Pengaruh Red Flags, Whistleblowing, dan Profesionalisme Auditor Internal Terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan

(1)

i

PENGARUH RED FLAGS, WHISTLEBLOWING, DAN PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Mustika Dewi NIM: 1111082000128

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438H / 2016M


(2)

ii

PENGARUH RED FLAGS, WHISTLEBLOWING, DAN PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN LAPORANG KEUANGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

Mustika Dewi

NIM : 1111082000128

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2016


(3)

(4)

(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Mustika Dewi 2. NIM : 1111082000128 3. Fakultas : Ekonomi dan Bisnis 4. Jurusan : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjwabakan.

2. Tidak melakukan plagiat atas naskah orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.

Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya melanggar pernyataan di atas, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama :Mustika Dewi

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30April 1993 3. Alamat : Jl.Pondok Pinang III No.43

Rt. 003Rw. 02KelurahanPondok Pinang KecamatanKebayoran LamaJakarta Selatan 12310

4. Telepon : 089667439141

5. Email : mustikadewiw@gmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL 1. TK Islam Fitria

2. SD Negeri Pondok Pinang 03 Pagi

(1998 – 1999) (1999 – 2005)

3. SMP Negeri 87 Jakarta (2005 – 2008)

4. SMA Negeri29Jakarta (2008 – 2011)

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta – S1 Akuntansi

(2011 – 2016)

III. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Bendahara Grup Vokal dan Paduan Suara SMA Negeri 29 Jakarta (2009-2010)

IV. PENGALAMAN KERJA

1. PT. ORIX Indonesia Finance. Funding Department, Internship Officer (Maret 2016-Juni 2016).

2. PT. ORIX Indonesia Finance. Corporate Planning Department (Juni 2016-Sekarang).


(7)

vii V. SEMINAR DAN WORKSHOP

1. Seminar “Potret Perpajakan Indonesia Menuju Sistem Perpajakan yang Transparan (2011)

2. Seminar dan Kunjungan Ilmiah “LiSEnsi goes to Bank Indonesia” (2011) 3. Seminar Seri IMI Goes to Campus, “Menggagas Maritime Policy di

Negeri Bahari” (2012)

4. Seminar International Culture Festival of Foreign Language Association “Japan with Its Science and Technology to Build Up the Character of the Country” (2012)

5. Seminar Bersama Dr. Ir. Anton Apriyantono, M.M “Membangun Perekonomian Bangsa melalui Sektor Agribisnis” (2012)

VI. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Kosasih

2. Ibu : Suratmi


(8)

viii

THE EFFECT OF RED FLAGS, WHISTLEBLOWING, AND INTERNAL AUDITOR’S PROFESSIONALISM TO DETECT FRAUDULENT

FINANCIAL REPORTING

ABSTRACT

This research aims to findempirical evidence about the impact of red flags, whistleblowing, and internal auditor’s professionalism to detect fraudulent financial reporting.

This research used a sample of the internal auditors in the Internal Audit Foundation (YPIA). The number of internal auditor in this research were 56 auditors.This research is based on convenience sampling method. The hypothesis of this research were tested by multiple regression analysis

The results of this research shows that internal auditor’s professionalism affect to detect fraudulent financial reporting. While red flags and whistleblowing do not affect to detect fraudulent financial reporting.This research also find evidence that interaction between red flags, whistleblowing and internal auditor’s professionalism have a simultant effectto detect fraudulent financial reporting. Keywords: Red Flags, Whistleblowing, Internal Auditor’s Professionalism, Fraud


(9)

ix

PENGARUH RED FLAGS, WHISTLEBLOWING, DAN PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai pengaruh

red flags, whistleblowing, dan profesionalisme auditor internalterhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan.

Penelitian ini menggunakan sampel auditor internal yang sedang melakukan pelatihan di Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA).Jumlah auditor internal yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 56 orang.Penelitian ini menggunakan metode convenience sampling.Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Sementara red flags dan whistleblowing tidak berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini juga menemukan bukti bahwa red flags,

whistleblowing, dan profesionalisme auditor internal berpengaruh secara simultan terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan.

Kata kunci: Red Flags, Whistleblowing, Profesionalisme Auditor Internal, Pendeteksian Kecurangan.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillaahirabbil’aalamiin.

Tiada kata yang patut saya sampaikan kecuali rasa syukur yang sedalam-dalamnyake hadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Red Flags,

Whistleblowing, Dan Profesionalisme Auditor Internal Terhadap

Pendeteksian Kecurangan Dalam Laporan Keuangan”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomidi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, rahmatan lil ‘alamiin yang telah mengubah kegelapan menjadi terang benderang bagi kehidupan ummat manusia di dunia maupun akhirat.

Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.Kesuksesan dan keberhasilan saya dalam menyusun skripsi ini tak luput dari bantuan berbagai pihak, baik dari dosen, keluarga maupun rekan-rekan seperjuangan. Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati yang paling dalam, saya menyampaikan untaian beribu ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-setingginya kepada : 1. Kedua orangtua, Bapak Kosasih dan Ibu Suratmi,terima kasih atas doa, cinta,

kasih sayang, pengorbanan dan dukungannya baik moril maupun materil yang telah diberikan selama ini, sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan khusus untuk Bapak dan Ibu. 2. Kakak-kakak tercinta, Ati Restuati, Tirta Widodo, Arkat Sujiwa, Sri Yunita,

serta adik tercinta Fadel Fadillah, dan jugaseluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan untuk kesuksesan saya. 3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Amilin, SE.,M.Si.,Ak.,CA.,QIA.,BKPselaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi nasihat,


(11)

xi

semangat, motivasi dan bimbingan terbaiknya selama penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah Bapak berikan.

7. Ibu Firi Yani Jalil, SE., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi kritik dan saran, serta bimbingan terbaiknya selama penulisan skripsi ini. Terima kasih atas saran, waktu dan perhatian yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.

8. Dr. Yahya Hamja, terima kasih atas saran, waktu dan nasihat yang telah Bapak berikan selama proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah memberikan pahala yang berlimpah.

9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada saya selama menempuh masa studi.

10. Bapak Heru Karyadi selaku manager diklat Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian di lembaga tersebut. Terima kasih atas segala bantuannya hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Airlangga Risnu, terima kasih untuk partisipasi, semangat,doa, perhatian, dan dukungan penuh yang selalu memotivasi penulis untuk dapat secepatnya meyelesaikan skripsi ini.

12. Rekan-rekan seperjuangan Akuntansi 2011. Terutama Rista Wahyuni, Ihdha Nurul Laila, Amna Suresti, Junita Muhayati, Selviani Fauzi, dan Tri Wahyuni. Terima kasih telah menjadi teman terbaik dalam menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sukses untuk kita semua. 13. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima

kasih telah banyak membantu, mendukung dan mendoakan saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Sehubungan dengan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki, saya benar-benar menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, September 2016


(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ...ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRACT ...viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 11

B. Rumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19

A. Teori yang Berkaitan ... 19

1. Teori Segitiga Fraud ... 19


(13)

xiii

3. Red Flags ... 27

4. Whistleblowing ... 33

5. Profesionalisme Auditor Internal ... 35

6. Pendeteksian Kecurangan ... 38

7. Laporan Keuangan ... 43

B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis ... 45

1. Pengaruh Red Flags terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan... 45

2. Pengaruh Whistleblowing terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan ... 46

3. Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan ... 47

4. Pengaruh Red Flags, Whistleblowing, dan Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan... 48

C. Penelitian Terdahulu ... 49

D. Kerangka Pemikiran ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 55

B. Metode Penentuan Sampel ... 55

C. Metode Pengumpulan Data ... 55

D. Metode Analisis Data... 56

1. Statistik Deskriptif ... 56

2. Uji Kualitas data ... 56

3. Uji Asumsi Klasik ... 57

4. Uji Hipotesis ... 60

E. Operasional Variabel Penelitian ... 64


(14)

xiv

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 71

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 75

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 75

2. Hasil Uji Validitas ... 76

3. Hasil Uji Reliabilitas ... 78

4. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 79

5. Hasil Uji Hipotesis ... 85

C. Pembahasan ... 90

1. Pengaruh Red Flags terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan... 90

2. Pengaruh Whistleblowing terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan ... 91

3. Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan ... 92

4. Pengaruh Red Flags, Whistleblowing, dan Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(15)

xv

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

Tabel 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 49

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 69

Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian ... 72

Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 72

Tabel 4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 73

Tabel 4.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 74

Tabel 4.5 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 75

Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Red Flags ... 76

Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Whistleblowing ... 77

Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Profesionalisme Auditor Internal ... 77

