusiaan secara umum dan masih sangat minim yang detail mengaitkan penelitiannya dengan problem keindonesiaan.
(6)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya lembaga pendidikan, termasuk juga lembaga pendidikan Islam di Indonesia, bertujuan mempersiapkan manusia yang berperan dan mampu menyesuaikan diri dalam masyarakatnya masing-masing. Berdasarkan hal ini tujuan dan target pendidikan diupayakan untuk memperkuat kepercayaan dan sejumlah keahlian yang bermanfaat di masyarakat. Karena kondisi masyarakat tidak bersifat statis atau selalu berubah, maka sebuah lembaga pendidikan harus mampu melahirkan out put yang mumpuni dari segi teori maupun praktis dan mampu memberikan perubahan sesuai dengan zamannya.1
Salah satu upaya untuk mengetahui peningkatan mutu pada lembaga pendidikan adalah melalui out put yang dihasilkan yaitu sebuah karya ilmiah akadimisi yang menjadi syarat mutlak seseorang dapat menerima gelar akademik. Skripsi, tesis dan disertasi merupakan salah satu alat yang dapat dijadikan tolok ukur untuk mengetahui capaian yang telah dihasilkan oleh sebuah PTAI. Novelty sebuah kajian dalam sebuah universitas bisa dilihat pada karya yang dihasilkan baik dalam betuk hasil penelitian pascasarjana maupun hasil-hasil penelitian dari pusat-pusat kajian.
Kajian keagamaan yang tampaknya belum masuk pada tingkat yang menggembirakan adalah kajian al-Qur’an. Secara kasat mata, kajian al-Qur’an masih berkisar pada pengulangan atas capaian dari ulama-ulama abad ke-9 H. Sebatas pelacakan tim peneliti sebagai contoh awal, dari 454 disertasi program doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mulai tahun 2005 hingga 2010 terdapat 60 disertasi yang memfokuskan penelitiannya pada kajian al-Qur’an. Kajian disertasi
1Khamami Zada, “Orientasi Studi Islam di Indonesia” ,
Jurnal Perta, Vol.IV/No.02/2003.
Diakses dari http://www.ditpertais.net/jurnal/jrnlperta.htm. baca: Ya’qub Matondang,, “Perguruan Tinggi Islam sebagai Subyek dan Obyek Moral Akademik di Era Globalisasi” dalam Syahrin Harahap, Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), h. 7.
lihat juga, Hasan Bisri, Agenda Pengembangan Pendidikan Tinggi Agama Islam, (Jakarta: Logos,
(7)
ini pun beragam, baik kajian tematis, kajian tokoh dan metode penafsiran yang ditawarkan, maupun ulum al-Qur’an.2
Meskipun demikian, sekitar 25% dari disertasi yang telah diteliti tersebut masih terkesan mendaur ulang ulama klasik atau penemuan tokoh-tokoh terdahulu dan belum berani mengkritisi dengan kritikan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam dunia ilmiah. Tema-tema yang diangkat juga masih terkesan “melangit” belum “membumi”. Kajian al-Quran masih banyak yang bersifat library research dan masih sangat sedikit yang mau menghubungkannya dengan isu-isu kontemporer. Artinya, karya yang dihasilkan bukan sebatas teori normatif tetapi sebaiknya juga diuji aplikasinya dengan field research. Dengan kata lain, karya tersebut mampu memberikan sumbangsih bukan sebatas idealis tetapi langsung dapat diterapkan oleh para pembaca atau pengguna teori yang telah ditemukan tersebut.
Mengacu pada SK menteri, Visi misi UIN, yang menitik beratkan pada 3 hal, Keislaman, Keindonesiaan, dan kemanusiaan. Maka, selayaknya hasil kajian di bidang inipun mengarah ke 3 misi di atas. Indonesia sampai saat ini belum termasuk pusat kajian keislaman padahal, keberadaan muslim Indonesia yang terbesar sedunia, serta keberadaan lembaga pendidikan pesantren dan madrasah, seharusnya mampu menjadikan Indonesia sebagai bagian dari kajian Islam International. Hal ini sebagaimana cita-cita UIN Jakarta, khususnya yang menginginkan untuk menjadi jendela dunia untuk kajian Islam yang moderat dan modern.
Untuk mendukung cita-cita di atas diperlukan pengetahuan atau data mengenai apa saja yang telah disumbangkan oleh sarjanawan muslim Indonesia untuk kajian-kajian keagamaan. Sumbangsih ini dikhususkan pada karya-karya ilmiah baik berupa disertasi ataupun penelitian-penelitian ilmiah lainnya. Peningkatan kualitas karya ilmiah baik dari segi isi maupun metodologi akan berdampak pada kualitas PTAI. Bidang kajian inilah yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
(8)
Hal ini karena al-Qur’an merupakan sumber utama Islam. Jika model pemaknaannya hanya mendaur ulang abad silam, maka akan sulit memposisikannya sebagai kitab suci yang shâlih li kulli zamân wa makân.
B. Pembatasan dan Perumusan Penelitian
Penelitian seputar upaya peningkatan mutu kualitas PTAI sudah sering dilakukan, tetapi belum ditemukan penelitian yang memfokuskan pada perkembangan disertasi dan lebih spesifik lagi pada bidang kajian al-Qur’an. Hal ini terbukti dari masih lambannya perkembangan kajian al-Qur’an. Dilihat dari judul yang berkembang dari satu disertasi ke disertasi lain belum tampak adanya perubahan, sehingga terkesan mengulang-ulang produk lama. Terlebih lagi karena belum adanya peta kajian al-Qur’an di PTAI sering ditemukan obyek penelitian yang sama bahkan dengan redaksi judul yang sama pula antara UIN yang satu dengan UIN atau IAIN yang lain. Fenomena seperti ini tidak serta merta dikategorikan sebagai penjiplakan tetapi karena belum adanya peta yang dapat dibaca dan diakses secara nasional.
Kajian mengenai perkembangan disertasi di PTAI mempunyai cakupan dan kriteria yang luas, oleh karena itu perlu batasan yang jelas baik dari isu penelitian, lokasi dan alokasi waktu yang dibutuhkan. Obyek penelitian hanya difokuskan pada disertasi-disertasi yang mengkaji al-Qur’an baik dari pemaknaan ayat-ayatnya, ulum al-Qur’an, maupun tokoh-tokoh tafsir beserta tawaran metodologinya dan hanya dibatasi pada dari tahun 2005-2010. Pilihan batasan hanya pada disertasi tahun 2005-2010, semata-mata untuk mempermudah pelacakan dan pelaksanaan penelitian disertasi, disesuaikan kondisi, dan kemampuan tim peneliti untuk melakukan survei literatur selama 5 tahun terakhir. Hal ini dimaksudkan agar peta terkini dari keragaman dan perkembangan kajian bisa dilihat. Sekalipun demikian, tentunya batasan ini memiliki kekurangan, karena tidak/belum mencakup sebagian besar disertasi Program pascasarjana di tahun-tahun awal (19903-2004). Kekurangan ini, akan sangat berguna bila dilakukan penelitian lanjutan pada tahun depan dengan batasan periode sebagaimana tercantum di atas.
3 Tahun 1990 merupakan asumsi apabila pertama kali program pascasarjana diselenggarakan
(9)
Sedangkan lokasi yang diteliti tidak semua Perguruan Tinggi Agama Islam Indonesia, tetapi hanya 3 tempat yaitu SPs UIN Jakarta, PPs UIN Yogyakarta, dan PPs IAIN Surabaya. Ketiga lembaga ini dijadikan sample untuk menilai peningkatan mutu PTAI Indonesia karena ketiga lembaga tersebut dinilai sebagai Universitas Islam yang sering dijadikan rujukan bagi PTAI di Indonesia.
Dari uraian di atas pertanyaan inti yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimana peta perkembangan disertasi kajian al-Qur’an di pascasarjana UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan IAIN Surabaya?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kajian al-Qur’an di PTAI Indonesia berdasarkan obyek penelitian pada disertasi dari program doktor UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan IAIN Surabaya. Secara tidak langsung, penelitian ini untuk mengetahui perkembangan kajian disertasi di PTAI Indonesia yang diwakili ketiga perguruan tinggi tersebut sebagai sampel penelitian.
Penelitian ini berguna antara lain:
1. Sebagai sumbangan informasi ilmiah bagi para peminat dan pengkaji diskursus al-Qur’an;
2. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang terkait dengan kajian al-Qur’an;
3. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian disertasi maupun penelitian lainnya di kemudian hari dengan fokus kajian terhadap al-Qur’an; 4. Penelitian ini sebagai kritik terhadap disertasi yang mengulang kajian tanpa
ada metodologi analisis dan penemuan baru; dan
5. Penelitian ini melengkapi dan menambah khazanah keilman Islam, khususnya di bidang al-Qur’an.
D. Signifikansi Penelitian
Signifikansi dari penelitian ini terletak pada terwujudnya peta kajian al-Quran yang akurat dan riil di Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.
(10)
Pemetakan ini akan dapat digunakan sebagai pijakan awal pembenahan dan pembaharuan bagi masing-masing PTAI, sehingga akan diketahui apa yang telah dan belum tercapai serta ranah apa yang telah dan belum dikaji dalam bentuk disertasi. Melalui peta ini akan semakin tampak meningkat atau tidaknya upaya yang telah dilakukan oleh PTAI dalam mewujudkan capaian yang telah ditargetkan.
Peta kajian al-Qur’an yang dihasilkan dalam penelitian ini juga akan bermanfaat pada pembenahan kurikulum Fakultas Ushuluddin khususnya jurusan Tafsir Hadis, termasuk juga cara model-model pembelajarannya. Hasil penelitian ini diaharapkan dapat menjadikan kajian al-Qur’an bukan sebatas dogma teologis yang idealis dan normative tetapi yang lebih penting bisa “membumi” atau realistis sejalan dengan perkembangan zaman. Jika peta ini dapat digunakan secara maksimal, maka objek penelitian bisa diteruskan dalam penelitian berikutnya pada objek kajian yang lain. Hasil penelitian juga akan mengurangi adanya pengulangan kajian antar UIN di satu tempat dengan tempat yang lain.
E. Kerangka Teori
Fasli Jalal dalam bukunya Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah menyatakan bahwa salah satu dimensi utama dalam tridharma pendidikan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) yang secara alamiah akan berperan penting pada era global adalah dimensi penelitian. Pendapat ini dapat memberikan penegasan bahwa perguruan tinggi yang tidak mampu menjalankan penelitian dengan baik dipastikan tidak akan mampu berkompetisi dan percaturan global dewasa ini.4
Menurut Suyanto terdapat sejumlah fungsi penelitian di perguruan tinggi antara lain; pertama, penegakan budaya akademik, kedua, memecahkan masalah yang dihadapi manusia, ketiga, pembaharuan terhadap ilmu yang dimiliki dosen, keempat, memberdayakan kegiatan belajar mengajar secara profesional5.
4 Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,
Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah
(Jakarta: Depdiknas-Adicita Karya, 2001), 372.
