Studi Komperative Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab "Safinatun Najaat" Antara Bahasa Indonesia Dan Sunda

Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab
“Safiinatun Najaat” antara Bahasa Indonesia dan Sunda

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh :

ABDUL RASYID
1110024000022

JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M/1435 H

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau
jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah.

Sukabumi, 18 Juli 2014

Abdul Rasyid
NIM: 1110024000022

ABSTRAK

ABDUL RASYID
Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab “Safiinatun Najaat”
antara Bahasa Indonesia dan Sunda

Menilai kualitas terjemahan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana pesan dalam sebuah teks diterjemahkan dengan baik
atau tidak, dengan kata lain pesan yang disampaikan dapat terpahami atau tidak
dengan diukur dari sisi keakuratan, kejelasan, dan kewajarannya.
Dalam kesempatan kali ini penulis melakukan penilaian pada terjemahan
kitab “Safiinatun Najaat” versi Bahasa Indonesia dan Sunda yang kemudian
membandingkan antara keduanya dengan bertujuan untuk melihat kualitas
terjemahan baik dalam versi Bahasa Indonesia mau pun Sunda.
Kemudian setelah dilakukan penelitian penulis dapat mengukur kualitas
terjemahan dari masing-masing versi yaitu, bahwa terjemahan bahasa Indonesia
terasa lebih mudah dipahami dibandingkan dengan versi bahasa Sunda karena
memang dipengaruhi oleh sisi metode penerjemahan, ketegasan, kejelasan,
kewajaran, serta perbedaan gaya bahasa diantara keduanya.

i

PRAKATA

Puji Syukur kepada Allah SWT. Yang dengan izin serta karuniaNya,
sehingga penulisan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada junjungan besar baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga
zaman terang benderang, yang telah mengenalkan kebenaran kepada kita sebagai
umatnya, sehingga mampu untuk mengetahui apa itu kebathilan.
Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin haturkan terima kasih kepada:
Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Prof. Dr. Oman Faturrahman, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora, Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku ketua jurusan Tarjamah, Dr.
Moch. Syarif Hidayatullah M. Hum. selaku sekretaris jurusan Tarjamah, dan
kepada seluruh dosen-dosen yang telah mendidik serta memberikan berbagai
macam ilmu dan pengetahuan kepada penulis. Semoga segala ilmu yang telah
diberikan dapat bermanfaat bagi umat khususnya bagi penulis sendiri.
Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Drs. Ahmad Syatibi, M.Ag. dan Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, MA.
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya
serta kesabarannya untuk membaca, mengoreksi, serta memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, kepada Karlina Helmanita, M.Ag. dan Abdul Wadud

ii


Kasyful Anwar, M.Ag. selaku dosen penguji skripsi yang menilai, mengoreksi,
dan membimbing, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, kepada Prof.
Dr. Sukron Kamil, M.Ag. dan Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku dosen
Pembimbing Akademik yang telah mendidik dan mengarahkan penulis selama
menjadi mahasiswa.
Kepada orang tua tercinta, Entin Kartini dan Jajat Sudrajat dua sosok yang
paling berjasa selama ini. Terima kasih ibu dan bapak atas do’a dan motivasi yang
tiada hentinya yang telah kalian berikan, terima kasih pula kepada bi Ika dan bibi
Sri atas dukungannya, serta adik-adik tercinta Muhammad Yasin dan Harun yang
selalu menghibur dan menyemangati penulis sampai penulisan skripsi ini selesai.
Kepada teman-teman jurusan Tarjamah angkatan 2010 penulis haturkan
terima kasih khususnya Syafa’at, Mutia, Syarif, Umay, Eva, Nia, Asiah, Olis,
Farhan, Imam, Hany. Terima kasih banyak kawan atas segala motivasi, waktu,
serta ide-ide yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak
lupa kepada teman kosan penulis Aguy, Rouf, Wahyu, Omen, terima kasih atas
dukungan kalian semua.
Semoga skripsi yang masih banyak kekurangan ini dapat bermanfaat untuk
kita semua khususnya bagi penulis sendiri serta orang-orang yang berkecimpung
dalam dunia penerjemahan.

Sukabumi, 18 Juli 2014

Penulis

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………………………………………………………………....... i
PRAKATA ………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI …………………………………………... vii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………. 5
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 5
D. Tinjauan Pustaka…………………………………………….. 6

E. Metode Penelitian …………………………………………… 7
F. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 8

BAB II

KERANGKA TEORI (PENERJEMAHAN)
A. Dasar-dasar Penerjemahan …………………………………... 9
1. Kendala dalam Penerjemahan ……………………………10
2. Penerjemahan adalah Mengalihkan Pesan ……………… 11
3. Faktor Penerjemah ………………………………………. 12
4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna …………………. 12
5. Proses Penerjemahan …………………………………….. 13
6. Faktor Keterbacaan dalam Penerjemahan ………………. 15
B. Menilai Kualitas Terjemahan ………………………………… 16

iv

1. Benny Hoedoro Hoed …………………………………… 18
2. Moch Syarif HidayatullahRochayah Machali ………….. 23
3. Rochyah Machali ………………………………………… 25

4. Nababan ………………………………………………….. 32
C. Penerjemahan dan Kebudayaan …………………………….. 37

BAB III

GAMBARAN UMUM BIOGRAFI PENULIS KITAB
“SAFIINATUN NAJAAT”
A. Kitab “ Kitab Safiinatun Najaat” ……………………………. 39
B. Biografi Asy-syaikh Al-„Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir . 42
1. Nama dan Kelahiran ……………………………………… 42
2. Perkembangan dan Pendidikan …………………………. 42
3. Berdakwah dan Mengajar ……………………………….. 43
4. Keahlian Bidang Politik dan Kemiliteran ……………….. 43
5. Kehidupan di Batavia ……………………………………. 44
6. Pengalaman Ibadah ………………………………………. 46
7. Karya-karya Tulis ………………………………………... 46

BAB IV

ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN KITAB

“SAFIINATUN NAJAAT” BAHASA INDONESIA DAN SUNDA
A. Temuan ……………………………………………………… 47
B. Analisis ……………………………………………………… 48

v

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………… 65
B. Rekomendasi ……………………………………………. 66

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 68
LAMPIRAN–LAMPIRAN ………………………………………………. 70

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini merujuk pada
pedoman transliterasi arab-latin yang ditetapkan berdasarkan keputusan dari

Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 0543 b/u/1987. Berikut
pedoman transliterasi yang digunakan tersebut.

1.