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Pendeteksian Kecurangan ... 78

Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas ... 78

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Nilai Kolmogorov-Smirnov .. 81

Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolonieritas ... 82

Tabel 4.13 Hasil Uji Glejser ... 84

Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 85

Tabel 4.15 Hasil Uji Statistik t ... 87


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

Gambar 2.1 Segitiga Kecurangan ... 19

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran ... 54

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ... 79

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram ... 80


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

Lampiran 1 Surat Izin Permohonan Penyebaran Kuesioner ... 102

Lampiran 2 Surat Keterangan dari YPIA ... 103

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ... 104

Lampiran 4 Daftar Jawaban Responden ...111


(18)

1 1BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan era globalisasi dunia menyebabkan perkembangan perekonomian dunia juga ikut berkembang, termasuk juga perekonomian di Indonesia yang tentunya tak lepas dari peran pelaku ekonomi negara ini, yakni entitas perusahaan baik perusahaan milik negeri maupun swasta, juga individu-individu yang berperan di dalamnya yang kini tengah berlomba-lomba memperbesar sektor perekonomian perusahaan mereka masing-masing. Sebuah perusahaan atau entitas usaha dianggap memiliki kualitas yang baik apabila memiliki siklus keuangan perusahaan yang baik.Siklus keuangan sebuah perusahaan dapat tergambar dari laporan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.

Laporan keuangan merupakan suatu media utama bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan perusahaan yang dikelolanya kepada pihak-pihak diluar entitas perusahaan.Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, terutama para akuntan yang mengurus tentang bagaimana laporan keuangan atas kegiatan ekonomi tersebut harus disajikan.Setelah laporan keuangan tersaji, selanjutnya menjadi tugas seorang auditor untuk menilai mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut, apakah telah disajikan sesuai dengan standar yang berlaku umum dan


(19)

2 telah terbebas dari kesalahan ataupun kecurangan yang dapat timbul di dalamnya.

Kegiatan audit menjadi salah satu cara untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang tersaji. Seperti dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Seksi 110 (IAI, 2011) yang menyatakan bahwa, tujuan daripelaksanaan audit pada umumnya ialah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dan kematerialitasan atasposisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU) di Indonesia.

Untuk memastikan bahwa setiap laporan keuangan yang tersaji telah terbebas dari kecurangan, auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperolehkeyakinan yang memadai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruanatau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.Kecurangan memiliki berbagai macam bentuk, seperti tindak penggelapan, pemalsuan, pemerasan, pencurian, dan lain sebagainya.Kekeliruan dan kecurangan dalam penyajian laporan keuangan disebabkan dua faktor, yaitu kesalahan sajiberdasarkan tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Terdapat dua tipe salah saji yang relevan

dengan pertimbanganauditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat darikecurangan dalam pelaporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva(SPAP, 2011).


(20)

3 Tindak kecurangan yang terjadi di suatu entitas tentu harus dicegah agar tidak semakin merugikan perusahaan.The Institute of Auditor internal di Amerika mendefinisikan kecurangan mencakup suatu kesatuan ketidakberesan (irregularities) dan tindakan yang ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja, dapat dilakukan untuk manfaat dan/atau kerugian organisasi oleh orang di luar atau dalam organisasi (Widjaja, 1992). Terjadinya kecurangan itu sendiri dikarenakan suatu tindakan yang disengaja dan tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan yang dapat memberikan efek merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa banyak kerugian. Berdasarkan laporan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), pada tahun 2002 kerugian yang diakibatkan oleh kecurangan di Amerika Serikat adalah sekitar 6% dari pendapatan atau $600 milyar dan secara persentase tingkat kerugian ini tidak banyak berubah dari tahun 1996. Dari kasus-kasus kecurangan tersebut, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset misappropriations (85%), kemudian disusul dengan korupsi (13%) dan jumlah paling sedikit(5%) adalah kecurangan laporan keuangan (fraudulent statements). Walaupun demikian kecurangan laporan keuangan membawa kerugian paling besar yaitu kerugian sekitar $4,25juta (ACFE, 2002) dalam Koroy (2008).

Karena seperti yang banyak diketahui, kini semakin marak terjadi kasus kecurangan dalam laporan keuangan yang dilakukan oleh entitas-entitas ekonomi yang terlibat di dalam kegiatan tersebut. Yang masih sangat diingat ialah kasus kecurangan yang melibatkan salah satu perusahaan terbesar di


(21)

4 dunia yaitu kasus Enron dan World Com, dimana masing-masing perusahaan tersebut memanipulasi laporan keuangan miliknya yang seharusnya memiliki hutang yang besar namun disulap hingga memiliki laba usaha yang besar guna menarik investor untuk tetap berinvestasi pada perusahaan tersebut. Juga ada kasus yang terjadi pada Bank of Credit and Commerce International (BCCI) dimana bank ini melakukan tindak kecurangan lebih dari $20 milyar, dan lebih dari $13 milyar dana unaccounted serta tuduhan lainnya yaitu penyuapan, mendukung terorisme, money laundering, penyelundupan, penjualan teknologi nuklir, dan lain-lain.

Kemudian pada tahun 2015, masyarakat dunia digemparkan dengan kasus yang melibatkan perusahaan dunia ternama yakni Toshiba. Bagaimana tidak, Toshiba yang merupakan perusahaan Jepang yang telah berdiri selama 140 tahun tersebut telah melakukan skandal akuntansi yang cukup “terampil” yang luput dari pengamatan luar. Toshiba tiba-tiba seperti kehabisan akal untuk mempertahankan kinerja keuangannya hingga melakukan penggelembungan laba perusahaan sebesar 151,8 miliar yen atau 1,22 miliar dollar. Hal ini menyebabkan jajaran direksi mengundurkan diri dari jabatan perusahaan. Pengunduran diri para direksi ini terjadi karena adanya laporan pihak ketiga yang mengatakan bahwa eksekutif puncak menetapkan target keuntungan realistis yang secara sistematis membuat akuntansi perusahaan menjadi cacat. Kasus ini diduga telah dilakukan cukup lama, dan menyebabkan perusahaan harus melakukan penyajian kembali laporan keuangan selama lebih dari enam tahun.(Financial Bisnis, 2015).


(22)

5 Kasus-kasus tersebut hanyalah sebagian contoh kecil dari kasus-kasus yang pernah terjadi terkait tindak kecurangan laporan keuangan di dunia.Namun, kasus-kasus yang menjadi isu hangat dalam masyarakat luas terkait tindak kecurangan laporan keuangan tak hanya terjadi di luar negeri saja, beberapa kasus dari dalam negeri pun juga terjadi beberapa tahun belakangan ini. Contoh-contoh kasus tersebut ialah:

1. Tahun 2001 pada PT. Kimia Farma Tbk. Yakni terjadi kesalahan penyajian dalam laporan keuangan yang tersaji. Adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk. Selain itu juga terdapat kesalahan lain yang terdapat dalam laporan keuangan milik perusahaan ini yaitu terdapat pada unit-unit seperti: Unit Industri Bahan Baku,yaitu kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. Unit Logistik Sentral, yakni kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar. Serta pada Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF) yaitu kesalahan berupa

overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan jugaoverstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Dari pemeriksaan yang dilakukan, tindak kecurangan ini dilakukan oleh direksi periode 1998-Juni 2002 dengan cara membuat dua daftar harga persedian (master prices) yang berbeda yang masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master


(23)

6 prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT Kimia Farma Tbk. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT Kimia Farma Tbk., per 31 Desember 2001. Atas tindakan tersebut, penyelesaian kasus yang melibatkan jajaran direksi PT Kimia Farma Tbk. ini ialah direksi lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 - Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke kas negara, karena melakukan kegiatan praktik penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. (Bapepam, 2002)

2. Tahun 2002 pada Bank Lippo. Terjadi perbedaan laporan keuangan yang dilaporkan dalam kurun waktu yang sama, yakni tahun 2002. Sebelumnya, Bank Lippo mempublikasikan dalam media cetak tanggal 28 November 2002 dengan menyebutkan bahwa perusahaan mengalami keuntungan bersih sebesar 98 milyar rupiah dan memiliki aktiva sebesar 24 triliun rupiah. Namun, selang satu bulan kemudian, dalam laporan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) tanggal 27 Desember 2002, Bank Lippo melaporkan mengalami kerugian mencapai 1,3 triliun rupiah dan memiliki total aktiva yang berkurang menjadi Rp 22,8 triliun. Manajemen Bank Lippo beralasan, perbedaan itu terutama pada kemerosotan nilai agunan yang diambil alih dari Rp 2,393 triliun pada laporan publikasi dan Rp 1,42 triliun pada laporan ke BEJ. Akibatnya keseluruhan neraca dan akun-akun


(24)

7 berbeda signifikan, termasuk penurunan rasio kecukupan modal (CAR) dari 24,77 persen menjadi 4,23 persen. Setelah dilakukan pemeriksaan, bahwa laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit. Namun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen.Pada kasus ini, Bapepam menyimpulkan bahwa kejadian Bank Lippo ini terjadi hanyalah karena ketidakhati-hatian direksi dalam hal mencantumkan kata “diaudit’ dalam laporan yang di publikasikan dalam media cetak. Terhadap Direksi PT Bank Lippo Tbk yang menjabat pada saat Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 dipublikasikan, dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke kas negara sejumlah 2,5 milyar rupiah. (Bapepam, 2003).

