PELAKSANAAN PEMBUATAN MASTERPLAN PERUMAHAN OLEH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF MAKING HOUSE MASTERPLAN BY DEPARTMENT OF PLANNING AND DEVELOPMENT

OF BANDAR LAMPUNG By

NIKO ADY PUTRA

Department of Planning and Development role in the development of housing one of which is to create a master plan residential development. This is in accordance with Article 18 paragraph (1) of Law No. 1 of 2011 on Housing and Settlement Regions stated that the district / city governments have the authority to implement coaching compile and provide the data base housing and residential areas in the district / city level. Implementation is Bandar Lampung Mayor Regulation No. 14 Year 2008 on Duties, Functions and Working Procedure of Regional Development Planning Board and legitimized in the form of local regulation of Bandar Lampung 10 of 2011 on Spatial Planning Year 2011-2030.

This research problems are formulated: (1) How is the implementation of the master plan of making housing development by the Regional Planning Board of Bandar Lampung? (2) What factors are a barrier to the implementation of the master plan residential development by the Department of Planning and Development of Bandar Lampung?

This study used a normative and empirical approaches. Collection procedures performed with library research and field study. The procedure of data processing is done through the process of examining the data, data classification, data preparation and data selection. Descriptive data were analyzed qualitatively. The results showed: (1) The making of a residential development master Bappeda Bandar Lampung is the master plan is to develop a residential development as outlined in the Development Plan and Development Area Housing and Settlement were prepared by Department of Planning and Development in which residential development is determined locations throughout the district; map the supporting infrastructure such as educational facilities, health, trade and services, government and public service facilities as well as sports facilities and green open spaces and implement. (2) Factors to be obstacles in the implementation of the master plan residential development by the Department of Planning and Development is Bandar Lampung Regional Conditions For Disaster Prone Areas such as landslides and soil movement, tidal waves and tsunami-prone and flood-prone housing in the City and Developer who do not obey the housing master plan that has been determined by the Agency has been the limiting factor in the implementation of the master plan on the ground that are not in accordance with the spatial plan of Bandar Lampung City.


(2)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBUATAN MASTERPLAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN OLEH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

NIKO ADY PUTRA

Peran Bappeda dalam pembangunan perumahan salah satunya adalah membuat masterplan pembangunan perumahan. Hal ini sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai wewenang menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. Implementasinya adalah Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan dilegitimasi dalam bentuk Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030. Permasalahan penelitian ini dirumuskan: (1) Bagaimanakah pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung? (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung?

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris. Prosedur pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan melalui tahap pemeriksaan data, klasifikasi data, penyusunan data dan seleksi data. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Bappeda Kota Bandar Lampung adalah menyusun masterplan pembangunan perumahan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) dan di dalamnya ditentukan lokasi pembangunan perumahan di seluruh kecamatan; memetakan sarana prasarana pendukung seperti sarana pendidikan,kesehatan, perdagangan dan jasa, sarana pemerintahan dan pelayanan umum serta sarana olah raga dan ruang terbuka hijau serta melaksanakan. (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan masterplan pembangunan perumahan oleh Bappeda adalah kondisi wilayah sebagai kawasan rawan bencana berupa tanah longsor, gelombang pasang dan tsunami dan rawan banjir dan pengembang perumahan yang tidak menaati masterplan perumahan yang telah ditentukan oleh Bappeda menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan masterplan di lapangan sehingga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung.


(3)

(4)

PELAKSANAAN PEMBUATAN MASTERPLAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN OLEH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi)

Oleh

NIKO ADY PUTRA NPM. 0912011397

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

MOTO

Quid Leges Sine Moribus

Kepercayaan akan diri sendiri adalah rahasia utama untuk sukses (C. Rogen)

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan, jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitar Anda

dengan penuh kesadaran. (James Thurber)

Hargailah seseorang

seperti Anda menghargai diri Anda sendiri. (Niko Ady Putra)


(8)

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT Robb Penguasa Alam Semesta, yang telah memberikan nikmat iman, Islam, serta kesehatan jasmani rohani, dan tetap selalu melimpahkan rahmat kekuatan untuk tetap istiqomah di

jalan-Nya.

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Nabi Muhammad SAW

“Allaahumma shalli wasallim alaihi”

Kupersembahkan Karya Kecilku ini kepada:

Tanah air bangsaku, tanah tumpah darahku, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepada inspirasi dan penyemangat hidupku

Kedua orang tuaku Tercinta

Hi. Idwansyah, S.H.,M.E. dan Hj. Roaida, S.E

Yang telah memberikan kasih sayang tiada batas, perjuangan dan pengorbanan serta selalu mendoakan demi keberhasilanku

Kakak- kakakku Widya Ariani S.sos dan Aditya Darmawan

Atas doa dan dukungan yang diberikan serta selalu memberikan motivasi demi keberhasilanku

Keluarga Besarku

Atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini

Almamaterku Universitas Lampung


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Oktober 1991, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita yang diselesaikan pada tahun 1997, menamatkan pendidikan dasar di SD KARTIKA II-5 Bandar Lampung pada tahun 2003, lalu melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Bandar Lampung yang selesai pada tahun 2006, dan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Bandar Lampung selesai pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik lalu konversi ke Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2010.


(10)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, dengan judul “Pelaksanaan Pembuatan Masterplan Perumahan Oleh

Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bandar Lampung”, dengan harapan

agar hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan hukum pemerintahan daerah di Indonesia pada umumnya.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari beberapa pihak, yang penulis yakin bahwa tanpa bantuan tersebut skripsi ini tidak akan terwujud. Penghargaan yang tinggi dan rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu Upik Hamidah, S,H., M.H., selaku dosen pembimbing I (satu) dan Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II (dua) yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, serta memberi dorongan semangat dan pengarahan kepada penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini. Selain itu Beliau telah membuka wawasan penulis dan menambah pengetahuan yang sangat berharga.


(11)

Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Heryandi, SH., MS., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung beserta staf yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada Penulis selama mengikuti pendidikan ;

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara, sekaligus sebagai Pembimbing Utama yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., Sekretaris Bagian Hukum Administrasi Negara, sekaligus sebagai Pembimbing Kedua yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., pembahas satu dan juga penguji utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., pembahas dua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan sripsi ini.

6. Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum., dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis menjadi mahasiswa. 7. Bapak dan Ibu dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

membimbing dan memberikan ilmunya yang semoga bermanfaat bagi penulis. 8. Seluruh karyawan dan staff yang bekerja di Gedung C dan D FH unila yang

telah membantu dalam proses administrasi.

9. Seluruh Karyawan BAPPEDA Kota Bandar Lampung yang telah membantu memberikan informasi dan data, khususnya mba Fitryanti penulis mengucapkan terima kasih


(12)

10.Yang tercinta Ayahanda Hi. Idwanysah, S.H., M.M. dan Ibunda Hj. Roaida, S.E yang telah bersusah payah mengasuh, mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang dan kesederhanaan serta tidak bosan-bosannya mendoakan keberhasilan penulis.