Konsonan
No

Huruf Arab

Huruf Latin

1

‫ا‬

Tak berlambang

2


‫ب‬

3

Huruf Arab

Huruf Latin

16

‫ط‬

b

17

‫ظ‬




‫ت‬

t

18

‫ع‬





4

‫ث‬

ś

19

‫غ‬

g

5

‫ج‬

j

20

‫ف‬

f

6

‫ح‬

21

‫ق‬

q

7

‫خ‬



kh

22

‫ك‬

k

8

‫د‬

d

23

‫ل‬

l

9

‫ذ‬

ż

24

‫م‬

m

10

‫ر‬

r

25

‫ن‬

n

11

‫ز‬

z

26

‫هـ‬

h

12

‫س‬

S

27

‫و‬

w

13

‫ش‬

sy

28

‫ء‬



14

‫ص‬

29

‫ي‬

y

15

‫ض‬





vii

No

2.

Vokal
Vokal dalam bahasa Arab sama seperti vokal pada bahasa Indonesia. Vokal

bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong.
a.

Vokal Tunggal (monoftong)
Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harokat yang

transliterasinya dapat diuraikan sebagai berikut:

TANDA

NAMA

HURUF LATIN

NAMA

‫ــــ‬

Fathah

a

a

‫ــــ‬

Kasrah

i

i

‫ـــــ‬

Dhammah

u

u

Contoh:

‫ كتـب‬: kataba

‫ س و‬: sabbuurah

‫ ممسح‬: mimsahah
b.

‫ ي هـب‬: yadzhabu

Vokal Rangkap (diftong)
Vokal rangkap bahasa Arab lambangnya berupa gabungan antara harokat

dengan huruf, transliterasinya sebagai berikut:

TANDA

NAMA

HURUF LATIN

NAMA

‫ــــ ي‬

Fathah dengan Ya

ai

a dan i

‫ــــ و‬

Fathah dengan Wau

au

a dan u

Contoh:

viii

‫ كيف‬: kaifa
‫ هول‬: haula

3.

Maddah (Vokal Panjang)
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harokat dan huruf,

transliterasinya adalah sebagai berikut:

TANDA

NAMA

HURUF LATIN

NAMA

‫ــــ ا‬

Fathah dengan Alif

a

a

‫ــــ ي‬

Kasrah dengan Ya

i

i

‫ـــــ و‬

Dhammah dengan Wau

u

u

Contoh:

‫ فاعـل‬: faa‟ala

‫ يقول‬: yaquulu

‫ كّيم‬: kariim

4.

Ta’ marbuthah
Ada dua macam transliterasi untuk ta’ marbuthah, yaitu:
a. Ta’ marbuthah hidup
Ta’ marbuthah yang hidup atau yang mendapat harokat fathah, kasrah,
dan dhammah, maka transliterasinya adalah (t).
b. Ta’ marbuthah mati
Ta’ marbuthah yang mati atau mendapat harokat sukun dibelakangnya,
transliterasinya adalah (h).

ix

Contoh :

‫ طلح‬: thalhah
c. Jika pada kata terakhir dengan ta’ marbuthah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang “al” serta bacaan yang kedua terpisah, maka
ta’ marbuthah itu ditransliterasikan menjadi (h).
Contoh:

َّ‫ وض الج‬: raudhatul jannah

5.

Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan bahasa Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda syaddah. Dalam transliterasi tanda syaddah dilambangkan
dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh:

‫ َّـّا‬: rabbanaa
‫ ِّى‬: rabbi

6.

Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem bahasa Arab dilambangkan dengan huruf “al”

baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Penulisannya ditulis
secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan hubungkan dengan tanda (-).
Contoh:

‫ الّجل‬: Al-rajulu
‫ المائن‬: Al-ma‟u

x

7.

Hamzah
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, hamzah ditransliterasikan

dengan spostrof. Tetapi itu hanya berlaku bagi hamzah yang diletaknya ditengah
dan diakhir kata. Apabila letaknya diawal kata, maka hamzah tidak
dilambangkan. Karena dalam tulisan arab berupa alif.
Contoh:

‫ شـيئ‬: syai‟un
ّ‫ أم‬: umirtu

xi

BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Bahasa Sunda termasuk rumpun Melayu yang kita sebut Melayu Polinesia.
Bahasa ini erat hubungannya dengan bahasa Jawa dan Melayu, yang dipergunakan
diseluruh Jawa Barat, yaitu Kresidenan Priangan, Cirebon, Jakarta, Banten, dan
Karawang yang dahulu juga merupakan Kresidenan sendiri.1
Dalam masyarakat Sunda terdapat beberapa aksara yang digunakan untuk
menulis naskah. Aksara yang pernah digunakan untuk menulis naskah Sunda yaitu
aksara Sunda Kuna, Jawa Kuna, Jawa (Cacarakan), Pegon, dan Latin. Masyarakat
masa kini umumnya hanya mengenal dua aksara terakhir, sedangkan yang lainnya
tidak begitu diketahui. Diantara aksara yang digunakan untuk menulis naskah,
aksara Pegon merupakan aksara yang paling sering digunakan. Aksara Pegon
adalah aksara Arab yang sebagian hurufnya telah dimodifikasi dan digunakan
untuk menulis naskah Sunda dan naskah Jawa. Pengetahuan masyarakat Sunda
terhadap aksara Pegon berkaitan erat dengan agama Islam karena masyarakat
Sunda mengenal aksara Arab seiring dengan pengenalannya terhadap agama
Islam.

1

Coolsma, S, Soendaneesche Spraakkunst, (Tata Bahasa Sunda), terjemahan Husein Widjaya
Kusumah dan Yus Rusyana, (Bandung: Djambatan, 1985), h.3.

1

2

Pada proses penyebaran agama Islam, khususnya di wilayah penutur
bahasa Sunda, telah lahir para alim ulama yang menerjemahkan teks-teks
keagamaan seperti Fiqih, Nahwu, Sharaf, dll, diterjemahkan ke dalam bahasa
Sunda serta menggunakan aksara Pegon yang ternyata memiliki ciri khas
tersendiri dalam pengalihan pesannya.
Sebagai contoh dalam penerjemahan :

Terjemahan Sunda : “Kalawan nyebat jenengan Allah anu maparin nikmat
umum Allah di dunia, tur anu maparin nikmat khusus Allah di akherat. (Dengan
menyebut nama Allah yang memberikan nikmat umum Allah di dunia, serta yang
memberikan nikmat khusus Allah di akhirat).
Terjemahan Indonesia : “Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih
lagi Maha penyayang”.
Kata ‫ = الَّحمٰن‬Yang Maha Murah, dan ‫ = الَّحيم‬Yang Maha Penyayang,2 yang
diterjemahkan dalam bahasa Sunda ‫ = الَّحمٰن‬anu maparin nikmat umum Allah di
dunia (yang memberikan nikmat umum Allah di dunia), dan ‫ = الّحيم‬anu maparin
nikmat khusus Allah di akherat (yang memberikan Nikmat khusus Allah di
akhirat), tentu saja pengalihan pesan tersebut sangat berbeda dengan yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ‫ = الَّحمٰن‬yang Maha pengasih dan ‫= الَّحيم‬
Yang Maha Penyayang.