3. Tahun 2006 pada PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Komisaris PT.KAI mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan. Karena ketidaksediaan sang komisaris menandatangani laporan tersebut, mengakibatkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. KAI menjadi tertunda. Komisaris PT. KAI tersebut meminta agar laporan itu dikoreksi terlebih dahulu, karena PT. KAI tidak mengalami untung tetapi rugi. (Antara news, 2006).

4. Tahun 2011, pada Bank Mandiri Tbk. Hilangnya dana deposito PT Taspen sebesar Rp 110 miliar di PT Bank Mandiri Tbk. kasus ini sudah


(25)

8 berlangsung sejak tahun 2007 silam, Taspen belum menerima pengembalian dana dari Bank Mandiri. Padahal, kasus pidana pembobolan dana itu sudah berkekuatan hukum tetap sejak tahun 2009. Kasus ini bermula saat Taspen menyimpan dana di deposito Bank Mandiri Kantor Kas Balai Pustaka Rawamangun, Jakarta Timur pada April 2007 lalu. Ternyata, Agoes Rahardjo, yang saat itu menjabat kepala Kantor Kas Bank Mandiri menyalahgunakan dana tersebut. Pembobolan dana terungkap setelah Taspen menerima rekening koran giro dari Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Padahal, sebelumnya Taspen tidak memiliki rekening itu.Dalam persidangan, hakim memutuskan pidana penjara 10 tahun dan denda sebesar Rp 10 miliar kepada Agoes. Selain itu, Heru Maliksjah, mantan Direktur Keuangan PT Taspen yang juga terlibat kasus itu divonis penjara delapan tahun penjara, denda Rp 200 juta, dan wajib mengembalikan Rp 31 miliar atau diganti kurungan penjara tiga tahun. (Wikanto, 2011).

5. Tahun 2013, kecurangan terjadi pada Bank Panin. Pihak bank mengklaim tuduhan terhadap adanya penyelewengan kredit senilai 30 miliar rupiah pada Kantor Cabang Umum (KCU) Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ketua tim audit melaporkan kepada direksi Bank Panin untuk diproses melalui jalur hukum. Ketua tim audit tersebut mengaku bahwa pihaknya diminta untuk mengubah laporanaudit bulan Juli 2010, namun tim menolak dan kemudian tim diberi pekerjaan yang kurang jelas hingga


(26)

9 berujung pada pemberhentian kerja. Desember 2010, Bank Indonesia (BI) melakukan investigasi dan terbukti terdapat kecurangan di Bank Panin. (Wibawa, 2013).

6. Pada Tahun 2013 di bulan April, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sempat mengeluarkan kritik terkait Bank Mutiara yang melakukan kecurangan sebesar 6,7 tirilun rupiah, BPK menyimpulkan bahwa proses penambahan Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada PT. Bank Mutiara Tbk tanggal 23 Desember 2013 sebesar 1,2 triliun rupiah belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada. Hal tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tanggal 29 Januari 2014 hingga 15 April 2014. Ketua BPK mengatakan ada pengelolaan kredit oleh PT. Bank Mutiara yang diduga tidak sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 sebagaimana diubah terakhir dengan PBI No. 11/2/PBI/2009 jo. PBI No.14/15/PBI/2012 tentang penilaian kualitas asset bank umum (Wahono, 2014).

7. Tahun 2014, di bulan April pembobolan kredit Bank Danamon Cluster Pasuruan senilai 12 milyar rupiah terbongkar. Sebanyak sepuluh pelaku dari kalangan bank dan lima dari kalangan pihak ketiga ditetapkan sebagai tersangka. Dari lima belas tersangka, dua diantaranya merupakan Kepala Cabang Bank Danamon Cluster Pasuruan dan pengusaha properti asal Bangil, Pasuruan. Sementara itu, tiga belas tersangka lainnya yaitu sembilan orang berstatus pegawai Bank danamon dan empat lainnya


(27)

10 merupakan anak buah pengusaha asal Bangil. Pelaku melakukan pembobolan dengan modus mengucurkan kredit yang menyalahi prosedur (Faizal, 2014).

8. Tahun 2015, di bulan Oktober PT. Timah (Persero) Tbk. diduga telah menyajikan laporan keuangan fiktif di awal semester pada tahun 2015. Ketua Ikatan Karyawan Timah mengungkapkan hal ini diduga atas dasar penurunan kondisi keuangan PT. Timah yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian sebesar 59 miliar rupiah dan memiliki hutang yang sangat besar, namun yang tersaji pada laporan keuangan ialah PT. Timah telah berhasil melakukan efisiensi dan strategi yang tepat sehingga perusahaan memiliki laba yang besar dalam kurun waktu tersebut. Sebagai akibat dari tindak kecurangan ini, direksi perusahaan diminta oleh Ikatan Karyawan Timah untuk mengundurkan diri hingga menghentikan kegiatan operasi (Okezone, 2016).

Berdasarkan dari contoh kasus-kasus tersebut, dapat dilihat bahwa kini kasus tindak kecurangan semakin marak terjadi di negara kita ini. Maka, dibutuhkan cara agar laporan keuangan terlindungi dari kemungkinan kecurangan yang dapat terjadi di dalamnya. Selain peran auditor yang dibutuhkan untuk dapat mampu mendeteksi tindak kecurangan dalam laporan keuangan, juga ada cara lain untuk memeriksa kecurangan dalam laporan keuangan yakni deteksi laporan keuangan melalui red flags, kegiatan

whistleblowing, serta adanya profesionalisme auditor internal yang tinggi di dalam sebuah perusahaan yang dapat ikut membantu meminimalisir


(28)

11 kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan. Ketiga aspek ini penting dilakukan agar tindak kecurangan pada laporan keuangan dapat di minimalisir dan di deteksi.

Red flags merupakan suatu kondisi yang janggal atau berbeda dari keadaan normal (Widiyastuti, 2009).Red flags menjadi sebuah petunjuk atau indikasi akan adanya sesuatu yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan yang lebih lanjut oleh pihak yang berwenang dalam perusahaan. Meskipun timbulnya red flagstidak selalu mengidikasikan adanya tindak kecuangan yang terjadi dalam perusahaan, namun red flags biasanya selalu muncul pada tiap kasus kecurangan yang terjadi, sehingga dapat menjadi tanda peringatan bahwa kecurangan terjadi (Amrizal, 2004). Red flags ini dapat menjadi alat yang digunakan auditor internal sebelum memutuskan apakah pihak karyawan maupun perusahaan melakukan kecurangan penyajian atau tidak. Maka, red flags ini penting bagi auditor agar dapat membantu langkah selanjutnya bagi auditor untuk dapat memperoleh bukti guna mendeteksi kecurangan yang mungkin terjadi sehingga dapat meminimalisir dan mendeteksinya.

