Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf
Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam
Al Qur
’
an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh
karya Mahjiddin Jusuf
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh
DALIPAH RAHMAH
1112024000014
PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1437 H
(2)
ii LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dalipah Rahmah
N I M : 1112024000014
Program Studi : Tarjamah (Bahasa Arab)
Fakultas : Adab dan Humaniora
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Maret 2016
(3)
(4)
(5)
v PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt, sang Maha Pengasih lagi Penyayang, karena berkat Kemurahan-Nya Peneliti diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Di samping kemurahan yang diberikan Allah Swt, berkat kasih cinta orang-orang di sekitar Peneliti pula skripsi ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam tercurah kepada kekasih Allah, junjungan umat manusia seluruh alam Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat, dan semoga kita semua mendapat syafaatnya di hari pengadilan nanti. Dengan segala kerendahan hati, tak lupa Peneliti haturkan beribu terima kasih kepada sejumlah nama yang turut serta menyukseskan dan memberi kemudahan bagi Peneliti dalam proses penyelesaian skripsi.
Dalam kesempatan ini pula, Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya kepada: Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. Bapak Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum selaku ketua Jurusan Tarjamah sekaligus dosen pembimbing, dan Ibu Rizqi Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi penulisan Skripsi ini, serta kepada seluruh dosen Jurusan Tarjamah yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan serta menjadikan kami lebih berguna dengan ilmu yang telah diberikan. Tak lupa peneliti berterima kasih kepada seluruh staf TU khususnya Fakultas Adab dan Humaniora yang telah banyak membantu dan mengurus segala administrasi.
Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, MA Bapak Drs. Ikhwan Azizi, MA selaku dosen penguji sidang skripsi, peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kesediannya meluangkan waktu ditengah kesibukannya
(6)
vi untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan referensi, serta memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih berbalut cinta yang tak terhingga peneliti hanturkan kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda M. Jalil dan Ibunda Nurma, yang tak kenal lelah memberikan dorongan, dukungan, motivasi baik berupa moril maupun materil. Terimakasih atas setiap cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah peneliti. Kepada kakek dan nenek yang sudah peneliti anggap orang tua kedua selama diperantauan yaitu Prof. M. Dien Madjid dan Drs. Siti Sahara. Karena merekalah peneliti dapat menjangkau dunia pendidikan hingga saat ini. Tak lupa peneliti ucapkan terima kasih kepada abang-abang peneliti M. Jailani dan Hardiansyah, S. HI yang telah mendukung, memotivasi dan membantu baik secara moril maupun materil sehingga dapat terselesainya penulisan skripsi ini. Teruntuk adik-adik Peneliti, Alda Syahputra, Hultari Agustina dan Fasya Alfata peneliti haturkan banyak doa dan terima kasih atas segala doa, dukungan, canda, tawa dan macam-macam bantuan dalam menyelesaikan Skripsi ini. semoga semua usaha peneliti dapat menjadi motivasi tak terhingga agar adik-adik tercinta dapat menggapai hal yang sama bahkan lebih demi kebahagiaan dan kebanggaan kedua orang tua tercinta.
Kepada sahabat-sahabat terbaik, Ayu Rahmadhani, Monatria, Naya, Intan, Hikmah, Wardatul, Annida. Amel, Riyanti dan Elfa, yang senantiasa ada untuk memberikan dukungan, melantunkan doa serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian Skripsi ini. Kemudian kepada kerabat seperjuangan, Tarjamah amgkatan 2012 Terima kasih untuk kebersamaannya selama 4 tahun kita berjuang di bangku perkuliahan, jatuh bangun, pahit manis, kita rasakan bersama-sama.
Semoga skripsi yang sederhana ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pemgetahuan baik dalam bangku perkuliahan,maupun penelitian terutama pada bidang
(7)
vii kajian penerjemahan. Terakhir, Peneliti hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat Peneliti cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan Peneliti. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan Peneliti menyelesaikan Skripsi ini. Alhamdulillah.
Sebagai manusia biasa, tentunya Peneliti masih memiliki banyak kekurangan pengetahuan dan pengalaman pada topik yang diangkat dalam Skripsi ini, begitu pula dalam penulisannya yang masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, peneliti akan sangat senang jika menerima berbagai masukan dari para pembaca baik berupa kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan di masa yang akan datang.
Ciputat, 28 April 2016
(8)
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv
PRAKATA ... v
DAFTAR ISI ... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... xi
PETUNJUK PEMBACAAN BAHASA ACEH ... xvi
ABSTRAK ... xix
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Kajian Terdahulu ... 5
F. Metodologi Penelitian ... 8
G. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Umum Penerjemahan Alquran ... 11
1. Pengertian Terjemahan Alquran ... 11
2. Macam-macam Terjemahan Alquran ... 11
(9)
ix
B. Penilaian Terjemahan ... 16
1. Pokok-pokok Penilaian ... 16
a. Struktur (Gramatikal) ... 16
b. Pemakaian Ejaan ... 16
c. Diksi ... 17
d. Efektivitas Kalimat ... 18
2. Pedoman Penilaian Terjemahan ... 19
a. Rochayah Machali... 19
b. Moch. Syarif Hidayatullah ... 25
c. Syihabuddin ... 27
d. Benny Hoedoro Hoed ... 29
C. Keterbacaan ... 32
1. Masalah Keterbacaan Teks ... 33
2. Faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan Teks ... 34
3. Faktor Keterbacaan dalam Penerjemahan ... 34
D. Sintesis Pustaka ... 36
BAB III GAMBARAN UMUM AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH A. Seputar Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh 37 B. Tentang Penerjemah ... 39
1. Riwayat Hidup Mahjiddin Jusuf ... 39
2. Aktivitas Agama dan Sosial Mahjiddin Jusuf ... 40
(10)
x BAB IV ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH SURAH Al- QALAM
A. Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan
Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan ... 45
B. Hasil dan Penilaian Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan C. Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan ... 70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76
B. Saran-saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
(11)
xi PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi
ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padannya dalam aksara latin.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا
Tidak dilambangkanB be
T te
Ts ted an es
ج
J jeح
H h dengan garis bawahKh ka dan ha
د
D DeDz de dan zet
ر
R erز
Z zet(12)
xii
ش
Sy es dan yeص
S es dengan garis di bawahD de dengan garis di bawah
T te dengan garis di bawah
ظ
Z zet dengan garis di bawah‘ koma terbalik di atas
hadap kanan
Gh ge dan ha
ف
F Efق
Q KiK Ka
L El
M Em
N En
W We
ه
H Haء
, Apostrof(13)
xiii 2. Vokal
Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal bahasa indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ـــــــ
A fathahـــــــ
I kasrahـــــــ
U dammahAdapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
----
Ai a dan iو
----
Au a dan uVokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab dilambangkan
harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اــ
 â dengan topi di atasــ
dengan topi di atasوــ
Û û dengan topi di atas3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا,
dilahirkan menjadi huruf /L/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Contoh:
(14)
xiv 4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah
tanda )ـــ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan menggandakan
huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang
menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata ةرور لا tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian
seterusnya. 5. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal
yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2
di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3)
No Kata Arab Alih Aksara
1 ةقير tarîqah
2 ةيماسإا ة ماجلا al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3 دوجولا ةدحو wahdat al-wujûd
6. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, anatara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih
(15)
xv Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari
bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî;
Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî. 7. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara
terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
ا سأا به
dzahaba al-ustâdzuجأا ت ث
tsabata al-ajruي ص لا ك لا
al-harakah al-‘asriyyahه اا هلا ا أ د شأ
asyahdu an lâ ilâha illâ Allâhحلاصلا ك م اناوم
Maulânâ Malik al-Sâlihه مك ثؤي
yu’ats-tsirukum Allâhي لا ها لا
al-mazâhir al-‘aqliyyahينو لا ايآا
al-âyât al-kauniyyahةر
لا
حي ت
(16)
xvi PETUNJUK PEMBACAAN BAHASA ACEH
Petunjuk pembacaan Bahasa Aceh ini berpedoman pada Kamus Umum Bahasa
Aceh-Indonesia M. Hasan Basri cetakan pertama tahun 1994. Namun, dalam penulisan bahasa
Aceh dalam Al-Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersaja dalam Bahasa Aceh ejaan yang
digunakan adalah Ejaan P3KI 1992 yang telah disempurnakan dan tidak mengunakan tanda
tambahan (diakritik) agar memudahkan penulisan.
Dasar Sistem Ejaan Bahasa Aceh (EBA) adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), kecuali bila terdapat “lafal khas Aceh”, maka kata-kata dimaksud memiliki tanda dan huruf tambahan (huruf majemuk dan konsonan rangkap) yang sedikit banyak menggunakan nilai
fonetik.
