Penerapan Whistleblowing System Dan Dampaknya Terhadap Fraud

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN

WHISTLEBLOWING SYSTEM

DAN DAMPAKNYA TERHADAP

FRAUD

Oleh

SHARON NAOMI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan whistleblowing system, serta mengetahui dampak penerapan whistleblowing system terhadap fraud. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan pada eksplorasi teori melalui penguatan pada studi literatur. Pengujian data dilakukan dengan analisis kasus-kasus perusahaan yang sudah menerapkan whistleblowingsystem dan dengan analisis survei-survei yang dilakukan oleh Corruption Perception Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB), dan Association of Certified Fraud Examiners, yang berkaitan dengan fraud, whistleblower, dan whistleblowing system.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan whistleblowing system di PT Telekomunikasi Indonesia sudah berjalan dengan baik karena adanya penurunan tingkat fraud dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Penurunan tingkat fraud di PT Telekomunikasi Indonesia dapat terjadi karena perusahaan menginvestigasi dan menindaklanjuti kasus fraud yang dilaporkan oleh whistleblower melalui

whistleblowing system. Penerapan whistleblowing sytem di Pertamina juga cukup efektif karena dapat mendeteksi tingkat fraud dengan waktu yang relatif cepat. Hasil penelitian lain berkaitan tentang survey-survey yang dilakukan oleh Corruption Perception Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB), dan Association of Certified Fraud Examiners, juga menyebutkan bahwa Indonesia masih rentan terhadap kasus fraud, namun dengan diterapkannya whistleblowing system, dapat mengurangi atau meminimalisir kasus fraud yang terjadi.

Kasus fraud akan terus terjadi di Indonesia, namun dengan adanya penerapan

whistleblowingsystem, diharapkan akan mampu mengurangi kasus fraud yang terjadi di perusahaan jika dijalankan dengan efektif, transparan, dan bertanggung jawab.


(2)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF WHISTLEBLOWING SYSTEM

AND THE IMPACT OF THE FRAUD

Oleh

SHARON NAOMI

This research determine to find out the implementation of whistleblowing system, and the impact of the fraud. This research was conducted by using the approach in the exploration of theory through strengthening the study of literature. The testing data was done by analyzing of the cases that already implemented whistleblowing system and by analyzing many surveys that have been done by the Corruption Perception Index (CPI), Corruption Barometer (GCB), and Association of Certified Fraud Examiners, which is related with fraud, whistleblower, and whistleblowing system. The results show that the implementation of whistleblowing system in

Telekomunikasi Indonesia is already implemented very well because of the decrease of the fraud in 2010 until 2013. The decrease of the fraud in Telekomunikasi

Indonesia could happen because the company investigated and follow up fraud cases that have been declared by whistleblower through whistleblowing system. The implementation of whistleblowing system in Pertamina also effective enough because it can detect fraud with a short time. The other research is related with the surveys that have been done by the Corruption Perception Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB), and Association of Certified Fraud Examiners, explained that Indonesia still vulnerable to the cases of the fraud, however, it can reduce or minimize fraud cases by the implementation of whistleblowing system. Fraud cases will always happen in Indonesia, however, because of the

implementation of whistleblowing system, hopefully it could reduce many fraud cases that happened in companies, if it implemented effectively, transparently, and responsibly.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 3 Februari 1992, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Sudung Eddy Susanto Sinaga dan Ibu Verlinda Sagala.

Pada tahun 1997, penulis menjalankan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Tunas Kasih, Jakarta . Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dimulai tahun 1998 di SD Tunas Kasih, Jakarta dan diselesaikan oleh penulis pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh oleh penulis di SMP Xaverius 1 Teluk Betung, Bandar Lampung dan berhasil diselesaikan di tahun 2007, dan kemudian dilanjutkan menempuh pendidikan di SMA Negeri 10 Bandarlampung hingga tahun 2010.

Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung pada tahun 2010.

Selama duduk di bangku perkuliahan, penulis mengikuti organisasi UKMK (Unit Kegiatam Mahasiswa Kristen) sebagai anggota, Himakta (Himpunan Mahasiswa Akuntansi dan Pajak) sebagai anggota, dan PKMK-FEB (Persekutuan Keluarga Mahasiswa Kristen- Fakultas Ekonomi dan Bisnis) sebagai anggota.


(8)

Karyaku ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat ku, Pribadi yang luar biasa setia menuntun hidupku.

Kedua orang tua ku yang selalu mendoakan, mendukung, serta mendidikku dengan cinta kasih dan hikmat yang sangat membangun.

Juga untuk kedua adikku, Partogi Luhut Josua Sinaga, dan Ramos Billyam Sinaga yang selalu mendukung dalam doa dan memberikan semangat.

Keluarga besarku, saudara-saudari seimanku, teman-teman seperjuanganku yang selalu memberikan doa, semangat dan segala perhatian yang tiada henti.


(9)

MOTO

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah

pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab

Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu

dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia

akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat

menanggungnya”

(1 Korintus 10:13)

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh

kepercayaan, kamu akan menerimanya”


(10)

SAN WACANA

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus yang senantiasa melimpahkan kasih, anugerah, dan hikmat yang tiada bandingannya hingga skripsi yang berjudul “PENERAPAN WHISTLEBLOWING SYSTEM DAN DAMPAKNYA TERHADAP FRAUD” dapat terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan guna melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan untuk meraih gelar sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa

pengarahan, bimbingan, dan kerjasama semua pihak yang telah turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dan juga sebagai Penguji Utama penulis atas segala masukan, kritik, dan saran yang diberikan.

3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

4. Bapak R. Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., C.A., C.P.A., selaku Pembimbing Utama, atas kesediaannya memberikan bimbingan dan masukan yang sangat membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Lego Waspodo, S.E., M.Si., Akt., selaku Pembimbing Kedua, atas

kesediaannya memberikan bimbingan dan masukan yang sangat membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Dr. Susi Sarumpaet, S.E., M.B.A., Akt., selaku Pembimbing Akademik, untuk nasehat dan bimbingannya selama ini.


(11)

7. Pak Sobari untuk kesabarannya dalam membantu mengurus skripsi dan proses birokrasinya. Dan terima kasih juga untuk Mas Yana, Mas Yono, Mbak Sri, Mpok, dan Mas Leman.

8. Kedua orang tua saya, yang selalu memberi semangat, dukungan, dan doanya. Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, dan didikannya. Kedua adik saya, Partogi Luhut Josua Sinaga, dan Ramos Billyam Sinaga, yang turut serta membantu, dan memberi dukungan kepada saya.

9. Sahabat-sahabat dan saudara-saudariku yang senantiasa mendampingi dalam suka maupun duka, Rica Widya Pardosi, Yobelliana, Yasni

Sambarina Ginting, Elza Rozaline, Ben Marshall, Jirry Mayfella Govanda, dan Edwin Wijaya. Terima kasih untuk segala semangat, dukungan, doa, nasehat, pengertian, dan kesabaran kalian. Kelak, kita semua akan sukses. 10.Bang Yudika Fernando Lubis, untuk segala doa, dukungan, bantuan,

perhatian, dan pengertiannya. Terima kasih telah menjadi abang terbaik. 11.Sahabat-sahabat, saudara-saudariku, teman satu angkatan parguru malua di

gereja HKBP Tanjung Karang, Cathrine Afriyani Manullang, Tiar Agustina Tamba, Fitria Sinurat, Johanna Manalu, Esther Meilin Siregar, Yuliana Sihotang, Johannes Robert Manalu, Yohanes Tambunan, David Pandapotan Simanjuntak, Try Gilbert Hutagalung, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu . Terima kasih atas doa, semangat,

dukungan, dan hiburan yang sudah kalian berikan.