Selain itu, untuk mampu mengurangi tindak kecurangan dalam laporan keuangan sebuah perusahaan, perlu juga ditumbuhkan kesediaan seseorang untuk mengungkap dan melaporkannya apabila telah mengetahui adanya tindakan kecurangan di dalam perusahaan tersebut.Tindakan pelaporan ini dikenal dengan istilah whistleblowing.Pendeteksian kecurangan juga dapat dilakukan melalui kegiatan ini yang dimaksudkan sebagai tindakan


(29)

12 pekerja atau mantan pekerja suatu organisasi untuk mengungkap sesuatu yang dia yakini merupakan kesalahan yang terjadi dalam organisasinya (Jalil, 2013). Menurut pendapat Deputi Bidang Investigasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Eko Susamto Ciptadi pada surat kabar Kompas, 12 September 2009 dalam Mutmainah (2010) bahwa, ditemukannya tindak pidana korupsi karena adanya informasi yang berasal dari aduan atau laporan dari masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM), laporan pegawai/orang dalam, temuan audit atau hasil investigasi intel.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) peran seorang pelapor (whistleblower) sangat membantu proses penyelidikan selanjutnya karena biasanya pelapor mempunyai informasi atau data yang dapat dijadikan bukti.Maka, whistleblowing ini, apabila dilakukan mampu membantu untuk mengungkap dan mendeteksi tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pegawai atau karyawan sebuah organisasi atau entitas perusahaan.Banyak kasus kecurangan yang terungkap dari tindakan whistleblowing seperti dalam kasus Enron dan Worldcom.Di Indonesia sendiri seperti pada kasus Hambalang yang sempat hangat dibicarakan pada tahun 2013. Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat selaku terpidana dan saksi dalam kasus Hambalang berlaku sebagai whistleblower yang menjelaskan secara rinci mengenai aliran dana fee proyek Hambalang yang diterima oleh sejumlah orang yang terlibat dalam proyek Hambalang tersebut. Dari laporan Nazaruddin, muncul beberapa nama yang diduga terlibat dalam kasus tersebut (Qodir, 2013). Maka dari itu, whistleblowing ini dapat diindikasikan mampu


(30)

13 mendeteksi dan mengungkap kecurangan yang terjadi dalam sebuah organisasi.

Kecurangan dalam laporan keuangan memang memiliki banyak motif dan peluang untuk dilakukan oleh banyak pihak dalam perusahaan. Maka tugas auditor sangat dibutuhkan untuk mengendalikan angka kecurangan yang dapat terjadi, terutama auditor internal selaku pihak pengendali perusahaan yang terlibat langsung dalam perusahaan, harus melakukan banyak cara agar mampu mendeteksi kemungkinan kecurangan yang dapat terjadi agar meminimalisir hal tersebut. Untuk mendukung kemampuan auditor internal dalam mendeteksi kecurangan yang dapat terjadi dalam auditnya, auditor perlu untuk mengerti dan memahami kecurangan, jenis dan karakteristiknya, serta cara mendeteksinya (Widiyastuti, 2009). Maka, dalam melaksanakan pemeriksaan pada laporan keuangan perusahaannya, auditor internal wajib menggunakan kemahiran profesionalismenya secara tepat dan seksama, yang diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan pada perusahaan tersebut. Jika seorang auditor internal tidak bersikap profesional terhadap profesinya sebagai seorang auditor internal, maka integritas pada laporan keuangan perusahaannya akan sulit dicapai. Sikap profesionalisme auditor internal ini juga berkaitan dengan etika profesi auditor internal, apakah auditor internal tersebut telah memegang teguh etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), agar peran auditor internal dalam perusahaan menjadi maksimal.


(31)

14 Maka dari itu, berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini, karena merujuk pada beberapa faktor yang mendorong untuk melakukan penelitian ini, yakni diantaranya ialah melihat dari peran dan tanggung jawab seorang auditor khususnya auditor internal yang umumnya terlibat langsung untuk menangani risiko audit pada pemeriksaan laporan keuangan yang dapat timbul kecurangan di dalamnya. Pada penelitian ini, peneliti memilih sampel penelitian yang relevan yakni auditor internal yang sedang melakukan pelatihan di Yayasan Pendidikan Internal Audit.

Peneliti tertarik untuk memilih sampel penelitian tersebut karena penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pendeteksian kecurangan laporan keuangan pada perusahaan. Auditor yang sedang pelatihan di Yayasan Pendidikan Internal Audit memiliki latar belakang perusahaan yang berbeda-beda sehingga dapat mencakup berbagai bidang perusahaan di Indonesia, sehingga dapat dilihat bagaimana pengaplikasian ketiga faktor yang akan diteliti oleh peneliti, yakni red flags, whistleblowing, profesionalisme auditor internal yang dapat mempengaruhi pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Red Flags, Whistleblowing, dan Profesionalisme Auditor internal Terhadap Pendeteksian Kecurangan dalam Laporan Keuangan”.

Pengujian atas pengaruh red flags, whistleblowing, dan profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan telah


(32)

15 diteliti sebelumnya. Namun, pada penelitian ini, peneliti menggabungkan dan mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Novian (2012), Ayu et.al (2015), dan Dimar (2014). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah sebagai berikut:

1. Variabel yang digunakan oleh Novian (2012), red flags bagi auditor independen yang dapat mempengaruhi pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan. Penelitian oleh Ayu et.al (2015) dengan variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut ialah pengaruh profesionalisme dan independensi auditor internal terhadap pendeteksian fraud assets misappropriation. Dan penelitian selanjutnya oleh Dimar (2014) dengan variabel yang digunakan adalah fraud dan peran whistleblowing sebagai upaya pencegahan dan pendeteksian fraud. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang ini bersifat menggabungkan dan mengembangkan menjadi sebuah penelitian baru terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya tersebut. Dimana variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini ialah red flags, whistleblowing, dan profesionalisme auditor internal, serta yang menjadi variabel dependen ialah pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Peneliti menghilangkan beberapa variabel yang digunakan oleh peneliti terdahulu agar penelitian ini menjadi sebuah penelitian yang baru dan bersifat relevan dengan topik yang akan diteliti. Sehingga peneliti hanya


(33)

16 menggunakan 3 variabel X yang digabungkan menjadi satu dalam penelitian ini seperti yang sudah disebutkan sebelumnya di atas.

2. Obyek dalam penelitian ini ialah auditor internal yang sedang pelatihan di Yayasan Pendidikan Internal Audit, sedangkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novian (2012) ialah menggunakan obyek auditor independen. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ayu et.al (2015), obyek yang digunakan ialah auditor internal yang bekerja di beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di kota Bandung. Dan obyek penelitian yang dilakukan oleh Dimar (2014) ialah aparatur pemerintahan dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah kota Malang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah red flags berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan?

2. Apakah whistleblowing berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan?

3. Apakah profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan?

4. Apakah red flags, whistleblowing, dan profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan?


(34)

17 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Pengaruh red flags terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan.

2. Pengaruh whistleblowing terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan.

3. Pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan.

4. Pengaruh red flags, whistleblowing, dan profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian ialah diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Pemerintah, yaitu untuk mengetahui informasi mengenai red flags, whistleblowing dan profesionalisme internal auditor dalam mendeteksi tindak kecurangan dalam laporan keuangan di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah guna meminimalisir kecurangan yang mungkin dapat terjadi.

2. Auditor internal, yaitu untuk mengetahui informasi mengenai red flags, whistleblowing dan profesionalisme internal auditor dalam mendeteksi


(35)

18 tindak kecurangan dalam laporan keuangan di lingkungan tempatnya bekerja guna meminimalisir kecurangan yang mungkin dapat terjadi.

3. Pengguna jasa audit, yaitu agar dapat memahami mengenai informasi atas

red flags, whistleblowing dan profesionalisme internal auditor dalam mendeteksi tindak kecurangan dalam laporan keuangan.

4. Whistleblower, yaitu agar dapat tetap melaporkan kebenaran karena tindakan whistleblowing merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan meminimalisir tindak kecurangan dalam laporan keuangan.

5. Mahasiswa jurusan akuntansi, penelitian ini bermanfaat untuk bahan referensi serta pemahaman dan bahan pembanding mengenai red flags, whistleblowing dan profesionalisme internal auditor dalam mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan.

6. Masyarakat, yaitu sebagai sarana informasi mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi tindak kecurangan dalam laporan keuangan dan menambah informasi mengenai akuntansi.

7. Penulis, yaitu sebagai sarana untuk menambah pengetahuan mendalam mengenai auditing terutama tindakan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan sehingga di masa datang akan bermanfaat bagi penulis.


(36)

19 2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Berkaitan

1. Teori Segitiga Fraud (Fraud Triangle Theory)

Teori ini dicetuskan pertama kali oleh Dr. Donald Cressy dalam Karyono (2013:8), salah seorang pendiri ACFE yang dikutip oleh pengarang auditing antara lain Steve Alberecht dalam bukunya Fraud Examination dan Alvin A.Aremd CS dalam Auditing and Assurances Service. Pada teori segitiga kecurangan, perilaku fraud didukung oleh tiga unsur, yakni tekanan, kesempatan, dan pembenaran.Berikut disajikan gambar segitiga kecurangan.

