PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENDIRIAN APOTEK OLEH DINAS KESEHATAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENDIRIAN APOTEK OLEH DINAS KESEHATAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

INEZ VANIA HERRERA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENDIRIAN APOTEK OLEH DINAS KESEHATAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

INEZ VANIA HERRERA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENDIRIAN APOTEK OLEH DINAS KESEHATAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

INEZ VANIA HERRERA

Saat ini apotek di Kota Bandar Lampung telah menjadi pilihan alternatif untuk membeli obat khususnya kalangan masyarakat menengah kebawah selain biaya yang terjangkau apotek memang sudah menyatu di masyarakat Bandar Lampung sejak lama. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan yang diberikan wewenang oleh undang-undang dituntut untuk melakukan pengembangan, pengawasan serta pembinaan terhadap keberadaan apotek yang ada di Kota Bandar Lampung. Pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/ SK/X/2002 yang memberikan beberapa keleluasaan kepada Apotek untuk dapat meningkatkan derajat Kesehatan yang optimal, Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. Berdasarkan Data yang di peroleh dari hasil riset di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung pada tahun 2010 Apotek yang memperoleh izin berjumlah 130 apotek dari keseluruhan Apotek yang ada di Kota Bandar Lampung.

Permasalahan yang diteliti adalah Bagaimanakah pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Faktor-faktor apakah yang menghambat dalam pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penilitian ini adalah pendekatan yuridis normatif untuk memperoleh data sekunder disamping menggunakan pendekatan yuridis empiris untuk memperoleh data primer. Adapun data sekunder yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan Daerah dan literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Sedangkan data primer diperoleh dari studi lapangan, yaitu wawancara dengan informan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suatu jawaban bahwa Pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Sedangkan untuk mendapatkan SIA pemilik apotek harus menunggu waktu selama 14 hari dengan biaya sebesar dengan biaya perizinan sebesar Rp. 1.300.000,00,-. Faktor-faktor penghambat dalam pemberian izin pendirian Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ialah kurang mengertinya para pengusaha apotek melengkapi berkas untuk mendapatkan syarat izin pendirian apotek. Dinas Kesehatan kurang mengintensifkan sosialisasi terhadap pendirian apotek di Kota Bandar Lampung.


(4)

ABSTRACT

GRANT OF LICENSE ESTABLISHMENT OF PHARMACY BY THE DEPARTMENT OF HEALTH CITY BANDAR LAMPUNG

By

INEZ VANIA HERRERA

Currently pharmacies in the city of Bandar Lampung has become an alternative option to buy drugs, especially among the middle-at an affordable cost in addition to the pharmacy community was already integrated in Bandar Lampung for a long time. Therefore, the government in this case the Health Department is authorized by law required to do the development, oversight and guidance to the presence of the existing pharmacies in the city of Bandar Lampung. Implementation of the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.1332/Menkes/ SK/X/2002 which gives some flexibility to the pharmacy to be able to increase the degree of optimal health, local government to provide guidance and supervision of the implementation of this regulation in accordance with the functions, duties and authority of each. Based on data obtained from research in Belfast City Health Department in 2010 that pharmacy license number of Apotek 130 pharmacies in the city of Bandar Lampung.

What is the problem under study is the implementation of the provision permits the establishment of a pharmacy by Belfast City Health Department. What factors are inhibiting the implementation of the provision permits the establishment of a pharmacy by Belfast City Health Department.

The approach used in penilitian problem is a normative juridical approach to obtain secondary data besides using an empirical approach to obtain judicial primary data. The secondary data are derived from regional legislation and literature relating to the subject matter. While the primary data obtained from field studies, the interviews with informants.

Based on the results obtained with an answer that the implementation of the provision permits the establishment of a pharmacy by Belfast City Health Department is in accordance with the procedures specified by the Minister of Health Republic of Indonesia. 1332/MENKES/SK/X/2002 of Pharmacy Licensing Procedures. While to get SIA pharmacy owners have to wait for 14 days at a cost of a licensing fee of Rp. 1,300,000.00, -. Inhibiting factors in the establishment of licensing pharmacies by Belfast City Health Department is the lack of understanding of pharmacy businesses complete the file to obtain the establishment of a pharmacy license terms. Health Department intensified its lack of socialization to the establishment of pharmacies in the city of Bandar Lampung.


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Nurmayani, S.H., M.H. ………..

Sekretaris/Anggota : Syamsir Syamsu, S.H.,M.H. ………..

Penguji Utama : Sri Sulastuti, S.H., M.H. ………..