2

Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab- Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984),
h. 483.

3

Kalau kita perhatikan terjemahan tersebut, bahwasanya pengalihan pesan
dalam bahasa Sunda tersebut menekankan bahwa Allah itu benar-benar Maha
Pemurah yaitu dengan mengganti dengan kalimat “anu maparin nikmat umum
Allah di dunia (yang memberikan nikmat umum di dunia), yang berarti nikmat
tersebut begitu besar yang diberikan secara umum untuk makhluk-makhlukNya di
dunia, serta Allah itu Maha Penyayang yang di mana dalam terjemahan Sundanya
yaitu “anu maparin nikmat khusus di akherat (yang memberikan nikmat khusus di
akhirat)”, yang berarti nikmat tersebut bersifat khusus yaitu yang disebut
“rahmat” hanya orang-orang tertentu yang Allah kehendakilah yang mendapatkan
kasih sayangNya tersebut.
Dengan melihat contoh yang telah dipaparkan di atas dengan dilihat dari sisi
keakuratan, keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan
benar dalam Tsa.3 Bahwa keakuratan terjemahan tersebut bagi penutur bahasa
masing-masing, dengan kata lain dapat diterima atau tidak, baik itu penutur
bahasa Sunda atau bahasa Indonesia, dalam terjemahan seperti pada contoh di atas
terdapat kekurangan dan kelebihannya.
Kelebihan terjemahan dalam bahasa Sunda di atas pengalihan pesannya lebih
mendalam dan luas, dan penerjemahan tersebut dapat dikatakan sebagai
penerjemahan bebas. Saat menerjemahkan metode ini, seorang penerjemah
biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu,4 akan tetapi
dengan mengorbankan Bsu tersebut menjadi kekurangan tersendiri dalam
penerjemahanya.

3
4

Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Pamulang Barat: Dikara, 2010), h. 71.
Hidayatullah, Tarjim, h. 33.

4

Kemudian dari tejemahan Indonesianya yaitu lebih menekankan pada
pengalihan Tsu yang apa adanya, penerjemahan ini mempertimbangkan unsur
estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar,5
yaitu selama pesan dalam Tsu masih dapat difahami oleh penutur Bsa. Dan
penerjemahan metode ini dapat dikatakan penerjemahan yang cukup baik,
meskipun kekurangannya yaitu bahwa penutur Bsa mengetahui pesan dalam Tsu
tersebut sewajarnya dan apa adanya.
Maka dengan adanya perbedaan serta permasalahan dalam penerjemahan
seperti yang penulis paparkan pada contoh di atas, sehingga kualitas
penerjemahan pun pasti akan berbeda, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang kualitas terjemahan antara Sunda dan Indonesia, ada pun yang ingin
penulis teliti yaitu kualitas pada terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” karangan
Asy-syaikh Al-„Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir Al- Hadlramiy, terjemahan
bahasa Sunda dan terjemahan bahasa Indonesia. Alasan mengapa penulis memilih
kitab “Safiinatun Najaat” yaitu karena kitab tersebut merupakan kitab yang
penting bagi umat Islam untuk mengetahui dan memahami tentang ilmu fiqih,
yang di mana ketika mengkajinya perlu pemahaman yang jelas.
Ada pun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu diterjemahkan oleh
Muhammad Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia diterjemahkan oleh
Ats-Tsauriy & Khanan Rifa‟ul Kasbi.

Maka dari itu Insya Allah penulis akan mengambil judul :

5

Hidayatullah, Tarjim, h. 32.

5

Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab “Safiinatun Najaat”
antara Bahasa Indonesia dan Sunda
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat banyaknya isi pada kitab “Safiinatun Najaat”, maka penulis hanya
membatasi dengan beberapa halaman, yaitu sebanyak dua halaman yang
terdiri dari 5 fasal, diantaranya: 1) Fasal Rukun Islam, 2) Fasal Rukun Iman,
3) Fasal makna “Lailaaha Illallah”, 4) Fasal Tanda-tanda Baligh, 5) Fasal
Syarat Sah Beristinja’,
Adapun beberapa masalah pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana kualitas Terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” baik dalam
bahasa

Indonesia

maupun

bahasa

Sunda

menurut

kaidah

penerjemahan?
2. Manakah yang lebih berkualitas terjemahan Indonesiakah atau
terjemahan Sunda?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan pokok yang telah dibatasi pada perumusan
masalah, maka kegunaan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui kualitas terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” baik
dalam bahasa Indonesia atau pun Bahasa Sunda menurut kaidah
penerjemahan.

6

2. Untuk mengetahui terjemahan yang lebih berkualitas antara terjemahan
kitab “Safiinatun Najaat” antara Bahasa Indonesia dan Sunda.

D. Tinjauan Pustaka
Setelah melihat dan menelaah dari berbagai karya-karya ilmiah baik melalui
perpusatakaan Fakultas Adab dan Humaniora atau pun perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan skripsi yang di mana memiliki
kesamaan jenis penelitian, yaitu jenis penelitian komparatif. Penulis tersebut
adalah Zaky Mubarok, yang di mana membahas tentang KATA SERAPAN;
Perbandingan Perubahan Makna Kata Serapan dari Bahasa Arab pada Al-Qur’an
Terjemahan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Surat At-Taubah ayat 1-50).
Batasan masalah pada penelitian ini adalah terkait pada kata-kata serapan yang
terdapat pada Al-Qur’an terjemahan bahasa Sunda dan Al-Qur’an terjemahan
bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab Surat At-Taubah ayat 1-50.
Penelitian ini dikuhususkan untuk membandingkan perubahan makna kata serapan
dari bahasa Arab pada bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan studi kasus
pada Al-Qur’an terjemahan kedua bahasa tersebut.
Rumusan masalah pada penelitiannya adalah untuk mengetahui kata serapan
dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia yang berasal dari terjemahan AlQur’an surah At-Taubah baik terjemahan bahasa Sunda mau pun bahasa
Indonesia, serta membandingkan pergeseran makna kata serapan bahasa Arab
pada bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

7

Metode yang digunakan penulis adalah deskriptif Naratif Komparatif, penulis
menganalisis sejumlah kata serapan dari bahasa Arab yang terdapat pada AlQur’an terjemahan bahasa Indonesia dan terjemahan Al-Qur’an bahasa Sunda
pada

surat

At-Taubah

ayat

1-50.