Gambar 2.1

Sumber: Karyono, 2013 a. Tekanan (Pressure)

Menurut Karyono (2013:9) dijelaskan bahwa dorongan untuk melakukan fraud terjadi pada karyawan (employee fraud) dan manajer (management fraud), dorongan itu bisa terjadi karena:

SEGITIGA KECURANGAN (THE FRAUD TRIANGLE) Tekanan/Pressure


(37)

20 1) Tekanan keuangan: seperti banyak hutang, gaya hidup yang

melebihi batas kemampuan, keserakahan, dan kebutuhan yang tidak terduga.

2) Kebiasaan buruk, seperti kecanduan narkoba atau kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

3) Tekanan lingkungan kerja: seperti kurangnya dihargai atas prestasi kerja, gaji yang rendah atau tidak puas dengan pekerjaan.

4) Tekanan lain: seperti tekanan dari keluarga, istri/suami untuk memiliki barang-barang mewah.

b. Kesempatan (Opportunity)

Karyono (2013:9) menjelaskan bahwa kesempatan muncul karena lemahnya pengendalian internal untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan.Kesempatan juga dapat terjadi karena lemahnya sanksi atau ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja. Disamping itu, tercipta beberapa kondisi lain yang kondusif untuk terjadinya tindak kriminal. Menurut Steve Alberecht dalam Karyono (2013:9) ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kesempatan untuk melakukan tindak kecurangan atau fraud, yaitu:

1) Kegagalan untuk menertibkan pelaku kecurangan 2) Terbatasnya akses terhadap informasi


(38)

21 c. Pembenaran (Rationalization)

Menurut Karyono (2013:10), pelaku kecurangan akan mencari pembenaran seperti:

1) Pelaku menganggap bahwa yang dilakukan sudah merupakan hal yang biasa/wajar.

2) Pelaku merasa berjasa besar terhadap organisasi.

3) Pelaku menganggap tujuannya baik, yaitu mengatasi masalah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa teori segitiga fraud ini dapat digunakan sebagai dasar pencegah serta pendeteksian fraud. Hal ini dikarenakan segitiga fraud telah dinyatakan berpengaruh kuat terhadap tindakan kecurangan (fraud) dalam Karyono (2013), misalnya menentukan bagaimana cara mengetahui tanda-tanda kecurangan (red flags) melalui pengamatan sikap, tekanan dan pelaku kecurangan, tindakan whistleblowing sebagai langkah preventifserta profesionalisme internal auditor guna mendukung pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan, untuk mengurangi kesempatan hal tersebut dapat terjadi.

2. Auditing

a. Definisi Auditing

Auditing menurut Arens dan Beasley (2010:4) ialah sebagai berikut:

“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.


(39)

22 Artinya, auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan.Auditing harus dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.

Menurut Agoes (2004:3), ia mendefinisikan auditing sebagai berikut:

“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa auditing adalah proses pemeriksaan atas laporan keuangan yang dilakukan secara kritis dan sistematis yang didasarkan atas bukti-bukti pendukung yang ada yang dilakukan oleh pihak yang independen dan kompeten yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dan kemudian dikomunikasikan kepada pihak-pihak pemakai laporan keuangan yang berkepentingan.

Menurut Boynton, Johnson dan Kell (2009), pada umumnya, terdapat tiga jenis tipe auditor, yaitu (1) auditor independen, (2) auditor internal, dan (3) auditor pemerintah. Adapun penjelasannya sebagai berikut:


(40)

23 1) Auditor Independen

Auditor independen biasanya bertindak sebagai praktisi perorangan ataupun anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien.

2) Auditor Internal

Auditor internal biasanya adalah pegawai dari organisasi yang di audit.Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independen, yang dinamakan audit internal dalam suatu organisasi atau perusahaan.

3) Auditor Pemerintah

Auditor tipe ini bekerja di berbagai jenis kantor pemerintahan. Seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Inspektorat Jenderal (Itjen) RI.

b. Tujuan Audit

Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (IAI, 2001, SA Seksi 2001:110.1). Menurut Suharli (2008) audit dikembangkan dan dilaksanakan karena audit memberi banyak manfaat bagi dunia bisnis. Pelaksanaan audit memiliki tujuan yang berbeda, beberapa tujuan audit adalah:


(41)

24 1) Penilaian pengendalian (Appraisal of Control)

Pemeriksaan operasional berhubungan dengan pengendaliann administratif pada seluruh tahap operasi perusahaan yang bertujuan untuk menentukan apakah pengendalian yang ada telah memadai dan terbukti efektif serta mencapai tujuan perusahaan. 2) Penilaian Kinerja (Appraisal of Performance)

Penilaian diawali dengan mengumpulkan informasi-informasi kuantitatif kemudian melakukan penilaian efektivitas, efisiensi dan ekonomisasi kinerja.Penilaian selanjutnya menjadi informasi bagi manajemen untuk meningkatkkan kinerja perusahaan.

3) Membantu Manajemen (Assistance to Management)

Dalam pemeriksaan operasional dan ketaatan maka hasil audit lebih diarahkan bagi kepentingan manajemen untuk penampilannya. Dan hasil merupakan rekomendasi-rekomendasi atas perbaikan-perbaikan yang diperlukan pihak manajemen. c. Standar Auditing

Standar auditing ditetapkan dalam PSA No. 01 (SA Seksi 150) sebagai berikut:

1) Standar Umum

a) Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Standar ini menegaskan bahwa betapa tingginya kemampuan seseorang dalam bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan


(42)

25 a) keuangan, auditor tidak dapat memenuhi persyaratan yang

dimaksudkan, jika tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing.

b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.

c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar ini menurut auditor untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan keahlian profesional. 2) Standar Lapangan

a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Standar ini berisi pedoman bagi auditor dalam membuat perencanaan dan melakukan supervisi.

b) Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat saat lingkup pengujian yang akan dilakukan. Standar


(43)

26 inimenjelaskan mengenai unsur-unsur pengendalian internal dan bagaimana cara auditor mempertimbangkan pengendalian internal seperti dalam merencanakan dan melaksakan suatu audit.

c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3) Standar Pelaporan

a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b) Laporan auditor harus menunjukkan jika ada ketidakkonsistenan penerapan-penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material.


(44)

27 d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat

mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.

3. Red Flags

Menurut Montgomery (2002) dalam Suartana (2009), ada fenomena segitiga kecurangan (fraud triangle). Tekanan yaitu intensif yang mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam hal keuangan, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja menurut Salman (2005) dalam Novian (2012).

Red flags, sangat erat kaitannya dengan fenomena kecurangan. Terdapat beberapa kategori untuk mengidentifikasi Red Flags dalam mendeteksi kecurangan yang dirangkum menjadi lima kategori sebagai berikut:

a. Pemberitahuan atau peringatan b. Dokumen yang mencurigakan

c. Informasi mengenai seseorang yang mencurigakan

d. Kegiatan yang dilakukan oleh personal tetapi mencurigakan e. Informasi dari berbagai pihak

Menurut Association of Certified Fraud Examiners dalam Karyono (2013:100), terdapat beberapa macam karakteristik red flag, yaitu diantaranya:


(45)

28 a. Red flags kecurangan yang dilakukan manajemen puncak:

1) Adanya keengganan untuk memberikan informasi kepada auditor 2) Terjadinya perselisihan dengan auditor

3) Terdapat pengambilan keputusan yang didominasi oleh sekelompok individu

4) Kurangnya tanggung jawab organisasi yang jelas 5) Adanya sistem pengendalian internal yang lemah

6) Staf akuntannya lemah dalam keahlian sebagai akuntan dan tidak berpengalaman

7) Jumlah rekening cek yang berlebihan

8) Adanya konflik kepentingan, nepotisme dan pelanggaran tugas 9) Kompensasi program yang tidak proporsional

10) Transaksi keuangan yang tidak masuk akal b. Red flags kecurangan yang dilakukan oleh karyawan:

1) Adanya perubahan gaya hidup karyawan tersebut 2) Adanya masalah hutang

3) Kurangnya pemisahan tugas di area yang potensial 4) Adanya penolakan dalam mengambil cuti

5) Adanya perubahan tingkah laku

6) Tingginya tingkat penggantian pekerja terutama di bagian yang berpotensi timbul tindak kecurangan


(46)

29 c. Red flags kecurangan untuk faktor yang mempengaruhi kurangnya

lingkungan kerja yang positif dan dapat mendorong motif tindak kecurangan:

1) Persepsi ketidakadilan dalam organisasi 2) Loyalitas rendah terhadap organisasi

3) Bersifat manajemen otokratis daripaa manajemen partisipatif 4) Terdapat anggaran yang tidak masuk akal di dalam suatu

manajemen

5) Takut menyampaikan berita buruk untuk manajemen maupun supervisor

6) Kurangnya tanggung jawab organisasi yang jelas d. Red flags kecurangan pada pendanaan atau pembiayaan

1) Perubahan yang signifikan pada operasi dan rasio laba sebelumnya guna memperoleh pendanaan atau pembiayaan

2) Mengadopsi suatu perubahan prinsip akuntansi dasar atau merevisi estimasi akuntansi periode sebelumnya untuk memperoleh pendanaan atau pembiayaan

3) Peningkatan kas dalam jangka pendek dan penurunan piutang pada saat penjualan sedang meningkat untuk mencari pendanaan atau pembiayaan yang baru

4) Penundaan pengeluaran bulanan, triwulan atau laporan keuangan tahunan periode sebelumnya untuk mencari pendanaan atau pembiayaan yang baru.