5 Suyanto,
Dinamika Pendidikan Nasional Dalam Percaturan Dunia Global, (Jakarta:
(11)
Mengingat pentingnya posisi riset di perguruan tinggi maka membangun kultur riset di dunia perguruan tinggi adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Namun dalam membangun prestasi penelitian yang diawali dengan kultur riset yang baik masih ditemukan beberapa kendala. Selama ini universitas riset cuma dilihat secara kuantitatif, yakni dari dana riset yang bisa diserap dan jumlah doktor setahun. Padahal, riset itu sendiri sebetulnya merupakan kultur akademik. Membangun riset di perguruan tinggi berarti membangun budaya akademik yang kuat. Namun masih terdapat kendala mengembangkan kultur akademik yang kuat di kampus. Kebanyakan perguruan tinggi pada dasarnya heavy teaching higher institution.
Kajian terhadap Al-Qur’an merupakan salah satu obyek riset yang harus selalu dikembangkan. Al-Qur’an adalah sebuah kitab prinsip-prinsip dan seruan keagamaan serta moral bukan sebuah dokumen hukum. Dengan demikian, bersikukuh mempertahankan penerapan literal ketentuan al-Qur’an dan mengabaikan perubahan sosial sama dengan menghancurkan maksud dan tujuan moral al-Qur’an.6 Al-Qur’an bukan hanya untuk ditafsiri secara lisan atau tulisan
tetapi harus diplikasikan dengan langkah-langkah yang tepat. Penafsiran yang hanya berpijak pada teori tanpa dilanjutkan dengan praktek nyata tidak akan ada artinya. Oleh karena itu, penafsiran harus selalu menjadi bagian dari gerakan sosial dan reformasi untuk tetap menjamin terwujudnya kepentingan umum. 7
F. Metode Penelitian
1. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data utama diperoleh dari disertasi-disertasi yang ada di perpustakaan pascasarjana UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan IAIN Surabaya. Dalam hal ini langkah-langkah yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
a. Penelurusan Katalog Disertasi di tiga pascasarjana, yaitu SPs UIN Jakarta, PPs UIN Yogyakarta, dan PPs IAIN Surabaya. Tim peneliti
6 Fazlur Rahman,
Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition,
(Chicago: The University of Chicago Press, 1982), h.37.
7 Hasan Hanafi, “Method of Thematic Interpretation of The Qur’an” dalam
Islamic Philosopy Theology and Science: Texts dan Studies, H. Daiber dan D.Pengree (editor), (Leiden:
E.J.Brill, 1996 M.), vol. 27, h. 195-212. Dari semangat ini pula Hasan Hanafî melahirkan dua karyanya min al-‘Aqîdah ilâ al-Tsaurah dan min al-Nashsh ilâ al-Waqi‘
(12)
menginventarisasi disertasi pada masing-masing perguruan tinggi tersebut yang mengkaji tentang al-Qur’an (tematik, tokoh dan tawaran metodologi penafsirannya, dan ulum al-Qur’an) dari tahun 2005 hingga 2010.
b. Tim peneliti menelaah setiap disertasi dari ketiga perguruan tinggi tersebut dan didapatkan bahwa disertasi yang membahas tentang al-Qur’an di SPs UIN Jakarta 454 disertasi, UIN Yogyakarta berjumlah 1 disertasi, dan IAIN Surabaya 4 disertasi.
c. Koding Disertasi. Tim peneliti memilah tiap-tiap disertasi dari ketiga PTAI ini berdasarkan tema, topik, dan kategorisasi. Tema yang ditentukan dalam penelitian ini yaitu tafsir dan ulum al-Qur’an. Topik didasarkan pada kajian tokoh, tafsir maudhui; salah satu ilmu dalam ulum al-Qur’an, seperti ilmu qira’at; dan sejarah. Sedangkan kategori didasarkan pada kelompok kajian keislaman (dilambangkan (coding) dengan “Is”), keindonesiaan (In), dan kemanusiaan (Mn).
d. Tabulasi. Tim peneliti membuat tabulasi atau tabel sesuai dengan urutan tahun kelulusan penulisnya. Dalam tabel ini juga dipilah berdasarkan tema, topik, dan kategorisasi kajian keislaman. Hal ini dilakukan untuk memudahkan tim peneliti dalam mengakses dan mengolah data.
e. Pemilihan sample. Tim peneliti melakukan model sampel (sampling mode) dalam penelitian ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah disertasi yang telah diinventarisasi, terutama dari UIN Jakarta. Tim peneliti mengambil 10% dari tiap-tiap disertasi di ketiga perguruan tinggi tersebut dengan ketentuan sebuah disertasi tersebut mewakili jenjang tahun, tema, topik, dan kategorisasi kajian yang diteliti dalam disertasi tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada sampel yang sama dan pengulangan penelaahan terhadap disertasi yang diteliti.
2. Metode Analisa Data
Ada beberapa langkah yang ditempuh tim peneliti dalam menganalisis disertasi-disertasi tahun 2005-2010 dari UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan IAIN Surabaya, yakni sebagai berikut:
(13)
Analisis isi adalah teknik penelitian khusus untuk melaksanakan analisis tekstual. Analisis isi ini termasuk mereduksi teks menjadi unit-unit (kalimat, ide, gambar, bab, dan sebagainya) dan kemudian menerapkan skema pengkodean pada unit-unit tersebut untuk membuat inferensi mengenai komunikasi dalam teks.8
Analisis isi dapat juga dipahami dengan teknik untuk analisis tekstual yang mengharuskan peneliti untuk mengkodekan unit-unit menjadi kategori yang pasti. Elemen kunci dalam analisi isi adalah pengkodean. Analisis isi dapat digunakan pada pendekatan kualitatif dan kuantitatif.9
Dalam penelitian ini, tim peneliti melakukan pengkodean terhadap tiap disertasi yang mengkaji al-Qur’an dari SPs UIN Jakarta (60 disertasi), UIN Yogyakarta (19 disertasi) dan IAIN Surabaya (4 disertasi). Tim peneliti memilah tiap-tiap disertasi dari ketiga PTAI ini berdasarkan tema, topik, dan kategorisasi. Tema yang ditentukan dalam penelitian ini yaitu tafsir dan ulum al-Qur’an. Topik didasarkan pada kajian tokoh, tafsir maudhui; salah satu ilmu dalam ulum al-Qur’an, seperti ilmu qira’at; dan sejarah. Sedangkan kategori didasarkan pada kelompok kajian keislaman (dilambangkan (coding) dengan “Is”), keindonesiaan (In), dan kemanusiaan (Mn).
Hasil dari analisis terhadap disertasi-disertasi tersebut dikategorisasi dan dikelompokkan mulai dari isu-isu yang diangkat, metode yang diterapkan, hingga pada hasil penelitian atau kontribusi utama yang dihasilkan dari masing-masing disertasi. Selain untuk memudahkan mengakses dan mengolah data, hal ini juga penting untuk mendapatkan temuan dari tiap-tiap disertasi hingga menghasilkan kesimpulan yang menjawab permasalah yang dirumuskan tim peneliti dalam penelitian ini. 2. Analisis wacana.
Analisis wacana adalah suatu cara atau metode untuk mengkaji wacana (discourse) yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-pesan komunikasi baik secara tekstual maupun kontekstual. Analisis wacana
8 Richar West & Lynn H. Turner,
Introducing Communication Theory: Analysis and Application, (New York: McGraw-Hill, 2007), buku ini telah diterjemahkan oleh Maria Natalia dan
Damayanti Maer dengan judul Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba
Humanika, 2008), h. 86.
9 West,
(14)
memungkinkan seseorang melihat bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan, dan dipahami. Di samping itu, analisis wacana juga dapat memungkinkan seseorang melacak variasi cara yang digunakan oleh penulis atau pembicara dalam upaya mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu melalui pesan-pesan berisi wacana-wacana tertentu yang disampaikan.10
Dalam penelitian ini, analisis wacana digunakan untuk melihat kemampuan seorang penulis disertasi dalam mengolah dan menjelaskan data, serta temuan yang dihasilkan dari disertasinya berdasarkan pemahaman dan pembacaannya terhadap data yang ia miliki. Analisis wacana ini juga untuk menunjukkan bahwa sebuah obyek karya penelitian (disertasi) tidaklah muncul dari dan dalam ruang hampa yang bebas dari berbagai kepentingan (sosial, ekonomi, politik, keilmuan dan lain-lain).
Parameter yang digunakan tim peneliti untuk menilai hasil temuan (kesimpulan) disertasi, yaitu: pertama, apakah penulis disertasi disertasi telah menjawab persoalan kekinian yang muncul dan beredar di masyarakat saat disertasi tersebut ditulis. Kedua, Apa persoalan akademik yang ingin penulis disertasi selesaikan. Apakah lakuna yang ingin dia isi dalam perkembangan ilmu. Ketiga, Apa metodologi yang ditulis dan bagaimana penerapannya dalam disertasi. Hasil analisis terhadap setiap disertasi berdasarkan parameter di tatas inilah yang kemudian akan dipetakan. Setelah peta terdeskripsikan, maka akan diperjelas dengan kritik atau rekomendasi dari tim peneliti.
G. Kajian Riset Sebelumnya
Berikut adalah penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini:
1. Artikel “Peta Studi Islam pada Program Pascasarjana IAIN Jakarta” hasil penelitian Suwito dan Muhbib tahun 2000 mengenai pemetaan kajian Islam dalam Tesis dan Disertasi di PPs IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari tahun 1990-2000.11
2. Karakteristik Kajian al-Quran di Indonesia, skripsi tahun 2002, karya Izza
10Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS, 2008), h. 170. 11Suwito dan Muhbib, “Peta Studi Islam pada Program Pascasarjana IAIN Jakarta”,
Jauhar
(15)
Rohman Nahrowi. Penelitiannya berkisar pada pemaparan karakter kajian al-Qur’an (baik itu tafsir ataupun karya-karya ulum al-Qur’an yang beredar di Indonesia pada tahun 1998-2002.12
3. Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi, karya Islah Gusmian. Tulisan ini merupakan tesis yang telah dibukukan oleh penerbit teraju tahun 2003. Gusmian mencoba menelaah 24 tafsir berbahasa Indonesia dan ditulis oleh muslim Indonesia dalam satu dasawarsa 90-an. Aspek teknis penulisan tafsir Al-Quran dan aspek hermeneutic tafsir Indonesia menjadi kajian utama dalam tesis ini.13
4. Perkembangan Tafsir al-Qur'an di Indonesia, sebuah buku karya Nashruddin Baidan yang berupaya mengulas sejarah pembabakan tafsir al-Qur’an di Indonesia kepada 4 bagian, klasik, pertengahan, pra modern dan modern.14 5. The Approaches to the Qur’an in Contemporary Indonesia, merupakan buku
yang disunting oleh Abdullah Saeed tahun 2005. Bunga rampai ini berisi tentang tulisan akademisi mengenai metode dan pendekatan kajian al-Qur’an di Nusantara abad 17 sampai kontemporer, dari „Abd Rauf Sinkel sampai M. Quraish Shihab.15
Dari tulisan yang telah disampaikan di atas, belum ada penelitian yang melihat secara spesifik tentang kajian al-Qur’an yang telah dihasilkan oleh para Doktor Program Pascasarjana yang pada akhirnya bisa memetakan perkembangan dan state of art dari kajian al-Qur’an di Indonesia. Dengan demikian penelitian ini masih sangat relevan untuk dilakukan, terlebih memiliki implikasi pada upaya pengembangan kurikulum kajian al-Qur’an di PTAIN. H. Sistematika Penulisan
Bab pertama adalah pendahuluan yang menguraikan pandangan umum tentang penelitian ini yang terangkum dalam latar belakang masalah. Selanjutnya
12Izza Rohman, “Karakteristik Kajian al-Quran di Indonesia” Skripsi Jurusan Tafsir Hadis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002.
