PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL

(1)

PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN

MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL (Skripsi)

Oleh

Lusi Meliyana

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRACT

PREPARATION OF CaO/SiO2 CATALYSTS FROM CaCO3 AND RICE HUSK SILICA USING SOL GEL METHOD FOR

TRANSESTERIFICATION OF VEGETABLE OIL INTO BIODIESEL

BY

LUSI MELIYANA

In this research, a series of CaO/SiO2 catalysts was synthesized from CaCO3 and rice husk silica using sol gel method, to obtain the catalysts with CaO contents of 5, 10, 15, 20, and 25% relative to silica. The catalysts were subjected to calcination treatment at 600 oC for 6 hours, and then used for transesterification of coconut oil with metanol. Transesterification results showed that all of the catalysts were able to work, and the best performance was exhibited by the catalyst with CaO content of 25%, with a yield of 93,1%. Further investigation demonstrated that the optimum conditions were reaction time of 60 minutes, the ratio of metanol/oil 4, and the amount of catalyst 5% of the mass of the oil. GC-MS analysis of biodiesel produced revealed the presence of nine methyl esters correspond with fatty acids in coconut oil, suggesting that the catalysts were able to convert coconut oil into biodiesel. Catalyst with the best performance was further characterized to obtain the physical characteristics of the catalyst. Characterization with XRD showed that the catalyst composed of amorphous phase, which is silica, and crystalline phases which are CaSiO3 and Na2SiO3. Characterization with SEM showed the sample is porous material, with a surface area of 6,098 m2/g based on the results obtained using BET. As shown by the results of SEM, the surface of the sample is marked by the presence of clusters with varied sizes and shapes, and in agreement with the results of characterization using PSA. The elemental composition as seen by EDX show the presence of Na, Si, Ca, and O, which is in accordance with the raw materials used.


(3)

ABSTRAK

PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN

MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL

Oleh

LUSI MELIYANA

Dalam penelitian ini telah dilakukan sintesis katalis CaO/SiO2 dari CaCO3 dan silika sekam padi dengan metode sol gel, dan aplikasinya untuk transesterifikasi minyak kelapa dengan metanol. Katalis disintesis dengan penambahan CaCO3 ke dalam larutan silika guna mendapatkan persen CaO terhadap silika, yakni 5, 10, 15, 20, dan 25%. Sebelum digunakan, katalis dikalsinasi pada suhu 600 oC selama 6 jam. Hasil transesterifikasi menunjukkan bahwa semua katalis mampu bekerja, dan unjuk kerja terbaik dimiliki oleh katalis dengan kandungan CaO 25%, dengan rendemen sebesar 93,1%. Katalis terbaik ini selanjutnya digunakan untuk mempelajari variabel reaksi, dan didapatkan waktu reaksi optimum 60 menit, perbandingan metanol/minyak 4, dan jumlah katalis 5% dari berat minyak. Dari analisis GC-MS diketahui bahwa biodiesel yang dihasilkan terdiri dari sembilan senyawa metil ester yang sesuai dengan kandungan asam lemak dalam minyak kelapa, yang menunjukkan kemampuan katalis untuk mengubah minyak kelapa menjadi biodiesel. Katalis dengan unjuk kerja terbaik selanjutnya dikarakterisasi untuk mendapatkan karakteristik fisik katalis. Karakterisasi dengan XRD menunjukkan bahwa dalam katalis terdapat fasa amorf, yakni silika, dan fasa kristalin yakni CaSiO3 dan Na2SiO3. Karakterisasi dengan SEM menunjukkan bahwa sampel merupakan bahan berpori, dengan luas permukaan sebesar 6,098 m2/g berdasarkan karakterisasi dengan BET. Pada permukaan sampel terdapat cluster dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi, yang sesuai

dengan hasil karakterisasi menggunakan PSA. Sesuai dengan hasil EDX, unsur yang terkandung dalam sampel adalah Na, Si, Ca, dan O, yang sesuai dengan bahan baku pembuatan katalis yang digunakan.


(4)

PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN

MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL (Skripsi)

Oleh

Lusi Meliyana

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Liwa Lampung Barat pada tanggal 2 januari 1994 sebagai anak kedua dari pasangan bapak Erwandi dan Ibu Rosmalaini. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar d SDN 1 Liwa pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Liwa pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Liwa pada tahun 2011. Penulis pada tahun yang sama diterima di Universitas Lampung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung sebagai Kader Muda Himaki (KAMI) pada periode 2011-2012, anggota Biro Kesekretariatan pada periode 2012-2013, dan sekretaris Biro Kesekretariatan pada periode 2013-2014. Selain menjadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Sains Dasar untuk mahasiswa jurusan Ilmu Komputer Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan asisten Kimia Dasar mahasiswa jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2014, penulis menyelesaikan Kerja Praktik dengan judul


(8)

Kupersembahkan karya kecilku ini sebagai tanda bakti

dan rasa tanggung jawabku

Kepada

Allah SWT

Kedua orang tuaku yang senantiasa memberikan kasih

sayang, motivasi, dukungan, dan doa.

Adikku tersayang Eca Aulia Nafiza yang senantiasa

memberikan keceriaannya.

Pembimbing penelitianku Prof. Wasinton Simanjuntak,

Ph. D dan Bapak Ibu Dosen Jurusan Kimia atas semua

dedikasinya selama adinda menempuh pendidikan.

Keluarga besar yang selalu mendoakan keberhasilanku

Sahabat-sahabat, orang terkasih dan teman-teman tercinta


(9)

“Tiada sukses diraih tanpa keterlibatan orang lain.

Pandai membawa diri disetiap pergaulan adalah ilmu

hidup yang mutlak dimiliki oleh setiap orang yang

ingin sukses”. (Andrie Wongso)

Jangan mengatakan TIDAK MAMPU sebelum anda

berusaha menjadikan diri anda mampu !!!

Nabi Muhammad SAW bersabda : “sesungguhnya

Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuh umat

manusia dan tidak pula menilai ketampanan

wajahnya, tetapi Allah melihat (menilai) keihklasan

hati hambanya”. (HR. Muslim)

Berfikirlah positif karena pikiran positif akan

menghasilkan hal-hal yang positif. Always be positive


(10)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN MINYAK NABATI MENJADI

BIODIESEL”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Universitas Lampung. Shalawat teriring salam semoga

tersampaikan sepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat serta umatnya di akhir zaman, Aamiin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph. D. selaku Pembimbing I penulis atas seluruh dedikasi beliau selama menyelesaikan skripsi, yakni bimbingan, saran, motivasi, kesabaran dan keikhlasan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph. D. selaku Pembimbing II atas bimbingan, saran, motivasi, kesabaran, dan keikhlasannya sehingga penulis dapat


(11)

4. Ibu Kamisah Pandiangan, M. Si. selaku Pembimbing Kerja Praktik dan Pembimbing Akademik hingga Semester 7 atas, bimbingan, saran, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

5. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si. selaku Pembimbing Akademik atas segala bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 8. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen jurusan Kimia Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

9. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Erwandi dan Ibu Rosmalaini yang telah membesarkan, merawat, mendidik penulis dengan baik serta memberikan motivasi, arahan, dan semangat yang tiada hentinya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian, Aaamiin.

10.Adikku tercinta Eca Aulia Naviza yang selalu memberikan keceriaan dan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11.Keluarga besarku di Liwa Lampung Barat terimakasih atas motivasi, semangat, doa, dan dukungannya kepada penulis.


(12)

lelah mengingatkan, mendukung, dan memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Miftahur Rahman terimakasih atas dukungan, semangat, motivasi dan doa yang telah diberikan kepada penulis.

14.Partner penelitianku Endah Pratiwi, Jelita P. Saroinsong, Umi Fadilah, dan M. Yusry Ahmadhani atas kerjasama, dukungan, dan motivasinya.

15.Rekan-rekan Kimia Angkatan 2011 Ajeng Ayu Miranti, Ana Febrianti

Wulandari, Anggino Saputra, Ari Susanto, Arik Irawan, Asti Nurul Aini, Ayu Berliana, Ayu Fitriani, Azies Nur Dwiyansah, Cindy Moyna Clara L.A., Daniar Febriliani Pratiwi, Dewi Karlina, Dia Tamara, Eva Dewi N. S.,

Fatimah Milasari, Fatma Maharani, Frederica Giofany, Irkham Bariklana, Ivan halomoan, J. Julianser Nicho, Lewi Puji L., Mardian Bagus S., Mega Suci H.P., Melli Novita Windiyani., Melly Antika, Nico Mei Chandra, Nira Dwi Puspita, Nopitasari, Pandegani P., Ramos Vicher, Rina Wijayanti, Rio Wicaksono, Sanjaya Yudha G., Yulia Ningsih, Yunia Hartina, dan Wagiran untuk persaudaraan, keceriaan, dan kenangan selama menempuh pendidikan. 16.Rekan-rekan Laboratorium Polimer Mba Nurjannah, S.Si., Mba Faradilla

Syani, S.Si., Kak Hanif Amrulloh, S.Si., Ibu Laila, S.Si., Ibu Rina, S.Pd., Mba Tutik, S.Si., Fenti, Debo, Ruli, Ferdinan, Anton, Yudha, Gesa, Nora, Yunitri, Netti, dan Hermayana atas bantuan, motivasi, dan dukungannya.


(13)

jurusan kimia.