A. Tanda Tambahan
1. Aksen tirus (Accent aigu) pada huruf E, e sehingga berbunyi, Ӗ, ȇ dalam kata sate,
mente, perlente, secara fonetik ditulis (e), seperti:
Lahẻ(lahir, melahirkan)
Pẻt (pejam, memejamkan)
2. Aksen rendah (accent grave) pada E,e sehingga berbunyi, seperti Ӗ,ẻ pendek
dalam kata ejek, ember, secara fonetik tertulis (ɛ). Seperti halnya kata di atas,
tetapi lebih pendek pengucapannya.
3. Huruf E,e yang dilafalkan dalam bentuk (∂̈) yang dilafalkan, seperti emas, kalem.
Contohnya:
Le (banyak)
(17)
xvii
4. Diftong yang khas Aceh eu, eu dilafalkan antara bunyi i, o, u dengen e pepet
dengan u tidak bertekanan , ini berbeda dengan lafal eu dalam bahasa Sunda
ataupun Prancis, seperti:
Beukah (koyak, rusak, pecah, terbit (matahari), celah) Beuneung ( benang)
5. Diftong ie, oe, ue, dilafalkan antara bunyi i, o, u dengen e pepet ditutup atau
didominasi oleh bunyi e, seperti:
Ie (air, sesuatu yang cair, cahaya)
Rugoe (rugi, kerugian)
Ue (tersumbat, tercekik, kerongkongan, macet)
6. Diftong EU ditambah lagi dengan vocal e pepet menjadi EUE, dilafalkan antara
bunyi EU dengan E, didominasi dan tutup dengan e pepet, seperti:
Bateue (batal, tidak sah, tidak berlaku) Peute (empat)
7. Tanda trema (¨) pada huruf , dilafalkan, seperti bunyi o dalam fotokopi, yudo.
Secara fonetik ditulis (o), seperti:
Bӧt (mencabut, mengeluarkan, menarik, mengangkat)
Lӧn (Peneliti)
8. Huruf o, o (tanpa trema) dilafalkan seperti bunyi o dalam orang, botol. Dalam
lambing fonetik (o), seperi:
Boh (buah, buah-buahan, kemaluan pria)
(18)
xviii B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap ialah 2 bunyi konsonan yang dilafalkan sebagai satuan, tajam dan jelas, seperti:
KL Klo (bisu, kelu)
TH That (sangat, amat, luar biasa)
C. Huruf dengan Lafal Khas Aceh
Huruf Rr, Ss dan Tt dilafalkan dengan khas Aceh seperti berikut ini:
Rr dilafalkan dengan anak tekak atau langit-langit lembut (uvular) seperti bunyi ghain
bahasa Arab ( ( atau dalam bahasa Prancis venir, rue. Lafal ini banyak digunakan
di sebagian Aceh Besar dan Aceh Barat.
Ss dilafalkan seperti bunyi “th” dalam bahasa Inggris think atau dalam bahasa Arab
(ث).
Tt dilafalkan dengan ujung lidah menyentuh langit-langit di pangkal gigi seri.
D. Semi Vokal
Semi vocal Y y dan W w di tengah suku kata saja, seperti: Siya (rasa sakit karena terbakar)
(19)
xix ABSTRAK
DALIPAH RAHMAH
Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf
Keterbacaan yaitu derajat kemudahan sebuah tulisan untuk mudah dipahami maksudnya, semakin tinggi keterbacaan akan semakin mudah tulisan dipahami, dan semakin rendah keterbaacaan akan semakin sulit untuk dipahami maksudnya.
Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana kualitas terjemahan dari aspek keterbacaan yang dilakukan oleh penerjemah pada setiap kata, frasa, klausa dan kalimat yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya
Mahjiddin Jusuf. Evaluasi dan analisis yang dilakukan merujuk kepada beberapa faktor
keterbacaan dalam penerjemahan. Faktor-faktor itu antara lain: konkret, tegas, jelas, dan popular. Hasil-hasil evaluasi tersebut akan dimasukkan ke dalam tabel hitungan matematis yang akan dijumlahkan untuk mengetahui kualitas dan nilai terjemahan.
Dari segi keterbacaan hasil terjemahan ini, peneliti medapatkan terjemahan yang tidak diterjemahkan secara konkret dan abstrak. Dalam sebuah kalimat peneliti juga menemukan hasil terjemahan yang bertele-tele (pemborosan kata). Adapun dari segi kejelasan, peneliti juga menemukan beberapa terjemahan yang tidak tersampaikan dengan jelas dan lengkap, serta peneliti juga menemukan penggunaan dan pemilihan diksi yang kurang popular dan lazim. Kesalahan-kesalahan ini mengakibatkan menurunnya kualitas dan nilai terjemahan.
(20)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penerjemahan adalah usaha mereproduksi pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dengan hasil semirip mungkin, baik dalam makna maupun gaya bahasanya. Sebuah karya terjemahan harus mempengaruhi pembaca dengan cara yang sama seperti karya aslinya. Seorang penerjemah harus bisa menjamin bahwa apa yang disampaikan kepada pembacanya adalah benar-benar seperti apa yang dimaksud penulis asli. Tentunya ini bukan persoalan mudah, apalagi menerjemahkan teks dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Kegiatan penerjemahan sesungguhnya bukan hal yang baru dalam peradaban manusia. Di era globalisasi ini komunikasi lintas bahasa dalam bentuk penerjemahan masih eksis, bahkan cenderung semakin penting. Tak terkecuali kegiatan penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam
bahasa Indonesia juga semakin marak seiring dengan meningkatnya ghirah ‘semangat’
keberagamaan umat Islam di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku terjemahan, terutama yang berhubungan dengan khazanah keislaman, seperti Alquran, Hadis, tafsir, fikih,
akhlak, akidah, tasauf dan lain-lain.1
Penilaian terjemahan sangat penting disebabkan dua alasan: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan; (2) untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menemui beberapa versi
teks bahasa sasaran (Bsa) dari teks bahasa sumber (Bsu) yag sama.2
1 M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemhan Arab Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 1. 2 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 108.
(21)
2 Menilai terjemahan juga meliputi tiga alasan : (1) untuk melihat keakuratan; (2) untuk mengukur kejelasan; (3) untuk menimbang kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran berarti sejauh mana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa. Karenanya, aspek yang dinilai adalah: (1) pesan tersampaikan atau tidak; (2) kewajaran dan ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata
bahasa dan ejaan yang berlaku.3
Sebagai sebuah produk, terjemahan tentunya mempunyai tingkatan kualitas yang bisa ditentukan oleh beberapa faktor. Pada umumnya, kualitas suatu terjemahan bisa diukur dari factor keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan dari terjemahan tersebut. Keakuratan suatu terjemahan ditentukan oleh keutuhan makna dalam terjemahan tersebut. Keberterimaan menjadi aspek penting dari suatu terjemahan karena menentukan kepantasan suatu terjemahan dilihat dari bahasa sasaran. Sedangkan aspek keterbacaan erat kaitannya dengan target pembaca dari suatu teks.4
Keterbacaan ialah derajat kemudahan sebuah tulisan untuk mudah dipahami maksudnya.5
Dan tingkat keterbacaan ini bersinggungan dengan aspek-aspek linguistik, semisal penggunaan kategori sintaksis (verba, nomina, ajektiva, pronomina, numeralia), penempatan fungsi sintaksis
3 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 142.
4 http://www.penerjemah-online.com/2012/11/tiga-aspek-penentu-kualitas-terjemahan.html (diakses pada tanggal 03 November 2015).
(22)
3 (subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap), serta pemilihan diksi, preposisi, kopula,
kolokasi, pungtuasi, dan semacamnya.6
Tujuan praktis penerjemahan seperti yang telah disebutkan di atas, acapkali terlupakan oleh penerjemah. Ada terjemahan yang sudah secara setia menyampaikan pesan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, tetapi bahasa yang digunakan tidak bisa dipahami oleh pembaca dengan baik. Ada pula terjemahan yang tampak “cantik” dan wajar, tetapi pesannya menyimpang jauh dari pesan teks aslinya.
Fakta di atas tadilah yang mendorong peneliti untuk meneliti kualitas terjemahan dari aspek keterbacaan pada Alquran terjemahan bahasa Aceh, hingga peneliti melakukan penelitian
dengan judul: “Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Mengingat banyaknya surat di dalam Alquran maka peneliti akan membatasi surat yang akan diteliti. Untuk mempermudah pembahasan supaya lebih terarah, maka peneliti
memfokuskan dan membatasi penelitian ini hanya pada surat al- Qalam, dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf dan
diterbitkan melalui penerbit Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), dengan menganalisis tingkat keterbacaan hasil terjemahan tersebut kepada bahasa sasaran yaitu bahasa Aceh yang baik dan benar.
6 M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 182.
(23)
4 Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kualitas terjemahan dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas
Bersajak dalam Bahasa Aceh jika dilihat dari segi aspek keterbacaan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui kualitas dan mengevaluasi tingkat keterbacaan dalam penyampaian
pesan dalam pengalihan teks-teks pada bahasa sumber kepada bahasa sasaran
menurut kaidah penerjemahan, dalam terjemahan Al Qur’an Al Karim
Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah khasanah penelitian penerjemahan yang telah ada dan menambah
pengetahuan seputar penilaian karya terjemahan.