2. Pj. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 19621109 198703 1 003


(6)

MOTTO

"... Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan..." (Q.S. Al Insyirah : 5-6)


(7)

PERSEMBAHAN

I dedicate this script to ALLAH SWT

My Beloved Parents Chandrasono S.H dan Hernilawati ,S.H., M.H (Almh.)

My Grand Mother Ratu Mariyam

My Brother Alristo Alsagaf


(8)

SANWACANA

Bismillahirrahmaannirrahim,

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN PENDIRIAN APOTEK OLEH DINAS KOTA BANDAR LAMPUNG”. Skripsi diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Unversitas Lampung.

Peneliti menyadari pembuatan skripsi ini merupakan buah dari suatu proses panjang, yang tak luput dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, peneliti mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada : 1. Ibu Nurmayani S.H., M.H., selaku ketua jurusan Hukum Administrasi Negara

Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembimbing I atas waktu, bimbingan, nasehat-nasehat yang diberikan selama peneliti menjalani proses bimbingan. Terimakasih Ibu, jasamu tak akan terlupakan.

2. Bapak Syamsir Syamsu, S,H., M.H., selaku Pembimbing II yang selalu bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, saran dan masukan selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas ilmu yang telah Bapak berikan.

3. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H, selaku Pembahas I yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan ide, saran serta dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(9)

4. Bapak Agus Triono, S.H.M.H., selaku Pembahas II, yang telah bersedia memberikan pengarahan dan saran kepada penulis.

5. Bapak DR. Heryandi, S.H., M.S. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. DR. I Gede Wiranata AB, S.H., M.H. sebagai Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu peneliti dalam proses kuliah.

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan pemikiran dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

8. Seluruh Staf Pengajar dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, terkhusus Pak Marlan, Pak Misiyo dan Bu Hera.

9. Kepala Seksi Bina Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Bapak. Cr. Hartono Sipayungterimakasih atas masukannya demi selesai skripsi ini.

10. Untuk Ibu yang sangat kurindukan,dan sumber kekuatanku, terimakasih untuk semua ilmu kehidupan yang telah Ibu bekalkan kepadaku.

11. Ayah tercinta, terimakasih atas perhatian, kasih sayang dan do'a yang tak pernah henti mengiringi perjalanan hidupku.

12. Nenek tercinta terimakasih untukdo’a yang diberikan kepadaku. 13. Adikku satu-satunya Alristo Alsagaf untuk hangatnya persaudaraan.

14. Uwo Mis, Uwo Ros, Makcik Tuti, Mama Ilet, Ibu, terimakasih atas ketulusan kasih sayang yang kalian berikan kepadaku.

15. Sepupu yang selalu setia memberi semangat Dwi ete, Atu tina, Kak eva, Kak dora, Kak icha, Kak pipin, Kak maya, hesti, yu’shinta, fafa, yu’vika, Naya untuk semua limpahan dukungan, kebahagiaan yang tak terlupakan

16. Sahabat-sahabat yang selalu dihati Anggi, Intan, Aulia, Oci, terimakasih untuk semua dukungan dan kenangan yang tak terlupakan.


(10)

17. Citra, Tia, Dira, Quen, Uci, Reza, Gema, Sari, Ria, Terimakasih atas Persahabatan yang penuh dengan keceriaan, kehangatan selama ini. Love u GOL.

18. Andri Holan Fipro, Ahmad Taufan Taufani, Angga Risdianto atas dukungan dan bantuan tanpa pamrih. Terima kasih sahabat.

19. Teman-teman FH Unila’08 dan HIMA HAN FH 08 tersayang yang selalu menghadirkan pelangi di setiap waktu, Iyai iqbal, Jeke, Nadia, Cikwo Tya, Mona, Abi Bahrul, Dova, Yuli, Adel, Tangguh, Tiara, Siti, Novi, Anday, Sandi, Angga, Dimas, Danu, Ira, gilang, Mufli, aldi.

20. Untuk Aisha The Hijabees, Nadhine, Nazra, Junisa, Meita, Iyai memet, Ayu, Tika, Raisa, Ines, Meli, Putri, Egie, Nindy, Terimakasih atas setiap dukungan yang kalian berikan.