18.Seluruh keluarga besar Jurusan Kimia Angkatan 2011-2014. 19.Almamater tercinta, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penelitian di masa datang. Semoga bermanfaat.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Dasar Pembuatan Biodiesel .. ... 8

1. Bahan Baku Biodiesel ... 8

2. Reaksi Pembuatan Biodiesel ... 9

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi .... 11

4. Sifat-Sifat Penting Biodiesel ... 15

5. Karakterisasi Biodiesel menggunakan Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 20

B. Katalis Heterogen ... 22

1. Situs Aktif ... 22

2. Penyangga ... 23

3. Aplikasi ... 23

4. Karakterisasi Katalis ... 23

a. Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction) ... 23

b. Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-ray Spektrometer (SEM-EDX) ... 26

c. BET (Brunauer Emmett Teller) ... 28

d. Particle Size Analyzer (PSA) ... 31

C. Kalsium Karbonat (CaCO3) ... 32

D. Silika Sekam Padi ... 32


(15)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Alat dan Bahan ... 35

1. Alat-alat yang digunakan ... 35

2. Bahan-bahan yang digunakan ... 36

C. Prosedur Penelitian... 36

1. Preparasi Sekam Padi ... 36

2. Ekstraksi Silika dengan Metode Presipitasi ... 36

3. Pembuatan Katalis CaO/SiO2 Dengan Metode Sol Gel ... 37

4. Kalsinasi Katalis... 38

5. Uji Reaksi Transesterifikasi ... 38

a. Pemilihan Komposisi Katalis Terbaik ... 39

b. Penentuan Waktu Reaksi Optimum ... 39

c. Penentuan Nisbah Metanol Terhadap Minyak ... 40

d. Penentuan Jumlah Katalis Optimum ... 40

6. Karakterisasi Biodiesel... 40

a. Karakterisasi Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 41

b. Uji Kualitas Biodiesel ... 42

7. Karakterisasi Katalis ... 42

a. Karakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction) ... 42

b. Karakterisasi dengan SEM/EDX (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray Spectrometer) .... 43

c. Karakterisasi dengan Particle Size Analyzer (PSA)... 44

d. Karakterisasi dengan BET (Brunauer-Emmett-Teller) ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar ... 46

B. Preparasi Sekam Padi ... 47

C. Ekstraksi Silika Sekam Padi... 48

D. Pembuatan Katalis ... 50

E. Uji Reaksi Transesterifikasi ... 51

1. Penentuan Komposisi Katalis Terbaik ... 52

2. Penentuan Waktu Reaksi Optimum ... 54

3. Penentuan Nisbah Metanol Terhadap Minyak Optimum... 55

4. Penentuan Jumlah Katalis Optimum ... 56

F. Karakterisasi Biodiesel... 56

1. Karakterisasi Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 57

2. Uji Kualitas Biodiesel... 62

G. Karakterisasi Katalis ... 63

1. X-Ray Diffraction (XRD) ... 63

2. Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive –Ray Spectrometer (SEM-EDX) ... 65

3. Particle Size Analyzer (PSA) ... 69


(16)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tanaman penghasil minyak nabati ... 9

2. Komposisi sekam padi ... 33

3. Komposisi bahan baku untuk pembuatan katalis dengan jumlah CaO yang berbeda ... 50

4. Hasil rendemen biodiesel pada pemilihan katalis terbaik ... 54

5. Hasil biodiesel penentuan waktu optimum ... 55

6. Hasil biodiesel penentuan nisbah metanol optimum ... 55

7. Hasil biodiesel penentuan jumlah katalis optimum... 56

8. Komposisi biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 5% ... 58

9. Komposisi biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 10% ... 59

10.Rangkuman hasil GC-MS produk transesterifikasi minyak kelapa ... 60

11.Hasil uji parameter fisik biodiesel ... 63

12.Komposisi kimia permukaan katalis ... 68


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Reaksi transesterifikasi ... 9

2. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol ... 10

3. Mekanisme reaksi antara asam lemak, metanol, dan katalis CaO ... 11

4. Skema Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 20

5. Kromatogram biodiesel dari minyak kelapa ... 21

6. Pola difraksi katalis CaO ... 24

7. SEM CaO dari cangkang kerang tiram putih ... 27

8. Enam tipe adsorpsi dan desorpsi isotermis pada padatan atau bahan mesopori dan mikropori ... 30

9. Instrumentasi alat particle size analyzer (PSA) ... 31

10.Preparasi sekam padi ... 48

11.Ekstraksi silika sekam padi ... 48

12.Pembuatan sol silika ... 50

13.Proses pembuatan katalis CaO/SiO2 ... 51

14.Alat refluks ... 52

15.Pemisahan biodiesel ... 53

16.Kromatogram biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 5% ... 57


(19)

18.Spektrum massa metil laurat ... 61

19.Fragmentasi metil laurat ... 62

20.Pola difraksi sinar-X katalis CaO/SiO2 25% yang dikalsinasi pada suhu 600 oC ... 64

21.Mikrograf katalis CaO/SiO2 20% ... 66

22.Mikrograf katalis CaO/SiO2 25% ... 67

23.Spektrum EDX katalis CaO/SiO2 20% ... 68

24.Spektrum EDX katalis CaO/SiO2 25% ... 68

25.Hasil pengukuran PSA katalis CaO/SiO2 20% ... 70

26.Hasil pengukuran PSA katalis CaO/SiO2 25% ... 70

27.Kurva hasil Multi-Point BET plot ... 72


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Bahan bakar berbasis minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di seluruh dunia hingga sekarang. Dewasa ini kebutuhan akan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi dan perkembangan teknologi, sementara cadangan minyak bumi semakin menipis karena sifatnya yang tidak terbarukan. Untuk mengatasi kebutuhan akan sumber energi yang terus meningkat, langkah yang terus dilakukan adalah pengembangan bahan bakar alternatif dan terbarukan, salah satunya adalah biodiesel (Pravitasari, 2009; Syani, 2014).

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dan terbarukan sehingga ketersediaannya terjamin. Di samping itu, biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan, dapat terurai, memiliki sifat pelumasan yang baik terhadap piston mesin piston karena termasuk kelompok minyak tidak mengering, dan mampu mengurangi efek rumah kaca karena menghasilkan lebih sedkit gas CO2

dibanding solar petrokimia. Kelebihan lainnya adalah biodiesel tidak

mengandung sulfur, bilangan asap (Smoke Number) rendah, dan angka setana

(Cetana Number) berkisar antara 57-62 sehingga efisiensi pembakaran lebih baik,


(21)

Secara kimia, biodiesel adalah senyawa ester asam lemak yang terdapat dalam minyak nabati maupun lemak hewan. Umumnya biodiesel merupakan monoalkil ester yang dihasilkan dengan mengganti gugus gliserida menjadi alkil sederhana, terutama gugus metil atau etil, melalui reaksi antara minyak nabati dengan alkohol sederhana, yang secara umum dikenal sebagai transesterifikasi. Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel dapat berasal dari beragam tanaman, antara lain kacang kedelai (Yin et al., 2014; Sun et al., 2014), kelapa

(Syani, 2014; Zanuttini et al., 2014), kelapa sawit (Habibullah et al., 2014; Rashid et al., 2014), kapas (Athalye et al., 2013; Jin-hua et al., 2010), jarak pagar (Zhu et al., 2006), dan bunga matahari (Granados et al., 2007).

Minyak nabati tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena mengandung ester asam lemak yang dapat diubah menjadi monoalkil ester melalui reaksi transesterifikasi. Pada penelitian ini digunakan minyak kelapa sebagai bahan baku uji pembuatan biodiesel karena minyak kelapa melimpah di Indonesia. Selain itu, kandungan asam lemak terbesar dalam minyak kelapa adalah asam laurat yang memiliki rantai karbon yang lebih pendek sehingga pada reaksi transesterifikasi dapat berjalan lebih cepat dibandingkan dengan bahan baku lainnya yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon yang lebih panjang.

Reaksi transesterifikasi antara minyak nabati dengan alkohol dengan

menggunakan katalis akan menghasilkan biodiesel. Pada beberapa penelitian biasanya jenis alkohol yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah metanol karena memiliki berat molekul paling rendah sehingga bobot molekul


(22)

biodiesel juga paling rendah, lebih murah, dan lebih reaktif dibanding etanol (Prihandana dkk., 2006).

Dewasa ini salah satu fokus penelitian untuk produksi biodiesel adalah mencari katalis yang baik untuk proses pembuatan biodiesel. Secara tradisional, katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen berupa asam kuat misalnya H2SO4 (Hayyan et al., 2011), HNO3 (Su, 2013), dan HCl (Su, 2013), dan basa kuat misalnya NaOH (Rodriguez-Guerrero et al., 2013) dan KOH

(Baroutian et al., 2010).

Katalis homogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk, sehingga pemisahan katalis dari produknya cukup rumit dan memerlukan pengolahan lanjut biodiesel yang dihasilkan (Herman and Zahrina, 2006). Selain itu, katalis homogen tersebut dapat bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun sehingga akan menurunkan rendemen biodiesel dan mempersulit proses pemurnian (Gozan et al.,2007; Nasikin et al., 2004).

Karena kekurangan katalis homogen, saat ini katalis heterogen menjadi salah satu fokus penelitian sebagai pengganti katalis homogen. Katalis heterogen

merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produk, sehingga dapat dipisahkan dengan mudah dan sederhana. Di samping itu, katalis heterogen tidak bersifat korosif, kestabilan termalnya relatif tinggi

sehingga dapat digunakan untuk reaksi yang memerlukan suhu yang tinggi dan memungkinkan untuk digunakan ulang (Moffat, 1990; Frenzer and Maier, 2006).

Secara garis besar, katalis heterogen terdiri dari dua komponen utama yakni situs aktif dan penyangga. Situs aktif bertanggung jawab terhadap reaksi utama dan


(23)

berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi. Situs aktif merupakan logam-logam transisi yang memiliki orbital d kosong atau memiliki elektron tunggal yang akan disumbangkan pada molekul reaktan sehingga membentuk ikatan baru dengan kekuatan ikatan tertentu (Campbell, 1998). Reaksi katalisis biasanya terjadi pada situs aktif permukaan katalis, sehingga semakin banyak situs aktif maka reaksi akan berjalan semakin baik.

Situs aktif yang dapat digunakan pada katalis adalah logam, seperti Fe (Kusworo dkk., 2013), Zn (Jitputti et al., 2006; Xie et al., 2007), Zr (Jitputti et al., 2006;

Chen et al., 2007), Ti (Chen et al., 2007) dan sebagainya. Akan tetapi logam

tersebut dalam katalis belum umum digunakan dalam produksi biodiesel

dikarenakan biaya katalis yang cukup tinggi (Refaat, 2011). Logam lainnya yang dapat digunakan sebagai situs aktif katalis salah satunya adalah oksida logam alkali tanah yang diketahui memiliki unjuk kerja baik dalam reaksi

transesterifikasi dan juga biaya katalis yang cukup murah. Beberapa jenis oksida logam alkali tanah yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah katalis CaO (Watcharathamrongkul et al., 2010) yang menghasilkan rendemen

biodiesel minyak kedelai hingga 96,3%, MgO (Nurjannah, 2014), dan SrO (Liu et al., 2007) yang menghasilkan rendemen biodiesel minyak kedelai hingga 95%.

Berdasarkan unjuk kerjanya yang baik, dalam penelitian ini akan disintesis katalis heterogen dengan situs aktif oksida logam alkali tanah CaO. Penggunaan katalis CaO pada proses transesterifikasi telah banyak diteliti. Pada penelitian ini digunakan CaCO3 sebagai sumber CaO karena kalsium karbonat dapat diperoleh dengan mudah dan harganya yang murah. Penggunaan katalis CaO pada proses transesterifikasi juga memiliki keuntungan, seperti aktivitasnya yang tinggi,


(24)

kondisi reaksi yang ringan, waktu hidup katalis yang panjang, serta harga katalis yang cukup murah. Menurut Reddy et al. (2006) pada pembuatan biodiesel,

nanokristalin CaO merupakan katalis yang efisien dengan hasil yang cukup tinggi pada suhu ruang.