13Islah Gusmian , Khazanah Tafsir Indonesia; dari Idiologi hingga Hermeneutika”
(Jakarta: Teraju, 2003)
14 Nasruddin Baidan,
Perkembangan Tafsir al-Quran di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai,
2003)
15 Abdullah Saeed,
Approaches to the Qur'an in contemporary Indonesia (Oxford: Oxford
(16)
dipaparkan fokus, batasan, dan rumusan masalah yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini. Kemudian tim peneliti menjelaskan tujuan dan kegunaan penelitian agar tergambar arah yang ingin dicapai. Signifikansi penelitian tim peneliti jelaskan untuk menunjukkan pentingnya penelitian ini dan kontribusinya bagi pengembangan keilmuan dan lembaga akademis, terutama dalam studi al-Qur’an. Kajian pustaka dicantumkan untuk menemukan ranah kosong yang belum dikaji dan posisi penelitian ini di antara penelitian-penelitian sebelumnya. Kemudian, tim peneliti memaparkan metode pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini dan sistematika pembahasannya.
Bab kedua mengurai studi al-Qur’an di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Pada bab ini akan diuraikan al-Qur’an sebagai doktrin, pedoman hidup, dan obyek penelitian ilmiah.
Bab ketiga akan menjelaskan kajian al-Qur’an dalam disertasi di tiga PTAI, yaitu UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan IAIN Sunan Ampel. Setiap institusi akademik ini tim peneliti mengambil sampel sepuluh disertasi yang membahas tematik al-Qur’an, ulum al-Qur’an, dan kajian tokoh beserta tawaran metodologi penafsirannya.
Bab keempat menjelaskan perkembangan disertasi kajian al-Qur’an. Pada bab ini, tim peneliti akan memetakan kajian al-Qur’an dari ketiga perguruan tinggi Islam tersebut sesuai dengan tema yang telah ditentukan, yaitu disertasi yang membahas tematik al-Qur’an, ulum al-Qur’an, dan kajian tokoh beserta tawaran metodologi penafsirannya. Tim peneliti juga akan menganalisis dan mengkritisi disertasi yang menjadi sampel/obyek penelitian apakah hasil temuan disertasi tersebut menjawab realitas/masalah sosial, mengembangkan bidang keilmuan al-Qur’an, atau meningkatkan keimanan seorang muslim. Selain itu, tim peneliti akan menganalisis apakah disertasi menemukan sesuatu yang baru atau hanya pengulangan saja dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Bab kelima merupakan penutup dari penelitian ini yang berisi tentang kesimpulan penelitian. Kesimpulan ini sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dari pembatasan dan perumusan masalah yang diteliti. Tim peneliti juga mencantumkan beberapa saran setelah mengadakan penelitian ini.
(17)
seluruh literatur yang ditelaah untuk keperluan penelitian ini. Setelah itu, beberapa lampiran data juga disertakan setelah daftar pustaka.
(18)
BAB II
STUDI QUR’AN DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM (PTAI):
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN JENJANG PENDIDIKAN
A. Penelusuran Awal Kajian al-Qur’an di Indonesia.
Pelacakan mengenai sejak kapan kajian al-Qur’an dilakukan di Indonesia meniscayakan penelusuran sejarah yang panjang. Secara normatif, sejatinya apabila Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke 13M, maka sejak saat itulah para ulama telah berupaya mengajarkan dan mengkaji al-Qur’an untuk kepentingan penyebaran Islam di Indonesia. Baik itu dalam bentuk penghapalan al-Qur’an maupun penulisan tafsir al-Qur’an dalam bahasa melayu atau bahasa daerah. Bentuk awal dari pengkajian al-Qur’an di Indonesia tidak bisa melupakan makna pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kekhususan untuk melayani kebutuhan kaum muslim akan pengetahuan Agama Islam, termasuk di dalamnya al-Qur’an.
Dalam catatan Mahmud Yunus, lembaga pendidikan Islam yang mula-mula mengajarakan al-Qur’an adalah surau-surau yang berada di Aceh sekitar awal abad ke 17 M. 1 Oleh sebab itu tidak mengherankan bila di zaman itu muncul ulama-ulama ahli al-Qur’an seperti: Nuruddīn al-Raniri dan „Abd al-Rauf al-Sinkilī (1615 M-1693 M). 2 Dalam buku Para Penjaga al-Qur'an disebutkan bahwa Syekh Abdurrahman merupakan penghfal al-Qur'an dari Indonesia yang telah hidup tahun 1777-1899 M. Ia belajar al-Qur'an di Mekah3 dilanjutkan oleh Syekh Muhammad Azhari al-Falimbani (1811-1874), Ia merupakan seorang penghal al-Qur'an dan menjadi orang Nusantara pertama yang melakukan pencetakan al-Qur'an. Kontribusinya bisa jadi
1 Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1984),
24; Lihat Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta:
Teraju, 2002), 42.
2 Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam, 24.
3 Ahmad Jaeni,"Syekh Abdurrahman (1777-1899): Pelopor pengajaran al-Qur'an di Sumatera
Barat" dalam Muhammad Shohib dan Bunyamin Yusuf Surur (eds.), Para Penjaga al-Qur'an: Biografi Para Penghafal al-Qur'an di Nusantara (Jakarta: Lajanah PentashihMushaf al-Qur'an Badan
(19)
merupakan orang yang pertama melakaukan upaya distribusi al-Qur'an lokal dalam bentuk cetakan ke Nusantara. 4
Merujuk pada hasil penelitian Puslitbang Lektur Keagamaan atas mushaf-mushaf kuno di Nusantara bisa diasumsikan bahwa pengkajian al-Qur’an telah di mulai sejak abad ke 16 M. Mushaf-mushaf yang ditemukan tidak hanya menampilkan tulisan al-Qur’an (rasm), akan tetapi tercermin di dalamnya ragam qira’at, kaliragfi dan iluminasi yang kaya dengan hiasan khas nusantara.5 Berdasarkan penelusuran Ali Akbar, ditemukan sebuah mushaf yang sudah tidak lengkap. Mushaf tersebut diberi tahun penulisan 1553 oleh Faqih Najmuddin dari BantenGallop atas naskah mushaf al-Qur’an yang ada perpustakaan School of Oriental and African Studies (SOAS). Naskah bernomor nomor MS 12716 ditulis pada tahun 993 H/1585 M. Ia memiliki bentuk, kaligrafi dan kertas yang beredar di Nusantara.6
Pada abad ke 18 M, pengkajian al-Qur’an pun beredar cukup meluas di pesantren dan nggon ngaji, hingga abad ke 20. Martin van Bruinessen berpendapat bahwa pesantren pertama dan tertua di Jawa adalah pesantren Tegalsari. Pesantren tersebut didirikan pada tahun 1742 M. 7 Dalam catatan pemerintah Belanda, sebagaimana yang dikutip oleh Zamakhsyari Dhofier, disebutkan bahwa jumlah enggon ngaji yang ada pada tahun 1831 sejumlah 1.853 dengan jumlah murid 16.556 orang. Kondisi ini berkembang pesat, dalam kurun waktu 54 tahun (1885 M), jumlah enggon ngaji bertambah 13.076 tempat, disertai jumlah murid yang besar, sejumlah 222.663 murid.8 Bila dirata-rata setiap tempat ngaji memiliki 15 orang murid.
4 dalam Muhammad Shohib dan Bunyamin Yusuf Surur (eds.),
Para Penjaga al-Qur'an: Biografi Para Penghafal al-Qur'an di Nusantara (Jakarta: Lajanah PentashihMushaf al-Qur'an Badan Litang dan Diklat, Kementrian Agama RI, 2011),
5 Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Fadhal AR Bafadhal dan Rosehan Anwar (eds.),
, Mushaf-mushaf Kuno di Indonesia (Jakarta:Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Keagamaan Departemen Agama RI, 2005)
6 “Kata Pengantar” dalam Fadhal AR Bafadhal dan Rosehan Anwar (eds.),
, Mushaf-mushaf Kuno di Indonesia (Jakarta:Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Keagamaan
Departemen Agama RI, 2005),vii-viii.
7 Martin van Bruinessen,
Kitab Kuning, Pesantren danTarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1995), 25.
8Zamakhsyari Dhofier, “Sekolah al-Qur’an dan Pendidikan Islam di Indonesia” dalam
Jurnal
Ulumul Qur’an, 88. Lihat: Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta: Teraju, 2002), 44-45.
(20)
Gusmian menilai bahwa pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 pengkajian al-Qur’an mendapatkan momentumnya saat pesantren-pesantren di Jawa bermunculan, seperti Pesantren Tebuireng, Pesantren Rejoso Jombang, dan Pondok Modern Gontor Ponorogo.9 Keadaan ini berlanjut hingga munculnya Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia pada pertengahan abad ke 20.
Selain itu, berkembangan literatur kajian al-Qur’an pun mulai merebak. Awal abad 20, para ulama menginisiasi untuk menyusun buku-buku tafsir dan terjemah al-Qur’an untuk konsumsi kaum Muslim Indonesia. Seperti: muncul orang-orang yang melakukan pengkajian al-Qur'an dan menuliskan tafsir mereka dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah, baik dalam bentuk terjemahan ataupun tafsir utuh. Di antara mereka adalah: Munawar Chalil (Tafsir Hidayatur rahman,), A Hasan ( al-Furqan, 1928), Mahmud Yunus (Tafsir Qur'an Indonesia, 1935), Hamka (Tafsir al-Azhar), Zainuddin Hamidy (Tafsir al-Qur'an, 1959), dan Iskandar Idris (Hibarna).10
B. Sejarah Berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam.
Perdebatan mengenai perlunya pendidikan tinggi Islam di Indonesia oleh tokoh-tokoh Muslim di paruh pertama abad ke-20 semakin mengokohkan bahwa kajian keislaman di negeri ini perlu ditingkatkan ke level perguruan tinggi. Inisiasi pendirian Sekolah Tinggi Islam pun dilakukan. Pada tahun 1938, M. Natsir menulis sebuah artikel bahwa “Sekolah Tinggi Islam (STI) perlu didirikan karena pendidikan pesantren dan madrasah baru dapat menciptakan manusia yang beriman dan berakhlak mulia, tetapi tidak tanggap dengan persoalan-persoalan dunia.”11 Pada
tahun yang sama, Satiman Wirjosandjojo menulis alasan-alasan mengapa pendidikan tinggi Islam diperlukan. Jabali dan Jamhari menyimpulkan bahwa ada empat hal utama dari tulisannya Satiman tersebut. (1). Pengembangan pendidikan Islam tertinggal dibanding pendidikan non Muslim, (2) Kemajuan masyarakat non-Muslim disebabkan adopsi mereka atas pola pendidikan Barat, (3). Pendidikan Islam
9 Islah Gusmian,
Khazanah Tafsir Indonesia,45.