12.Rekan-rekan PKMK-FEB Unila, Bang Ivandi, Kak Roma, Ko Richard, Bang Chandra, Kak Renita, Mondang, Hasna, Hanna, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas kesempatannya. 13.Teman-teman KKN Desa Rajabasa Lama Induk, Lampung Timur, Novita

Tarigan, Bang Manuel Siregar, Roy Nababan, Cahya Wulan Dari, Susi, Mba Melia Andari, Prasaputra Sanjaya, Adi, dan Kamal. Terima kasih untuk waktu dan kebersamaannya.

14.Saudara-saudari terkasih di HKBP Tanjung Karang, Bang Neilmansyah Hutagalung, Bang Saut Mangarata Panjaitan, Bang Thyson Papaga, Kak Maria Siregar, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk segala masukan, nasehat, doa, dan kebersamaannya.


(12)

15.Teman-teman semasa kursus Bahasa Inggris di LIA, Bang Ivan Marvin Sinaga, Yusuf Wilman, Dina Ayu Zahara, Dhia Hasanah, Destama Rendi Saputra, Yuli Damar Wati, May Audina, Indah Puspita Sitompul, Zaraz Obella, Adji Madya, Sabar Sahat Nainggolan, Mr. Mukhlis, Mba Tya, Mba Oci, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan, kesempatan dan kebersamaannya.

16.Teman-teman semasa SMA, Damayanti, Yusika, Gusti, Yesi, Tiwi, Bella, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungannya.

17.Teman-teman sebimbingan, Yasni Sambarina Ginting, Elza Rozaline, Jirry Mayfella Govanda, Novia Niki Pertiwi, Mila Arumyonansi, Feny Sagita, Hendrik Saputra, Ryan Tri Laksono, dan Mareta Lailatul Kadarsih. Terima kasih untuk semangat, kerjasama, dan kebersamaannya dalam suka

maupun duka.

18.Teman-teman seperjuangan Akuntansi angkatan 2010 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk segala dukungan, kebersamaan, dan kerjasamanya. Sukses untuk kita semua.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata, Penulis mengucapkan “Terima Kasih”.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,


(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Batasan Masalah ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori ... 6

2.1.1 Teori Agensi ... 6

2.1.2 Whistleblowing ... 7

2.1.3 Whistleblower ... 8

2.1.4 Whistleblowing System ... 10

2.1.5 Fraud ... 17

2.2Penelitian Terdahulu ... 20

2.3Kerangka Pemikiran ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Sumber Data ... 23


(14)

ii

3.3Teknik Analisis Data ... 23

3.4Metode Pengumpulan Data ... 24

3.5Pengujian Keabsahan Data ... 25

IV. PEMBAHASAN 4.1Kasus Whistleblower Dalam Penggelapan Pajak PT Asian Agri Group 26

4.2Penyelesaian Kasus Whistleblower Dalam Penggelapan Pajak PT Asian Agri Group ... 27

4.3Penerapan Whistleblowing System di PT Telekomunikasi Indonesia ... 28

4.3.1 Penyampaian Dan Pengelola Pelaporan Pelanggaran ... 29

4.3.2 Perlindungan Bagi Pelapor ... 29

4.3.3 Pihak Yang Mengelola Pengaduan ... 29

4.3.4 Penanganan Pengaduan ... 30

4.3.5 Prosedur Whistleblowing System pada PT Telekomunikasi Indonesia ... 31

4.3.6 Efektivitas Whistleblowing System pada PT Telekomunikasi Indonesia ... 33

4.3.7 Dampak Penerapan Whistleblowing System pada PT Telekomunikasi Indonesia ... 36

4.4Penerapan Whistleblowing System di Pertamina ... 37

4.4.1 Lingkup Pengaduan ... 38

4.4.2 Dasar Pembentukan Whistleblowing System ... 38

4.4.3 Sistem Perlindungan Pelapor ... 39

4.4.4 Penyingkapan Whistleblowing System Pertamina ... 40

4.4.5 Mekanisme Tindak Lanjut Whistlelowing System ... 40

4.4.6 Pengelola Whistleblowing System Pertamina ... 41

4.4.7 Efektivitas Whistleblowing System Pertamina ... 41

4.4.8 Dampak Penerapan Whistleblowing System di Pertamina ... 44

4.5Sistem dan Prosedur Pembelian Pada PT. Stars Internasional Surabaya 45 4.5.1 Dokumen Yang Digunakan ... 46

4.5.2 Catatan Akuntansi Yang Digunakan ... 47

4.5.3 Fungsi Yang Terkait Dalam Sistem Akuntansi Pembelian ... 48


(15)

iii

4.5.5 Sistem Pembelian Pada PT Stars Internasional ... 51

4.5.6 Struktur Pengendalian Intern PT Stars Internasional ... 53

4.6Indonesia Dalam Corruption Perception Index (CPI) ... 55

4.7Indonesia Dalam Global Corruption Barometer (2013) ... 55

4.7.1 Perubahan Level Korupsi di Indonesia ... 56

4.7.2 Keefektifan Tindakan Pemerintah Melawan Korupsi ... 56

4.7.3 Peranan Masyarakat Melawan Korupsi ... 57

4.8Data Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) ... 58

4.8.1 Bagaimana Fraud Terungkap ... 58

4.8.2 Whistleblower dalam Kasus Fraud ... 59

4.8.3 Metode Pendeteksian Fraud di Berbagai Organisasi ... 60

4.8.4 Frekuensi Fraud Berdasarkan Industri ... 63

4.8.5 Dampak Penerapan Whistleblowing System Dalam Organisasi .. 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 67

5.2Keterbatasan Penelitian ... 69

5.3Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Pelaporan Kecurangan PT Telekomunikasi Indonesia Tahun

2010 ... ... 34

Tabel 4.2 Data Pelaporan Kecurangan PT Telekomunikasi Indonesia Tahun 2011 ... ... 34

Tabel 4.3 Data Pelaporan Kecurangan PT Telekomunikasi Indonesia Tahun 2012 ... ... 35

Tabel 4.4 Data Pelaporan Kecurangan PT Telekomunikasi Indonesia Tahun 2013 ... ... 35

Tabel 4.5 Data Pelaporan Kecurangan Pertamina Tahun 2011 ... ... 42

Tabel 4.6 Data Pelaporan Kecurangan Pertamina Tahun 2012 ... ... 42

Tabel 4.7 Data Pelaporan Kecurangan Pertamina Tahun 2013 ... ... 43

Tabel 4.8 Data Pelaporan Kecurangan Yang Ditindaklanjuti Pertamina Tahun 2013 ... ... 43


(17)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur FlowchartWhistleblowing System PT Telekomunikasi Indonesia

Lampiran 2. Prosedur Penyingkapan Whistleblowing System Pertamina Lampiran 3. Mekanisme Tindak Lanjut Whistleblowing System Pertamina Lampiran 4. Flowchart Sistem Pembelian Barang di PT Stars Internasional Lampiran 5. Data Global Corruption Barometer (2013)


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dapat mencapai visi, misi, dan tujuannya menjadi semakin baik. Menurut Amri (2008), meningkatnya kejahatan kerah putih di berbagai belahan dunia telah mendorong berbagai negara dan asosiasi usaha untuk melakukan berbagai upaya pencegahan dan semakin meningkatkan tuntutan penerapan good governance. Salah satu bentuk penerapan GCG ialah whistleblowing system (sistem pelaporan

pelanggaran). Selain untuk tata kelola perusahaan yang lebih baik, whistleblowing system muncul karena semakin banyaknya kasus fraud (kecurangan),

penyimpangan keuangan, dan merupakan bagian dari suatu pengendalian internal. Untuk mengurangi kasus fraud tersebut, maka dibentuklah

whistleblowing system yang diharapkan dapat menjadi alat efektif dalam meminimalisir fraud dalam perusahaan maupun pemerintahan.