Komponen lain penyusun katalis heterogen adalah penyangga atau support yang

berfungsi untuk memberikan luas permukaan yang lebih besar bagi fasa aktif, memperbaiki kekuatan mekanik, serta meningkatkan stabilitas termal dan efektivitas katalis. Peran penyangga sangat penting dimana logam aktif didispersikan di permukaan penyangga. Penyangga harus tahan terhadap perubahan termal, sehingga seharusnya mempunyai titik leleh sedikit diatas komponen aktif. Beberapa contoh penyangga yang sering digunakan adalah γ -alumina (Wang and Liu, 1998), silika (Pandiangan dkk., 2009; Benvenutti and Gushikem, 1998; Yang et al., 2006), dan zeolit (Syani, 2014; Breck, 1974).

Keberadaan penyangga tersebut mempengaruhi sifat permukaan katalis yang dibuat dan menunjukkan aktivitas katalitik yang sangat berbeda.

Pada penelitian ini, silika sekam padi digunakan sebagai penyangga katalis. Sekam padi merupakan hasil samping pada penggilingan padi. Pada penggilingan padi biasanya diperoleh sekam padi sekitar 20-30% dari bobot gabah (Widowati, 2001). Menurut Sharma et al. (1984) pada sekam padi tersebut terdapat silika

sekitar 22%. Karena kandungan silika pada sekam padi yang cukup banyak maka sekam padi dapat digunakan sebagai sumber silika yang akan digunakan sebagai penyangga pada penelitian ini. Silika sekam padi tersebut diekstraksi


(25)

tersebut, misalnya NaOH dan KOH (Kalaphathy et al., 2000; Daifullah dkk.,

2003; Pandiangan dkk., 2008; Suka dkk., 2008).

Katalis CaO/SiO2 dipersiapkan dengan menggunakan metode sol gel. Metode ini digunakan karena metode ini memiliki keuntungan yaitu relatif mudah dilakukan, tidak memerlukan waktu yang lama (Sriyanti dan Taslimah, 2005), memiliki homogenitas yang tinggi (Petrovic et al., 2001).

Selain ditentukan jenis situs aktif dan penyangga, unjuk kerja katalis heterogen juga ditentukan oleh komposisi katalis, dalam arti nisbah situs aktif terhadap penyangga. Atas dasar ini, dalam penelitian ini akan disintesis katalis dengan perbandingan antara Ca dan SiO2 yang bervariasi, sehingga akan didapatkan komposisi katalis dengan unjuk kerja terbaik. Faktor penentu lainnya adalah suhu kalsinasi, yang diperlukan untuk mengubah CaCO3 menjadi CaO. Dalam

penelitian ini, katalis akan dikalsinasi pada suhu 600 oC. Pemilihan suhu ini didasarkan pada sifat silika yang masih berada dalam fasa amorf pada suhu di atas, sementara pada suhu yang lebih tinggi silika akan berubah menjadi fasa kristalin dan mengurangi efektifitasnya sebagai penyangga katalis. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas yang akan dipelajari pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh katalis CaO/SiO2 dan komposisi

CaCO3 yang efektif terhadap proses transeterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel.


(26)

1.2Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini :

1. Untuk mengetahui karakteristik struktur, mikrostruktur, dan luas permukaan katalis CaO/SiO2 dengan nisbah CaO/SiO2 yang berbeda. 2. Untuk mengetahui pengaruh komposisi katalis CaO/SiO2 terhadap unjuk

kerja pada reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel.

1.3Manfaat Penelitian

Informasi ilmiah yang didapatkan dari penelitian ini, diharapkan dapat

dimanfaatkan sebagai dasar untuk pengembangan katalis heterogen yang mampu bekerja efektif dari bahan baku yang murah. Di samping itu, hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah dari pertanian padi melalui pemanfaatan silika sekam padi yang selama ini belum bernilai ekonomis.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip Dasar Pembuatan Biodiesel

1. Bahan Baku Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dan terbarukan yang saat ini sedang dikembangkan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Biodiesel terbentuk dari bahan baku minyak nabati atau lemak hewani yang mengandung monoalkil ester dari rantai panjang asam-asam lemak jenuh maupun tidak jenuh. Dewasa ini minyak nabati lebih sering digunakan sebagai bahan baku biodiesel dibandingkan dengan lemak hewani. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterifikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang tergantung pada kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku.

Dewasa ini pembuatan biodiesel umumnya menggunakan bahan baku minyak nabati dikarenakan ketersediaannya yang dapat diperbaharui. Selain itu, biodiesel yang dihasilkan dari minyak nabati memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak beracun, dapat dibiodegradasi, mempunyai bilangan setana yang tinggi,

mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon, dan nitrogen oksida. Serta memiliki flash point yang lebih tinggi dari bahan bakar diesel petroleum.


(28)

Tanaman penghasil minyak nabati juga sangat melimpah dibandingkan dengan minyak hewani. Tabel 1 menunjukkan beberapa tanaman penghasil minyak nabati yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.

Tabel 1. Tanaman penghasil minyak nabati

Tanaman Nama Latin

Kelapa Kelapa Sawit Jarak Pagar Kedelai Zaitun

Bunga Matahari Kapas

Cocos nucifera Alaeis guineensis

Jatropha curcas L., Euphorbiaceae Glycine max, (Linn.) Merrill Olea europaea

Helianthus annuus L. Gossypium arboreum

Sumber : Romano and Sorichetti, 2011 ; Soerawidjaja, 2006.

2. Reaksi Pembuatan Biodiesel

Pada hakekatnya proses pembuatan biodiesel sangatlah sederhana yaitu dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati atau minyak hewani.

Transesterifikasi merupakan proses reaksi antara trigliserida dengan alkohol menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi transesterifikasi secara umum ditunjukkan pada Gambar 1.


(29)

Pada Gambar 1 diperlihatkan bahwa pada reaksi transesterifikasi terjadi

pengubahan gugus gliserida yang digantikan oleh metil atau etil dari alkohol dan gliserida diubah menjadi gliserol. Alkohol yang digunakan pada proses

transesterifikasi adalah alkohol rantai pendek karena bereaksi lebih cepat dengan trigliserida.

Gliserida yang terkandung dalam minyak nabati pada umumnya terbagi dalam tiga golongan yaitu monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Semua jenis gliserida tersebut dapat mengalami reaksi transesterifikasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol Pada proses reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel memerlukan bantuan katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi. Percepatan reaksi tersebut terjadi karena katalis mempengaruhi mekanisme reaksi yang berlangsung, dimana penggunaan katalis asam atau basa melibatkan mekanisme yang berbeda. Secara umum diketahui bahwa reaksi transesterifikasi diawali dengan reaksi antara alkohol dengan katalis untuk menghasilkan spesies aktif yang selanjutnya bereaksi dengan asam lemak. Untuk penggunaan CaO/SiO2 sebagai katalis dan metanol, mekanisme reaksi yang terlibat disajikan dalam Gambar 3.


(30)

Gambar 3. Mekanisme reaksi antara asam lemak, metanol, dan katalis CaO

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah waktu reaksi, pengadukan, katalis dan suhu reaksi. Secara umum, untuk reaksi kimia diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi maka interaksi antar molekul semakin intensif dan menghasilkan produk yang lebih banyak. Prinsip dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi transesterifikasi, sehingga faktor ini telah dikaji dalam banyak penelitian. Dalam penelitian sebelumnya (Samart et al., 2010), dipelajari pengaruh waktu terhadap reaksi transesterifikasi minyak

kacang kedelai, dengan melangsungkan reaksi pada waktu yang berbeda, yakni 6, 8, dan 10 jam, dan melaporkan bahwa waktu optimum adalah 8 jam dengan persen konversi sebesar 95,2%. Minyak nabati yang sama juga telah diteliti oleh Sun et al. (2014),dengan memvariasikan waktu reaksi antara 0,5 sampai 4 jam,


(31)

dan melaporkan waktu optimum adalah 4 jam dengan persen konversi sebesar 94,3%. Beberapa penelitian juga telah dilakukan dengan minyak nabati yang lain, dan melaporkan waktu reaksi yang bervariasi, antara lain minyak kelapa 1,5 jam (Padil dkk., 2010), minyak kelapa sawit 1 jam (Jitputti et al., 2006), minyak jarak

pagar 2,5 jam (Zhu et al.,2006), dan minyak biji kapas 8 jam (Chen et al., 2007).

Selain waktu, pengadukan juga merupakan faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu reaksi kimia, karena perlakukan ini akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Pengadukan sangat penting karena minyak, katalis, dan metanol merupakan campuran yang immiscible.

Prinsip pengadukan didasarkan persamaan Arrhenius :

k = A e(-Ea/RT) (1) Dimana :

k = Tetapan laju reaksi A = Faktor tumbukan (t-1) Ea= Energi aktivasi (kJ/mol) T = Suhu absolut (oK) R = Konstanta gas (J/moloK)

Dalam bidang penelitian tentang biodiesel, faktor ini juga telah dipelajari dalam sejumlah penelitian. Hayyan et al. (2011) mempelajari pengaruh pengadukan

pada biodiesel minyak kelapa sawit dengan variasi pengadukan antara 200 sampai 800 rpm, dan melaporkan pengadukan terbaik pada 400 rpm dengan persen konversi 94,78%.


(32)

Faktor berikutnya yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah katalis. Katalis pada reaksi kimia berfungsi untuk mempercepat reaksi. Katalisator juga berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu kecepatan reaksi menjadi semakin meningkat. Pada reaksi

transesterifikasi yang telah dilakukan biasanya menggunakan katalis dengan variasi antara 1% berat sampai 10% berat campuran peraksi (Mc Ketta, 1978). Pada reaksi transesterifikasi terdapat dua jenis katalis yang dapat digunakan adalah katalis homogen dan heterogen.

Katalis yang umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi bisa berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk. Beberapa katalis homogen yang sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis asam atau basa seperti H2SO4 (Al-Widyan and Al-Shyouk, 2002; Hayyan, et al., 2011), HCl (Al-Widyan and Al-Shyouk, 2002; Su, 2013), NaOH (Rodriguez-Guerrero, et al.,

2013; Haryanto, 2002) dan KOH (Prakoso, 2004; Baroutian et al., 2010).

Penggunaan katalis homogen ini memiliki beberapa kelemahan seperti bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, mencemari lingkungan, dan tidak dapat digunakan kembali (Widyastuti, 2007).

Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produk. Beberapa katalis heterogen yang sering digunakan adalah oksida logam seperti CaO (Watcharathamrongkul et al., 2010), MgO

(Nurjannah, 2014; Wang and Yang, 2007), SrO (Liu et al., 2007) dan lain-lain.


(33)

kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak korosif, dan dapat dengan mudah dipisahkan dari produk.

Banyaknya katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi juga

mempengaruhi jumlah biodiesel yang dihasilkan. Dalam penelitian sebelumnya, Demirbas (2007) telah mempelajari pengaruh nisbah katalis CaO yang digunakan pada biodiesel minyak biji bunga matahari dengan variasi adalah 0,3; 0,6; 1,0; 3,0; dan 5,0% berat dengan waktu reaksi yang sama, dan melaporkan bahwa reaksi optimum pada persen berat katalis sebesar 5%. Selain Demirbas, Granados et al.