10Quraish Shihab, “Kata Pengantar” dalam Taufik Adnan Amal
, Rekonstruksi Sejarah al-Qur'an (Yogyakarta: Forum kajian Budaya dan Agama [FkBA], 2001), xvi.
11 Fuad Jabali dan Jamhari (eds.),
IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta: Logos,
(21)
perlu terhubung dengan dunia International, dan (4) Lokalitas menjadi unsur yang penting dalam pendidikan Islam di Sekolah Tinggi Islam. 12
Selanjutnya, pada tahun 1945, Bung Hatta lebih jauh menggagas bahwa pendidikan tinggi Islam perlu didirikan agar agama ini tidak dipelajari secara dogmatis belaka, melainkan diperkaya dengan filsafat, sejarah dan sosiologi. Hatta juga mengatakan bahwa perguruan tinggi Islam tidak hanya mempelajari hukum Islam, tetapi juga hukum negara agar keduanya dapat berinteraksi secara dinamis.Inisiatif Hatta mendirikan STI di Jakarta tahun 1945 dapat terwujud. 13 Tetapi karena agresi militer Belanda, pada tahun 1946, STI dipindahkan ke Yogyakarta. Perpindahan ini kemudian berujung pada perubahan STI menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), nama yang secara formal ditetapkan tahun 1948. Di UII kemudian dibuka beberapa fakultas seperti Hukum, Ekonomi, Pendidikan dan Agama.14 Perubahan ini bisa jadi jawaban dari kegelisahan para tokoh agar masyarakat Muslim memiliki Universitas Islam dan yang memiliki cakupan keilmuan lebih luas. Sekalipun hal tersebut bermakna bahwa kajian Islam/keislaman hanya di tempatkan dalam satu Fakultas Agama Islam.
Mujiburrahman menilai bahwa pandangan Natsir, Satiman dan Hatta dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam mengikuti pendidikan Barat. Mereka menyadari bahwa pola pendidikan Barat memiliki banyak keunggulan yang dalam batas tertentu dapat diadopsi untuk pendidikan tinggi Islam. Keinginan Natsir agar tokoh agama Islam mengerti persoalan-persoalan dunia, kekhawatiran Satiman dengan kualitas ulama pesantren yang kalah dengan pendeta-pendeta Kristen karena yang terakhir mendapatkan pendidikan tinggi ala Barat, serta keinginan Hatta memasukkan pelajaran filsafat, sejarah, sosiologi dan hukum dalam kajian Islam di
12Fuad Jabali dan Jamhari (eds.),
IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 2002), 4.
13 Mujiburrahman,
Masa Depan Kajian Keislaman di PTAI, makalah Annual Conference on
Islamic Studies ke IX di Surakarta, 2-5 Nopember 2009. Lihat: Dalam sumber lain disebutkan bahwa STI berdiri pada 8 Juli 1946, lihat Mochtar Buchori dan Adam Malik,“Higher Education in Indonesia” dalam Philip G. Altbach dan Toru Umokoshi (eds.), Asian Universities: historical Perspectives and Contemporary Challanges (Baltimore: The Jhon Hopkins University Press, 2004), 266-267.
14 Mujiburrahman,
Masa Depan Kajian Keislaman di PTAI, makalah Annual Conference on
(22)
perguruan tinggi, semua ini menunjukkan adanya pengaruh pendidikan Barat dalam gagasan mereka.15
Tetapi sejarah rupanya bergerak ke arah yang berbeda. Pada tahun 1950 Fakultas Agama UII ditetapkan pemerintah menjadi lembaga tersendiri yang disebut Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN). Pada tahun 1951, PTAIN memiliki tiga fakultas yaitu Fakultas Tarbiyah, Qadha’ dan Dakwah. Maka berbeda dengan posisinya sebagai salah satu fakultas di UII, di PTAIN kajian-kajian keislaman dirinci dalam beberapa fakultas. Besar kemungkinan bahwa pembagian fakultas-fakultas tersebut dipengaruhi oleh model perguruan tinggi di Timur Tengah, khususnya Mesir, yang telah memiliki kontak budaya dan politik yang cukup dekat dan lama dengan bangsa Indonesia.16
Matakuliah kajian al-Qur’an hanya ditawarkan pada satu matakuliah Tafsir, bersamaan dengan penawaran matakuliah lainnya seperti: Bahasa Arab, Pengenalan Studi Agama, Hadits, Ilmu Kalam, Logika, Akhlak, Tasawuf, Perbandingan Agama, Dakwah, Sejarah Islam, Psikologi dan lainnya.17
Selanjutnya, pemerintah RI di tahun 1950-an mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta dengan tiga fakultas: Pendidikan Agama, Bahasa Arab, dan Guru Agama Militer. Pada tahun 1960, pemerintah kemudian menggabungkan PTAIN dan ADIA menjadi satu dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan Fakultas Syariah dan Ushuluddin di Yogyakarta, dan Fakultas Tarbiyah dan Adab di Jakarta. Kemudian pada 1963, IAIN Yogyakarta dan Jakarta ditetapkan berdiri sendiri, masing-masing dengan nama IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Syarif Hidayatullah. Sejak pertengahan 1960-an kemudian sejumlah IAIN didirikan di berbagai provinsi di luar jawa.
C. Kajian al-Qur’an pada Jenjang S1.
15 Mujiburrahman,
Masa Depan Kajian Keislaman di PTAI, makalah Annual Conference on
Islamic Studies ke IX di Surakarta, 2-5 Nopember 2009.
16 Mujiburrahman,
Masa Depan Kajian Keislaman di PTAI, makalah Annual Conference on
Islamic Studies ke IX di Surakarta, 2-5 Nopember 2009.
17 Fuad Jabali dan Jamhari (eds.),
IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta: Logos,
(23)
Dalam catatan Mahmud Yunus, sebagaimana yang dikutip oleh Baidan, dapat dilihat bahwa pengkajian al-Qur’an secara khusus di PTAI belum muncul. Hal ini dibuktikan dengan hanya adanya satu matakuliah Tafsir dalam kurikulum PTI Jakarta 1951 ataupun kurikulum Fak. Agama Islam Universitas Cokroaminoto.Sekalipun demikian sudah ada sejumlah tafsir buku ilmu tafsir yang menjadi rujukan pada matakuliah tersebut, yaitu: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Baidhawi, Tafsir al-Sawi, buku Pengantar Tafsir, dan buku Ilmu Tafsir Jalaluddin al-Suyuti.18 Menurut Baidan, sampai dasa warsa tahun tujuh puluhan kurikulum PTAI jurusan Tafsir masih didominasi oleh kajian fiqh.
Merujuk pada sejarah pendirian PTIQ Institut PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an) merupakan pendidikan tinggi pertama yang mengkhususkan diri di bidang kajian ilmu-ilmu Al-Qur'an didirikan 1 April 1971 oleh Yayasan Ihya 'Ulumiddin yang dipimpin oleh K.H. Moh. Dahlan (Menteri Agama saat itu). Sejak 12 Mei 1973 pengelolaan Institut ini diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Al-Qur'an yang didirikan oleh Letjen (Purn.) H. Ibnu Sutowo. Kini diteruskan oleh putranya, H. Ponco Susilo Nugroho.
Pendirian PTIQ dilatari oleh kesadaran akan semakin langkanya ulama ahli Al-Qur'an (terutama para hafizh) sementara sangat didambakan dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Sejak Musabaqah Tilawatil Qur'an Nasional I di Makasar 1968.Keberadaan para ulama ahli Al-Qur'an ini sangat terasa, sehingga tak kurang Presiden Republik Indonesia dalam amanatnya pada Musabaqah Tilawatil Qur'an Nasional III di Banjarmasin mengingatkan pentingnya untuk meningkatkan upaya penghayatan dan pemahaman kitab suci Al-Qur'an sebagai pedoman hidup manusia.
Sejak berdirinya Institut PTIQ secara berturut-turut dipimpin oleh ulama-ulama terkemuka negeri ini : Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML; K.H. Syukri Ghozali; K.H.
18 Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ( Jakarta: Penerbit Mutiara, 1979),
264-265 dan 318-319. Sebagaimana yang dikutip oleh Nasruddin Baidan, dalam tabel 16-17: Nashruddin Baidan, Perkemabangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai Pustaka
(24)
Zainal Abidin Ahmad; Prof. Dr. K.H. Bustami A. Ghani; Prof. Dr. K.H. Chatibul Umam.Dan kini Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.19
Menyusul Berikutnya adalah Perguruan Tinggi IIQ (Institut Ilmu al-Qur’an). (IIQ) Jakarta didirikan pada tanggal 12 Rabiul Awal 1397 H. Bertepatan dengan tanggal 1 April 1977 M oleh Yayasan Affan, diketuai H. Sulaiman Affan. Pendirian ini atas gagasan Prof. K. H, Ibrahim Hosen, LML. Institut Ilmu Al-Qur’an Kemudian sejak tahun 1983 hingga sekarang IIQ diselenggarakan oleh Yayasan IIQ, diketuai Hj. Harwini Joesoef. Pada mulanya IIQ membuka Program Magister khusus untuk wanita dengan dukungan penuh dari seluruh gubernur di seluruh Indonesia guna memenuhi seluruh tenaga khusus di berbagai propinsi dan dipersiapkan pula sebagai tenaga pengajar pada program Strata satu (S1). Setelah meluluskan dua angkatan IIQ mebuka ptogram S1 tahun 1982 dan membuka kembali Program S2 tahun 1998.
IIQ merupakan lembaga pendidikan tinggi yang menggabungkan system pendidikan pesantren dan perguruan tinggi dengan orientasi mencetak ulama wanita yang hafal Al-Qur’an, intelek, berwawasan luas dan ahli di bidang Ulumul Qur’an. Secara spesifik program S1 mendalami kajian dan pengembangan ilmu-ilmu Al-Qur’an serta bidang keilmuan yang sesuai dengan program studinya. Sementara Program Pascasarjana Magister Studi Agama Islam dimaksudkan untuk lebih mendalami dan mengembangkan Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadis.
Keberadaan IIQ telah melahirkan qari’ah dan hafizah yang mampu tampil di arena Musabaqah Tilawatil Qur’am (MTQ) Nasional maupun International.