Kemudian

penulis

menguraikan,

mengelompokan, dan membandingkan maknanya, dengan teori yang sesuai
dengan penelitian dan fakta-fakta yang menyebabkan terjadinya pergeseran
makna.
Sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan
menggunakan kitab “Safiinatun Najaat”, yaitu karangan Asy-syaikh Al-„Aalim AlFaadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy. Adapun terjemahan yang berbahasa
Sunda yaitu terjemahan yang diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu
Hasan, dan terjemahan Indonesia yang diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy & Khanan
Rifa’ul Kasbi.

Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan teori-teori dari beberapa
buku Tata Bahasa, tentang penerjemahan, serta kamus (baik itu kamus Sunda,
Indonesia, dan Arab).
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif dengan berlandaskan penelitian terhadap teks kitab “Safiinatun Najaat”
serta terjemahannya sebagai objek penelitian, yaitu kitab “Safiinatun Najaat”
karangan Asy-syaikh Al-„Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.
Adapun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu diterjemahkan oleh Muhammad
Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy

8

& Khanan Rifa’ul Kasbi. Kemudian membandingkan kualitas terjemahannya,
yaitu antara terjemahan Sunda dan Indonesia tersebut.
Dalam memperoleh data-data, penulis menggunakan library research
(penelitian/studi pustaka) dengan menggunakan data-data yang berkaitan dengan
penelitian.
Adapun secara tekhnis dalam penyusunan penelitian ini penulis berpedoman
pada buku pedoman penulisan skripsi, Tesis, dan Disertasi yang disusun oleh UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Bab I adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari: latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.
Bab II adalah kerangka teori, Bab ini terdiri dari dasar-dasar penerjemahan,
menilai kualitas terjemahan, serta penerjemahan dan kebudayaan.
Bab III adalah gambaran umum dan biografi penulis kitab “Safiinatun
najaat”.
Bab IV adalah analisis terjemahan kitab “Safiinatun Najaat” dan komparasi
antara bahasa Indonesia dan Sunda.
Bab V adalah penutup, kesimpulan dan rekomendasi.

BAB II
KERANGKA TEORI
PENERJEMAHAN

A. Dasar-dasar Penerjemahan
Seorang penerjemah sungguh-sungguh memiiki tanggung jawab yang
besar, dan memiliki jasa yang besar pula bagi nusa, bangsa, dan dunia. Maka
seorang penerjemah dituntut untuk mengetahui dan memahami tugasnya. Apa
itu menerjemahkan ?
Syihabuddin berpandangan bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu
merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan
padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat
dari segi arti maupun gaya.1 Nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara
baru menerjemahkan haruslah berfokus pada response penerima pesan (cara
lama berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan dapat dikatakan baik
bila benar-benar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan
gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima)
tidak boleh menyimpang dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam
bahasa sumber.
Widyamartaya mengutip dalam buku H.G. de Maar, English Passages for
Translation, dapat ditemukan beberapa petunjuk penerjemahan, antara lain:
1

Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora, 2005),
h. 10.

9

10

1. Berlakulah setia pada aslinya dan berikanlah kebenaran, seluruh
kebenaran, dan tak lain daripada kebenaran. Tidak boleh ada ide
penting muncul dalam terjemahan kalau ide itu tidak ada dalam
karangan aslinya. Tidak boleh ada hal kecil tetapi penting dihilangkan
dari terjemahan kalau hal itu terdapat dalam karangan aslinya.
2. Perhatikanlah secara seksama dalam semangat atau suasana apa
karangan asli ditulis. Kalau gayanya ramah, ramahlah dalam
terjemahan Anda; kalau luhur, berikanlah pada terjemahan Anda suatu
nada yang luhur.
3. Sebuah terjemahan harus tak terbaca sebagai suatu terjemahan.
Terjemahan harus tidak mengingatkan akan karangan aslinya, tetapi
harus terbaca wajar seolah-olah muncul langsung dari pikiran si
pelajar. Harus terbaca seperti sebuah karangan yang asli. Terjemahan
harus mengungkapkan segenap arti dari karangan aslinya, tetapi tanpa
mengorbankan tuntutan akan ungkapan yang baik dan idiomatik.2
Sebagai seorang penerjemah yang handal tentunya harus mengerti dan
memahami dasar-dasar penerjemahan, yang mana memang dalam dunia
penerjemahan itu sendiri terdapat permasalahan yang terjadi, dan sebagai
seorang penerjemah diharuskan mengetahui permasalahan tersebut dan
mampu memberikan jalan keluarnya.
1. Kendala dalam penerjemahan
Penerjemah (begitu juga penjurubahasaan) merupakan kegiatan
satu arah. Ini berarti Tsa hanya ada bila ada kegiatan penerjemahan dan
2

A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1959), h. 12.

11

penyusunan Tsa dikendalai oleh adanya sebuah Tsu. Oleh karena itu
kendala utama dalam penerjemahan dan penjurubahasaan adalah
perbedaan sistem dan struktur antara Bsu dan Bsa. Hoed mengemukakan
bahwa kendala dalam penerjemahan adalah perbedaan dalam empat hal,
yaitu: (1) bahasa, (2) kebudayaan sosial, (3) kebudayaan religi, (4)
kebudayaan materiil. Kendala yang disebutkan Hoed tersebut merupakan
masalah yang harus dipahami dan ditanggulangi oleh penerjemah dan juru
bahasa dalam pekerjaannya. Upaya penanggulangan itu, pertama-tama
dalam bentuk mengkaji untuk memahami sebaik-sebaiknya perbedaan itu.
Selanjutnya, ia juga harus mencari jalan untuk menemukan padanan yang
benar dan berterima di dalam Bsa.3

2. Penerjemahan adalah mengalihkan pesan
Banyak yang beranggapan bahwa penerjemahan adalah sekedar
pengalih bahasaan. Lebih tepat bila dikatakan bahwa penerjemahan adalah
pengalihan pesan (message) dari Tsu ke dalam Tsa. Dengan demikian,
idealnya adalah Tsa (terjemahan) akhirnya berisi pesan yang sepadan
dengan pesan dalam Tsu.
Hal ini kelihatannya sederhana. Namun, kalau kita kaji lebih
dalam, ada masalah yang timbul dari istilah sepadan diatas. Kalau
dipandang sebagai keserupaan pesan Tsu dan Tsa, maka masalahnya siapa
yang membaca Tsu dan siapa yang membaca Tsa? Sudah barang tentu
orangnya tidak sama. Bukan hanya orangnya yang tidak sama, tetapi

3

Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 24.