(2007) juga melakukan penelitian yang sama dan mendapatkan hasil bahwa banyaknya biodiesel yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi meningkat dengan jumlah katalis yang digunakan.

Selain itu, pengaruh nisbah katalis juga dipelajari oleh Wang and Yang(2007) menggunakan minyak kacang kedelai dengan variasi nisbah katalis CaO adalah 1, 2, 4, 8, dan 12%, dan melaporkan reaksi optimum didapat pada nisbah katalis 8% dengan persen konversi sebesar 90%.

Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin cepat reaksi dan semakin banyak persen konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius.

Dalam penelitian sebelumnya, Liu et al. (2008) mempelajari pengaruh suhu pada

minyak kacang kedelai menggunakan katalis CaO dengan variasi 50-80 oC, dan melaporkan reaksi optimum pada suhu 65 oC dengan persen konversi hingga 95%. Penelitian juga dilakukan Hayyan et al. (2011) untuk mempelajari pengaruh suhu


(34)

transesterifikasi minyak kelapa sawit menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) dengan variasi suhu antara 40-80 oC dan melaporkan reaksi optimum pada suhu 60 oC dengan persen konversi sebesar 93,87%.

Selain itu, pengaruh suhu juga telah diteliti pada minyak nabati lainnya, seperti minyak jarak pagar pada suhu 70 oC dengan persen konversi 93% (Zhu et al.,

2006), minyak biji bunga matahari pada suhu 60 oC dengan persen konversi 94% (Granados et al., 2007), dan minyak kelapa pada suhu 70 oC dengan persen

konversi 100% (Syani, 2014).

4. Sifat-Sifat Penting Biodiesel a. Viskositas

Viskositas (kekentalan) merupakan sifat yang menunjukkan resistensi fluida terhadap alirannya, karena gesekan di dalam bagian cairan yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain mempengaruhi pengatoman bahan bakar dengan injeksi kepada ruang pembakaran, akibatnya terbentuk endapan pada mesin. Viskositas yang tinggi akan mengakibatkan kecepatan aliran akan lebih lambat sehingga proses derajat atomisasi bahan bakar akan terlambat pada ruang bakar. Pada umumnya viskositas minyak nabati lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas solar, sehingga diperlukan proses transesterifikasi untuk menurunkan viskositas tersebut agar mendekati viskositas biodiesel Standar Nasional Indonesia (SNI).


(35)

Viskositas dapat dibedakan atas viskositas dinamik (µ) dan viskositas kinematik (v). Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolute) dengan densitas (rapat massa) fluida.

=

(2)

Keterangan :

υ = viskositas kinematik (cSt) µ = viskositas dinamik (poise)

ρ = rapat massa (g/cm3)

Nilai viskositas dapat diukur dengan alat viskometer Oswald. Persamaan untuk menentukan viskositas kinematik dengan menggunakan viskometer Oswald :

µ = K x t (3)

Dimana :

µ = viskositas kinematik (centi stokes atau cSt) K = konstanta viskometer Oswald

t = waktu alir fluida didalam pipa viskometer (detik)

Menurut SNI 04-7182-2006, biodiesel yang baik harus memiliki viskositas antara kisaran 2,3-6,0 mm2/s. Pada penelitian sebelumnya, Padil dkk. (2010)

mendapatkan hasil biodiesel dari minyak kelapa menggunakan katalis CaCO3, dengan viskositas sebesar 2,441 mm2/s. Hasil ini menunjukkan bahwa biodiesel dari minyak kelapa memenuhi standar viskositas dari SNI. Selain itu, Zanuttini et al. (2014) juga mendapatkan biodiesel minyak kelapa menggunakan katalis


(36)

H2SO4 dengan viskositas sebesar 5,1 mm2/s, hasil tersebut memenuhi standar SNI dan standar ASTM D 6751 dengan kisaran 1,9-6,0 mm2/s.

b. Densitas

Massa jenis menunjukan perbandingan massa persatuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar.

Kerapatan suatu fluida (ρ) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volume.

ρ=m

v (4)

Dimana :

ρ = rapat massa (kg/m3) m = massa (kg)

v = volume (m3)

Berdasarkan SNI 04-7182-2006, massa jenis standar biodiesel sebesar 0,850-0,890 g/mL. Dari penelitian sebelumnya, Padil dkk. (2010) mendapatkan

biodiesel minyak kelapa menggunakan katalis CaCO3 yang memiliki massa jenis sebesar 0,86 g/mL, ini menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar SNI.

c. Titik Nyala (Flash Point)

Titik nyala (flash point) adalah suhu terendah dimana suatu bahan bakar tersebut

mudah terbakar ketika bereaksi dengan udara. Titik nyala yang sangat tinggi dapat menyebabkan detonasi yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar


(37)

masuk ruang pembakaran. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko berbahaya pada saat penyimpanan. Menurut SNI 04-7182-2006, standar titik nyala pada biodiesel minimal 100 oC. Pada penelitian Padil dkk. (2010), titik nyala pada biodiesel minyak kelapa yang dihasilkannya adalah sebesar 110 oC. Hasil penelitian lainnya, Diaz dan Galindo (2007) juga menghasilkan biodiesel dari minyak kelapa yang memiliki titik nyala 107 oC.

d. Bilangan Iod

Tingkat ketidakjenuhan atau banyaknya ikatan rangkap asam asam lemak

penyusun biodiesel ditunjukkan melalui bilangan iod. Banyaknya senyawa asam lemak tak jenuh meningkatkan ferpormansi biodiesel pada temperatur rendah karena senyawa ini memiliki titik leleh (Melting Point) yang lebih rendah (Gerpen

and Knothe, 2005). Biodiesel yang memiliki bilangan iod yang tinggi akan mengakibatkan polimerisasi dan pembentukan deposit pada injector noozle dan

cincin piston pada saat mulai pembakaran (Panjaitan , 2005). Berdasarkan standar biodiesel Indonesia nilai maksimum bilangan Iod yang diperbolehkan untuk biodiesel yaitu 115 gram Iod/100 gram.

Dalam penelitian sebelumnya, Padil dkk. (2010) telah melakukan transesterifikasi minyak kelapa dengan katalis CaCO3 yang menghasilkan biodiesel dengan

bilangan iod 6,35 gram Iod/100gram. Bilangan Iod yang rendah ini menunjukkan bahwa sebagian besar biodiesel disusun oleh asam lemak dengan rantai

hidrokarbon jenuh. Menurut Diaz dan Galindo (2007), bahan bakar mesin diesel yang ideal adalah bahan bakar yang merupakan rantai hidrokarbon jenuh


(38)

e. Kadar Air

Kadar air dalam minyak sangat berpengaruh pada kualitas minyak. Semakin kecil kadar air yang terdapat dalam minyak maka semakin baik kualitas minyak, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat

menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas. Kandungan air dalam bahan bakar juga menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam.

Menurut SNI 04-7182-2006, karakteristik biodiesel standar harus memiliki kadar air maksimum sebesar 0,05%. Pada biodiesel minyak kelapa dengan katalis CaCO3 yang diproduksi oleh Padil dkk. (2010) memiliki kadar air sebesar 0,039%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air pada biodesel yang dihasilkan memenuhi standar SNI.

f. Bilangan Setana

Bilangan setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang dapat diinjeksikan keruang bahan bakar agar terbakar secara spontan. Struktur hidrokarbon penyusun minyak mempengaruhi bilangan setana pada biodiesel. Semakin rendah bilangan cetana maka semakin rendah pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu yang lebih tinggi (Hendartono, 2005).

Bilangan setana standar pada biodiesel berdasarkan SNI 04-7182-2006 adalah minimum 51. Pada penelitian sebelumnya, Padil dkk. (2010) menghasilkan biodiesel dari reaksi transesterifikasi minyak kelapa dengan bilangan setana


(39)

sebesar 65,94. Hasil tersebut menunjukkan bahwa biodiesel minyak kelapa yang dihasilkan memenuhi standar SNI.

5. Karakterisasi Biodiesel dengan Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, biodiesel merupakan metil atau ester asam lemak, tergantung pada jenis alkohol yang digunakan pada proses reaksi transesterifikasi. Untuk mengetahui komposisi biodiesel perlu dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas spektrometri massa (GC-MS), dengan

memanfaatkan volatilitas ester yang tinggi sehingga dapat diubah menjadi gas dengan mudah dalam perangkat GC-MS (Syani, 2014).

Pada dasarnya perangkat GC-MS merupakan gabungan antara perangkat

kromatografi gas yang berfungsi untuk memisahkan komponen yang ada dalam satu sampel dan perangkat spektrometri massa yang berfungsi sebagai detektor. Skema kromatografi gas-spektrometri massa sederhana untuk pemisahan sampel ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)


(40)

Inte

nsit

as

Kromatografi didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang diuapkan. Berdasarkan skema kerja (Gambar 4), sampel yang berupa cairan akan diinjeksikan ke dalam injektor yang selanjutnya akan diuapkan. Sampel tersebut kemudian akan diangkut oleh gas pembawa untuk masuk ke dalam kolom. Komponen- komponen dalam sampel selanjutnya akan dipisahkan berdasarkan partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya berupa molekul gas yang kemudian diionisasikan pada spektrometer massa sehingga sampel mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion ini akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya (m/z).

Pada penelitian Syani (2014) biodiesel yang dihasilkan dari minyak kelapa dengan katalis zeolit dikarakterisasi menggunakan GC-MS yang menghasilkan

kromatogram seperti pada Gambar 5.

Waktu retensi (menit)

Gambar 5. Kromatogram Biodiesel dari Minyak Kelapa (Syani, 2014)

Berdasarkan kromatogram pada Gambar 5, terdapat sepuluh puncak yang menunjukkan adanya sepuluh senyawa yang terdapat dalam biodiesel. Puncak-puncak tersebut menjelaskan bahwa reaksi transesterifikasi minyak kelapa


(41)

sepenuhnya mengubah asam lemak menjadi biodiesel. Komponen yang terdapat pada hasil transesterifikasi (biodiesel) adalah metil heksanoat, metil oktanoat, metil laurat, metil miristat, metil palmitat, metil linoleat, metil 9 oktadekanoat, metil stearat dan etil laurat.