19 Visi: Terwujudnya Lembaga Pendidikan Tinggi yang Unggul Dalam Pengkajian,
Pengembangan, dan Pengamalan Al-Qur'an. Misi: 1.) Mencetak sarjana dan ulama yang ahli
Al-Qur'an, 2. Mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur'an sebagai khazanah dan sumbangsih bagi pengembangan budaya untuk ketinggian martabat, kemajuan, dan kesejahteraan umat manusia, 3. Mengaktualisasikan pesan-pesan Al-Qur'an dalam upaya menjawab problematika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tujuan: 1. Mencetak kader-kader ulama yang hafidz Al-Quran.2. Menghasilkan
sarjana yang mendalami ilmu-ilmu agama Islam (Tafaqquh fid-din) dan bertanggung jawab atas pengembangan agama (iqamat ad-din) serta pembangunan masyarakat. 3. Mengembangkan kajian ilmu-ilmu Al-Qur'an, pesan-pesan dan nilai-liai yang terkandung didalamnya, untuk dapat diterapkan dalam kehidupan nyata serta sebagai sumbangan untuk mengatasi berbagai problem masyarakat. Diunduh dari: http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&view= article&id=74: sejarah-visi-misi-a-tujuan-&catid=40:yayasan&Itemid=62>
(25)
Mahasiswa yang tidak memiliki bakat sebagai qariah sekalipun tetap diharuskan mendalami ilmu Nagham (Seni Baca Al-Qur’an ) sebagai ilmu. Dua orientasi yaitu pengembangan seni tilawah disertai pemahaman akan kandungan Al-Qur’an dan Hadis dengan pendalaman ilmu-ilmu pendukungnya dikemas dalam satu paket pendidikan bertujuan menghasilkan sarjana Al-Qur’an yang mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat.20
Jurusan Tafsir Hadits di Fakultas Ushuluddin: Saat berdiri pada tahun 1963, Fakultas Ushuluddin memiliki dua jurusan: Jurusan Dakwah dan Jurusan Perbandingan Agama. Dari dua jurusan tersebut tampak bahwa fakultas ini didirikan untuk menghasilkan tenaga ahli di bidang dakwah, baik dakwah untuk intern umat Islam maupun dakwah membela Islam dari serangan pihak luar melalui keahlian dalam bidang Perbandingan Agama.
Sejalan dengan visi untuk menjadikan Fakultas Ushuluddin sebagai pusat kajian pemikiran Islam, kemudian dibuka Jurusan Aqidah-Filsafat pada tahun 1982. Pada tahun 1989 berdiri pula Jurusan Tafsir-Hadits, sementara pada saat yang sama Jurusan Dakwah memisahkan diri menjadi fakultas tersendiri. Pada tahun akademik 1999/2000 dibuka secara bersamaan Program Studi Pemikiran Politik Islam dan Program Studi Sosiologi Agama.21
Program Studi ini bertujuan menghasilkan sar-jana yang menguasai ilmu-ilmu Al-Qur'an, Tafsir, Hadis dan ilmu-ilmu Hadis. Mata Kuliah Keahlian yang diberikan dalam Program Studi ini meliputi: Ulumul Qur'an, Ulumul Hadits, Tafsir, Hadits, Metodologi Penelitian Tafsir/Hadis, Ilmu Akhlak, Aliran Kepercayaan, Orientalisme, Filsafat Ilmu, Mantiq/Logika, Filsafat Islam, Metode Tafsir, Membahas Kitab Tafsir, Takhrijul Hadits, Membahas Kitab Hadits, Ushul Fiqh, dan Tasawuf.22
20VISI IIQ adalah menjadikan Institut Ilmu Al Qur'an Jakarta sebagai pusat studi Al Qur'an
dan Hadis yang mampu merespon perkembangan jaman. MISI IIQ adalah membentuk ulama/sarjana muslim, terutama wanita, yang hafal Al Qur'an, memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional dalam bidang ilmu agama Islam, khususnya ilmu-ilmu Al Qur'an, serta mempunyai wawasan yang luas dan berakhlak mulia.TUJUAN IIQ adalah menghasilkan ulama / sarjana muslim S1 dan S2
terutama wanita dalam bidang Ulumul Qur'an dan Ulumul Hadis, yang memiliki keahlian dalam mengungkapkan pemikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis, kritis, dan logis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Diunduh dari: http://www.iiq.ac.id/index.php?pn=about&id=2
21 http://www.uinjkt.ac.id/index.php/fakultas/fuf/info-fakultas.html 22 http://www.uinjkt.ac.id/index.php/fakultas/fuf/info-fakultas.html
(26)
Prodi Tafsir Hadits di UIN Yogyakarta:
Prodi Tafsir Hadits di IAIN Sunan Ample Surabaya:
Menurut Quraish Shihab, pola pengajaran tafsir yang selama ini terjadi di pesantren dan perguruan tinggi pada tahun 90-an, yang berupa sorogan dan metode muhaḍarah, keduanya memiliki kelemahan. Dengan dua metode pengajaran tersebut tidak memberikan kemampuan pada peserta didik untuk menguasai ilmu, akan tetapi hanya produk tafsir. Misalnya hanya pada beberapa produk penafsiran seorang mufassir (tafsir al-Durr alManthūr, atau al-Marāghī).23 Ia menawarkan dua alternatif model pembelajaran Tafsir diperguruan tinggi. Pertama: memberikan pengajaran kaidah tafsir. Para mahasiswa di support untuk mampu menggunakna kaidah-kaidah terseut pada saat memulai untuk menafsirkan al-Qur’an. Diskusi antar mahasiswa dosen, dan elaborasi dosen atas kaidah-kaidah penafsiran diperlukan untuk menguatkan pemahaman mahasiswa dalam memperoleh cara megaplikasikan kaidah penafsiran dalam makalah mereka. Kedua, pengenalan atas Kitab-kitab tafsir yang telah ada. Hal ini diperlukan agar mahasiswa memiliki pengetahuan tentang bagaimana para ulama terdahulu menafsirkan al-Qur’an. Hanya saja pemahaman ulama terdahulu atas suatu masalah terkadang ketingggal jaman. Kalau pun tidak demikian menghasilkan pemahaman partial atas suatu masalah. Maka ketelitian untuk melihat latar belakang pendidikan, kondisi sosial-budaya tempat mufassir hidup sangat diperlukan. Ini dimaksudkan agar mahasiswa memahami bahwa semua latar belakang akan mempengaruhi produk tafsirnya.24
D. Studi al-Qur’an pada Jenjang Pascasarjana:
M. Atho Mudzhar, mengatakan bahwa “Harsya Bachtiar, Guru Besar jurusan Sosiologi Universitas Indonesia, seringkali menyatakan bahwa IAIN harus mengambil sikap yang tegas antara sebagai lembaga dakwah atau lembaga pendidi kan tinggi”. Hal tersebut berkali-kali ia ungkapkan pada saat memberikan penyuluhan pada peserta Program Latihan Penelitian Agama (PLPA)
23 Quraish Shihab,
Membumikan al-Qur’an: fungsi dan Peran Wahyu dalamKehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1992), 180-182.
24 Quraish Shihab,
(27)
dari tahun 1976 sampai pertengahan 1980-an. Dalam pandangannya, sudah sepantasnya IAIN yang telah banyak mengeluarkan lulusan dengan gelar Drs, memberikan gelar Dr dengan polapemberian pendidikan reguler.25
Barulah pada tahun 1982 IAIN Jakarta membukan program Pascasarjana yang kemudian disusul oleh IAIN Yogyakarta. Pada awalnya program pascasarjana yang ada merupakan Kursus Pasca Sarjana (Post Graduate Course-PGC) dengan jangka waktu satu tahun. Prof Harun Nasution berperan besar dalam pengembangan program pascasarjana semua IAIN khususnya di Jakarta dan Yogya. 26
Ada 128 Program Studi yang ditawarkan di jenjang pascasarjana di PTAIN seluruh Indonesia. 109 merupakan program studi jenjang magister (S2) dan 19 program studi pada jenjang Doktor.27 Data tersebut, dengan merujuk pada daftar Program Studi dan Konsentrasi di Program Pascasarjana yang diinventarisir oleh Kementrian Agama, hanya dua PTAI yang menyelenggarakan program studi/konsentrasi Tafsir-hadits pada jenjang S2 dan S3. Pertama, SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan kedua, UIN Alauddin Makasar. Program Pascasarjana yang secara definitif memiliki prodi Tafsir Hadits hanya pada jenjang S2 hanyalah IAIN Sumatra Utara Medan dan STAIN Salatiga dengan Studi al-Qur’an.28
1. Gambaran Umum
a. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di SPs UIN Jakarta
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN, sebelumnya bernama IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta didirikan pada tahun 1982, dengan nama Fakultas Pascasarjana, berdasarkan Surat Keputusan Direktur
25 Pada tahun 1960 IAIN Syarif Hidayatullah jakarta pernahmemberikan gelar Dr HC kepada
Ir. Soekarno dan Syekh Ahmad Kaftaru. Lihat M. Atho Mudzhar,
26 M. Atho Mudzhar, “
Kedudukan IAIN sebagai Perguruan Tinggi”, dalam Artikel Pilihan Jurnal Perta, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI, diunduh dari:
www.ditpertais.net/arti kel /atho01.htm. (17 Okt 2012)
27“Program Pascasarjana pada PTAIN” dalam www.ranking-ptai.info/pps_ptain/ diakses pada:
22 Sept 2012.
28 Kopi Lampiran DAFTAR PROGRAM STUDI DI LINGKUNGAN PTAIN JENJANG
PASCASARJANA (MAGISTER [S2] DAN DOKTOR [S3]), yang ditandatangani oleh Kasubdit Kerjasama Diktis, Dr. H. Mastuki.
(28)
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (Dirjen Binbaga Islam) Departemen Agama R.I., H. Anton Timur Djaelani MA, No. KEP/E/422/81.
Keputusan tersebut menyatakan bahwa IAIN Jakarta telah memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Program Pascasarjana. Surat keputusan Dirjen Binbaga Islam itu diperkuat oleh Surat Keputusan Menteri Agama No. 78 tahun 1982 yang berisi ketetapan tentang pembukaan Fakultas Pascasarjana pada IAIN Jakarta dan mengangkat Prof. Dr. Harun Nasution sebagai Dekan. Pada tahun 1992 nama Fakultas Pascasarjana diubah menjadi Program Pascasarjana dan jabatan Dekan Fakultas sebagai pimpinan diubah menjadi Direktur Program Pascasarjana.
Pendirian Program Pascasarjana merupakan tuntutan kemajuan dan dinamika pendidikan Islam di Indonesia. Program Pascasarjana pada awalnya didirikan terutama dengan tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas akademik dosen agama Islam pada perguruan tinggi terutama dosen-dosen IAIN. Sejalan dengan tuntutan tersebut, Program Pascasarjana IAIN Jakarta pada mulanya diselenggarakan sebagai proyek Departemen Agama yang bertujuan meningkatkan kualitas dosen Perguruan Tinggi Agama Islam dan dosen agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum (PTU) Negeri.
Peserta Program Pascasarjana IAIN Jakarta pada awalnya (tahun akademik 1982/1983) adalah dosen-dosen yang berasal dari berbagai IAIN di Indonesia, namun sejak tahun akademik 1985/1986 Program Pascasarjana IAIN Jakarta menerima peserta dari tenaga pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PTU) Negeri, dan sejak tahun 1990/1991 menerima peserta dari tenaga pengajar agama Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta. Selain itu Program Pascasarjana IAIN Jakarta menerima mahasiswa dari luar negeri, dari lembaga-lembaga dalam negeri, alumni IAIN atau perguruan tinggi lainnya selama persyaratan akademik dapat dipenuhi.