11.Kakak-kakakku tersayang Widya Ariani, S.sos dan Aditya Darmawan yang telah menanti dan mengharapkan keberhasilanku.

12.Seseorang yang selama ini selalu mendukungku dengan sabar, mendengarkan keluh kesahku dan menantikan keberhasilanku terimakasih.

13.Saudara-saudaraku Ak Said, Bang Rama, Bang Ni, Kakak Papin, Moch, Diego, Igo dan yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu kalian yang selalu mendukungku.

14.Sahabat-sahabat sekaligus teman seperjuanganku Mono Alig, Richard Papi, Obet Angker, Seto Penyayang, Angga Moo, Kiki Catring, Bernanda Abew, Okky Nakal, Bahry Grend, Guna Nugi, Sandy Nay, Ficky Toge dan yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu kalian yang telah menjadi penghibur disaat saya mengalami masalah.

15.Teman-teman angkatan 2009, 2010 dan adik-adik 2011 dan 2012, terima kasih telah menjalani proses pembelajaran bersama-sama.

16.Teman-teman di Sosiologi FISIP Unila Angkatan 2009 yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

17.Keluarga Besar di Desa Panutan yang telah bersedia mengizinkan saya dan teman-teman selama 40 hari tinggal dirumah keluarga bapak Haryono pada saat saya Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Panutan, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu.


(13)

18.Sahabat-sahabatku Pada Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Panutan yakni Sidiq, Boby, Udin, Hanang, Rezika, Dona, Aisyah, Desy, Devi, Ega, Princess, dan Ani. Terima kasih banyak berkat KKN selama 40 hari bersama kalian saya mendapatkan keluarga baru.

19.Semua pihak dan rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahawa skripsi ini kurang sempurna, oleh karenanya kritik dan saran apapun bentuknya penulis hargai guna melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Semoga amal ibadahnya di terima oleh Allah SWT.

Wasalammu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis


(14)

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1.2.1 Permasalahan ... 7

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1Konsep Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ... 9

2.1.1 Pengertian Perumahan ... 9

2.1.1 Pengertian Permukiman ... 16

2.2 Pengaturan Pembangunan Perumahan dan Permukiman oleh Pemerintah Daerah ... 21

2.3 Dasar Hukum Pelaksanaan Pembuatan Masterplan Pembangunan Perumahan ... 25

2.4 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah ... 29


(15)

ii

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1Pendekatan Masalah ... 33

3.2Sumber dan Jenis Data ... 33

3.3Prosedur Pengumpulan Data ... 34

3.4Prosedur Pengolahan Data ... 35

3.5Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1Gambaran Umum Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung ... 37

4.2Pembuatan Masterplan Pembangunan Perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung ... 38

4.3Faktor-Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Masterplan Pembangunan Perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1Kesimpulan ... 53

5.2Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Masalah

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan pemerintah melakukan usaha-usaha pembangunan perumahan dengan melibatkan berbagai pihak baik perorangan maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya dan sesuai dengan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Upaya untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukan pembangunan nasional yang pada hakikatnya merupakan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan lahiriah dan kepuasan batiniah. Untuk itu pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional, tujuan kebijakan perumahan adalah untuk menjamin bahwa semua rakyat Indonesia, khususnya golongan yang berpenghasilan rendah, mempunyai akses untuk mendiami rumah yang memadai dan terjangkau dalam suatu lingkungan yang sehat. Agar tujuan pembangunan perumahan tercapai,


(17)

2

pemerintah terus merumuskan berbagai strategi dan program, antara lain membuat peraturan perundang-undangan yang diperlukan.

Rumah tidak dapat diingkari berperan sangat berarti dalam kehidupan manusia, sebagai tempat di mana nilai-nilai sebuah keluarga berlangsung, menjadi ruang di mana manusia mengekspresikan cara melakoni hidup, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya. Sebagai wadah aktivitas sebuah keluarga yang merupakan satuan sistem sosial terkecil dalam negara, rumah tidak dapat dipandang hanya sebagai artefak fisik. Rumah bukanlah sekedar pendekatan teknis untuk berlindung dari pengaruh iklim dan cuaca yang tidak menguntungkan, tetapi merupakan produk budaya, di mana nilai, norma dan tradisi lebih berpengaruh dalam citra, bentuk dan ruangnya1

Sebagai makhluk berakal budi yang sangat dinamis, manusia selalu membangun diri dan masyarakatnya menuju perubahan yang lebih baik. Budaya dan sistem sosial masyarakat pun selalu berkembang dari masa ke masa. Perubahan ini berpengaruh pula terhadap bentuk, persepsi dan makna rumah. Saat ini masalah perumahan erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi di perkotaan. Urbanisasi secara besar-besaran semakin menunjukkan pola perubahan dari masyarakat agraris (pedesaan) menjadi masyarakat industrialis (perkotaan).2

Ketidaksiapan sebagian manusia untuk hidup dan berbudaya kota menimbulkan masalah-masalah sosial khas perkotaan yang cukup serius. Ketidakseimbangan antara kemampuan dan lapangan kerja yang tersedia, ketidakseimbangan antara

1

Eko Budiharjo. Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998, hlm.3.

2

Zulfie Syarief, Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.hlm. 6.


(18)

3

jumlah penduduk dan kesempatan kerja, mengakibatkaan timbulnya strata masyarakat pinggiran di perkotaan, yang secara sosial ekonomi kemampuannya di bawah rata-rata. Dengan tingkat ekonomi yang rendah, maka tingkat pemenuhan kebutuhan dasar ,sandang, pangan dan perumahan pun juga (dianggap) rendah.

Keinginan Pemerintah untuk memperbaiki tingkat sosial ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah di antaranya ditunjukkan oleh program-program pengadaan perumahan bagi masyarakat, khususnya di perkotaan. Sejumlah besar rumah murah dibangun. Hal ini diharapkan berarti banyak dalam memperbaiki tingkat hidup masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, namun keberhasilan pendirian rumah masal ini jika ditinjau dari keseluruhan aspek secara holistik, terutama jika disoroti dari sudut pandang sosial budaya.

Penghuni hanya dijadikan objek yang tidak dilibatkan dalam proses perencanaan rumah untuk mereka. Wajar saja jika kebutuhan mereka tidak teridentifikasi dengan baik, sehingga ruang-ruang yang ada pun kurang akomodatif. Sebagai contoh, rumah masal dengan tipe dan ukuran yang seragam dianggap kurang akomodatif bagi kebutuhan perilaku penghuni, hal ini terbukti dari hampir tidak ada rumah siap huni yang tidak dipagar oleh pemiliknya. Lebih buruk lagi, beberapa komplek rumah masal ternyata semakin berkembang menjadi sangat padat dan kumuh. Di samping itu juga terdapat kasus rumah susun yang ditinggalkan oleh penghuninya, karena merasa tidak betah.