Hasil survey yang dilakukan oleh Institute of Business Ethics (2007) dalam Amri (2008) menyimpulkan bahwa satu di antara empat karyawan mengetahui kejadian pelanggaran, tetapi lebih dari separuh (52%) dari yang mengetahui terjadinya pelanggaran tersebut tetap diam dan tidak berbuat sesuatu. Keengganan untuk


(19)

2

melaporkan pelanggaran dapat diatasi melalui penerapan whistleblowing system

yang efektif, transparan, dan bertanggung jawab.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2008) dalam Tuanakotta (2010) mendefinisikan whistleblowing (pelaporan pelanggaran) sebagai pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut.

Pihak yang mengungkapkan tindakan pelanggaran tersebut disebut dengan

whistleblower. Terdapat dua tipe whistleblower, yaitu whistleblower dari pihak internal yang merupakan seorang dari suatu organisasi tertentu yang mengetahui dan melaporkan adanya tindakan pelanggaran di organisasi tersebut, dan

whistleblower dari pihak eksternal yang merupakan pihak luar dari suatu organisasi yang mengetahui dan melaporkan adanya tindakan pelanggaran di organisasi tersebut.

Menurut Sulistomo (2011), sudah cukup banyak nama yang tercatat sebagai

whistleblower yang menjadikan munculnya whistleblowing system ini, beberapa diantaranya adalah Cynthia Cooper untuk kasus perusahaan Worldcom, Sherron Watkins untuk kasus perusahaan Enron, dan Susno Duadji untuk kasus praktek mafia di jajaran yudikatif di Indonesia telah meningkatkan perhatian tentang tindakan kecurangan.


(20)

3

Tuanakotta (2010) pun menjelaskan beberapa kasus whistleblower, seperti Agus Condro dalam kasus dugaan suap BI, Endin Wahyudin dalam kasus penyuapan yang melibatkan tiga hakim agung, dan Yohanes Waworuntu dalam kasus penyuapan Sistem Administrasi Badan Hukum.

Perusahaan-perusahaan publik yang telah mempunyai dan menerapkan sistem

whistleblower adalah PT. Telkom, Pertamina, United Tractors, dan Astra Group. Pelaksanaan teknis sistem whistleblower di PT. Telkom dan Pertamina dilakukan oleh pihak ketiga secara outsourcing. (Semendawai, dkk. 2011)

Dengan sudah mulai diterapkannya whistleblowing system ini, maka diharapkan masyarakat Indonesia dapat lebih memiliki keinginan dan niat untuk melaporkan pelanggaran yang diketahuinya. Sehingga, hal ini akan dapat memberantas praktik-praktik pelanggaran, yang nantinya akan dapat mewujudkan tata kelola perusahaan di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, dibutuhkan partisipasi aktif dan kerjasama yang baik dari seluruh pemangku kepentingan perusahaan, sehingga melalui penerapan whistleblowing system, dapat mendukung terciptanya tata kelola perusahaan yang baik. Adapun salah satu cara mengontrol dan menjaga agar tidak terjadi fraud, yaitu menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud dengan cara sistem pengawasan internal yang ketat.

Terkait dengan usaha penerapan Good Corporate Governance dan termasuk di dalamnya pemberantasan korupsi, suap, dan praktik kecurangan lainnya,

penelitian dari berbagai institusi, seperti Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) dan


(21)

4

yang paling efektif untuk mencegah dan memerangi praktik yang bertentangan dengan Good Corporate Governance adalah melalui mekanisme whistleblowing system. (Amri, 2008)

Efektivitasnya terlihat dari jumlah kecurangan yang berhasil dideteksi dan juga waktu penindakannya yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan cara lainnya. Selain itu, pimpinan organisasi memiliki kesempatan untuk mengatasi permasalahan secara internal dulu, sebelum permasalahan tersebut merebak ke ruang publik yang dapat mempengaruhi reputasi organisasi. (Amri, 2008)

Tuanakotta (2010) menjelaskan bahwa salah satu pengukuran yang efektif untuk mengetahui adanya fraud, khususnya kasus korupsi, yakni melalui data dari

Associaton of Certified Fraud Examiners (ACFE), Corruption Perception Index

(CPI), dan Global Corruption Barometer (GCB).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang

“Penerapan Whistleblowing System Dan Dampaknya Terhadap Fraud

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan whistleblowing system?

2. Bagaimana dampak penerapan whistleblowing system terhadap fraud?

1.3 Batasan Masalah

Dari beberapa jenis fraud yang ada, yaitu kecurangan penyalahgunaan aset, korupsi, dan kecurangan laporan keuangan, penulis hanya memfokuskan pada


(22)

5

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penerapan whistleblowing system.

2. Mengetahui dampak penerapan whistleblowing system terhadap fraud

1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Dapat memberikan pemikiran bagi mahasiswa Akuntansi Unila untuk memperluas pengetahuan tentang whistleblowing system, penerapan whistleblowing system dan dampak penerapan whistleblowing system tersebut terhadap fraud.

2. Manfaat praktis

Bagi perusahaan, diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak yang terlibat di dalam usaha mengungkap kecurangan dan dapat memberikan pengetahuan tentang whistleblowing system sebagai pencegah adanya fraud.

Bagi pembaca, diharapkan agar penelitian ini dapat berguna dan bisa digunakan sebagai informasi bagi pihak yang memerlukan untuk menambah pengetahuan tentang whistleblowing system dan dapat menjadi acuan bahan penelitian selanjutnya.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi

Jensen dan Meckling (1976) dalam Norbarani (2012), menyatakan bahwa

hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa yang kemudian memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut.

Salah satu hal yang dapat memicu munculnya agency problem ialah conflict of interest atau benturan kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajer yang dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan (Norbarani, 2012). Hal ini disebabkan karena manajer mengetahui lebih banyak informasi keuangan perusahaan daripada pemilik perusahaan tersebut, sehingga muncullah asimetri informasi yang memberikan kesempatan pada manajer untuk melakukan manajemen laba.

Menurut Eisenhardt (1989) dalam Norbarani (2012), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (selfinterest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi


(24)

7

masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse).

2.1.2 Whistleblowing

Menurut Brandon (2013), whistleblowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2008) dalam

Tuanakotta (2010), menyatakan bahwa whistleblowing pada umumnya dilakukan secara rahasia (confidential). Pengungkapan harus dilakukan dengan itikad baik dan bukan merupakan suatu keluhan pribadi atas suatu kebijakan perusahaan tertentu (grievance) ataupun didasari kehendak buruk/fitnah.

Menurut Brandon (2013), terdapat dua tipe whistleblowing, yaitu : 1. Whistleblowing internal

Terjadi ketika seseorang atau beberapa orang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya, kemudian melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi. Motivasi utama

whistleblowing adalah motivasi moral demi mencegah kerugian bagi perusahaan tersebut.

2. Whistleblowing eksternal

Whistleblowing eksternal menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannya lalu membocorkan kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen.


(25)

8

Rothschild & Miethe (1999) dalam Nixson (2013) menggunakan sampel pekerja dewasa di US untuk memastikan terjadinya whistleblowing, dan ditemukan bahwa 37% dari mereka menemukan tindakan menyimpang di dalam lingkungan kerja mereka dan 62% dari porsi ini melakukan tindakan whistleblowing. Namun hanya 16% yang melaporkan ke pihak eksternal, sisanya hanya melapor kepada pihak internal yang memiliki kuasa lebih tinggi. Walaupun terbukti banyak terjadi kasus

whistleblowing, namun ada resiko yang harus dihadapi oleh para whistleblower

tersebut.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ethics Resource Center (2003), menyatakan bahwa sebanyak 44% karyawan non–manajemen tidak melaporkan pelanggaran yang diketahuinya karena mereka merasa tidak yakin kasusnya akan ditindaklanjuti, dan takut bila pelanggaran yang dilaporkan tidak dapat dijaga kerahasiaannya. Semakin serius kasus pelanggaran yang dilaporkan oleh

karyawan, maka semakin kejam pembalasan yang akan diterima. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa 89% whistleblower akan kesulitan menemukan pekerjaan di sektor publik (Elias, 2008 dalam Merdikawati dan Prastiwi, 2012).