(29)
Dalam membicarakan sejarah Pascasarjana UIN Jakarta penting dikemukakan peranan Prof. Dr. Harun Nasution. Pendirian Program Pascasarjana IAIN Jakarta merupakan ide dan pemikirannya sejak ia menjabat sebagai Rektor IAIN Jakarta. Beliau menekankan pentingnya lembaga yang menyelenggarakan pengkajian Islam secara komprehensif, mendalam dan rasional sehingga dapat melahirkan ulama yang mampu berijtihad untuk menjawab masalah-masalah yang timbul pada zamannya. Ide ini mendapat respon positif dari para pendiri dan civitas akademika IAIN Jakarta. Dukungan yang besar juga datang dari Menteri Agama pada saat itu (1978-1982), Prof. Dr. A. Mukti Ali. Ide dan pemikiran Harun Nasution dilaksanakannya dengan mendirikan Program Pascasarjana IAIN Jakarta sebagai Program Pascasarjana yang pertama di lingkungan IAIN di Indonesia. Sesudah itu berdiri pula Program Pascasarjana IAIN Yogyakarta yang dipimpin oleh Prof. Dr. A. Mukti Ali.
Arah pengembangan Program Pascasarjana IAIN Jakarta dirumuskan dan diletakkan dasar-dasarnya oleh Prof. Dr. Harun Nasution dengan mendirikan program studi pengkajian Islam. Program studi ini selanjutnya dikembangkan dalam berbagai bidang konsentrasi, mengacu kepada pembidangan ilmu agama Islam yang berlaku ketika itu (ditetapkan dalam SK Menteri Agama), yang meliputi Pemikiran Islam, Syari’ah, Tafsir-Hadis, Dakwah, Pendidikan Islam, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Bahasa dan Sastra Arab, dan Perkembangan Modern dalam Islam.
Pada awal berdirinya Program Pascasarjana IAIN Jakarta menyelenggarakan satu program studi tingkat Magister yaitu program studi “Pengkajian Islam” (Dirasat Islamiyyah atau Islamic Studies). Pada tahun 1996/1997 dibuka konsentrasi Syariah, dan pada tahun 1997/1998 dibuka empat konsentrasi lain, yaitu Pemikiran Islam, Tafsir dan Hadis, Sejarah dan Peradaban Islam, dan Islam dan Modernitas. Dan selanjutnya, pada tahun 1988/1999 dibuka tiga konsentrasi lagi, yaitu Pendidikan Islam, Bahasa dan Sastra Arab, dan Dakwah dan Komunikasi. Dalam perkembangan selanjutnya (tahun 1999/2000) konsentrasi Islam dan Modernitas digabungkan ke dalam konsentrasi yang ada, dan dibuka satu konsentrasi lagi yaitu Ekonomi Islam.
Program Pasca tingkat Doktor dibuka pada tahun 1984 dengan program studi Pengkajian Islam. Mulai tahun akademik 1998/1999 dibuka konsentrasi Syari’ah dan
(30)
pada tahun-tahun berikutnya dibuka pula konsentrasi Tafsir Hadis, Pemikiran Islam, dan sebagainya sebagai kelanjutan dari program studi yang dibuka pada tingkat Magister yang telah menghasilkan lulusannya.
Pada tahun 1999 Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan memperoleh peringkat Unggul, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi No. 025/BAN-PT/Ak-I/S2/IX/2000. Pada tanggal 19 Desember 2008 program Magister telah memperoleh akreditasi skor 4.7 (peringkat A) dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) No. 018/BAN-PT/Ak-VI/S2/XII/2008. Status akreditasi program Magister ini berlaku sampai dengan 19 Desember 2013. Program Doktor sudah memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) No. 002/BAN-PT/Ak-IX/S3/VI/2010 dengan skor 4.7 (peringkat A). Status akreditasi program Doktor ini berlaku sampai dengan 11 Juni 2015.
b. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di PPs UIN Yogyakarta
Sejak Tahun Akademik 1983/1984 UIN Sunan Kalijaga merintis pendidikan formal bagi para sarjana yang ingin memperoleh gelar Magister dan Doktor. Rintisan ini berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 26 tahun 1983 yang ditetapkan kembali dengan Keputusan Menteri Agama No. 208 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Agama No. 95 Tahun 1999. Pada Tahun Akademik 1985/1986 untuk pertama kalinya Program Pascasarjana melahirkan lulusan Magister dan mulai saat itu pula dilaksanakan kegiatan perkuliahan Program Doktor (S3).
Pendidikan formal ini pada mulanya disebut Fakultas Pascasarjana dan Pendidikan Doktor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selanjutnya, untuk pertama kalinya dekan fakultas Pascasarjana dan Pendidikan Doktor dijabat oleh Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, H. Zaini Dahlan, M.A. Tidak berapa lama menjabat dekan, H. Zaini Dahlan, M.A. diangkat pemerintah RI sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama. Selanjutnya, jabatan
(31)
dekan Fakultas Pascasarjana dan Pendidikan Doktor dilimpahkan kepada Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat.
Pada perkembangan selanjutnya, nama Fakultas Pascasarjana dan Pendidikan Doktor diubah menjadi Program Pascasarjana yang dipimpin oleh seorang direktur. Untuk pertama kalinya, jabatan Direktur Program Pascarjana IAIN Sunan Kalijaga ini dijabat oleh Prof. Dr. H. Nourouzzaman Shiddiqi, M.A. Namun tanggal 16 Juli 1999 beliau wafat. Selanjutnya, Pejabat Direktur Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga dirangkap oleh Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar, berdasarkan pada Keputusan Rektor IAIN Sunan Kalijaga, Nomor: 198/Ba.0/A/1999.
Mulai tahun 2001/2002 Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga menerapkan Kurikulum Terpadu S2/S3. Sistem yang dipakai penuh, setiap mahasiswa bebas memilih matakuliah yang ditawarkan dengan memenuhi jumlah SKS yang telah ditetapkan. Seiring dengan transformasi UIN berdasarkan Keppres No. 50 tanggal 21 Juni 2004, lembaga ini juga berubah menjadi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. 29
c. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di PPs IAIN Surabaya.
Saat ini PPs IAIN Sunan Ampel menyelenggarakan Program Magister (S2) dan Program Doktor (S3). Program Magister (S2) berdiri berdasarkan SK Menteri
Agama RI. Nomor 286 Tahun 1994. Melalui tahun akademik 2001/2002 PPs IAIN Sunan Ampel membuka Program Doktor(S3)bidang Islamic Studies (al-Dirasat al
29 Visi: Menjadi Program Pascasarjana yang unggul dan terkemuka dalam pemaduan dan
pengembangan studi keislaman dan keilmuan bagi kemajuan peradaban Misi: 1. Mengembangkan
pendidikan dan pengajaran jenjang Magister dan Doktor yang interkonektif-integratif, transformatif dan multikultural.2.) Mengembangkan wawasan keislaman dan keilmuan yang inklusif dan transendental., 3.) Meningkatkan riset dan pengembangan keislaman dan keilmuan yang kontributif bagi khazanah peradaban, 4.) memajukan peradaban dalam bingkai universalitas nilai-nilai islam dalam kebhinnekaan Indonesia, 5.) Mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan dan pelayanan akademik dan kemasyarakatan.Tujuan:
Melahirkan sarjana strata dua (S2) dan strata tiga (S3) dalam bidang studi Islam dengan penguasaan keilmuan yang aktual-inklusif dan metodologi yang kuat dalam kerangka transformasi sosial yang humanis-transendental
(32)
Islamiyah) berdasarkan SK Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI. Nomor E/250/TH-2001.30
Program Magister (S2) PPs IAIN Sunan Ampel Surabaya menawarkan sembilan bidang konsentrasi, yaitu konsentrasi Shari’ah, Pemikiran Islam,
Pendidikan Islam, Ekonomi Islam, Tafsir Hadits, Pengajaran Bahasa Arab, Dakwah, Aqidah Akhlak dan PGMI(Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial).
1. Konsentrasi Shari’ah mengkaji materi yang berorientasi pada pendalaman hukum Islam. Kajian ini dimaksudkan untuk mengembangkan wawasan peserta agar mereka memiliki kapasitas berfikir yang kritis terhadap berbagai perubahan yang membutuhkan kepastian hukum.
2. Konsentrasi Pemikiran Islam mengkaji hasil budidaya pemikiran tentang Islam mulai dari pemikiran filsafat, teologi, tasawuf sampai sejarah. Karena konsentrasi ini menyajikan beberapa bidang yang bersinggungan, maka dilakukan sikap selektif dalam meramu materinya.
3. Konsentrasi Pendidikan Islam menjadikan sub-sub dalam disiplin pedagogi sebagai wacana kajiannya, baik yang terkait dengan filsafat pendidikan,
pengembangan kurikulum, teknologi pendidikan, evaluasi pendidikan dan teori belajar.
4. Konsentrasi Ekonomi Islam mengkaji prinsip-prinsip dasar syari’ah yang membahas sistem nilai ekonomi Islam. Di samping itu perkuliahan dalam
konsentrasi ini mengkaji kerangka sosial dan budaya yang mendasari munculnya aktifitas ekonomi, bentuk organisasi, sistem serta norma yang mengatur aktifitas ekonomi dalam masyarakat muslim.
30 VISIProgram Pascasarjana (PPs) IAIN Sunan Ampel Surabaya adalah menjadi salah satu
program studi terkemuka di Indonesia di bidangkajian ke-Islaman melalui pengembangan sumber daya manusia yang berorientasi pada ilmu pengetahuan, memiliki sikap terpuji dan perilaku profesional yang berkualitas internasional. Dari saat ke saat PPs selalu berbenah diri untuk mewujudkan visi tersebut. MISI: Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya adalah menyelenggarakan pendidikan yang menekankan pada penelitian ilmiah dan mengembangkan tradisike-Islaman yang meliputi keyakinan masyarakat dan peradaban. Di samping itu juga mengembangkan kemampuan metodologis dalam menyerap dan mengembangkan tradisi ke-Islaman dalam konteks sejarah dan kawasan, serta menekankan pada pengembangan kajian asal usul tradisi ke-Islaman, perubahan, dan evolusi di dunia muslim. Kajian ini juga menekankan pada dinamika kontemporer yang terjadi di dunia Islam dikaitkan dengan warisan klasik dan pengembangan modern.
(33)
5. Konsentrasi Tafsir Hadits memfokuskan kajiannya pada pengembangan studi yang berkaitan dengan Tafsir dan Hadits yang di perkuat dengan ilmu-ilmu pendukung, klasik dan kontemporer.
6. Konsentrasi PendidikanBahasa Arab mengkaji ilmu kependidikan kebahasaan, terutama bahasa Arab yang didesain bagi peminat yang bahasa ibunya bukan bahasa Arab.
7. Konsentrasi Dakwah memfokuskan kajiannya pada ilmu-ilmu dakwah terkait dengan filsafat, strategi dan metodologi dakwah.