21. Semua pihak yang belum tertulis namanya yang saya yakin bantuannya begitu besar.

Semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan yang telah diberikan dengan pahala berlipat ganda. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini, Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, 07 Februari 2012 Peneliti,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang...1

B. Permasalahan dan ruang lingkup ...8

C. Tujuan dan kegunaan penelitian...9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian pelaksanaan ...10

B. Pengertian izin...14

C. Pengertian apotek ...18

D. Prosedur pemberian izin pendirian apotek ...19

E. Dasar hukum pelaksanan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ...21

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah...23

B. Sumber Data...24

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ...26

D. Analisis Data ...27

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ...28

1. Kedudukan,tugas Pokok, dan fungsi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung...29

2. Susunan organisasi ...30

3. Uraian tugas unsur Dinas...31

4. Tata kerja Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ...33


(12)

6. Subjek dan objek dari pelaksanaan pemberian izin pendiran

apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ...35 B. Pelaksanaan pemberian izin pendirian Apotek oleh

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ...40 1. Persyaratan Apotek...40 2. Prosedur pemberian izin pendirian apotek oleh

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung...41 3. Pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung...47 C. Fakto-faktor penghambat dalam pemberian izin pendirian

apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung...50 1. Jenis pelanggaran kegiatan di Apotek ...51 2. Akibat hukum pelanggaran Keputusan Menteri Kesehatan

R.I Nomor1332/MENKES/SK/X/2002 tentang

Tata Cara Pemberian Izin Apotek ...55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...56 B. Saran...57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, suatu daerah harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat.

Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah dengan memberikan kesempatan dan keluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, menganut sistem otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi yang nyata dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi tersebut diberikan kewenangan.


(14)

2

Agar dapat memberikan motivasi kepada daerah untuk berkembang baik kreatifitasnya dan juga inovasi di dalam membangun daerahnya. Kewenangan tersebut bersifat dinamis dan tergantung pada inisiatif dan potensi diri daerah masing-masing. Pemerintah Daerah memiliki prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu :

a) Digunakannya asas Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah daerah kepala otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan Desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di daerah kabupaten dan daerah kota.

b) Digunakannya asas Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

c) Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah atau desa dari pemerintah propinsi kepada kabupaten atau kota dan desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Asas tugas pembantuan yang dapat di laksanakan di daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta Desa.

Dalam urusan kesehatan pemerintah pusat telah melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 ayat (1) huruf (e) Tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa penanganan bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang diselenggarakan dan diatur oleh pemerintah daerah yaitu dinas kesehatah kota yang mencakup skala


(15)

3

Kabupeten/kota, dengan kewenangan yang seluas-luasnya serta nyata dan bertanggung jawab yang bersetujuan untuk kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang bersifat wajib berpedoman pada standar pelayanan minimum dan dilaksanakan secara bertahap serta telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Bidang kesehatan merupakan kewenangan wajib pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana digariskan pada Pasal 13 huruf (e) dan Pasal 14 huruf (e) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Urusan wajib yang dimaksudkan adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga Negara antara lain:

1. Perlindngan hak konstitusional;

2. Perlindungan hak kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat ketentraman dan ketertiban umumdalm kerangka menaga keutuhan NKRI;

3. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.

Hak konstitusional masyarakat di bidang kesehatan adalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat, pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional bertujuan


(16)

4

untuk mempertinggi derajat kesehatan termasuk keadaan gizi masyarakat dan penyediaan obat-obatan di Apotek dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Usaha Apotek merupakan suatu kombinasi dari usaha pengabdian profesi farmasi, usaha sosial dan usaha dagang yang masing-masing aspek ini tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya dari usaha Apotek. Apotek sendiri merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi pada masyarakat.

Peraturan mengenai Apotek tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Kemudian pada tahun 2002 peraturan tersebut disempurnakan lagi dengan Peraturan Menteri No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Peraturan inilah yang berlaku sampai sekarang.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 47/Men.Kes/SK/II/1983 tentang Kebijaksanaan Obat Nasional menyatakan bahwa “ Kebijakan Obat Nasional merupakan penjabaran dari sistem Kesehatan Nasional khusus untuk pembangunan dibidang obat menjadi pedoman dan petunjuk pelaksanaan bagi penyelenggaraan semua upaya dibidang obat”. Dalam Keputusan tersebut dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan obat ialah “Bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau


(17)

5

keadaan patologi dalam rangka menetapkan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.”

Peraturan Perundang-undangan Perapotekan di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Dimulai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No.26 tahun 1965 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek, kemudian disempurnakan dalam peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas PPNo.26 Tahun 1965 tentang Apotek, beserta petunjuk pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 26. Tahun1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.178 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Peraturan yang terakhir berlaku sampai sekarang adalah Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Pemberian Izin Apotek yang memberikan beberapa keleluasaan kepada Apotek untuk dapat meningkatkan derajat Kesehatan yang optimal.

Penyelenggaraan pelayanan Apotek harus diusahakan agar lebih menjangkau masyarakat. Menurut Permenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, menyatakan bahwa untuk mendapatkan Izin Apotek, Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,perlengkapan serta persediaan farmasi dan pebekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau pihak lain. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan


(18)

6

kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

Lokasi dan Tempat, Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.