2.1.3 Whistleblower

Menurut Tuanakotta (2006), whistleblower dalam bahasa Inggris merupakan

slang. Namun, secara sederhana whistleblower adalah orang yang memberitahu kepada pihak berwenang tentang pelanggaran yang dilakukan atasannya dan dapat merugikan negara.


(26)

9

Menurut Tuanakotta (2010), menyatakan bahwa pada dasarnya whistleblower

adalah karyawan dari organisasi itu sendiri (pihak internal), akan tetapi tidak tertutup adanya pelapor berasal dari pihak eksternal (pelanggan, pemasok, masyarakat). Pelapor setidaknya diharuskan untuk memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang jelas atas terjadinya pelanggaran yang dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (2003), menyatakan bahwa

whistleblower ialah seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempat dia bekerja, dan dia

memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut.

Menurut Sarbanes Oxley Act (2002) dalam Fajri (2009) mengatakan bahwa definisi whistleblower ialah setiap karyawan yang menyatakan pengungkapan kepada supervisor, atau orang lain yang memiliki kewenangan untuk

menginvestigasi, menemukan, atau menyelesaikan kecurangan, perlu mendapatkan sebuah perlindungan.

Tidak mudah untuk menjadi whistleblower. Whistleblower harus memiliki data yang lengkap dan dapat dipercaya, dimana data tersebut akan digunakan sebagai bukti tentang kasus kecurangan di perusahaan. Banyak orang tidak berani menjadi

whistleblower karena resiko yang sangat tinggi, seperti penurunan jabatan atau bahkan sampai ke pemutusan hubungan kerja (PHK).


(27)

10

Menurut Arifin (2005) dalam Nixson (2013), berdasarkan survey terhadap 233

whistleblowers, 90 persen dari mereka harus kehilangan pekerjaan setelah

mengungkap fakta kepada publik dan hanya 16 persen yang menyatakan berhenti untuk menjadi whistleblower, sementara sisanya mengungkapkan akan tetap menjadi whistleblower, tetapi mereka adalah para pegawai yang berprestasi, dan memiliki komitmen tinggi dalam bekerja.

Menurut Qusqas dan Kleiner (2011), whistleblower akan kesulitan mencari pekerjaan karena perilaku yang dilakukannya dianggap tidak beretika.

Whistleblower akan mendapatkan rekomendasi buruk dari perusahaan sebelumnya oleh karena perilaku yang telah dilakukannya terhadap perusahaannya.

2.1.4 Whistleblowing System

Whistleblowing system merupakan aplikasi yang berguna untuk melaporkan pelaporan pelanggaran. Whistleblowing system dalam pemerintah maupun dalam perusahaan pada umumnya berbeda. Whistleblowing system yang dimiliki oleh pemerintah memiliki website tersendiri yaitu WiSe, sedangkan di dalam

perusahaan pada umumnya setiap perusahaan memiliki aplikasi whistleblowing system nya sendiri.

Whistleblowing system di sektor pemerintahan adalah aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan bagi seorang yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Sedangkan, whistleblowing system di sektor swasta dijelaskan dalam Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2008 (Amri, 2008). Berbeda


(28)

11

dengan sektor pemerintah, laporan whistleblower di sektor swasta tidak ditujukan kepada lembaga khusus yang menangani laporan seorang whistleblower.

Perusahaan swasta harus memiliki sistem pelaporan tersendiri yang dikelola oleh perusahan tersebut dan dibuat dengan berpedoman pada Sistem Pelaporan

Pelanggaran Komite Nasional Kebijakan Governance.

Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran KNKG (2008) dalam Amri (2008) menyatakan bahwa whistleblowing system adalah bagian dari pengendalian perusahaan dalam mencegah bentuk-bentuk kecurangan, maka hal ini menjadi masalah kepengurusan perusahaan. Dengan demikian kepemimpinan dalam penyelenggaraan whistleblowing system disarankan berada pada Direksi, khususnya Direktur Utama.

Adapun manfaat whistleblowing system menurut Tuanakotta (2010), antara lain : 1. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi perusahaan

kepada pihak yang harus segera menanganinya secara aman.

2. Timbulnya keengganan untuk melakukan pelanggaran, dengan semakin meningkatnya kesediaan untuk melaporkan terjadinya pelanggaran, karena kepercayaan terhadap sistem pelaporan yang efektif.

3. Tersedianya mekanisme deteksi dini (early warning system) atas kemungkinan terjadinya masalah akibat suatu pelanggaran.

4. Tersedianya kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran secara internal terlebih dahulu, sebelum meluas menjadi masalah pelanggaran yang bersifat publik.


(29)

12

5. Mengurangi resiko yang dihadapi organisasi, akibat dari pelanggaran baik dari segi keuangan, operasi, hukum, keselamatan kerja, dan reputasi. 6. Mengurangi biaya dalam menangani akibat dari terjadinya pelanggaran. 7. Meningkatnya reputasi perusahaan di mata pemangku kepentingan, regulator,

dan masyarakat umum.

8. Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih jauh area kritikal dan proses kerja yang memiliki kelemahan pengendalian internal, serta untuk merancang tindakan perbaikan yang diperlukan.

Australian Standards 8000 (2003) dalamDaniri, dkk. (2007), menyatakan bahwa

whistleblowingsystem terdiri dari tiga elemen, antara lain : 1. Elemen struktural

Dalam elemen struktural, whistleblowing system dikatakan harus memiliki komitmen kuat dari manajemen bahwa sistem ini dijamin berfungsi secara independen dan bebas intervensi. Selain itu juga, harus mempunyai komite atau organisasi khusus yang melaksanakan dan mempunyai resources yang handal. Dalam usaha melindungi whistleblower, dasar hukum yang terkandung

didalamnya harus jelas yaitu UU No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam hal ini, manajemen bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan saksi, yang mencakup ancaman fisik, psikologis, dan tuntutan hukum.

2. Elemen operasional

Dalam elemen operasional, whistleblowing system dikatakan harus memiliki sistem komunikasi pelaporan yang cepat, dapat menjamin kerahasiaan, aman, dan mudah diakses oleh semua orang. Selain itu juga, harus memiliki code of conduct


(30)

13

dan prosedur operasional standar dalam melaksanakan investigasi dan penindakan, dan harus ada personel yang mempunyai kompetensi untuk melakukan investigasi dan mengerti hukum. Sistem ini harus dipercaya oleh pelapor, oleh karena itu pelapor sebaiknya anonim agar partisipasi pelapor bisa maksimal. Investigasi dan penindakan harus independen, bebas intervensi manajemen, dan berdasarkan bukti atau fakta yang jelas.

3. Elemen maintenance

Dalam elemen maintenance, whistleblowing system dikatakan harus memiliki pendidikan dan training yang berkesinambungan untuk meningkatkan

kemampuan investigator. Selain itu, reliabilitas, keandalan, dan keamanan sistem komunikasi harus ditinjau secara berkala.

Adapun mekanisme whistleblowing system menurut Bloch (2003) dalam Daniri, dkk (2007), yaitu :

1. Intake

Pelapor melaporkan kasus yang dilihatnya melalui whistleblowing system (sistem pelaporan pelanggaran) yang sudah disediakan.

2. Retention

Laporan yang masuk diterima dan di file dengan tidak lupa mencatat alamat pengirim (email, no telepon) agar dapat dihubungi.