B. Katalis Heterogen 1. Situs Aktif

Katalis heterogen merupakan katalis yang berupa padatan/fasa padat yang memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan. Katalis heterogen terdiri dari situs aktif dan penyangga. Situs aktif merupakan kompenen utama pada katalis heterogen yang berupa logam-logam transisi yang memiliki orbital d kosong atau memiliki elektron tunggal yang akan disumbangkan pada molekul reaktan

sehingga terbentuk ikatan baru dengan kekuatan ikatan tertentu (Campbell, 1998). Situs aktif ini berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi. Beberapa logam yang telah diaplikasikan sebagai situs aktif diantaranya Fe (Kusworo dkk., 2013), Ni (Tadeus dkk., 2013), Cr (Trisunaryanti dkk., 2002 ), Ti (Pandiangan dkk., 2010), Co (Trisunaryanti and Emmanuel, 2009), Cu (Sasahan dkk., 2013), Zn (Trisunaryanti dkk., 2008). Akan tetapi, situs aktif yang sering digunakan pada proses reaksi transesterifikasi adalah logam atau oksida logam seperti SrO, MgO, CaO dan sebagainya. Situs aktif ini dapat menjadi tidak aktif karena beberapa sebab seperti kehadiran CO, CO2, dan senyawa-senyawa sulfur, serta suhu reaksi yang terlalu tinggi. Semakin banyak situs aktif yang terdapat pada katalis maka reaksi akan berjalan semakin baik.


(42)

2. Penyangga

Komponen utama yang cukup penting pada katalis selain situs aktif adalah penyangga. Penyangga berfungsi untuk memberikan luas permukaan yang lebih besar bagi fasa aktif, memperbaiki kekuatan mekanik, serta meningkatkan stabilitas termal dan efektivitas katalis. Material yang digunakan sebagai penyangga biasanya material yang memiliki luas permukaan yang besar dan mempunyai ketahanan mekanis dan termal yang baik. Beberapa contoh

penyangga yang sering digunakan adalah alumina (Wang and Liu, 1998), silika (Pandiangan dkk., 2009; Benvenutti and Gushikem, 1998; Yang et al., 2006), dan

zeolit (Syani, 2014; Breck, 1974).

3. Aplikasi

Katalis heterogen memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis homogen sehingga pemanfaatan katalis ini lebih banyak. Beberapa penelitian yang menggunakan katalis heterogen, yaitu Transesterifikasi biodiesel dari

minyak nabati (Syani,2014; Zanuttini et al.,, 2014; Habibullah et al., 2014; Rashid et al., 2014), pembuatan vanili sintetik (Wibowo dkk., 2002), serta hidrogenolisis

gliserol (Huang et al., 2014).

4. Karakterisasi Katalis

1. Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) bertujuan untuk mengidentifikasi fasa


(43)

katalis. Kebanyakan dari katalis adalah berbentuk padatan kristal seperti oksida logam, zeolit, dan logam yang berpenyangga. XRD menjadi teknik yang cukup handal dan mendasar untuk mengevaluasi sifat-sifat fasa kristal dan ukuran kristal (Leofanti et al., 1997).

Pada analisis menggunakan XRD, kristal katalis memantulkan sinar-X yang dikirimkan dari sumber dan diterima oleh detektor. Dengan melalukan sudut kedatangan sinar-X maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan langsung dengan lattice spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi

dikelompokkan berdasarkan intensitas peak yang menyatakan peta parameter kisi

kristal atau indeks Miller (hkl) sebagai fungsi 2θ, dimana θ menyatakan sudut

difraksi berdasarkan persamaan Bragg Richardson (1989). Pada persamaan interpretasi Hukum Bragg dilakukan berdasarkan asumsi bahwa permukaan dari mana sinar X dipantulkan adalah datar.

= 2 sin� (5)

Dimana d menyatakan jarak antar lapisan atom atau ion yang berdekatan, λ yang

menyatakan panjang gelombang radiasi sinar-X, dan n adalah urutan pantulan. Kristalinitas dapat juga ditentukan dengan XRD melalui perbandingan intensitas atau luasan peak sampel dengan intensitas atau luasan peak standar yang

ditunjukkan pada persamaan :

� � � � = � � ℎ


(44)

Lebar peak XRD adalah merupakan fungsi dari ukuran partikel, maka ukuran kristal (crystallite size) dinyatakan dalam Persamaan Scherrer berikut

(Richardson, 1989):

� � = �

( 2 2)1 2cos (2 2) (7)

Dimana K=1.000, B adalah lebar peak untuk jalur difraksi pada sudut 2θ, b adalah

Instrument peak broadening (0,1o), dan λ adalah panjang gelombang pada 0,154 nm (Wolfovich et al., 2004; Richardson, 1989). Suku (B2-b2)1/2 adalah lebar peak

untuk corrected instrumental broadening.

Metode XRD banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan

besarnya bagian fasa dalam padatan, film tipis, dan sampel multi fasa. Salah satu alat XRD yang biasa digunakan adalah Siemen D5000 yang menggunakan radiasi Cu-Kα radiation. Tabung X-ray dioperasikan pada 40 kV dan 30 mA (Syani, 2014).

Karakteristik yang paling penting dari katalis logam berpenyangga adalah :  Ukuran dan dispersi kristal, yang merupakan fraksi atau jumlah bagian

atom logam yang berhubungan dengan jumlah situs aktif

 Distribusi di dalam granul penyangga, yang menentukan akses ke situs-situs aktif.

 Rasio antar permukaan kristal, yang mempunyai peran penting dalam reaksi sebagai struktur yang sensitif.


(45)

Contoh pola XRD CaO dari penelitian Watcharathamrongkul et al. (2010) yang

menggunakan CaO sebagai katalis pembuatan biodiesel dari minyak kacang kedelai diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pola difraksi katalis CaO

Pada pola difraksi pada Gambar 6, menunjukkan pola difraksi dari CaO

komersial, CaO yang dikalsinasi pada suhu 800 oC, CaO dari batu kapur, Ca(OH)2 yang dikalsinasi pada suhu 800 oC, Ca(OH)2 yang dimpregnasi ke dalam CaO, dan Ca(OH)2 komersial. Puncak difraksi yang ditunjukkan pada 32,3 o, 37,4 o, 54,0 o, 65,2 o, dan 67,5 o merupakan kalsium oksida yang dicocokkan dengan penelitiannya sebelumnya. Selain puncak difraksi tersebut, terdapat puncak difraksi lain, yakni 18,1 o, 28,8 o, 34,1 o, 47,1 o, dan 50,8 o menunjukan kalsium hidroksida yang didasarkan pada penelitian sebelumnya.

2. Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-ray Spektrometer

(SEM-EDX)

Perangkat alat SEM (Scanning Electron Microscopy) yang dirangkaikan dengan

EDX (Energy Dispersive X–ray Spectrometer) digunakan untuk menganalisis

komposisi kimia suatu permukaan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada SEM (Scanning Electron Microscopy) dapat diamati karakteristik bentuk, struktur, serta


(46)

distribusi pori pada permukaan bahan, sedangkan komposisi serta kadar unsur yang terkandung dalam sampel dapat diamati dengan EDX (Sartono, 2007). Analisis EDX digunakan untuk mengetahui ketidakhomogenan pada sampel dan menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif jenis unsur atau oksida logam M yang masuk ke dalam matriks silika sekam padi pada pembuatan katalis heterogen berbasis silika sekam padi dengan metode sol gel.

Berikut ini contoh SEM CaO (Niju et al., 2014) yang dihasilkan dari cangkang

kerang tiram putih yang dipersiapkan dengan perlakuan kalsinasi-hidrasi-dehidrasi diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. SEM CaO dari Cangkang Kerang Tiram Putih (a) WBCS-900-600 (b) WBCS-900

Pada Gambar 7a adalah katalis WBCS-900-600 menunjukkan batang seperti partikel dengan ukuran kelebaran berkisar 53,9-62,66 nm dan beberapa terlihat membentuk agregat. Sedangkan Gambar 7b adalah katalis WBCS-900 yang memiliki ukuran yang lebih besar dan kelebaran partikel berukuran mikro berkisar antara 1,71-2,42 µm. Akan tetapi katalis WBCS-900 pada proses hidrasi dan dehidrasi lanjutan dapat menghasilkan CaO dalam ukuran nano.


(47)

3. BET (Brunauer-Emmett-Teller)

Unjuk kerja suatu katalis ditentukan beberapa faktor penentu, antara lain luas permukaan, volume total pori, dan rata-rata jari-jari pori. Suatu bahan padat seperti katalis, memiliki luas permukaan yang dapat dibedakan menjadi luas permukaan eksternal (makroskopik) dan internal (mikroskopik). Luas permukaan katalis pada penelitan ini ditentukan melalui pengukuran menggunakan Surface Area Analyzer Quantachrome NOVA-1000 versi 2.2 yang didasarkan pada

metode BET yaitu adsorpsi dan desorpsi isotermis dari gas yang diserap

(nitrogen). Kuantitas gas yang diserap dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

1 � −1 =

1

+ −1 �

� (8)

Dimana :

W = Berat gas yang diserap (adsorbed) pada tekanan relatif P/Po Wm = Berat gas nitrogen (adsorbed) pada lapis tunggal

P = Tekanan kesetimbangan adsorpsi Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi P/Po = Tekanan relatif adsorpsi C = Konstanta energi

Persamaan BET di atas akan merupakan garis lurus apabila dibuat grafik 1/[W(P/Po 1)] versus P/Po (Lowell and Shields, 1984). Selanjutnya untuk pengukuran luas permukaan dengan metode BET berdasarkan pada persamaan berikut :


(48)

Dimana :

St = luas permukaan total (m2) Wm = berat gas nitrogen (g)

M = berat molekul dari gas nitrogen

N = bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol) Acs = luas molekul cross setional gas nitrogen (16,2 Å)

Pengukuran luas permukaan spesifik ditentukan dengan menggunakan persamaann berikut :

�= � (10) Dimana :

S = luas permukaan spesifik (m2/g) St = luas permukaan total (m2) bc = berat cuplikan (g)

Volume total pori adalah volume gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh, untuk menghitung volume total pori digunakan persamaan berikut :

� =W

� (11)

Dimana :

Vρ = volume total pori (cc/g)

Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada P/Po = 0,99

Ρ = densitas nitrogen pada 77oK

Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk silindris sehingga rata-rata jari-jari pori dihitung dari perbandingan volume total pori dan luas permukaan spesifik, dengan menggunakan persamaan berikut :

rp = 2Vρ

S (12)

Dimana :

rp = rata-rata jari-jari pori Vρ = volume total pori


(49)

Terdapat enam tipe adsorpsi isotermis pada metode BET bila volume total gas adsorpsi (Va) diplotkan sebagai fungsi P/Po, hasil adsorpsi isotermis tersebut disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Enam tipe adsorpsi dan desorpsi isotermis pada padatan atau bahan mesopori dan mikropori

Tipe I merupakan karakteristik padatan mikropori seperti zeolit, yang

menunjukkan kapasitas adsorpsi yang tinggi dan cepat. Tipe II menunjukkan adsorpsi isotermis pada material atau bahan yang tak berpori, sedangkan pada tipe III untuk bahan yang makropori. Ciri utama isotermis pada tipe IV adalah adanya

hysteresis loop dan kenaikan grafik yang tinggi pada P/Po. Isotermis tipe ini

umumnya terdapat pada bahan mesopori seperti silika gel. Pada tipe V menunjukkan adsorpsi nitrogen yang rendah pada tekanan relatif rendah, kenyataan ini mengindikasikan bahwa interaksi rendah antara adsorben dengan adsorben. Isotermis tipe VI sangat jarang ditemukan, tipe ini dapat dihasilkan pada nitrogen yang diadsorpsi pada karbon spesial (Sing et al., 1985).