2. penelitian ini diharapkan dapat menjadikan inspirasi dan motivasi bagi teman-teman
mahasiswa tarjamah untuk melakukan penelitian penilaian kualitas terjemahan dengan objek yang lain.
(24)
5 3. Kajian Terdahulu
Setelah peneliti mencari dan menelaah bebagai karya-karya ilmiah baik melalui perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sepengetahu peneliti ada beberapa kajian skripsi yang memiliki kesamaan subtansi dengan penelitian ini, salah satu diantaranya adalah skripsi dari:
Tatam Wijaya (2008) menulis tentang “Kritik atas Terjemahan hadits: Studi Kasus
Hadist-Hadist Zakat Mukhtasar Shahih Bukhary”. Batasan permasalahan yang diteliti oleh
peneliti hanya terfokus pada bab Zakat saja. Salah satu yang menjadi pertimbangan mengapa pada bab Zakat yang dipilih oleh peneliti sebagai sasaran utamanya karena sering dijumpai kata
قا نإ, ةاكز ,قدصت yang pada kesemuannya memiliki arti yang sama dan serupa, yaitu; zakat. Jika seorang penerjemah tidak mampu dan hati-hati dalam memahami konteks pada Bsu maka akan terjadi kekeliruan dalam menerjemahkan.
Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang kritik atas terjemahan yang dibagi dari dua segi, yaitu kritik internal dan kritik eksternal. Keritik internal hanya fokus pada isi atau
materi terjemahan kitab Mukhtashar shahih Al-Bukhari dengan melakukan kritik juga penilaian
secara objektif terhadap terjemahan tersebut. Sedangkan kritik eksternal hanya focus kepada
penyajian hasil buku terjemhan kitab Mukhtashar shahih Al-Bukhari dari segi artistik dan grafis.
Penelitian merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Moch Syarif Hidayatullah. Alasannya, teori ini dianggap lebih mudah untuk memproleh nilai secara matematis.
Amir Hamzah (2011 M/ 1436 H) yang menulis tentang “ Penilaian Kualitas Terjemahan
(Studi kasus terjemahan Fiqh Al islam wa Adillatuh bab salat pasal I karya Dr Wahbah
(25)
6 pada bab Salat saja. Sedangkan rumusan masalah yang dikemukakan oleh peneliti adalah ketepatan, kejelasan, dan kewajaran dalam mengalihkan pesan. Dalam penelitiannya, peneliti merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Rochayah Machali. Kriteria yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan proses penilaian adalah pokok-pokok penilaian dan struktur gramatika. Struktur gramatika tertuju pada pembahasan tentang morfologis dan sintaksis. Kedua bidang tersebut memang berbeda, tetapi keduanya adalah bidang tataran linguistic yang secara
tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. 7
Sintaksis dan morfologis sangat berpengaruh terhadap proses penerjemahan. Apabila terjadi kesalahan dalam pengalihan makna, maka akan berpengaruh terhadap makna yang dihasilkan. Sedangkan morfologis padanannya sesuai tetapi tidak berubah nilai rasa. Dalam kajian linguistik morfologis adalah ilmu yang membahasa tentang struktur internal kata, sedangkan sintaksis adalah ilmu yang membicarakan kata dengan hubungannya dengan kata lain,
atau unsur-unsur lain sebagai satuan ujaran.8
Hilman Ridha (2011 M/1436 H) yang menulis tentang “ Kualitas mesin penerjemah
statistik studi terhadap terjemahan dokumen berita Aljazeera.net menurut ahli dan pembaca
awam”. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan desain studi kasus
terpancang (embedded case study research). Penelitian ini mengkaji terkait aspek afektif atau
sama dengan tanggapan pembaca ahli dan pembaca awam terhadap terjemahan dan juga menganalisis kualitas penerjemahan mesin (machine translation)
Abdul Rosyid (2014) yang menulis tentang “ Studi Komparatif Penilaian Kualitas
Terjemahan Kitab Safinatun najaat antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda. Dalam
7 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 206. 8 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 206.
(26)
7 penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan berlandaskan
penelitian terhadap teks kitab “Safiinatun Najaat” serta terjemahannya sebagai objek penelitian.
Kemudian beliau membandingkan kualitas terjemahannya, yaitu antara terjemahan Sunda dan Indonesia tersebut.
Syafa’at Maulana (2014) yang menulis tentang “ Penilaian Kualitas Terjemahan dari
Aspek Keterbacaan dalam Kitab al-Muqaddimah al-Hadramiyyah Penerbit Ar-Roudho”.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan deskriptif dengan pendekatan analisis
ekuivalensi (fokus pada bahasa sasaran dalam menggunakan teks-teks yang ada dalam kitab
al-Muqaddimah al-Hadramiyyah dengan mengeksplorasi aspek keterbacaan yang meliputi kosa
kata, susunan kalimat, dan lepadatan kata dalam kalimat). Pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi tersebut adalah yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah.
Skripsi Abdul Rosyid, Amir Hamzah, Tatam Wijaya dan Syafa’at Maulana melakukan
penilaian kualitas terjemahan terhadap teks buku dan kitab. Sementara Hilman Ridha melakukan penilaian kualitas terjemahan melalui media, yaitu kualitas mesin penerjemah statistik. Sementara dalam skripsi ini akan mencoba menganalisis terjemahan Alquran. Sehingga menurut peneliti, penelitian ini signifikan dan patut dilakukan.
Perbedaan dengan yang akan diteliti adalah, mengamati hasil terjemahan dari aspek keterbacaan, baik dari segi ketepatan (yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan), segi kejelasan (yaitu melihat struktur kalimat, pemilihan diksi, dan pemakain ejaan yang sesuai dengan padanan pada bahasa sasaran) juga meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaan, pemilihan
dan diksi yang digunakan. Korpus yang digunakan berbeda dengan peneliti diatas yaitu Al
(27)
8 4. Metodologi Penelitian
a. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam menilai kualitas terjemahan adalah metode
kualitatif deskriptif. Terfokus pada bahasa sasaran dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan
Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dengan mengeksplorasi ketepatan, kejelasan dan kewajaran
terjemahan meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaan, pemilihan diksi, dan keefektipan kalimat yang digunakan. yaitu dengan cara mengamati dan menganalisis teks-teks yaitu TSu dan TSa pada surah al Qalam, kemudian peneliti menjelaskan dan menguraikan hingga tercapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan sehingga data hasil penelitian bisa diambil manfaatnya.
b. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini memiliki sumber primer dan skunder. Adapun sumber
primernya adalah Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh.
Sumber skunder adalah literatur-literatur yang mendukung peneliti dalam penelitian ini yaitu, seperti buku-buku semantik, linguistik, kamus-kamus dalam bahasa Arab, kamus bahasa Aceh maupun Kamus Umum Bahasa Indonesia, data-data dari internet dan lain-lain.
c. Teknik pengumpulan data
Data yang diambil oleh peneliti dalam melakukan proses penelitian berupa teks-teks arab
yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa Bersajak dalam bahasa Aceh.
Proses penelitian Pertama, mencari sumber data yaitu Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa
Bersajak dalam bahasa Aceh. Kedua, membaca beberapa surat dari sumber tersebut. Ketiga,
memilih surat yang dijadikan corpus dalam penelitian. Keempat, menganalisis data dan kemudian menguraikan hingga tercapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan sehingga hasil penelitian bisa diambil manfaatnya.
(28)
9
d. Analisis data
Adapun dalam penelitian ini menganalisis sejumlah ayat yang terdapat dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada surat al- Qalam, meliputi
struktur bahasa, pemakaian ejaa, pemilihan diksi, dan keefektifan kalimat yang digunakan, kemudian menguraikan.
Dalam hal ini, penelitian menggunakan teori penilaian yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah sebagai rujukan pertama dalam proses penelitian, peneliti lebih memilih teori tersebut karena perhitungan matematisnya sudah sangat jelas, juga dalam pembahasannya dijelaskan secara detail nilai-nilai yang mendukung kriteria dalam proses penilaian terjemahan.
Penelitian juga menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan library research
(penelitian/studi pustaka) dengan menggunakan data-data yang berkaitan dengan penelitian. Di luar itu, untuk menunjang materi dan keilmiahan penelitian, peneliti melakukan konsultasi dengan ahli yang terkait. Merujuk sumber-sumber lain yang mempunyai keterkaitan dengan penelitia ini seperti, buku-buku semantik, linguistik, data-data dari internet, dan lain-lain.