(47)

30 e. Red flags kecurangan pada produksi

1) Produksi yang tinggi namun tidak sesuai dengan permintaan pasar dan adanya penundaan pesanan

2) Banyaknya produk sisa atau produk cacat atau banyak bahan baku yang hilang

3) Penempatan kembali fisik barang jadi di dalam area produksi di luar suatu periode waktu yang layak

4) Akses yang tidak terbatas pada dokumen pengirim dan ke gudang penyimpanan bagi personel yang tidak terkait produksi

5) Kelemahan dalam prosedur pisah batas (cut off) persediaan

6) Tingkat perputaran persediaan barang jadi yang tidak ada korelasinya dengan siklus operasional

f. Red flags kecurangan pada pendapatan

1) Penurunan tidak normal pada penjualan, padahal biaya pengiriman cukup tinggi, jam kerja yang tinggi atau industri yang sedang naik tajam

2) Perputaran piutang dagang yang rendah

3) Peningkatan yang signifikan dalam penyisihan piutang tak tertagih pada kondisi ekonomi yang positif

g. Red flags kecurangan pada pembelian

1) Perubahan signifikan dalam rata-rata permintaan pembelian di antara pembeli dalam kondisi normal


(48)

31 2) Tidak dihitung nomor pesanan atau hilangnya catatan pesanan

pembelian

3) Terdapat pembelian yang tidak konsisten dengan kategori yang terindikasi pada periode sebelumnya atau oleh rencana operasi atau hilangnya pesanan pembelian

h. Red flags kecurangan pada hutang dagang

1) Terdapat banyak alamat penjual produk yang sama yang tidak sesuai dengan alamat yang telah disetujui

2) Pembayaran yang tidak biasa atau tingginya pembayaran rutin dalam kondisi rendahnya volume pembelian

3) Hilangnya cek atau akses yang tidak mudah blanko cek ke mesin penyiapan cek

4) Pembayaran tunai untuk kewajiban yang tidak dicatat dan biaya rutin ketika semua pembelanjaan yang direncanakan harus terlebih dahulu dibuat voucher pembayaran

Red flags merupakan signal yang harus dideteksi oleh auditor dalam mengaudit laporan keuangan (Novian, 2012). Dalam mendeteksi red flags

ini auditor harus memiliki keahlian dalam mendeteksi dan menaksir risiko yang ada. Dikatakan Vicky, Hoffman, Morgan dan Patton (1996, dalam Hegazy 2010) bahwa penggunaan red flags pada pendeteksian kecurangan ketika sesuatu hal dicurigai dan ditetapkan sebagai salah satu tanda (red flags), maka tanda ini dapat membantu auditor untuk lebih memfokuskan kinerja mereka dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan.


(49)

32 MenurutMoyes et al., (2006), disebutkan bahwa dalam laporan audit keuangan menurut SAS No.99 mengharuskan auditor eksternal mengunakan efektivitas red flags untuk mendeteksi adanya kecurangan yang merupakan temuan audit. Namun, timbulnya tanda-tanda kecurangan atau red flagsini, tidak selalu mengindikasikan adanya tindak kecuangan yang terjadi dalam perusahaan, tetapi red flags biasanya selalu muncul pada tiap kasus kecurangan yang terjadi, sehingga dapat menjadi tanda peringatan bahwa kecurangan terjadi (Amrizal, 2004).

Menurut Amrizal (2004), red flags merupakan karakteristik personal pribadi yang tergantung dari suatu kondisi personal tersebut. Berdasarkan SAS No. 99, kemampuan untuk menyadari ataupun mengenali red flags

adalah sebuah hal penting bukan hanya untuk akuntan publik tetapi untuk seluruh auditor eksternal maupun internal yang bekerja di semua sektor publik. Bila ada satu hal yang mengindiksikan red flags, seseorang harus mengambil tindakan untuk menginvestigasi kondisi tersebut dan memutuskan apakah terdeteksi temuan audit yang bersifat negatif atau tidak.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa red flags ialah sebuah tanda atau kondisi yang janggal atau tidak biasa yang merupakan tanda-tanda terjadinya sebuah tindak kecurangan pada sebuah entitas perusahaan. Ketika ada tanda-tanda red flags ini, auditor diharapkan lebih memfokuskan pada tanda-tanda tersebut agar mampu mengungkap bukti pada tanda tersebut guna segera


(50)

33 mendeteksi tanda kecurangan yang mungkin terjadi agar tidak mengakibatkan dampak yang berkepanjangan bagi perusahaan.

4. Whistleblowing

Menurut Near and Miceli (1985), whistleblowing diartikan sebagai berikut:

The disclosure by organization members (current or former) of illegal, immoral or illegitimate practice under the control of their employers, to persons or organizations that may be able to effect action

Artinya, whistleblowing ialah pengungkapan oleh anggota organisasi (mantan atau yang masih menjadi anggota) atas suatu praktik ilegal, tidak bermoral, atau tanpa legitimasi dibawah kendali pimpinan kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek tindak perbaikan.

Menurut Jalil (2013), whistleblowing merupakan usaha yang dilakukan seorang pekerja atau mantan pekerja suatu organisasi untuk mengungkap sesuatu yang dia yakini merupakan kesalahan yang terjadi dalam organisasinya. Sedangkan menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dalam Sagara (2013), whistleblowing ialah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi kepada pemimpin organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut.

Whistleblowing merupakan suatu istilah yang muncul sejak adanya

Sarbanes-Oxley Act yang dapat mendorong para pegawai dari perusahaanuntuk melakukan pelaporan atas pelanggaran yang terjadi tanpa


(51)

34 ada rasa takut terhadap pihak yang dilaporkan (Dimar, 2014). Menurut Priantara (2013:209), berbagai survei menunjukkan pengaduan atau

whistleblowing menjadi alat yang paling utama untuk mencegah dan mendeteksi fraud karena calon pelaku mestinya takut akan diadukan jika sistem ini efektif.

Namun, tentunya dibutuhkan kesadaran khusus dari para pelapor atau

whistleblower agar bersedia melaporkan suatu tindak kecurangan apabila mengetahui adanya kemungkinan kecurangan itu terjadi.Banyak hal yang dipertimbangkan oleh whistleblower sebelum bersedia melaporkan suatu tindak kecurangan, salah satunya ialah perlindungan hukum.Tentunya,

whistleblower harus terlindung dari segala macam ancaman yang dapat terjadi apabila telah melaporkan suatu tindak kecurangan.Apabila telah terpenuhi perlindungan hukum yang memadai untuk whistleblower, maka deteksi dini atas sebuah kecurangan dapat lebih mudah untuk ditangani.Selain itu, whistleblower juga harus memiliki cukup bukti sebelum melaporkan suatu kejadian agar informasi yang disampaikan dapat meyakinkan banyak pihak.Whistleblowing dapat dikatakan sebagai salah satu cara yang cukup mudah untuk mendeteksi adanya fraud (Dimar, 2014).

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

whistleblowing ialah upaya atau tindakan yang dilakukan oleh seorang indvidu untuk melaporkan sebuah tindakan yang janggal yang mengindikasikan sebuah tindak kecurangan.


(52)

35 5. Profesionalisme Auditor Internal

Dalam menjalankan setiap pekerjaannya, seseorang dituntut untuk bersikap profesional terhadap pekerjaannya, tak terkecuali para internal auditor.Sikap profesionalisme auditor terkait dengan kepatuhan terhadap etika profesi auditor yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).Hal ini menuntut auditor untuk memiliki keterampilan umum yang dimiliki auditor pada umumnya, yakni menggunakan sikap profesionalnya dengan cermat dan seksama.Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan (Widiyastuti, 2009).

Seorang auditor profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien, termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku dengan semestinya. Menurut Jusuf (1997) dalam Widiyastuti (2009), kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional akan meningkat jika profesimenetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yangefektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi.