12

kebudayaan yang melatari kedua jenis pembaca (Tsu dan Tsa) juga
berbeda. Oleh karena itu untuk menghasilkan pesan yang sepadan,
penerjemah harus memahami dan menyesuaikan terjemahannya dengan
(calon) pembaca atau pendengarnya. Oleh karena itu, bila kita menjadi
penerjemah jangan berfikir “bagaimana kalimat ini diterjemahkan?” tetapi
“bagaimana pesan dalam teks ini terungkapkan dalam bahasa sasaran?”.4

3. Faktor Penerjemah
Seorang penerjemah dan juga juru bahasa harus memahami Bsu
dan Bsa secara baik, begitu pula kebudayaan yang melatari kedua bahasa
itu. Oleh karena itu ia harus mempunyai skurang-kurangnya tiga kualitas,
yakni (1) menguasai pengetahuan umum yang luas (dan pengetahuan yang
khusus bila ia harus menerjemahkan teks teknis), (2) memiliki kecerdasan
untuk memahami sebuah teks dan melihat secara cepat “logika” teks yang
harus diterjemahkan, dan (3) memiliki kemampuan retorika, yakni
kemampuan merekayasa bahasa untuk menghasilkan terjemahan yang
sepadan, akurat, dan berterima pada pembaca (atau pendengarnya).5

4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna
Perbedaan antara Bsu dan Bsa selalu membayangi proses
penerjemahan. Penerjemah dapat dinilai melakukan kesalahan dalam
terjemahannya hanya kalau kesalahan itu hanya semata-mata kesalahan
bahasa. Namun, dalam hal lainnya, penerjemahan menyangkut soal kiat
4
5

Hoed, Penerjemahan, h.25.
Hoed, Penerjemahan, h.25.

13

pribadi

penerjemah

dalam

kapasitas

retorikanya.

Bahkan

dalam

penerjemahan teks sastra, faktor estetika dan selera mempengaruhi proses
penerjemahannnya.
Belum lagi kita berhadapan dengan pemahaman pembaca (atau
pendengar) atas terjemahan kita. Karena terjemahan adalah teks juga,
maka terjemahannya pun bersifat “terbuka”.
Itu sebabnya tidak ada terjemahan yang sempurna. Dalam hal
penerjemahan, “betul-salah” nya terjemahan hanya bersangkutan dengan
aspek kebahasaaan murni. Ini sifatnya mutlak. Kalau Uncle Tom‟s Cabin
diterjemahkan dengan kabin paman Tom, maka dapat dikatakan kata kabin
di sini adalah terjemahan yang salah. Yang betul adalah pondok atau
gubug. Namun, mana yang lebih ”baik” pondok atau gubug, itu soal
ekstetika, konteks cerita, atau selera. Jadi kita harus membedakan “betulsalah” (correctness) dengan “baik-buruk” (good or bad translation).6

5. Proses Penerjemahan
Untuk menghasilkan suatu pesan teks BSa yang sesuai dengan
pesan yang terdapat pada teks BSu, seorang penerjemah harus
memperhatikan proses penerjemahan yang dirumuskan oleh Hidayatullah7,
yaitu:

6
7

Hoed, Penerjemahan, h. 26.
Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Pamulang Barat: Dikara, 2010), h. 13.

14

Struktur Luar
TSu

Pemadanan
Leksikal TSu

Pemadanan
Morfologis TSu

Pemahaman
Leksikal TSu

Struktur Batin
TSu dan TSa

Pemadanan
Sintaksis TSu

Pemahaman
Morfologis TSu

Pemahaman
Pragmatis TSu

Pemadanan
Semantis TSu

Pemahaman
Sintaksis TSu

Pemahaman
Semantis TSu

Pemadanan
Pragmatis TSu

Struktur
Luar TSa

Gambar 1. Proses Penerjemahan

Proses penerjemahan di atas setidaknya melalui 11 proses, mulai
dari struktur luar Bsu hingga menjadi struktur luar Bsa, dapat dijelaskan
sebagai berikut: (1) struktur luar Bsu berarti teks masih berupa teks
sumber (Tsu), belum mengalami proses apapun; (2) pemahaman leksikal
Tsu mengharuskan penerjemah memiliki kepekaan leksikal, sehingga dia
bisa memahami makna kosakata yang terlihat pada Tsu; (3) pemahaman
morfologis Tsu mengharuskan penerjemah memahami bentuk morfologis
kosakata Tsu, sehingga dia mengerti perubahan bentuk kosakata pada Tsu
yang berimbas pada perubahan makna; (4) pemahaman sintaksis Tsu
mengharuskan penerjemah memahami pola kalimat dalam Tsu, yang pada
gilirannya mengkontraskannya dengan Tsa; (5) pemahaman semantis Tsu
mengharuskan penerjemah memahami pemaknaan yang berlaku pada Tsu;
(6) pemahaman pragmatis Tsu mengharuskan penerjemah memahami

15

pemahaman yang dikaitkan dengan konteks yang berlaku pada Tsu; (7)
pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi transformasi pada diri penerjemah
untuk kemudian menyelaraskan pemahaman Tsu ke dalam pemadanan
Tsa; (8) pemadanan leksikal Tsa mengharuskan

penerjemah memilih

padanan yang tepat untuk tiap kata yang ditemuinya dalam Tsu; (9)
pemadanan

morfologis

Tsa

mengharuskan

penerjemah

memiliki

pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah mengalami
perubahan bentuk;

(10) pemadanan sintaksis

Tsa mengharuskan

penerjemah memilliki kepekaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa,
sehingga dapat memilih padanan yang akuratpada tiap kalimat yang ada
dihadapannya; (11) pemadanan semantis Tsa berhubungan dengan
pemadanan sintaksis Tsa, (12) pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil
dari

pemahaman

kontekstual

Tsu,

sehingga

penerjemah

dapat

menerjemahkan dengan tepat kalimat dalam konteks tertentu, yang tentu
saja akan berbeda maknanya, meskipun bentuknya sama; (13) ramuan dari
pemahaman yang kemudian menghasilkan pemadanan itulah yang bisa
melahirkan struktur luar Tsa yang layak dikonsumsi.8
6. Faktor keterbacaan dalam Penerjemahan
Faktor keterbacaan merupakan hal yang sangat penting dalam
penerjemahan, agar pembaca dapat memahami pesan dan ide sesuai apa
yang disampaikan oleh penulis Tsu. Seorang penerjemah harus bisa
mentransformasikan pesan yang dipahaminya dari Tsu kedalam benak
pembaca. Faktor-faktor keterbacaan itu sebagai berikut:
8

Hidayatullah, Tarjim, h. 14.