Berbagai fenomena di atas menunjukkan bahwa dibutuhkan penyelesaian masalah perumahan bagi kesejahteraan masyarakat, yang berorientasi pada pembangunan perumahan yang layak huni, sehingga membutuhkan peran dan kewenangan


(19)

4

pemerintah, khususnya pemerintah daerah melalui instansi terkait dalam perencanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan dalam rangka memenuhi hak masyarakat di era otonomi daerah.

Pembangunan perumahan di Kota Bandar Lampung dihadapkan pada permasalahan pokok yaitu pembuatan masterplan yang tidak memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, di antaranya adalah pembangunan Perumahan di Kelurahan Bumi Ayu, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung yang tidak memperhatikan keadaan geografis daerah setempat yang rawan longsor dan banjir. Akibatnya setelah perumahan selesai didirikan maka terjadilah bencana tanah longsor dan banjir di daerah tersebut pada bulan Oktober 2013. Tercatat sebanyak 15 rumah warga yang menjadi korban longsor, 6 di antaranya rusak parah dan sisanya rusak sedang dan ringan.3 Selain itu, tumpang tindihnya bebagai perencanaan dan kebijakan kota oleh instansi yang berbeda, berakibat pada ketidak jelasan aparat pelaksananya kebijakan tersebut di lapangan. 4

Contoh lainnya adalah pembangunan perumahan di bawah lereng bukit di Kelurahan Kebon Jeruk, Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung, akibat hujan deras yang mengguyur Kota Bandar Lampung, sebuah bukit longsor dan merusak 12 rumah milik warga. Kejadian longsor tersebut terjadi di bukit yang di atasnya telah didirikan hotel mewah, yaitu Hotel Bukit Randu. Pihak hotel tidak memperbaiki talud di lereng bukit. Ancaman longsor terus terjadi pada perumahan yang berada di bawah lereng bukit yang gundul dan sangat curam dan minim

3

www.radarlampungonline.com.musibah-tanahlongsor-banjir-dibumiayu.html. Diakses 26 Februari 2014

4

Ruddy Williams.. Klasifikasi Perencanaan Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta.2005, hlm.66.


(20)

5

penghijauan. Padahal Bukit Randu pada mulanya merupakan daerah resapan air yang mampu menyimpan air bagi warga sekitar5

Fenomena yang dihadapi berbagai kota dalam pembangunan adalah krisis perencanaan. Krisis perencanaan perkotaan sudah di antaranya disebabkan oleh kurangnya tenaga profesional dalam bidang perencanaan kota, sehingga produk yang dihasilkan di berbagai kota kurang berkualitas atau di bawah standar penataan kota yang ideal.

Pemerintah dalam konteks ini dituntut untuk mampu melaksanakan kebijakan di bidang perumahan yang mencapai suatu keteraturan dan kualitas yang baik bagi rumah dan perumahan (layak huni) hendaknya tidak diterjemahkan sebagai penyeragaman atau standarisasi yang kaku, tetapi harus akomodatif terhadap keragaman budaya, tradisi dan perilaku masyarakat.

Pemerintah kota harus dapat merencanakan pembangunan perumahan di perkotaan yang berwawasan lingkungan dapat diterapkan antara lain dengan mempertimbangkan keseimbangan ekologis, upaya-upaya mencegah kehancuran lingkungan, pengaturan ketertiban lalu lintas, penataan kawasan industri dan antisipasi pencemaran lingkungan yang membahayakan kesehatan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai wewenang menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

5

http//ewberkeley.wordpress.com/2011/07/16/penghancuran-ekosistem-bukit-di-kota-bandar- lampung/Diakses 26 Februari 2014.


(21)

6

Pemerintah kota Bandar Lampung melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), mengupayakan pembangunan perumahan di Kota Bandar Lampung secara optimal melalui perencanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan. Berdasarkan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), maka diketahui bahwa Bappeda mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan, penelitian dan pengembangan daerah, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Walikota serta tugas lain sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Walikota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok diatas, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan;

2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan;

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan;

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan perumahan dan pemukiman; 5. Pelayanan administratif.


(22)

7

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai permasalahan masterplan perumahan dalam bentuk penelitian ilmiah/ skripsi dengan judul: “Pelaksanaan Pembuatan Masterplan Pembangunan Perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung”

1.2Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung?

1.2.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian dalam penelitian adalah bidang Hukum Administrasi Negara yang dibatasi pada pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung. Ruang lingkup lokasi penelitian ini adalah pada Bappeda Kota Bandar Lampung dan ruang lingkup waktu penelitian ini adalah pada Tahun 2014.


(23)

8

1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan kajian Hukum Administrasi Negara, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

2. Kegunaan praktis

Secara praktis hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi Bappeda Bandar Lampung dalam perencanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan dan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai perencanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan di masa-masa yang akan datang.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1Konsep Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 2.1.1 Pengertian Perumahan

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Rumah adalah salah satu jenis ruang tempat manusia beraktivitas, harus dipandang dari seluruh sisi faktor yang mempengaruhinya dan dari sekian banyak faktor tersebut, yang menjadi sentral adalah manusia. Dengan kata lain, konsepsi tentang rumah harus mengacu pada tujuan utama manusia yang menghuninya dengan segala nilai dan norma yang dianutnya.1

Masyarakat manusia mulai membangun rumah setelah meninggalkan cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Dalam tradisi masyarakat tradisional, rumah, lebih dari sekedar tempat bernaung dari cuaca dan segala hal yang dianggap musuh, sarat dengan makna-makna sebagai hasil pengejawantahan budaya, tradisi dan nilai-nilai yang dianut. Rumah dianggap sebagai

1

Eko Budiharjo. Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998, hlm.4.


(25)

10

mikrokosmos, yang merupakan bagian dari makrokosmos di luarnya serta lingkungan alam secara luas. Ini berarti bahwa manusia, konstruksi rumah, bahan bangunan serta lingkungannya seperti gunung, batu alam, pohon atau tumbuhan lainnya dapat disamakan sebagai makhluk hidup, bukan benda mati.