Hall (1986) dalam Sumardi dan Hardiningsih (2002) mengemukakan lima konsep dari profesionalisme, yaitu:


(53)

36 a. Hubungan dengan sesama profesi (community afiliation), yaitu

menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnyaorganisasi formal dan kelompok-kelompokkolega informal sebagai sumber ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.

b. Kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

c. Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation),

maksudnya bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. d. Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dengan menggunakan

pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan sehingga kompensasi utarna yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani setelah itu baru materi.

e. Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu pandangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan pihak lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada carnpur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.


(54)

37 Sikap profesionalisme seorang auditor tentunya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan auditor tersebut dalam melakukan pekerjaannya.Dengan adanya sikap profesionalisme diri seseorang,tentunya dapat membuat mereka melakukan pekerjaan dengan lebih maksimal. Menurut Arens dan Loebbecke (2009), untuk meningkatkan profesionalisme, seorang akuntan harus memperlihatkan perilaku profesinya, di antaranya:

a. Tanggung Jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, akuntan harus mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.

b. Kepentingan Masyarakat

Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan yang mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.

c. Integritas

Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, akuntan harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional dengan integritas tertinggi.

d. Objektivitas dan Independensi

Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesional.


(55)

38 Akuntan harus memenuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk meningkatkan kompetensi dan mutu jasa dan melakukan tanggung jawab profesional dengan kemampuan terbaik.

f. Lingkup dan Sifat Jasa

Dalam menjalankan praktik sebagai akuntan publik, akuntan harus mematuhi prinsip-prinsip perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan jasa audit yang akan diberikan.

Sikap profesionalisme juga tentunya dibutuhkan oleh seorang auditor internal. Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya, memberikan opini yang objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi serta melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga (Sawyer, 2006:35) dalam Ayu et al., (2015). Untuk dapat menilai apakah sebuah laporan keuangan telah bebas dari salah saji atau kekeliruan maupun kecurangan, tentunya auditor internal harus menggunakan profesionalismenya sebagai auditor internal. Apabila tidak adanya perilaku profesional dalam diri auditor internal, maka tentunya akan menjadi sulit untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan.

6. Pendeteksian Kecurangan

Tindak kecurangan yang kini kian marak terjadi di ranah ekonomi tentunya mengharuskan entitas untuk lebih cermat mengamati tiap tindakan yang dapat memungkinkan terjadinya kecurangan.Pencegahan


(56)

39 saja belum tentu cukup untuk mengatasi hal ini, perlu adanya tindakan

preventif untuk melengkapi pencegahan kecurangan, yakni pendeteksian kecurangan yang lebih dulu dapat dilakukan. Deteksi kecurangan(fraud)ialah suatu tindak mengetahui bahwa fraud terjadi, siapa pelaku, siapa korbannya, dan apa penyebabnya. Kunci pada pendeteksian

fraud ialah dapat melihat adanya kesalahan dan ketidakberesan (Karyono, 2013:91). Menurut Koroy (2008:2), pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah untuk dilakukan oleh auditor. Setidaknya ada empat faktor yang teridentifikasi penyebab sulitnya pendeteksian kecurangan, yakni seperti karakteristik terjadinya kecurangan, standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan, lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit, metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam penceteksian kecurangan.

Menurut Mui (2010) dalam Nasution dan Fitriany (2012:7) menyatakan bahwa tugas pendeteksian kecurangan merupakan tugas yang tidak terstruktur yang menghendaki auditor untuk menghasilkan metode-metode alternatif dan mencari informasi-informasi tambahan dari berbagai sumber.Tindakan pendeteksian kecurangan tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan.Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik sendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan (Amrizal, 2004). Menurut


(57)

40

Certified Fraud Examiner, kecurangan terdiri atas empat kelompok besar, yakni:

a. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement)

Kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement) dilakukan dengan menyajikan laporan keuangan lebih baik dari sebenarnya (over statement) dan lebih buruk dari sebenarnya (under statement). Laporan keuangan overstated dilakukan dengan melaporkan asset dan pendapatan lebih besar dari yang sebenarnya. Sedangkan laporan keuangan yang dilakukan untuk menekan laba (revenue understatement) dalam rangka menghindari atau memperkecil pengenaan pajak penghasilan badan.

b. Kecurangan Penyalahgunaan Aset

Kecurangan penyalahgunaan aset terdiri atas kecurangan kas dan penyalahgunaan penyediaan dan aset lainnya.

1) Kecurangan penerimaan kas

Kecurangan penerimaan yang belum dicatat (skimming):

a) Pendapatan negara tidak dilaporkan/dicatat (unrecorded) atau dilaporkan lebih kecil (understated).

b) Piutang dihapus padahal piutang tersebut sebenarnya tidak dihapus dan kemudian ditagih kembali dan tidak dilaporkan (write off schemes).


(58)

41 c) Pengambilan uang hasil penagihan untuk sementara waktu

dengan menunda pencatatan penerimaannya (lapping schemes).

d) Pengambilan penerimaan cek dari pelanggan.

Pencurian yang sudah dicatat di pembukuan (cash larceny): a) Pencurian kas tunai

b) Pencurian kas di bank

c) Mencuri kas dengan sengaja membuat kesalahan perhitungan atau kesalahan pembukuan.

2) Kecurangan pengeluaran kas (fraudulent disbursement)

a) Kecurangan penagihan (billing schemes) dengan memasukkan dokumen tagihan atau invoice pengadaan barang, sehingga tagihan lebih tinggi (mark up)

b) Kecurangan pergantian biaya (expence reimbursement schemes), yaitu kecurangan pengeluaran kas dengan memanipulasi penggantian biaya

3) Penyalahgunaan persediaan dan aset lain (inventory and other assets missapropriation)

a) Penjualan fiktif

b) Kecurangan penerimaan dan pembelian c) Kecurangan penerimaan barang

d) Membuat jurnal palsu e) Menghapus persediaan


(59)

42 c. Korupsi

Yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan umum/publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau golongan kelompok tertentu. Bentuk-bentuk korupsi berupa:

1) Pertentangan kepentingan (conflict of interest) 2) Suap (bribery)

3) Pemberian tidak sah (illegal grativities) 4) Pemerasan ekonomi (economic ecortion) d. Kecurangan yang Berkaitan dengan Komputer

1) Perusakan computer

2) Pencurian informasi dan harta kekayaan 3) Kecurangan keuangan atau pencurian kas

4) Penggunaan atau penjualan jasa komputer secara tidak sah

Dari uraian di atas, dapat dilihat begitu banyak jenis kecurangan yang dapat terjadi, sehingga auditor harus mampu mendeteksi hal tersebut serta dilakukan secara berkala agar mampu meminimalisir risiko yang mungkin terjadi.Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kecurangan terdapat dalam segitiga kecurangan (fraud triangle). Dimana insentif/tekanan dapat terjadi pada manajemen perusahaan maupun pegawai, menyebabkan kesempatan untuk melakukan kecurangan menjadi sangat tinggi yang berakhir pada tindakan merasionalisasikan apa yang dilakukannya. Maka dari itu, pendeteksian kecurangan sangat penting untuk dilakukan secara berkala.


(60)

43 7. Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah suatu pertanggungjawaban dari manajemen dalam hal pengelolaan sumber daya dalam bentuk dana atau uang yang telah dipercayakan dari para pihak investor terhadap perusahaan tersebut. Dikatakan juga bahwa tujuan umum dari pelaporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang telah dipercayakan (PSAK, 2009 dalam Novian 2012). Menurut IAI dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (2009) menyatakan ada empat karakteristik kualitatif laporan keuangan, yaitu: a. Dapat dipahami.

b. Relevan. c. Keandalan.

d. Dapat diperbandingkan.

Tujuan audit atas laporan keuangan pada umumnya ialah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran mengenai semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas yang telah


(61)

44 sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum di Indonesia (SPAP Seksi 110, 2011 dalam Novian 2012). Menurut Widjaja (2013:36) ada faktor-faktor risiko kecurangan dalam laporan keuangan yang merupakan pertimbangan pentig bagi auditor dalam mengungkap kecurangan, yakni melalui:

a. Insentif atau tekanan

Sebuah insentif yang umum bagi perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangannya ialah penurunan dalam prospek keuangan perusahaan.

b. Kesempatan

Meskipun laporan keuangan dari semua perusahaan potensial dapat terjadi manipulasi, risikonya menjadi lebih besar untuk perusahaan yang bergerak dalam industri yang melibatkan penilaian subjektif dan estimasi yang signifikan.

c. Sikap atau rasionalisasi

Sikap manajemen puncak terhadap laporan keuangan merupakan faktor risiko penting daam menilai kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan keuangan

Berdasarkan definisi yang telah diungkapkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan ialah sebuah informasi perusahaan yang menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang dapat dinilai tingkat kewajarannya, sehingga dapat dianalisis tiap risiko yang dapat terjadi.