16

a. Konkret
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide tau
pesan pada Tsu secara konkret dan tidak abstrak. Ini terutama terkait
dengan data-data sejarah, nama tokoh, nama tempat, dan yang lainnya.
b. Tegas
Seorang penerjemah yang baik harus menyampaikan ide-ide atau
pesan pada Tsu secara tegas dan tidak bertele-tele. Ia punya
kewenangan untuk membuang hal-hal yang bertele-tele dalam Tsu.
c. Jelas
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau
pesan pada Tsu dengan jelas dan lengkap. Karenanya, ia harus bisa
melengkapi informasi pada Tsa ketika konsep dalam Tsu tidak mudah
dipahami oleh penutur Tsa.
d. Populer
Seorang penerjemah yang baik harus mampu mnyampaikan ide
atau pesan pada Tsu dengan menggunakan bahasa yang populer dan
lazim. Ia harus berani membuang arti kata-kata tertentu yang
sebetulnya sudah tidak populer lagi dalam penggunaan Bsa mutakhir.9

B. Menilai Kualitas Terjemahan

Kajian teoritis tentang penerjemahan dimaksudkan agar terjemahan
yang dihasilkan oleh seseorang itu berkualitas , yaitu tepat dan mudah

9

Hidayatullah, Tarjim, h. 19.

17

dipahami. Ketepatan berkaitan dengan pesan yang ada dalam Tsu dan
pesan yang ada dalam Tsa. Adapun keterpahaman bertalian dengan derajat
keterbacaan terjemahan yang ditentukan oleh struktur kalimat, pilihan
kata, ejaan, dan faktor kebahasaaan lainnya. Di samping itu keterpahaman
juga

bertalian

dengan

tanggapan

dan

reaksi

pembaca

terhadap

terjemahan.10
Hidayatullah menegaskan bahwa kualitas terjemahan itu ditentukan
oleh ketepatan, kejelasan, dan kewajaran. Ketepatan berkaitan dengan
kesesuaian antara pesan yang terdapat dalam bahasa penerima. Kejelasan
berkaitan dengan masalah kebahasaan dan kemudahan dalam memahami
maksud nas. Adapun kewajaran berkaitan dengan kealamiahan nas
sehingga ia tak terasa sebagai sebuah terjemahan.11 Maka, aspek yang
dinilai adalah: (1) pesan tertejemahkan atau tidak; (2) kewajaran dan
ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja
penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.12
Penilaian terjemahan merupakan bagian terpenting dalam konsep
teori penerjemahan. Oleh karenanya kriteria/aspek penilaian terjemahan
membawa pada konsep terjemahan dan penilaian yang berbeda-beda.
Maka dari itu, diharapkan penilaian yang diberikan dapat menilai suatu
terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan.13
Terdapat beberapa macam teknik penilaian yang dapat digunakan
untuk menilai sebuah hasil terjemahan yang ditawarkan oleh para tokoh
10

Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 193.
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 195.
12
Hidayatullah, Tarjim, h. 71.
13
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Lembaga
Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), h. 145.
11

18

diantaranya oleh Machali (1996), Hoed (2006), Nababan, dan Moch syarif
Hidayatullah. Disini

akan dijelaskan

beberapa tekhnik penilaian

terjemahan dari beberapa tokoh.
1. Benny Hoedoro Hoed
Hoed mengatakan bahwa betul-salahnya dalam penerjemahan
bersifat relatif. Maka dapat dibayangkan betapa sulitnya menilai
sebuah terjemahan. Hoed mengutip dari Newmark yang menyebutkan,
dari sifatnya, ada empat jenis cara menilai terjemahan.14
a. Translation as a science. Hal ini dilihat dari kebahasaan murni,
yakni yang hasilnya dapat kita nilai betul-salahnya berdasarkan
kriteria kebahasaan.
Contoh:
(1a) passengers can enjoy a confortable ride from the airport to
any hotel in the city.
(1b) para penumpang dapat menikmati perjalanan yang
menyenangkan dari Bandar udara ke setiap hotel didalam kota.
(Catatan: Teks (1a) diambil dari sebagian Pocket Guide:
Welcome to Singapore. Singapore Changi Airport. Teks (1b)
terjemahan menurut Hoed).15
Beberapa

bagian

teks

(1b)

diterjemahkan

dengan

memperhatikan konteksnya sehingga dapat dinilai sebagai
padanan kata/frase dalam (1a) ( lihat kata-kata yang dicetak
miring).
14
15

Hoed, Penerjemahan, h. 91.
Hoed, Penerjemahan, h. 92.

19

1. Comfortable ride : perjalanan menyenangkan
2. In the city

: di (dalam) kota.

Namun, kata setiap hotel dalam (1b) tidak dapat dikatakan
sebagai terjemahan yang betul dari any hotel dalam (1a) karena
any hotel dalam konteks ini harus diterjemahkan dengan hotel
manapun atau hotel apa. 16
b. Translation as a craft. Disini terjemahan dipandang sebagai
hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai
padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam
Bsa.
Contoh:
(2a) Passengers can enjoy ride on the 6-seater MaxiCab taxis
from the airport to any hotel in Singapore (…) and anyhere
within the Central Business District.
(2b) Para penumpang dapat menikmati perjalanan yang nyaman
dalam taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang dari
pelabuhan udara ke hotel mana saja di Singapore (…) dan
kemana saja dalam Daerah Pusat Bisnis (Central Business
District).
Dalam teks (2a) ada upaya untuk menerjemahkan secara
benar untuk menghasilkan suatu terjemahan yang komunikatif.
Upaya tersebut terlihat dari hasil “restrukturisasi” yang

16

Hoed, Penerjemahan, h. 92.

20

wujudnya dalam bahasa Indonesia terlepas dari bayang-bayang
bahasa Inggrisnya.17
Passengers can enjoy ride: Para penumpang dapat
menikmati perjalanan
6-seater MaxiCab taxis: Taksi MaxiCab yang berkapasitas
6 penumpang
Kata passengers (bentuk jamak) diterjemahkan menjadi
para penumpang (bukan dalam arti sebenarnya penumpangpenumpang). Kemudian kata ride diterjemahkan menjadi
perjalanan. Sedangkan 6-seater MaxiCab taxis diterjemahkan
menjadi Taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang.
Ketiga upaya diatas bukan hanya sekedar upaya dalam
mengalihkan kebahasaannya, tetapi juga suatu kiat supaya hasil
terjemahannya dapat diterima oleh pembaca sebagai bahasa
Indonesia yang wajar.18
c. Translation as an art. Dalam hal ini penerjemahannya
menyangkut

hal

estetis.