Dalam banyak istilah rumah lebih digambarkan sebagai sesuatu yang bersifat fisik (house, dwelling, shelter) atau bangunan untuk tempat tinggal/ bangunan pada umumnya (seperti gedung dan sebagainya). Jika ditinjau secara lebih dalam rumah tidak sekedar bangunan melainkan konteks sosial dari kehidupan keluarga di mana manusia saling mencintai dan berbagi dengan orang-orang terdekatnya2

Dalam pandangan ini rumah lebih merupakan suatu sistem sosial ketimbang sistem fisik Hal ini disebabkan karena rumah berkaitan erat dengan manusia, yang memiliki tradisi sosial, perilaku dan keinginan-keinginan yang berbeda dan selalu bersifat dinamis, karenanya rumah bersifat kompleks dalam mengakomodasi konsep dalam diri manusia dan kehidupannya. Beberapa konsep tentang rumah: 1. Rumah sebagai pengejawantahan jati diri; rumah sebagai simbol dan

pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya

2. Rumah sebagai wadah keakraban ; rasa memiliki, rasa kebersamaan, kehangatan, kasih dan rasa aman

3. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi; tempat melepaskan diri dari dunia luar, dari tekanan dan ketegangan, dari dunia rutin

2


(26)

11

4. Rumah sebagai akar dan kesinambungan; rumah merupakan tempat kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam untaian proses ke masa depan

5. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari 6. Rumah sebagai pusat jaringan sosial

7. Rumah sebagai Struktur Fisik3

Pada masyarakat modern, perumahan menjadi masalah yang cukup serius. Pemaknaan atas rumah, simbolisasi nilai-nilai dan sebagainya seringkali sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan status sosial. Rumah pada masyarakat modern, terutama di perkotaan, menjadi sangat bervariasi, dari tingkat paling minim, yang karena keterbatasan ekonomi hanya dijadikan sebagai tempat berteduh, sampai kepada menjadikan rumah sebagai lambang prestise karena kebutuhan menjaga citra kelas sosial tertentu.

Masalah perumahan di Indonesia berakar dari pergeseran konsentrasi penduduk dari desa ke kota. Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang cukup tinggi, sekitar 4 % pertahun, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional, dan cenderung akan terus meningkat. Hal ini menunjukkan kecenderungan yang tinggi tumbuhnya kota-kota di Indonesia. Sayangnya, terjadi keadaan yang tidak sesuai antara tingkat kemampuan dengan kebutuhan sumber daya manusia untuk lapangan kerja yang ada di perkotaan, mengakibatkan timbulnya kelas sosial yang tingkat ekonominya sangat rendah. Hal ini berakibat terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan dasar kaum papa itu yang dapat dikatakan sangat minim. Rumah dan

3

Hendrawan, Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.hlm.54


(27)

12

tempat hunian mereka tidak lebih merupakan tempat untuk tetap survive di tengah kehidupan kota. Kualitas permukiman mereka dianggap rendah dan tidak memenuhi standar hidup yang layak.4

Berbagai program pengadaan perumahan telah dilakukan Pemerintah dan swasta (real estat). Tetapi apa yang dilakukan belum mencukupi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi jumlah ternyata Pemerintah dan swasta hanya mampu menyediakan lebih kurang 10 % saja dari kebutuhan rumah, sementara sisanya dibangun sendiri oleh masyarakat. Dari segi kualitas, banyak pihak yang berpendapat bahwa program yang ada belum menyentuh secara holistik dimensi sosial masyarakat, sehingga masih perlu diupayakan perbaikan-perbaikan. 5

Perbedaan persepsi tentang rumah layak huni. Masalah rumah dan perumahan sering hanya didekati dengan penyelesaian teknis-ekonomi yang sepihak, tanpa melibatkan masyarakat pemakai yang berhubungan erat dengan latar belakang budaya, tradisi dan perilaku mereka. Hal ini menimbulkan kesenjangan dalam memandang rumah yang layak huni. Salah satu akibatnya adalah rumah siap huni berupa rumah susun, misalnya, ditinggalkan oleh penghuninya, atau berkembang menjadi sangat rawan akan kriminalitas, atau dipugar, yang tentunya membutuhkan biaya tambahan.

Ketidakseimbangan pasokan (supply) dan permintaan (demand) . Kebutuhan paling banyak adalah berasal dari golongan rumah menengah ke bawah, sementara ada kecenderungan pihak pengembang-terutama swasta-membangun untuk masyarakat menengah atas yang memamng menjanjikan keuntungan yang

4

Widyaningsih, Beberapa Pokok Pikiran Tentang Perumahan, Tarsito. Bandung. 2006.hlm.14

5Ibid


(28)

13

lebih besar. Keberlanjutan (sustainability) rumah dan perumahan. Belum ada sistem yang efektif untuk mengevaluasi perumahan, agar dapat diperoleh gambaran kehidupan masyarakat di dalamnya pasca okupansi. Padahal hal ini penting untuk perbaikan kualitas perumahan secara berkelanjutan. 6

Ketidakseimbangan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kota. Masyarakat berpendapatan rendah yang membangun rumahnya dalam batas kemampuannya pada ruang-ruang kota, karena dianggap ilegal, jadi tidak memiliki akses yang semestinya ke fasilitas pelayanan kota, seperti prasarana dan sanitasi lingkungan. Hal ini menunjukkan tidak terlindunginya hak-hak mereka sebagai warga kota. Masalah perolehan tanah. Belum adanya sistem pengendalian harga tanah oleh Pemerintah, menyebabkan merebaknya spekulan tanah, yang mengakibatkan membubungnya harga tanah, jauh dari jangkauan daya beli masyarakat. Menyelesaikan masalah-masalah tersebut merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Oleh karenanya setiap pihak harus mengupayakan perbaikan perumahan sesuai dengan kemampuannya masing-masing, baik melalui sumbang pemikiran, tenaga maupun modal.

Beberapa persyaratan yang harus ditempuh dalam mendirikan perumahan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pertama

Pastikan tanah yang dikelola menjadi perumahan merupakan tanah yang tidak melanggar Rencana Tata Ruang Kota supaya tidak ada kerumitan dalam melakukan proses perijinan. Lakukan juga pengecekan Rencana Tata Ruang

6


(29)

14

Kota untuk memastikan akan dijadikan apa lahan tersebut dalam perencanaan tata ruang kota, semisal lokasi yang dipilih akan dijadikan pemukiman maka dapat dilanjutkan propses pengajuan perijinan pendirian perumahan.

Pemilihan lokasi perumahan bisa melalui langkah “pendomplengan” lokasi

yang telah banyak perumahan. Hal ini dinilai lebih menjanjikan dalam berinvestasi, akan tetapi harga tanahnya juga jauh lebih mahal.

2. Tahap Kedua

Pada tahap kedua ini dilanjutkan dengan mengurus ijin ke Dinas Pekerjaan Umum serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Ijin pertama yang harus diurus adalah Advice Planning. Pada tiap instansi memiliki nama yang

berbeda untuk jenis perijinan „Advice Planning‟, ijin Advice Planning berguna untuk kesesuaian antara tata ruang di lokasi yang dituju dengan Site Plan pengembangan. Beberapa berkas yang wajib disediakan untuk mengurus ijin tersebut antara lain adalah proposal ijin pemanfaatan ruang yang memuat segala aspek yang menyangkut perencanaan lokasi yang dilampiri dengan sertifikat tanah dan apabila tanah masih menggunakan nama orang lain harus dicantunkan surat kuasa bermaterai yang juga dilengkapi dengan Site Plan. Produk ijin berupa gambar rekomendasi Advive Planning yang memuat garis besar aturan-aturan pembangunan serta Surat Keputusan atau Ijin Prinsip yang disetujui Bupati atau Walikota. Pada beberapa daerah perijinan ini hanya untuk lahan dengan luas lebih dari 1 Ha, akan tetapi pada beberapa daerah lain ada juga yang tidak mempunyai batas luas lahan. Pada umumnya lebih dari lima rumah telah dianggap sebagai perumahan.