Kemudian dalam penyusunan dan tekhnik penulisan skripsi, peneliti berpedoman pada
buku Pedoman Penulis Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang di keluarkan oleh
Center of Quality Development an Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
(29)
10 5. Sistematika Penulisan
Guna mendapat pemahaman yang terarah dan komprenshif dalam pembahasa masalah ini, peneliti perlu merumuskan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, mencakup: latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian terdahulu, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Kerangka Teori, bab ini adalah kelanjutan dari bab sebelumnya, berisi tentang teori-teori yang penulis gunakan dalam menganalisis permasalahan yang peneliti angkat dalam skripsi ini, yaitu berupa teori-teori penilaian terjemahan yang mencakup: penerjemhan dan penilaian terjemahan.
Bab III Gambaran umum Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa
Aceh. Bab ini merupakan gambaran mengenai biografi, riwayat hidup, aktivitas agama dan
social, serta karya-karya penerjemah.
Bab IV Analisis penilaian terhadap penilaian terjemahan Al Qur’an Al Karim
Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh yang ditinjau dari perspektif aspek keterbacaan
terjemahan, yang meliputi: konkret, tegas, jelas, dan populer.
Bab V Penutup, bab ini terdiri dari kesimpulan disertai saran-saran serta rekomendasi bermanfaat yang peneliti berikan untuk penerjemah dan penerbit untuk edisi selanjutnya.
(30)
11 BAB II
KERANGKA TEORI
A. Konsep Umum Penerjemahan Alquran
1. Pengertian Terjemahan Alquran
Secara harfiah, terjemahan berarti menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lain, atau singkatnya mengalih bahasakan. Terjemahan, berarti salinan
bahasa, atau alih bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain.9 Terjemah, yang dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah translation, dan dalam literatur Arab diikenal dengan tarjamah, ialah
usaha menyalin atau menggantikan suatu bahasa melalui bahasa lain supaya dipahami oleh orang lain yang tidak mampu memahami bahasa asal atau aslinya.
Secara etimologis, terjemah berarti menerangkan atau menjelaskan, seperti dalam ungkapan: “
اكلا مج ت
”,
maksudnya “هحض هنيب
”
menerangkan suatu pembicaraan danmenjelaskan maksudnya.10 Orang yang menerjemahkan sesuatu, termasuk Alquran dalam bahasa
Indonesia disebut penerjemah, juru terjemah atau juru bahasa, sedangkan dalam bahasa Arab,
disebut dengan mutarjim, tarjuman, atau turjuman.
2. Macam-macam Terjemahan Alquran
Munculnya persoalan-persoalan baru seiring dengan dinamika masyarakat yang progresif mendorong umat Islam untuk mencurahkan perhatian yang besar dalam menjawab problematika
9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, 1989), h. 938.
(31)
12 kontemporer yang semakin kompleks dari masa kemasa. Untuk itu peneliti akan menjelaskan beberapa model dalam menerjemahkan Alquran sebagai berikut:
a. Terjemahan harfiah
Terjemahan harfiah juga secara umum disebut dengan terjemahan lafzhiah11 ialah
terjemahan yang dilakukan dengan apa adanya, bergantung dengan susunan dan struktur bahasa
asal yang diterjemahkan. Karenanya, bisa juga disebut dengan terjemah leterlek.12 Terjemah
harfiah begiu identik dengan terjemah leterlek atau terjemah lurus dalam bahasa Indonesia, yakni
terjemahan yng dilakukan dengan cara menyalin kata demi kata atau word for word translation.
Menurut Husain al-Dzahabi, membedakan terjemahan harfiah menjadi dua model:
Terjemah harfiah bi al-mitsl
Ialah terjemahan yang dilakuakan apa adanya, terikat dengan susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan.
Terjemah bighair al-mitsl
Ialah terjemahan yang pada dasarnya sama dengan terjemah harfiah bi al-mitsl, hanya
saja sedikit lebih longgar keterangannya dari susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan.
b. Terjemahan tafsiriah
Terjemahan tafsiriah juga yang lazim disebut dengan terjemah maknawiyah, ialah
terjemahan yang dilakukan mutarjim dengan lebih mengedepankan maksud atau isi kandungan
yang terdapat dalam bahasa asal yang diterjemahkan. Terjemah tafsiriah/maknawiyah tidak amat
terikat dengan susunan dan struktur gaya bahasa yang diterjemahkan. Dengan kata lain terjemah
tafsiriah/maknawiyah sama persis dengan istilah terjemahan bebas yang lebih mengedepankan
11Anshori, Ulumul Qur’an (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013) cetakan ke-1, h. 19.
(32)
13 pencapaian maksud. Terjemah tafsiriah itu tetap berbeda dengan tafsir. Atau terjemahan tafsiriah bukan tafsir. Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi:
Pertama, terletak pada kedua bahasa yang digunakan. Bahasa tafsir dimungkinkan
sama dengan bahasa asli-katakanlah Alquran yang ditafsirkan, sedangkan terjemah tafsiriah pasti menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa asli yang diterjemahkan.
Kedua, dalam tafsir, pembaca kitab/buku tafsir dimungkinkan melacak buku (teks)
aslinya manakala ada keraguan didalamnya; jadi berbeda dengan terjemah tafsiriyah yang tidak mudah untuk mengecek aslinya manakala ada keraguan atau kesalahan yang dijumpai pembaca.
Untuk lebih mudah membedakan kedua metode penerjemahan ini, maka perhatiak ilustrasi terjemahan ayat berikut:
ْبت ا ك نع ىلإ ًةلولْغم دي ْلعْجت ا
م دعْتف طْسبْلا َلك ا ْطس
اًًوسْْم اًمول
Jika ayat tersebut diterjemahkan secara harfiah, maka pengetiannya berarti Allah melarang seseorang membelenggu atau mengikat tangannya di atas pundaknya. Padahal, yang
dimaksud oleh ayat 29 surat Al-Isra’ [17] di atas adalah larangan bersikap pelit dalam
membelanjakan harta di samping melarang bersikap boros.
Kebenaran statement al-Dzahabi di atas tentang kemustahilan penerjemahan Alquran secara harfiah, dapat diterima sepanjang terjemahan yang dilakukan mutarjim bermaksud untuk merangkai isi kandungan Alquran yang sangat luas. Akan tetapi, boleh jadi tidak tepat apabila sasaran yang dituju atau motivasi penerjemah hanya sebatas memperkenalkan makna kosa-kata Alquran secara utuh dan menyeluruh (holistik) dengan cara menerjemahkannya secara tahlili kata demi kata dari awal hingga akhir Alquran.
(33)
14
3. Syarat-syarat Penerjemah Alquran
Penerjemahan alquran adalah mengalih pesan Alquran, ke bahasa asing selain bahasa Arab, agar dapat dikaji oleh masyarakat yang tidak menguasai bahasa Arab, sehingga dapat dimengerti maksud dari firman Allah tersebut sesuai pemahaman umum yang diterima oleh umat Islam.
Seorang penerjemah Alquran juga harus memenuhi syarat-syarat, seperti: 13
(a) Harus seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat dipercaya;
(b) Harus seorang yang tidak fasik;
(c) Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan kata. Ia harus mampu menulis
dalam bahasa sasaran dengan baik;
(d) Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran Alquran dan memenuhi kriteria sebagai
mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.
Pada saat melakukan kerja penerjemahan Alquran, seseorang harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Dalam menerjemahkan seorang penerjemah harus berpedoman pada syarat-syarat
penafsiran yang dapat diterima oleh akal sehat;
b. Penerjemah harus memperhatikan ketepatan terjemahan baik ketika melakukan
terjemahan kata per kata dengan memperhatikan aspek keterpahaman hasil terjemahan maupun terjemahan makna dengan penjelasan yang dapat menggambarkan makna tersebut dan memberi beberapa penjelas tambahan atas pilihan makna;
13 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 99-102.
(34)
15
c. Menjelaskan kebenaran pemilihan makna terjemahan dan berusaha menjelaskan
dengan dalil;
d. Dalam penerjemahan harus terkonsentrasi pada redaksi dan makna Alquran, bukan
pada bentuk susunan Alquran, karena system susunan tersebut merupakan mukjizat yang tak terjemahkan;
e. Hendaknya penerjemahan makna Alquran dengan metode terjemahan yang benar;
f. Gaya penerjemahan dengan bahasa yang mudah dicerna, dan sesuai dengan
kemampuan umum pembaca;
1. Hati-hati dalam mencarikan padanan yang tepat dari kalimat-kalimat yang ada
dalam Alquran;
2. Menuliskan makna ayat dengan sempurna;
3. Memohon bantuan pada ahli Bsa untuk mendapatkan koreksi.
g. Menjadikan tafsir sebagai rujukan dalam penerjemahan;
h. Harus memberikan keterangan pendahuluan yang menyatakan bahwa terjemahan
Alquran tersebut bukanlah Alquran, melainkan tafsir Alquran.