Bangunan dan Kelengkapan, Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi

Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat, kamar mandi dan toilet. Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi baik, Ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telepon apotek.

Izin memiliki pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas, izin dalam arti sempit merupakan peningkatan-peningkatan aktifitas-aktifitas pada suatu peraturan izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi


(19)

keadaan-7

keadaan yang buruk. Salah satu izin mendirikan apotek yang menjadi kewenangan dari pemerintah daerah.

Saat ini apotek di Kota Bandar Lampung telah menjadi pilihan alternatif untuk membeli obat khususnya kalangan masyarakat menengah kebawah selain biaya yang terjangkau apotek memang sudah menyatu di masyarakat Bandar Lampung sejak lama. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan yang di berikan wewenang oleh undang-undang di tuntut untuk melakukan pengembangan, pengawasan serta pembinaan terhadap keberadaan apotek yang ada di Kota Bandar Lampung. Data yang di peroleh dari hasil pra riset di Dinas Kesehatan mendapatkan pada tahun 2010 Apotek yang ada di Kota Bandar Lampung berjumlah dari keseluruhan 130 apotek yang telah mendapatkan surat izin (data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Maret 2011)

Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau Apoteker Pengelola Apotek yang bekerjasama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Izin apotek harus dengan kompetensi Peraturan Perundang-undangan Perapotekan di Indonesia. Dalam pemberian izin diatur juga pembinaan dan pengawasan yang


(20)

8

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 yang memberikan beberapa keleluasaan kepada Apotek untuk dapat meningkatkan derajat Kesehatan yang optimal, Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. Dengan adanya sistem perizinan maka apotek dapat diatur penempatannya karena fungsi dari izin merupakan pengontrol dari aktifitas-aktifitas masyarakat, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul,“Pelaksanaan Pemberian izin pendirian Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan terdahulu maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah :

a. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian izin pendirian Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung untuk pendirian apotek ?

b. Apakah Faktor-faktor penghambat dalam pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini di fokuskan pada prosedur pelaksanaan pemberian izin yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini mengacu pada Undang-Undang No. 36


(21)

9

Tahun 2009, Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari penelitian dalam skripsi ini, pada garis besarnya adalah untuk menjawab permasalahan, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung untuk pendirian apotek.

2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor penghambat dalam pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi

kegunaan:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu penambahan pengembangan

ilmu pengetahuan dan memotivasi dalam menghadapi permasalahan yang

timbul khususnya tentang pelaksanaan pemberian izin yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung untuk pendirian apotek.


(22)

10

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, sebagai bahan bacaan

dan ilmu pengetahuan bagi semua kalangan yang ingin menambah ilmu


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pelaksanaan

1. Pengertian Pelaksanaan

Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan, sedangkan pelaksanaan menurut Kamus Bahasa indonesia adalah hal-hal yang berkenaan dengan melaksanakan (Bambang Martijianto, 1992:345). Pengertian lain tentang pelaksanaan, yaitu suatu proses, cara, perbuatan melaksanakan, rancangan, keputusan dan sebagainya (Kamus Bahasa indonesia.2003:627).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan adalah perbuatan yang diperlukan dalam rangka usaha untuk melaksanakan tercapainya tujuan. Menurut Sondang P. Siagian pelaksanaan yaitu jika suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis telah disusun, dan jika program kerja yang “achivement oriented” telah dirumuskan maka tinggalah pelaksanaannya (Sondang P. Siagian). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan itu suatu rencana yang telah disusun sebelumnya untuk mencapai tujuan program kerja yang akan dikerjakan dikemudian hari.

Jika dikaitkan dengan judul skripsi ini maka pelaksanaan dapat diartikan perbuatan manusia untuk melakukan suatu kegiatan dalan hal ini Pelaksanaan Pemberian Izin Pendirian Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.


(24)

12

2. Pelaksanaan Pelayanan Pemerintah

Pemerintah merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh suatu sistem untuk menjalankan fungsi-fungsi sistem dan pemerintahan. Tugas pemerintah pada intinya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pemerintah, sistem badan atau orang elit yang melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus dalam suatu sistem. Sedangkan pemerintahan, berarti perihal, cara, perbuatan, atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki legitimasi tersebut (Syafi’I, 1998:15).

Dalam manajemen pemerintahan yang baik dan benar, pemerintah jangan hanya sebagai penjaga malam yang mementingkan ketertiban tetapi lupa pada ketentraman, yang hanya mampu berkuasa tetapi tidak mampu melayani.