3. Treatment

Laporan yang masuk diserahkan kepada tim investigasi untuk mulai diproses. Dalam tahap ini terdapat lima tahap pemrosesan, antara lain :

a. Communication, yaitu proses mengontak pelapor, konfirmasi laporan diterima, menunjuk investigator


(31)

14

b. Evaluation, yaitu proses evaluasi laporan, menetapkan apakah kasus layak diproses atau tidak

c. Investigative, merupakan laporan yang diproses akan diserahkan ke investigator

d. Report, dimana investigator melaporkan hasil penyelidikan dan menentukan apakah memang terjadi fraud

e. Corrective Action, yaitu proses penyerahkan kasus kepada yang berwenang agar dilakukan penindakan lebih lanjut

Menurut Amri (2008) perbuatan yang dapat dilaporkan (pelanggaran) adalah perbuatan yang dalam pandangan pelapor dengan iktikad baik adalah perbuatan sebagai berikut:

1. Korupsi 2. Kecurangan 3. Ketidakjujuran

4. Perbuatan melanggar hukum (termasuk pencurian, penggunaan kekerasan terhadap karyawan atau pimpinan, pemerasan, penggunaan narkoba, pelecehan, perbuatan kriminal lainnya

5. Pelanggaran ketentuan perpajakan, atau peraturan perundang-undangan lainnya

6. Pelanggaran Pedoman Etika Perusahaan atau pelanggaran norma-norma kesopanan pada umumnya

7. Perbuatan yang membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja, atau membahayakan keamanan perusahaan


(32)

15

8. Perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian finansial atau non-finansial terhadap perusahaan atau merugikan kepentingan perusahaan

9. Pelanggaran prosedur operasi standar (SOP) perusahaan, terutama terkait dengan pengadaan barang dan jasa, pemberian manfaat dan remunerasi. Perusahaan dapat menambah atau mengurangi daftar perbuatan yang dapat dilaporkan ini untuk mempermudah karyawan perusahaan mendeteksi perbuatan yang dapat dilaporkan.

Menurut Amri (2008) Unit pengelola Sistem Pelaporan Pelanggaran, harus merupakan fungsi atau unit yang independen dari operasi perusahaan sehari-hari dan mempunyai akses kepada pimpinan tertinggi perusahaan. Unsur dari unit pengelola whistlwblowing system terdiri dari dua elemen utama yaitu:

1. Sub-unit Perlindungan Pelapor

Sub-unit yang menerima pelaporan pelanggaran, menyeleksi laporan pelanggaran untuk diproses lebih lanjut oleh sub-unit investigasi tanpa membuka identitas pelapor. Sub-unit ini juga bertanggung jawab atas pelaksanaan program

perlindungan pelapor sesuai dengan kebijakan yang telah dicanangkan, terutama aspek kerahasiaan dan jaminan keamanan pelapor. Untuk keperluan ini petugas pada sub-unit ini haruslah mendapatkan akses terhadap bantuan hukum, keuangan dan operasional bila diperlukan.

2. Sub-unit Investigasi

Sub-unit yang bertugas untuk melakukan investigasi lebih lanjut terhadap substansi pelanggaran yang dilaporkan. Tujuannya adalah mencari dan

mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan guna memastikan bahwa memang telah terjadi pelanggaran. Dalam hal terdapat bukti-bukti yang memadai, maka


(33)

16

rekomendasi sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan diberikan kepada Direksi untuk memutuskan. Akan tetapi bila tidak ditemukan bukti-bukti yang mencukupi, maka proses investigasi dihentikan dan laporan pelanggaran tidak dilanjutkan. Untuk keperluan tugasnya pejabat dalam unit ini haruslah

mendapatkan bantuan akses operasional dan informasi terhadap seluruh unit yang diinvestigasi.

Selain kedua sub-unit tersebut, juga diperlukan suatu komite khusus untuk menangani keluhan ataupun pengaduan dari pelapor yang mendapatkan tekanan atau perlakuan atau ancaman dari terlapor. Komite ini sebaiknya dikelola oleh Dewan Komisaris, dipimpin oleh Komisaris Utama.

Menurut Amri (2008) jika pelanggaran dilakukan oleh anggota Direksi, atau orang yang mempunyai hubungan khusus dengan anggota Direksi, maka laporan pelanggaran disampaikan kepada Komisaris Utama. Penanganan lebih lanjut diserahkan kepada Dewan Komisaris dan bila diperlukan investigasi, disarankan untuk menggunakan investigator / auditor luar yang independen. Jika pelanggaran dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris maka laporan pelanggaran tersebut diserahkan kepada Direktur Utama. Pananganan lebih lanjut atas laporan pelanggaran tersebut dilakukan oleh Direksi, dan bila diperlukan investigasi, disarankan menggunakan untuk menggunakan investigator/auditor eksternal yang independen. Jika pelanggaran dilakukan oleh anggota petugas Sistem Pelaporan Pelanggaran, maka laporan pelanggaran tersebut diserahkan langsung kepada Direktur Utama. Penanganan lebih lanjut atas laporan pelanggaran tersebut dilakukan oleh Direksi, dan bila diperlukan investigasi, disarankan untuk


(34)

17

menggunakan investigator / auditor eksternal yang independen. Sedangkan, jika pelanggaran dilakukan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota pelaksana Sistem Pelaporan Pelanggaran, maka laporan pelanggaran tersebut diserahkan kepada penegak hukum yang berwenang seperti Polisi, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha, atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Amri (2008) menyebutkan bahwa whistleblowing system dapat dikatakan efektif bila dapat menurunkan jumlah pelanggaran akibat diterapkannya program

whistleblowing system selama jangka waktu tertentu. Efektifitas penerapan

whistleblowing system tergantung dari:

a. Kondisi yang membuat karyawan yang menyaksikan atau mengetahui adanya pelanggaran mau untuk melaporkannya

b. Sikap perusahaan terhadap pembalasan yang mungkin dialami oleh pelapor pelanggaran

c. Kemungkinan tersedianya akses pelaporan pelanggaran ke luar perusahaan

2.1.5 Fraud

Statement on Auditing Standards No. 99 (2002) mendefinisikan fraud sebagai an intentional act that result in a material misstatement in financial statements that are the subject of an audit”, yang artinya suatu tindakan disengaja yang

mengakibatkan salah saji material dalam laporan keuangan yang merupakan subjek dari audit.

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) (2006) dalam Rukmawati (2011), mendefinisikan fraud sebagai perbuatan-perbuatan yang melawan hukum


(35)

18

yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau

memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pibadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.

Association of Certified Fraud Examinations (2000) dalam Devi (2011), mengklasifikasikan fraud ke dalam tiga kelompok, antara lain :

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan ini dapat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu : a. Timing difference

Bentuk kecurangan laporan keuangan dengan mencatat waktu transaksi yang berbeda atau lebih awal dengan waktu transaksi yang sebenarnya, misalnya mencatat transaksi penjualan lebih awal dari transaksi sebenarnya.

b. Fictious revenues

Bentuk laporan keuangan dengan menciptakan pendapatan yang sebenarnya tidak pernah terjadi (fiktif).

c. Cancealed liabilities and expenses

Bentuk kecurangan laporan keuangan dengan menyembunyikan kewajiban- kewajiban perusahaan, sehingga laporan keuangan terlihat bagus

d. Imporer disclosure

Bentuk kecurangan perusahaan yang tidak melakukan pengungkapan atas laporan keuangan secara cukup dengan maksud untuk menyembunyikan kecurangan-kecurangan yang terjadi di perusahaan, sehingga pembaca laporan keuangan tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi di perusahaan.


(36)

19

e. Imporer asset valuation

Bentuk kecurangan laporan keuangan dengan melakukan penilaian yang tidak wajar atau tidak sesuai prinsip akuntansi berlaku umum atas aset perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan menurunkan biaya. 2. Penyalahgunaan aset ( Asset Misappropiation)

Penyalahgunaan aset dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu : a. Kecurangan kas (cash fraud)

Yang termasuk kecurangan kas adalah pencurian kas dan pengeluaran-pengeluaran secara curang, seperti pemalsuan cek.

b. Kecurangan atas persediaan dan aset lainnya (fraud of inventory and all other asset)

Kecurangan berupa pencurian dan pemakaian untuk kepentingan pribadi terhadap persediaan atau aset lainnya.