Selain strategi di atas, ada teknik umum yang harus pula diketahui seorang yang hendak menerjemahkan Alquran, seperti berikut:
(1) Penerjemahan ayat sebaiknya ditulis miring;
(2) Penerjemahan informasi ayat ditulis sesuai dengan kelaziman yang dipakai, seperti (QS
Al-Baqarah [2]: 33). Namun demikian, penulisan ini bisa disesuaikan dengan gaya selingkung yang berlaku;
(35)
16
(4) Penerjemah harus mengacu pada penerjemahan lain yang telah disepakati keakuratannya
oleh banyak kalangan, meskipun tetap dibenarkan melakukan penyuntingan bahasa, bukan isi terjemahan;
(5) Penerjemahan Alquran di dalam teks lain, biasanya didahului dengan klausa Allah Swt.
Berfirman. ini bukanmerupakan keharusan. Penerjemah bisa memodifikasinya.
B. Penilaian Terjemahan
Penilaian terjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan. Karena itu kriteria/aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-beda dan penilaian yang berberbeda-beda pula. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian
bukanlah sekadar dari segi benar-salah, bagus-buruk, harfiah-bebas.14 Ada beberapa kriteria
dalam penerjemahan yang harus dipertimbangkan dalam penilaiannya.15 Kriteria penilaian
tersebut akan dijabarkan sebagai berikkut. 1. Pokok-Pokok Penilaian
a. Struktur (Gramatikal)
Tata bahasa atau gramatika setiap bahasa mencakup kaidah-kaidah sintaksis yang mencerminkan pengetahuan penutur bahasa atas fakta-fakta tersebut. Misalnya, setiap kalimat
merupakan rangkaian kata, tetapi tidak semua rangkaian kata adalah kalimat.16
Rangkaian kata yang memenuhi kaidah sintaksis disebut apik (well-formed) atau
gramatikal. Sebaliknya, yang tidak memenuhi kaidah sintaksis disebut tidak apik (ill-formed) atau tidak gramatikal.
14Frans Sayogie, Penerjemahan Bebas Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN, 2008), h. 145.
15 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa,2009), h. 145. 16 Kushartati, dkk., Pesona Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 124.
(36)
17
b. Penggunaan Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan
kata, dan penggunaan tanda baca.17
c. Diksi
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.18
Ada lima tingkat dalam memilih diksi. Berikut lima tingkat tersebut:19
1. Literal
Pemilihan makna kata yang didasarkan semata-mata pada makna kata tersebut di kamus, tapi dengan memperhatikan lingkungan leksikal dan lingkungan maknanya.
2. Sintaktikal
Pemilihan diksi yang didasarkan pada susunan tata-bahasa dalam bahasa sumber dengan memperhatikan lingkungan gramatikalnya.
3. Idiomatikal
Pemilihan kata yang didasarkan pada kesepadanan idiom pada bahasa sasaran.
17 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 21.
18 Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 28.
19Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 71-73.
(37)
18
4. Estetikal
Pilihan kata yang sudah harus benar-benar mempertimbangkan mutu kesastraan, seperti konotasi dan irama, tentu saja sebisa mungkin setia dengan mutu kesastraan naskah asli.
5. Etikal
Pemilihan kata yang didasarkan pada prinsip kepatutan yang berlaku pada penutur bahasa sasaran.
d. Efektivitas Kalimat
Kalimat efektif, yaitu kalimat yang menimbulkan daya khayal pada pembaca, minimal mendekati apa yang dipikirkan penulis. Bukan hanya memiliki syarat-syarat komunikatif, gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup
menimbulkan daya khayal pada diri pembacanya.20
Sebuah kalimat terdiri dari isi dan bentuk. Yang dimaksud dengan isi adalah pemikiran penulis, sedangkan bentuk ialah kata-kata yang mewakili pikiran penulis. Jadi, isi dan bentuk menjadi kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah bangun kalimat.
Widyamartaya dalam bukunya Seni Menerjemahkan menyebutkan ciri-ciri kalimat efektif
sebagai berikut:21
1. Mengandung kesatuan gagasan
Sebuah kalimat dianggap memiliki kesatuan gagasan apabila (1) memiliki subjek dan predikat yang jelas; (2) tidak rancu, mengandung pleonasme atau tautology, dan membenarkan apa yang sudah benar; (3) ditandai dengan penggunaan tanda yang tepat dan sesuai kaidah yang telah disepakati.
20 Minto Rahayu, Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 79. 21 Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Quran (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), h. 34.
(38)
19
2. Mampu mewujudkan koherensi yang baik dan kompak
Kalimat yang mampu mewujudkan koherensi yang baik biasanya ditandai dengan (1) penggunaan kata ganti (pronominal) yang tepat; (2) penggunaan kata depan (preposisi) yang benar.
3. Memperhatikan asas kehematan
Menurut Widyamarta, penerjemah harus memperhatikan efesiensi kata. Sebab, dalam penerjemahan tidak setiap kata harus diterjemahkan apabila memiliki maksud dan tujuan yang sama.
2. Pedoman penilaian Terjemahan a. Rochayah Machali
Menurut Rochayah Machali penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap: 22
Tahap Pertama: penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap kedua. Tahap kedua: penialaian terperinci berdasarkan segi-segi dan kriteria. Tahap ketiga: penilaian terperinci pada tahap kedua tersebut digolong-golongkan dalam suatu skala/kontinum dan dapat diubah menjadi nilai.
Penilaian Umum Terjemahan
1. Segi-segi yang yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian
Perlu diperhatikan dalam setiap melakukan proses penilaian bukan hanya sekedar melihat dari benar-salah, baik buruk, dan harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus
(39)
20 diperhatikan dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan, berikut
contoh beberapa versi teks23:
- TSu:
Some focal points of crises in the present day world are of a longstanding nature.
- TSa (terjemahan Autentik):
a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia saat ini sudah bersifat
kronis.
b. Beberapa persoalan krisis utama di dunia ini sebetulnya merupakan masalah lama.
c. Beberapa hal penting yang merupakan hal krisis dunia dewasa ini adalah mengenai
pelestarian alam.
Dari tiga hasil terjemahan di atas, ada beberapa hal yang menunjukkan adanya pembanding. Pada Tsa, dari segi ketepatan pemadanannya terdapat aspek linguistik yaitu
semantik pragmatik.24
Aspek pemadanan linguistik (struktur gramatikal) dari ketiga versi terjemahan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar ketepatannya dalam menyatakannya kembali
makna yang terkandung dalam Bsu.25 Kemudian perbedaan prosedur transposisi yang mendasar
pada teks C yaitu kata World sebagai frasa dari kata in the world menjadi frasa nominal yang
disatukan dengan kata crises. Sehingga seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.26
Kemudian aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar pada teks C. yaitu
pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan adanya distorsi makna referensial. Sehingga
seolah-olah kata nature pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.
23 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143. 24 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 145. 25 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 145. 26 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 146.
(40)
21 Apabila dari ketiga versi terjemahan di atas dibandingkan dari segi gaya bahasanya, maka penerjemahan teks A harus berupaya untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan
menggunakan kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah menjadi gaya
bahasa yang biasa atau netral.27
2. Kriteria Penilaian
Suatu penilain harus mengikuti prinsip validitas dan reliabitas. Tetapi dalam proses
penilaian terjemahan bersifat relatif. Maka validitas penilaiannya dipandang dari aspek content
validity dan face validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti berarti melihat
aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang keterbacaan seperti ejaan
atau face.28
Perlu diperhatikan, yang menjadi pembantas dalam kretiria dasar adalah terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada penyimpangan makna referensil yang menyangkut maksud dari penulis aslinya. Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik, semantik, dan pragmatik. Kemudian segi
kewajaran dalam penggunaan ejaan.29
Tabel 1. Kriteria Penilaian
Segi dan Aspek Kriteria
A. Ketepatan reproduksi makna
1. Aspek linguistik
a. Transposisi
b. Modulasi Benar, jelas, wajar
27 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 147. 28 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 151. 29 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 152.
(41)
22
c. Leksikon (kosa kata)
d. Idiom
2. Aspek semantik
a. Makna referensial
b. Makna interpersonal
i. Gaya bahasa
ii. Aspek interpersonal lain (misalnya,
konotatif-denotatif)
3. Aspek pragmatis
a. Pemadanan jenis teks (termasuk
maksud/tujuan penulis)
b. Keruntutan makna pada tataran kalimat
dengan teks
Menyimpang? (lokal/total)
Berubah? (lokal/total)
Menyimpang? (lokal/total)
Berubah? (lokal/total)
B. Kewajaran ungkapan Wajar dan/atau harfiah?
(dalam arti kaku)
C. Peristilahan Benar, baku, jelas
D. Ejaan Benar, baku
Catatan untuk tabel kriteria penilaian:30
1. “Lokal” maksudnya adalah menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase).
(42)
23 2. “Total” maksudnya adalah menyangkut 75% atau lebih apabila dibandingkan dengan
jumlah kalimat seluruh teks.
3. “Runtut” maksudnya adalah sesuai/cocok dalam hal makna. 4. “Wajar” maksudnya adalah alami, tidak kaku.