(62)

45 B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Red Flags terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan

Menurut Moyes et al., (2006), disebutkan bahwa dalam laporan audit keuangan menurut SAS No.99 mengharuskan auditor eksternal mengunakan efektivitas red flags untuk mendeteksi adanya kecurangan yang merupakan temuan audit. Mereka menyatakan bahwa penggunaan

red flags sangat efektif dalam mendeteksi kecurangan yang merupakan temuan audit sehingga disarankan audit internal perlu menggunakan red flags ketika mendeteksi adanya kecurangan.Disebutkan juga menurut Novian (2012), red flags pada kecurangan dapat membantu auditor untuk lebih memfokuskan kinerja mereka dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan. Hal serupa juga disampaikan oleh Koornhof dan Plessis (2000) yang menyebutkan bahwa red flags dapat menjadi alat untuk pendeteksian awal tindak kecurangan.Penelitian-penelitian tersebut menjadi acuan bagi penulis bahwa red flags berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1:Red flags berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan.


(63)

46 2. Pengaruh Whistleblowing terhadap Pendeteksian Kecurangan

Laporan Keuangan

Definisi whistleblowing menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dalam Sagara (2013), disebutkan bahwa

whistleblowing ialah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi kepada pemimpin organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Disebutkan oleh Dimar (2014),whistleblowing

dapat dikatakan sebagai salah satu cara yang cukup mudah untuk mendeteksi adanya kecurangan atau fraud.Whistleblowing juga merupakan salah satu cara untuk melakukan tindakan pencegahan dan pendeteksian

fraud pada sektor publik di Indonesia. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2014), dalam penelitiannya disebutkan bahwa responden dalam penelitiannya setuju bahwa whistleblowing system

merupakan cara untuk melakukan tindak pencegahan dan pendeteksian

fraud. Menurut Wibowo dan Winny (2009), mekanisme whistleblowing

cukup dinilai efektif untuk deteksi awal fraud.Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

H2:Whistleblowing berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan


(64)

47 3. Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pendeteksian

Kecurangan Laporan Keuangan

Sikap profesionalisme auditor terkait dengan kepatuhan terhadap etika profesi auditor telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), tentunya peraturan ini harus diikuti oleh auditor, baik auditor eksternal maupun internal. Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya, memberikan opini yang objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi serta melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga (Sawyer, 2009:35). Menurut Ayu et al., (2015:8) disebutkan bahwa profesionalisme auditor internal terbukti memberikan pengaruh terhadap pendeteksian fraud assets missapropriation. Semakin tinggi sikap profesionalisme seorang auditor internal dalam menjalankan tanggung jawabnya, maka akan meningkatkan pendeteksian fraud assets missapropriation. Menurut Widiyastuti (2009), profesionalisme berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Dan menurut Natalia (2012), auditor internal yang profesional dapat mengungkap adanya indikasi temuan audit yang mungkin dapat merugikan perusahaan. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, penulis mengasumsikan bahwa profesionalisme auditor internal juga mampu meningkatkan pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:


(65)

48

H3: Profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan

4. Pengaruh Red Flags, Whistleblowing, dan Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan

Selain meneliti pengaruh antar variabel secara parsial, penelitian ini juga akan meneliti pengaruh antar variabel secara simultan atau secara bersamaan. Menurut penelitian tentang red flags yang dilakukan oleh Moyes (2006), penggunaan red flags sangat efektif dalam mendeteksi kecurangan yang merupakan temuan audit sehingga disarankan audit internal perlu menggunakan red flags ketika mendeteksi adanya kecurangan. Penelitian tentang whistleblowing yang dilakukan oleh Dimar (2014) menyebutkan bahwa whistleblowing merupakan salah satu cara untuk melakukan tindakan pencegahan dan pendeteksian fraud.Serta penelitian tentang profesionalisme auditor internal yang dilakukan oleh Ayu et al., (2014) disebutkan bahwa profesionalisme auditor internal terbukti memberikan pengaruh terhadap pendeteksian fraud.Maka, berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, penulis mengasumsikan bahwa

red flags, whistleblowing, dan profesionalisme auditor internal juga mampu meningkatkan pendeteksian kecurangan dalam laporan keuangan dengan hipotesis sebagai berikut:

H4: Red flags, whistleblowing, dan profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan laporan keuangan.


(1)

123

Hasil Uji Validitas Pendeteksian kecurangan

Correlations

DF1 DF2 DF3 DF4 DF5 DF6 DF7 DF8 DF9 TDF DF1 Pearson Correlation 1 .338* .324* .232 .078 .134 .234 .181 .267* .542** Sig. (2-tailed) .011 .015 .086 .570 .326 .083 .181 .046 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF2 Pearson Correlation .338* 1 .648** .451** .054 .222 .118 -.076 .380** .610** Sig. (2-tailed) .011 .000 .000 .693 .100 .387 .579 .004 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF3 Pearson Correlation .324* .648** 1 .635** .344** .400** .105 -.079 .527** .745** Sig. (2-tailed) .015 .000 .000 .010 .002 .442 .563 .000 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF4 Pearson Correlation .232 .451** .635** 1 .222 .354** .183 -.007 .661** .726** Sig. (2-tailed) .086 .000 .000 .100 .008 .177 .957 .000 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF5 Pearson Correlation .078 .054 .344** .222 1 .450** .237 .009 .161 .477** Sig. (2-tailed) .570 .693 .010 .100 .001 .079 .948 .234 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF6 Pearson Correlation .134 .222 .400** .354** .450** 1 .124 -.073 .384** .543** Sig. (2-tailed) .326 .100 .002 .008 .001 .361 .591 .003 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF7 Pearson Correlation .234 .118 .105 .183 .237 .124 1 .638** .298* .558** Sig. (2-tailed) .083 .387 .442 .177 .079 .361 .000 .026 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF8 Pearson Correlation .181 -.076 -.079 -.007 .009 -.073 .638** 1 .127 .327* Sig. (2-tailed) .181 .579 .563 .957 .948 .591 .000 .350 .014

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

DF9 Pearson Correlation .267* .380** .527** .661** .161 .384** .298* .127 1 .717** Sig. (2-tailed) .046 .004 .000 .000 .234 .003 .026 .350 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

TDF Pearson Correlation .542** .610** .745** .726** .477** .543** .558** .327* .717** 1 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .014 .000

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(2)

124

Hasil Uji Reliabilitas

Red Flags

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.700 6

Hasil Uji Reliabilitas

Whistleblowing

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.724 8

Hasil Uji Reliabilitas Profesionalisme Auditor Internal

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.822 11

Hasil Uji Reliabilitas Pendeteksian Kecurangan

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items


(3)

125

Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot


(4)

126

Hasil Uji Normalitas Menggunakan

Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 56

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 2.23714888 Most Extreme Differences Absolute .082

Positive .045

Negative -.082

Test Statistic .082

Asymp. Sig. (2-tailed) .200

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Hasil Uji Multikolonieritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 9.139 3.321 2.752 .008

TRF .016 .129 .014 .124 .902 .541 1.847 TW .076 .127 .078 .597 .553 .433 2.310 TP .548 .076 .734 7.222 .000 .716 1.396 a. Dependent Variable: TDF


(5)

127

Hasil Uji Heterokedastisitas Menggunakan Grafik

Scatterplot

Hasil Uji Heterokedastisitas Menggunakan Uji

Glejser

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 5.576 1.916 2.911 .005

TRF -.103 .075 -.246 -1.378 .174

TW -.027 .074 -.074 -.369 .714

TP -.010 .044 -.035 -.228 .821


(6)

128

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R

2

)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .784a .615 .593 2.30078

a. Predictors: (Constant), TP, TRF, TW b. Dependent Variable: TDF

Hasil Uji Statistik t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 9.139 3.321 2.752 .008

TRF .016 .129 .014 .124 .902 .541 1.847 TW .076 .127 .078 .597 .553 .433 2.310 TP .548 .076 .734 7.222 .000 .716 1.396 a. Dependent Variable: TDF

Hasil Uji Statistik F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 439.288 3 146.429 27.662 .000b

Residual 275.266 52 5.294

Total 714.554 55

a. Dependent Variable: TDF