(50)

4. Particle Size Analyzer (PSA)

Particle Size Analyzer (PSA) umumnya digunakan untuk menentukan ukuran

rata-rata partikel. Dalam katalis ukuran partikel merupakan karakteristik yang dapat mempengaruhi aktivitas katalis. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel. Akan tetapi, pada saat ini penentuan ukuran partikel umumnya menggunakan PSA dikarenakan PSA lebih akurat dibandingkan dengan metode lainnya. Alat PSA ini pada pengukurannya menggunakan metode Laser Diffraction (LAS). Metode LAS dibagi ke dalam

metode basah dan metode kering. Pada metode basah, sampel yang akan diujikan didispersikan menggunakan media pendispersi. Sedangkan metode kering memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel. Metode kering biasanya baik digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antarpartikel lemah sehingga kecil kemungkinan sampel membentuk aglomerat (Lubis, 2012).

Pada penelitian ini, penentuan ukuran digunakan untuk mengetahui ukuran partikel dari katalis CaO/SiO2. Menurut Ismail et al. (2012), ukuran CaO yang

didapat sebesar 243,8 nm. Berikut ini disajikan instrumentasi alat PSA pada Gambar 9.


(51)

C. Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan zat yang umum ditemukan pada batuan di semua bagian dunia, dan merupakan komponen utama yang terdapat dalam cangkang organisme laut, siput, mutiara dan kulit telur. Kalsium karbonat murni yang digunakan dalam industri biasanya didapat dari ekstraksi melalui

pertambangan atau penggalian. Kalsium karbonat murni yang dihasilkan dari sumber yang digali biasanya marmer. Kalsium karbonat dapat beraksi dengan baik pada asam yang kuat dan melepaskan karbon dioksida. Ketika dipanaskan pada suhu yang tinggi kalsium karbonat akan berubah menjadi kalsium oksida.

Karena keadaan yang melimpah di bumi maka kalsium karbonat memiliki potensi sebagai bahan baku situs aktif katalis untuk pembuatan biodiesel. Katalis dari kalsium karbonat juga sangat diminati karena memiliki kelarutan yang rendah dalam minyak dan mudah diperoleh dengan harga yang murah. Penelitian tentang pembuatan biodiesel minyak kelapa menggunakan katalis CaCO3 telah dilakukan Padil dkk. (2010).

D. Silika Sekam Padi

Sekam padi merupakan hasil samping penggilingan padi yang paling melimpah sekitar 20% (Widowati, 2001). Pada sekam padi terdapat kandungan silika dengan kadar sekitar 22% (Sharma et al., 1984). Selain kandungan silika,


(52)

Tabel 2. Komposisi sekam padi (Sharma et al., 1984).

Komposisi Kandungan (%Berat)

Senyawa-senyawa organik Al2O3

Fe2O3 CaO MgO SiO2 MnO2

73,87 1,23 1,28 1,24 0,21 22,12 0,074

Karena kandungan silika yang cukup besar pada sekam padi, sehingga sekam padi berpotensi besar sebagai sumber silika untuk dimanfaatkan sebagai penyangga katalis heterogen proses transesterifikasi biodiesel. Selain sebagai penyangga katalis, silika sekam padi juga telah dimanfaatkan secara luas untuk pembuatan keramik, bahan baku pembuatan zeolit, serta berbagai material komposit.

Dewasa ini silika banyak dimanfaatkan dikarenakan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan silika mineral, yaitu mudah disintesis dengan biayanya cukup murah (Cao et al., 2013), butirannya halus, lebih reaktif serta ketersediaan

bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui. Sembiring dkk. (2009) menyatakan bahwa silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan cara ekstraksi atau dengan pengabuan.

Beberapa penelitian tentang ekstraksi silika sekam padi telah banyak dilakukan dengan pelarut alkali dan pengendapan silika dengan asam. Kalapathy et al.

(2000) melakukan ekstraksi silika dari sekam padi menggunakan NaOH 1 N dengan metode ekstraksi dua siklus dan silika yang dihasilkan sebesar 91%.


(53)

Penelitian juga dilakukan Pandiangan dkk. (2008) yakni mengekstraksi silika dari sekam padi menggunakan larutan KOH dengan berbagai konsentrasi serta larutan HNO3 10% sebagai pengendap, dan mendapatkan rendemen terbesar yaitu 1,8690 gram dari 50 gram sekam padi pada konsentrasi larutan KOH 1,5% selama 30 menit. Sedangkan Agung dkk. (2010) melakukan ekstraksi silika dari abu sekam padi menggunakan pelarut KOH dengan beberapa variasi konsentrasi dan

menggunakan variasi waktu, hasil silika terbesar yang didapat pada KOH 10% dan waktu 90 menit sebesar 50,49%.

E. Metode Sol Gel

Metode sol gel merupakan proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia, dimana terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) menjadi Fasa cair kontinyu (gel). Metode sol gel ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain tingkat stabilitas termal yang baik, stabilitas mekanik yang baik, daya tahan pelarut yang baik, dan modifikasi permukaan dapat dilakukan dengan berbagai kemungkinan. Beberapa peneliti telah menggunakan metode sol gel dalam proses preparasi katalis untuk pembuatan biodiesel adalah Moradi et al. (2014) serta


(54)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan Januari hingga April 2015, bertempat di Laboratorium Anorganik/Fisik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Sedangkan analisis produk transesterifikasi dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung. Analisis SEM-EDX dilakukan di Institut Teknologi Bandung, XRD dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, BET dilakukan di UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, dan GC-MS di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Spectrometer (SEM-EDX), X-Ray

Diffraction (XRD), Brunauer-Emmett-Teller (BET), Gas Chromathography-Mass Spectrometer (GC-MS), viskometer, refluks, penangas, magnetic stirrer, oven, alat


(55)

2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, sekam padi, larutan NaOH 1,5%, larutan HNO3 10%, akuades, kalsium karbonat (CaCO3), kertas saring, indikator universal, metanol, dan minyak kelapa.

C. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sekam Padi

Pada penelitian ini, langkah awal yang dilakukan adalah preparasi sekam padi. Sebanyak 100 gram sekam direndam dalam air panas selama 2 jam untuk mengekstrak bahan organik larut air yang merupakan bahan pengotor dalam proses ekstraksi silika. Sekam padi kemudian disaring dan dicuci lagi secara berulang dengan cara disiram dengan air panas untuk menghilangkan pengotor bahan organik larut air yang masih menempel pada sekam padi. Kemudian, sekam padi yang telah bebas pengotor dikeringanginkan dan selanjutnya sekam padi siap digunakan untuk ekstraksi silika.

2. Ekstraksi Silika dengan Metode Presipitasi

Metode ekstraksi silika pada penelitian ini mengadopsi metode ekstraksi yang telah digunakan sebelumnya oleh Daifullah et al. (2003) dan Pandiangan dkk.

(2008). Sebanyak 50 gram sekam padi yang telah bebas dari pengotor bahan organik larut air direndam dalam 500 mL larutan NaOH dengan konsentrasi 1,5% kemudian dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit. Selanjutnya sampel disaring dan filtrat yang mengandung silika terlarut ditampung. Untuk


(56)

mengendapkan silika, filtrat kemudian ditambahkan larutan asam HNO3 10% secara bertahap hingga terbentuk endapan silika dalam bentuk gel dan pH pengendapan silika mencapai 7,0. Gel silika kemudian didiamkan (dituakan) selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya gel silika disaring dan dicuci dengan akuades panas didalam pompa vakum hingga air cucian bersifat netral. Silika yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110◦C selama 24 jam dan dihaluskan.

3. Pembuatan Katalis CaO/SiO2 dengan Metode Sol Gel

Pada pembuatan katalis CaO/SiO2, dilakukan dengan dua tahap, yakni pembuatan sol silika sekam padi dan pembuatan katalis dengan nisbah CaO yang bervariasi. Pada tahap pembuatan sol silika sekam padi, Sebanyak 20 gram silika sekam padi hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam 600 mL larutan NaOH 1,5% kemudian diaduk menggunakan hotplate stirrer hingga larut. Pada tahap pembuatan katalis,

sebanyak 600 mL sol silika yang telah dibuat, ditambahkan CaCO3 yang telah dilarutkan menggunakan larutan HNO3 10%. Variasi berat CaCO3 yang ditambahkan ke dalam sol silika adalah 5, 10, 15, 20, dan 25% dari berat silika. Campuran tersebut kemudian diaduk menggunakan stirrer. Gel yang terbentuk

kemudian disaring untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam gel. Gel kemudian dikeringkan pada suhu 110 oC selama 24 jam untuk menghilangkan air yang masih tersisa dalam gel. Selanjutnya katalis CaO/SiO2 yang diperoleh digerus hingga menjadi bubuk.


(57)

4. Kalsinasi Katalis

Katalis CaO/SiO2 dikalsinasi menggunakan furnace Lento 3508 yang dapat disesuaikan dengan perlakuan yang diinginkan. Kalsinasi katalis yang berbentuk serbuk ini dilakukan dengan suhu 600 oC dan ditahan selama 6 jam untuk

mengaktivasi katalis dan mengubah katalis prekursor katalis menjadi katalis. Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan furnace (Syani, 2014) :

1. Sampel disiapkan.

2. Sampel dimasukkan ke dalam tungku pemanas (furnace).

3. Alat tungku dihubungkan dengan sumber tegangan, kemudian alat diatur

dalam keadaan hidup atau “ON”.

4. Tungku diatur sesuai dengan perlakuan sampel.

5. Tungku pemanas dimatikan ketika proses telah selesai. 6. Sampel dikeluarkan dari tungku pemanas.

Sampel dipanaskan dari suhu 25 oC hingga mencapai suhu 600 oC dengan

kenaikan suhu 5 oC/menit. Setelah mencapai suhu yang diinginkan (600 oC) suhu ditahan selam 6 jam (720 menit). Selanjutnya alat furnace akan menghentikan

pemicu kenaikan dan penahan suhu, kemudian secara otomatis suhu di dalam

furnace akan turun kembali secara perlahan hingga mencapai suhu kamar (25 oC).

5. Uji Reaksi Transesterifikasi

Untuk menguji aktivitas katalis CaO/SiO2, dilakukan serangkaian percobaan transesterifikasi menggunakan metode yang telah dilakukan sebelumnya yaitu metode refluks (Kouzu et al.,2008; Moradi et al., 2014).