3. Korupsi (corruption)

Korupsi terbagi atas beberapa kelompok, antara lain : a. Pertentangan kepentingan (conflict of interest)

Pertentangan kepentingan terjadi ketika karyawan, manajer dan eksekutif

perusahaan memiliki kepentingan pribadi terhadap transaksi, yang mengakibatkan dampak kurang baik terhadap perusahaan.

b. Suap (bribery)

Penawaran, pemberian, penerimaan atau permohonan sesuatu dengan tujuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan dalam membuat keputusan bisnis.


(37)

20

c. Pemberian illegal (illegal gratuity)

Pemberian illegal hampir sama dengan suap tetapi pemberian ilegal disini bukan untuk mempengaruhi keputusan bisnis, ini hanya sebuah permainan. Orang yang memiliki pengaruh yang dia berikan dalam negosiasi atau kesepakatan bisnis. Hadiah diberikan setelah kesepakatan selesai.

d. Pemerasan secara ekonomi (economic extortion)

Pada dasarnya pemerasan secara ekonomi lawan dari suap. Penjual menawarkan memberi suap atau hadiah kepada pembeli yang memesan produk dari

perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti

(Tahun)

Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Mohammad

Fikar (2013)

Variabel Independen : Dampak Penerapan

Whistleblowing System

Variabel Dependen : Efektivitas

Pengendalian Internal

Penerapan whistleblowing system di Pertamina sudah memadai dan berdampak positif pada efektivitas pengendalian internal Pertamina. Hal ini diketahui dari dampak whistleblowing system pada efektivitas pengendalian tujuan operasi, tujuan pengendalian

pelaporan, dan pengendalian tujuan kepatuhan

2. Risti

Merdikawati (2012)

Variabel Independen : Komitmen Profesi, dan Sosialisasi

Antisipatif Mahasiswa Akuntansi

Mahasiswa dengan tingkat komitmen profesi dan sosialisasi antisipatif yang tinggi memandang


(38)

21

Variabel Dependen : Niat Whistleblowing

yang penting dan memiliki kecenderungan untuk melakukan whistleblowing

3. Ana Sofia (2013)

Variabel Independen : Sosialisasi, dan Komitmen Profesi Pegawai Pajak Variabel Dependen : Niat Whistleblowing

Sosialisasi dan komitmen profesi berpengaruh terhadap niat whistleblowing. Semakin tinggi sosialisasi dan

komitmen profesi, maka akan semakin meningkatkan keinginan pegawai pajak untuk melakukan

whistleblowing

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, penulis fokus kepada masalah

whistleblowing system. Dalam whistleblowing system tersebut, penulis mencoba memperoleh informasi tentang bagaimana penerapan whistleblowing system yang selama ini sudah diterapkan. Data yang dikumpulkan berupa kasus yang

terungkap karena informasi dari whistlelower, penerapan whistleblowing system di PT Telekomunikasi Indonesia, dan Pertamina, data-data dari Corruption

Perception Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB), dan Association of Whistleblowing System Penerapan

Whistleblowing System

Dampak Penerapan

Whistleblowing System


(39)

22

Certified Fraud Examiners (ACFE). Dari data tersebut dapat dilihat bagaimana penerapan dan dampak whistleblowing system terhadap fraud.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sumber data

Menurut Arikunto (2006), sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian dibagi menjadi dua jenis, yaitu data primer, dan data sekunder. Dalam penelitian ini data yang digunakan ialah data sekunder, yaitu data yang diambil dari berbagai literatur, seperti buku, jurnal, dan berbagai sumber media elektronik lainnya.

3.2 Jenis Data

Menurut Sugiyono (2003), terdapat beberapa jenis data dalam sebuah penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dalam studi literatur yang dibuat oleh peneliti, jenis data dalam penelitian ini ialah data kualitatif, karena data yang ditampilkan berbentuk kata, dan gambar. Jenis data kualitatif lebih melihat ke proses daripada hasil yang akan didapatkan hasilnya.

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan ialah studi kepustakaan. Menurut Nazir (1988), yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,


(41)

24

catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.

Alat analisis yang digunakan dalam studi literatur dalam penelitian ini, yaitu analisis historical. Analisis historical yaitu analisis dimana peneliti melakukan analisis kejadian-kejadian di masa lalu dan dapat menganalisis atau memprediksi kejadian yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman melalui proses data reduction (memfokuskan data), data display (penyajian data), dan conclusion (penarikan kesimpulan) (Sugiyono, 2013).Penulis memfokuskan data dengan mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber literatur yang dikumpulkan. Penulis melakukan penyajian data tentang kasus

whistleblower, masalah/fenomena tentang penerapan whistleblowing system guna mengurangi tindakan fraud, mengumpulkan dan menganalisis survei-survei yang berhubungan dengan whistleblowing system dan fraud. Dari hasil tersebut, ditarik kesimpulan terkait penerapan whistleblowing system dan dampaknya terhadap

fraud.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Menurut Gulo (2002), pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah metode literatur yaitu dengan mengumpulkan,

mengidentifikasi, serta mengolah data tertulis dari data yang diperoleh melalui buku, literatur, jurnal, maupun media elektronik yang berkaitan dengan


(42)

25

3.5 Pengujian Keabsahan Data

Dalam pengujian keabsahan data, penelitian ini menggunakan uji validitas dengan menganalisis survei yang telah dikumpulkan. Semakin banyak survei yang

berhubungan dengan teori, maka menandakan data tidak bertentangan dengan temuan sehingga penelitian lebih kredibel (Sugiyono, 2013).


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari berbagai literatur dan survei yang telah didapatkan, yakni penerapan

whistleblowing system di PT Telekomunikasi Indonesia dan Pertamina, survey dari

Corruption Perception Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB),

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Bribe Payers Index (BPI), dan data-data lain yang berkaitan tentang penerapan whistleblowing system dan dampaknya terhadap fraud ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa :

1. Salah satu faktor diterapkannya whistleblowing system, ialah karena semakin meningkatnya kejahatan kerah putih, khususnya kasus fraud yang terdapat di perusahaan. Kasus whistleblower Vincentius Amin Sutanto ialah salah satu kasus

fraud yang terjadi di perusahaan Asian Agri Group. Dengan adanya komitmen dari whistleblower, kasus fraud dapat dideteksi dan dicegah secara dini. 2. Whistleblowing system sudah diterapkan di beberapa perusahaan, seperti di PT

Telekomunikasi Indonesia dan Pertamina. Di dalam PT Telekomunikasi Indonesia terdapat beberapa data yang menyebutkan jumlah pelaporan pelanggaran dari para whistleblower dengan menggunakan whistleblowing system dari tahun ke tahun, yang menunjukkan perubahan, dan dampak yang


(44)

68

dapat dlihat dari penerapan whistleblowing system di perusahaan tersebut. Selain itu, penerapan whistleblowing system juga sudah diterapkan di Pertamina dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari proses penanganan whistleblowing system yang dapat mendeteksi tingkat kecurangan dengan waktu yang relatif singkat

dibanding cara lain, dan juga adanya konfirmasi terhadap kebenaran laporan yang masuk, sehingga mencegah timbulnya potensi reputasi berupa isu-isu negatif yang dapat mengganggu reputasi Perseroan.

3. Sistem dan prosedur pembelian yang dilakukan oleh PT Stars Internasional sudah baik, ditambah dengan adanya sistem pengendalian internal perusahaan yang baik sehinggga dapat mencegah terjadinya kecurangan di dalam perusahaan. 4. Indonesia sangat rentan dengan kasus fraud, khususnya kasus korupsi. Hal ini

dibuktikan dengan adanya temuan dari berbagai survei, khususnya data dari

Corruption Perception Index (CPI), yang diambil dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Data tersebut menjelaskan bahwa Indonesia termasuk negara yang sering melakukan tindakan korupsi, dengan berada di peringkat 100 dari sekitar 175 negara yang di survei.