Program Doktor (S3) PPs IAIN Sunan Ampel Surabaya bidang Islamic Studies (al-Dirasat al-islamiyah) menawarkan kajian ke-Islamanyang menekankan pada kajian empirik, menggali dan menganalisis dinamika kontemporer yang terjadi dalam masyarakat Islam (terutama Indonesia), mengaitkan tradisi Islam klasik dengan perkembangan kontemporer, dengan tetap membuka peluang kajian non-empirik.31
2. Metode Pengajaran dan Matakuliah
a.. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di SPs UIN Jakarta
Pada tahun 2000an Program Pascasarjana IAIN Jakarta memiliki beberapa konsentrasi kajian,32 Program Studi Tafsir Hadits merupakan salah satunya. Namun demikian setiap mahasiswa, baik magister maupun doktor akan wajib mengambil satu matakuliah yang terkait dengan kajian al-Qur’an. Matakuliah Ulum al-Qur’an merupakan matakuliah wajib di ambil oleh setiap mahasiswa magister, dan matakuliah Tafsir Maudhu’i adalah matakuliah yang wajib diambil mahasiswa
31 Tujuan Utama Program Pascasarjana IAINSunan Ampel Surabaya, diselemggarakan untuk
menghasilkan tenaga ahli dalam bidang ilmu ke-Islaman yang kelak dapat bertindak sebagai tenaga penggerak pendidikan dan pengajaran, serta penelitian dan pengembangan ilmu ke-Islaman. Adapun tujuan khususnya adalah: a. Mengembangkan kemampuan, keahlian dan penguasaan peserta program dalam bidang ilmu ke-Islaman serta ilmu bantu yang diperlukan untuk pendukung proses pengembangan dan penelitian ilmu ke-Islaman tersebut. b. Menanamkan sikap yang tanggung jawab di bidang ilmu ke-Islaman.
32 Konsentrasi yang ada antara lain: Program Pemikian Islam, Program Studi Syari’ah,
Program Studi Pendidikan Islam, Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam, Program Studi Tafsir Hadits, Program Studi Bahasa dan Sastra Arab, Program Studi Dakwah dan Komunikasi, Program Studi Ekonomi Islam, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Akademik 2000/2001 (Jakarta:
(34)
program Doktor. Berikut adalah tabel Matakuliah wajib dan pilihan program studi Magister Tafsir Hadits:
Table 2.1
Matakuliah Dasar dan Pilihan
Program Studi Magister Tafsir Hadits PPs IAIN Jakarta 2000/2001 I. Matakuliah Dasar (dapat diambil) 12-15 sks
No MATAKULIAH SKS
1 Ulumul Qur’an 3
2 Ulumul Hadits 3
3 Sejarah Pemikiran Islam 3 4 Sejarah Peradaban Islam 3 5 Sejarah Pemikiran Hukum Islam 3 II. Matakuliah Program Studi
1 Man aj al-Mufassirīn 3
2 Tafsir Ta līlī 3
3 Studi Naskah Tafsir 3
4 Sejarah dan Pemikiran Tafsir 3 III. Matakuliah Penunjang
1 Filsafat Ilmu 0
2 Metodologi Penelitian 0
Pada program studi lainnya ditawarkan pula matakuliah materi kajian al-Qur’an, seperti matakuliah Tafsir Ahkam untuk prodi Syari’ah, Matakuliah Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an, dan matakuliah Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an dan Hadits. Penelusuran atas matakuliah di program magister menunjukkan bahwa penawaran matakuliah prodi tafsir dan hadits paling sedikit di bandingkan dengan prodi-prodi lainnya. Prodi Tafsir Hadits hanya menawarkan 4 matakuliah program studi, sedangkan prodi lain menawarkan 7 matakuliah dengan jumlah sks 3 per matakuliah.33 Apa alasan kondisi tersebut belum terlacak, bisa jadi
33 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
(35)
karena beberapa matakuliah kajian al-Qur’an sudah disajikan pada jenjenang S1 sehingga tidak mungkin lagi menawarkan matakuliah pilihan yang sama. Hanya saja apabila argumen ini di terima maka cukup sulit untuk membedakan atas matakuliah wajib ulum al-Qur’an di program magister dengan matakuliah ulumul Qur’an yang disajikan di S1.34
Program Doktor PPs IAIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2000/2001 menawarkan matakuliah wajib kepada mahasiswanya sebanyak 12 SKS. Adapun matakuliah pilihan yang minimum harus dimbil di program doktor adalah 18 SKS. Sedangkan matakuliah yang ditawarkan oleh PPs untuk program Doktor Program studi (konsentrasi) Tafsir Hadits hanya berjumlah 4 matakuliah dengan akumulasi sks 12.35 Oleh karena itu, seorang mahasiswa program doktor masih harus mengambil minimal 2 matakuliah lainnya untuk memenuhi 18 matakuliah. Tentunya, mereka akan mengambil matakuliah-matakuliah tersebut dari program studi lainnya.
Yang menarik untuk dilihat, sebenarnya ada pada matakuliah wajib yang harus diambil oleh semua mahasiswa. Salah satu dari matakuliah tersebut adalah Tafsir Maudhu’i. Disajikannya matakuliah ini sebagai matakuliah wajib, seakan-akan menandaskan bahwa PPs mensupport para mahasiswanya untuk menyusun disertasi dengan pendekatan tematik al-Qur’an sekalipun bukan berasal dari program studi Tafsir Hadits. Minimalnya gerakan penyusunan tafsir tematik dalam karya ilmiah menjadi kecenderungan mahasiswa doktor ataupun magister pada masa itu. Maka tidak heran bila karya disertasi yang mucul di bidang kajian al-Qur’an di dominasi karya-karya yang menggunakan pendekatan tafsir tematik (bisa dilihat pada sub bab selanjutnya). Berikut adalah table matakuliah yang di tawarkan pada program doktor program studi Tafsir Hadits.
Matakuliah Dasar dan Pilihan
Program Studi Doktor Tafsir Hadits PPs IAIN Jakarta 2000/2001 I. Matakuliah Wajib
34 Matakuliah Ulumul Qur’an ditawarkan dua kali di Fakultas Ushuluddin, pertama pada
semester I sebagai MKDK dan kedua pada semester III sebagai MKK, Lihat IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Akademik 2000/2001, 70, 73.
35 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
(36)
No MATAKULIAH SKS
1 Tafsir Maudhu’i 3
2 Hadits Maudhu’i 3
3 Studi Naskah I 3
4 Studi Naskah II 3
II. Matakuliah Pilihan
1 Tafsir di Indonesia 3
2 Tafsir Kontemporer 3
3 Hadits Ahkam 3
4 Studi Naskah Hadits 3
b. S2 & S3 Kajian al-Qur’an di PPs IAIN Surabaya.
Di PPs IAIN Sunan Ampel matakuliah Studi al-Qur’an termasuk salah satu dari lima matakuliah dasar yang harus diambil oleh mahasiswa S2, baik konsentrasi Tafsir-hadits, Pendidikan, Syari’ah, Dakwah dan lainnya.
Tabel Matakuliah Dasar S2 Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel I. Matakuliah Dasar
No MATAKULIAH SKS
1 Studi al-Qur’an 3
2 Studi Hadits 3
3 Sejarah Peradaban Islam 3 4 Sejarah Pemikiran Islam 3
5 Filsafat Ilmu 3
Pola pengajaran yng diakukan dalam matakuliah Studi al-Qur’an dengan cara memberikan dua beban utama pada mahasiswa. Pertama, mahasiswa harus mempresentasikan judul-judul terkait dengan ulum al-Qur’an. Judul-judul tersebut dimulai dari “Sejarah al-Qur’an”, sab’at a rūf, hingga Jadal al-Qur’ān yang jumlah
(37)
judulnya tidak kurang dari 22 judul.36 Bisa jadi jumlah judul-judul tersebut disesuaikan dengan jumlah mahasiswa/i yang ada dalam satu kelas. Hanya saja dari materi yang dibahas sebenarnya tidak ada yang berbeda dengan pembahasan materi Ulum al-Qur’an I dan Ulum al-Qur’an II di Jenjang S1. Kedua, mahasiswa akan diminta untuk meresume isi dari satu kitab tafsir yang telah ditentukan dalam SAP. Kitab-kitab tafsir yang ditawarkan untuk diresume berjumlah 29 karya tafsir, dari Tafsir Rū al-Ma’ani karya al-Alūsī, hingga Tafsir Fī Ri āb al-Tafsīr karya „Abd al
-amīd al-Kishk.37 Sebagian besar karya tafsir ini telah di bahas juga dalam matakuliah Membahas Kitab Tafsir baik klasik maupun modern di jenjang S1.
Untuk jenjang S3 Studi Islam ada sejumlah matakuliah yang wajib diambil oleh:
I. Matakuliah Kompetensi Penunjang (MKKP)
No MATAKULIAH SKS
1 Paradigma Ilmu Sosial, Humaniora dan Agama 3 2 Pemikiran Islam Komtemporer dalam Perspektif Global 3 II. Matakuliah Kompetensi Khusus
1 Metodologi Studi Islam 3
2 Reading Islamic Texts 3
III. Matakuliah Kompetensi Utama
1 Islam dan Perubahan Sosial 3 2 Islam dan Ideologi Politik 3
3 Institusi Agama 3
4 Kajian Tafsir Tematik (sesuai konsentrasi) 3
5 Kajian Kritik Hadits (sesuai konsentrasi) 3
36 Kopi Naskah
Kisi-kisi Minimun Satuan Acara Perkuliah, matakuliah Studi al-Qur’an
Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, dosen Pembina matakuliah: Prof. Dr. Dra. Hj. Istibsyaroh, SH., M.Ag., 5-6.
37 Kopi Naskah
(38)
Dari tabel di atas terlihat bahwa mahasiswa progam doktor program studi kajian Islam yang memilih konsentrasi Tafsir Hadits, kajian al-Qur’an akan memiliki kecenderungan untuk menyusun disertasi terkait Tafsir Tematik dengan pendekatan sejumlah ilmu sosial yang telah mereka pelajari. Adapun mereka yang memilih konsentrasi hadits lebh ditekankan pada pendalaman materi kritik atas hadits.
(1)
90 Karir Erwati diawali menjadi guru SD di Sawahlunto tahun 1978-1980, Staf Doktik Bidang Penais Kanwil Dep. Agama Prop. Riau sejak tahun 1980-1984, Sekretaris Pusat Studi Wanita (PSW) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1987-1989, Kepala UPT Komputer IAIN Susqa Pekanbaru sejak tahun 1990-1994.55
Judul: “Metode Tafsir Maudhu>‘ i> Bâqir al-Shadr” Penulis: Lilik Ummi Kaltsum
Tahun Lulus: 2009
Pendidikan S1: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Pendidikan S2: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulis disertasi ini adalah sarjana strata S1 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Ushuluddin/Tafsir Hadis dan sarjana Pascasarjana S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta konsentrasi tafsir hadis pula.