Menurut Syafi’ie (1998:16) di dalam kata dasar “perintah” paling sedikit ada empat unsur penting yang terkandung, yaitu sebagai berikut:

a. Ada dua pihak yaitu yang memerintah disebut pemerintah dan pihak yang di perintah disebut rakyat.

b. Pihak yang memerintah memilki kewenangan dan legitimasi untuk mengatur dan mengurus rakyat.

c. Pihak yang diperintah memilki keharusan untuk taat kepada pemerintah yang sah.

d. Antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah terdapat hubungan timbal balik, baik secara sistem vertikal maupun horizontal.

Menurut Samuel Edward Finer sebagaimana dikutip oleh Syafi’I (1998:18) pemerintah harus mempunyai kegiatan terus menerus (process), wilayah sistem


(25)

13

tempat kegiatan itu berlangsung (state), pejabat yang memeintah (the duty) dan cara, metode serta sistem (manner, method and system) dari pemerintahan terhadap masyarakatnya.

Menurut Atmosudijro (1982:8) tugas pemerintahan antara lain adalah tata usaha sistem, rumah tangga sistem, pemerintahan, pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup. Sebagai badan yang penting dalam rangka pemerintahannya, pemerintah mesti memperhatikan ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, pengaruh lingkungan, pengaturan, komunikasi, peran serta seluruh lapisan masyarakat dan legitimasi.

Lebih lanjut Rasyid (1998:139) menjelaskan bahwa pemerintahan pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat. Dalam memberikan pelayanan, aparat, pemerintah haruslah berdasarkan pada peraturan, tata cara, dan syarat-syarat tertentu, yang kesemuanya itu bukan hanya diperuntukkan dan ditaati oleh masyarakat, tetapi juga harus ditaati oleh aparat pemerintah selaku pelayan masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah ataupun diserahkan kepada pihak swasta. Barangkali langkah yang perlu dipertimbangkan oleh aparatur pemerintah dalam pelayanan kepentingan umum, adalah bagaimana meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat banyak, dan untuk itu kualitas aparatur, kewibawaan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam suatu kerangka berfikir yang berorientasi


(26)

14

kepada pengabdian didedikasi oleh loyalitas sebagai aparatur akan lebih relevan dengan kondisi yang bakal dihadapi (Widjaja, 1994:98).

Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat biasanya mempunyai ciri utama berupa tingginya tingkat intervensi dari birokrasi yang mengakibatkan timbulnya suatu pelayanan yang prosesnya berbelit-belit, lamban dan terkesan kaku. Birokrasi dalam pelayanan pemerintah selalu terikat dengan peraturan formal, sehingga sulit untuk melakukan perubahan, dan jika ada suatu perubahan harus dilakukan berdasarkan suatu ketentuan yang formal pula.

Oleh karena itu, kebanyakan masyarakat enggan untuk berurusan atau mengurus segala keperluan yang berhubungan dengan birokrasi pemerintah, sehingga mereka lebih tertarik untuk mengurus keperluaanya kepada pihak swasta. Untuk itu, sudah saatnya pemerintah lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada masyarakat dengan menganut sistem pelayanan yang cepat, praktis dan biaya yang terjangkau.

B. Pengertian Izin

Izin mempunyai arti yang sangat luas tergantung dari sudut mana sesorang memberikan batasan tentang izin. Dapat dikatakan izin apabila pembuat peraturan secara umum tidak melarang suatu perbuatan asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Menurut E. Utrecth, dikatakan izin bilamana pembuat peraturan tidak melarang suatu perbuatan tetapi memperkenankannya asal saja diadakan atau dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan (Bachsan Mustafa,1982:81). W.F Prins menyatakan bahwa izin adalah pernyataan yang biasa dikeluarkan


(27)

15

sehubungan dengan suatu perbuatan pada hakeketnya harus dilarang, tetapi hal yang menjadi objek dari perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asal saja dibawah pengawasan alat-alat perlengkapan administrasi negara, (Soehino,1984:79). Oleh karena itu, pengertian izin pada hakeketnya juga mencakup pernyataan mengabulkan, menyetujui atau membolehkan terhadap suatu perbuatan yang akan dilakukan oleh seseorang, dan pernyataan mengabulkan tersebut berasal dari alat-alat perlengkapan administrasi negara yang dilaksanakan atas dasar wewenang khusus yang diberikan padanya. Izin yang diberkan oleh alat-alat perlengkapan administrasi dapat disertai dengan syarat-syarat tertentu.

Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.

Perizinan adalah suatu bentuk pelaksanaan fungsi peraturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimilki tau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Dengan memberi izin, penguasa memperkenalkan orang yang memohonnya untuk melakukan tidakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang menharuskan adanya pengawasan.