5. Dari data Global Corruption Barometer (2013), dapat disimpulkan bahwa kasus

fraud masih sering terjadi di Indonesia, khususnya di institusi-institusi

pemerintahan, maupun swasta. Namun, dari data yang didapat, diketahui bahwa kasus korupsi dapat dicegah dengan peranan dari masyarakat sebagai

pengungkap kasus fraud (whistleblower).

6. Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), yang diambil dari rentang tahun 2006 hingga tahun 2014, dapat diketahui bahwa penerapan


(45)

69

whistleblowing system di perusahaan memiliki dampak positif dalam mencegah terjadinya kasus fraud. Hal ini dibuktikan dari survei yang menjelaskan bahwa dengan adanya penerapan whistleblowing system, jumlah kerugian perusahaan dan jangka waktu pendeteksian fraud menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki aplikasi seperti whistleblowing system. 7. Dari berbagai literatur yang sudah dikumpulkan, dapat dianalisis bahwa kasus

fraud, khususnya kasus korupsi, masih akan sering terjadi di Indonesia. Namun, dengan sudah diterapkannya whistleblowing system di beberapa perusahaan, maka diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud di lingkungan perusahaan tersebut.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Adapun beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian hanya membahas penerapan whistleblowing system secara eksplorasi pada penguatan teori dan survei-survei yang sudah terjadi dan dibukukan.

2. Beberapa hal belum dapat tereksplorasi secara detail karena terdapat beberapa data yang sulit ditemukan.

3. Data yang disajikan oleh peneliti merupakan data yang akan terus mengalami perubahan, oleh karena itu data dalam penelitian ini akan berubah seiring dengan perkembangan jaman.

4. Keterbatasan data yang didapat oleh peneliti karena adanya beberapa bahan yang kurang atau belum tersampaikan dalam penyusunan skripsi ini.


(46)

70

5.3 Saran

Pada bagian akhir ini, penulis bermaksud memberikan beberapa saran berkaitan dengan pembahasan yang telah dilakukan. Saran-saran tersebut antara lain :

1. Bagi Organisasi

Diharapkan agar semua organisasi, yakni organisasi nirlaba, sektor privat, sektor publik, maupun pemerintahan, untuk mulai menerapkan whistleblowing system

sebagai pengendalian internal dan sebagai alat pendeteksian fraud. 2. Bagi penelitian selanjutnya

Diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat melakukan riset lebih dalam (studi kasus) tentang penerapan whistleblowing system dalam mencegah kasus fraud dalam bentuk kuisioner, wawancara, dokumentasi, maupun observasi guna memperkuat teori yang sudah ada.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Certified Public Accountant (AICPA). 2002. Statement on Auditing Standards No 99. USA.

Amri, Gusti. 2008. Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran – SPP (Whistleblower System– WBS), Komite Nasional Kebijakan Governance.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Asis, De. 20006. Reducing Corruption at the Local Level. Washington: World Bank Institute.

Brandon. 2013. Whistle Blower. Diakses di

http://www.scribd.com/doc/123318539/Whistle-Blower. Diakses pada tanggal 24 April 2014.

Daniri, Mas Achmad dkk. 2007. Modul Whistleblowing System. Diakses di http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-107-2345-03122007.pdf. Diakses pada tanggal 3 Maret 2014.

Devi, Novita Sari. 2011. Pengaruh Kompensasi dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris pada Kantor Cabang Bank Pemerintah dan Swasta di Kota Padang).FE UNP : Padang.

Fajri M.P, Mohammad. 2009. Whistleblower dan Peran Strategis di Korporasi Indonesia. http://muc-gcg-risk.blogspot.com/2009_10_01_archive.html. Diakses pada tanggal 4 Maret 2014.

Fikar, Mohammad. 2013. Analisis Dampak Penerapan Whistleblowing System

pada Efektivitas Pengendalian Internal. Skripsi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Kaufmann. 1997. Corruption: The Facts, Foreign Policy No. 107.

Kurniawan, Teguh. 2009. Peranan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi

Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan : Perspektif Teoritis. https://staff.blog.ui.ac.id/teguh1/files/2009/04/paper-korupsi-tk.pdf

Lubis, Todung Mulya. 2005. Index Persepsi Korupsi Indonesia. Jakarta: Transparency International Indonesia.


(48)

Merdikawati, Risti dan Andi Prastiwi. 2012. Hubungan Komitmen Profesi Dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa Akuntansi Dengan Niat Whistleblowing.

Diponegoro Journal Of Accounting: Vol. I, No. 1. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nixson. 2013. Perlindungan Hukum terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. USU Law Journal: Vol. II, No. 2.

Norbarani, Listiana. 2012. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Dengan Analisis Fraud Triangle Yang Diadopsi Dalam Sas No.99. Skripsi.

Universitas Diponegoro, Semarang.

Putri, Windi Octriyani. 2010. Sistem Dan Prosedur Pembelian Barang Dagangan Pada PT. Stars Internasional Di Surabaya. Tugas Akhir. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Surabaya.

Qusqas, Firas and Brian H Kleiner. 2001. The Difficulties of Whistleblowers Finding Employment. Management Research News: Volume 24, Number ¾.

Rukmawati, Afhita Dias. 2011. Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan. Skripsi.Universitas Diponegoro, Semarang.

Sofia, Ana. 2013. Pengaruh Sosialisasi dan Komitmen Profesi Pegawai Pajak terhadap Niat Whistleblowing. Skripsi. Universitas Trunojoyo, Madura. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas. ________. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta

Sulistomo, Akmal. 2011. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Pengungkapan Kecurangan (Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi Undip dan UGM).

Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Semendawai, Abdul Haris dkk. 2011. Memahami Whistleblower, Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) .

Tuanakotta, Theodorus M. 2006. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Jakarta: FEUI.

_____________________. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Jakarta: Salemba Empat.


(49)

Yenny, F. 2008. Analisis Peranan Whistleblower Dalam Membantu Auditor Investigatif Untuk Mengungkap Kecurangan (Fraud). Universitas Widyatama : Bandung

http://repository.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/1024/bab1-2.pdf?sequence=3

SITUS :

http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi http://cpi.transparency.org/cpi2010/in_detail/

http://cpi.transparency.org/cpi2011/in_detail/ http://cpi.transparency.org/cpi2012/in_detail/ http://cpi.transparency.org/cpi2013/in_detail/

http://en.wikipedia.org/wiki/Association_of_Certified_Fraud_Examiners

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/metodologi_penelitian/bab9_studi_ke pustakaan_dalam_disiplin_ilmu_akuntansi.pdf

http://ethics.org/resource/2003-national-business-ethics-survey-nbes http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Persepsi_Korupsi

http://kelompokfraud.blogspot.com/2013/05/jenis-jenis-fraud.html https://kws.kpk.go.id/

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2006-report-to-nations.pdf

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2008-report-to-nations.pdf

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2010-report-to-nations.pdf

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2012-report-to-nations.pdf

http://www.kpk.go.id/modules/editor/doc/Strategic_plan_2008_to_2011_id.pdf


(50)

http://www.pertamina.com/media/84ae4174-db0d-4b4c-ada4-628e82f5606d/AR19mar2013. pdf

http://www.pertamina.com/media/646244a0-0e7e-42f0-b1b7-113b3281cf55/AR Pertamina 2013_LR.pdf

http://www.telkom.co.id/download/File/UHI/Tahun2011/AnnualReport/AR_2010 _EnglishF.pdf

http://www.telkom.co.id/download/File/UHI/2012/AnnualReport/AR_Telkom_20 11_English_Lowrest.pdf

http://www.telkom.co.id/download/File/UHI/2013/AR2012Engl/Telkom_2012En glish.pdf

http://www.telkom.co.id/assets/ipload/2013/05/AR_ENG_13.pdf

http://www.telkom.co.id/UHI/CDInteraktif2013/ID/0087_whistleblowing.html http://www.transparency.org/research/gcb/overview

http://www.transparency.org/research/bpi/overview

http://www.transparency.org/gcb2013/country/?country=indonesia http://www.wise.depkeu.go.id/