Disertasi ini berawal dari kegelisahan penulis terkait dengan metode tafsir maudhu’i (tematis) yang semakin diminati para pemerhati kajian al-Qur‟an baik melalui ceramah ataupun tulisaan ilmiah dan non ilmiah. Secara teori metode tafsir mauhdu‟I dilahirkan adalah untuk mempermudah kaum muslimin untuk mengetahui konsep-konsep al-Qur‟an berdasarkan tema-tema yang diinginkan. Melalui metode ini para pembaca langsung disuguhkan dengan wawasan al-Qur‟an terkait tema-tema kehidupan, sehingga tanpa susah payah mengumpulkan sendiri ayat-ayat al-Qur‟an yang terkait. Lahirnya tafsir tematis ini sekaligus diharapkan untuk dapat dimanfaatkan masyarakat umum ketika menghadapi problem masyarkatnya.
Namun pada kenyataannya, sebagaimana yang diulas dalam disertasi tersebut perkembangan produk tematisasi al-Qur‟an cenderung “melangit”. Artinya produk tafsir tematis tersebut berhenti pada penyuguhan konsep al-Qur‟an tentang tema-tema tertentu, tetapi kurang menyentuh pada pemecahan
55 Silahkan lihat halaman biografi penulis dalam disertasinya Erwati Aziz,
Perspektif Millah Ibra>hi>m dalam Al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n Karya Muh{ammad H{usein al-Thaba>t}aba>‟i> (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008), h. 378.
(2)
91 problem realitas yang sedang diperlukan oleh masyarakat, padahal pengabaian analisa realitas dalam proses penafsiran justru berdampak pada ketidakmampuan produk tafsir menghadapi tantangan zaman atau akan terjadi kesenjangan antara produk tafsir dengan problematika sosial.
Oleh Karena itu, disertasi ini menolak atau tidak sependapat dengan al-Kûmî56 dan al-Farmâwî. Hasil pengamatan lilik, tematisasi al-Qur‟an yang dilahirkan kedua tokoh terebut hanya terfokus pada teks al-Qur‟an dan mengesampingkan analisa perkembangan realitas. Alasan inilah yang menguatkan argumentasi Lilik untuk memperkenalkan tokoh M. Baqir al-Shadr yang juga mempunyai tawaran tematisasi al-Qur‟an. Penekanan utama al-Shadr adalah tanggap terhadap realitas yang dia istilahkan dengan metode tafsir tematis yang berawal dari analisa realitas dan berakhir pada analisa teks al-Qur‟an (maudhû‘î min al-wâqi‘ ilâ al-nashsh).
Menurut penelitian ini tematisasi dengan model Baqir al-Shadr dapat melahirkan pandangan al-Qur‟an terkait tema-tema tertentu secara komprehensif-sistematis dan realistis-aplikatif bukan sekedar konsep normatif-idealis sehingga mampu menghadapi perubahan dan perkembangan zaman dan hasil penafsirannya sekaligus dapat menjadi jawaban atau kritikan terhadap problem realitas.57
Penelitian ini memperkuat penelitian beberapa tokoh yang juga menolak metode penafsiran tekstualis dan kurang menyentuh problematika realitas, antara lain Hasan Hanafî (Hasan Hanafî, Islam in the Modern World: Tradition, Revolution and Culture, vol.II, 2000 M.) yang menyatakan bahwa mayoritas tafsir memposisikan al-Qur‟an berada di puncak yang sulit atau penafsirannya sangat idealis dan tidak membicarakan realitas secara eksplisit. Demikian juga Fazlur Rahman yang menyatakan bahwa Islam mampu memecahkan problematika masyarakat yang terus berkembang.58 Dari sini ia melahirkan sebuah metode yang membedakan antara Islam normatif dan
56 Muhammad Sayyid al-Kûmî, al-Tafsîr al-Maudhû„î li al-Qur‟ân al-Karîm, (Kairo:t.p., t.th).
57 Bâqir al-Shadr, al-Madrasat al-Qur‟âniyyah, (Qum: Markaz al-Abhath wa al-Dirasat al-Takhassusiyyah li al-Shahid al-Shadr, 1979 M).
58 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, (Chicago: t.p, 1982 M)
(3)
92 Islam historis. Sedangkan pembaharuan yang digagas Arkoun lebih bersifat tawaran pendekatan dalam penafsiran yaitu pendekatan antropologi.59
Sumber utama disertasi ini adalah kitab al-Madrasat al-Qur‟âniyyah karya Bâqir al-Shadr dan beberapa karyanya yang mendukung atau memperkuat penjelasan dalam sumber utama. Data ini dibaca dan dianalisa dengan menggunakan metode interpretatif teks: hermeneutik. Sedangkan untuk memperkuat atau memperjelas uraian tentang hukum kesejarahan, penulis menggunakan data-data tentang teori-teori sosial atau kemasyarakatan.
Terakhir disertasi ini menegaskan bahwa metode penafsiran al-Qur‟an akan selalu terjadi perubahan dan perkembangan sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Dengan kata lain, relativitas dan tentativitas tidak dapat dihindari dalam dunia interpretasi teks. Oleh karena itu, tidak ada klaim kebenaran dalam dunia interpretasi teks termasuk penafsiran al-Qur‟an oleh pihak siapapun.
Temuan-temuannya :
Pertama, melahirkan konsep al-Qur‟an tentang tema-tema yang telah ditetapkan secara komprehensif dan sistematis. Konsep al-Qur'an tersebut kemudian dibangun menjadi struktur dan sistem dari tema pembahasan. Artinya, dalam proses penafsiran tematis mufassir harus dapat mengeluarkan beberapa kategorisasi atau klasifikasi ayat-ayat terkait sehingga menjadi unsur-unsur tema. Dari unsur tema tersebut dikorelasikan dengan bantuan beberapa ilmu yang lain sehingga membentuk sistem atau keterkaitan antar unsur. Dari sistem ini kemudian dibangun kembali menjadi sebuah struktur yang sistematis.
Kedua, tafsir yang dihasilkan dari metode tematis ini dapat menggambarkan universalitas Qur‟an dengan mempertimbangkan kontekstualitas realitas. Ketiga, tafsir yang dihasilkan bersifat realistis-aplikatif atau sesuai dengan problem realita yang ditetapkan dan dapat
(4)
93 diaplikasikan oleh para pembacanya, sebagaimana yang telah diupayakan oleh Bâqir al-Shadr dengan tema al-Sunan al-Târîkhiyyah.
Respon realitas yang digambarkan dalam disertasi ini adalah upaya sang penulis untuk menjawab problem akademis terkait dengan keberadaan metode tematis al-qur‟an. Keresahan penulis terkait metode tematis al-Qur‟an yang dipromosikan oleh al-Farmawi terletak pada ketidak mampuan metode tersebut untuk menjawab problem realitas, maka tawaran dari disertasi ini adalah metode tematis al-qur‟an yang dipromosikan oleh M. Baqir al-Shadr. Dari sisi pengembangan keilmuan disertasi ini telah mengenalkan tehnik baru dalam tematisasi al-Qur‟an jadi meski judul tematis baru akan menghasilkan yang tidak sama karena langkah-langkah penelitiannya tidak sama.
Uraian di atas menunjukkan bahwa disertasi tersebut telah dapat memberikan solusi metodologi dari tematisasi al-Quran yang hanya berkecimpung pada teks al-Qur‟an ke metode tematis yang sekaligus memperhatikan problem realitas. Disertasi ini hanya sebatas pada tataran penawaran teori bukan pada uji pemapanan atau ketepatan antara bangunan teori dan bangunan tafsir yang dihasilkan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa disertasi ini telah berusaha mengembangkan keilmuan khususnya bidang metode tafsir. Sedangkan dari segi metodologi penelitiannya kurang kuat dalam penetapan metode apa yang akan diterapkan. Penjelasan yang diurai dalam disertasi ini lebih pada tehnik atau langkah penelitian yang akan dilakukan dan kurang memperhatikan pada “pisau” metodologi yang layak akan diterapkan.
(5)
95 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN
Penelitian tentang Peta Kajian al-Qur’an melalui pelacakan disertasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan IAIN Sunan Ampel Surabaya mulai 2005 sampai 2010 ini menyimpulkan bahwa:
Pertama, peta disertasi secara kuantitatif menunjukkan bahwa jumlah disertasi yang dihasilkan dari masing-masing Pascasarjana belum dapat dikatakan meningkat secara simultan, tetapi perkembangannya dalam masing-masing periode berbeda-beda. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa dari 454 disertasi di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hanya ada 60 disertasi yang mengfokuskan penelitiannya pada kajian al-Qur’an. Di Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta menunjukkan bahwa dari 167 disertasi hanya ada 19 disertasi yang mengkhususkan kajiannya pada kajian al-Qur’an. Sedangkan disertasi pada Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dari 80 disertasi dan yang mengkhususkan kajian al-Qur’an hanya ada 4 disertasi.
Asumsi utama UIN Jakarta paling banyak mengeluarkan disertasi kajian al-Qur’an adalah karena hanya Pascasarjana Jakartalah yang secara spesifik membuka konsentrasi Tafsir Hadis sedangkan Pascasarjana lainnya hanya membuka Studi Islam (Islamic Studies), penentuan disertasi pada konsentrasi
Tafsir Hadis, Syariah atau lainnya tergantung dari individu penulisnya. Disamping itu, pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah mempelopori penertiban administrasi mahasiswa yaitu pada periode akademik 2005-2006 sehingga pada tahun 2008 terjadi pembengkakan lulusan doctoral karena dipenuhi oleh mahasiswa di ambang droup out.
Kedua, peta disertasi secara kualitatif menujukkan bahwa ditinjau dari tema maka kajian tafsir tematis lebih banyak diminati baik tematis dalam perspektif al-Qur’an maupun perspektif mufassir tertentu. Namun, kajian tematisasi tersebut lebih bersifat normative, artinya kesimpulan yang dihasilkan hanya diarahkan pada melahirkan wawasan al-Qur’an tentang tema tertentu dan
(6)
96 tidak secara detail menyentuh tuntas salah satu problema masyarakat ketika disertasi tersebut ditulis. Sedangkan, kajian ulum al-Qur’an hanya tema tertentu yang sering dibahas yaitu ilmu qira’at dan rasm, I’jaz al-Qur’an dari segi bahasa
dan kisah dalam al-Qur’an. Pembahasan yang diberikan cenderung mengumpulkan ragam pendapat kemudian menyimpulkan belum ditemukan penelitian yang sampai pada mengkritik kitab induk Ulum al-Qur’an ataupun membangun teori ulum al-Qur’an baru.
Mayoritas disertasi masih berkecimpung dalam ranah keislaman dan kemanusiaan secara umum dan masih sangat minim yang detail mengaitkan penelitiannya dengan problem keindonesiaan.
Rekomendasi Penelitian
Disertasi adalah salah satu bentuk akhir proses perjalanan panjang pencarian keilmuan maka perlu adanya perbaikan dari berbagai pihak agar secara akademik semakin berkualitas dan non-akademik kehadiran disertasi dapat membantu memecahkan satu titik dari banyak titik permasalahan kemasyarakatan di Negara Indonesia. Dengan demikian, perlu penelitian lebih lanjut dari sisi kurikulum penerapan, pengembangannya dan kegunaannya dalam karya disertasi. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan dari personil kandidat dotoral terkait semangat keikutsertaannya dalam memecahkan problem keindonesiaan secara riil bukan sekedar normatisasi keagamaan.