5. “penyimpangan” maksudnya adalah selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk “perubahan”
3. Cara penilaian
Ada dua cara dalam melakukan proses penilaian yaitu cara umum dan cara khusus. Secara umum, secara relatif bisa digunakan pada setiap jenis teks terjemahan, sedangkan cara khusus hanya bisa digunakan khusus untuk teks terjemahan tertentu. Minsalnya teks hukum,
teks-teks yang bersifat estetis.31
Tabel 2. Rambu-rambu Penilaian
Kategori Nilai Indikator
Terjemahan hampir Sempurna
86-90 (A)
Penyampain wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada penyimpangan tata bahasa, dan tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.
Terjemahan sangat Bagus
76-85 (B)
Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah, terdapat satu atau dua kesalahan tata bahasa ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan).
Terjemahan baik 61-75 Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku
(43)
24
(C) tetapi tidak relatif lebih dari 15% dari keseluruhan teks
sehingga tidak terasa seperti terjemahan, terdapat kesalahan tata bahsa dan idiom yang relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, ada satu atau dua kesalahan ejaan
Terjemaahan cukup 46-60
(D)
Terasa seperti terjemahan, ada distorsi makna, terdapat beberapa terjemahan harfiah yang kaku relatif tidak melibihi 25% keseluruhan teks. Ada beberapa kesalahan idiom dan tata bahasa tetapi tidak lebih dari 25% dari teks keseluruhan, ada satu atau dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak umum/kurang jelas.
Terjemahan buruk 20-45
(E)
Sangat terasa seperti terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku, distorsi makna dan kekeliruan dalam penggunaan istilah lebih dari 25% dari keseluruhan teks.
Penilaian Khusus
Penilaian khusus berhubungan dengan teks-teks khusus baik dalam hal jenisnya, seperti
puisi dan dokumen hukum. Kemudian dalam hal fungsinya seperti eksprensif dan vokatif.32
Dokumen hukum yang berbentuk akta tentu akan berbeda bentuk dengan dokumen yang berisikan tentang kontrak. Dalam suatu akta notaris biasanya pada awal kalimat diawali dengan “hari ini telah datang menghadap saya…”. Maka bentuknya pun harus dipertahankan dalam
(44)
25 penerjemahan. Hal yang sama berlaku juga untuk puisi. Minsalnya suatu puisi berima estetis
tertentu tidak bisa sekedar diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima.33
Fungsi teks-teks dalam golongan tersebut harus diperhatikan sebagai teks yang sifatnya juga bentuknya khusus. Oleh karena itu, fungsinya pun juga tentunya khusus. Dengan demikian dalam proses penilaian teks-teks khusus ini harus diikut sertakan segi-segi penilaian yaitu;
bentuk, sifat dan fungsi. 34
b. Moch. Syarif Hidayatullah
Menilai kualitas suatu terjmahan merupakan salah satu aktivitas penting dalam melakukan proses penerjemahan. Alasan seorang penerjemah menilai suatu terjemahan yaitu:
melihat keakuratan, mengukur kejelasan, dan menimbang kewajaran.35
Menurut Hidayatullah dalam bukunya, menilai kualitas suatu terjemahan selain dilakukan dengan cara membaca cermat juga dapat dilakukan dengan cara perhitungan matematis. Hal ini dikarenakan penilaian terhadap suatu terjemahan perlu dilakukan secara matematis walaupun
penilaian tersebut bersifat subjektif-relatif.36 Berikut tabel penilaian yang ditawarkan oleh
Hidayatullah.
Tabel 3. Penilaian
No. Kesalahan Pengurangan Poin
1 Kalimat tidak diterjemahkan 10
2 Metode yang dipilih tidak sesuai dengan peruntukan teks 9
33 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 158. 34 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 158.
35 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h.142.
36 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h.143.
(45)
26
3 Klausa tidak diterjemahkan 8
4 Terjemahan tidak sesuai topik 7
5 Padanan budaya tidak tepat 6
6 Nama diri, peristiwa sejarah, dan kata-kata asing yang
tidak tepat
5
7 Tata bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah Bsa 4
8 Terjemahan frasa, idiom, atau makna figuratif tidak tepat 3
9 Diksi, konotasi, atau kolokasi tidak tepat 2
10 Kesalahan ejaan, penyingkatan, dan tanda baca 1
Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan tahap
penilaian sebagai berikut:37
1. Penialaian di atas dipergunakan untuk tiap 10 kalimat.
2. Setiap 10 kalimat hasil terjemahan diberi skor awal 100 poin.
3. Skor kesalahan dihitung sesuai dengan pedoman di atas.
4. Jumlahkan semua skor kesalahan dalam setiap 10 kalimat yang dinilai.
5. Skor awal (100 poin) tiap 10 kalimat kemudian dikurangi skor kesalahan.
6. Hasil dari pengurangan tersebut, dijadikan nilai yang dipergunakan untuk
mengelompokkan apakah hasil terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa (90-100), sangat baik (80-89), baik (70-79), sedang (60-69),kurang (50-59), buruk (0-49).
37 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 144.
(46)
27 Untuk melihat hasil terjemahan yang lebih dari 10 kalimat, semisal ada 50 kalimat yang hendak dinilai kualitas terjemahannya. Lalu setelah dilakukan penilaian, masing-masing per 10 kalimat mendapat hasil 61, 74, 78, 80, 85. Setelah dijumlahkan, hasil keseluruhannya menjadi 378, kemudian dibagi 5 (sesuai jumlah keseluruhan kalimat dibagi 10), sehingga nilai akhirnya adalah 75,6 (baik).
c. Syihabuddin
Berbagai kualifikasi yang perlu dipenuhi oleh seorang penerjemah dimaksudkan agar para pembaca dapat memahami terjemahan dengan mudah, karena terjemahan itu memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi, memenuhi keseluruhan makna dan maksud teks sumber, dan bersipat otonom. Menurut az-Zarqani, yang dimaksud dengan otonom ialah bahwa tejemahan itu dapat menggantikan teks sumbernya. Singkatnya, kualifikasi itu ditetapkan supaya terjemahan yang dihasilkan berkualitas.
Sesungguhnya kualitas terjemahan berkaitan dengan keterpahaman terjemahan. Kualitas itu dapat bersifat intrinsik, yaitu bertalian dengan ketepatan, kejelasan, dan kewajaran teks. Namun, dapat pula bersifat ekstrinsik, yaitu berkenaan dengan tanggapan pembaca dan
pemahamannya terhadap terjemahan.38
Dalam telaah tentang teks, kualitas intrinsik tersebut diistilahkan dengan keterbacaan, keterpahaman, dan atau ketegasan. Sakri, menggunakan ketiga istilah tersebut secara bergantian dan mendefenisikannya sebagai derajat kemudahan sebuah teks untuk dipahami maksudnya. Keterpahaman ini ditentukan oleh ketegasan, dan ketegasan itu sendiri ditentukan oleh jumlah kata dalam kalimat, penempatan informasi, penempatan panjang ruas kalimat, ketaksaan informasi yang terkandung, dan pemakaian gaya kalimat.
(47)
28 Kualitas intrinsik nas identik dengan tingkat keterbacaan nas, dan keterbacaan itu sendiri bertalian dengan keterpahaman dan kejelasan. Istilah keterpahaman terfokus pada tingkat kemudahan nas untuk dipahami maknanya, sedangkan kejelasan terfokus pada kejelasan penampilan nas itu dilihat dari segi bentuk huruf, lebar kertas, lembar sembir, jarak antara paragraf, dan hal-hal lain yang mengandung kejelasan penglihatan.
Kualitas eksternal berkaitan dengan bebagai pandangan pembaca terhadap sebuah nas terjemahan. Pandangan yang dijadikan perhatian dalam telaah kualitas ekstrinsik ialah hal-hal yang bertalian dengan kualitas intrinsik terjemahan.
Nida dan Taber, menyataka bahwa kualitas terjemahan dapat diukur dengan beberapa teknik berikut:
(a) Menggunakan teknik rumpang;
(b) Meminta tangapan pembaca terhadap nas terjemahan;
(c) Mengetahui reaksi para penyimak terhadap pembacaan nas terjemahan; dan
(d) Membaca terjemahan dengan nyaring sehingga dapat diketahui apakah pembacanya itu
lancar atau tersendat-sendat.
Larson, membicarakan masalah penilaian kualitas terjemahan dari empat aspek, yaitu:
(a) Alasan dilakukan penilaian;
(b) Orang yang menilai;
(c) Cara melakukan penilaian; dan
(d) Pemanfaatan hasil penilaian.