(28)

16

Ateng syafrudin menyatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau opheffing van algemence verbodregel in het concrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).

Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasakan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.

N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling bayak dgunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu meyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.

Selanjutnya N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge, mendefinisikan izin dalm arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya


(29)

17

didasarkan pada keinginannya pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tidakan-tindakan yang boleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang , terkecuali di perkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutan dengan perkenan dapat dengan teliti di berikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memeberikan perkenan dalam keadaaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dalam cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan).

Van De Vot menyatakan bahwa izin adalah apabila sikap batin si pembuat undang terhadap perbuatan atau tingkah laku yang diatur dalam undang-undang itu sendiri adalah pada prinsipnya tidak melarang atau memperdulikan, acuh tak acuh hanya saja dalam hal-hal yang konkrit dimana perbuatan itu dilakukan terhadap campur tangan dari penguasa yang berwenang oleh aturan dari undang-undang tadi untuk membuat peraturan hukum inkonkreto (Soehino, 1984:3).

Jadi, dari beberapa uraian di atas kiranya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengertian izin pada hakekatnya ada dua, yaitu bahwa izin adalah suatu larangan dan yang kedua izin adalah perbuatan yang tidak dilarang tetapi dalam pelaksanaanya memerlukan pengawasan dari perangkat administrasi negara.


(30)

18

C. Pengertian Apotek

Apotek adalah suatu tempat tertentu, di mana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian. Apotek adalah suatu tempat atau terminal distribusi obat dan perbekalan farmasi yang dikelola oleh apoteker dan menjadi tempat pengabdian profesi apoteker sesuai dengan standar dan etika kefarmasian.

Perusahaan Negara, Perusahaan Swasta, Koperasi, dan sebagainya. Pertanggungan jawab teknis farmasi dari sebuah apotik terletak pada seorang apoteker meskipun demikian hal ini tidak mengurangi pertanggungan jawab seorang dokter. Bisnis Apotik merupakan salah satu bisnis yang seringkali mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan kredit dari bank dikarenakan sifatnya yang mempunyai prospek jangka panjang artinya tidak musiman dan tidak terlalu terpengaruh oleh krisis ekonomi karena kebutuhan obat adalah termasuk kebutuhan primer yang harus dipenuhi ketika menderita sakit.

Tugas dan fungsi apotek:

1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

2. Penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi: obat, bahan obat, obat asli Indonesia, kosmetik, alat-alat kesehatan, dan sebagainya. 3. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran dan


(31)

19

b. Penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi: obat, bahan obat, obat asli Indonesia, kosmetik, alat-alat kesehatan, dan sebagainya.

D. Prosedur Pemberian Izin Pendirian Apotek

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. b. Dengan menggunakan Formulir model APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir model APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4.


(32)

20

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6.

g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

h. Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka pengunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana.

i. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7.


(33)

21

Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Pengguna sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana.

b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. c. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan persyaratan apotek atau lokasi apotek yang tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya

E. Dasar Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Pendirian Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Dasar hukum pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung :

1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

3. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek.


(34)

22

5. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995.

6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/ 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

8. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/ 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh gambaran yang lengkap terhadap masalah yang diteliti, digunakan metode-metode tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar obyektif dan dapat di pertanggung jawabkan kebenaran secara ilmiah.

A. Pendekatan Masalah

Dalam rangka penelitian tentang pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung maka pendekatan yang ditempuh ada dua cara yaitu :

1. Pendekatan Normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari dan memahami bahan-bahan kepustakaan, peraturan perundang-undangan, yang kesemuanya berhubungan dengan pelaksanaan pemberian izin mendirikan apotek yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan kota. Di samping itu, juga mempelajari tulisan-tulisan yang menunjang penelitian yang terdapat dalam bentuk lain.

2. Pendekatan Empiris, adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara studi lapangan untuk melihat bagaimana pelaksana dari pelaksanaan pemberian izin yang di keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.


(36)

24

B. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini data yang di perlukan adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari studi lapangan, yaiu hasil wawancara dari responden, sedangkan data sekunder terdiri dari :

1. Data Primer

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian pustaka melalui

peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku dan dokumen-dokumen

resmi.

Data sekunder terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yaitu antara lain meliputi:

1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

3. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek.

5. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995.

6. Keputusan Meteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/

X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK


(37)

25

b. Bahan Hukum sekunder

Bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku ilmu

hukum, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum serta bahan lainnya yang

berkaitan dengan permasalahan.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan

primer dan bahan sekunder meliputi kamus hukum dan kamus besar Bahasa

Indonesia.

C. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Studi Pustaka

Studi Pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mengutip, dan membuat ikhtisar bahan hukum yang ada kaitanannya dengan pokok bahasan dari bahan-bahan berupa literatur-literatur hukum, dokumen-dokumen dan peraturan perundang-undangan.

b. Studi Lapangan

Dilakukan dengan pengamatan langsung ditempat yang dijadikan obyek

penelitian, dengan melakukan wawancara langsung kepada informan,

wawancara ini dipergunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan


(38)

26

Wawancara dilakukan kepada :

- Kepala Seksi Bina Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Bapak.Cr. Hartono Sipayung

- Pemilik Apotek Ratu Farma Bapak Nimron Rusadi.

- Pemilik Apotek Rosa.

- Kepala Cabang Apotek Kimia Farma Bandar Lampung Bapak Hendri

Susanto.

2. Prosedur Pengolahan Data

Langkah selanjutnya setelah data terkumpul baik primer maupun data sekunder dilakukan pengolahan data dengan cara:

a. Seleksi Data, yaitu memilih mana data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang akan di bahas.

b. Pemeriksaan Data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapannya serta kejelasannya.

c. Klasifikasi Data, yaitu data disusun menurut urutan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan yang diajukan.


(39)

27

D. Analisis Data

Proses analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan prihal rumusan dan hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian pendahuluan. Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu rangkaian data yang telah disusun secara sistimatis menurut klasifikasinya dengan memberi arti terhadap data-data tersebut menurut kenyataan yang diperoleh dari lapangan dan disusun dalam uraian kalimat-kalimat sehingga menjadi benar-benar merupakan jawaban dari permasalahan yang ada. Kemudian disusun menjadi suatu kesimpulan atas jawaban tersebut dan selanjutnya disusun saran-saran untuk perbaikan atas permasalahan yang dihadapi.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/ 2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek. bagi para pemilik praktek apotek, untuk mendapatkan SIA pemilik apotek harus menunggu waktu selama 14 hari, dengan biaya perizinan sebesar Rp.1.300.000,00,-..

b. Faktor-faktor Penghambat dalam pemberian izin pendirian apotek Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Di dalam pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung masih terdapat hambatan-hambatan antara lain dalam pelaksanaan tugas kerja meskipun telah diupayakan pengoptimalkan kerja yang baik, masih saja terdapat kendala yang menjadi penghambat pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek di Kota Bandar Lampung, yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek, antara lain: masih kurang mengertinya para pengusaha apotek melengkapi berkas untuk


(41)

57

mendapatkan syarat izin pendirian apotek. Dinas Kesehatan kurang mengintensifkan sosialisasi terhadap apotek di Kota Bandar Lampung dikarenakan kurangya tenaga kerja Lapangan untuk mengontrol perkembangan apotek yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung. Petugas/aparat kurang mampu menerapkan sanksi yang berlaku secara tegas kepada pemilik pengobatan tradisional yang melanggar ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

B. Saran

Sebagai upaya untuk melaksanakan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, hendaknya pemerintah mengusahakan beberapa hal yaitu:

a. Sebaiknya instansi Dinas Kesehatan Kota membentuk tim untuk melakukan sosialisasi Secara langsung, penyampaian langsung disini artinya dilakukan dengan cara tatap muka sehingga terjadi komunikasi dua arah kepada pengusaha apotek di berbagai wilayah Kota Bandar Lampung akan pentingnya mendapatkan izin pendirian apotek dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dan selain itu dapat dipatuhinya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Sedangkan secara tidak langsung, artinya penyuluhan ini disampaikan melalui media komunikasi yang ada misal televisi lokal Lampung, radio.


(42)

58

b. Sebaiknya Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung mengkordinir setiap pendirian apotek untuk mendapatkan izin di Kota Bandar Lampung.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU/LITERATURE

Ateng Syafrudin,2009 Perizinan untuk berbagai Kegiatan, Sinar Gafika, Jakarta. HR,Ridwan.2002.Hukum Administrasi Negara.UII Press.Jogjakarta.

Koenjtoro Halim Diana, 2004.Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Manan, Bagir.1994. Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945.

Pustaka Sinar Harapan.Jakarta

Nurmayani, 2009.Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung. Lampung. Soeijijo.I, 1990.Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta.

PT Rhineka Cipta,

Sunarno, Siswanto, 2006Hukum Pemerintahan Daerah. Sinar Grafika, Jakarta.

Sutedi Adrian2010,Hukum Perizinan dalam sektor pelayanan publik, Sinar Grafika, Jakarta.

Syafiie, Kencana, 2003 Ilmu Hubungan Sistem Administrasi Negara. Bumi Aksara.