(30)

15

3. Tahap Ketiga

Tahap ketiga dilaksanakan di Badan Pertanahan Negara. Langkah awalnya adalah melakukan pengecekan sertifikat serta pengecekan patok pembatas. Memastikan bahwa status yang disyaratkan untuk lahan adalah HGB (Hak Guna Bangunan), ini berarti lokasi yang akan digunakan menggunakan nama perusahaan atau PT yang bersangkutan dan dapat juga dikavling atas nama masing-masing individu. Pada setiap proses perijinan akan selalu muncul retribusi dan pajak perijinan, akan tetapi besar kemungkinan pada tiap daerah akan memiliki prosedur yang berbeda. Setelah proses perijinan legalitas clear

dilanjutkan dengan mengurus Ijin Perubahan Penggunaan Tanah. Ini merupakan langkah awal pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan.

4. Tahap Keempat

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan), Pada umumnya Amdal berlaku untuk lokasi dengan luas lahan > 1 Ha, jika luas lahan kurang dari 1 Ha cukup dengan mengurus ijin UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup)/UPL (Upaya Pemanfaatan Lingkungan Hidup). Proses awal dari tahap keempat ini mengharuskan pengecekan kadar air tanah dan proposal mengenai kelebihan dan dampak yang ditimbulkan dari proyek yang akan dilaksanakan. Produk dari perijinan ini berupa surat rekomendasi dari kantor KLH yang selanjutnya dilampirkan dalam pengajuan IMB.

5. Tahap Kelima

Pada tahap kelima adalah melakukan pengajuan IMB sekaligus pengesahan Site Plan Perumahan (zoning) ke kantor Perijinan Satu Atap atau kantor


(31)

16

Perijinan Terpadu. Syarat pengajuan IMB terdiri atas akumulasi perijinan-perijinan yang telah diurus sebelum memasuki tahap ke lima ini. Jika seluruh syarat telah terlampir, hanya tinggal menunggu keluarnya ijin serta membayar retribusi yang nominalnya disesuaikan dengan luas tanah dan bangunan.7

2.1.2 Pengertian Permukiman

Menurut Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, menyatakan bahwa kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Rumah tidak dapat dipandang secara sendiri-sendiri, karena ia terkait dan harus perduli dengan lingkungan sosialnya, maka perumahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem sosial lingkungannya. Perencanaan perumahan harus dipandang sebagai unit yang menjadi satu kesatuan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga harus terdapat ruang-ruang sosial (ruang bersama) untuk masyarakat

7Ibid


(32)

17

berinteraksi satu sama lain. Unit-unit rumah adalah pengorganisasian kebutuhan akan privasi dan kebutuhan untuk berinteraksi sosial.8

Ruang-ruang dalam komplek perumahan yang lestari adalah ruang-ruang yang mampu mengakomodasi aktivitas sosial masyarakat pada lingkungan tersebut, termasuk mengorganisasikan keberagaman sosial dalam masyarakat. Harus diberi ruang-ruang untuk aktivitas dengan latar belakang tradisi yang berlainan, dengan proporsi yang seimbang untuk setiap aktivitas yang berbeda, misalnya tradisi beragama dan adat istiadat. Dengan demikian rasa aman secara spiritual akan tercapai dengan terpeliharanya tradisi dan aktivitas sosial masyarakat setempat juga dengan adanya penerimaan bahwa perbedaan adalah hal yang wajar.

Perencanaan perumahan harus menggunakan pendekatan ekologi, rumah dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem. Keseluruhan bagian rumah, mulai dari proses pembuatan, pemakaian, sampai pembongkarannya akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan alam. Menurunnya kualitas lingkungan-meningkatnya suhu global; meningkatnya pencemaran air, udara dan tanah; berkurangnya keanekaragaman hayati; berkurangnya cadangan energi dari minyak dan gas dsb-yang sebagian besar diakibatkan oleh pembangunan yang tidak terkendali, adalah masalah yang harus dipecahkan dengan pendekatan teknologi yang ramah lingkungan. Berdasarkan kenyataan ini maka perumahan adalah rumah yang seluruh prosesnya-pembangunan, pemakaian dan pembongkaran-berusaha untuk tidak mengganggu keseimbangan alam, bahkan jika mungkin memperbaiki kualitas lingkungan.

8

Zulfie Syarief, Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.hlm. 6.


(33)

18

Bahwa usaha-usaha untuk kenyamanan dan kesehatan penghuni harus dicapai dengan pendekatan teknis yang tidak merusak alam.9

Dalam pendekatan teknis, perumahan yang berorientasi terhadap kepuasan penghuni harus memenuhi syarat-syarat berikut :

a. Struktur dan konstruksi rumah yang cukup kuat dan aman

b. Material bangunan yang menjamin terciptanya kenyamanan dan kesehatan di dalam rumah

c. Prasarana/infrastruktur yang memenuhi standar kenyamanan, kesehatan dan keamanan lingkungan10

Beberapa kriteria permukiman atau kawasan permukan yang layak adalah sebagai berikut;

a. Jaminan perlindungan hukum.

Perlindungan hukum mengambil banyak bentuk, diantaranya penyewaan akomodasi (publik dan swasta), perumahan kolektif, kredit, perumahan darurat, pemukiman informal, termasuk penguasaan tanah dan properti. Meskipun ada beragam jenis perlindungan hukum, setiap orang harus memiliki tingkat perlindungan hukum yang menjamin perlindungan hukum dari pengusiran paksa, pelecehan, dan ancaman lainnya. Negara Pihak harus secara bertanggung jawab, segera mengambil tindakan-tindakan yang bertujuan mengkonsultasikan jaminan perlindungan hukum terhadap orang-orang tersebut dan rumah tangga yang saat ini belum memiliki perlindungan, konsultasi secara benar dengan orang-orang atau kelompok yang terkena.

9

Zulfie Syarief, Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.hlm. 7.

10Ibid


(34)

19

b. Ketersediaan layanan, bahan-bahan baku, fasilitas, dan infra struktur. Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang penting bagi kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima manfaat dari hak atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang aman, energi untuk memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan makanan, pembuangan sampah, saluran air, layanan darurat.

c. Keterjangkauan.

Biaya pengeluaran seseorang atau rumah tangga yang bertempat tinggal harus pada tingkat tertentu dimana pencapaian dan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar lainnya tidak terancam atau terganggu. Tindakan harus diambil oleh Negara Pihak untuk memastikan bahwa persentasi biaya yang berhubungan dengan tempat tinggal, secara umum sepadan dengan tingkat pendapatan. Negara Pihak harus menyediakan subsidi untuk tempat tinggal bagi mereka yang tidak mampu memiliki tempat tinggal, dalam bentuk dan tingkat kredit perumahan yang secara layak mencerminkan kebutuhan tempat tinggal. Dalam kaitannya dengan prinsip keterjangkauan, penghuni harus dilindungi dengan perlengkapan yang layak ketika berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak masuk akal atau kenaikan uang sewa. Di masyarakat, dimana bahan-bahan baku alam merupakan sumber daya utama bahan baku pembuatan rumah, Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan ketersediaan bahan baku tersebut.