Penilaian dilakukan untuk mengetahui ketepatan, kejelasan, dan kewajaran terjemahan. Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh penerjemah sendiri, penilai khusus, konsultan, dan peninjau. Keempat pihak ini dapat menilai terjemahan dengan cara:
(48)
29
(a) Membandingkan terjemahan dengan nas sumbernya;
(b) Menerjemahkan kembali nas sumber;
(c) Menilai keterpahaman terjemahan;
(d) Mengukur keterbacaan nas; dan
(e) Menilai konsistensi terjemahan.
d. Benny Hoedoro Hoed
Telah dikemukakan bahwa betul-salah dalam penerjemahan bersifat relatif. Bagaimana kita menilai suatu terjemahan kalau betul-salah itu relatif? Dapat kita banyangkan betapa sulitnya menilai suatu terjemahan. Newmark menyebutkan, dari sifatnya, ada empat cara menialai terjemahan.
1. Translation as a science
Kita melihat dari segi kebahasaan murni, yakni yang hasilnya dapat dinilai betul-salahnya berdasarkan kriteria kebahasaan.
2. Translation as a craft
Terjemahan dipandang sebagai hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa.
3. Translation as an art
Menyangkut penerjemahan estetis, yakni apabila penerjemah tidak merupakan proses pengalihan pesan,tetapi juga “penciptaan” (contextual-creation) yang biasanya terjadi pada
(49)
30 4. Translation as a taste
Menyangkut terjemahan yang bersifat pribadi, yakni apabila pilihan terjemahan merupakan hasil pertimbangan berdasarkan selera.
Keempat golongan penerjemahan dapat kita letakkan pada sebuah continumm yang
berkisar dari “non-pribadi A” ke “pribadi B” sebagai berikut.39 Tabel 4.Contoh pemberian nilai
“science” “Craft” “art” “taste” Hasil Perhitungan
1 2 3 4
Contoh: 80 x 6 =
480
Contoh: 75 x 3 =
225
Contoh: 80 x 2 =
160
Contoh: 50 x 1 =
50
915/4= 228.75/3= 76,25
Catatan: (1) Nilai 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4 diberikan bersarkan pertanggung jawaban/argumentasi (biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima oleh pengajar; (3) nilai
diberikan kepada setiap kelompok kasus (“science”, “Craft”,“art”, “taste”) berdasarkan
persentase. Jadi kolom 1-80, artinya 80% dari semua kasus Translation as a science “benar”,
kolom 3 = 80 artinya 80 % dari semua kasus Translation as an art dapat dipertanggung
jawabkan.
Dengan membedakan empat tolak ukur, yakni melihat penerjemahan sebagai (1) science,
(2) craft, (3) art, (4) taste, diharapkan tidak dapat memberikan suatu penilaian yang didasari
objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam memberikan penilaian atas sebuah terjemahan.
(50)
31
Kita dapat menyimpulkan bahwa betul-salah dapat “pasti” pada (1), tetapi makin “relatif” pada
(2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah bagi kita untuk menilainya. Di sini berlaku konsep “baik -benar”. Biasanya pada tiga jenis yang terakhir kita harus bertanya apa alasan penerjemah memilih tejemahannya atau diminta kepada penerjemahannya atau memberikan catatan tentang dasar pilihan terjemahannya.
3. Nilai Terjemahan
Penilaian terjemahan disamping dapat dilakukan secara langsung mengamati dan membaca secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara memberi penilaian secara matematis. Meski hasil terjemahan itu bersifat relatif, tetapi penilaian secara matematis perlu dilakukan untuk memberi penilaian kepada hasil terjemahan.
Di bawah ini beberapa kategori penilaian matematis dari sebuah terjemahan:
a. Terjemahan Hampir Sempurna
Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada kesalahan atau penyimpangan tata bahasa, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah. Nilai terjemahan ini berkisar antara 90-100.
b. Terjemahan Sangat Bagus
Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan penggunaa istilah, ada kesalah satu-dua tata bahasa atau ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan). Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 80-89.
c. Terjemahan Baik
Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau umum. Ada
(51)
32 satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan). Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 70-79.
d. Terjemahan Cukup
Terasa sebagai terjemahan, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25% dari keseluruhan teks. Ada satu dua penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum dan kurang jelas. Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 60-69.
e. Terjemahan Kurang
Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif lebih dari 25 % dari keseluruhan teks) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% dari keseluruan teks. Nilai yang dimiliki terjemahan ini kisaran antara 50-59.
f. Terjemahan Buruk
Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif lebih dari 40% dari keseluruhan teks) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah dan ejaan lebih dari 40% dari keseluruhan teks. Nilai yang dimiliki terjemahan ini kisaran antara 0-49.
C. Keterbacaan
Keterbacaan, atau dalam bahasa Inggris disebut readability, merujuk pada derajat
kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Defenisi yang hampir sama juga
dikemukakan oleh Richards et al, readability… how easily written material can be read and
understood. Kedua defenisi keterbacaan itu agak bersifat abstrak karena didalamnya belum
dilibatkan intraksi pembaca terhadap teks yang dibacanya.40 Padahal, unsur pembaca sebenarnya
(52)
33 juga turut menentukan keterbacaan suatu teks, seperti yang diisyaratkan oleh Dale dan Chall berikut ini:
“ readability… the sum total (including the ons) all of those elements within a give piece
of printed material that affects the success a group of reader have witj it.”
Pelibatan unsur pembaca itu dalam menentukan tingkat keterbacaan suatu teks merupakan unsur tambahan yang snagat penting pada faktor-faktor kebahasaan. Bagaimanapun juga setiap teks yang dihasilkan adalah untuk dibaca, dan dengan demikian secara otomatis teks itu melibatkan pembaca.
1. Masalah Keterbacaan Teks
Pada mulanya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca. Kemudian, istilah keterbacaan itu digunakan pula dalam bidang penerjemahan karena setiap kegiatan menerjemahkan tidak pernah lepas dari kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakikat dari setiap proses penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan tetapi, hingga saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya. Bahkan, Gilmore dan Root, berpendapat bahwa ukuran keterbacaan suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan dan pesona insani tidak lebih dari sekedar alat bantu bagi seorang penulis dalam menyesuaikan tingkat keterbacaan teks dengan kemampuan para pembaca teks itu. Terlepas dari belum mantapnya alat ukur keterbacaan itu, seorang penerjemah perlu memahami konsep keterbacaan teks bahasa sumber dan bahasa
(53)
34 sasaran. Pemahaman yang baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu
penerjemah dalam melakukan tugasnya.41
2. Faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan
Tingkat keterbacaan suatu teks ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Richards et al, keterbacaan tergantung pada panjang rata-rata kalimat, jumlah kata baru, dan kompleksitas
gramatikal dari bahasa yang digunakan.42 Sakri, juga mengemukakan faktor-faktor yang sama,
seperti yang tertuang dalam kutipan ini.
“Keterbacaan, antara lain, bergantung pada kosa kata dan bangun kalimat yang dipilih oleh pengarang untuk tulisannya. Tulisan yang mengandug banyak kata yang tidak umum lebih sulit dipahami daripada yang menggunakan kosa kata sehari-hari, yang sudah dikenal oleh pembaca pada umumnya. Demikian pula, bangun kalimat ganda, susunan yang panjang dan rumpul menyulitkan pembaca akan memahami. Kesulitan di sini terkait dengan keterbacaan nas, dan tidak ada hubungannya dengan isi yang sukar dicerna. Isi yang sukar, dalam batas tertentu,
dapat disajikan dengan bahasa yang sederhana sehingga uraian keterbacaannya tinggi.”
3. Faktor Ketererbacaan dalam Penerjemahan
Faktor keterbacaan dalam penerjemahan adalah hal yang membantu pembaca suatu karya terjemahan untuk memahami dan menyelami pesan dan ide sesuai dengan apa yang disampaikan oleh penulis Tsu. Faktor-faktor ini penting sekali agar penerjemah bisa mentransformasikan
pesan yang dipahaminya dari Tsu ke dalam benak pembaca.43 Faktor-faktor keterbacaan dalam
41 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 61- 62.
42 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 63. 43 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 29.
(54)
35 penerjemahan itu seperti konkret, tegas, jelas, dan populer, adapun perjelasannya sebagai
berikut:44
a. Konkret
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu secara konkret dan tidak abstrak. Ini terutama terkait dengan data-data sejarah, nama tokoh, nama tempat, dan yang lain.
b. Tegas
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu secara tegas dan tidak bertele-tele. Ia punya kewenangan untuk membuang hal-hal yang bertele-tele dalam Tsu.
c. Jelas
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan Tsu dengan jelas dan lengkap. Karenanya, ia harus bisa melengkapi informasi pada Tsa ketika konsep yang disebutkan dalam Tsu tidak mudah dipahami oleh penutur Tsa.
d. Populer
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu dengan menggunakan bahasa yang populer dan lazim. Ia harus berni membuang arti kata-kata tertentu yang sebetulnya sudah tidak populer lagi dalam penggunaan Bsa mutakhir.
44 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), hal.29-30.
(55)
36 D. Sintesis Pustaka
Dari penjelasan pustaka di atas, dapat diketahui bahwa setiap tokoh penerjemah memiliki cara yang berbeda dalam melakukan proses menilai suatu terjemahan. Tetapi, dari setiap proses tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menilai kualitas suatu terjemahan. Setiap tokoh tersebut dalam proses penilaiannya ada yang melakukan secara matematis dan ada juga yang tidak.