(1)

69

whistleblowing system di perusahaan memiliki dampak positif dalam mencegah terjadinya kasus fraud. Hal ini dibuktikan dari survei yang menjelaskan bahwa dengan adanya penerapan whistleblowing system, jumlah kerugian perusahaan dan jangka waktu pendeteksian fraud menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki aplikasi seperti whistleblowing system. 7. Dari berbagai literatur yang sudah dikumpulkan, dapat dianalisis bahwa kasus

fraud, khususnya kasus korupsi, masih akan sering terjadi di Indonesia. Namun, dengan sudah diterapkannya whistleblowing system di beberapa perusahaan, maka diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud di lingkungan perusahaan tersebut.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Adapun beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian hanya membahas penerapan whistleblowing system secara eksplorasi pada penguatan teori dan survei-survei yang sudah terjadi dan dibukukan.

2. Beberapa hal belum dapat tereksplorasi secara detail karena terdapat beberapa data yang sulit ditemukan.

3. Data yang disajikan oleh peneliti merupakan data yang akan terus mengalami perubahan, oleh karena itu data dalam penelitian ini akan berubah seiring dengan perkembangan jaman.

4. Keterbatasan data yang didapat oleh peneliti karena adanya beberapa bahan yang kurang atau belum tersampaikan dalam penyusunan skripsi ini.


(2)

70

5.3 Saran

Pada bagian akhir ini, penulis bermaksud memberikan beberapa saran berkaitan dengan pembahasan yang telah dilakukan. Saran-saran tersebut antara lain :

1. Bagi Organisasi

Diharapkan agar semua organisasi, yakni organisasi nirlaba, sektor privat, sektor publik, maupun pemerintahan, untuk mulai menerapkan whistleblowing system sebagai pengendalian internal dan sebagai alat pendeteksian fraud.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat melakukan riset lebih dalam (studi kasus) tentang penerapan whistleblowing system dalam mencegah kasus fraud dalam bentuk kuisioner, wawancara, dokumentasi, maupun observasi guna memperkuat teori yang sudah ada.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Certified Public Accountant (AICPA). 2002. Statement on Auditing Standards No 99. USA.

Amri, Gusti. 2008. Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran – SPP (Whistleblower System – WBS), Komite Nasional Kebijakan Governance.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Asis, De. 20006. Reducing Corruption at the Local Level. Washington: World Bank Institute.

Brandon. 2013. Whistle Blower. Diakses di

http://www.scribd.com/doc/123318539/Whistle-Blower. Diakses pada tanggal 24 April 2014.

Daniri, Mas Achmad dkk. 2007. Modul Whistleblowing System. Diakses di http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-107-2345-03122007.pdf. Diakses pada tanggal 3 Maret 2014.

Devi, Novita Sari. 2011. Pengaruh Kompensasi dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi Empiris pada Kantor Cabang Bank Pemerintah dan Swasta di Kota Padang). FE UNP : Padang.

Fajri M.P, Mohammad. 2009. Whistleblower dan Peran Strategis di Korporasi Indonesia. http://muc-gcg-risk.blogspot.com/2009_10_01_archive.html. Diakses pada tanggal 4 Maret 2014.

Fikar, Mohammad. 2013. Analisis Dampak Penerapan Whistleblowing System pada Efektivitas Pengendalian Internal. Skripsi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Kaufmann. 1997. Corruption: The Facts, Foreign Policy No. 107. Kurniawan, Teguh. 2009. Peranan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi

Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan : Perspektif Teoritis. https://staff.blog.ui.ac.id/teguh1/files/2009/04/paper-korupsi-tk.pdf

Lubis, Todung Mulya. 2005. Index Persepsi Korupsi Indonesia. Jakarta: Transparency International Indonesia.


(4)

Merdikawati, Risti dan Andi Prastiwi. 2012. Hubungan Komitmen Profesi Dan Sosialisasi Antisipatif Mahasiswa Akuntansi Dengan Niat Whistleblowing. Diponegoro Journal Of Accounting: Vol. I, No. 1.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nixson. 2013. Perlindungan Hukum terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. USU Law Journal: Vol. II, No. 2.

Norbarani, Listiana. 2012. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Dengan Analisis Fraud Triangle Yang Diadopsi Dalam Sas No.99. Skripsi.

Universitas Diponegoro, Semarang.

Putri, Windi Octriyani. 2010. Sistem Dan Prosedur Pembelian Barang Dagangan Pada PT. Stars Internasional Di Surabaya. Tugas Akhir. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Surabaya.

Qusqas, Firas and Brian H Kleiner. 2001. The Difficulties of Whistleblowers Finding Employment. Management Research News: Volume 24, Number ¾.

Rukmawati, Afhita Dias. 2011. Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sofia, Ana. 2013. Pengaruh Sosialisasi dan Komitmen Profesi Pegawai Pajak terhadap Niat Whistleblowing. Skripsi. Universitas Trunojoyo, Madura. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas. ________. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta

Sulistomo, Akmal. 2011. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Pengungkapan Kecurangan (Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi Undip dan UGM). Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Semendawai, Abdul Haris dkk. 2011. Memahami Whistleblower, Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) .

Tuanakotta, Theodorus M. 2006. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Jakarta: FEUI.

_____________________. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Jakarta: Salemba Empat.


(5)

Yenny, F. 2008. Analisis Peranan Whistleblower Dalam Membantu Auditor Investigatif Untuk Mengungkap Kecurangan (Fraud). Universitas Widyatama : Bandung

http://repository.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/1024/bab1-2.pdf?sequence=3

SITUS :

http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi http://cpi.transparency.org/cpi2010/in_detail/

http://cpi.transparency.org/cpi2011/in_detail/ http://cpi.transparency.org/cpi2012/in_detail/ http://cpi.transparency.org/cpi2013/in_detail/

http://en.wikipedia.org/wiki/Association_of_Certified_Fraud_Examiners

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/metodologi_penelitian/bab9_studi_ke pustakaan_dalam_disiplin_ilmu_akuntansi.pdf

http://ethics.org/resource/2003-national-business-ethics-survey-nbes http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Persepsi_Korupsi

http://kelompokfraud.blogspot.com/2013/05/jenis-jenis-fraud.html https://kws.kpk.go.id/

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2006-report-to-nations.pdf

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2008-report-to-nations.pdf

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2010-report-to-nations.pdf

https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/rttn/2012-report-to-nations.pdf

http://www.kpk.go.id/modules/editor/doc/Strategic_plan_2008_to_2011_id.pdf


(6)

http://www.pertamina.com/media/84ae4174-db0d-4b4c-ada4-628e82f5606d/AR19mar2013. pdf

http://www.pertamina.com/media/646244a0-0e7e-42f0-b1b7-113b3281cf55/AR Pertamina 2013_LR.pdf

http://www.telkom.co.id/download/File/UHI/Tahun2011/AnnualReport/AR_2010 _EnglishF.pdf

http://www.telkom.co.id/download/File/UHI/2012/AnnualReport/AR_Telkom_20 11_English_Lowrest.pdf

http://www.telkom.co.id/download/File/UHI/2013/AR2012Engl/Telkom_2012En glish.pdf

http://www.telkom.co.id/assets/ipload/2013/05/AR_ENG_13.pdf

http://www.telkom.co.id/UHI/CDInteraktif2013/ID/0087_whistleblowing.html http://www.transparency.org/research/gcb/overview

http://www.transparency.org/research/bpi/overview

http://www.transparency.org/gcb2013/country/?country=indonesia http://www.wise.depkeu.go.id/