Maksudnya

adalah

apabila

penerjemahannya tidak hanya melalui proses pengalihan pesan.
Tetapi juga penciptaannya, biasanya hal ini terjadi pada
penerjemahan teks sastra.19
Contoh:
Bagian dari sebuah puisi; Present I feel you, absent you‟re
near,
17

Hoed, Penerjemahan, h. 94.
Hoed, Penerjemahan, h. 94.
19
Hoed, Penerjemahan, h. 94.
18

21

Seorang penerjemah bahasa Perancis menerjemahkannya;
Presente je vous fuis-absente je vous trouve.
Kalimat you‟re near (engkau berada di dekatku) menjadi
je vous trouve (aku menemukanmu). Hal ini merupakan suatu
penciptaan baru. Je vous trouve dianggap lebih baik dalam
mengalihkan pesan dan bentuknya daripada vouse etes pres de
moi (engkau berada didekatku). 20
d. Translation as a taste. Hal ini menyangkut dalam pilihan
penerjemahan yang bersifat pribadi. Yaitu apabila pilihan
terjemahan merupakan hasil dari penimbangan secara selera.
Contoh:
Kata however dapat diterjemahkan menjadi namun atau
akan tetapi sesuai selera penerjemah.
Dari

keempat

jenis

yang

telah

dijelaskan,

dapat

dimanfaatkan sebagai sarana untuk membantu para mahasiswa
terjemah dalam melakukan penilaian terjemahan. Keempat
macam cara tersebut dapat digambarkan dalam sebuah
continuum yang berkisar dari “non-pribadi A” sampai “pribadi
B”.

“Sangat Kecil”
A

“Sangat Besar”

Pesan pribadi penerjemah dalam memilih padanan
“science

“craft”

[kebahasaan murni]

“art”

“taste”

[ retorika bahasa]

Gambar 2. Continuum peran pribadi penerjemah
20

Hoed, Penerjemahan, h. 94.

B

22

Dari bagan di atas, jelas bahwa peran penerjemah sebagai
pribadi sangat kecil, terlihat pada titik A (“science”)
dibandingkan dengan titik B (“taste”) . Dalam hal ini “craft”
dan “art” berada diantaranya. Oleh karena itu konsep betulsalah hanya berlaku pada kutub A (“science”). Continuum di
atas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil
pekerjaan penerjemahan mahasiswa/peserta kursus atau ujian.
Salah satu cara yang diharapkan dapat memberi penilaian yang
adil (fair) adalah sebagai berikut:21

Tabel 1. Contoh Pemberian Nilai

“science”
1
Contoh:

“craft”
2
Contoh:

“art”
3
Contoh:

“taste”
4
Contoh:

Hasil Perhitungan

80 x 6 =
480

75 x 3 =
225

80 x 2 =
160

50 x 1 =
50

915 = 228,75 = 76,25
4
3

Catatan: (1) Nilai = 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4
diberikan berdasarkan pertanggung jawaban atau / argumentasi
(biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima; (3) nilai
diberikan kepada setiap kelompok kasus (“science”, “craft”,
“art”, “taste”) berdasarkan persentase. Jadi, kolom 1=80,
artinya 80% dari semua kasus translation as a science adalah

21

Hoed, Penerjemahan, h. 97.

23

“benar”, kolom 3=80 artinya 80% dari semua kasus translation
as an art dapat dipertanggug jawabkan.
Dengan membedakan 4 tolok ukur, yakni melihat
penerjemahan sebagai (1) science ,(2) craft, (3) art, (4) taste,
diharapkan kita dapat memberikan suatu penilaian yang
didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam
memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. Kita dapat
menyimpulkan bahwa betul-salah dapat “pasti” pada (1) tetapi
makin “relatif” pada (2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah
untuk menilainnya. Disini berlaku konsep “benar-salah”.
Biasanya pada tiga jenis yang terakhir kita harus bertanya apa
alas an penerjemah memilih terjemahannya atau diminta
kepada penerjemahnya untuk memmberikan catatan tentang
dasar pilihan terjemahannya.22

2. Moch Syarif Hidayatullah
Menurut Hoed bahwasanya menilai kualitas terjemahan itu bersifat
relatif, sehingga dapat dibayangkan betapa sukarnya untuk menilai
kualitas terjemahan, menurut Hidayatullah penilaian terhadap kualitas
terjemahan selain dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati
dan membaca secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara
memberi penilaian secara matematis. Meski penilaian terhadap hasil
terjemahan itu bersifat subyektif-relatif, tetapi penilaian secara

22

Hoed, Penerjemahan, h. 97.

24

matematis perlu dilakukan, misalnya, untuk memberi penilaian kepada
hasil terjemahan mahasiswa atau penerjemah pemula. Dibawah ini
adalah tabel pedoman penilaian yang ditawarkan oleh Hidayatullah:

Tabel 2. Pedoman Penilaian Terjemahan

No
1
2
3

4

Penilaian
Klausa atau kalimat yang tidak diterjemahkan
Terjemahan salah pesan
Frasa, diksi, kolokasi, konstruksi atau
komposisi, serta tata bahasa tidak dialihkan
secara tepat
UKesalahan ejaan dan tanda baca

Poin
yang dikurangi
10 poin
5 poin
2 poin
1 poin

untuk menggunakan pedoman penilaian tersebut, seorang penerjemah
harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut;23
a. Penilaian terhadap hasil terjemahan yang sudah berbentuk buku
dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa halaman.
b. Setiap halaman terjemahan diberi skor awal sebanyak 100 poin.
c. Kemudian hitunglah skor kesalahan sesuai dengan pedoman di
atas.
d. Hitunglah semua skor kesalahan pada setiap halaman dengan
menjumlahkannya.
e. Skor halaman yang bejumlah 100 poin diawal dikurangi skor
kesalahan.
f. Skor setiap halaman yang telah dikurangi tadi dijumlahkan
kemudian dibagi dengan jumlah halaman.
23

Hidayatullah, Tarjim, h. 71.

25

g. Hasil dari skor yang telah dibagi menjadi nilai akhir
terjemahan.
h. Kemudian, nilai akhir tersebut menjadi ukuran apakah
terjemahan tersebut termasuk istimewa (90-100), sangat baik
(80-89), baik (70-79), sedang (60-69), kurang (50-59), buruk
(0-49)

3. Rochayah Machali

Penilaian terhadap suatu terjemahan sangat penting untuk
dilakukan. Alasannya, hal ini disebabkan oleh dua tujuan yaitu; untuk
menciptakan hubungan dialektik dan untuk kepentingan kriteria dari
standar dalam menilai kompetensi penerjemahan.
Dalam hal ini, Machali akan membahas tiga pokok terpenting
dalam melakukan proses penilaian. Yaitu segi-segi yang perlu
diperhatikan dalam penilaian penerjemahan, kriteria penilaian, dan
cara penilaian.24
Di samping itu, Machali mengemukakan bahwa konsep dalam
penilaian yang akan dibahas oleh Machali adalah penilaian umum yang
dirangkai dengan menggunakan kerangka metode semantik dan
komunikatif. Kemudian penilaian khusus yang juga menggunakan
metode penilaian khusus.25

24
25

Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143.
Machali, Pedoman, h. 143.