Wahab, Solichin Abdul, 1997, Analisis Kebijaksanaan, Dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara. Jakarta.


(44)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun

1965 mengenai Apotek.

Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No.184/MENKES/PER/II/1995.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/ 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 06 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

B. INTERNET/WEBSITE

Sumber di akses dari http://www.Hukumonline.com/a/index.php?option=com pada tanggal 15 Mei 2011 pukul 13.00 WIB

Sumber di akses dari http://www.Dinas Kesehatan Indonesia. com/a/index. php? Option=com pada tanggal 2 Juni 2011 pukul 15.30 WIB


(1)

D. Analisis Data

Proses analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan prihal rumusan dan hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian pendahuluan. Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu rangkaian data yang telah disusun secara sistimatis menurut klasifikasinya dengan memberi arti terhadap data-data tersebut menurut kenyataan yang diperoleh dari lapangan dan disusun dalam uraian kalimat-kalimat sehingga menjadi benar-benar merupakan jawaban dari permasalahan yang ada. Kemudian disusun menjadi suatu kesimpulan atas jawaban tersebut dan selanjutnya disusun saran-saran untuk perbaikan atas permasalahan yang dihadapi.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/ 2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek. bagi para pemilik praktek apotek, untuk mendapatkan SIA pemilik apotek harus menunggu waktu selama 14 hari, dengan biaya perizinan sebesar Rp.1.300.000,00,-..

b. Faktor-faktor Penghambat dalam pemberian izin pendirian apotek Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Di dalam pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung masih terdapat hambatan-hambatan antara lain dalam pelaksanaan tugas kerja meskipun telah diupayakan pengoptimalkan kerja yang baik, masih saja terdapat kendala yang menjadi penghambat pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek di Kota Bandar Lampung, yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemberian izin pendirian apotek, antara lain: masih kurang mengertinya para pengusaha apotek melengkapi berkas untuk


(3)

mendapatkan syarat izin pendirian apotek. Dinas Kesehatan kurang mengintensifkan sosialisasi terhadap apotek di Kota Bandar Lampung dikarenakan kurangya tenaga kerja Lapangan untuk mengontrol perkembangan apotek yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung. Petugas/aparat kurang mampu menerapkan sanksi yang berlaku secara tegas kepada pemilik pengobatan tradisional yang melanggar ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

B. Saran

Sebagai upaya untuk melaksanakan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, hendaknya pemerintah mengusahakan beberapa hal yaitu:

a. Sebaiknya instansi Dinas Kesehatan Kota membentuk tim untuk melakukan sosialisasi Secara langsung, penyampaian langsung disini artinya dilakukan dengan cara tatap muka sehingga terjadi komunikasi dua arah kepada pengusaha apotek di berbagai wilayah Kota Bandar Lampung akan pentingnya mendapatkan izin pendirian apotek dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dan selain itu dapat dipatuhinya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Sedangkan secara tidak langsung, artinya penyuluhan ini disampaikan melalui media komunikasi yang ada misal televisi lokal Lampung, radio.


(4)

58

b. Sebaiknya Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung mengkordinir setiap pendirian apotek untuk mendapatkan izin di Kota Bandar Lampung.


(5)

A. BUKU/LITERATURE

Ateng Syafrudin,2009 Perizinan untuk berbagai Kegiatan, Sinar Gafika, Jakarta. HR,Ridwan.2002.Hukum Administrasi Negara.UII Press.Jogjakarta.

Koenjtoro Halim Diana, 2004.Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Manan, Bagir.1994. Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945.

Pustaka Sinar Harapan.Jakarta

Nurmayani, 2009.Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung. Lampung. Soeijijo.I, 1990.Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta.

PT Rhineka Cipta,

Sunarno, Siswanto, 2006Hukum Pemerintahan Daerah. Sinar Grafika, Jakarta. Sutedi Adrian2010,Hukum Perizinan dalam sektor pelayanan publik, Sinar

Grafika, Jakarta.

Syafiie, Kencana, 2003 Ilmu Hubungan Sistem Administrasi Negara. Bumi Aksara.

Wahab, Solichin Abdul, 1997, Analisis Kebijaksanaan, Dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara. Jakarta.


(6)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun

1965 mengenai Apotek.

Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No.184/MENKES/PER/II/1995.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/ 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 06 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

B. INTERNET/WEBSITE

Sumber di akses dari http://www.Hukumonline.com/a/index.php?option=com pada tanggal 15 Mei 2011 pukul 13.00 WIB

Sumber di akses dari http://www.Dinas Kesehatan Indonesia. com/a/index. php? Option=com pada tanggal 2 Juni 2011 pukul 15.30 WIB