(35)

20

d. Layak huni.

Tempat tinggal yang memadai haruslah layak dihuni, artinya dapat menyediakan ruang yang cukup bagi penghuninya dan dapat melindungi mereka dari cuaca dingin, lembab, panas, hujan, angin, atau ancaman-ancaman bagi kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit. Keamanan fisik penghuni harus pula terjamin. Komite mendorong Negara Pihak untuk secara menyeluruh menerapkan Prinsip Rumah Sehat yang disusun oleh WHO yang menggolongkan tempat tinggal sebagai faktor lingkungan yang paling sering dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyebab penyakit berdasarkan berbagai analisis epidemiologi; yaitu, tempat tinggal dan kondisi kehidupan yang tidak layak dan kurang sempurna selalu berkaitan dengan tingginya tingkat kematian dan ketidaksehatan.

e. Aksesibilitas.

Tempat tinggal yang layak harus dapat diakses oleh semua orang yang berhak atasnya. Kelompok-kelompok yang kurang beruntung seperti halnya manula, anak-anak, penderita cacat fisik, penderita sakit stadium akhir, penderita HIV-positif, penderita sakit menahun, penderita cacat mental, korban bencana alam, penghuni kawasan rawan bencana, dan lain-lain harus diyakinkan mengenai standar prioritas untuk lingkungan tempat tinggal mereka.

f. Lokasi.

Tempat tinggal yang layak harus berada di lokasi yang terbuka terhadap akses pekerjaan, pelayanan kesehatan, sekolah, pusat kesehatan anak, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Di samping itu, rumah hendaknya tidak didirikan di


(36)

21

lokasi-lokasi yang telah atau atau akan segera terpolusi, yang mengancam hak untuk hidup sehat para penghuninya.

g. Kelayakan budaya.

Cara rumah didirikan, bahan baku bangunan yang digunakan, dan kebijakan-kebijakan yang mendukung kedua unsur tersebut harus memungkinkan pernyataan identitas budaya dan keragaman tempat tinggal. Berbagai aktivitas yang ditujukan bagi peningkatan dan modernisasi dalam lingkungan tempat tinggal harus dapat memastikan bahwa dimensi-dimensi budaya dari tempat tinggal tidak dikorbankan, dan bahwa, diantaranya, fasilitas-fasilitas berteknologi modern, juga telah dilengkapkan dengan semestinya.11

1.2Pengaturan Pembangunan Perumahan dan Permukiman oleh Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan yang menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Menurut Pasal 10 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan yang menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

11


(37)

22

menjadi kewenangannya daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembagian.

Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa urusan pemerintah yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota di antaranya adalah perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Pemerintah harus mengupayakan perlindungan hak penghuni rumah untuk kenyamanan dan kesehatan, terutama untuk registrasi material hasil industri. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan labelisasi material bangunan. Jadi, labelisai tidak hanya berlaku untuk makanan, karena pengaruh material bangunan juga sangat besar terhadap kesehatan penghuni. Apa lagi rumah didiami bukan untuk waktu yang singkat, tetapi untuk puluhan tahun, bahkan seumur hidup.

Untuk Rumah siap huni-misalnya yang dibangun oleh real estat dan Perumnas-harus jelas spesifikasi bangunan, yang tidak sekedar spesifikasi teknis, tetapi juga spesifikasi efek bahan terhadap kesehatan. Hal tersebut harus disertakan dalam dokumen rumah, dan disepakati dalam acara serah terima resmi antara pengembang dan pemilik rumah. Kesenjangan cara pandang dan persepsi antara perencana dan masyarakat harus diminimalkan, dengan dialog yang aktif dan terbuka. Perencana harus mengembalikan kedudukannya sebagai mediator dan


(38)

23

terbaik bagi penghuni rumah, bukan sebagai pihak yang berada pada posisi „sok tahu‟ dengan dalih ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Harus diupayakan pengembangan teknologi konstruksi, material dan alat-alat rumah tangga yang akrab lingkungan sebagai tanggung jawab akan kelestarian alam dan kualitas kehidupan manusia yang berkelanjutan, misalnya :

1. Labelisasi/sertifikasi bahan bangunan untuk menjamin bahan tersebut tidak menimbulkan efek yang tidak menguntungkan bagi kesehatan penghuni rumah 2. Penelitian dan pengembangan industri material bangunan organik-misalnya

dari limbah pertanian-sebagai bahan bangunan alternatif yang murah, sehat dan nyaman

3. Perencanaan hutan produksi yang berkesinambungan untuk bahan bangunan yang berkelanjutan, sehingga hutan konservasi yang ada tidak rusak untuk kebutuhan matertial rumah/perumahan

4. Penelitian dan pengembangan teknologi tepat guna untuk kebutuhan akan energi, mengingat cadangan bahan bakar minyak dan gas terbatas12

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai wewenang:

(1) Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

12Ibid


(39)

24

(2) Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD;

(3) Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

(4) Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

(5) Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR);

(6) Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota;

(7) Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

(8) Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota; dan

(9) Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Kewenangan pemerintah dalam bidang perumahan dan permukiman tersebut dimaksudkan untuk mencapai suatu keteraturan dan kualitas yang baik bagi perumahan dan permukiman harus akomodatif terhadap keragaman budaya, tradisi dan perilaku masyarakat. Harus diupayakan tingkat penerimaan yang wajar terhadap budaya masyarakat pada kelas sosial rendah dalam mengatasi masalah


(40)

25

perumahan yang mereka hadapi dengan cara yang mereka pilih. Untuk mendukung mereka, harus diupayakan kebijaksanaan khusus untuk penyediaan prasarana dasar lingkungan yang murah.

1.3Dasar Hukum Pelaksanaan Pembuatan Masterplan Pembangunan Perumahan

Beberapa dasar hukum pelaksanaan pembangunan perumahan oleh Bappeda Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14 Ayat (1), urusan pemerintah yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan

2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang

3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 4) Penyediaan sarana dan prasarana umum

5) Penanganan bidang kesehatan 6) Penyelenggaraan pendidikan 7) Penanggulangan masalah sosial 8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan

9) Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah 10)Pengendalian lingkungan hidup

11)Pelayanan pertanahan


(41)

26

13)Pelayanan administrasi umum pemerintahan 14)Pelayanan administrasi penanaman modal 15)Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya

16)Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Tentang Perumahan dan KawasanPermukiman

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pemerintah dalam melaksanakan pembinaan mempunyai wewenang:

a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman;

b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman;

c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman;

d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional;

e. Melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka mewujudkan jaminan dan kepastian hukum dan pelindungan hukum dalam bermukim;


(42)

27

f. Mengoordinasikan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal;

g. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman;

h. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional;

i. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

j. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;

k. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

l. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; dan

m. Memfasilitasi kerja sama tingkat nasional dan internasional antara pemerintah dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah

Menurut Pasal 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, inspektorat, dan rumah sakit, terdiri dari:


(43)

28

(1) Bidang perencanaan pembangunan dan statistik; (2) Bidang penelitian dan pengembangan;

(3) Bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat; (4) Bidang lingkungan hidup;

(5) Bidang ketahanan pangan; (6) Bidang penanaman modal;

(7) Bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi;

(8) Bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa; (9) Bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana; (10) Bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;

(11) Bidang pengawasan; dan (12) Bidang pelayanan kesehatan.

4. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

Pasal 13 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030 menyatakan bahwa strategi pengembangan kawasan perumahan dan permukiman yang memadai dan berwawasan lingkungan hidup, meliputi:

1. Mengarahkan kegiatan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman ke wilayah utara di Kecamatan Kedaton, Kecamatan Rajabasa, dan Kecamatan Tanjung Senang dan timur kota di Kecamatan Sukarame, Kecamatan Sukabumi, dan Kecamatan Tanjung Karang Timur;

2. Mewajibkan penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) pada setiap perumahan dan permukiman;


(44)

29

3. Menata dan merevitalisasi kawasan permukiman kumuh kota serta mengupayakan pengembangan rumah susun sehat; dan

4. Mengembangkan perumahan/permukiman berbasis mitigasi dan adaptasi bencana.

1.4Tugas Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Menurut Pasal 1 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), maka diketahui bahwa Bappeda mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan, penelitian dan pengembangan daerah, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Walikota serta tugas lain sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Walikota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Pasal 2 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 14 Tahun 2008 diketahui bahwa untuk melaksanakan tugas pokok diatas, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Perumusan kebijakan bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan

pengembangan;

2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan;

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan;


(45)

30

4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan;

5. Pelayanan administratif.

1.5Konsep Masterplan Perumahan

Masterplan perumahan adalah rencana dan langkah-langkah dari tahapan yang harus dilakukan oleh pihak pengembang perumahan dalam rangka mewujudkan target dan sasarannya dalam membangun dan mengembangkan perumahan. Rencana blok adalah peletakan massa-massa bangunan dengan bentuk rencana atapnya yang ditempatkan pada permukaan suatu tapak, dimana konsep tata letak memperhatikan hubungan (pola aktivitas) antar massa bangunan tersebut.13

Masterplan berfungsi untuk mewujudkan keselarasan dan keserasian bangunan dengan bangunan, bangunan dengan prasarana dan lingkungannya , serta menjaga keselamatan bangunan dan lingkungannya.14

Klasifikasi masterplan dalam perencanaan pembangunan perumahanan adalah sebagai berikut:

a. Rencana Tapak

Rencana Tapak merupakan rencana secara terperinci untuk merancang bangunan dan pertamanan, tetapi yang lebih sering ialah gambar yang dimaksudkan sebagai contoh dari apa yang mungkin terjadi jika ada kebijaksanaan umum lagi yang akan dipakai contoh ini di beri judul dengan rencana tapak ilustratif, tetapi yang mengagumkan dalam banyak hal contoh

13

http://arsitekinterior.com/masterplan/Diakses 27 Maret 2014


(46)

31

gambar itu mempunyai pengaruh yang penting atas apa yang sebenarnya dibangun.ilustrasi tersebut membantu orang untuk melihat kira-kira hasil keputusan-keputusan kebijaksanaan, jadi membantu proses untuk mencapai kesepakatan atas suatu rencana

b. Rencana Struktur

Rencana Struktur merupakan satu langkah menyajikan suatu yang direncanakan secara realistis, rencana struktur ini memusatkan perhatiannya pada aspek-asek tertentu dari lingkungan: biasanya tata guna lahan, sistem pergerakan utama, dan besaran serta lokasi dari fasilitas-fasilitas penting da bangunan-bangunan. Rencana ini dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan lokasi tertentu yang menjadi kunci, sambil mengenal adanya perbeaan antara daerah belakang dan daerah depan. Jika daerah harus dikembangkan dalam waktu yang lama, ada kebijaksanaan untuk memberi kebebasan dan tetap berpegang teguh kepada beberapa aspek perencanaan yang penting.

c. Rencana Konsep

Rencana konsep merupakan peryataan rencana yang dimaksudkan lebih dari sekedar uraian untuk pelaksanaan kerja. Pada rencana konsep, jalur hijau yang menghubungkan antara garis pantai kota dan daerah-daerah distrik pemukiman dapat diterangkan dalam bentuk diagram, tanpa menyebutkan keputusan-keputusan tentang bentuk (jalur taman atau sejumlah taman yang dihubungkan) untuk dibicarakan dan diperdebatkan nanti. Memang arti utama dari rencana konsep ini adalah agar memusatkan pembahasan pada seluruh hal yang penting, dari pada mengubah pembahasan secara terperinci sebelum


(47)

32

waktunya.rencana-rencana konsep itu akan menjadi paling efektif jika disertai dengan gambaran-gambaran yang mungkin nanti dihasilkan. 15

Ketiga macam perencanaan merupakan komponen dari tahap pembangunan kota berwawasan lingkungan yang memang perlu adanya tahap atau proses pembangunan dari berbagai aspek yang menunjang bagi masyarakat kota agar kehidupannya menjadi lebih baik.dan mampu mewujudkan kawasan kota berwawasan lingkungan, ketiga konsep perencanaan tersebut sangat berperan penting dalam terwujudnya pembangunan kota berwawasan lingkungan, untuk itu dalam setiap program perencanaan tata ruang kota juga tidak luput dari ketiga konsep tersebut yang memang harus dilaksanakan sesuai konsep masterplan.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris. Pendekatan normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Pendekatan empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus1

Pendekatan normatif empiris digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung.

3.2Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdiri dari:

1


(49)

34

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan yang bersifa mengikat berupa peraturan perundangpundangan, terdiri dari:

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah b. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

c. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

e. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

f. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22/Permen/M/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat

g. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku ilmu pengetahuan hukum.

3.3Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan


(50)

35

2. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan. Studi lapangan ini dilaksanakan dengan cara:

a. Observasi (observation), yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap data dan fakta yang ada di lokasi penelitian.

b. Wawancara (interview), yaitu mengajukan tanya jawab kepada narasumber dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Narasumber penelitian ini adalah Kepala Subbidang Sarana dan Prasarana pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung.

3.4Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya dilakukan pengolahan data, dengan prosedur sebagai berikut:

1. Seleksi Data.

Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

2. Klasifikasi Data

Penempatan data menurut kelompok yang telah ditetapkan untuk memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian. 3. Penyusunan Data

Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data


(51)

36

3.5 Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menginterpretasikan data dan memaparkan dara dalam bentuk kalimat.