(58)

a. Pemilihan Katalis Terbaik

Untuk menentukan katalis terbaik, dilakukan percobaan dengan menggunakan minyak kelapa sebanyak 50 mL, metanol 36,5 mL, dan jumlah katalis sebesar 5% dari berat minyak. Pada uji reaksi transesterifikasi, minyak kelapa, metanol, katalis, dan pengaduk magnet dimasukkan ke dalam labu didih 500 mL yang selanjutnya direfluks selama 120 menit pada suhu 70 oC. Biodiesel yang

dihasilkan dari metode refluks kemudian didinginkan pada suhu kamar, disaring dan dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan selama 24 jam hingga biodiesel terpisah dari sisa metanol. Biodiesel yang dihasilkan kemudian diukur volume dan ditentukan rendemennya.

Katalis terbaik yang didapat dari percobaan ini kemudian digunakan pada reaksi transesterifikasi untuk mempelajari waktu reaksi, nisbah metanol terhadap minyak dan nisbah katalis.

b. Penentuan Waktu Reaksi Optimum

Untuk menentukan waktu reaksi optimum, dilakukan percobaan menggunakan katalis yang memiliki unjuk kerja terbaik pada waktu yang berbeda, yakni 30, 60, dan 90 menit, sementara kondisi reaksi lainnya dipertahankan. Waktu reaksi yang menghasilkan rendemen terbanyak selanjutnya dipilih untuk digunakan pada percobaan selanjutnya, yakni penentuan nisbah optimum metanol terhadap minyak.


(59)

c. Penentuan Nisbah Metanol Terhadap Minyak Optimum

Setelah didapatkan katalis dengan unjuk kerja terbaik dan waktu reaksi optimum, dilakukan percobaan untuk menentukan nisbah optimum metanol terhadap minyak. Percobaan ini dilakukan dengan nisbah metanol/minyak yang berbeda, yakni 4, 6, dan 8, sementara kondisi reaksi lainnya dipertahankan. Nisbah metanol/minyak optimum ditentukan berdasarkan rendemen biodiesel yang dihasilkan. Nisbah metanol/minyak yang menghasilkan rendemen terbanyak selanjutnya digunakan pada percobaan selanjutnya, yakni penentuan julah katalis optimum.

d. Penentuan Jumlah Katalis Optimum

Setelah diketahui katalis terbaik dan kondisi optimum dari variabel yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi, yakni waktu reaksi dan nisbah

metanol/minyak, kondisi tersebut dilakukan untuk menentukan jumlah katalis optimum. Dalam percobaan ini, variasi jumlah katalis yang digunakan adalah 5, 10, dan 15% dari berat minyak. Jumlah katalis yang menghasilkan rendemen terbanyak merupakan jumlah katalis optimum.

6. Karakterisasi Biodiesel

Biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini, selanjutnya diuji berbagai parameter kimia dan fisik biodiesel untuk menentukan kualitas biodiesel dan karakterisasi biodiesel. Karakterisasi biodiesel meliputi Gas Chromathography-Mass


(60)

Spectroscopy (GC-MS) dan penentuan kualitas biodiesel meliputi flash point,

viskositas dan massa jenis berdasarkan SNI 04-7182-2006.

a. Analisis Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)

Produk yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak nabati dianalisis dengan menggunakan Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS).

Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi komponen dalam produk, dan secara khusus untuk melihat apakah semua trigliserida yang terdapat dalam minyak nabati mampu diubah menjadi monoester. Langkah-langkah penggunaan GC-MS sebagai berikut (Syani, 2014) :

1. Transformator/power supply dinyalakan, kemudian tombol “on” ditekan

pada alat GC-MS, berturut-turut untuk power pada Ion Gauge (I.G.), MS, dan GC. Gas He dialirkan, dan dihidupkan pula komputer, monitor, dan printer.

2. Dipilih menu Class-5000, klik vacuum control, dan auto start up

dijalankan.

3. GC-MS monitor diaktifkan, set temperatur injector, kolom, dan detector.

Kemudian ditunggu hingga tekanan vakum di bawah 5 kPa.

4. Tuning diaktifkan, diklik auto tune, load method yang akan digunakan,

kemudian diklik start dan ditunggu beberapa saat sampai hasilnya diprint-out, setelah selesai diklik close tuning

5. Method development diaktifkan, set GC parameter, set MS parameter, save method yang telah dideskripsikan, kemudian diklik exit.


(61)

6. Real Time Analysis diaktifkan, dipilih single sample parameter, kemudian

diisi dengan deskripsi yang diinginkan

7. Dilakukan Send Parameter. ditunggu sampai GC dan MS ready, kemudian

dilakukan injeksi sampel. 8. ditunggu sampai analisa selesai

9. Post Run Analysis diaktifkan, kemudian dipilih Browser untuk analisis

sampel secara kualitatif.

10.Dilakukan pengaturan peak top comment (peak label), dan reintegrasi Load file yang dianalisa. Kemudian dipilih display spectrum search pada

peak tertentu dan dilakukan report pada bagian yang diinginkan.

Untuk mengakhiri, temperatur injektor, kolom, dan detektor pada GC-MS monitor didinginkan sampai temperatur ruangan (30 oC). Bila sudah tercapai, vakum control diklik dan dilakukan auto shut down. Perangkat alat dimatikan dengan

urutan : komputer, GC, MS, IG, dan gas He.

b. Uji Kualitas Biodiesel

Produk yang dihasilkan pada penelitian ini, diuji kualitasnya dengan beberapa parameter, yakni flash point, viskositas, dan densitas yang didasarkan pada SNI

04-7182-2006.

7. Karakterisasi Katalis

a. Karakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi dengan XRD dilakukan untuk menganalisis pengaruh suhu kalsinasi terhadap struktur kristalografi sampel katalis CaO/SiO2, apakah bersifat amorf


(62)

atau kristalin. Sumber radiasi menggunakan Kα dari Cu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis menggunakan XRD adalah sebagai berikut (Syani, 2014):

1. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan pada kaca,

kemudian dipasang pada tempatnya yang berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan bantuan malam (lilin perekat).

2. Sampel yang disimpan dipasang pada sampel holder kemudian dilekatkan

pada sampel stand dibagian goniometer.

3. Parameter pengukuran dimasukkan pada software pengukuran melalui

komputer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan

rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan memberi nomor urut file data.

4. Alat difraktometer dioperasikan dengan perintah “Start” pada menu

komputer, dimana sinar-X akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.

5. Hasil difraksi dapat dilihat pada komputer dan intensitas difraksi pada sudut 2Ɵ tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.

6. Sampel dari sampel holder diambil setelah pengukuran cuplikan selesai.

b. Karakterisasi dengan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy-Energy

Dispersive X-Ray Spektrometer)

Analisis menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan sampel dan ukuran partikel. Analisis menggunakan SEM-EDX ini dilakukan


(1)

Huang Z., H. Liu, F. Cui, J. Zuo, J. Chen, and C. Xia. 2014. Effect Of The Precipitacion Agents And Rare Earth Additives On The Structure And Catalytic Performance In Glycerol Hydrogenolysis Of Cu/SiO2 Catalysts Prepared By Precipitation-Gel Method. Catalysis Today. Xxx(2014),

xxx-xxx.

Ismail, K., M. A. Yarmo, Y. H. Taufiq-Yap, and A. Ahmad. 2012. The Effect of Particle Size of CaO and MgO as Catalysts for Gasification of Oil Palm Empty Fruit Bunch to Produce Hydrogen. International Journal of Hydrogen Energy. 37 (2012), 3639-3644.

Jin-hua, L., R. Xiao-qian, W. Jing-tang, J. Ming, and L. Zheng-jinag. 2010. Preparation of Biodiesel by Transesterification from Cottonseed Oil Using the Basic Dication Ionic Liquid as Catalysts. Journal Fuel Chemical Technology. 38 (3), 275-280.

Jitputti, J., B. Kitiyanan, P. Rangsunvigit, K. Bunyakiat, L. Attanatho, and P. Jenvanitpanjakul. 2006. Transesterification of Crude Palm Kernel Oil and Crude Coconut Oil by Different Solid Catalysts. Chemical Engineering Journal. 116 (1), 61-66.

Kalapathy, U., A. Proctor, and J. Schultz. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silika from Rice Hull Ash. Bioresource Technology. 73,

257-262.

Kouzu, M., T. Kasuno, M. Tajika, S. Yamanaka, and J. Hidaka. 2008. Active Phase of Calcium Oxide Used as Solid Base Catalyst for

Transesterification of Soybean Oil with Refluxing Methanol. Applied Catalysis A:General. 334 (2008) 357-365.

Kusworo D. T., D. Yusufina, dan Atyaforsa. 2013. Pengaruh Katalis Co Dan Fe Terhadap Karakteristik Carbon Nanotubes Dari Gas Asetilena Dengan Menggunakan Proses Catalytic Chemical Vapour Deposition (CCVD). Reaktor. 14 (3), 234-241.

Leofanti, G., G. Tozzola, M. Padovan, G. Petrini, S. Bordiga, and A. Zecchina. 1997. Catalyst Characterization: Applications. Catalysis Today. 34,

329-352.

Liu, X., H. He, Y. Wang, and S. Zhu. 2007. Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel using SrO as a Solid Base Catalyst. Catalysis Communications.

8 (7), 1107-1111.

Liu, X., H. He, Y. Wang, S. Zhu, and X. Piao. 2008a. Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel using CaO as a Solid Base Catalyst. Fuel. 87


(2)

Lowell, S., and J. E. Shields. 1984. Powder Surface and Porocity 2nd. Chapmand

and Hall Ltd. New York.

Lubis, R. U. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Pertumbuhan Nanopartikel ZnO dengan Metode Sol-Gel. Tesis. Universitas Negeri Medan. Medan.

Mc.Ketta. 1978. Encyclopedia of Chemical Processing Design Vol 5. Merchel

Dekker Inc. New York.

Moffat, J. B. 1990. Theoretical Aspects of Heterogeneous Catalysis. Van

Nostrand Reinhold. New York.

Moradi, G., M. Mohadesi, and Z. Hojabri. 2014. Biodiesel Production by CaO/SiO2 Catalyst Synthesized by the Sol-Gel Process. Reaction

Kinetics Mechanism Catalysis. Published Online.

Nasikin, M., Sukirno, dan W. Nurhayanti. 2004. Penggunaan Metode Netralisasi dan Pre-Esterifikasi untuk Mengurangi Asam Lemak Bebas pada CPO (Crude Palm Oil) dan Pengaruhnya terhadap Yield Metil Ester. Jurnal Teknologi. 1, 1-7.