26

Penilaian Umum Terjemahan
a. Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian
Perlu diperhatikan bahwa dalam setiap melakukan proses penilaian
bukan hanya sekedar melihat dari segi benar-salah, baik-buruk, dan
harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus diperhatikan
dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan,
berikut contoh beberapa versi teks:26
1. TSu: Some focal points of crises in the present day world are of
a longstanding nature.
2. TSa (Terjemahan Autentik):
a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia
saat ini sudah bersifat kronis.
b. Beberapa persoalan krisis utama di dunia pada saat ini
sebetulnya merupakan masalah lama.
c. Beberapa hal penting yang merupakan krisis dunia dewasa
ini adalah mengenai pelestarian alam.
Dari tiga hasil terjemahan di atas, terlihat ada beberapa hal yang
menunjukkan adanya pembanding. Pada TSa dari segi ketepatan
pemadanannya terdapat aspek linguistik

yaitu semantik dan

pragmatik. 27
Aspek pemadanan linguistik (struktur gramatika) dari ketiga versi
terjemahan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar
ketepatannya dalam menyatakan kembali makna yang terkandung
26
27

Machali, Pedoman, h. 145.
Machali, Pedoman, h. 145.

27

dalam Bsu.28 Terdapat perbedaan prosedur transposisi yang mendasar
pada teks C yaitu kata world sebagai frasa dari kata in the world
menjadi frasa nominal yang disatukan dengan kata crises. Sehingga
seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.29
Dari aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar
pada teks C. Yaitu pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan
adanya distorsi makna referensial. Sehingga seolah-olah kata nature
pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.
Apabila dari ketiga versi terjemahan diatas dibandingkan dari segi
gaya bahasanya, maka penerjemahan pada teks A harus berupaya
untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan menggunakan
kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah
menjadi gaya bahasa yang biasa atau netral. Seperti dalam
penyampaian fakta tidak terasa sebagai teks yang mengkaji tentang
politik.30
b. Kriteria Penilaian
Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas.
Tetapi dalam proses penilaian terjemahan sifatnya relatif. Maka
validitas penilaiannya dipandang dari aspek content validity dan face
validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti melihat
aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang
keterbacaan seperti ejaaan atau face.31

28

Machali, Pedoman, h. 145.
Machali, Pedoman, h. 146.
30
Machali, Pedoman, h. 147.
31
Machali, Pedoman, h. 151.
29

28

Perlu diperhatikan, yang menjadi pembatas dalam kriteria dasar
adalah terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang
berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada penyimpangan
makna referensial yang menyangkut maksud dari penulis aslinya.
Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik,
semantik

dan

pragmatik.

Kemudian

segi

kewajaran

dalam

pengungkapan dan ejaan.32

Tabel 3. Kriteria Penilaian

Segi dan Aspek

Kriteria

A. Ketepatan Reproduksi Makna
1. Aspek Linguistik
a. Transposisi

Benar, jelas, wajar.

b. Modulasi
c. Leksikon (kosakata)
d. Idiom
2. Aspek semantis
a. Makna referensial

Menyimpang?
(lokal/total)

b. Makana interpersonal
- Gaya bahasa

Berubah?

- Aspek interpersonal

(lokal/total)

lain (misal: konotatif
dan denotatif)
Menyimpang?
3. Aspek pragmatis

(lokal/total)

a. Pemadanan jenis teks
(termasuk maksud/tujuan
penulis).
b. Keruntutan makna pada

32

Machali, Pedoman, h. 152.

Tidak runtut?
(lokal/total)

29

tataran kalimat dengan
tataran teks.

B. Kewajaran Ungkapan

Wajar dan/atau harfiah?
(dalam arti kaku)

C. Peristilahan

Benar, baku, jelas

D. Ejaan

Benar, baku

Catatan untuk tabel kriteria penilaian:33
1. ”Lokal” maksudnya adalah menyangkut beberapa kalimat dalam
perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase).
2. ”Total” maksudnya adalah menyangkur 75% atau lebih apabila
dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks.
3. ”Runtut” maksudnya adalah sesuai/cocok dalam hal makna.
4. ”Wajar” maksudnya adalah alami, tidak kaku.
5. ”Penyimpangan maksudnya adalah selalu menyiratkan kesalahan,
dan tidak demikian halnya untuk ”perubahan”.

c. Cara Penilaian
Ada dua cara dalam melakukan proses penilaian yaitu cara umum
dan cara khusus. Cara umum, secara relatif bisa digunakan pada setiap
jenis teks terjemahan, sedangkan cara khusus hanya bisa digunakan
khusus untuk teks terjemahan tertentu. Misalnya; teks hukum, teksteks yang bersifat estetis.34
Tabel 4. Rambu-rambu Penilaian
33
34

Machali, Pedoman, h. 154.
Machali, Pedoman, h. 154.

30

Kategori

Nilai

Indikator

Terjemahan
hampir sempurna

86-90
(A)

Terjemahan
sangat bagus

76-85
(B)

Terjemahan baik

61-75
(C)

Terjemahan
cukup

46-60
(D)

Terjemahan buruk

20-45
(E)

Penyampaian wajar, hampir tidak
terasa seperti terjemahan, tidak ada
kesalahan
ejaan,
tidak
ada
penyimpangan tata bahasa, dan tidak
ada kekeliruan penggunaan istilah.
Tidak ada distorsi makna, tidak ada
terjemahan harfiah yang kaku, tidak
ada kekeliruan penggunaan istilah,
terdapat satu atau dua kesalahan tata
bahasa/ejaan (untuk bahasa arab
tidak boleh ada kesalahan ejaan).
Tidak ada distorsi makna, ada
terjemahan harfiah yang kaku tetapi
tidak relatif lebih dari 15% dari
keseluruhan teks sehingga tidak
terasa seperti terjemahan, terdapat
kesalahan tata bahasa dan idiom
yang relatif tidak lebih dari 15% dari
keseluruhan teks, ada satu atau dua
kesalahan ejaan.
Terasa seperti terjemahan, ada
distorsi makna, terdapat beberapa
terjemahan harfiah yang kaku relatif
tidak melebihi 25% keseluruhan
teks, ada beberapa kesalahan idiom
dan tata bahasa tetapi tidak lebih dari
25% teks keseluruhan, ada satu atau
dua pengguna