Penilaian secara matematis dilakukan oleh Benny Hoedoro Hoed, Moch. Syarif Hidayatullah, dan Rochayah Machali. Penialain yang tidak menggunakan cara matematis dilakukan oleh Syihabuddin.
Dalam hal ini peneliti memilih untuk menggunakan teori yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah. Karena selain proses penilaiannya dilakukan secara matematis, juga lebih mudah dalam melakukan penilaiannya.
(56)
37 BAB III
GAMBARAN UMUM AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH
A. Seputar Al- Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh Al- Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh
Tgk. Mahjiddin Jusuf merupakan salah seorang ulama Aceh yang menaruh perhatian besar dalam mendidik masyarakat untuk cinta kepada Alquran. Dalam pandangannya, Alquran adalah sebuah tuntunan yang bukan saja harus dibaca oleh masyarakat, tetapi juga harus dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim.
Dakwah-dakwahnya yang bertujuan agar masyarakat kembali kepada Islam dengan mempelajari Alquran, sebagiannya ia sampaikan dengan menggunakan bahasa sastra berupa hikayat, pantun dan syair. Salah satu karya besarnya dan sekaligus sebagai bukti keinginannya agar masyarakat Aceh gemar mempelajari isi Alquran adalah usahanya menterjemahkan Alquran ke dalam bahasa Aceh dengan menggunakan bahasa syair.
Pemikiran ulama Aceh dalam bidang seni sastra, salah satu pemikiran Ulama Aceh yang unik terdapat dalam bidang sastra. Sebagaimana halnya kebanyakan ulama Timur Tengah yang lihai dalam syair, ulama Aceh tidak ketinggalan dalam menampilkan bakat seni dan sastranya. Kemampuan ini dituangkan dalam bentuk mahakaryanya. Dalam kajian ini akan difokuskan
pada karya Mahjiddin Jusuf berjudul: Al-Quran al-Karim, Terjemah Bebas Bersajak dalam
(57)
38 Sesuai dengan judulnya, karya ini merupakan penafsiran Alquran dengan gaya balagah. Tafsir ini mencakup tiga puluh juz dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas. Penafsiran menurut keterangan Syamsuddin Mahmud dalam pengantarnya terhadap karnya sebagai puncak sumbangan spiritual dan budaya masyarakat Aceh dalam memperingati setengah abad Indonesia merdeka (17 Agustus 1995). Menurut Syamsuddin, terjemah Alquran dalam Bahasa Aceh akan membantu rakyat Aceh untuk memahami kandungan Alquran secara konstektual, karena terjemahnya disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat
di daerah ini. Terjemahan al-Qur’an yang dibicarakan di sini dimulainya sejak 25 Nopember
1955 ketika ia berada dalam tahanan. Di dalam tahanan, ia menerjemahkan tiga surah: Yaasin, al-Kahf, dan al-Insyirah. Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam harian Duta Pantjatjita Banda Aceh, bulan Januari dan Februari 1965. Dua puluh tahun lamanya karnya ini terhenti, dan dilanjutkan kembali pada tahun 1977 dan rampung pada tahun 1988, yaitu bentuk yang disunting dan diterbitkan oleh P3KI.
Menurut Al Yasa, naskah yang diterbitkan dalam harian Duta Pantjatjita masih bisa ditemukan. Naskahnya yang terakhir bila dibandingkan dengan naskah dalam harian tersebut, terlihat bahwa naskah terakhir lebih padat dan ringkas (80 bait) sedangkan naskah awal lebih panjang yang kelihatannya lebih bebas dan mengandung lebih banyak tafsir (104 bait).
Tafsir yang diteliti ini merupakan cetakan tahun 2007, lux, ukuran buku standar dengan jumlah halaman 976. Sebagai tanda apresiasi, tafsir ini dilengkapi sambutan menteri agama RI, Gubernur Aceh, kepala BRR-NAD Nias.
Pelaku sejarah ini adalah Tgk. H . Mahjiddin Jusuf, seorang tokoh di Majelis Ulama Indonesia Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Untuk usaha besar ini diamini oleh Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh untuk menyunting dan menerbitkannya.
(58)
39 B. Tentang Penerjemah
1. Riwayat Hidup Mahjiddin Jusuf
Mahjiddin dilahirkan, dibesarkan, bahkan hidup pada masyarakat yang sedang disentuh pembaharuan merebut kemerdekaan. Usaha melanjutkan perjuangan dilakukan dengan gagasan pembaruan politik perang baru dengan maksud dan tujuan mengusir tentara Belanda setelah
pihak Belanda melakukan penghianatan, terhadap perjuangan rakyat Aceh.45
Teungku46 Mahjiddin Jusuf lahir di Peusangan Aceh Utara, salah satu Kabupaten di Aceh
pada tanggal 16 September 1918.47 Mahjiddin tumbuh dalam lingkungan islami, mengahabiskan
masa kanak-kanak dalam asuhan keluarga yang taat dalam beragama, dan mendapatkan pendidikan langsung dari orang tuanya sendiri, Tgk. H. Fakir Jusuf, yang juga merupakan
seorang ulama dan penyair dan pengarang Hikayat48 di daerah Peusangan Aceh Utara. Setelah
menyelesaikan pendidikan diberbagai Dayah49 Aceh Utara, seperti ‘Balee Setui’, ia menempuh
pendidikan nonformal pada orang tuanya, kemudian melanjutkan ke Paverlop school, detingkat
Sekolah Dasar Pendidikan Belanda yang terdiri dari lima tingkat kelas. Setelah menyelesaikan
45Ali Hasyimi, Peranan Islam dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), h. 58-60.
46Teungku adalah gelar penghormatan kepada ulama. Gelar ini berbeda di beberapa daerah minsalnya, di Jawa dikenal dengan sebutan kyai, di Sunda di kenal dengan ajengan, di Sumatra Barat dikenal dengan buya, di
Nusa Tenggara Barat dikenal dengan sebutan tuan guru, di Sulawesi Selatan dikenal dengan sebutan topandeta, di
Madura deikenal dengan nun atau bandara, di Aceh dikenal dengan sebutan teungku. Gelar teungku, hanya
diberikan kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama, berakhlak mulia dan dalam waktu tertentu menuntut ilmu kesebuah Dayah.
47 Mahjiddin Jusuf, Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh (Banda Aceh: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh, 2007), h. xix.
48 Hikayat ditulis hampir seluruhnya bebentuk puisi dengan menggunakan huruf Arab- Melayu tetapi tetap dalam teks bahasa Aceh. Ditinjau dari segi masyarakar Aceh, hikayat tidaklah dipandang sebagai karya fisik yang utuh. Hikayat dan cerita rakyat semacam itu lebih berat dipandang sebagai suatu pristiwa kehidupan yang bener-bener ada daripada sebagai buah pikiran pengarangnya. Juga, dianggap isi kandungan hikayat dianggap mewakili sekelumit peristiwa kehidupan sosial Aceh sehingga amat mempengaruhi tingkah laku, norma atau nilai-nilai social, kehidupan masyarakata dan budayaan pada umumnya.
49 Istilah Dayah berasal dari bahasa Arab zawwiyah yang berarti pojok, sudut, bagian dari suatu tempat bangunan. Hasil Kesimpulan Pertemuan Ilmiah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (1985), istilah Dayah berarti, Sekolah
(1)
82 Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 2006.
Jasin, HB. Bacaan Mulia. Tangerang : Yayasan. 1942.
Jusuf, Mahjiddin. Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh. Banda Aceh: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), 2007.
Kushartati, dkk. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Limguistik. Jakarta: Gramedia, 1983.
Lubis, Ismail. Falsifikasi Terjemahan Al-Quran. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001. Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemaha. Bandung: Kaifa, 2009.
Ma’rifat, M. Hadi. Sejarah Al-Quran. Jakarta: Al-Huda, 2007.
Moentana, Salihen. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc, 2006.
Munawwir, Ahmad Warson. Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997.
Nababan, M. Rudolf. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Pusat Bahasa Kemdiknas Republik Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif. Bandung: Refika Aditama,2007.
Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo, 2007.
Sayogie, Frans. Penerjemahan Bebas Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Almisbah. Tangerang: Lentera Hati, 2002. Syihabuddin. Penerjemah Arab Indonesia. Bandung: Humaniora, 2005.
(2)
83 Sulaiman, Budiman. Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979.
Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Depok: Rajawali Pers, 2014.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: 1989.
Wildan. Kaidah Bahasa Aceh. Banda Aceh : Geuci, 2010.
Yusuf, Suhendra. Teori Terjemahan. Bandung: Mandar Maju, 1994.
Rujukan Internet
http://www.penerjemah-online.com/2012/11/tiga-aspek-penentu-kualitas-terjemahan.html. (data ini diakses pada tanggal 03 November 2015).
(3)
(4)
(5)
(6)