Niju, S., K. M. M. S. Begum, and N. Anantharaman. 2014. Enhancement of Biodiesel Synthesis Over Highli Active CaO Derived from Natural White Bivalve Clam Shell. Arabian Journal of Chemistry. Xxx (2014) xxx-xxx.

Nurjannah. 2014. Transesterifikasi Minyak Jarak Dengan Metanol Dan Katalis Heterogen Berbasis Silika Sekam Padi (MgO-SiO2). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Padil, S. W., dan A. Awaluddin. 2010. Pembuatan Biodiesel dari Miyak Kelapa melalui Reaksi Metanolisis Menggunakan Katalis CaCO3 yang

dipijarkan. Jurnal Natur Indonesia. 13 (1), 27-32.

Pandiangan, K. D., dan W. Simanjuntak. 2013. Sintesis Katalis Heterogen MgO-SiO2 Sekam Padi dengan Metode Sol-Gel dan Aplikasinya pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung. Lampung.

Pandiangan, K. D., I. G. Suka, M. Rilyanti, S. Widiarto, D. Anggraini, S. Arief, dan N. Jamarun. 2008. Karakteristik Keasaman Katalis Berbasis Silika Sekam Padi yang Diperoleh dengan Teknik Sol-Gel. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi (SATEK II) Universitas Lampung.

Pandiangan, K.D., W. Simanjuntak, I. G. Suka, dan S. Sascori. 2010. Studi

Pendahuluan Transesterifikasi Minyak Kelapa dengan Katalis Ti-silika dan Ni-silika sebagai Langkah Awal Pengembangan Teknologi Produksi


(3)

Biodiesel dengan Katalis Heterogen. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi III Universitas Lampung.

Pandiangan, K.D., W. Simanjuntak., I. G. Suka, dan N. Jamarun. 2009. Metode Ekstraksi Silika dari Sekam Padi. Lembaga Penelitian Universitas

Lampung. 30 Desember 2009. P00200900776. Paten.

Panjaitan, F. 2005. Produksi Biodiesel Sawit Secara Sinambang. Tesis. Sekolah

Pascasarjana USU, Medan.

Petrovic, Z. S., S. S. Fiser, and M. Jankovic. 2001. Kinetics of in situ Epoxidation

of Soybean Oil in Bulk Catalyzed by Ion Exchange Resin. Journal of the American Oil Chemists Society. 78, 3-15.

Prakoso, T. 2004. Pengembangan Biodiesel dan Teknologi Produksinya. Institut

Teknologi Bandung. Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) Batch 1.

Pravitasari A. 2009. Potensi Pengembangan Biodiesel Indonesia. Majari.

Magazine.

Prihandana, R., R. Hendroko, dan M. Nuramin. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM. PT. Agromedia Pustaka.

Jakarta.

Rashid, W.N.W.A., Y. Eumura, K. Kusakabe, N.B. Osman, and B. Abdullah. 2014. Synthesis of Biodiesel from Palm Oil in Capilarry Millichannel Reactor: Effect of Temperature, Methanol to Oil Molar Ratio, and KOH Concentration on FAME Yield. Procedia Chemical. 9 (2014), 165-171.

Reddy, C., V. Reddy, R. Oshel, and J. G. Verkade. 2006. Room-Temperature Conversion of Soybean Oil and Poultry Fat to Biodiesel Catalyzed by Nanocrystalline Calcium Oxides. Energy and Fuels. 20 (2006),

1310-1314.

Refaat, A. A. 2011. Biodiesel Production using Solid Metal Oxide Catalysts.

International Journal of Science and Technology. 8 (1), 203-221.

Richardson, J.T. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press. New

York.

Rodriguez-Guerrero, J. K., P. T. V. Rosa, and M. F. Rubens. 2013. Production of Biodiesel from Castor Oil Using Sub and Supercritical Ethanol: Effect of Sodium Hydroxide on the Ethyl Ester Production. Journal Of


(4)

Romano, S., and P.A. Sorichetti. 2011. Dielectric Spectroscopy in Biodiesel Production and Characterization. Springer-Verlag London Limited.

Green Energy and Technology. DOI: 10.1007/978-1-84996-519-4_2.

Samart, C., C. Chaiya, and P. Reubroycharoen. 2010. Biodiesel Production by Methanolysis of Soybean Oil using Calcium Supported on Mesoporous Silica Catalyst. Energy Conversion and Management, 51 (7), 1428-1431.

Sartono, A. A. 2007. Scanning Electron Microscopy (SEM). Tugas Akhir Mata

Kuliah Proyek Laboratorium Dr. Kebamoto. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sasahan, I. F., N. Bialangi, dan R. A. Asui. 2013. Sintesis Dan Karakterisasi Katalis CuO/ZnO/Al2O3 Secara Kopresipitasi. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Sembiring S., P. Manurung, dan P. Karo-Karo. 2009. Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Karakteristik Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi.

Jurusan Fisika Bidang Material, Universitas Lampung. 5 (1).

Sharma, N. K., W. S. Williams, and A. Zangvil. 1984. Formation and Structure of Silicon Carbide Whiskers from Rice Hulls. Journal of The American Ceramic Society. 67, 715-720.

Sing, K. S. W., D. H. Everett., R. A. W. Haul., L. Moscou., R. A. Pierotti., J. Rouquerol, and Siemieniewska. 1985. Reporting Physisorption Data for Gas/Solid Systems with Special Reference to the Determination of Surface Area and Porosity. Pure Applied Chemical. 57, 603-619.

Soerawidjaja, T. H. 2006.Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel. Handout Seminar Nasional Biodiesel Sebagai

Energi Alternatif Masa Depan. UGM. Yogyakarta.

Sriyanti, C. A., dan Taslimah. 2005. Adsorpsi Kadmium (II) pada Bahan Hibrida Tiol-Silika dari Abu Sekam Padi. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 8 (2),

1-12.

Su, C.H. 2013. Rocoverable and Reusable Hydrochloric Acid Used as a

Homogeneous Catalyst for Biodiesel Production. Applied Energy, 104

(2013) 503-509.

Suka, I. G., W. Simanjuntak. S. Sembiring, dan E. Trisnawati. 2008. Karakteristik Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA. Tahun 37, Nomor 1, Januari 2008. hlm. 47-52.

Sun, C., F. Qiu, D. Yang, and B. Ye. 2014. Preparation of Biodiesel from Soybean Oil Catalyzed by Al-Ca Hydrotalcite Loaded with K2CO3 as


(5)

Heterogeneous Solid Base Catalyst. Fuel Processing Technology 126

(2014) 383-391.

Syani, F. 2014. Sintesis Zeolit Berbasis Silika Sekam Padi Dengan Metode Elektrokimia Sebagai Katalis Transesterifikasi Minyak Kelapa. Skripsi.

Universitas Lampung. Lampung.

Tadeus, A., H. I. Silalahi, S. Endah., dan S. Aladin. 2013. Karakterisasi Katalis Zeolit-Ni Regenerasi dan Tanpa Regenerasi dalam Reaksi Perengkahan Katalitik. Reaktor. 14 (3), 234-241.

Thet, K., and N. Woo. 2015. Analytical Chemistry Instrumental Analysis Chromatography Gas. Diakses pada 12 Juni 2015 dari

chemwiki.ucdavis.edu.

Trisunaryanti, W., and I. Emmanuel. 2009. Preparation, Characterization, Activity, Deactivation, and Regeneration Tests of CoO-MoO/ZnO and CoO-MoO/ZnO Activated Zeolite Catalysts for the Hydrogen Production from Fusel Oil. Indonesian Journal Chemical. 9 (3), 361- 368.

Trisunaryanti, W., P. Suryo., dan P. Arista. 2008. Hidrorengkah Katalitik Oli Bekas Menjadi Fraksi Bahan Bakar Cair Menggunakan ZnO, Nb2O5, Zeolit Alam Aktif dan Modifikasinya. Indonesia Journal Chemistry. 8

(3), 342 – 347.

Trisunaryanti, W., Triyono, dan F. Taufiyanti. 2002. Deaktivasi dan Regenerasi Katalis Cr/Zeolit Alam Aktif untuk Proses Konversi Metil Isobutil Keton.

Gama Sains IV (2).

Wang, L., and J. Yang. 2007. Transesterification of Soybean Oil with Nano-MgO or Not in Supercritical and Subcritical Methanol. Fuel. 86 (3), 328-333.

Wang, S., and G. D. Liu. 1998. Reforming of Methane with Carbon Dioxide Over Ni/Al2O3 Catalysts: Effect of Nickel Precursor. Applied Catalysis A:

General. 169. Pp 27280.

Watcharathamrongkul, K., B. Jongsomjit, and M. Phisalaphong. 2010. Calcium Oxide Based Catalysts for Ethanolysis of Soybean Oil. Songklanakarin Journal Science Technology. 32 (6), 627-634.

Wibowo, W., W. P. Suwarso, T. Utari, dan H. Purwaningsih. 2002. Aplikasi Reaksi Katalisis Heterogen untuk Pembuatan Vanili Sintetik (3-Hidroksi-2-Metoksibenzaldehida) dari Eugenol (4-Allil-2-Metoksifenol) Minyak Cengkeh. Makara, Sains. 6 (3), 142-148.


(6)

Widowati, S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio. 4(1),

33-38.

Widyastuti, L. 2007. Reaksi Metanolisis Biji Jarak Menjadi Metil Ester sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel dengan Menggunakan Katalis KOH. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Wolfovich, M.A., M.V. Landau, A. Brenner, and M. Herskowitz. 2004. Catalytic Wet Oxidation of Phenol with Mn-Ce-Based Oxide Catalysts: Impact of Reactive Adsorption on TOC Removal.Industrial & Engineering Chemistry Research. 43, 5089-5097.

Xie, W., and X. Huang. Synthesis of Biodiesel from Soybean Oil using

Heterogeneous KF/ZnO Catalysts. Catalysis Letters. 107 (1-2), 53-59.

Yang, S., L. Changhai, and P. Roel. 2006. A Novel Approach to Synthesizing Highly Active Ni2P/SiO2 Hydrotreating Catalysts. Journal of Catalysis. 237, 118–130.

Yin, X., H. Ma, Q. You, C. Dai, H. Zhang, K. Li, and Y. Li. 2014. Biodiesel Production from Soybean Oil Deodorizer Distillate Enhanced by Counter-Current Pulsed Ultrasond. Ultrasonics SonoChemical. Xxx

(2014), xxx-xxx.

Zanuttini, M.S., M.L. Pisarello, and C.A. Querini. 2014. Butia Yatay Coconut Oil

: Process Development for Biodiesel Production and Kinetics of Esterification with Ethanol. Energy Conversion and Management 85

(2014), 407-416.

Zhu, H., Z. Wu, Y. Chen, P. Zhang, S. Duan, X. Liu, and Z. Mao. 2006. Preparation of Biodiesel Catalyzed by Solid Super Base of Calcium Oxide and Its Refining Process. Chinese Journal Catalysis. 27 (5),