(52)

BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan:

1. Pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung adalah menentukan lokasi pembangunan perumahan di seluruh kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung; memetakan sarana prasarana pendukung seperti sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, sarana pemerintahan dan pelayanan umum serta sarana olah raga dan ruang terbuka hijau serta melaksanakan penyusunan masterplan pembangunan perumahan.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung adalah Kondisi Wilayah Sebagai Kawasan Rawan Bencana berupa bencana tanah longsor dan gerakan tanah, Rawan gelombang pasang dan tsunami dan rawan banjir dan Pengembang perumahan di Kota Bandar Lampung yang tidak menaati masterplan perumahan yang telah ditentukan oleh Bappeda menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan masterplan di lapangan sehingga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung.


(53)

54

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung disarankan untuk kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan prioritas dan keahlian serta disiplin ilmu pengetahuan yang dibutuhkan, dengan cara menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi dan mengikut sertakan para pegawai untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan di bidang pembangunan kota. Selain itu disarankan untuk menerapkan pemberian sanksi baik berupa sanksi administrasi (pencabutan izin usaha atau, pembekuan aktivitas usaha) dan sanksi pidana/denda hendaknya diatur dan dilaksanakan secara tegas terhadap pengembang perumahan yang tidak menaati ketentuan masterplan pembangunan perumahan di Kota Bandar Lampung agar pembangunan perumahan di masa mendatang benar-benar sesuai dengan masterplan yang telah ditentukan.

2. Kepada masyarakat disarankan untuk lebih selektif dalam memilih dan membeli perumahan, dengan mempertimbangkan aspek keselamatan yaitu tidak dibangun di atas kawasan rawan banjir, rawan longsor atau rawan bencana lainnya. Selain itu masyarakat disarankan untuk mempertimbangkan lokasi perumahan yang sesuai dengan masterplan perumahan Kota Bandar Lampung, sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Affan Gaffar, Paradigma Baru Otonomi Daerah dan Implikasinya, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006

Aminudin, Peran Rumah dalam Kehidupan Manusia, Kanisius, Semarang, 2007. Eko Budiharjo. Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 1998

Hendrawan, Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Josef Riwo Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia; Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraanya,

Penerbit Rajawali Press, Jakarta,2002.

Muammar Himawan. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta. 2004. Prajudi Admosudirjo. Teori Kewenangan. PT. Rineka Cipta Jakarta. 2001.

Ruddy Williams.. Klasifikasi Perencanaan Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta.2005.

Rumajar Jefferson, Otonomi Daerah: Sketsa. Gagasan dan Pengalaman, Media Pustaka, Manado, 2006

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, Widyaningsih, Beberapa Pokok Pikiran Tentang Perumahan, Tarsito. Bandung.

2006.

Zulfie Syarief, Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.


(55)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22/Permen/M/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat;

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

REN

Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan

Permukiman (RP3KP). Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

C. Sumber Lain

http//ewberkeley.wordpress.com/2011/07/16/penghancuran-ekosistem-bukit-di- kota-bandar- lampung/Diakses 26 Februari 2014.

www.radarlampungonline.com.musibah-tanahlongsor-banjir-dibumiayu.html. Diakses 26 Februari 2014


(1)

2. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan. Studi lapangan ini dilaksanakan dengan cara:

a. Observasi (observation), yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap data dan fakta yang ada di lokasi penelitian.

b. Wawancara (interview), yaitu mengajukan tanya jawab kepada narasumber dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Narasumber penelitian ini adalah Kepala Subbidang Sarana dan Prasarana pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung.

3.4Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya dilakukan pengolahan data, dengan prosedur sebagai berikut:

1. Seleksi Data.

Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

2. Klasifikasi Data

Penempatan data menurut kelompok yang telah ditetapkan untuk memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian. 3. Penyusunan Data

Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data


(2)

36

3.5 Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menginterpretasikan data dan memaparkan dara dalam bentuk kalimat.


(3)

BAB V P E N U T U P

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan:

1. Pelaksanaan pembuatan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung adalah menentukan lokasi pembangunan perumahan di seluruh kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung; memetakan sarana prasarana pendukung seperti sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, sarana pemerintahan dan pelayanan umum serta sarana olah raga dan ruang terbuka hijau serta melaksanakan penyusunan masterplan pembangunan perumahan.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan masterplan pembangunan perumahan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung adalah Kondisi Wilayah Sebagai Kawasan Rawan Bencana berupa bencana tanah longsor dan gerakan tanah, Rawan gelombang pasang dan tsunami dan rawan banjir dan Pengembang perumahan di Kota Bandar Lampung yang tidak menaati masterplan perumahan yang telah ditentukan oleh Bappeda menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan masterplan di lapangan sehingga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung.


(4)

54

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung disarankan untuk kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan prioritas dan keahlian serta disiplin ilmu pengetahuan yang dibutuhkan, dengan cara menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi dan mengikut sertakan para pegawai untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan di bidang pembangunan kota. Selain itu disarankan untuk menerapkan pemberian sanksi baik berupa sanksi administrasi (pencabutan izin usaha atau, pembekuan aktivitas usaha) dan sanksi pidana/denda hendaknya diatur dan dilaksanakan secara tegas terhadap pengembang perumahan yang tidak menaati ketentuan masterplan pembangunan perumahan di Kota Bandar Lampung agar pembangunan perumahan di masa mendatang benar-benar sesuai dengan masterplan yang telah ditentukan.

2. Kepada masyarakat disarankan untuk lebih selektif dalam memilih dan membeli perumahan, dengan mempertimbangkan aspek keselamatan yaitu tidak dibangun di atas kawasan rawan banjir, rawan longsor atau rawan bencana lainnya. Selain itu masyarakat disarankan untuk mempertimbangkan lokasi perumahan yang sesuai dengan masterplan perumahan Kota Bandar Lampung, sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Affan Gaffar, Paradigma Baru Otonomi Daerah dan Implikasinya, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006

Aminudin, Peran Rumah dalam Kehidupan Manusia, Kanisius, Semarang, 2007. Eko Budiharjo. Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 1998

Hendrawan, Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Josef Riwo Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia; Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraanya, Penerbit Rajawali Press, Jakarta, 2002.

Muammar Himawan. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta. 2004. Prajudi Admosudirjo. Teori Kewenangan. PT. Rineka Cipta Jakarta. 2001.

Ruddy Williams.. Klasifikasi Perencanaan Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta. 2005.

Rumajar Jefferson, Otonomi Daerah: Sketsa. Gagasan dan Pengalaman, Media Pustaka, Manado, 2006

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, Widyaningsih, Beberapa Pokok Pikiran Tentang Perumahan, Tarsito. Bandung.

2006.

Zulfie Syarief, Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.


(6)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22/Permen/M/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat;

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

REN

Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan

Permukiman (RP3KP). Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

C. Sumber Lain

http//ewberkeley.wordpress.com/2011/07/16/penghancuran-ekosistem-bukit-di- kota-bandar- lampung/Diakses 26 Februari 2014.

www.radarlampungonline.com.musibah-tanahlongsor-banjir-dibumiayu.html. Diakses 26 Februari 2014